RahmiantiRabu, 19 Februari 2014Askep Lansia Dengan Masalah
Sosial Kultural
BAB IPENDAHULUANA.LATAR BELAKANGPeningkatan penduduk lansia pada
dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan.Pembangunan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan
meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi lain pembangunan
secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan
nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap
kesejahteraan lansia. Lansia sering kehilangan pertalian keluarga
yang selama ini diharapkan. Perubahan yang terjadi juga menyebabkan
berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu
juga mulai terlihat hilangnya bentuk - bentuk dukungan keluarga
terhadap lansia (Junaidi, 2007). Penduduk lansia di Indonesia tahun
2006 sebesar 19 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun,
tahun 2010 diperkirakan jimlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan
usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia
diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1
tahun. Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat
sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang
pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang
meningkat (MENKOKESRA, 2007).Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan
penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami
kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun mentalnya.Hal ini
tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga
perlu adanya peran serta dan dukungan dari keluarga dalam
penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ, lansia menjadi
rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada
kecenderungan terjadi penyakit degeneratif dan penyakit metabolik
(Nugroho, 2000).Selain penyakit degeneratif, masalah psikologis
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kehidupan lansia,
diantaranya adalah: kesepian, keterasingan dari lingkungan,
ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang percaya diri,
keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya
dukungan dari anggota keluarga.Hal tersebut dapat mengakibatkan
depresi yang dapat menghilangkan kebahagiaan, hasrat, harapan,
ketenangan pikiran dan kemampuan untuk merasakan ketenangan hidup,
hubungan yang bersahabat dan bahkan menghilangkan keinginan
menikmati kehidupan sehari-hari.Sedangkan pada perubahan sosial
antara lain terjadinya penurunan aktivitas, peran dan partisipasi
sosial (Partini, 2002).Permasalahan yang dihadapi lansia memerlukan
pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi
terhadap masalah dan tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk
memecahkan masalah ini disebut dengan mekanisme koping. Koping
dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang
penuh tekanan. Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang
dibutuhkan lansia untuk memecahkan, mengurangi, dan menggantikan
kondisi yang penuh tekanan (Hawari, 1997).Dukungan sosial bagi
lansia sangat diperlukan selama lansia masih mampu memahami makna
dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang
kehidupannya. Namun dalam kenyataanya ada sebagian lansia yang
mampu memahami dan memanfaatkan dukungan sosial dengan optimal dan
ada pula lansia yang kurang mampu memahami adanya dukungan sosial
dari orang lain, sehingga meskipun ia telah menerima dukungan
sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang
ditampilkan dengan perilaku yang maladaptif seperti, kecewa, kesal
dan perilaku menyimpang lainnya (Kuntjoro, 2002).Dukungan sosial
dari keluarga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif
yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang
lansia.Dukungan keluarga memegang peranan penting dalam menentukan
bagaimana mekanisme koping yang akan ditunjukkan oleh lansia.
Adanya dukungan dari keluarga dapat membantu lansia menghadapi
masalahnya. Dari permasalahan tersebut penyusun akan membahas dalam
makalah ini dengan batasan pengertian Sosial, peran sosial lansia,
dan asuhan keperawatan terkait masalah sosial lansia.B.RUMUSAN
MASALAH1.Apa pengaruhmasalah sosial budaya pada lansia2.Apa itu
perubahan peran diri pada lansia3.Hubungan perubahanperan diri
dengan tingkat depresi pada lansia4.Asuhan keperawatan pada lansia
dengan masalah social budayaC.TUJUAN PENULISAN1.Untuk mengetahui
pengaruhmasalah sosial budaya pada lansia2.Untuk mengetahui tentang
perubahan peran diri pada lansia3.Untuk memahamiHubungan
perubahanperan diri dengan tingkat depresi pada lansia4.Untuk
mengetahui Asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah sosial
budaya
BAB IIPEMBAHASANA.PENGARUH MASALAH SOSIAL BUDAYA PADA
LANSIAApakah kebudayaan itu ?Mungkin semua orang mengerti apa
kebudayaan itu, tapi tidak setiap orang dapatmenjelaskannya.
Sebagian orang menjelaskan bahwa kebudayaan itu adalah sikap hidup
yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun
temurun,tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko
bagi timbulnya suatupenyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu
batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-struktur
yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu
sendiri.Hubungan antara faktor sosial budaya dan pelayanan
kesehatanpada lansiasangatlah penting untuk di pelajari khususnya
bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi kesehatan yang baru
akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di barengi dengan
mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya
yang dianut di dalam masyarakat tersebut.Kebudayaan yang dianut
oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah,
tantangannya adalah mampukah tenaga kesehatan memberikan penjelasan
dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan yang akan di
berikan kepada masyarakat. Ada banyak cara yang bisa dilakukan
,mulaidari perkenalan program kerja, menghubungi tokoh-tokoh
masyarakat maupun melakukan pendekatan secara personal.Sikap budaya
terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap
kesejahteraanfisik maupun mental mereka. Pada masyarakat
tradisional warga usia lanjut ditempatkan padakedudukan yang
terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial
tertentu sesuaiadat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam
masyarakat ini masih terus memperlihatkanperhatian dan
partisipasinya dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Hal ini secara
tidak langsungberpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan
fisik maupun mental mereka. Sebaliknyastrukturkehidupan masyarakat
modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia
lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal,
kehilangan pengakuan akan kapasitas dankemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakatmodern menjadilebih
rentan terhadap tema-tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era
globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan
terusmenerus, membuatnilai-nilai tradisional sulit beradaptasi.
Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah
dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa
lalu yang telahmembentuk sebagian aspek dari kepribadian dan
kekinian yang menuntut adaptasi perilaku.Keadaan ini merupakan
ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan
berbagaimasalah kejiwaanMenurut Setiabudhi (1999), permasalahan
sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia
yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai
kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi
perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat
industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada
individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung
rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan
kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional
dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan
pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan
melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .
B.PERUBAHAN PERAN DIRI PADA LANSIASama seperti orang berusia
madya harus belajar untuk memainkan peranan baru demikian juga
dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi,
kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai,
mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi.
Karena mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih
muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai sangat
diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk
mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial.
Demikian juga dengan dunia usaha dan profesionalisme. Hal ini
mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh
lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum
lansia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia
tua bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan
tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan rendah diri
dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.1)Peran dalam KeluargaKehidupan dalam
keluarga pada usia lanjut yang merupakan hal yang paling serius
adalah keharusan untuk melakukan perubahan peran. Mereka semakin
sulit dari tahun ketahun. Semakin radikal perubahan tersebut dan
semakin radikal perubahan tersebut dan semakin berkurang prestise
peran tersebut, maka semakin besar pula penolakan terhadap
perubahan.Pria atau wanita yang telah terbiasa dengan peran sebagai
kepala keluarga akan menemukan kesulitan untuk hidup bergantung
dirumah anaknya. Seperti juga halnya dengan pria yang memperoleh
kedudukan dan prestise serta tanggung jawab dalam dunia kerjanya,
merasa akan sulit menghadapi fakta sebagai pembantu istrinya
apabila sudah pensiun. Peran ini dirasakan akan menghilangkan
otoritas dan kejantanannya.
2)Peran dalam Sosial EkonomiWalaupun mereka sudah mempersiapkan
diri untuk pensiun, tetapi lansia menghadapi masalah yang oleh
Erikson disebut krisis identitas (identity crisis), yang tidak sama
dengan krisis identitas yang dihadapi dimasa dewasanya, pada waktu
mereka kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak dan
kadang-kadang sebagai orang dewasa. Krisis identitas yang menimpa
orang setelah pensiun adalah sebagai akibat untuk melakukan
perubahan peran yang drastis dari seseorang yang sibuk dan penuh
optimis, menjadi seorang pengngangur yang tidak menentu. Dan lebih
lebih lanjut lagi bahwa perubahan terhadap kebiasaan dan pola yang
sudah mantap yang telah dilakukan sepanjang hidup yang pernah
dialaminya, sering mengakibatkan perasaan yang traumatik bagi
lansia.3)Peran dalam Sosial masyarakatSebagian besar tugas
perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan
pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua
diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan
menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan
sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam
maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan
untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian
besar waktu dikala masih muda dahulu.Bagi beberapa lansia
berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan sosial dan
kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena
kesehatan dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun.
Akibat dari menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu
menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan
keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
C.HUBUNGAN PERUBAHANPERAN DIRI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA
LANSIA(dari jurnal : HUBUNGAN PERUBAHANPERAN DIRI DENGAN TINGKAT
DEPRESI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI UPT PSLU PASURUAN BABAT
LAMONGAN,Titik Nuryanti, Retno Indarwati, Setho Hadisuyatmana*
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo
Surabaya)
Perubahan peran pada lansia yang tinggal di UPT PSLU Pasuruan
Babat Lamongan berhubungan dengan depresi yang dialami oleh lansia.
Semakin maladaptif perubahan peran lansia yang tinggal di panti
semakin tinggi tingkat depresi yang dialami lansia
D.ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAHSOSIAL BUDAYAA.
Pengkajian Identitas KlienMeliputi nama klien, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, tangggal MRS, informan, tangggal
pengkajian dan alamat klien. Orang-orang terdekatStatus perkawinan,
kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan
fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam
keluarga. KulturalLatar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan
kesehatan (sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan
dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang
dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa
sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan. Keluhan
UtamaKeluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar ,menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari,
dependen. Faktor predisposisiKehilangan, perpisahan,harapan orang
tua yang tidak realistis, kegagalan /frustasi berulang, tekanan
dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma
yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai
pasangan, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. Aspek fisik /
biologisHasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan,
TB, BB) dan keluhanfisik yang dialami oleh klien. Aspek
Psikososial1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi2. Konsep
diria) Citra tubuhMenolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatiftentang tubuh. Preokupasi dengan bagiantubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.b) Identitas
diriKetidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusanc) PeranBerubah atau berhenti fungsi
peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.d)
Ideal diriMengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.e) Harga diriPerasaan
malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri.3. Klien mempunyai gangguan / hambatan
dalam melakukan hubungansosial dengan orang lain terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.4.Keyakinan klien
terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual). Status
MentalKontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup. Kebutuhan persiapan
pulang.1.Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan2.Klien
mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan
merapikan pakaian.3.Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien
terlihat rapi4.Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat
beraktivitas didalam dan diluar rumah5.Klien dapat menjalankan
program pengobatan dengan benar.Mekanisme KopingKlien apabila
mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)Aspek
MedikTerapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi
ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2.10Diagnosa KeperawatanA. PengertianDiagnosa Keperawatan adalah
identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)Masalah keperawatan yang sering
muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai
berikut : Isolasi sosial : menarik diri Gangguan konsep diri: harga
diri rendah Resiko perubahan sensori persepsi Koping individu
yangtidakefektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal. Intoleransi
aktivitas. Kekerasan resiko tinggi.
B.Diagnosa KeperawatanYang Mungkin Muncul1.Harga diri rendah
berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada
peristiwa-peristiwa kehidupan.2.Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan
memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah.3.Ansietas berhubungan dengan krisis
situasional/maturasional.4.Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem
penghargaan pasien; keyakinan kesehatan, nilai spiritual, pengaruh
kultural.
BAB IIIPENUTUPA.KESIMPULANHubungan antara faktor sosial budaya
dan pelayanan kesehatanpada lansiasangatlah penting untuk di
pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi
kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah
di barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang
sosial budaya yang dianut di dalam masyarakat tersebut.Dalam
kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan dan
kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang
lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka tidak
dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai
bidang tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap
sosial terhadap mereka tidak menyenangkan.Lebih jauh lagi, orang
lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan
masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan
yang dapat dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah
beberapa peran yang masih dilakukannya.Perubahan peran pada lansia
dari hasil penelitian berdasarkan jurnaal yang adaberhubungan
dengan depresi yang dialami oleh lansia. Semakin maladaptif
perubahan peran lansia yang tinggal di panti semakin tinggi tingkat
depresi yang dialami lansia,
B.SARANSemoga dengan pembuatan makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi mahasiswa dalam mempelajari askep gerontik khususnya
yang berhubungan dengan masalah social budaya pada lansia yang
berhubungan dengan perubahan peran pada lansia.DAFTAR PUSTAKA
Jurnal : HUBUNGAN PERUBAHANPERAN DIRI DENGAN TINGKAT DEPRESI
PADA LANSIA YANG TINGGAL DI UPT PSLU PASURUAN BABAT LAMONGAN,Titik
Nuryanti, Retno Indarwati, Setho Hadisuyatmana* Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo
Surabaya)http://firmansyahjf.blogspot.com/\http://arekareks13b.blogspot.com/2013/04/askep-lansia-dengan-gangguan-sosial.htmlhttp://kecantikanblogger.blogspot.com/2012/12/makalah-aspek-sosial-budaya-pada-pasien.htmlhttp://nursing-community.blogspot.com/2013/04/kelompok-5-askep-pada-lansia-dengan_23.htmlhttp://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/peran-pada-lanjut-usia.html
Diposkan olehRahmianti bahardi03.52Kirimkan Ini lewat
EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
PinterestTidak ada komentar:Poskan KomentarPosting
LamaBerandaLangganan:Poskan Komentar (Atom)Arsip Blog 2014(1)
Februari(1) Askep Lansia Dengan Masalah Sosial Kultural
2013(10)Mengenai Saya
Rahmianti baharNama : RahmiantiTTL : 11 NovemberLihat profil
lengkapku
Template Ethereal. Diberdayakan olehBlogger.
MAKALAHKEPERAWATAN KOMUNITAS IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN SOSIOCULTURAL
Oleh :1. Elly Elvira ( 101.0035 )2. Fitria Gita N. ( 101.0043)3.
M. Faris S.B ( 101.0073)4. Najmi Layalia ( 101.0075 )
Program Studi S1-Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
TuahSURABAYA2013
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSeiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan
manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial
termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu
hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut
oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.Pengaruh
sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan
sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa
masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negative.Hubungan antara budaya
dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh
suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau
kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan
penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya.
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan
atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah1. Apa definisi lansia ?2. Bagaimana aspek
sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh sosial budaya pada
pasien lansia ?3. Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai
antara kebudayaan dan kesehatan ?4. Apa saja pengaruh sosial budaya
terhadap kesehatan pada pasien lansia ?5. Bagaimana cara mengkaji
tentang kebudayaan dan perubahannya ?6. Aspek sosial dan kultural
apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan lansia ?7. Apa saja
konsep - konsep yang relevan dengan budaya ?8. Bagaimana konsep
dasar M.Leininger ?9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia
dengan gangguan sosial kultural?
1.3. Tujuan1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui asuhan keperawatan
lansia dari aspek sosial budaya .
1.3.2 Tujuan Khusus1. Agar penyusun lebih mengetahui tentang
peran sosial dan budaya lansia.2. Sebagai bahan referensi yang
terkait mengenai askep lansia.3. Sebagai bahan belajar dan
pengetahuan tentang penanganan lansia dalam lingkungan sosial .
BAB 2PEMBAHASAN
2.1 Pengertian LansiaLansia adalah tahap akhir siklus hidup
manusia, merupakanbagian dari proses kehidupan yang tak dapat
dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini
individu mengalami banyakperubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses
penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut
ketuaan di wajah,berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang
usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut
menuntut kemampuan beradaptasi yang cukupbesar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses
normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak
lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir
dari rentangkehidupan.Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya
beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa
orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4
tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan
menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut
usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan
diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir
dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut
usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga
aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi
dan aspek sosial (BKKBN 1998).Secara biologis penduduk lanjut usia
adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.Secara ekonomi,
penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa
tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan
secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.Dari aspek
sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata
sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan
tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial
yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan
14 Maret 1997).
2.2 Pengertian SosialSosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial
adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu
bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam
bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat
atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga
ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui
internet. Pun bahkan setiap kali anda membayangkan adanya orang
lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu bapa, menulis surat
pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama, mengenang
tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk sosial.
Sekarang, coba anda ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul
sendirian. Pada saat itu anda tidak sedang dalam pengaruh siapapun.
Bisa dipastikan anda akan mengalami kesulitan menemukan situasinya.
Jadi, memang benar kata Aristoteles, sang filsuf Yunani, tatkala
mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, karena hampir semua
aspek kehidupan manusia berada dalam situasi sosial.
2.2.1 Interaksi SosialInteraksi sosial adalah keadaan dimana
seseorang melakukan hubungan saling berbalas respon dengan orang
lain. Aktivitas interaksinya beragam, mulai dari saling melempar
senyum, saling melambaikan tangan dan berjabat tangan, mengobrol,
sampai bersaing dalam olahraga. Termasuk dalam interaksi sosial
adalah chatting di internet dan bertelpon atau saling sms karena
ada balas respon antara minimal dua orang didalamnya.Berdasarkan
sifat interaksi antara pelakunya, interaksi sosial dibedakan
menjadi dua, yakni interaksi yang bersifat akrab atau pribadi dan
interaksi yang bersifat non-personal atau tidak akrab. Dalam
interaksi sosial akrab terdapat derajat keakraban yang tinggi dan
adanya ikatan erat antar pelakunya. Hal itu mencakup interaksi
antara orangtua dan anaknya yang saling menyayangi, interaksi
antara sepasang kekasih, interaksi antara suami dengan istri, atau
interaksi antar teman dekat dan saudara.Sebagian besar interaksi
sosial manusia adalah interaksi sosial tidak akrab. Umumnya
interaksi dalam situasi kerja adalah interaksi tidak akrab.
Termasuk juga ketika anda mengobrol dengan orang yang baru saja
anda kenal, interaksi antar sesama penonton sepakbola di stadion,
interaksi dalam wawancara kerja, interaksi antara penjual dan
pembeli, dan sebagainya.
2.3 Peran pada LansiaSama seperti orang berusia madya harus
belajar untuk memainkan peranan baru demikian juga dengan kaum
lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan,
kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai,
mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi.
Karena mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih
muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai sangat
diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk
mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial.
Demikian juga dengan dunia usaha dan profesionalisme. Hal ini
mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh
lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum
lansia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia
tua bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan
tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan rendah diri
dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.Sosial disini yang dimaksudkan adalah
segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar
manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan
berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan
dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur
tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai
anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah
mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu
kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti
terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling
berfungsi satu dengan lainnya.
2.3.1 Peran dalam Sosial MasyarakatSebagian besar tugas
perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan
pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua
diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan
menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan
sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam
maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan
untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian
besar waktu dikala masih muda dahulu.Bagi beberapa lansia
berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan sosial dan
kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena
kesehatan dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun.
Akibat dari menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu
menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan
keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
2.4 Perubahan Dalam Peran Sosial di MasyarakatAkibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak
untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil.Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya
lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti
anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya
anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam
perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
2.5 Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan LansiaBerbagai
permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :4. Permasalahan1. Masih
besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.2.
Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati,
berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara
fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil.3. Lahirnya
kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang
lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara
tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.4. Masih
rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas
khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.5. Belum membudaya dam melembaganya
kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia2. Permasalahan
KhususMenurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai
permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia
adalah sebagai berikut:1. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang
berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya
dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.2.
Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan
kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada
kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan
lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.3. Rendahnya
produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja
muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah,
menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan
terpaksa menganggur.4. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar
dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar
mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.5.
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan
masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai
dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan
bisa menjadi terlantar.6. Adanya dampak negatif dari proses
pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang
dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia.
2.6 Konsep-konsep yang Relefan dengan Budayaa. Holisme /
Seutuhnya.Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang
terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan
interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan
dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti
politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan,
melakukan fungsi yan terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk
perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari
seseorang harus memandang masing-masing hubunganya dengan orang
lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict, 1934).Perubahan
budaya biasanya mengundang tantangan tantangan baru dan berbagai
masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang
terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap,
tujuan, undang undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang
terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan
menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, ((1977).b.
EnkulturasiAdalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati
nilai-nilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi
dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil
kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku
menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti,
dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit
.c. EtnosentrisAdalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang
terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa
hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain
tidak diketahui atuau di pandang rendah.d. StereotipStereotip atau
sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang
dibesar besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam
media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak
bekembangnya pemikiran seseorang.
e. Nilai nilai BudayaSistem budaya mengandung berbagai orientasi
nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus
berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya
berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak boleh
berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling
penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama sama
memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan
nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan
budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama sama
memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai
nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak
mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa
untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi yang lain sama
sepeti saya (Gooenough, 1966) .Konsep budaya menurut Linton adalah
: suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta
ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan
budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan
, tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi adalah :1. Budaya
diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar .2. Budaya
dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola
kelakuan umum.3. Budaya merupakan mental blue print.4. Penilaian
terhadap budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis, adaptif
dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada
kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam
kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di
masyarakat. Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan
budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi denganperubahan
perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta
sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah -masalah
yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam
kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola spesifik
perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok
dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian
dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.
2.7 Perbedaan BudayaSesungguhnya karena tradisi berbeda budaya
dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart perilaku yang sama.
Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti
budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku
mereka .a. Kolektifitas Etnisadalah kelompok dengan asal yang umum,
perasaan identitas dan memiliki standart perilaku yang sama.
Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti
budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku
mereka ( Harwood, 1981 ) .b. Shok Budayaadalah salah satu sebab
karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya
berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong
ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang
luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara
efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek
nilai-nilai dan kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat
mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan
kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat
mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil
menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan
toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.c. Pola
KomunikasiKendala yang paling nyata timbul bila kedua orang
berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien
adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut
Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus
untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat
tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan
penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun
individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang
kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana,
bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat
penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan
dimengerti maksudnya .
d. Jarak Pribadi dan KontakJarak pribadi adalah ikatan yang
tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi
perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan
peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa
bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak
yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik,
perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan
mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai
untuk melindungi hak privasi.e. Padangan Sosiokultural tentang
Penyakit dan SakitBudaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang
mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga
mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus
mengkomunikasikan masalah masalah kesehatan dan berapa lama mereka
berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor
faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola pola sakit dan pelayanan
didalam dan diantara budaya yang berbeda beda.Perilaku pelayanan
kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis
individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan
akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak
bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan
saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).
2.8 Hubungan sosial budaya dengan lansiaKebudayaan merupakan
sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari
secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak
dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri.Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat
tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah
mampukah seorang perawat memberikan penjelasan dan informasi yang
rinci tentang pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang akan di
berikan kepada lansia .Sikap budaya terhadap warga usia lanjut
mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun
mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut
ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau
Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya,
sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus
memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah
kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif
bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.Sebaliknya
struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran
fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada
sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan
kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam
masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema
kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa
konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus ,
membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia
lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk
mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah
membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang
menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi
integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah
kejiwaan .
2.9 Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan LansiaDidalam
masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku
mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran,
pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil,
ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang modern ,tidak semua
kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah
merugikan.Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang
apalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak
masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat
menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap
penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit
diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat
mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan
TBC.Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan
anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul.
Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang
supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara
tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya
adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi
tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih
berlawanan dengan pemikiran secara medis.Didalam masyarakat
industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya
menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit
itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten
terhadap anti biotika .
2. 10 Permasalahan Aspek Sosial BudayaMenurut Setiabudhi (1999),
permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya
jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik
lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok
masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih
bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan
perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak
langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas
tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya
sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum
membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia .
2.10.1 Kebudayaan dan PerubahannyaTentu saja kebudayaan itu
tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman yang
terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia
biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara -
cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun
mereka merupakan sumber data - data biologis yang penting dan model
antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan
bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia ke 3
laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu
masyarakat perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional
yang turun temurun, sekarang telah di modifikasi dengan
pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap
penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari pedesaan
meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi
budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari
masyarakat kota modern dapat di kontrol dengan tekhnologi, setiap
individu didalamnya adalah subjek dari pada tuntutan ini,
tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.Problema dalam
menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan dampak yang
sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah
pada para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak
dapat di pungkiri . Bila mana budaya itu berubah suatu adaptasi
yang sukses tidak hanya tergantung pada Setiap masyarakat faktor
lingkungan dan biologis. Kemampuan untuk memodifikasi beberapa segi
budaya juga penting .
2.10.2 Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada LansiaBila suatu
bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu
masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan
segera mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional
sendiri. Apakah mereka akan memilih cara baru atau lama, akan
memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan dan harapan pokok
mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut
berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh.
Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena
berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan
dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus
tertentu saja.Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus
disesuaikan dengan kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin
memaksakan sekaligus cara-cara modern dan menyapu semua cara-cara
tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain suku atau
bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini
tidak akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha
mempelajari kebudayaan mereka dan menjembatani jarak yang ada
diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik serta tangan
besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat
mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan dengan
ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan
mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru yang
sebelumnya tidak mereka terima.Pemuka - pemuka di dalam masyarakat
itu harus diyakinkan sehingga mereka dapat memberikan dukungan dan
yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk melunturkan
kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang
lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan.
Misalnya , bila pengobatan tradisional biasanya mengunakan
cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau
dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan
pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu
penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan
berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.
2.10.3 Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan
Pada LansiaYang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini
adalah tentang kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan
pengetahuan dari penyakit fisik saja , tetapi juga atas pengaruh
dari sosial kultural . Sering kali perawat harus merencanakan dan
memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia yang
kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna
memberikan pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal
pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain kultural .Secara sosial
seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan
semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati,
diperhatikan dan diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai
waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul diluar lingkungan
pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada
semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang",
mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh.
Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran apa-apa
lagi.
2.11 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada
Lansia2.11.1 DefinisiProses asuhan keperawatan pada usia lanjut
adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan,
bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut
usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti
werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan
keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau
petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan
sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes, 1993
1b).
2.11.2 KlasifikasiAdapun asuhan keperawatan dasar yang
diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut
usia aktif atau pasif, antara lain;1. Lanjut usia aktif, asuhan
keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene,
kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan
diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata, serta telinga;
kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; makanan
sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna,
dan kesegaran jasmani.2. Lanjut usia pasif, yang tergantung pada
orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada
lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau
petugas.
2.11.3 Pendekatan Perawatan Lansia1. Pendekatan fisikPerawatan
yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progrevitasnya.Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi atas dua bagian, yakni:1. Klien lanjut usia yang masih
aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan
orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.2. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat
bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit,
perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini
terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan
perorangan untuk memepertahankan kesehatannya. Kebersihan
perorangan sangat penting dalam usaha menceggah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan
kurang mendapat perhatian.Di samping itu, kemunduran kondisi fisik
akibat proses ketuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap
gangguan atau serangan infeksi dari luar.Untuk klien lanjut usia
yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan
mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan
kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan,
cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak selalu,
keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia
dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan
darurat dan intensif.Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih
mendasar adalah memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia
untuk bernafas dengan lancar, makan termasuk memilih dan menentukan
makanan, minum, melakuan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh
waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat,
kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu
badan, melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap
kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu
kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar
pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.
2. Pendekatan psikisDi sini perawat mempunyai peranan penting
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat
dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan
agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip Tripple S, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.Pada dasarnya
klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu
perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan
kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus
asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.Hal ini perlu
dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan
berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala,
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi ,
berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di
waktu siang, dan pergeseran libido.Perawat harus sabar mendengarkan
cerita-cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa atau
kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan
untuk tujuan-tujuan tertentu.Bila perawat ingin mengubah tingkah
laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus
dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga
seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas
dan bahagia.
3. Pendekatan socialMengadakan diskusi, tukar pikiran, dan
bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan
sosial. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama
klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi,
pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa
orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan
social antara lanjut usia dan lanjut usia dan perawat
sendiri.Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
para lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi, misal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan
lain.Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar,
seperti menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat
kabar dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis
dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut
usia.Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress
memikirkan penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga
menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa
kecemasan. Untuk menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian
terhadap sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia
untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan
dengan dunia luar.Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
di antara lanjut usia (terutama yang tinggal dipanti werda), hal
ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu
mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan, dan
punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap
petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.
4. Pendekatan spiritualPerawat harus bias memberikan ketentuan
dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tujuan atau agama yang
dianutnya, terutama bila klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian.sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi
klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni Setyobudhi
mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
takut semacam ini di dasari oleh berbagai macam faktor seperti,
ketidakpastian pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan kegelisahan untuk
tidak kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.Dalam
menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara
mereka menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti
dengan cermat di manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan
klien, agar perawat selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila
kelemahan terletak pada segi spiritual, sudah seelayaknya perawat
dan tim berkewajiban mencari upaya agar klien lanjut usia ini dapat
diringankan penderitaannya. Perawat bisa memberikan kesempatan pada
klien lanjut usia untuk melaksanakan ibadahnya, atau secara
langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan
melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lanjut
usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang
dianutnya.Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan
keluarga, maka perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
keluarga tadi ditinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus
mereka. Sedangkan bila ada rasa bersalah yang menghantui pikiran
lanjut usia, segera perawat segera menghubungi seorang rohaniawan
untuk dapat mendampingi lanjut usia dan mendengarkan
keluhan-keluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.Umumnya pada waktu
kematian akan datang, agama atau kepercayaan seseorang merupakan
faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang
imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.Dengan
demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap fisik,
yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan
perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui
agama mereka.
2.11.4 Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia1. Agar lanjut usia dapat
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.2. Mempertahankan
kesehatan dan kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut usia
dan jalan perawatan dan pencegahan.3. Membantu mempertahankan serta
membesarkan semangat hidup klien lanjut usia.4. Merawat dan
menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami
gangguan tertentu (kronis maupun akut).5. Merangsang para petugas
kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat
dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.6. Mencari
upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
2.11.5 Fokus Keperawatan Lansia1. Peningkatan kesehatan (health
promotion).2. Pencegahan penyakit (preventif).3. Mengoptimalkan
fungsi mental.4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
2.12APLIKASI TEORI MADELEINE LEININGER2.12.1Konsep AwalLeininger
(1978) mendefinisikan transkultural di keperawatan sebagai: bidang
kemanusiaan dan pengetahuan pada studi formal dan praktik dalam
keperawatan yang difokuskan pada perbedaan studi budaya yang
melihat adanya perbedaan dan kesamaan dalam perawatan, kesehatan,
dan pola penyakit didasari atas nilai-nilai budaya, kepercayaan dan
praktik budaya yang berbeda di dunia, dan menggunakan pengetahuan
untuk memberikan pengaruh budaya yang spesifik pada masyarakat.Tiga
tipe budaya yang berhubungan dengan keputusan dan tindakan dipakai
untuk menyakinkan bahwa pelayanan keperawatan memberikan penyesuian
tentang nilai dan norma. Hal tersebut adalah :1. Budaya asuhan
kultural2. Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu
mendukung, atau meningkatkan kemampuan pasien untuk memelihara atau
mempertahankan kesehatan, menyembuhkan sakit dan kematian.3.
Akomodasi asuhan kultural4. Keputusan dan tindakan dirancang untuk
membantu, mendukung atau meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengadaptasi atau merundingkan kemampuan atau kepuasan status
kesehatan atau kematian.5. Pengolahan ulang asuhan kultural6.
Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, menyongkong atau
menampukan pasien untuk merubah cara hidup ke pola yang baru atau
berbeda yang secara budaya berarti dan memuaskan atau mendukung
pemanfaatan dan pola hidup sehat.
2.12.2 Paradigma Keperawatan Teori Keperawatan Leiningera.
Manusia / pasienManusia adalah individu atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini yang berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan tindakan. Manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada.b. KesehatanKesehatan adalah keseluruhan
aktifitas yang dimiliki pasien dalam mengisi kehidupannnyac.
LingkunganLingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan
dimana pasien dengan budayanya saling berinteraksi, baik lingkungan
fisik, sosial dan simbolik.
d. KeperawatanKeperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat
yang diberikan kepada pasien dengan berfokus pada prilaku, fungsi
dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau
pemulihan dari sakit.2.12.3 Konsep Utama Teori Transkultural1.
Culture CareNilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang
dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu
mempertahankan kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan
kondisi dan cara hidupnya.2. World ViewCara pandang individu atau
kelompok dalam memandang kehidupannya sehingga menimbulkan
keyakinan dan nilai.2. Culture and Social Structure
DimentionPengaruh dari factor-faktor budaya tertentu (sub budaya)
yang mencakup religius, kekeluargaan, politik dan legal, ekonomi,
pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang saling berhubungan dan
berfungsi untuk mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang
berbeda2. Generic Care SystemBudaya tradisional yang diwariskan
untuk membantu, mendukung, memperoleh kondisi kesehatan,
memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi
kecacatan dan kematiannya.2. Profesional systemPelayanan kesehatan
yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang memiliki
pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi pendidikan formal
serta melakukan pelayanan kesehatan secara professional.2. Culture
Care PreservationUpaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi
tindakan professional untuk mengambil keputusan dalam memelihara
dan menjaga nilai-nilai pada individu atau kelompok sehingga dapat
mempertahankan kesejahteraan.2. Culture Care AcomodationTeknik
negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya tertentu
untuk beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan
kesehatan.2. Cultural Care Repattering.Menyusun kembali dalam
memfasilitasi tindakan dan pengambilan keputusan professional yang
dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.2. Culture Congruent /
Nursing CareSuatu kesadaran untuk menyesuaikan nilai-nilai budaya /
keyakinan dan cara hidup individu/ golongan atau institusi dalam
upaya memberikan asukan keperawatan yang bermanfaat.2.12.4
Transkultural Care Dengan Proses KeperawatanModel konseptual asuhan
keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar berikut
:Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan
dapatdijelaskan sebagai berikut :Proses KeperawatanSunrise
Model
Pengkajian dan DiagnosisPengkajian terhadap Level satu, dua dan
tiga yang meliputi :Level satu : World view and Social system
levelLevel dua : Individual, Families, Groups communities
andInstitution in diverse health systemLevel tiga : Folk system,
professional system and nursing
Perencanaan dan ImplementasiLevel empat : Nursing care Decition
and ActionCulture Care Preservation/maintananceCulture Care
Accomodation/negotiationsCulture Care
Repatterning/restructuring
Evaluasi
2.12.5Analisis Teori Transcultural Nursing1.Kemampuan teori
menghubungkan konsep dalam melihat penomenaTeori Transcultural
Nursing yang digambarkan dalam Sunrise Model menunjukan bahwa level
satu dan dua dari teori memilki banyak kesamaan dengan beberapa
teori keperawatan lainnya sedangkan pada level ketiga dan keempat
memiliki perbedaan spesifik dan bersifat unik jika dibandingkan
dengan teori lainnya.2. Tingkat Generalisasi TeoriTeori dan model
yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun
demikian teori ini dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga
dapat diberikan justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep-konsep
yang dikemukakan saling berhubungan.3. Tingkat Kelogisan
TeoriKelogisan teori Leininger adalah pada fokus dari pandangganya
dengan melihat bahwa latar belakang budaya pasien (individu,
keluarga, kelompok, masyarakat) yang berbeda sebagai bagian penting
dalam rangka pemberian asuhan keperawatan.4. Testabilitas
teoriTeoriCultural care diversity and Universalitydikembangkan
berdasarkan atas riset kualitatif dan kuantitatif.5. Kemanfaatan
Teori bagi Peningkatan Body Of KnowledgeBeberapa penelitian tentang
konsep perawatan dengan memperhatikan budaya telah memberikan arti
akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan dan
persamaan budaya dalam praktek keperawatan.6. Kemanfaatan Teori
pada Pengembangan Praktek KeperawatanTeori ini sangat relevan dan
dapat diterapkan secara nyata dalam praktek keperawatan, karena
teori ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya terhadap
perilaku hidup sehat. Dan dalam aplikasinya teori ini sangat
relevan dengan penerapan praktek keperawatan komunitas.7.
Konsistensi TeoriLeininger menyampaikan pentingnya pemahaman budaya
dalam rangka hubungan perawat pasien yang juga sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Imoge King yang menekankan pentingnya
persamaan persepsi perawat pasien untuk pencapaian tujuan.
BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Analisis Fenomena KeperawatanKasus:Ny.A (65 tahun) tinggal
di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk lumayan padat.
Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meningglakan Ny. A sendiri
di rumah, karena harus pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A
banyak menghabiskan waktunya di rumah. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, Ny.A dibantu oleh tetangganya, karena merasa kasihan
terhadap Ny.A. Ny.A sering mengeluhkan nyeri dibagian sendi tangan
dan kakinya sejak 10tahun yang lalu.Tetangga Ny.A menawarkan
bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia pergi berobat ke dokter
untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih senang memijatkan
tangan dan kakinya ke tukang pijat yang ada di daerahnya. Ny.A
lebih percaya pada tukang pijat yang menjadi langganannya sejak
dulu. Petugas pelayanan kesehatan juga beberapa kali mendatangi
Ny.A, untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis. Namun Ny.A,
menolak dan menyuruh petugas itu pergi.Hubungan Ny. A, juga tidak
terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya mau menerima bantuan,
namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan tetangganya.
Ny.A hanya mau menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya saja.
Ny.A tampak menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau
banyak bercerita pada tetangga yang memiliki hubungan paling dekat
dengannya. Ny.A mengaaku lebih nyaman berkomunikasi dengan
anak-anaknya.Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV
tersebut tidak pernah difungsikan. Tidak ada fasilitas telepon di
rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat kabar tentang anaknya dari
tetangga yang juga merantau dan sedang pulang kampung. Ny.A
biasanya menggunakan jasa tukang becak untuk berpergian sekedar
membeli kebutuhan sehari-hari setiap satu minggu sekali. Ny.A
mengaku tidak terbiasaa menggunakan jasa kendaraan bermotor paada
saat bepergian, karena takut jatuh.
1). Faktor teknologi (tecnological factors)Teknologi kesehatan
memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien
memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
saat ini.Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang
meyakini bahwa sakit yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun
pijat tanpa harus pergi ke petugas kesehatan. Dengan berbagai
alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor
dari dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa dukun pijat
lebih mampu mengatasi penyakit klien.2). Faktor agama dan falsafah
hidup (religious and philosophical factors)Agama adalah suatu
simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.Dalam kasus tidak
diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh klien.
Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan
masalah kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya
untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih bisa
diandalkan.
3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors)Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.Tipe keluarga
yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya.
Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak
lioma tahun yang lalu.
4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life
ways)Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji
pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan
yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.Ny. A adalah
seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah
terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau
keduanya dan tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi memenuhi
kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari
tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja.
5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and
legal factors)Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku
adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.Petugas
kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun,
selalu tidak ada respon yang baik dari klien.6). Faktor ekonomi
(economical factors)Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan
sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar
segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya
asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka
menerima bantuan dari orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke
rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu mahal jika dibandingkan
dengan pergi berobat ke dukun pijat.
7). Faktor pendidikan (educational factors)Latar belakang
pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan
klien maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh bukti bukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir,
namun tidak ada upaya untuk pergi berobat ke fasilitas kesehatan.
Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri terhadap
penyakitnya.
3.1.1 Perencanaan dan ImplementasiPerencanaan dan implementasi
keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman
Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu :1.
Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural
carepreservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan,2. Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural
careaccommodatio atau negotiations) apabila budaya pasien kurang
mendukung kesehatan.3. Mengubah dan mengganti budaya pasien dan
keluarganya (Cultural care repartening / recontruction).
Pada kasus diatas, maka kami memberikan implementasi
berupa:Diagnosa:1. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan
ketiadaan orang terdekat, ketidakselarasan sosial kultural, defisit
pengetahuan atau keterampilan tentang cara meningkatakan
kebersamaan.2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk terikat dalam hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau
nilai sosial yang tidak berterima
IntervensiDiagnosa 1Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):1. Pasien
menunjukkan keterampilan interaksi sosial2. Pasien menunjukkan
keterlibatan sosial3. Pasien memahami dampak perilaku diri pada
interaksi sosial4. Pasie menunjukkan perilaku yang dapat
meningkatkan atau memperbaiki interaksi sosial5. Pasien
mendapatakan / meningkatkan keterampilan interaksi sosial (mis;
kedekatan dan kerja sama).6. Pasien mengungkapakan keinginan untuk
berhubungan dengan orang lainIntervensi (NIC) :1. Modifikasi
perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien mengembangkan atau
meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.2. Pembinaan
hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik dengan pasien
yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.3. Promosi integritas
keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.4. Promosi
keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam
perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.5. Peningkatan Harga Diri
:Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga
diri.6. Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien
untuk berinteraksi dengan orang lain.Aktivitas lain :1. Buat
interaksi terjadwal2. Identifikasi perubahan perilaku tertentu3.
Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau memperbaiki
interaksi sosial4. Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan
balik kepada pasien dalam interksi sosial5. Peningkatan sosialisa (
NIC) :1. Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi
dengan oran lain2. Anjurkan menghargai hak orang lain3. Anjurkan
sabar dalam membina hubungan4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran
tentang kekuatan dan keterbatasan dala berkomunikasi dengan orang
lain5. Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi
dengan orang lain6. Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan
membuat perencanaan aktivitas mendatang
IntervensiDiagnosa 2Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):1. Pasien
menunjukkan keterlibatan sosial ( interaksi dengan teman dekat,
tetangga, anggota keluarga,berpartisipasi sebagai sukarelawan pada
aktivitas atau organisasi,dan sebagainya)2. Mulai membina hubungan
dengan orang lain3. Mengembangkan hubungan satu sama lain4.
Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi
(mis, bekerja sama)5. Melaporkan adanya dukungan sosial (mis,
bantuan dalam bentuk dari orang lain dalam bentuk bantuan emosi,
waktu, keuangan, tenaga, atau informasi )Intervensi (NIC) :1.
Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial
interpersonal.2. Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan
yang terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan
orang lain.3. Peningkatan koping : Membantu pasien beradaptasi
dengan persepsi stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat
pemenuhan kenutuhan hidup dan peran.4. Promosi integritas keluarga
: Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.5. Promosi
keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam
perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.6. Peningkatan kesadaran
diri : Membantu pasien menggali dan memahami gagasan, perasaan,
motivasi, dan perilaku pasien.7. Peningkatan sosialisi :
Memfasilitasi kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang
lain.8. Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas.Aktivitas lain :1. Bantu
pasien membedakan persepsi dan kenyataan2. Identifikasi bersama
pasien faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan isolasi sosial3.
Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien,
keluarga, dan teman-teman untuk berinterksi4. Peningkatan
sosialisasi ( NIC) :1. Dukung hubungan dengan orang lain yang
mempunyai minat dan tujuan yang sama2. Berikan umpan balik tentang
peningkatan dalam aktivitas3. Dukung pasien untuk mengubah
lingkungan seperti jalan-jalan
Intervensi keperawatan berdasarakan 3 aspek menurut
LeiningerModifikasi :Memberikan penyuluhan dan informasi, agar
pasien mampu :1. Memodifikasi pola pikir klien, bahwa setiap
penyakit harus diperiksakan di petugas medis, tidak harus selalu
pergi ke tukang pijat.2. Menerima kritik dan saran dari orang
lain.3. Bersikap terbuka dan belajar berinteraksi sosial dengan
orang lain.4. Belajar membina hubungan baik dengan tetangga.5.
Mampu menerima perubahan yang tejadi dengan lingkungannya
(menyangkut penggunaan teknologi dan transportasi).
BAB 4PENUTUP
4.1. KesimpulanPengaruh sosial budaya dalam masyarakat
memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat
merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut
telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan
sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun
negatif.Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia
biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara -
cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi, walaupun
mereka merupakan sumber data-data bilogis yang penting dan model
antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan
bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.Perawat harus selalu
menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat pasiendengan selalu
mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status kesehatan
lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang kesehatan
berbasis publik .
4.2. SaranMakalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa
sebagai tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata
kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing
sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih
berguna di masa yang akan datang.Penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik
Keperawatan : Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC).
St. Louise, Missouri : Mosby, Inc. Leininger. M & McFarland.
M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research
and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies. McCloskey,
Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St.
Louise, Missouri : Mosby, Inc. NANDA. Nursing Diagnoses: Definition
and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International.
Nugroho,Wahjudi.1999.Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta;EGC. Royal
College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ;
Section One Understanding The Theoretical Basis of Transcultural
Nursing Care Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006.
Stanley,Mickey.2002.Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta;
EGC.Wilkinson, Judith M. 2011.Buku Saku : Diagnosis Keperawatan
Edisi 9.Jakarta : EGC