BAB IILEUS PARALITIK
I.1. PENDAHULUANIleus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan
suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit
primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos
usus.Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus
yang terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti keadaan otot polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem
saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca
operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara
24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung pada lamanya
operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus
berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam
lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan
menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra
sering menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula
kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan
elektolit terutama hipokalemia merupakan penyebab yang cukup
sering.(1)Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan
oleh mekanik dan non mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000
orang.ileus akibat meconium tercatat 9-33 % dari obstruksi ileus
pada kelahiran baru.(4)
BAB IIPEMBAHASAN
II.1. Definisi Ileus ParalitikIleus paralitik atau adynamic
ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.(1)Ileus merupakan
kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.(2)
II.2. Anatomi Usus (5)Usus halus merupakan tabung yang kompleks,
berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal.
Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada
kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah
abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum,
dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada
sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting
berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,
mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan
jejunum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa
yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini
berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira
duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis
media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis
dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan
jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal
sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior
abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri
vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang
arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum
yang memgbentuk messenterium. Usus besar merupakan tabung muskular
berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang
terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus besar
dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon
dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan
sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis
kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon
transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura
koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum,
waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk
fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi
kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid
bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis
dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri
sebagai anus dalan perineum.
Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.
II.2.1. Histologi(5)Dinding usus halus dibagi kedalam empat
lapisan:1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum,
tak lengkap di atas duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus
mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran
visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.2. Tunica
Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica
muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan
berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum
longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir
membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach)
dan saluran limfe terletak diantara kedualapisan otot.3. Tela
Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina
muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini
berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di
samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.4. Tunica
Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum,
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang
berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini
ditutup dengan tonjolan, villi.. Usus halus ditandai oleh adanya
tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu
fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan
sirkular yang dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi)
yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan
ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada
radiogram.2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari
dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di
sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat
dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa
menyerupai beludru.3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai
jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada permukaan luar setiap
villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan
usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar 2.00
cm. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah
luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu menigkat seribu
kali lipat. Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti
juga bagian usus lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang
khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar
tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan
taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian
rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan
tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel
goblet daripada usus halus.
II.2.2 Vaskularisasi(5)Pada usus halus, arteri mesentericus
superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis
superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh
bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis
inferior, suatu cabangarteri mesenterica superior.
Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini
beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade.
Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica.
Darah dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta. Pada usus besar, arteri
mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal
kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior.
II.2.3. Pembuluh Limfe(5)Pembuluh limfe duodenum mengikuti
arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi
lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh
limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus
superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici
mesentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan
cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang
perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua
pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari
sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus inferior.
II.2.4. Persarafan Usus(5)Saraf-saraf duodenum berasal dari
saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus
superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik
sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa. Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom
dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol
voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh
serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus
saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi
oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga
distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek
berlawanan.
II.2.4.1. Kontrol saraf terhadap fungsi
gastrointestinal(7)Sistem gastrointestinal memiliki sistem
persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik. Sistem ini
seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus dan
memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini
sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah keseluruhan pada
medulla spinalis; hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik
untuk mengatur fungsi gastrointestinal.Sistem enterik terutama
terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang terletak
diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus
Mienterikus atau pleksus auerbach, dan pleksus bagian dalam,
disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di
dalam submukosa. Pleksus Mienterikus terutama mengatur pergerakan
gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi
gastrointestinal dan aliran darah lokal.Kedua pleksus tersebut
berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis. Walaupun
sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak
bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh
sistem parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau
menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.Ujung-ujung saraf
simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal atau dinding
usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem
enterik juga ke ganglia prevertebral dari sistem saraf simpatis,
beberapa berjalan melalui saraf simpatis ke medulla spinalis dan
yang lainnya berjalan melalui saraf vagus ke batang otak.
Saraf-saraf sensoris ini mengadakan refleks-refleks local di dalam
usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke
usus baik dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem
saraf pusat.
II.2.4.2. Pengaturan otonom traktus
gastrointestinal(7)Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis
ke usus dibagi atas divisi cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk
beberapa serat parasimpatis di regio mulut dan faring dari saluran
pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal
dari saraf vagus. Saraf ini member inervasi yang luas pada
esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh
pertama bagian usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen
sacral medulla spinalis kedua, ketiga dan keempat dari medulla
spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian
distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar
diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik
daripada bagian usus yang lain.Persarafan simpatis. Serat-serat
simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal berasal dari
medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar
preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla
, memasuki rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia
yang letaknya jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion
mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan
norepineprin.Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis
menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis.
II.2.4.3. Refleks-refleks gastrointestinal(7)1. Refleks-refleks
yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal,
peristaltic, kontraksi campuran, efek penghambatan local dan
sebagainya.2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis
prevertebral dan kemudian kembali ke traktus gastrointestinal.
Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh dalam traktus
gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus
halus untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung
(refleks enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat
pengosongan isi ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).3.
Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks
mengatur aktifitas motorik dan sekresi lambung, refleks nyeri yang
menimbulkan hambatan umum pada seluruh traktus gastrointestinal dan
refleks defekasi.(7)
II.3. Fisiologi Usus(5)Usus halus mempunyai dua fungsi utama :
pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses
pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi
kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh
sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di
antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan
oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang
dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung
lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung. Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan
yaitu:1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan
isi saluran pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen
berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda
tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari regio saluran
pencernaan, contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan
melalui esofagus berlangsung cepat tapi sebaliknya di usus halus
tempat utama berlangsungnya pencernaan dan penyerapan makanan
bergerak sangat lambat.2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai
2 fungsi yaitu mencampur makanan dengan getah pencernaan dan
mempermudah penyerapan pada usus.Absorpsi adalah pemindahan
hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula
sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif
yang sebagian kurang dimengerti. Lemak dalam bentuk trigliserida
dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya bergabung
dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki
membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami
disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen
usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian
membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol,
fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar
dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki
kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam empedu
diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis.
Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu,
sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi
ulang 6 kali dalam 24 jam. Protein oleh asam lambung di denaturasi,
pepsin memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas
(tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan
endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan
protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida.
Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk
diabsorpsi. Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan
menghidrolisis pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang
merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan
disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi
monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase,
sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida
terletak di dalam mikrovili brush border sel epitel. Disakarida ini
dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini
atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk
pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa,
kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta. Air dan
elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan
diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi
atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan
pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif.
Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium
diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,
dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium
diabsorpsi secara difusi pasif. Usus besar mempunyai berbagai
fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan.
Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi.
Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi,
paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 liter/hari. Gerakan
retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini
menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik.
Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad
melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang,
tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan
defekasi.Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10-10/gram.
Anaerob > aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli
berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas kolon berasal dari udara
yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen,
oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk
hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari.(5)
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi
sel otot polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan
ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi sepanjang saluran pencernaan
dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan
mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat
menyebabkan motilitas usus berubah.1. Neurogenik. Modulator
motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP), saraf
otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas
dari sistem saraf perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron
dibagi dalam dua pleksus ganglion (Gambar 22-2). Pleksus myenteric
yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach, terletak
di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa
muskularis; pleksus ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas
motilitas gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari
organ-organ yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil
disebut sebagai pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan
usus sel otot polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam
fungsi aferen visceral.2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk
faktor yang terlibat dalam mengatur aktivitas listrik yang
dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan. Sebuah
komponen penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu
listrik yang berasal dari sel-sel interstisial dari Cajal (ICC).
ICC membentuk sistem alat pacu jantung nonneural terletak di antara
lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Yang
mana-mana gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut
sebagai aktivitas kontrol listrik (ECA) dan potensi perintis (PP),
berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus Auerbach.
Selain menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya
berfungsi sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic
sistem kontrol karena mereka secara luas dipersarafi dan berada di
dekat sel otot polos gastrointestinal.
3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos
gastrointestinal selama periode depolarisasi dari membran
potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter seperti
asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya
panjang dari segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan
panjang segmen neurokimia bersebelahan yang diaktifkan
4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal
dapat dibagi lagi menjadi aliran parasimpatis kranial dan sakral
dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf kranial terutama melalui
saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke
usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik
yang bersinaps dengan ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus
kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10 dari kolom
intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,
mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis
memainkan peran penting dalam integrasi impuls aferen antara usus
dan SSP. (9)
II.4. Etiologi Ileus ParalitikIleus pada pasien rawat inap
ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti pembedahan perut
dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia,
gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi
berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas
usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan,
usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).(2)Ileus
terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan
gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong
terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi
adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang,
ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.
Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama
lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau
ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus
tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus
dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka. Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat
mendalam. Pasien dengan ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan
akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan
katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap
di rumah sakit.(2)Beberapa penyebab terjadinya ileus:
Trauma abdomen Pembedahan perut (laparatomy) Serum elektrolit
abnormalitas1. Hipokalemia 2. Hiponatremia 3. Hipomagnesemia 4.
Hipermagensemia Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)1.
Intrathorak1. Pneumonia 2. Lower lobus tulang rusuk patah 3. Infark
miokard 2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul ) 3.
Rongga perut1. Radang usus buntu 2. Divertikulitis 3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis 5. Pankreatitis 6. Perforasi ulkus duodenum Iskemia
usus1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia Cedera tulang1. Patah
tulang rusuk2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan1. Narkotika 2. Fenotiazin 3. Diltiazem atau verapamil 4.
Clozapine 5. Obat Anticholinergic (9)
II.5. PatofisiologiPatofisiologi dari ileus paralitik merupakan
manifestasi dari terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat
menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua
cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf
enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat
menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
(7)Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf
enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada
traktus gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus
yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan
suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal
vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.Menurut beberapa hipotesis,
ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur refleks
tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat:
ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan
sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
(9)Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat
diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:Kausa Ileus
ParalitikNeurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis,
keracunan timbal, kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus,
pankreatitis.Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama
hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE,
sklerosis multipleObat-obatan. Narkotik, antikolinergik,
katekolamin, fenotiazin, antihistamin.Infeksi/ inflamasi.
Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat
lainnya.Iskemia Usus.
Neurogenik Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada
kulit dan usus pada operasi abdominal. Refleks inhibisi dari saraf
efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin.(8)
HormonalKolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum
dan jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan
produk lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus.
Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan
kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam
usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan
diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara
sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini
menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat
supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian
atas.Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam
lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun
sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan
petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak
dan asam amino. (7) Inflamasi Makrofag: melepaskan proinflammatory
cytokines (NO). prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
FarmakologiOpioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan
inhibisi dari pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga
meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak peristaltik
terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi. (8) Opioid:
efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot
polos usus.(8)
II.6. Manifestasi KlinikIleus adinamik (ileus inhibisi) ditandai
oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan oleh penghambatan
neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat
umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan
kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5
hari. (4)
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (
abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah
mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada
ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung
pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan
perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi
abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang
bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien
hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan
adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif).
Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.(1)II.7. Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto
polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau
besar.AnamnesaPada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan
keluhan distensi dari usus, rasa mual dan dapat disertai muntah.
Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.Pemeriksaan fisik
InspeksiDapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik. PalpasiPada palpasi bertujuan mencari adanya tanda
iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defence
muscular involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus. PerkusiHipertimpani
AuskultasiBising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent
abdomen) dan borborigmi
Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium mungkin dapat
membantu mencari kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk
dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa
darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk
menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi
lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan
berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air
fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran
stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto
polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.
II.8. PenatalaksanaanPengelolaan ileus paralitik bersifat
konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya
baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh
kolonoskopi berulang.(3) Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba,
ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan
pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube).
Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan
prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang
dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis,
sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan
klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan.(1) Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus
kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.(3)1.
Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation. Dekompresi dengan
nasogastric tube. Intravenous fluids and electrolyte Dipasang
kateter urin untuk menghitung balance cairan.2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob. Analgesik
apabila nyeri. Prokinetik: Metaklopromide, cisapride Parasimpatis
stimulasi: bethanecol, neostigmin Simpatis blokade: alpha 2
adrenergik antagonis3. Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan
intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. Operasi
dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan
dengan hasil explorasi melalui laparotomi.o Pintas usus :
ileostomi, kolostomi.o Reseksi usus dengan anastomosiso Diversi
stoma dengan atau tanpa reseksi.(9)
II.9. Diagnosis bandingMasalah lain yang perlu
dipertimbangkanumum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga
disebut sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus
mekanik.Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi (6)Pseudo-obstruksi
didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari
usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung
menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua
kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas
terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus
kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring
lama di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal
serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis, aerophagia,
sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk
kondisi ini.Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati
pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau
neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan
dismotilitas baik dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini
disebabkan hilangnya kompleks motorik yang berpindah dan bakteri
berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus
kecil.Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung
tanpa rasa sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip
obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen mengungkapkan adanya
keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar,
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan
kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan
besar dilatasi kolon, terutama kolon kanan dan sekum.Distensi kolon
dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50%
jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan
perforasi.Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan
rectal tube, koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian
obat yang menghambat motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi
cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi. Neostigmine
intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan
pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari
neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan
pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi
bradikardia, atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus
untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan terakhir.
Obstruksi MekanikObstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh
adhesi, volvulus , hernia, intususepsi , benda asing, atau
neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang
paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik
dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara
bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic.
Jika obstruksi total, pasien mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah
mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal kompeten
dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien
mengalami strangulasi dan perforasi.Menegakkan diagnosis dari
obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan endoskopi
menggunakan kontras.
Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri.
Perhatikan tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.(6)
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus,
pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.Tabel. Karakteristik ileus,
Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)
IleusPseudo-obstruksiMekanikal Obstruksi
Gejalasakit perut, kembung, mual, muntah, konstipasinyeri kram
perut, konstipasi, obstipasi, mual, muntah, anoreksia nyeri kram
perut, konstipasi, obstipasi, mual, muntah, anoreksia
Temuan Pemeriksaan FisikSilent abdomen, kembung,
timpaniBorborygmi, timpani, gelombang peristaltik, bising usus
hiperaktif atau hipoaktif, distensi, nyeri terlokalisasiBorborygmi,
timpani, gelombang peristaltik, bising usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, nyeri terlokalisasi
Gambaran Radiografidilatasi usus kecil dan besar, diafragma
meninggidilatasi usus besar yang terlokalisir, diafragma
meninggiBow-shaped loops in ladder pattern, berkurangnya gas kolon
di distal, diafragma agak tinggi, air fluid level.
Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)Macam
ileusNyeri UsusDistensiMuntah borborigmiBising ususKetegangan
abdomen
Obstruksi simple tinggi++(kolik)++++Meningkat-
Obstruksi simple rendah+++(Kolik)++++Lambat, fekalMeningkat-
Obstruksi strangulasi++++(terus-menerus, terlokalisir)+++++Tak
tentubiasanya meningkat+
Paralitik++++++Menurun-
Oklusi vaskuler+++++++++++Menurun+
II.10. PrognosisPrognosis dari ileus bervariasi tergantung pada
penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut,
kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar
24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana
kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk
menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.DAFTAR PUSTAKA1.
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen.
DalamBuku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan
De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.1. Fiedberg, B. and
Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,
W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler,
S.http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.1. Basson,
M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F.,
Mechaber, A.J., and Katz, J.http://www.emedicine.com. Last Updated,
June 14, 2004.1. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and
Kurup, V.: Gastrointestinal disease. InOxfordhandbook of clinical
surgery. Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2ndEdition.
London: Oxford University Press, 2002. p: 214-296.1. Hebra, A., and
Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R.,
Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler,
S.http://www.emedicine,com.Last Updated: February 25, 2004.1.
Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L.,
Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S.http://www.emedicine,com.
Last Updated: June 10, 2004.1. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor:
DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli, D., Schwarz, S. and Altschuler,
S.http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.1. Levine,
B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. DalamBuku Ajar
Bedah Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih
bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J.
Jakarta: EGC, 1992.1. Badash, Michelle.Paralytic Ileus (Adynamic
Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.1.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan
Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. DalamBuku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong,
Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Ileus Paralitik26