Jumat, 11 November 2011
asuhan keperawatan gangguan jiwa pada usia lanjutBAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan geriatrik adalah cabang
keperawatan yang memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi
gangguan fisik dan psikologis pada lanjut usia dan dengan
meningkatkan umur panjang. Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan
mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus karena
kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis, dan
patofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia.
Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan;
faktor-faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan kecacatan
medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif. Program Epoidiomological
Catchment Area (ECA) dari National Institute of Mental Health telah
menemukan bahwa gangguan mkental yang paling sering pada lanjut
usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, fobia, dan
gangguan pemakaian alkohol. Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi
untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan
mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan
dipulihkan. Sejumlah faktor resiko psikososial juga
mempredis[osisiskan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor
resiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman, atau sanak saudara, penurunan kesehatan,
peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi
kognitif. Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di
Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis,
Penggunaan alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini
menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan professional yang lain
memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dengan
masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mental pada lansia
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan
psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola
hidup. DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut : 1. kelompok
menjelang usia lanjut (45 54 th) sebagai masa VIRILITAS 2. kelompok
usia lanjut (55 64 th) sebagai masa PRESENIUM 3. kelompok usia
lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM Sedangkan WHO membagi
lansia menjadi 3 kategori, yaitu : 1. Usia lanjut : 60 74 tahun 2.
Usia Tua : 75 89 tahun 3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun 1.2.
TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan umum Untuk dapat memahami tentang Asuhan
Keperawatan klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional. 2.
Tujuan khusus a. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar
tentang Jenis jenis kehilangan b. Mahasiswa dapat menjelaskan
dengan tepat dan benar tentang konsep dan teori dari proses berduka
c. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi reaksi
kehilangan. 1.3. METODE PENULISAN
1.
Metode penulisan. Didalam pembuatan makalah ini, penulis
menggunakan metode deskripsi. 2. Tekhnik penulisan. a. Metode
observasi Yaitu bentuknya langsung yang diajukan pada narasumber
terhadap permasalahan yang akan di bahas b. Metode perpustakaan
Yaitu diambil dari buku : Stuart & Sundeen. 1995. Principles
and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United State of
America : Mosby. Carpenito, L. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada
Praktek Klinis, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000. Nugroho, Wahjudi.
Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000. Leeckenotte,
Annete Glesler. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2, EGC, Jakarta,
1997. Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta
2003. 1.4. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan
Makalah Asuhan Keperawatan ini terdiri dari 4 bab, yang mana dari
perbab dan isi dalam bab tersebut diuraikan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab yang memberikan gambaran awal dari Makalah Asuhan
Keperawatan yang berisikan: latar belakang, tujuan, metode
penulisan, sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN
TEORITISTeori-teori tentang Kehilangan : definisi, tipe kehilangan,
jenis jenis kehilangan, rentan respon kehilangan. Berduka :
definisi, Teori dan proses berduka, BAB III : ASKEP BERDUKA
DISFUNGSIONAL Asuhan keperawatan berduka disfungsional terdiri dari
: Pengkajian, Diagnosa keperawatan, batas karakteristik, sasaran,
intervensi dengan rasional tertentu,serta hasil pasien yang
diharapkan.
BAB IV
: PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran
BAB II KONSEP DASAR USIA LANJUT 2.1 Proses Penuaan Penuaan
adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses
penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada
kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain dibadingkan
dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia
harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak
normal Penuaan Primer : Perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang
mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat
protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga
membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat
protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi
infeksi. Penuaan Skunder : Proses penuaan akibat dari faktor
lingkungan, fisik, psikis dan sosial . Secara umum perubahan proses
fisiologis proses menua adalah: terjadi dalam sel seperti:
Perubahan Mikro Berkurangnya cairan dalam sel Berkurangnya besarnya
sel Bekurangnya jumlah sel Perubahan Makro adalah perubahan yang
jelas terlihat seperti : Mengecilnya mandibula Menipisnya discus
intervertebralis Erosi permukaan sendi-sendi Osteoporosis Atropi
otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak
tetapi kemampuannya menurun) Emphysema Pulmonum Presbyopi
Arterosklerosis Manopause pada wanita Demintia senilis Kulit tidak
elastic Rambut memutih Teori Penuaan Gerontologis tidak setuju
tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan
semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu
terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi
teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural. Teori
Biologis Biological Programming Theory Teori program biologis
merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi sesuai
dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan
adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang
tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupun perubahan diet atau
hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.
2.1.1
2.1.2
2.1.2.1 2.1.2.2 2.2.
2.2.1 a.
b.
c.
Wear and Tear Theory Teori wear and tear ini menyatakan bahwa
perubahan struktur dan fungsi dapat dipercepat oleh perlakuan kejam
dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah yang berkaitan
dengan penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma, luka,
infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan
imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini
memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.
Stress-Adaptasi Theory Teori adaptasi stres ini menegaskan efek
positif dan negatif dari stres pada perkembangan biopsikososial.
Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang untuk melakukan
sesuatu yang baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek negatif
dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena perasaan yang
terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat
proses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan
seseorang, baik secara fisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi.
Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.
2.2.2. Teori psikologis, a. Eriksons Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas
yang harus dicapai pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir,
berhubungan dengan refleksi tentang kehidupan seseorang dan
pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini
tidak tercapai maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan. b. Life
Review Theory Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya
merupakan proses yang normal berkaitan dengan pendekatan terhadap
kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam
kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai
dengan kecemasan dan rasa takut. Hasil diskusi terakhir tentang
proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan sebelumnya
merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa
pada lansia. c. Stability of Personality Perubahan kepribadian
secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para
peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa
tidak akan terjadi pada interval regular. Perubahan peran, perilaku
dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yang baru. Mayoritas
lansia pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap
kebutuhan ini. 2.2.3. Teori Sosiokultural a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri
dari lingkungan sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal. Terdapat stereotype yang kuat dari teori ini termasuk ide
bahwa lansia merasa nyaman bila berhubungan dengan orang lain
seusianya. b. Activity Theory Teori aktivitas berpendapat bahwa
penuaan harus disertai dengan keaktifan beraktifitas sebisa
mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari aktivitas
terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam
hidup. c. The Family in Later Life Teori keluarga berfokus pada
keluarga sebagai unti dasar perkembangan emosi seseorang. Teori ini
berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan adalah perubahan
sistem hubungan dengan orang lain untuk medukung fungsi masuk,
keluar dan perkembangan anggota keluarga.
Gejala fisik, emosi, dan sosial dipercaya merupakan repleksi
dari masalah negosiasi dan transisi pada siklus kehidupan
keluarga.
BAB III JENIS-JENIS GANGGUAN JIWA PADA USIA LANJUT 3.1
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat
berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut
usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik,
psikologis dan sosialbudaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992) Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli
sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia).
Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa
terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid
dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan
oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala
paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala
waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif. Gangguan
skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada
alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal
tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi
labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan
sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai
halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita,
sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham
kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan
dengan nada keras, atau mendengar dua orang
atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa
menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan
pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui
pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan.
Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka
banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam
kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi
senile psikosis. Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang
pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu
menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai
kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan
depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan
kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri
paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka
biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang
bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat
gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas
sosial rendah atau lebih rendah. Gangguan skizofrenia sebenarnya
dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : 1) Skizofrenia paranoid
(curiga, bermusuhan, garang dsb) 2) Skizofrenia katatonik (seperti
patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) 3) Skizofrenia
hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
4) Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel) Pada umumya,
gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia
paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga,
para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang
terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak
menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap
bermusuhan, dan kadangkadang baik pria maupun wanita perilaku
seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang
konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu). 3.2. Gangguan
Jiwa Afektif Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala
perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif
ini antara lain: 1) Gangguan Afektif tipe Depresif Gangguan ini
terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya
dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau
seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang
berat atau lama mengalami penderitaan. Gangguan ini paling banyak
dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan
kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia
perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari
laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi
seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause,
yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak
produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena
kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih
memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar
dan teratur tanpa menggangu kesehatannya. Gejala gangguan afektif
tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi,
merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin
bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis
depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe
neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang
kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya
terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality
testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa
kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun
waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa
takut, dsb. 2) Gangguan Afektif tipe Manik Gangguan ini sering
timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan
afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut
gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien
menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan
sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas
kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang
lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada
tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti,
suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato
berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih,
murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti. 3.3. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut
usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir
separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada
masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut
usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam
memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh
kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta
daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh,
secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi
adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali,
namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi
berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk
mandi. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai
berikut: 1) Neurosis cemas dan panic 2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik 4) Neurosis histerik (konversi) 5) Gangguan
somatoform 6) Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering
mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya
sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan
pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang
menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering
berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera
hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti
terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum
habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter
untuk penyakit yang lain. 1) Gangguan disosiatif 2) Gangguan
depersonalisasi 3) Gangguan distimik 4) Gangguan stres pasca
trauma.
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA USIA LANJUT 4.1. Pengkajian
Pasien Lansia Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek
yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan
dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam
mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total
dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan
didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan
berhubungan dengan kebutuhan. Wawancara Hubungan yang penuh dengan
dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang
positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan,
merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan
tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan
focus terhadap pembicaraan. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup
kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan
untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi
klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan
pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan
perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata
secara langsung, duduk dan menyentuk pasien. Melihat kembali
kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan.
Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa
pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini
dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan
informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi. Setting
wawancara Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa
cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat
senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan
kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi
atau perubahan kemampuan penglihatan. Data yang dihasilkan dari
wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus
mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan
kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang
dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau
tingkat cemas. Fungsi Kognitif
a.
b.
c.
d.
1. 2. 3. 4. e.
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa
lansia karena beberapa hal termasuk : Peningkatan prevalensi
demensia dengan usia. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif . Status Afektif Status afektif merupakan
pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala
depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala,
punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada
lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan,
distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan
konsekuensi perawatan selama kehidupan. Sakit fisik dapat
menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan
dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya
kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke.
Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi,
termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan
antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat
reliable dan valid untuk mengukur depresi. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan
gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan
rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk
kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan
faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan
perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi. Mobilisasi Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk
persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah
kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam
aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam
mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya
kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah
dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi Activities
of Daily Living Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari
(ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas.
ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas
toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam
menjalankan ADL. The Katz Indeks Angka Katz indeks dependen
dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi,
berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu
keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan
fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas
rehabilisasi.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Fungsi Fisiologis Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada
pasien lansia karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya
deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan
jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal;
funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan
pengobatan medis juga harus dikaji. l. Nutrisi Beberapa pasien
lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet.
Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan
pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara
rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus
dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin,
waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan
yang tidak disukai. m. Pengobatan Medis Empat faktor lansia yang
beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia,
polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas. n. Penyalahgunaan
Bahan-bahan Berbahaya Seorang lansia yang memiliki sejarah
penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami
peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila
mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.
Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang
akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan
kesepian. o. Dukungan Sosial Dukungan positif sangat penting untuk
memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk
pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang
sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah
sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan
teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah
sakit. p. Interaksi Pasien- Keluarga Peningkatan harapan hidup,
penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua
wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi
dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan
lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn
anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari
ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan
kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa. 4.2. Diagnosa
Diagnosa yang di gunakan ialah diagnose tunggal. 4.3. Perencanaan
dan intervensi Hasil yang diharapkan berhubungan dengan perawatan
lansia harus relistik berdasarkan perubahan yang potensial.
Contohnya tujuan yang ingin dicapai pada pasien dengan depresi yang
bermasalah dalam personal hygiene : Pasien dapat mandi, berpakaian,
dan menyikat gigi secara mandiri 4.3.1. Theurapheutic Milleu
Stimulasi kognitif Aktivitas yang dilakukan harus direncanakan
untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan kognitif pasien. Diskusi
kelompok dapat membantu pasien fokus pada topik. Meningkatkan rasa
aman dan nyaman
Lansia sering melakukan yang terbaik pada situasi yang
direncanakan untuk perawatan mereka. Setting jiwa lansia harus
dirancang dengan warna yang lembut. Jika ada musik harus yang
menenangkan dan disukai oleh lansia. Cahaya yang menyilaukan harus
dihindari. Bagi lansia yang tidak tinggal dirumah mereka
barang-barang seperti foto-foto keluarga, objek religius, afghan,
atau benda-benda yang menenangkan. Kemananan harus dipertimbangkan
karena lansia sering terjatuh, lantai tidak boleh licin dan tidak
ada rintangan. Consisten physical layout Perubahan ruangan harus
dihindari, barang-barang yang ada harus tetap, hal ini membantu
lansia yang disorientasi dan menjaga keselamatan lansia. Structured
routine Jadwal sehari-hari harus direncanakan dengan pasti. Waktu
tidur, waktu bangun, tidur siang dan waktu makan tidak boleh
berubah-ubah. Fokus pada kelebihan dan kemampuan Sebagain besar
lansia memiliki prestasi pada masa lalunya. Jika lansia tidak mampu
berkomunikasi, anggota keluarga dapat memberikan informasi mengenai
kehidupan mereka dan memberi kegiatan yang dsukai lansia. Minimize
disruptive behavior Memahami perilaku pasien dapat mengurangi
agitasi dan krisis perilaku. Minimal demand for compliant behavior
Lansia yang mengalami kerusakan kognitif sering menentang
permintaan dari orang lain. Mereka tidak mengerti apa yang
ditanyakan pada mereka atau mereka menjadi takut pada perubahan
aktivitas yang tidak dapat diprediksi.
4.3.2. Terapi somatic Terapi elektro konfulsif Terapi ini
efektif untuk intevensi pada lansia yang mengalami depresi.
Kontraindikasi pada lansia yang memiliki lesi intracranial dengan
peningkatan tekanan intracranial, aritmia, dan infark miokard lebih
dari 3 bulan. Pengobatan psikotropika Obat pada lansia harus
hati-hati, karena obat dapat berpengaruh pada perilaku lansia dan
system saraf pusat.
4.4.
Evaluasi Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi
dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi
dalam proses keperawatan, yaitu: Kondisi perawat : Supervisi,
analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga
Perilaku perawat ; Membandingkan respon pasien dan hasil yang
diharapkan, mereview proses keperawatan, memodifikasi proses
keperawatan sesuai yang dibutuhkan, berpartisipasi dalam
peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan.
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan
kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan
pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan
sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi
pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam
mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku.
Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada
pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain. Perawat jiwa
lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk
mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan
pasien. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek
pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin
macam-macam kelompok seperti orientasi, remotivasi, kehilangan dan
kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat
memberikan psikoterapi.5.2 Saran
5.2.1 Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang
asuhan keperawatan kehilangan disfungsional 5.2.2 Untuk institusi
pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan kehilangan
DAFTAR PUSTAKA Stuart & Sundeen. 1995. Principles and
Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United State of
America : Mosby. Carpenito, L. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada
Praktek Klinis, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000. Nugroho, Wahjudi.
Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000. Leeckenotte,
Annete Glesler. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2, EGC, Jakarta,
1997.
Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta
2003.Diposkan oleh satria dwi priangga di 05:57
MASALAH MENTAL DAN PSIKIATRI PADA LANSIADISUSUN OLEH :
RENY MADURATRI NIM. 07.40.085 PEMBIMBING : ERFANDY MASALAH
MENTAL DAN PSIKIATRI PADA LANSIA Pendahuluan Psikogeriatri atau
psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan
pencegahan,diagnosisi,dan terapi gangguan fisik dan psikologik atau
psikiatrik pada lanjut usia .Saat ini disiplin ini sudah berkembang
menjadi suatu cabang psikiatri,analog dengan psikiatri
anak(Brocklehurst,Allen,1987).Diagnosisi dan terapi gangguan mental
pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus,karena kemungkinan
perbedaan dalam manifestasi klinis,patogenesis dan patofisiologi
gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut usia
(Weinberg,1995; KolbBrodie,1982).Faktor penyulit pada pasien lanjut
usi juga perlu dipertimbangkan,antara lain sering adanya penyakit
dan kecacatan medis kronis penyerta,pemakaian banyak obat
(polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif
( Weinberg,1995;Gunadi,1984). Sehubungan dengan meningkatnya
populasi usia lanjut (lihat tulisan mengenai demografi di bagian
lain buku ini),perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan
psikogeriatri di rumah sakit yang cukup besar .Bangsal akut,kronis
dan day hospital,merupakan tiga layanan yang mungkin harus
sudah,merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai
difikirkan ( Brocklehurst,Allen,1987).Tentang bagaimana kerjasama
antara bidang psikogeriatri dan geriatri dapat dilihat pada bab
mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut. Pemeriksaan
Psikiatrik pada usia lanjut Penggalian riwayat psikiatrik dan
pemeriksaan status mental pada penderita usi lanjut harus mengikuti
format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda .Karena
tingginya prevalensi gangguan kognitif pada usi lanjut,dokter/calon
dokter harus menentukan apakah penderita mengerti sifat dan tujuan
pemeriksaan .Jika penderita mengalami gangguan kognitif,riwayat
pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga
atau mereka yang merawatnya.Namun,penderita juga tetap harus
diperiksa tersendiri(walaupun terlihat adanya gangguan yang
jelas)untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan penderita
dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid
dari penderita yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran
sanak saudara atau seorang perawat (Kaplan et al
1997;Hamilton,1985). Riwayat psikiatrik Bisa didapatkan dari alo-
atau oto- anamnesisi.Riwayat psikiatrik lengkap termasuk
identifikasi awal (nama,usia,jenis kelamin,status
perkawinan),keluhan utama,riwayat penyakit sekarang ,riwayat
penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita
),riwayat pribadi dan riwayat keluarga.Pemakainan
obat (termasuk obat yang dibeli bebas).yang sedang atau pernah
digunakan penderita juga penting untuk diketahui. Penderita yang
berusia diatas 65 tahun (atau di atas 60 tahun di Asia) sering
memiliki keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang
ringan,seperti tidak dapat mengingat kembali nama orang atau keliru
meletakkan benda-benda.Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan
usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat
dilakukanpemeriksaan/wawancara
(Weinberg,1995;Hamilton,1985).Riwayat medis penderita harus
meliputi semua penyakit berat ,terutama gangguan kejang,kehilangan
kesadaran ,nyeri kepala ,masalah penglihatan dan kehilangan
pendengaran.Riwayat penggunaan alkohol dan pemakaian zat yang lama
perlu diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini
(Kolb-Brodie,1982;Kaplan et al,1997;Dir Kes Wa,1982). Riwayat
keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua
penderita dan adaptasi terhadap ketuaan mereka.Jika mungkin
informasi tentang kematian orang tua,riwayat gangguan jiwa dalam
keluarga. Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai.Siapa
yang harus merawat penderita,apakah penderita mempunyai
anak.Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak.Riwayat sosial
ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelola
pemyakit penderita dalam membuat anjuran terapi yang realistik
(Gunadi,1982;Kaplan et al,1997) Riwayat perkawinan,termasuk
penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik hubungan.Jika
penderita adalah janda atau duda,harus digali bagaimana rasa duka
citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasanganya.Jika kehilangan
pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir,penderita dalam
keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik
yang merugikan (Dir Kes Wa,1982). Riwayat seksual penderita
termasuk aktivitas seksual,orientasi libido,mastrubasi,hubungan
gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual (Dir Kes
Wa,!982). Pemeriksaan status mental Pemeriksaan status mental
meliputi bagaimana penderita berfikir(proses pikir),merasakan dan
bertingkah laku selama pemeriksaan.Keadaan umum penderita adalah
termasuk penampilan ,aktivitas psikomotorik,sikap terhadap
pemeriksaan dan aktivitas bicara. Gangguan motorik,antara lain gaya
berjalan menyeret,posisi tubuh membungkuk,gerakan jari seperti
memilin pil,tremor dan asimetris tubuh perlu dicatat (Kaplan et
al,19917).Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan
gerakannya.Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit
parkison (Kaplan et al,1997;Hamilton,1985). Bicara penderita dalam
keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan.Keluar air mata dan
menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan
kognitif,terutama si penderita merasa frustasi karena tidak mampu
menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg,1995;Kaplan et
al,1997;Hamilton,1985).Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain
bahwa penderita menderita gangguan pendengaran,misalnya selalu
minta pertanyaan diulang,harus dicatat (Gunadi,1984). Sikap
penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama,curiga,bertahan dan tak
berterima kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya
reaksi transferensi.Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada
dokter
muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua
,tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia
(Weinberg,1995;Laitman,1990) Penilaian fungsi. Penderita lanjut
usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan
kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari.Aktvitas tersebut adalah termasuk ke toilet,menyiapkan
makanan,berpakaian ,berdandan dan makan.Derajat kemampuan
fungsional dari perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan
penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya
(Weinberg,1995;Laitman,1990). Mood,perasaan dan afek.Di negara
lain,bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada
golongan usia lanjut.Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada
penderita lanjut usi sangat penting.Perasaan kesepian ,tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi.Kesepian
merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut
usia yang ingin bunuh diri .Depresi merupakan resiko yang tinggi
untuk bunuh diri (Weinberg,1995;Kolb-Brodie,1982;Gunadi,1984;
Gangguan persepsi . Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan
fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman
sensorik.Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi
dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologo fokal yang
lain.Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk menegakkan
diagnosis pasti (Halmiton,1985). Fungsi visuospasial.Suatu
penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya
usia.Meminta penderita untuk mencotoh gambar atau menggambar
mungkin membantu dalam penilaian.Pemeriksaan neuropsikologis harus
dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu (Kaplan et
al, 1997;Hamilton,1985). Proses berpikir. Gangguan pada progresi
pikiran adalah neologisme,gado-gado
kata,sirkumstansialitas,asosiasi longgar,asosiasi bunyi,flight of
ideas,dan retardasi.Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti
pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia.. Isi pikiran harus
diperiksa adanya obsesi ,preokupasi somatik,kompulsi atau
waham.Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari
.Pemeriksaan harus menentukan apakah terdapat waham dan bagaimana
waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita.Waham mungkin
merupakan alasan untuk dirawat.Pasien yang sulit mendengar mungkin
secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau
pencuriga(Weinberg,1995;Kaplan et
al,1997;Hamilton,1985;Laitman,!990). Sensorium dan kognisi.
Sensorium mempermasalhkan fungsi dari indra tertentu,sedangkan
kognisi mempermasalahkan inrformasi dan intelektual
(Weinberg,1995;Hamilton,1985). Kesadaran.Indikator yang peka
terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran ,adanya
fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik.Pada keadaan yang
berat penderita dalam keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et
al,1997;Hamilton,1995)
Orientasi.Gangguan orientasi terhadap waktu,tempat dan orang
berhubungan dengan gangguan kognisi.Gangguan orientasi sering
ditemukan pada gangguan kognitif,gangguan kecemasan,gangguan
buatan,gangguan konversi dan gangguan kepribadian,terutama selam
periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et
al,1997;Hamilton,1985).Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap
tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat
ini.Orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara
:apakah penderita,mengenali namnya sendiri,dan apakah juga
mengenali perawat dan dokter.Orientasi waktu diuji dengan
menanyakan tanggal,tahun,bulan dan hari. Daya ingat.Daya ingat
dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang,pendek dan segera.Tes
yang diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit
dan penderita diminta untuk mengulangi maju mundur .Penderita
dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat mengingat enam
angka maju dan lima angka mundur .Daya ingat jangka panjang diuji
dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir,nama dan hari ulang
tahun anak-anak penderita.Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa
dengan beberapa cara ,misalnya dengan menyebut tiga benda pada awal
wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut
akhir wawancara.Atau dengan memberikan cerita singkat pada
penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara
tepat/persisi (Hamilton,1985). Fungsi
intelektual,konsentrasi,informasi dan kecerdasan.Sejumlah fungsi
intelektual mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan
fungsi intelektual.Menghitung dapat diujikan dengan meminta
penderita untu mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi
dari hasil akhir dan seterusnya sampai tercapai angka 2..Pemeriksa
mencatat respons sebagai dasar untuk penguji selanjutnya.Pemeriksa
juga dapat meminta penderita intuk menghitung mundur dari 20 ke
1,dan mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
pemeriksaan tersebut (Kaplan et al,1997;Hamilton,1985). Membaca dan
menulis.Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca
menulis dan menetukan apakah penderita mempunyai defisit bicara
khusus.Pemeriksaan dapat meminta penderita membaca kisah singkat
dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji
gangguan membaca atau menulis pada penderita .Apakah menulis dengan
tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat(Hamilton,1985). Beberapa
masalah di bidang psikogeriatris Kesepian Kesepian atau
loneliness,biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat ,terutama bila dirinya
sendiri saat itu juga mengalami penurunan status kesehatan,misalnya
menderita berbagai penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik,terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurst-Allen,1987) Harus dibedakan antara kesepian dengan
hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang hidup sendiri tidak
mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih
tinggi,taetapi dilain pihak terhadap lansia yang walaupun hidup
dilingkungan yang beranggotakan cukup banyak ,mengalami
kesepian.
Pada penedreita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat
berarti,karena bisa bertindak menghibur,memberikan motivasi untuk
lebih meningkatkan peran sosial penderita,disamping memberikan
bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang terdapat
disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut. Depresi Menurut
kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi
kriteria dibawah ini (Van der Cammen,1991) Tabel 1.Kriteria DSM-III
R*(!987) untuk diagnosis depresi 1. Perasaan tertekan hampir
sepanjang hari 2. Secara nyata berkurang perhatian atau keinginan
untuk berbagi kesenangan,atau atas semua atau hampir semua
aktivitas. 3. Berat badan turun atau naik secara nyata,atau turun
atau naiknya selera makan secara nyata 4. Isomnia atau justru
hipersomnia 5. Agitasi atau retardasi psikomotorik. 6. Rasa
capai/lemah atau hilangnya kekuatan. 7. Perasaan tidakn
berharga,rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (seiring
bersifat delusi) 8. Hilangnya kemampuan untuk
berpikir,berkosentrasi atau membuat keputusan. 9. Pikiran berulang
tentang kematian (bukan sekedar takut mati),pikiran berulang untuk
lakukan bunuh diri tanpa rencana yang jelas,atau upaya bunuh diri
atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri Ditambah lagi -
Takdapat duibuktikan bahwa perasaan/gangguan tersebut disebabkan
oleh gangguan organik - Gangguan tersebut bukan suatu reaksi normal
atas kematian seseorang yang dicintainya (Komplikasi duka-cita) -
Pada saat gangguan tersebut tidak pernah terjadi ilusi atau
halusinasi selama berturut-turut 2 minggu tanpa adanya gejala
perasaan hati yang nyata(misal sebelum gejala perasaan hati
tersebut atau setelah perasaan hati menjadi lebih baik). - Tidak
merupakan superimposing pada suatu skizofrenia,gangguan
skizofreniform,gangguan delusional atau psikotik. Tabel 2.Prognosis
depresi pada usi lanjut Prognosis baik Prognosis buruk Usia < 70
tahun Riwayat keluarga adanya penderita depresi atau manik Riwayat
pernah depresi berat (sembuh sempurna) sebelum usia 5 tahun
Kepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar (Tak
berubah-ubah)
Usia>70 tahun dengan wajah tua Terdapat penyakit fisik serius
+ disabilitas Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun Terbukti
adanya kerusakan otak,misal gejala neurologik dadanya dementia
Diagnosis Anamnesis merupakan hal yang sngat penting dalam
diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya
berbagai perubahan dari fungsi terdahulu dan terdapatnya 5 atau
lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada defenisi depresi
di atas.Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangat
membantu. Gejala depresi pada usi lanjut sering hanya berupa apatis
dan penarikan diri dari aktifitas sosial,gangguan memori,perhatian
serta memburuknya kognitif secara nyata.Tanda disfori atau sedih
yang jelas seringkali tidak terdapat .Seringkali sukar untuk
mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya
disukai,penurunan nafsu makan,aktivitas atau sukar tidur. Depresi
pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena
hal-hal berikut : Penyakit fisik yang diderita seringkali
mengacaukan gambaran depresi,antara lain mudah lelah dan penurunan
berat badan. Golongan lanjut usia sering kali menutupi rasa
sedihnya dengan justru menunjukan bahwa dia lebih aktif.
Kecemasan,obsesionalitas,histeria dan hipokondria yang sering
merupakan gejala depresi justru sering menutupi
depresinya.Penderita dengan hipokondria,misalnya justru sering
dimasukkan ke bangsal Penyakit Dalam atau Bedah (misalnya karena
diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya) Masalah
sosial yang juga di derita seringkali membuat gambaran depresi
menjadi lebih rumit. Mengingat hal-hal tersebut diatas,maka dalam
setiap asesmen geriatri seringkali disertakan form pemeriksaan
untuk depresi,yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS)
atau skala penilian (depresi)Hamilton (Hamilton Rating Scale=HRS).
Penatalaksanaan Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan
psikologik,penatalaksanaan dan pencegahan sosial dan
penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan
apabila penderita menunjukan gejala (Van der Cammen,1991). Masalah
diagnostik yang serius Risiko bunuh diri tinggi Pengabaian diri
(self neglect)yang serius agitasi,delusi atau halusinasi berat
tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang
diberikan Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau
pelayanan psikiatrik lain.
Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan
keadaan dan gejala yang diderita.Untuk penderita yang secara fisik
aktif,sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek
sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat tersebut
mungkin diperlukan Tabel 3.Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik Yang bersifat sedatif : Amitriptilin Dotipin
Sedikit bersifat sedatif : Imipramin Nortriptilin Protriptilin
Antidepresan yang lebih baru Bersifat sedatif : Trasodon Mianserin
Kurang sedatif : Maprotilin Lofepramin Flukfosamin Dari Van der
Cammen,1991 Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan
efek,terutama penderita dengan depresi manik,obat ini sebaiknya
hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater.Obat juga
harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila
terdapat penurunan fungsi ginjal. Gangguan cemas Gangguan cemas
dibagi dalam beberapa golongan ,yaitu fobia,gangguan panik,gangguan
cemas umum,gangguan stres pasca trauma dan gangguan
obsesif-kompulsif.Puncak Insidensi antara usi 20-40 tahun,dan
prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan pada dewasa
muda.Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan
kelanjutan dari dewasa muda.Awitan yang terjadi pada usia lanjut
biasanya berhubungan/sekunder akibat depresi,penyakit medis,efek
samping obat atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat
(Reuben et al,1996). Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir
serupa dengan pada usia dewasa muda,oleh karenanya tidak akan
disinggung lebih mendalam. Psikologis pada usia lanjut Berbagai
bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut,baik sebagai
kelanjutan keadaan pada dewasa muda atau yang timbul pada usia
lanjut.Pada dasarnya jenis dan Penatalaksanaanya hampir tidak
berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa muda.Walaupun
beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut ini.
Parafrenia.Adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering
terdpat pada lanjut usia yang ditandai dengan waham (Biasanya waham
curiga dan menuduh),sering penderita merasa tetangga mencuri
barang-
barangnya atau tetangga berniat membunuhnya
(Brocklehurst-Allen,1987).Biasanya terjadi pada individu yang
terisolasi atau menarik diri pada kegiatan sosial.Apabila waham
tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan
skandal,pemberian terapi dengan derivat fenotiasin sering bisa
menenangkan (Brocklehurst-Allen,1987). Sindroma Diogenes.Adalah
suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakan
perilaku yang sangat terganggu .Rumah atau kamar sangat
kotor,bercak dan bau urin dan feses dimanamana(karena sering
penderita terlihat bermain-main dengan feses/urin).Tikus
berkeliaran dan sebagainya .Penderita menumpuk barang-barangnya
dengan tidak teratur (nyusuh). Individu lanjut usi yang menderita
keadaan ini biasanya mempunyai IQ yang tinggi,50% kasus
intelektualnya normal (Brocklehurs-Allen,1987).Mereka biasanya
menolak untuk dimasukkan di institusi.Upaya untuk mengadakan
pengaturan/pembersihan rumah/kasar,biasanya akan gagal,karena
setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.
Kesimpulan Bahwa pelayanan geriatri di Indonesia sudah saatnya
diupayakan diseluruh jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia.Untuk
itu pengetahuan mengenai geriatri harus sudah merupakan pengetahuan
yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan.Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia
lanjut merupakan salah satu diantara berbagai pengetahuan yang
perlu diketahui .Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh
karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/asesmen
geriatri,antara lain mengenai pemeriksaan gangguan
mental.Kognitif,depresi dan beberapa pemeriksaan lain. Daftar
pustaka 1.American psychiatric Association.Diagnostic and
statistical manual of mental disorder,3rd edits,revised.Washington
DC,1987. 2.Brocklehurs JC and Allen SC (1987).Sociological and
psychological gerontology.In Brocklehurs JC and Allen SC
(eds).Geriatric Medicine for students,3rd eds.Churchill
Livingstone. 3.Brocklehurs JC and Allen SC.Care of the dying.In
Brocklehurst JC anf Allen SC (eds).Geriatric Medicine for
students,Churchill Livingstone. 4.Direktorat Kesehatan Jiwa.Pedoman
Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia.Dep Kes
RI,1982 5.Gunadi H.Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut
kesehatan jiwa .Jiwa XVII (4): 89-97,1984 6.Hamilton M.Fishs
clinical psychophysiology.Wright,bristol,1985 7.Hadi Martono.Socio
cultural factors influencing the development of depression in
elderly patients admited to the acute geriatric wards in
Indonesia.Word Congress of Gerontology,Adelaide,1997. 8.Kaplan
HI,Sadock BJ and Greb.Geriatri.Sinpsi Psikiatri vol 1/7.Alih bahasa
:Wijaya Kusuma,Bina Rupa Aksara,Jakarta,867-881,1997. 9.Kolb
LC,Brodie HK,Modern clinical psychiatry.WB Saunders
Co.Philadelphia,1982 10.Laitman LR Paraphrenias and other
psychoses.In Geriatric Medicine and Gerontology,2nd eds.McGraw
Hill
New York,1019-1024,1990 11.Reuben DB,Yoshikawa TT and Besdine
RW.Geriatric psychiatry.In Reuben DB,Yoshikawa TT and Besdine RW
(eds) .Geriatric Review Syllabus,Kendall-Hunt Publishing
Coy,Debuque,Iowa,1996 12.Van der Cammen TJM,Rai TGS and Exton-Smith
AN (eds).Manual of Geriatric Medicine.Chuchill
Livingstone,Edinburgh,1991 13.Weinberg J.Genatric psychiatry.In
Freedman AN,Kaplan HI anf Sadock RJ (eds).Comprehensive Textbook of
Psychiatry,6th eds.The William-Wilkins Co.,2507-1527,1995 MASALAH
MENTAL DAN PSIKIATRI PADA LANSIA By.RENY MADURATRI.doc
2011| 0 komentar
Proses menua yg dialami oleh lansia menyebabkan mrk malami
berbagai mcm perasaan spt sedih, cemas kesepian dan mudah
tersinggung. Perasaan tsb mrpk mslh kes jiwa yg tjd pd lansia Ada
bbrp factor risiko yg mdukung tjdnya mslh kes jiwa pd lansia.
Faktor2 resiko tsb adl ; Kesehatan fisik yg mburuk Perpisahan dg
pasangan Perumahan dan transportasi yg tdk memadai Sumber financial
kurang Dukungan social kurang
Gangguan psikiatri yg srg tjd pd lansia ; sindroma otak organic,
skizofrenia, ketergantungan obat, mkn btahan sejak masa muda.
Hampir semua gangguan jiwa pd masa muda dpt btahan sampai atau
timbul lg pd mada tua. Nerosa bs berupa nerosa cemas dan depresi.
Gangguan psikosomatik dpt jg blangsung sampai masa tua, ttp bbrp
mjd lebih baik atau hilang sdr. Penyakit fisik berupa DM,
hipertensi dan glaucoma dpt diperhebat o/ depresi. Insomnia,
anoreksia, dan konstipasi srg didapati dan tdk jarang gejala ini bd
depresi. Pengobatan bagi usila dg gangguan jiwa mempunyai tujuan
umum sbb ; 1. Mengurangi penderitaan pasien agar keluhanya mjd
minimal 2. Mpbaiki prilakunya dan mengurangi pselisihan
antar-manusia agar keluhan lingkungan mengenai perlakunya mjd
minimal 3. Mptinggi kmampuan mcr dan mptahank teman dr kedua sex
dan mnunjukan perilaku sexual yg dpt dterima oleh masyarakat 4.
Mengembalikan klien ke suatu pekerjaan atau kesibukan dalm batas2
sumber dayanya dan ssi intelegensinya, ketr dan peranan social yg
biasa dlkk
5. Mbangkitk keinginan btindak atau berbuat sesuatu agar ia
produktif dan kreatif scr optimal Proses keperawatan 1. Pengkajian
Tujuan ; untuk menentukan kemampuan klien dalam memlihara diri sdr,
melengkapi data dasar untuk mbuat rencana keperawatan, serta mberi
wkt pd klien untuk bkomunikasi. Pengkajian meliputi aspek fisik,
psikis, social dan spiritual. 2. Diagnosa kep Lansia biasanya
cendrung mengalami ketidakseimbangan emosi seperti ; marah, cemas,
kehilangan, depresi, sedih, kecewa, dll. Diagnosa ; Gangguan
penyesuaian Ansietas Hambatan komunikasi verbal Konfusi akut
Ketidakefektifan koping Ketakutan Kerusakan memori Ketidakberdayaan
Hambatan interaksi social Gangguan konsep diri Anger Berduka
dll
3. Intervensi Kecemasan a. Gejala cemas yg dialami o/ lansia ;
Perasaan khawatir / takut yg tdk rasional akan kejadian yg akan tjd
Sulit tidur sepanjang malam Rasa tegang dan cepat marah Sering
mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir thdp penyakit
yg berat ; hipertensi, kanker, yang sebenarnya tidak dialaminya
Sering mbayangk hal2 yg menakutkan Rasa panic thdp masalah yg
ringan Bicara sembarangan Menolak ikut serta dlm tind kep
Menolak makan minum Mengacauj peralatan pengobatan b. Tidakan u
mengatasi kecemasan pd lansia ; Cobalah u mdapatk dukungan klg dg
rasa kasih sayang Bicaralah ttg rasa khawatir lansia dan cobalah
untuk mcari penyebab yg mdasar (dg memandang lansia scr holistic)
Cobalah u mengalihk penyebab dan berikan rasa aman dg penuh empati
Bila penyebabnya tidak jelas dan mdasar, berikan alasan2 yg dpt
dterima olehnya Konsultasikan dg dokter bila penyebabnya tdk bs
dit3k atau bila telah dcoba dg berbagai cara tetappi gejala menetap
Depresi a. Gejala 2 adalah ; v Sering mengalami ggn tidur v Sering
kelelahan, lemas dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari2 v
Kebersihan dan kerapian diabaikan v Mudah marah dan tersinggung v
Daya konsentrasi berkurang v Pembicaraan ; srg bganti topic yg
mengarah ke pesimis,putus asa dan bunuh diri. v Berkurang /
hilangnya nafsu makan b. Intervensi Disesuaikan dg masalah kep yg
timbul
4. Evaluasi a. Klien dapat menyesuaikan diri dg keadaan skr (
proses menua) b. Bisa beradaptasi dg masalah yg ada ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
A. Mengkaji pasien lansia dengan demensia Demensi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat
dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran. Demensia
aatu kepikunan seringkali dianggap wajar tjd pd lansia krn mrpk
bagian dr proses penuaan yang normal.Faktor ketidaktahuan, baik dr
pihak klg, masy, maupun pihak tenaga kes mengenai tanda dan gejala
demensia, dapat menyebabk demensi sering tidak terdeteksi dan
lambat ditangani.
Seiring dg meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, masalah ini
semakin sering dijumpai. Pemahaman yg benar ttg penyakit ini ptg
dimiliki agar penyakit demensia dpt dideteksi dan ditangani sedini
mkn. Dimensia ditandai dengan ; Sukar melaksanak tugas sehari2
Pelupa Sering mengulang kata2 Tidak mengenal waktu, ruang dan
tempat ; lupa minum obat Cepat marah dan sulit diatur Daya ingat
hilang Sulit belajar dan mengingat informasi baru Kurang
konsentrasi Kurang kebersihan diri 10. Resiko sidera ; jatuh Tremor
Kurang koordinasi gerak
B. Membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia Untuk
mlkk pengkajian pada lansia denga dimensia, pertama2 saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan melakukan hal2 sbb brk ; a.
Selalu mengucapkan salam kpd pasien spt; Assalammualikum b.
Perkenalkan nama saudara dan nama panggilan termasu menyampaikan
bahwa saudara adl perawat yang akan merawat pasien c. Tanyakan pula
nama pasien dan panggilan kesukaanya d. Jelaskan tujuan saudara
merawat pasien dan aktv yg akan dilakukan e. Jelask pula kapan aktv
akan dlaksanakan dan brp lama aktv tsb f. Bersikap empati g. Gunakn
kalimat yg singkat, jelas, sedrhana dan mudah dimengerti ( hindari
istilah yg tdk umum) h. Bicara lambt, ucapkan kata dan kalimat dg
jelas dan jk mberik pertanyaan beri waktu kpd pasien u memikirkan
jawabanya i. Tanya 1 pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang
pertanyaan dg kata2 yang sama j. Volume suara ditingkatk dengan
nada rendah jk ada ganggua pendengaran k. Komunikasi verbal
disertai dg nonverbal yang baik l. Sikap berkomunikasi harus
berhadapan, pertahank kontak mata, relaks dan terbuka m. Ciptakan
lingkungan yg teraupetik pd saat berkomunikasi dg pasien ; tidak
berisik / rebut, ruang nyaman, cahaya dan ventilasi cukup, jarak
disesuaikan, untuk meminimalkan gangguan
Untuk mengkaji pasie lansia, dpt mgunakan tehnik mengobservasi
perilaku pasien dan wawancara langsung dengan pasiendan
keluarganya. Observasi dapat disesuiak dg tanda dan gejala yang
sudah djelask sebelumnya. Aspek psikososial yg perl dikaji adl ;
apakah pasien mengalami kebingungan, kecemsan, menunjukan afek yg
albil/datar/tdk ssi. Contoh pendokumentasian hsil pengkajian ; Data
: Pasien sering mengulang pbicaraan, kadang thenti sejenak, tampak
bingung, tdk mengenal wkt, orang dan tempat, Tdk dpt mengingat
kejadian masa lalu dan saat ini, kurang konsentrasi dlm pbicaraan,
tdk dpt bhitung, tdk dpt mlkk aktv sehari2, rentan tdpt kecelakaan
dan kurang koordinasi gerak Berdaasarkan tanda dan gejala yg
ditemukan pd saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa kep 1.
Gangguan proses pikir ; pikun 2. Resiko cidera ; jatuh C. Tindakan
keperawatan 1. Tindakan kep pasien lansia dimensia dg gangguan
proses pikir; pikun / pelupa a) Tindakan kep pd px Tujuan : b
Pasien mengenal wkt, tempat dan org c Psien dpt mlkk aktv sehari2
scr optimal Tindakan : a. Beri kesempatan bagi pasien untuk
mengenal barang milik pribadinya missal ; pakaian, kacamata, dll b.
Beri kesempatan bg px untk mengenal wkt dengan mgunakan jam besar,
kalender yg mempunyai lembar perhari denga tulisan besar c. Beri
kesempatan pd pasien u msebutkan namanya dan anggota klg tdekat d.
Beri kesempatan bg px untk mkenal dmana dia berada e. Berikan
pujian jk pasien dpt mjawab dg benar f. Obsv kemampuan pasien unk
mlkk aktv sehari2 g. Berik kesempatan bg px unk memilih aktv yg dpt
dlkk h. Bantu px u mlkk kgt yg dipilihnya i. Beri pujian jk px dpt
mlkk kgt yg dipilihnya j. Tanyak perasaa px jk mampu mlkk kgtnya k.
Bsama px mbuat jadwal kgt sehari2 b) Tindakan kep pd klg Tujuan ;
a. Klg dpt mengorientasikan px wkt, tempat da org b. Klg msedikan
sarana yg dibutuhkan pasien unk mlkk orientasi realitas
c. Klg mbantu px dlm mlkk aktv sehari2 Tindakan kep ; a.
Diskusikan dg klg cara2 morientasik wkt, t4 dan org pd px b. Anjurk
klg u msediak jam besar dan kalender dg tulisan besar c. Diskusik
dg klg kmampuan yg pernah dimilki pasien d. Bantu klg memilih
kmampuan yg bs dlkk px saat ini e. Anjurk klg u mbantu lansia mlkk
kgt ssi kmampuan yg dimilikinya f. Anjurk klg u memantau kgt
sehari2 px ssi dg jadwal yg tlah dibuat g. Anjrk klg u mberik
pujian jk px mlkk kgt ssi dg jadwal kgt yg sdh dbuat
h. Apabila px mdapat obat2an, jelask pd klg ttg obat2 tsb mcakup
; 1) Prinsip lima benar minun obat 2) Pentingnya pgunaan obat pd
lansia dg dimensia 3) Akbat bila obat tdk dgunak ssi program 4)
Efek samping obat dan hal2 u mhindari efek samping obat 5) Cra
mdapatk obat atau berobat D. Evaluasi 1. Pasien mampu msebutkan
hari, tgl, dan tahun skr dg benar 2. Mampu menyebutkan nama org yg
dikenal 3. Mampu menyebutkan tempat dimana pasin berada saat ini 4.
Mampu mlkk kgt harian ssi jadwal 5. Mampu mengungkapkan perasaanya
stelah mlkk kgt
Berita: Mengenal gangguan jiwa pada lansia Dipublikasikan oleh
awan - Pada Wednesday, 04 November 2009 Ditulis Oleh Mugiono
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat
berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut
usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik,
psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992) Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli
sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia).
Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa
terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid
dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan
oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala
paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala
waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh
gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang
kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi
menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah
faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai
halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita,
sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham
kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan
dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih
memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang
ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat
kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun
pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan
paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan
bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional
dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis. Parafrenia
merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada
lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita).
Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia
paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih
sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan
sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan
skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup
perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit
itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan
biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya
banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih
rendah. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tipe, yaitu : 1).Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan,
garang dsb) 2).Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau
makan, tidak mau minum, dsb) 3).Skizofrenia hebefrenik (seperti
anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb) 4).Skizofrenia
simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran) 5).Skizofrenia
Latent (autustik, seperti gembel) Pada umumya, gangguan skizof
renia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek
dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan
gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena
perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain,
seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan
kadangkadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat
menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan
porno (walaupun tidak selalu). Gangguan Jiwa Afektif Gangguan jiwa
afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan
emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
Gangguan Afektif tipe Depresif Gangguan ini terjadi relatif cepat
dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan
oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang
sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama
mengalami penderitaan. Gangguan ini paling banyak dijumpai pada
usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin
buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut
prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas
umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada
kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual
mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun
sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya
selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya
bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu
kesehatannya. Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih,
sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga,
bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan
menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe
Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap
baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih.
Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan
uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat
bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat,
maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada
rasa takut, dsb. Gangguan Afektif tipe Manik Gangguan ini sering
timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan
afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut
gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien
menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan
sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas
kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang
lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada
tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti,
suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato
berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih,
murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut
usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir
separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada
masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut
usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam
memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh
kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta
daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh,
secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi
adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali,
namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi
berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk
mandi. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai
berikut: 1).Neurosis cemas dan panik 2).Neurosis obsesif kompulsif
3).Neurosis fobik 4).Neurosis histerik (konversi)
5).Gangguan somatoform 6).Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan
ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati.
Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan,
jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada
lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi
keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang
mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini
jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa
dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta
diperiksa dokter untuk penyakit yang lain. Gangguan disosiatif
Gangguan depersonalisasi Gangguan distimik Gangguan stres pasca
trauma.
Mengenal Gangguan Jiwa Pada Lansia
Sunday, January 15, 2012Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia
merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami
manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih
gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut
perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992) Banyak pembahasan yang
telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia
pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang
terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara
gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat
(late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk
pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia
atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang
berbeda dari gangguan afektif. Gangguan skizofrenia pada lanjut
usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga
pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas,
bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi
juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan
gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita
menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia
berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas
seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras,
atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si
penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini
sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien
(penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain
yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut
usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut
termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga
digolongkan menjadi senile psikosis .
Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali
timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause
pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara
Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak
lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian
pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid
(curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya
tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia,
jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak
bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.
Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau
lebih rendah. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tipe, yaitu :
Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum, dsb) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil,
merengek-rengek, minta-minta, dsb) Skizofrenia simplek (seperti
gelandangan, jalan terus, kluyuran) Skizofrenia Latent (autustik,
seperti gembel)
Pada umumya, gangguan skizof renia yang terjadi pada lansia
adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam
pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut
menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang
tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak,
bersikap bermusuhan, dan kadangkadang baik pria maupun wanita
perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan
yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu). Gangguan
Jiwa Afektif Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala
perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif
ini antara lain: Gangguan Afektif tipe Depresif Gangguan ini
terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya
dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau
seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang
berat atau lama mengalami penderitaan. Gangguan ini paling banyak
dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan
kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia
perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari
laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi
seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause,
yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak
produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena
kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih
memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar
dan teratur tanpa menggangu kesehatannya. Gejala gangguan afektif
tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi,
merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin
bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis
depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe
neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang
kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya
terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability)
ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat
mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang
tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.
Gangguan Afektif tipe Manik Gangguan ini sering timbul secara
bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi
sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe
Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan
gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien
berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan
menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak.
Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi
semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien
menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api,
marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis
tersedu-sedu yang sulit dimengerti. Neurosis Gangguan neurosis
dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar
untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena
disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan
gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi
adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia
(lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan
erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama
dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang
baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang
neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi
irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan
oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive
untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan
alasan tidak puas-puas untuk mandi. Secara umum gangguan neurosis
dapat dikategorikan sebagai berikut:
Neurosis cemas dan panik Neurosis obsesif kompulsif Neurosis
fobik Neurosis histerik (konversi) Gangguan somatoform
Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa
dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering
menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh
darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita
hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering
berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera
hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti
terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum
habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter
untuk penyakit yang lain. Gangguan disosiatif Gangguan
depersonalisasi Gangguan distimik Gangguan stres pasca trauma.
Depresi Berat Gangguan Jiwa Ringan- BeratDepresi adalah suatu
kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi
seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial
sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi.
Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah
yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat
dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi
merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter
di otak terutama serotonin Faktor psikologis karena tekanan beban
psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup,
kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan
sehari-hari lainnya
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV Text Revision (DSM
IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang
menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di
bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan
dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus
(1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan
menikmati sesuatu.1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar
waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh
laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan
orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis). 2. Kehilangan
minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan
sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai
oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain) 3. Hilangnya
berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat
badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan) 4.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari 5. Kegelisahan atau
kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa
lambat) 6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap
hari 7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang
berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap
hari 8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi,
atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh
laporan subjektif atau pengamatan orang lain) 9. Berulang-kali
muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati),
berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang
jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk
mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang
cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata
dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan
seseorang. Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan
keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari
farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari
orangorang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu
dalam penyembuhan
Menanggulangi Depresi Secara TepatDepresi kerap disamakan dengan
kesedihan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tidak
dianggap penyakit, apalagi gangguan jiwa. Bahkan, di lingkungan
budaya tertentu, depresi dianggap sebagai kelemahan kepribadian
atau karakter. Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan mendorong
masyarakat mencari pertolongan atas depresi yang diderita lewat
paranormal atau pengobatan tradisional. Karena ketidaktahuan
masyarakat itulah, muncul sejumlah mitos dan konsepsi keliru
mengenai depresi. Beberapa mitos menyebut: depresi dapat di atasi
sendiri, depresi dianggap lemah pikiran dan mental, atau pasien
depresi dianggap melakukan suatu dosa. Semua itu tentu tidak benar.
Yang pasti, depresi siapapun penderitanya dapat mempengaruhi
suasana hati, kondisi fisik, dan pikiran Anda. Perasaan itu bisa
sedemikian kuat sehingga kehidupan Anda sehari-hari terganggu.
Depresi juga bisa membuat Anda merasa bersalah dan merasa tidak
berguna meski Anda telah melakukan apa saja yang menurut Anda
terbaik. Gara-gara depresi, Anda pun mungkin tidak berminat
terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai. Karena depresi pula,
energi Anda terkuras sehingga tubuh merasa letih dan lelah. Dan
yang paling parah, depresi juga bisa menggiring seseorang melakukan
bunuh diri. Semua gejala depresi itu muncul akibat
ketidakseimbangan neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem
syaraf) seperti serotonin, (neurotransmitter yang mengatur
perasaan), norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi
interest), dan dopamine (neotransmitter yang mengatur minat) di
berbagai bagian otak kita. Depresi tidak mengenal batas usia, jenis
kelamin, kedudukan, suku, maupun ras. Sementara faktor-faktor yang
bisa menjadi penyebab depresi adalah genetik (keturunan), biologis,
kepribadian, dan psikosial. Sebuah studi menunjukkan, anak kandung
dari orangtua yang menderita depresi berisiko lebih tinggi
mengalami depresi walaupun diasuh oleh orangtua angkat yang tidak
depresi. Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak
menimbulkan beban distabilitas. Depresi dapat meningkatkan
morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), risiko bunuh diri,
serta berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien dan seluruh
keluarga. Sayangnya, sampai saat ini depresi masih belum dapat
dipahami secara baik oleh masyarakat. Padahal, berbagai penelitian
menunjukkan, pasien dengan gangguan depresi merasakan adanya
keluhan fisik dan gangguan mental. Mengutip hasil studi mengenai
hubungan depresi dan gejala somatik yang dilakukan Simon GE pada
1999, dikatakan, sebanyak 69 persen pasien dengan gangguan depresi
mengemukakan keluhan fisik. Keluhan fisik dan gangguan mental bisa
datang pada saat bersamaan. Keadaan ini akan memperburuk prognosis.
Mereka yang mengalami penyakit fisik berisiko mengalami gangguan
mental 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang sehat, Makin berat
penyakit fisik makin besar pula kemungkinan untuk mengalami
gangguan mental. Penyakit fisik yang paling sering menjadi pencetus
gangguan mental adalah penyakit neurologik, jantung, paru-paru
kronis, kanker, cacat fisik, dan arthritis (radang sendi).
Sedangkan gangguan mental yang paling sering terjadi adalah
kecemasan dan depresi. Terapi Penderita depresi perlu melakukan
terapi secara tepat. Hal ini
untuk menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan.
Konsekuensi yang dimaksud yaitu: kendala psikososial
berkepanjangan, memperburuk prognosis, menambah beban pelayanan
medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan penyalahgunaan zat, serta
meningkatnya risiko kekambuhan. Adapun tujuan terapi depresi adalah
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi atau menghilangkan gejala,
mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko kekambuhan, serta
mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor yang
memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan
obat. Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai
sebh satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah
karena mitos, kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi
pengaruh yang tidak baik pada hasil terapi, misalnya jika dokter
kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan pada obat, biasanya
menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga. Khusus
mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat
antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI).
Mengapa SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat
reuptake serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth
Pharmaceutical menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan
keseimbangan sejumlah zat kimia dalam otak yakni serotonin dan
norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan dan dan berulangnya
depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis sekali
sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat
hari penggunaan. bur Jangan Berdiam Diri Banyak hal bisa membuat
seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke jurang
depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi,
jangan berdiam diri. Segeralah bertindak untuk menolong diri Anda
sendiri. Bagaimana caranya? Langkah-langkah berikut mudah-mudahan
bisa membantu Anda. * Bersikaplah realistis, jangan terlalu
idealis. * Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung,
bagilah tugas-tugas itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang
memang bisa Anda kerjakan. * Jika punya masalah, jangan pendam
sendiri. Cobalah curhat pada orang yang Anda percayai. Biasanya,
hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan. * Cobalah
ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda
senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas
sosial.