Referat
ReferatSKIZOFRENIA
KKS Ilmu Kedokteran Jiwa periode 10 Februari-17 Maret 2014
Oleh:Inez Wijaya
04124705100Enggar Sari Kesuma W.04114705012Rendy Dwi Osca
04124708023Atika Pusparani
04124708050Ibrahim Muhammad
04114705114Pembimbing:
Dr. Abdullah Shahab, SpKJ
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
ReferatSKIZOFRENIAOleh:Inez Wijaya
04124705100Enggar Sari Kesuma W.04114705012Rendy Dwi Osca
04124708023Atika Pusparani
04124708050Ibrahim Muhammad
04114705114Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah
Sakit DR. Ernaldi Bahar Palembang periode 10 Februari-17 Maret
2014.Palembang, Maret 2014 Pembimbing, Dr. Abdullah Shahab,
SpKJ
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Skizofrenia yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh
kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RS. Dr.
Ernaldi Bahar.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Abdullah Shahab, SpKJ, selaku
pembimbing yang telah membantu penyelesaian referat ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat amin.
Palembang, 6 Maret 2014Penulis
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
iiKATA PENGANTAR
iiiDAFTAR ISI
ivBAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
32.2 Epidemiologi
32.3 Etiologi
4
2.4 Faktor Resiko
92.5 Manifestasi Klinis
92.6 Patofisiologi
162.7 Diagnosis
192.8 Penatalaksanaan
21
2.9 Pencegahan
282.10 Komplikasi
29
2.11 Kompetensi Dokter Umum
29BAB III KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
32
BAB I
PENDAHULUANSkizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari
berbagai keadaanpsikopatologis yang sangat mengganggu yang
melibatkan proses pikir, emosi,persepsi dan tingkah laku.
Skizofrenia merupakan golongan psikosa yang ditandai dengan tidak
adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai realitas
(RTA).1 Skizofrenia dapat ditemukanpada semua kelompok masyarakat
dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang
hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini
mengenai hampir 1%populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia
remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya
gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan
padaperempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden
skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan
lebih besar di daerah perkotaan dibandingkan daerah
pedesaan.1Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko
penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90%
pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga
berisiko untukbunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak,
hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh
diri.2Terdapat lima subtipe skizofrenia, yaitu skizofrenia
paranoid, disorganized schizophrenia, catatonic schizophrenia,
undifferentiatedschizophrenia, dan residual
schizophrenia.1Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya
neurologis dan kognitiftetapi individu tersebut mempunyai prognosis
yang baik. Skizofrenia paranoid adalah tipe yang paling sering
terjadi. Gejala-gejala yang mencolok ialah wahamprimer, disertai
dengan waham sekunder dan halusinasi. Pasien skizofrenia datang ke
rumah sakit karena adanya gejala waham, halusinasi dan
gejala-gejala yangtidak bisa ditoleransi oleh masyarakat.
Halusinasi dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa gejala halusinasi yang palingsering
adalah halusinasi pendengaran yaitu sebesar 70%.3 Setelah
dilakukanpemeriksaan yang teliti ternyata didapatkan adanya
gangguan proses berfikir,gangguan afek, emosi dan kemauan.3
Penderita skizofrenia memerlukan penatalaksanaan secara
integrasi, baik dari aspekpsikofarmakologis, dan aspek psikososial.
Hal ini berkaitan dengan kondisi setiap penderita yang merupakan
seseorang dengan sifat individual, memiliki keluarga dan sosial
psikologis yangberbeda-beda, sehingga menim-bulkan gangguan
bersifat kompleks. Oleh sebab itu memerlukanpenanganan dari
beberapa modalitas terapi.
Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami
peningkatan selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan
skizofrenia. Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja
mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa
antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Aspek
pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalahpengurangan
yang cepat pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif.
Respons yang cepat terhadap pengobatan adalah penting dalam
mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya, serta biaya
pengobatan. Faktor psikologik dan sosial juga berpengaruh dalam
perjalanan penyakit ini. Namun, seberapa besar dukungan dari
keluarga maupun lingkungan sosial lainnya akan sangat mempengaruhi
penyembuhan dan bahkan dapat mencegah kambuhnya skizofrenia.
Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada penderita
skizofrenia menghasilkanperbaikan yang lebih optimal dibandingkan
penatalaksanaan secara tunggal.4BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiSuatu obsesi adalah pikiran,
perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu (intrusif). Suatu
kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi
meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi
bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa
untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat. Seseorang dengan
gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari irrasionalitas dari
obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai
ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan
yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan
waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal
seseorang, fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau
hubungan dengan teman dan anggota keluarga.1
2.2. Epidemiologi
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di
seluruh dunia. Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan
frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa
remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang
lebih awal daripada wanita.
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi,
seperti skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di
berbagai negara, namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat
insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang
yangsempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini
merupakan temuan utama daripenelitian di 10-negara yang dilakukan
oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofreniadi Indonesia
belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap
subtipeskizofrenia.5Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan
sama, namun menunjukkan perbedaandalam onset dan perjalanan
penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal
daripadaperempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15
sampai 25 tahun, sedangkanperempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa
penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin
daripada wanita untuk terganggu oleh gejalanegatif dan wanita
lebihmungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada
laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untukpasien skizofrenikwanita
adalah lebih baikdaripada hasil akhir untuk pasien
skizofrenialaki-laki.Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara
geografis di seluruh dunia. Secara historis,prevalensi skizofrenia
di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi
daridaerah lainnya.3a. Mortalitas dan morbiditas:
b. Bunuh diri (10%), penyakit-penyakit lain akibat pola hidup
yang buruk, efek samping obat, dan penurunan preawatan
kesehatan.
c. = :
Onset lebih awal dan gejala lebih buruk pada , disebabkan karena
respon pengobatan antipsychotic yang lebih baik pada disebabkan
pengaruh estrogen.
d. Rasio schizophrenia kembar pada >.
e. Usia:
Puncak onset: (18-25 tahun), (26-45 tahun) Onset sebelum
pubertas dan >45 tahun jarang.
Gejala-gejala dapat membaik perlahan pada usia pertengahan dan
lebih tua.
Sembuh spontan jarang terjadi pada beberapa tahun penyakit
kronis.
2. 3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan
terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan
kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik
lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam
penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat
ini. 1
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak
fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography),
telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme
dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya
kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran
kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional
maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur
neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam
pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu
penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi
T1 di korteks frontalis. 1
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan
obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka
kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar
monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada
pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen
sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif
juga menderita gangguan. 1
Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan
depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan
EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan
pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah
menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan
depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement).
Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan
dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada
dexamethasone-supprssion test pada kira-kira sepertiga pasien dan
penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine
(catapres). 1,5b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang
dibiasakan. Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan
ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan
memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya
atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu
menimbulkan kecemasan atau gangguan. 1,5
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam
bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk
mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku
tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola
perilaku kompulsif yang dipelajari. 1,5c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda
dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien
gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif
pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak
diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan
obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.1
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas
gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan
(undoing), dan pembentukan reaksi. 1,5Isolasi. Isolasi adalah
mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls
yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls
yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional
dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya,
impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien
secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang
berhubungan dengannya. 1Undoing. Karena adanya ancaman
terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme
primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder
diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk
menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum
diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder
yang cukup penting adal;ah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat
pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 1Pembentukan
reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas
berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh
pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 1Faktor
psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan
merupakan suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase
psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau
kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase
oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen
yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara
bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan
oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana
mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas
dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan
obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan
anal-sadistik. 1
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan
dalam karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang
penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik;
yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek.
Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola
perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan
keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.
5Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan
cara pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga
fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran
magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan
obsesif-kompulsif. 12.4. Faktor Resiko
Adapun faktor resiko yang menyebabkan seseorang menderita
skizofrenia antara lain:1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan,
eksentrik, penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai
prediktif yang sangat kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian
adalah karena dideritanya gangguan ini
6. Diperkirakan gen yang telibat adalah: 1q, 5q, 6p, 6q, 8p,
10p, 13q, 15q, dan 22q. dang en yang diperkirakan terlibat
alpha-7nicotine receptor, DISC 1, GRM 3, COMT, NGR 1, RGS 4, dan
G27.
7. Lahir pada musim dingin dan awal musim semi (Mungkin
berkaitan dengan virus atau perubahan pola makan pada tiap
musim).
8. Komplikasi masa kehamilan dan persalinan.9. Bentuk tubuh
astenik.
10. Terinfeksi influenza pada trisemester ketiga. 11.
Penyalahgunaan obat-obatan.
12. Usia ibu saat hamil di atas 60 tahun
2.5 Manifestasi Klinis
Ada dua gejala yang menyertai schizophrenia yakni gejala negatif
dan gejala positif. Gejala negatif berupa tindakan yang tidak
membawa dampak merugikan bagi lingkungannya, seperti mengurung diri
di kamar, melamun, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya.
Sementara gejala positif adalah tindakan yang mulai membawa dampak
bagi lingkungannya, seperti mengamuk dan berteriak-teriak.
a. Gejala negatif (pendataran afektif, alogia (miskin bicara,
kemiskinan isi bicara, afek yang tidak sesuai), tidak ada
kemauan-apati, anhedonia-asosialitas, tidak memiliki atensi social,
tidak ada perhatian selama tes
b. Gejala positif ( halusinasi, waham, perilaku aneh (cara
berpakaian, perilaku social, agresif, perilaku berulang), ganggun
pikiran formal positif (penyimpangan, tangensialitas, inkoherensi,
dll)
Selain itu, ada juga pengelompokan gejala-gejala menjadi gejala
primer dan sekunder (oleh Bleuler). Gejala primer adalah gejala
pokok, sedangkan gejala sekunder merupakan gejala tambahan.
a. Gejala primer Gangguan proses pikiran (yang terutama
terganggu adalah asosiasi. Gangguannya berupa terdapatnya
inkoherensi, pasien cenderung menyamakan hal, seakan-akan pikiran
berhenti, stereotipi pikiran (ide yang sama berulang-ulang timbul
dan diutarakan olehnya)
Gangguan afek dan emosi (afek dan emosi dangkal, acuh tak acuh
terjadap dirinya), parathimi (yang seharusnya menimbulkan rasa
senang, malah menimbulkan rasa sedih pada pasien), paramimi
(penderita senang tapi menangis), terkadang afek dan emosinya tidak
mempunyai satu kesatuan, emosi yang berlebihan, hilangnya kemampuan
untuk mengadakan hubungan emosi yang baik, dua hal yang berlwanan
mungkin terjadi bersama-sama
Gangguan kemauan (kelemahan kemauan dengan alasan yang tidak
jelas, ngativisme (sikap yang negative atau berlawanan terhadap
suatu permintaan), ambivalensi kemauan (menghendaki dua hal yang
berlawanan pada waktu bersamaan), otomatisme (penderita merasa
kemauannya dipengaruhi orang lain atau tenaga dari luar, sehingga
ia melakukan sesuatu secara otomatis)
Gejala psikomotor( gejala katatonik (gerakan kurang luwes), bias
sampai stupor (tidak bergerak sama sekali), mutisme, berulang-ulang
melakukan satu gerakan atau sikap, verbigerasi (mengulang-ngulang
kata), manerisme (keanehan cara berjala dan gaya), gejala katalepsi
(bila dalam jangka waktu lama), flexibilitas cerea (bila anggota
gerak dibengkokan terasa ada tahanan seperti pada lilin, negativism
(melakukan hal berlawanan dengan yang diperintahkan), echolalia
(meniru kata-kata yang diucapkan orang lain), ekhopraxia (meniru
perbuatan orang lain)b. Gejala sekunder Waham (waham primer (timbul
secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar(
hamper patognomonis pada skizofrenia), waham sekunder (biasanya
terdengar logis, seperti waham kebesaran, waham nihilistic,
dll)
Halusinasi (pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran (pada kelainan lain tidak ditemukan yang seperti ini).
Paling sering halusinasi auditorik. Halusinasi penglihatan jarang,
namun bila ada, biasanya pada stadium permulaanGejala yang pertama
kali tampak adalah gejala postif. Timbulnya gejala positif ini
berbeda pada tiap gender. Pada pria umumnya muncul pada usia 17-27
sementara pada wanita 17-37.
Perjalanan penyakit schizophrenia terbagi menjadi tiga fase,
yaitu:
1. Fase prodromal = fase dimana gejala non spesifik muncul
sebelum gejala psikotik menjadi jelas. Lamanya bisa beberapa
minggu, bulan bahakn tahunan. Gejalanya berupa hendaya pekerjaan,
fungsi social, perawatan diri, dan penggunaan waktu luang.
2. Fase aktif = fase dimana gejala psikotik menjadi jelas
seperti perilaku katatonik, halusinasi, delusi, disertai gangguan
afek.
3. Fase residual = fase yang gejala nya mirip seperti fase
prodromal tetapi gejala psikotiknya tidak begitu jelas.
Gejala yang tampak pada pasien schizophrenia, menurut Stahl
terbagi menjadi lima, yaitu:
1. Gejala positif
2. Gejala negatif
3. Gejala kognitif
4. Gejala agresif
5. Gejala/depresi
Macam macam halusinasi :
a. Halusinasi penglihatan (visual) : persepsi berkerja salah
menyangkut penglihatan jarang terjadi pada penderita psikotik tapi
sering terdapat pada penderita psikosa organik, biasanya berupa
bayangan yang tampak menakutkan.b. Halusinasi pendengaran
(auditory) : persepsi bekerja salah pada pendengaran, paling sering
didapat, biasanya berupa kata / kalimat mengenai diri penderita
baik berupa hal buruk, misalnya mengejek, mengecam atau
memerintah.c. Halusinasi pencium (olfaktori) : persepsi yang salah
pada penciuman, seiring pada schizophrenis, bau yang tercium
biasanya tidak enak/ bau busuk yang merupakan lambang rasa
bersalah/ dosa.d. Halusinasi peraba (taktil) : persepsi yang salah
pada sentuhan yang terbentuk dari bagian tubuh berupa sensasi
gerakan yang pelan sekali diatas/ dibawah kulit, penderita merasa
badannya diraba/ ada yang menjalar di badannya padahal tidak ada,
sering pada penderita schizophrenia dan keracunan kokain.e.
Halusinasi seksual : termasuk halusinasi raba, penderita merasa
dirinya diperkosa.f. Pseudohalusinasi : khas pada schizophrenia,
penderita mendengar suara hati nurani.g. Halusinasi kinestetik :
merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya
bergerak.h. Halusinasi viseral : perasaan tertentu yang timbul di
dalam tubuhnya.i. Halusinasi hiponagogik : terdapat ada kalanya
pada orang normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja
salah.j. Halusinasi hipnopompik : sama seperti halusinasi
hiponagogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama sekali dari
tidurnya.k. Halusinasi histerik : timbul pada nervosa histerik
karena konflik emosional.Penyebab Halusinasi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan gangguan system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala
positif dan negative dari skizofreniayang menonjol, misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yangmenumpul,
sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas
atau isipembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata,modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham
danhalusinasi dapatmuncul dan terutama wahamcuriganya. 3Terlebih
dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia.
Adapunmenurut DSM-IV sebagai berikut:A.Gejala Karakteristik: dua
(atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagianwaktu
yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
Waham
Halusinasi
Bicara terdisorganisasi (misalnyasering menyimpang atau
inkoheresi)
Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak
adakemauan (avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham
adalah kacau atauhalusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus
mengomentari perilaku atau pikiranpasien ataudua lebih suara yang
saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
B.Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna
sejak onset gangguan,satu atau lebih fungsi utama seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatandiri, adalah jelas
di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada
masaanak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal,akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan).
C.Durasi : tanda gangguan terus-menerus menetap selama
sekurangnya 6 bulan. Pada 6bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan
fase aktif (yang memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin
termasuk gejala prodormal atau residual.
D.Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood :
gangguan skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah
disingkirkan karena : (1) tidak ada episodedepresif berat, manik
atau campuran yang telah terjadi bersama-sama gejala fase aktifatau
(2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
durasi totalnya relatifsingkat dibandingkandurasi periode aktif dan
residual.E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum.F.Hubungandengan
gangguan perkembangan pervasif3Sedangkan menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) diIndonesia yang
ke-III sebagai berikut : Harus ada sedikitnya satu gejala berikut
ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala-gejala itu kurang jelas) :a)- thought echo = isi pikiran
dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama tapi
kualitasnyaberbeda.
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalampikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
-thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b)-delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar, atau
-delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar
-delusion ofpassivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak ataupikiran,
tindakan ataupenginderaankhusus);
-delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangatkhas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
ataumukjizat;
c)Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilkau pasien,atau
-Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yangberbicara) atau
-Jenis suara halusinasilain yang berasaldari salah satu bagian
tubuh pasiend)Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajardan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, ataukekuatan dan
kemampuan di atasmanusia biasa2.6 Patofisiologi
Secara terminologi, schizophrenia berarti skizo adalah pecah dan
frenia adalah kepribadian. Scizophrenia adalah sekelompok gangguan
psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi perasaan
pikir, waham yang aneh, gangguan persepsi, afek yang abnormal.
Meskipun demikian kesadaran yang jernih, kapasitas intelektual
biasanya tidak terganggu, mengalami hendaya berat dalam menilai
realitas (pekerjaan, sosial dan waktu senggang).
Patofisiologi schizophrenia dihubungkan dengan genetic dan
lingkungan. Faktor genetic dan lingkungan saling berhubungan dalam
patofisiologi terjadinya schizophrenia. Neurotransmitter yang
berperan dalam patofisiologinya adalah DA, 5HT, Glutamat, peptide,
norepinefrin.11 Pada pasien skizoprenia terjadi hiperreaktivitas
system dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik
berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergia pada sistem
mesocortis dan nigrostriatal bertanggungjawab terhadap gejala
negatif dan gejala ekstrapiramidal) Reseptor dopamine yang terlibat
adalah reseptor dopamine-2 (D2) yang akan dijumpai peningkatan
densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien skizoprenia.
Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik
yang bertanggungjawab terhadap gejala positif. Sedangkan
peningkatan aktivitas serotonergik akan menurunkan aktivitas
dopaminergik pada sistem mesocortis yang bertanggung-jawab terhadap
gejala negatif.9
Gambar 1. Mekanisme terjadinya gejala positif dan negative pada
gangguan psikotik
a. Adapun jalur dopaminergik saraf yang terdiri dari beberapa
jalur, yaitu :
b. Jalur nigrostriatal: dari substantia nigra ke basal ganglia
fungsi gerakan, EPS
c. jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem
limbik memori, sikap, kesadaran, proses stimulus
d. jalur mesocortical : dari tegmental area menuju ke frontal
cortex kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap
stress
e. jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar
pituitary pelepasan prolaktin.9
Gambar 2. Jalur-jalur dopaminergik9Dalam anatomi manusia, sistem
ekstrapiramidal adalah jaringan saraf yang terletak di otak yang
merupakan bagian dari sistem motor yang terlibat dalam koordinasi
gerakan. Sistem ini disebut "ekstrapiramidal" untuk membedakannya
dari saluran dari korteks motor yang mencapai target mereka dengan
melakukan perjalanan melalui "piramida" dari medula. Para piramidal
jalur (kortikospinalis dan beberapa saluran corticobulbar) langsung
dapat innervasi motor neuron dari sumsum tulang belakang atau
batang otak (sel tanduk anterior atau inti saraf kranial tertentu),
sedangkan ekstrapiramidal sistem pusat sekitar modulasi dan
peraturan (tidak langsung kontrol) sel tanduk anterior.9Saluran
ekstrapiramidal yang terutama ditemukan dalam formasi reticular
pons dan medula, dan neuron sasaran di sumsum tulang belakang yang
terlibat dalam refleks, penggerak, gerakan kompleks, dan kontrol
postural. Ini adalah saluran pada gilirannya dimodulasi oleh
berbagai bagian dari sistem saraf pusat, termasuk nigrostriatal
jalur, ganglia basal, otak kecil, inti vestibular, dan daerah
sensorik yang berbeda dari korteks serebral. Semua peraturan
komponen dapat dianggap sebagai bagian dari sistem ekstrapiramidal,
karena mereka memodulasi aktivitas motorik tanpa langsung
innervating motor neuron.9Pemeriksaan CT scan dan MRI pada
penderita schizophrenia menunjukkan atropi lobus frontalis yang
menimbulkan gejala negatif dan kelainan pada hippocampus yang
menyebabkan gangguan memori.11Skizofrenia merupakan penyakit yang
mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses penyampaian pesan
secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan
sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi
neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar dopamin
tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood
yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimban;berlebihan atau
kurang; penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif
seperti yang disebutkan di atas. Penyebab ketidakseimbangan dopamin
ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada
kenyataannya, awal terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan
oleh kombinasi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang mungkin
dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain: sejarah
keluarga, tumbuh kembang ditengah-tengah kota, penyalahgunaan obat
seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi
kehamilan.
Seringkali pasien yang jelas skizophrenia tidak dapat dimasukkan
dengan mudah ke dalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan
pasien tersebut ke dalam tipe tak terinci. Kriteria diagnostic
menurut PPDGJ III yaitu :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.102.7 Diagnosis
Untuk diagnosaschizophrenia,acuan yang paling banyak digunakan
adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder, ed 4). DSM IV mempunyai kriteria diagnosis dari APA
(Amerika Psychiatric Association) untukschizophrenia. Kriteria DSM
IV sebagian besar tidak berubah dari DSM III yang direvisi
(DSM-III-R), walaupun DSM-IV menawarkan lebih banyak pilihan bagi
klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi klinis yang aktual.
Seperti pada DSM-III-R, halusinasi maupun waham tidak diperlukan
untuk diagosisschizophreniakarena pasien dapat memenuhi diagnosis
jika mereka memenuhi dua gejala yang dituliskan dalam gejala nomor
tiga sampai lima di dalam kriteria A. Kriteria B menghilangkan kata
pemburukan deteriortation di dalam variabel
perjalananschizophreniadi antara pasien-pasien. Namun demikian
kriteria B masih memerlukan gangguan fungsi selama fase aktif
penyakit. DSM-IV masih memerlukan gejala minimal 6 bulan dan tidak
adanya diagnosis gangguan schizoefktif atau gangguan mood.1
Kriteria diagnosisschizophreniaberdasarkan DSM IV:
A. Gejala karakteristik: dua (atau lebih berikut), masing-masing
ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan
(atau kurang jika diobati dengan berhasil):
Waham
Halusinasi
Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)
Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada
kemauan (avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham
adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih
suara yang saling bercakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang
bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama,
seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri
adalah jelas dibawah tingkat yang dipakai sebelum onset (atau jika
onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai
tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau pekerjaan yang
diharapkan).
C. Durasi. Tanda gangguan terus menerus menetap selama
sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya
1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang
memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk
periode gejala prodormal atau residual. Selama periode prodomal
atau residual, tanda gejala mungkin dimanifestasikan hanya oleh
gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam
kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya keyakinan yang
aneh, pengalamam persepsi yang tidak lazim).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood:
gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah
disingkirkan karena:
Tidak ada episode depresi berat, manik, atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau
Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif
dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak
disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis
umum.Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat
adanya riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan
pervasif lainnya, diagnosis tambahanschizophreniadibuat hanya jika
waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk
sekurangnya satu bulan (atau kurang jika berhasil diobati).
2.8 PenatalaksanaanA. Terapi biologis
Secara umum antipsikotik sebaiknya dimulai pada dosis rendah.
Dosis tersebut dipertahankan selama 4 - 6 minggu, kecuali terdapat
gejala psikotik atau agresif atau sulit tidur yang parah.
Peningkatan dosis yang terlalu cepat akan meningkatkan risiko
terjadinya gejala ekstrapiramidal dan gejala negative sekunder
tanpa adanya kegunaan dari antipsikotik itu sendiri. Penggunaan
obat parenteral short-acting untuk pasien baru sebaiknya dihindari.
Namun terapi dengan obat long-acting tidak boleh diberikan kecuali
pada pasien dengan riwayat tidak responsive dengan bentuk
pengobatan lain. Penggunaan dosis tinggi untuk pengobatan skizofren
akut tidak memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan
penggunaan dosis rata-rata. Beberapa studi mengatakan bahwa
penundaan pemberian antipsikotik akan memberikan outcome yang lebih
buruk, diperkirakan karena beberapa aspek pada psikosis secara
biologis toksik terhadap struktur otak.1
Beberapa pasien memberikan respon terhadap antipsikotik dalam
minggu pertama pengobatan atau bahkan pada hari pertama. Kebanyakan
akan tidak memberikan respon dalam 2 6 minggu. Namun tidak
disarankan untuk memutuskan obat dan mengganti dengan jenis yang
lain sebelum pengobatan mencapai 4 6 minggu, kecuali terdapat efek
samping atau gejala ekstrapiramidal yang tidak sesuai dengan
pengobatan.
Penggunaan beberapa antipsikotik pada waktu bersamaan harus
dihindari, khususnya penggunaan antipsikotik tipikal yang diberikan
secara oral dan parenteral, kecuali pengobatannya memang sedang
dialihkan dari intramuscular menjadi oral terapi. Pada beberapa
kasus bila antipsikotik tidak dapat mengontrol rasa cemas dan
agitasi yang berlebihan, penggunaan benzodiazepine dapat
diberikan.
A.1. Antipsikotik tipikal
Obat antipsikotik tipikal disebut juga antipsikotik konvensional
atau antipsikotik generasi 1 (APG-1).2 Obat antipsikotik tipikal
ini memiliki mekanisme kerja sebagai dopamin reseptor antagonis
(DRA). Sejak ditemukannya klorpromazine (CPZ) pada tahun 1950,
pengobatan skizofren mengalami kemajuan. CPZ dan antipsikotik
lainnya yang mirip mengurangi gejala positif dari skizofren sampai
70 %, Namun untuk gejala negatifnya, antipsikotik tipikal memiliki
efek yang kurang, begitu juga efek terhadap gangguan mood dan
gangguan kognisinya.
APG-1 memiliki cara kerja mengurangi aktifitas dopaminergik
dengan cara memblok reseptor D2. dengan pemanjangan inaktifasi
mesolimbik dan dopamine mesokortikal dan dopamine pada badan nigra
pada otak, akan memberikan efek antipsikotik dan ekstrapiramidal.
Pada penggunaan benzamide (sebagai contoh sulpiride dan
amisulpride) sebagai terapi substitusi, dimana benzamide merupakan
antagonis D2 yang kuat dan juga selektif, obat ini juga memiliki
kemampuan untuk mengikat reseptor neurotransmitter lainnya. Dengan
kesamaan cara kerja ini, obat tersebut menunjukan sedikit perbedaan
kemanjuran pada pengobatan.
Pemilihan obat antipsikotik tipikal didasarkan oleh banyak
pertimbangan, termasuk adanya preparat obat long-acting. Obat
potensi ringan (dosis maksimal 300 mg/ hari seperti CPZ,
thioridazine, mesoridazine) lebih memiliki efek sedative dan
hipotensi dibanding dengan obat dengan potensi tinggi seperti
haloperidol dan fluphenazine. Obat potensi tinggi dapat
mengakibatkan gejala ekstrapiramidal lebih sering disbanding dengan
potensi rendah. Namun kedua obat ini memberikan efek yang sama
dalam mengurangi agitasi.
Jika pasien memiliki riwayat pengobatan dan tidak terdapat
gejala ekstrapiramidal, obat potensi tinggi seperti haloperidol dan
fluphenazine menjadi pilihan utama.1 jika terdapat gejala
ekstrapiramidal, obat antikolinergik seperti benztropine, biperiden
atau trihexyphenidyl dapat digunakan atau dapat diganti obat
menjadi obat potensi sedang (seperti trifluoperazine) atau potensi
ringan. Antipsikotik atipikal juga menjadi pilihan jika terdapat
gejala ekstrapiramidal. Gejala ekstrapiramidal yang tidak teratasi
dapat menyebabkan gejala negative dan kurangnya kepatuhan minum
obat.
Kemampuan terhadap reseptor D2, 5-HT dan muskarinik merupakan
kunci dari sebuah obat antipsikotik menyebabkan gejala
ekstrapiramidal. Efek samping lainnya adalah ginekomastia,
impotensi dan amenorea merupakan sebab dari blockade reseptor DA.
Peningkatan berat badan adalah karena blockade reseptor 5-HT dan
H1. Penelitian mengatakan bahwa dosis rendah antipsikotik tipikal
(haloperidol dan risperidone) lebih efisien karena dapat memberi
perbaikan secara cepat dan tanpa efek samping yang berarti. Sebagai
contoh, dosis haloperidol 5 10 mg/hari sudah cukup untuk kebanyakan
pasien dengan psikosis akut. Meningkatkan dosis tidak boleh
dilakukan sebelum 4 minggu terapi. Untuk risperidone 1 4 mg/hari
sudah cukup untuk menghindari efek samping ekstrapiramidal.
Untuk pasien kronik yang tidak patuh untuk terapi oral, setiap 2
minggu atau setiap bulan dapat diberikan injeksi fluphenazine
decanoate 12.5 50 mg atau haloperidol decanoate 25 100 mg. Hal
tersebut akan mengurangi gejala kambuh secara signifikan.
A.2. antipsikotik atipikal
a. Clozapine
Clozapine merupakan satu-satunya antipsikotik yang
memperlihatkan efek yang dapat mengurangi gejala positif dan
negatif pada pasien yang gagal dengan terapi antipsikotik tipikal.
Obat ini juga hampir tidak memberikan efek ekstrapiramidal,
termasuk akathisia. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
clozapine memiliki daya ikat yang kuat terhadap reseptor serotonin
(5-HT), adrenergik (1,2), muskarinik, dan histaminergik.
Clozapine telah digunakan pada ratusan pasien di negara barat
selama kurang lebih 20 tahun dan tidak ada kasus tardive diskinesia
yang dilaporkan. Respon terhadap penggunaan clozapine bisa mencapai
6 bulan. Sindrom negatif cenderung membaik paling lama. Respon
terhadap clozapine biasanya hanya sebagian, namun untuk
pasien-pasien parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi
lain, perubahan dengan obat ini bisa terlihat drastis. Keuntungan
terbesar dari clozapine adalah rendahnya kemungkinan untuk
menyebabkan granulositopeni dan agranulositosis (sekitar 1%)1.
Sehingga di Amerika Serikat, clozapine digunakan hanya untuk
pasien-pasien skizofren yang telah gagal dengan terapi antipsikotik
tipikal atau dengan antipsikotik tipikal memberikan gejala
ekstrapiramidal atau tardive diskinesia. Meskipun jarang terdapat
efek agranulositosis, sel darah putih pasien harus dimonitor setiap
2 minggu. Bila sel darah putih turun di bawah 3000 /mm3, pemakaian
harus dihentikan. Clozapine juga dapat menyebabkan leukositosis dan
eosinofilia pada tahap-tahap awal. Perkembangan dari gangguan
tersebeut tidak dapat dijadikan patokan sebagai terjadinya
agranulositosis. Efek samping lainnya dari clozapine adalah sedasi,
peningkatan berat badan, kejang, gejala obsesif kompulsif,
hipersalivasi, takikardi, hipotensi, hipertensi, gagap,
inkontinensia urin, konstipasi, dan hiperglikemi. Efek samping
tersebut biasanya dapat diatasi dengan penurunan dosis. Untuk
kejang harus ditangani dengan anti konvulsan seperti asam
valproat.
Dosis clozapine untuk kebanyakan pasien antara 100 900 mg/hari.
Peningkatan dosis harus dilakukan perlahan-lahan mengingat adanya
efek samping takikardi dan hipotensi. Dosis biasanya dimulai pada
25 mg/hari, kemudian sampai pada dosis 500 mg/hari dan biasanya
diberikan sehari 2x.
Clozapine terbukti dapat mengurangi depresi dan gejala ingin
bunuh diri. Clozapine juga dilaporkan dapat meningkatkan beberapa
aspek kognitif terutama kemampuan bicara, pemusatan pikiran, dan
memory recall. Clozapine juga menunjukan dapat meningkatkan fungsi
bekerja dan kualitas kehidupan pasien. Tidak ada data yang
menunjukan bahwa clozapine efektif terhadap kasus skizotipal atau
gangguan personalitas skizoid.
b. Risperidon
Risperidon merupakan golongan benzisoxazole. Risperidon memiliki
efek mengurangi gejala positif dan negatif yang lebih baik daripada
haloperidol. Namun tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa
risperidon efektif terhadap pasien yang gagal terapi dengan
antipsikotik tipikal. Risperidon juga dapat meningkatkan fungsi
kognitif. Risperidon mempunyai kecenderungan untuk dapat
menyebabkan tardive diskinesia, sehingga pemakaian risperidon
biasanya dalam dosis rendah (4 8 mg/hari) namun lebih efektif
dibanding dengan obat antipsikotik tipikal dengan dosis yang sama.
Beberapa pasien memberi efek pada dosis 2 mg/hari, namun ada juga
yang memberi respon pada 10 16 mg/hari. Pada dosis 2 -4 mg/hari,
gejala ekstrapiramidal biasanya ringan. Risperidon memiliki ikatan
pada reseptor D2 yang lebih kuat daripada clozapine.
Risperidon merupakan pilihan untuk pasien yang memberi respon
baik terhadap antipsikotik tipikal yang ditandai dengan penurunan
gejala positif, namun memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal
dan gejala negatif sekunder. Risperidon juga efektif untuk menekan
tardive diskinesia. Efek samping risperidon selain gejala
ekstrapiramidal adalah akathisia, peningkatan berat badan,
disfungsi seksual, penurunan libido, dan galaktorea. Tidak seperti
clozapine, risperidon meningkatkan serum prolaktin. Tidak ada
laporan bahwa risperidon dapat menyebabkan agranulositosis.
c. Olanzapine
Merupakan salah satu obat antipsikotik tipikal yang terbaru.
Olanzapine memiliki struktur yang mirip dengan clozapin, dan
memiliki risiko yang rendah untuk terjadinya gejala
ekstrapiramidal, efektif terutama dalam mengatasi gejala negatif,
dan memiliki efek minimal terhadap prolaktin. Olanzapine terbukti
lebih efektif daripada haloperidol dalam mengatasi gejala positif.
Dosis anjuran olanzapin dimulai pada 10 mg/hari, sehari sekali.
Kebanyakan pasien memerlukan 10 25 mg/hari, namun dosis sebaiknya
dinaikan secara perlahan. Sama seperti clozapine, respon
perngobatan dapat baru terlihat setelah beberapa bulan.
Olanzapine memberi efek samping gangguan ekstrapiramidal dan
tardive diskinesia yang lebih ringan dibanding haloperidol. Efek
samping terbesar dari olanzapin adalah peningkatan berat badan dan
sedasi. Efek samping lainnya adalah mengantuk dan peningkatan kadar
transaminase hepar.
d. Quetiapine, Sertindole dan Ziprasidone
Ketiga obat tersebut merupakan obat antipsikotik terbaru yang
dapat memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal lebih sedikit.
Seperti clozapine, risperidon dan olanzapin, ketiga obat ini lebih
poten terhadap reseptor 5HT antagonis dibanding dengan D2
antagonis.
Quentiapine merupakan dibenzothiazepine dengan potensi yang kuat
tehadap reseptor 5-HT2, 1, dan H1. Quentiapine juga memiliki
kemampuan memblok yang sedang terhadap reseptor D2 dan kemampuan
yang kecil pada reseptor M. Dengan dosis 150 180 mg/hari dalam 2 3
sehari, quetiapine memberi hasil dalam mengatasi gejala positif dan
negatif. Efek samping utama dari obat ini adalah rasa mengantuk,
mulut kering, peningkatan berat badan, agitasi, konstipasi, dan
hipotensi ortostatik.
Sertindole merupakan golongan imidazolidonone yang memiliki
potensi kuat terhadap reseptor 5-HT2, D2, dan 1. untuk mengurangi
gejala positif, digunakan dosis 12 24 mg/hari, setara dengan
haloperidol dengan dosis 4 16 mg/hari. Sertindole pada dosis 20 24
mg/hari memiliki efek lebih besar pada gejala negatif dibanding
dengan haloperidol. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala,
takikardi, pemanjangan interval Q-T, penurunan pompa jantung,
peningkatan berat badan, kongesti nasal, mual, dan insomnia.
Sertindole memiliki masa kerja yang panjang, yaitu 1 4 hari,
sehingga dapat diberikan sehari 1x.
Ziprasidone memiliki potensi 10x lebih kuat terhadap reseptor
5-HT2 dibanding dengan reseptor D2. Ziprasidone hampir tidak
memberikan gejala ekstrapiramidal namun sama efektifnya dengan
penggunaan haloperidol. Ziprasidone efektif untuk menangani gejala
positif dan negatif pada pasien dengan gejala skizofren akut. Efek
samping ziprasidone adalah terutama sedasi.
B. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik (TKL) atau yang dalam bahasa Inggris
Electroconvulsive Treatment (ECT) jarang digunakan saat ini karena
begitu mudahnya pemakaian obat-obatan antipsikotik. Terapi TKL
dapat berguna sebagai terapi tambahan pada terapi obat antipsikosis
berbagai jenis, termasuk clozapine, terutama untuk pasien yang
memiliki respon yang kurang terhadap dan perlu pengontrolan
perilaku agitasi dengan cepat. TKL dapat digunakan pada pasien yang
tidak merespon terhadap obat-obatan, namun tidak ada data yang
menunjukan pemakaian TKL dapat dilakukan pada pasien skizofren.
C. Terapi Psikososial
Meskipun obat antipsikotik merupakan pilihan utama dari
pengobatan skizofrenia, terapi nonfarmakologis juga mempunyai peran
yang penting bagi kesembuhan pasien. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan minum obat, mendukung pasien, melatih pasien
untuk mandiri, meningkatkan fungsi social dan fungsi bekerja serta
mengurangi beban orang yang menanggungnya. Memberi pelatihan dan
dukungan kepada anggota keluarga merupaqkan hal yang penting
terhadap keseluruhan proses pengobatan.
Pada kebanyakan system kesehatan, program manajemen pengobatan
telah dikembangkan menjadi model program yang tidak mahal,
dibandingakan dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Terdapat
seorang pengelola yang akan membantu pasien mencari tempat tinggal,
mengatur keuangan, memperoleh akses ke klinik psikiatri maupun
tempat rehabilitasi, dan akan menjelaskan tentang kegunaan
obat-obat yang dipakai. Dengan demikian, hal tersebut akan
memunkinkan pasien untuk hidup seminimal mungkin, atau bahkan tidak
sama sekali, dalam pengawasan tenaga medis, khususnya tenaga medis
bagian kejiwaan. 2.9 Prognosis
Prognosis pasien schizophrenia ditentukan oleh faktor-faktor
berikut:
Tabel 1. Prognosis pasien skizofreniaPrognosis BaikPrognosis
Buruk
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita skizofreniaAda riwayat
keluarga yang menderita skizofrenia
Perilaku dan personalitas premorbid yang baik Perilaku dan
personalitas premorbid yang buruk (kepribadian skizoid)
Late onset Onset cepat
Sudah menikah Lajang, bercerai atau menjanda
Onset akutInsidious onset (onset tersembunyi)
Faktor presipitasi nyataTak ada faktor presipitasi yang
nyata
Gejala kelainan mood terutama kelainan depresif Tanda dan gejala
gangguan neurologisPerilaku autistik, cenderung menarik diri
Gejala positif (Positive symptoms) Gejala negatif (Negative
symptoms)
Tidak ada remisi dalam 3 tahunSering kambuh
Riwayat trauma perinatal
2.10 Komplikasi1. Kematian akibat usaha bunuh diri (suicidal
attempt) Bunuh diri.
2. Membunuh orang lain.
3. Alkoholik.
2.11 Kompetensi Dokter Umum
3B : Dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter dapat memutuskan
dan memberikan terapi awal, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(kasus gawat darurat)BAB III
SIMPULANDari tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa: 1. Skizofrenia adalah gangguan mental atau
kelompok gangguan yang ditandai olehkekacauan dalam bentuk danisi
pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood(contohnya
afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya
dengan dunialuar serta dalam hal tingkah laku.1,2Menurut DSM-IV,
adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe
paranoid,terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak
tergolongkan dan residual. Untuk istilahskizofrenia simpleks dalam
DSM-IV adalah gangguan deterioratif sederhana.32. Gejala
Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagianwaktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
Waham
Halusinasi
Bicara terdisorganisasi (misalnyasering menyimpang atau
inkoheresi)
Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak
adakemauan (avolition).3. Beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang menderita skizofrenia di kemudian hari antara lain
riwayat skizofrenia dalam keluarga, perilaku premorbid, stress
lingkungan,status sosial ekonomi rendah , keterlibatan gen
alpha-7nicotine receptor, DISC 1, GRM 3, COMT, NGR 1, RGS 4, dan
G27, Komplikasi masa kehamilan dan persalinan, bentuk tubuh,
penyalahgunaan obat-obatan,dan usia ibu saat hamil di atas 60
tahun
4. Penatalaksanaan pasien schizophrenia menggunakan model
multimodalitas yang menggabungkan psikofarmaka dan psikoterapi.
Psikofarmaka dapat digunakan antipsikotik tipikal maupun atipikal.
Untuk psikoterapi membutuhkan keterlibatan individu, tenaga
kesehatan, keluarga dan lingkungan yang mendukung kesembuhan
pasien
5. Prognosis pasien baik ditentukan oleh riwayat keluarga ttg
gangguan mood/afektif, perilaku dan personalitas premorbid yang
baik, sudah menikah, onset akut, gejala kelainan mood terutama
kelainan depresif, gejala positif (positive symptoms) , sistem
pembantu (support systems) yang baik. DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan and Saddock.Comprehensive Textbook Of Psychiatry.7th
Ed.Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.2. Kazadi N.
J. B, dkk.Factors as Sociated With Relaps in Schizophrenia South
AfricanJournal of Psychiatry, Vol 14, No 2. 2008 3. Hawari,
Dadang:Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta, 2006.4. Sinaga,RB. Skizofrenia dan
Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 20075. Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994. 6. Maramis
WF. Skizofrenia, Catatan ilmu kedokteran jiwa. ed 7. Surabaya7.
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan
Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.8. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public
Health. WHO. 1998. 6-13. Available
from:www.who.int/mental_health/media/en/55.pdf[Diakses pada 5 Maret
2014]9. Ikawati, Zullies. 2009. Zullies Ikawatis Lecture Notes :
Skizophrenia. Yogyakarta: UGM10. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.11. Price, Wilson. 2006.
Patofisiologi. Jakarta: EGC12. Meltzer HY, Fatemi SH.
Schizophrenia. Dalam Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B, editor.
Current diagnosis & treatment in psychiatry. Singapore:
McGrew-Hill, 2000. 271-5.13. Amir N. Dalam Buku ajar psikiatri.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.178-941