A
A.PengertianIleus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau
gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering
berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau
perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi,
obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi
saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus adalah
gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut. (http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.htm). Ileus
Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson.
(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/).
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi
usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien
tidak dapat buang air
besar.(http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/tidak-bisa-buang-air-besak-karena-usus.html).
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana
pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu
berhenti. (www.medicastore.com). Dari keempat definisi di atas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah
gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak dengan
nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air
besar.
B. Etiologi
1. Pembedahan Abdomen
2. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada
dinding usus
3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
4. Pneumonia
5. Sepsis
6. Serangan Jantung
7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
10. Mesenteric ischemia
C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan
oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah
obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi
utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar
8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke
sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik
simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi
sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus
menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan
sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan
peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.
2. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri
abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat
sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi
fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang
peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik
arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi
terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah
obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi
maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan
volume plasma. b. Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat
kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus
tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir
terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan
obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar
melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri
abdomen bawah. 3. Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin
toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi
tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai
di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis
generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala,
batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan,
defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada
kematian.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest
2. Konservatif
a. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal
peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness
dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus
lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan
laparatomi. E. Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan
dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan
spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga,
observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim
kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis ataupun
catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus
Paralitik adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien
saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita,
apakah sebelumnya pernah sakit sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi,
pola pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai
kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang
mendukung kesehatan klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari
hari dan pola aktivitas tidur.
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi, yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu
hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka
operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor,
invaginasi, hernia, rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris,
kelopak mata normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau tidak,
sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi
terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam
telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal,
ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak
peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah
bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan
kulit, keadaan rambut.
b Palpasi
1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah
epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen Ptechiae
c Auskultasi
d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi.
Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai
hilang.
e Perkusi
Hipertimpani
7. Pemeriksaan Diagnostika. Radiologi Foto polos berisikan
peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga
dan air fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi.b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
F. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan Ileus Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008
adalah sebagai berikut :1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium
berhubungan dengan proses patologis penyakitnya. 2. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan anoreksia.3. Potensial terjadi syok
hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.4.
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.5. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal
seluruh tubuh.6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit,
diet, dan perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan
kurangnya informasi.7. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan
kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien
G. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan
proses patologis penyakitnya Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri
terpenuhiKriteria hasil : Nyeri hilang / berkurangRencana tindakan
:a. Kaji tingkat nyeriRasional : Untuk mengetahui seberapa berat
rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pemberian terapi sesuai
indikasi.b. Berikan posisi senyaman mungkinRasional : Untuk
mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.c. Berikan
lingkungan yang nyamanRasional : Untuk mendukung tindakan yang
telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.d. Kolaborasi dalam
pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp
).Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksiaTujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan
nutrisi terpenuhiKriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan
bertambah, makan habis satu porsiRencana tindakan :a. Kaji keluhan
mual, sakit menelan dan muntahRasional : Untuk menilai keluhan yang
ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi.b. Kolaborasi
pemberian obat anti emetik (Antacid )Rasional : Membantu mengurangi
rasa mual dan muntah.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik tidak
terjadiKriteria hasil : Tanda tanda vital dalam batas normal,
volume cairan tubuh seimbang, intake cairan terpenuhi.Rencana
tindakan :a. Monitor keadaan umumRasional : Menetapkan data dasar
pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.b.
Observasi tanda tanda vitalRasional : Merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.c. Kaji intake dan output
cairanRasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairand. Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravenaRasional : Untuk memenuhi
keseimbangan cairan
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasiTujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
gangguan pola eliminasi tidak terjadiKriteria hasil : Pola
eliminasi BAB normalRencana tindakan :a. Kaji dan catat frekuensi,
warna dan konsistensi fecesRasional : Untuk mengetahui ada atau
tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.b. Auskultasi
bising ususRasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.c. Anjurkan klien untuk minum banyakRasional :
Untuk merangsang pengeluaran feces.d. Kolaborasi dalam pemberian
terapi pencahar (Laxatif)Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam
pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal
- pegal seluruh tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur
teratasiKriteria hasil : Pola tidur terpenuhiRencana tindakan :a.
Kaji pola tidur atau istirahat normal pasienRasional : Untuk
mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan
kelainan pada pola tidur.b. Beri lingkungan yang nyamanRasional :
Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.c. Batasi
pengunjung selama periode istirahatRasional : Untuk menjaga
kualitas dan kuantitas tidur pasiend. Pertahankan tempat tidur yang
hangat, bersih dan nyamanRasional : Supaya pasien dapat tidur
dengan nyamane. Kolaborasi pemberian terapi analgetikaRasional :
Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien
6. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan kondisi pasien
yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasienTujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan
tidak terjadiKriteria hasil : Kecemasan berkurangRencana tindakan
:a. Kaji rasa cemas klienRasional : Untuk mengetahui tingkat
kecemasan pasienb. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan
keluargaRasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara
perawat dan pasien.c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur
yang dilakukan terhadap klien Rasional : Agar pasien mengetahui
tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 324 jam diharapkan pengetahuan pasien
meningkat.Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien
meningkatRencana Tindakan :a. Jelaskan pada pasien tentang
penyakitnyaRasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya
dan mendapatkan informasi yang akurat.b. Berikan waktu untuk
mendengarkan emosi dan perasaan pasienRasional : Agar pasien dapat
mengungkapkan perasaannya kepada perawatc. Beri penyuluhan mengenai
penyakitnyaRasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai penyakitnya.
H. Pelaksanaan KeperawatanPelaksanaan keperawatan adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendi, 1999). Ada
tiga fase dalam tindakan keperawatan, yaitu : 1. Fase Persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan
dan keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan
lingkungan. 2. Fase Intervensi Merupakan puncak dari implementasi
yang berorientasi pada tujuan dan fokus pada pengumpulan data yang
berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan
kewenangan dan tanggung jawab secara professional, yaitu : a.
Secara Mandiri ( Independen ) Adalah tindakan yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit
), misalnya : 1) Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari
hari 2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus 3)
Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
secara wajar. 4) Menciptakan lingkungan terapeutik b. Saling
ketergantungan / kolaborasi ( Interdependen ) Adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau
kesehatan lainnya seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan,
dsb. c. Rujukan / Ketergantungan Adalah tindakan keperawatan atas
dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis,
psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada penatalaksanaanya
tindakan keperawatan dilakukan secara : 1) Langsung : Ditangani
sendiri oleh perawat 2) Delegasi : Diserahkan kepada orang lain /
perawat lain yang dapat dipercaya 3. Fase Dokumentasi Merupakan
terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi dilakukan
dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan.
I. Evaluasi KeperawatanAdalah mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien.Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara,
yaitu :1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga2.
Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil
yang dicapai dan perubahan tingkah laku klien.
Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :a. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera.b. Evaluasi Sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil
observasi dan analisis status pasien p pada saat tertentu
berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada
tahap perencanaan. Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh
perawat dalam memutuskan / menilai :1) Tujuan tercapai : Jika klien
menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan
perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah
ditetapkan.3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama sekali dan akan timbul masalah
baru.
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan
klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya
pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut
maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis. 1Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan
dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh
hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan
oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. 1Ileus
lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan
yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi
usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan
penyebab untuk mencegah kematian. 2Obstruksi kolon sering
disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti volvulus,
hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi
kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan
sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis
operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang
penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon,
penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi,
tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini
yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan
kompleks daripada obstruksi usus halus. 3Mengingat penanganan ileus
dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat
berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan
oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan
kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada
faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien
ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus.
Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda dari
satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti
mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien
yang ditangani secara konservatif.
A. Definisi1. Ileus adalah hilangnya pasase isi usus.
2. Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi
usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. 43. Ileus Paralitik
adalah hilangnya peristaltic usus sementara. 5B. Klasifikasi1.
Ileus Mekanik 21.1 Lokasi Obstruksi
1.1.1 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
1.1.2 Letak Tengah : Ileum Terminal
1.1.3 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
1.2 Stadium
1.2.1 Parsial : menyumbat lumen sebagian
1.2.2 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
1.2.3 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 62. Ileus
Neurogenik
2.1 Adinamik : Ileus Paralitik
2.2 Dinamik : Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6C. Etiologi1. Ileus
Obstruktif 2 3 4 6 10a. Hernia Inkarserata
b. Non Hernia
i. Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi 8iv. Volvulus 7 9v. Malformasi Usus
2. Ileus Paralitik 5 10 11a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia 5 6 11D. PatofisiologiPeristiwa
patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik
di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang. 12Perubahan patofisiologi utama
pada obstruksi usus dapat dilihat pada Gambar-2.1. Lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh
karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
setiap hari10, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. 12Gambar-2.1. Patofisiologi
Obstruksi Usus 12
Obstruksi Mekanik Simple.Pada obstruksi simple, hambatan pasase
muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan
cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah
yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal
distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi
sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia,
nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. 4Obstruksi
Strangulata.Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus
umumnya dihubungkan dengan hernia inkarserata, volvulus,
intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal
dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi
udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. 4A.
Diagnosis1. Subyektif -AnamnesisGejala Utama: 13 Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat
kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat
didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah.
Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri
perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat
menjurus pada adanya adhesi usus.2 Onset keluhan yang berlangsung
cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang
lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.2 32.
Obyektif-Pemeriksaan FisikA. StrangulasiAdanya strangulasi ditandai
dengan adanya lokal peritonitis seperti: 13 Takikardia
Pireksia (demam)
Lokal tenderness dan guarding Rebound tenderness Nyeri lokal
Hilangnya suara usus lokal
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 4B.
Obstruksi InspeksiPerut distensi, dapat ditemukan kontur dan
steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.2 3 7 8
AuskultasiHiperperistaltik, bising usus bernada tinggi,
borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah
sampai hilang.13 15 PerkusiHipertimpani
PalpasiKadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi,
hernia.
Rectal Toucher- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease-
Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis 2 3 RadiologiFoto
Polos:Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran
anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus.
C. ParalitikPada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi
abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada
gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus
atau besar tanpa air-fluid level. 5Tabel-2.1. Perbandingan Klinis
bermacam-macam ileus.15Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah
borborigmi Bising usus Ketegangan abdomen
Obstruksi simple tinggi ++
(kolik) + +++ Meningkat -
Obstruksi simple rendah +++
(Kolik) +++ +
Lambat, fekal Meningkat -
Obstruksi strangulasi ++++
(terus-menerus, terlokalisir) ++ +++ Tak tentu
biasanya meningkat +
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi vaskuler +++++ +++ +++ Menurun +
A. Penanganan Ileus1. Konservatif Penderita dirawat di rumah
sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte Dipasang kateter urin untuk
menghitung balance cairan.
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus
paralitik.
2. Farmakologis 4 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob
dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif 10 14 Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi
bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi,
volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
o Lisis pita untuk band
o Herniorepair untuk hernia inkarserata
o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
o Reseksi usus dengan anastomosis
o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
B. Komplikasi 2 3 Nekrosis usus
Perforasi usus
Sepsis
Syok-dehidrasi
Abses
Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
Pneumonia aspirasi dari proses muntah
Gangguan elektrolit
Meninggal
C. Prognosis Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik
pasien sebelumnya.
Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari
penyakit yang mendasarinya.2 3DAFTAR PUSTAKA1. Sjamsuhidajat, R.;
Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
1. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction.
Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and
Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29,
2004.
1. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B.,
Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J.
http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
1. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction.
http://www.Merck.com.
1. Anonym. Ileus. http://www.Merck.com.
1. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup, V.:
Gastrointestinal disease. In Oxford handbook of clinical surgery.
Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London:
Oxford University Press, 2002. p: 214-296.
1. Hebra, A., and Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor:
DuBois, J.J., Konop, R., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S.
http://www.emedicine,com. Last Updated: February 25, 2004.
1. Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle,
M.L., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S.
http://www.emedicine,com. Last Updated: June 10, 2004.
1. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R.,
Piccoli, D., Schwarz, S. and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.
1. Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam
Buku Ajar Bedah Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston,
D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa:
Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
1. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus,
Non-mechanical Bowel Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
1. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor
terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
1. Browse, Norman, L. An Introduction to the Symptoms and Signs
of Surgical Disease. 3rd Edition. London: Arnold, 1997.
1. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan
Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De
Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
1. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah.
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.
BedahIleus DEFINISIIleus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik)
adalah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding
usus untuk sementara waktu berhenti.
Seperti halnya penyumbatan mekanis, ileus juga menghalangi
jalannya isi usus, tetapi ileus jarang menyebabkan perforasi.
PENYEBABIleus mungkin disebabkan oleh : - Suatu infeksi atau
bekuan darah di dalam perut - Aterosklerosis yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke usus - Cedera pada pembuluh darah usus
- Kelainan di luar usus, seperti gagal ginjal atau kadar elektrolit
darah yang abnormal (misalnya rendah kalium, tinggi kalsium) -
Obat-obat tertentu - Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
24-72 jam setelah pembedahan juga biasa terjadi ileus.
GEJALAGejala ileus adalah: - kembung - muntah - sembelit yang
berat - kram perut.
DIAGNOSAPada pemeriksaan dengan stetoskop, suara bising usus
berkurang atau hilang sama sekali.
Foto rontgen perut menunjukkan lingkaran usus yang
menggembung.
Kadang dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus
besar) untuk mengevaluasi keadaan.
PENGOBATANPembentukan gas dan cairan karena ileus harus
dihilangkan. Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus besar
melalui anus untuk mengurangi tekanan. Selang lainnya yang
dihubungkan dengan alat penghisap, dimasukan melalui hidung menuju
ke lambung atau usus halus, untuk mengurangi tekanan dan
peregangan.
Penderita tidak boleh makan atau minum apapun sampai krisisnya
teratasi.
Cairan dan elektrolit diberikan melalui infus.
ILEUS PARALITIKPENGERTIANIleus paralitik adalah keadaan abdomen
akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami dismolititas). pasien tidak dapat buang air
besar.DIAGNOSISPerut kembung (distensi), bising usus menurun dan
menghilangMuntah, bisa disertai diare, tak bisa buang air besar
Dapat disertai demamKeadaan umum pasien sakit ringan sampai berat,
bisa disertai penurunan. kesadaran, syokPada colok dubur: rektum
tidak kolaps.tidak ada kontraksiAdanya penyakit yang meningkatkan
risiko: batu empedu. trauma, tindakan bedah di abdomen, DM,
hipokalemia. obat spasmolitik. pankreatitis akut. pneumonia, dan
semua jenis infeksi tubuh.
Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien sakit ringan sampai
berat, bisa disertai penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi,
syok. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi. bising usus
yang menurun sampai hilang.
DIAGNOSIS BANDINGIleus obstruktifPEMERIKSAAN PENUNJANGDPL,
amilase-lipase, gula darah, kalium serum, dan analisis gas darah.
Foto abdomen 3 posisiTERAPINon farmakologis:Puasa dan nutrisi
parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin
melalui duburPasang selang lambung dan dekompresi
Pasang kateter urinFarmakologis:Infus cairan, rata-rata 2,5-3
liter/hari disertai elektrolitNatrium dan kalium sesuai kebutuhan /
24 jamNutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal
ditambah kebLtuhan lainTerapi etiologiSyok hipovolemik, septikemia
sampai dengan sepsis, malnutrisiPROGNOSISDubia ad bonam
HEMATOSKEZIAPENGERTIANHematoskezia adalah buang air besar berupa
darah segar berwarna merah yang berasal dari saluran cerna bagian
bawahDIAGNOSIS- Buang air besar berupa darah merah segar sampai
merah tua - Demam bila penyebabnya infeksi usus- Nyeri perut di
alas umbilikus seperti kejang kolik, atau perut kanan bawah yang
hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa - Dapat
disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik -
Bising usus menurun atau menghilang - Berat badan dapat menurun-
Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak
biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular.
dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit,
sendi dan radang mata.
DIAGNOSIS BANDINGMelena. hemoroid, infeksi usus, penyakit usus
inflamatonik,Divertikulosis kolon dan/atau usus halus.
angiodiplasia. lumor kolon dan/atau usus halus, kolitis iskemik.
kolilis radiasi
PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboralorium:DPL tiap 6 jam. analisis gas
darah, elektrolitPcmeriksaan hemostatis lengkapPemeriksaan etiologi
: Kultur Widal-Gall, serologi amuba. serologi IDT amuba, kultur
Salmonella-Shigella feses-unn. pemeriksaan mikroskopik parasil di
feses.
Kolonoskopi. ileoskopi.jejunoskupi dan biopsi. Pada demam tifoid
kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan
keadaan umum membaik
Foto abdomen 3 posisi:Colon in loop kontras gandaUSG abdomenCT
Scan abdomen / foto usus halusFoto dadaEKG
TERAPINon farmakologis: puasa, perbaikan hemodinamik jika
hemodinamik stabil dapat nutrisi enteralFarmakologis :Transfusi
darah PRC/WB sampai dengan Hb > 10 gr%Infus cairan.Pengobatan
infeksi sesuai penyebabBila ada kelainan hemostasis diobati sesuai
penyebabnya
KOMPLIKASISyok hipovolemik, gagal ginjal akut anemia karena
perdarahan
PROGNOSISDubia ad bonam