askep hisprung
BAB IPENDAHULUAN1. Latar belakangPenyakit hisprung merupakan
suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus
yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit
hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada
neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan
kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat
menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan
isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya
feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon
kongenital pada tahun 1863.Namun patofisiologi terjadinya penyakit
ini tidak diketahui secara jelas.Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian
distal usus defisiensi ganglion.
2. Tujuan1. Tujuan umum : untuk meningkatkan pengetahuan dan
sumber daya manusia (SDM)
2. Tujuan khusus :
- Untuk meningkatkan keterampilan/kemampuan dalam mengerjakan
tugas
- pengalaman belajar dan mengerjakan tugas atau melalui prilaku
pembelajaran yang diikuti.
3. ManfaatKita dapat mengetahui tentang penyakit hisprung dan
cara penanganan, gejala, komplikasi dan sebagainya yang mengenai
penyakit tersebut, dan cara atau apa saja yang akan kita lakukan ke
pada pasien dengan menggunakan asuhan keperawatan
BAB IIPEMBAHASAN1. Konsep dasar penyakit1.1.PengertianPenyakit
hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan
inervasi usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke
proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi.Hisprung adalah
penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup.Laki-laki
lebih banyak daripada perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada
penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain termasuk
sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)
Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion
kongenital dalam pleksus intramuscural usus besar.Segmen yang
terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda dengan konstipasi
parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan
dilatasi colon di proksimal.Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi
diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa
bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G.
Holdstock, 1991)
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel
ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus
halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas
sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
PenyakitHisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan
pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948
mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan
ganglion parasimpatis
1.2.Etiologia. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel Neural
Crest ambrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau
kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke
arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian
bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
1985 : 1134)
b. Sering terjadi pada anak dengan Down Syndrome.
c. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding
pleksus. (Suriadi, 2001 : 242).
1.3.Manifestasi klinisa) Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24
jam pertama kehidupan.
b) Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan
terlihat tinja seperti pita.
c) Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d) Nyeri abdomen dan distensi.
e) Gangguan pertumbuhan.
(Suriadi, 2001 : 242)
a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evaluai mekonium.
b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic
yang membaik secara spontan maupun dengan edema.
c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau
bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya
gejala.
e. Gejala hanya konstipasi ringan.
(Mansjoer, 2000 : 380)
a. Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen
b. Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh
(Betz, 2002 : 197)
1.4.KlasifikasiDua kelompok besar, yaitu :
a. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala
(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri.Kadang konstipasi
silih berganti dengan diare.Sering tampak lendir pada
tinjanya.Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram,
biasanya di perut sebelah bawah.Perut terasa kembung, mual, sakit
kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi.Buang air besar sering meringankan
gejala-gejalanya.
b. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan
konstipasi yang relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara
tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul
segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung
dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam
:
1. Megakolon kongenital segmen pendek
Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid
(70-80%)
2. Megakolon kongenital segmen panjang
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%)
3. Kolon aganglionik total
Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)
4. Kolon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus
(5%) Colon-rectum
1.5.PatofiologiIstilah congenital aganglionic Mega Colon
menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel
ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz,
Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk
kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus
mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan
dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141
).
Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion
pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari
anus sampai panjang yang bervariasi.Tidak adanya inervasi saraf
adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal.Segmen yang agangloinik terbatas pada
rektosigmoid pada 75 % penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa
sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus
yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.
Secara histologi, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach
dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan
konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara
lapisan-lapisan otot dan pada submukosa.
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai
pada bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai
ganglion parasimpatik intramural.Bagian kolon aganglionik itu tidak
dapat mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu.
Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus
Hirschsprung segemen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum
sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik.Penyakit
ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali
lebih sering daripada anak perempuan.Bila daerah aganglionik meluas
lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang.Bila
aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik
total, dan bila mengenai kolon dan hamper seluruh usus halus,
disebut aganglionosis universal.
1.6.Pathway
SHAPE \* MERGEFORMAT
SHAPE \* MERGEFORMAT MRS
SHAPE \* MERGEFORMAT hospitalisasi Masalah keluarga
SHAPE \* MERGEFORMAT
SHAPE \* MERGEFORMAT
SHAPE \* MERGEFORMAT tind infasif perpisahan lingkungan baru
kurang informasi cemas
nyeri dan injuri - cemas cemas kurang pengetahuan -
gangguansumber: modifikasi patofisiologi ( Betz, Cecily&Sowden,
2002 : 196 )
Fungsional1.7.Tanda dan gejala setelah bayi lahir
a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24
jam)
b. Muntah berwarna hijau
c. Distensi abdomen, konstipasi.
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran
tinja / pengeluaran gas yang banyak.
Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada
waktu lahir.
a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
b. Distensi abdomen bertambah
c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
d. Terganggu tumbang karena sering diare.
e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
f. Perut besar dan membuncit
1.8.Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan Radiologi
Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschsprung.Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran
obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan
usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard
dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana
akan dijumpai 3 tanda khas:
a) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
b) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi.
c) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah
transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi
barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur
dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang
membaur dengan feces kearah proksimal kolon.Sedangkan pada
penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan
sigmoid.
b. Manometri anus yaitu pengukuran tekanan sfingter anus dengan
cara mengembangkan balon di dalam rektum
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.Ano-rektal manometri
mengukur tekanan dari otot spinchter anal dan seberapa baik seorang
dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh.Pada
anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rektum
tidak relaksasi secara normal.Selama tes, pasien diminta untuk
memeras, santai, dan mendorong.Tekanan otot spinchter anal diukur
selama aktivitas.Saat memeras, seseorang mengencangkan otot
spinchter seperti mencegah sesuatu keluar.Saat mendorong seseorang
seolah mencoba seperti pergerakan usus.Tes ini biasanya berhasil
pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.
c. Biopsi rektum menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel
saraf.
d. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil
biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas
enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
e. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat
penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa (
Mansjoer,dkk 2000 hal 380 )
f. Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan
merasakan jepitan dan kadang disertai tinja yang menyemprot.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
1.9.Penatalaksanaana. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a) Temporari
ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya
usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.b) Pembedahan
koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)Ada beberapa
prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley
& Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal
bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K
2004 : 37) b. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi ususdilakukan terapi konservatif
melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
c. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan
dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis
berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon
berganglion normal yang paling distal.
d. Terapi farmakologi
a) Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan
juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif
b) Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam
megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses
menggunakan tuba
1.10. Komplikasia. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi
yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan
abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi
pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini
beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala
peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga
pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi,
pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian.
Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
b. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang
menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah
yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval
akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya
akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu
kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula
perianal.Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung
penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi
posterior.
c. Enterokolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan
usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus
halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko
perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik
maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien
penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena
panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah :
a) Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b) Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c) Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali
perhari.
d) Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih
kecil pada pasien dengan endorektal pullthrough.Enterokolitis
merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon
kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson
adalah karena obtruksi parsial.Obtruksi usus pasca bedah disebabkan
oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang
tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa
distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau
fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau
busuk.Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi.Hal yang sulit pada
megakolon kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca
pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten
dan enterokolitis berulang pasca bedah.
d. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang
diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini.Fecal soiling
atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti
terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun
secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu
keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh
penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
e. Inkontensitas (jangka panjang).
2. Konsep dasar asuhan keperawatan2.1 Pengkajian2.1.1
biodata
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau
bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis
dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak
pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2.1.2 Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias
yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih
dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna
hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare,
distensi abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain
yang menderita Hirschsprung. Tidak ada keluarga yang menderita
penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
2.1.3 Pemeriksaan fisik.
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi
dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama
denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising
usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
2.1.4 Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium
setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot
rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
2.1.5 Analisa data
DS :
a. Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut
kembung
b. Ibu klien biasanya mengatakan Muntah berwarna hijau
c. Ortu klien biasanya mengatakan Diare
d. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Demam
e. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Sesak nafas
f. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Tidak nyaman
g. Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang
DO :
a. Klien biasanya tampak Obstipasi
b. Biasanya Tampak Mekonium yang lambat keluar
c. Biasanya ada Obstruksi usus yang fungsional
d. Biasanya tampak Distensi abdomen
e. Biasanya klien Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan
f. Biasanya tampak Obstruksi usus akut
g. Klien biasanya tampak Distress pernafasan
h. Biasanya Akral hangat
2.2 Diagnose keperawatanPre operasinosymtometiologiproblem
1DS :
- Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut kembung
- Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang
DO :
- Klien biasanya tampak Obstipasi
- Biasanya Tampak Mekonium yang lambat keluar
- Biasanya tampak ada Distensi abdomen
- Biasanya klien Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan
- Spinter rectum tdk dpt relaksasi
Feses tdk mampu melewati spinkter ani
Akumuulasi benda padat, gas, cair
Obstruksi di kolon
Pelebaran kolonKonstipasi
2DS :
- Ibu klien biasanya mengatakan Muntah berwarna hijau
- Ortu klien biasanya mengatakan Diare
DO :
- Klien biasanya tampak Obstipasi
- Biasanya ada Obstruksi usus yang fungsional
- Biasanya tampak Obstruksi usus akutPeristaltic abnormal
Peristaltic tdk sempurna
Obstruksi parsial
Refluk peristaltic
Perasaan penuhGangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3DS :
- Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Demam
- Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Sesak nafas
- Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Tidak nyaman
- Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang
DO :
- Klien biasanya tampak Distress pernafasan
- Biasanya Akral hangatUsus spasis dan daya dorong tdk ada
Obstipasi
Distensi abdomenGangguan rasa nyaman
Post operasinoSymptomEtiologiProblem
DS :
- Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut kembung
- Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang
DO :
- Biasanya tampak Distensi abdomen
- Biasanya tampak Obstruksi usus akut
Usus spastic dan daya dorong tidak ada
Obstipasi, tidak ada meconium
Distensi abdomen hebatNyeri
DS :
- Biasanya ortu klien mengatakan bahwa mereka tidak tau apa-apa
tentang penyakit anaknya
DO :
- Ortu klien tampak bertanya tentang apa yang petugas kesehatan
lakukanMual, muntah
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pembedahan
Kurang pengetahuan
Rumusan diagnose :
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic
abnormal, Peristaltic tdk sempurna, Obstruksi parsial, Refluk
peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna hijau, Diare,
Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional
2. Konstipasi b.d Spinter rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk
mampu melewati spinkter ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair,
Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung, Nyeri,
Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen,
Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan
3. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada,
obstipasi, distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri,
Demam, Distress pernafasan, Akral hangat
4. Nyeri b.d usus spastic dan daya dorong tidak ada, obstipasi,
tidak ada meconium, distensi abdomen hebat d.d Biasanya ibu klien
mengatakan anaknya dengan Perut kembung, Ortu klien biasanya
mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang, Biasanya tampak Distensi
abdomen, Biasanya tampak Obstruksi usus akut
5. Kurang pengetahuan b.d mual, muntah, nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, pembedahan, d.d Biasanya ortu klien mengatakan
bahwa mereka tidak tau apa-apa tentang penyakit anaknya, Ortu klien
tampak bertanya tentang apa yang petugas kesehatan lakukan
2.3 Intervensi keperawatanPre operasi1. Konstipasi b.d Spinter
rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk mampu melewati spinkter ani,
Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran
kolon d.d Perut kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat
keluar, Distensi abdomen, Konstipasi selama beberapa minggu/
bulan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam
anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai
fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Keiteria Hasil
a) Mual dan muntah berkurang
b) Defekasi lancer
c) Tidak memuntahkan ASI dan formula yg diberikan
IntervensiRasional
Berikan bantuan enema dengan cairan fisiologis NaCl 0,9%Untuk
mengosongkan usus
Observasi tanda-tanda vital dan bising usus setiap 2jam
sekaliUntuk mengetahui adanya tanda-tanda syok
Observasi pengeluaran feces per-rectal-bentuk, konsistensi,
jumlahUntuk mengetahui pengeluaran feses dari bentuk, konsistensi,
dan jumlah
Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi
fesesUntuk mengetahui intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi
feses
Anjurkan untuk menjalani diet yang telah dianjurkanRespon
pengobatan
Kolaborasi dengan dokter tentang rencanan pembedahanUntuk
melanjutkan pengobatan selanjutnya
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic
abnormal, Peristaltic tdk sempurna, Obstruksi parsial, Refluk
peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna hijau, Diare,
Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam
diharapkan pasien menerima asupan nutrisi yang cukup
Kriterian Hasil
a) BB seimbang 3,25
b) Tidak memuntahkan ASI dan formula yang diberikan
IntervensiRasional
berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkanUntuk meningkatkan asupan makanan
ukur BB anak tiap hariUntuk mengetahui peningkatan dan penurunan
BB
gunakan sute alternatif (NGT dan parenteral)Nutrisi parenteral
dibutuhkan jika kebutuhan per oral yang sangat kurang dan untuk
mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
3. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada,
obstipasi, distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri,
Demam, Distress pernafasan, Akral hangat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam
diharapkan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria Hasil
Tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
IntervensiRasional
sarankan orang tua hadir selama prosedur Untuk kenyamanan
anak
berikan tindakan kenyamanan sesuai usia Untuk menyediakan
manajemen nyeri nonpharmacological
kaji terhadap tanda nyeriuntuk mrngetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
ciptakan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih Terapi
menggabungkan budaya klien dan usia dan faktor perkembangan
berikan analgesik sesuaiMengurangi nyeri
Post operasi1. Nyeri b/d insisi pembedahanTujuan :Kebutuhan rasa
nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur
intervensiRasional
Observasi dan monitoring tanda skala nyeriMengetahui tingkat
nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
dansentuhanUpaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila
dimungkinkanMengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada
sistem saraf pusat
2. Kurang pengetahuan (ibu) b.d kurangnya informasi yang
didapat
Tujuan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 124 jam
diharapkan pengetahuan ibu tentang penyakit anaknya bertambah
Kriteria Hasil
1. ibu mengungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang proses
penyakit ananknya
2. ibu memahami terapi yang diprogramkan tim dokter
IntervensiRasional
1. jelaskan pada ibu tantang penyakit yang di derita
anaknyaUntuk mengetahui perkembangan anaknya
2. berikan ibu jadwal pemeriksaan diagnostikMengurangi
kecemasan
3. berikan informasi tentang rencana operasiMengurangi resiko
terjadinya infeksi
4. berikan penjelasan pada ibu tentang perawatan setelah
operasiUntuk meningkatkan pengetahuan ibu
BAB IIIPENUTUP1. KesimpulanDalam makalah ini, kami dapat
menyimpulkan bahwa Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering
menimbulkan masalah.Baik masalah fisik, psikologis maupun
psikososial.Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar.
Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar
dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak.
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak.Baik tenaga medis maupun
keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin
hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter,
perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa
: Brahm U Pendit. Jakarta : EGC.
Hidayat, A A. (2008), pengantar konsep dasar keperawatan. Edisi
ke-2, salemba medika: Jakarta
Mansjoer , Arif . 2000 .Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3
.Jakarta : Media Aesulapius FKUI
Marliyn E. Doengoes, Dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi
3
Nanda, 2012. Nursing Diagnoses : Definitions &
Classification 2012-2014
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi ke-2 EGC:
Jakarta