Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1 Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia 1
30

Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Feb 10, 2015

Download

Documents

nutnut_chan

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis

akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri

sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang

sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan

masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi

saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi

rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya

obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia

ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus

paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan

operatif. 1

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di

Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 orang menderita ileus setiap

tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif

tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004

menurut bank data Departemen Kesehatan Indonesia. 2

1

Page 2: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Dalam beberapa penelitian juga ditemukan ileus paralitik merupakan

komplikasi terbesar yang sering terjadi pasca operasi arteri koronaria yaitu

mencapai 23% dari 65 kasus dan 1% pada setelah pembedahan ginekologi. 3,4

Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.

Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang

berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan

vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,

sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan

menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 2

Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif,

maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat

ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan

kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor

tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya

berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh

dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik

untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien

yang ditangani secara konservatif. 2

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat menjadi salah satu

referensi khasanah kepustakaan mengenai ileus paralitik baik dari segi definisi,

2

Page 3: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

etiologi, patogenesis maupun penatalaksanaan yang digunakan, dengan

menitikberatkan pada aspek kefarmasian termasuk penulisan resep.

1.3 Definisi

Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen yang biasanya timbul

mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Menurut Frost ileus didefinisikan

sebagai hambatan fungsional dari aktivitas usus sebagai pendorong. 5

1.4 Etiologi

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya ileus paralitik

antara lain adalah2:

1) Neurogenik : pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal,

kolik ureter,iritasi persarafan splanknikus, dan pankreatitis

2) Tumor abdomen

Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar

usus yang menyebaban tekanan pada dinding usus.

3) Infeksi: pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, appendisitis,

diverticulitis, sepsis, infeksi berat lainnya.

4) Metabolik: ketidakseimbangan elektrolit, khususnya kalium (hipokalemia),

uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel.

5) Obat-obatan: narkotika, antikolinergik,katekolamin, fenotiazin, dan

antihistamin

6) Iskemia usus

3

Page 4: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

1.5 Patogenesis

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,

tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik

atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltik

dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-

mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan

patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara

progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat

peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium

dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam

saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan

penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah

pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik.

Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang

mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi

jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus

mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi

cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi

dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin

bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan

bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa

disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan,

sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya

4

Page 5: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi

dan absorbsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema

dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus

menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa

dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan

kematian. 2

1.6 Gejala Klinis

1) Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah

seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya

obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan

mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi

komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan

akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila

obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin

kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya

distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi

syok hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan volume plasma. Pada

pemeriksaa fisik didapatkan adanya distensi abdomen. 6,7.

2) Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama

dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.

Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien

dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-

5

Page 6: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi,

loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen,

dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. 8,9,10

1. 7. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien ileus paralitik, adalah :

Dapat terlihat perut nampak membesar

Keadaan umum sakit biasa ringan atau bahkan berat

Pada palpasi,pasien hanya merasakan perasaan tidak enak pada perutnya.Tidak

ditemukan adanya reaksi peritoneal ( nyeri tekan dan nyeri lepas negatif ). 11,12

Distensi abdomen

Pada perkusi didapatkan suara hipertimfani/ timfani

Bising usus menurun atau bahkan menghilang13,14,15

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa

penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar

elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Foto polos abdomen sangat

membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi

lambung usus halus dan usus besar memberikan gambaran herring bone, selain itu

bila ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris).

Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan

gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto

6

Page 7: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan

pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang larut

air. Pemeriksaan penunjang lainnya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

darah rutin (Hb, lekosit,hitung jenis dan trombosit), elektrolit, BUN dan kreatinin,

sakar darah, foto dada, EKG, bila diangap perlu dapat dilakukan pemeriksaan

lainnya atas indikasi seperti amilase, lipase, analisa gas darah, ultrasonografi

abdomen bahkan CT scan 16,17.

1.9 Penatalaksanaan

1. Konservatif 17,18

Penderita dirawat di rumah sakit.

- Penderita dipuasakan

- Kontrol status airway, breathing and circulation.

- Dekompresi dengan nasogastric tube.

- Intravenous fluids : RL 20 tpm

- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis 19,20

- Prostigmin 3x1

- Metoklopramid 3x1 (jika muntah)

1.10 Komplikasi 21,22

- Nekrosis usus

- Perforasi usus

7

Page 8: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

- Sepsis

- Syok-dehidrasi

- Abses

- Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

- Pneumonia aspirasi dari proses muntah

- Gangguan elektrolit

-Meninggal

8

Page 9: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

BAB II

SIMULASI KASUS

2.1 Kasus

Tn. Ardi, 30 tahun, Seorang pedagang di pasar Banjarbaru dibawa ke UGD

sebuah rumah sakit oleh istrinya karena mengeluhkan kembung. Keluhan

dirasakan sejak 2 hari terakhir. Pasien mengeluhkan juga tidak bisa buang

angin. Setiap kali makan penderita mengeluhkan muntah. 3 hari sebelumnya

pasien mengeluhkan terkena diare. Tinja yang dikeluarkan sangat encer dan

dalam sehari bisa sampai 6 kali. Keluhan ini juga disertai dengan muntah-

muntah. Muntah sangat banyak. Penderita hanya mengkonsumsi obat yang

dibeli di warung dan sudah tidak ada keluhan muntah dan berak cair lagi. Ini

penderita tinggal di Jalan Lanan 60 Banjarbaru.

Pemeriksaan fisik

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 100 kali/menit

Suhu : 360C

Respirasi : 24 kali/menit

Kepala, thorax, abdomen : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : Inspeksi : Perut tampak cembung

Palpasi : Hepar dan lien sulit dievaluasi

Perkusi : hipertimpani

9

Page 10: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Auskultasi: Bising usus menghilang

Ekstremitas : dalam batas normal

Diagnosa : Ileus Paralitik Pasca Diare

2.2. Tujuan Pengobatan dan Alasannya

1. untuk mengembalikan motilitias usus

2. untuk menghilangkan mual dan muntah

2.3. Daftar kelompok obat beserta jenisnya yang berkhasiat pada kasus ini

Kelompok Obat Nama ObatAntikolinesterase Prostigmin, MiostatAntiemetik Metoklopramid HCl, Domperidon,

Sisaprid

2.4. Perbandingan kelompok obat atau jenis obat menurut khasiat, keamanan dan kecocokan

Kelompok jenis obat Khasiat Keamanan BSO (efek samping)

Kecocokan (Kontraindikasi BSO)

Neostigmin

Miostat

Antikolinesterase

Antikolinesterase

Nyeri abdomen, mual,muntah, diare, miosis dan diaphoresis

Efek sampingnya lebih ringan dan jarang terjadi pada dosis biasa.

Wanita hamil dan menyusui, myasthenia krisis, hipersensitivitas

Wanita hamil dan menyusui, myasthenia krisis, hipersensitivitas

Metoklopramide HCl

Antiemetik Kelemahan, insomnia, perubahan koordinasi

Obstruksi mekanik, perdarahan saluran cerna,

10

Page 11: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Domperidon

Sisaprid

Antiemetik

Antiemetik, Kolinomimetik

motorik, parkinson, reaksi distonia akut, galaktore, gangguan mensturasi.

Meningkatkan sekresi prolaktin, galaktore, gejala ekstrapiramidal lebih jarang terjadi dibanding metoklopramid.

Nyeri perut, borborismi, diare, pusing, sakit kepala, somnolen, kelelahan. Gejala peningkatan prolaktin dan gejala ekstrapiramidal lebih jarang terjadi dibanding metoklopramid.

perforasi, penderita yang mendapat pengobatan dengan obat-obat yang dapat menimbulkan gangguan ekstrapiramidal, kanker payudara.

Depresi SSP, hipersensitivitas, hati-hati jika diberikan pada penderita dengan penyakit hati, reaksi diskinesia, hipokalemia, dan penyakit jantung.

Obstruksi mekanik, perdaraha saluran cerna, perforasi, wanita hamil dan menyusui, penyakit jantung

2.5. Pilihan Obat dan Alternatif Obat yang Digunakan

1. Antikolinesterase

No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif

11

Page 12: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

1. Nama obat Prostigmin Miostat2. BSO (Generik,

Generik Bermerek, Kekuatan)

Generik : -Generik Bermerek : Prostigmin Inj. 0,5mg/ ml, tab 15 mg

Generik : -Generik Bermerek: oral miostat tab 4mg

3. BSO yang diberikan dan alasannya

Injeksi, absorpsi kurang jika diberikan melalui oral, dibutuhkan dosis 30 kali lebih besar dibanding pemberian secara injeksi. Selain itu, karena pasien dirawat di rumah sakit dan memakai infus, sehingga pemberian secara injeksi lebih efektif.

BSO yang tersedia oral

4. Dosis Injeksi : 3 x 0,5mgOral : 3-4x 15mg perhari

Oral : 1-3 x 4 mg

5. Dosis pada kasus tersebut dan alasannya

0,5 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu membantu mengembalikan motilitas usus

4 mg/ kalialasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu membantu mengembalikan motilitas usus

6. Frekuensi pemberian 3 kali sehari karena waktu paruhnya 8 jam

3 kali sehari karena waktu paruhnya 8 jam

7. Cara pemberian dan alasannya

Intravena, karena pasien memakai infus, sehingga lebih mudah diberikan secara intravena

Tersedia bso oral

8. Saat pemberian Sebelum makan Sebelum makan9. Lama pemberian 5 hari 5 hari

b. Antiemetik

No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Metoklopramid Cisaprid2. BSO (Generik,

Generik Bermerek, Kekuatan)

Generik : Metoklopramid HCLBSO : tablet 5 mg, 10 mg, Injeksi : 5mg/ml

Generik : CisapridBSO : tablet 5 mgGenerik Bermerek: Acpulsif tab 5 mg, Disflux tab 5 mg

12

Page 13: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Generik Bermerek : Clopramel tab 10 mg, Inj. 5 mg/ml

3. BSO yang diberikan dan alasannya

Injeksi karena pasien masih mengeluh adanya muntah, sehingga pasien akan merasa lebih nyaman dan lebih efektif jika diberikan secara injeksi. Selain itu, pasien juga dipuasakan untuk sementara.

Sediaan yang tersedia hanya tablet

4. Dosis 10 mg/kali diberikan 30 menit sebelum makan dan menjelang tidur malam

2 x 10 mg/ hari

5. Dosis kasus tersebut dan alasannya

10 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut mampu mengurangi gejala berupa mual dan muntah.

10 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut mampu mengurangi gejala berupa mual dan muntah.

6. Frekuensi pemberian Jika muntah masih sering terjadi dapat diberikan 3 kali sehari.

Jika muntah masih sering terjadi dapat diberikan 3 kali sehari.

7. Cara pemberian dan alasannya

Intravena karena pasien dipuasakan untuk sementara.

Sediaan yang tersedia hanya tablet

8. Saat pemberian dan alasannya

Sebelum makan karena absorbsi lebih baik

Sebelum makan karena absorbsi lebih baik

9. Lama pemberian 3 hari selama masih ada gejala

3 hari selama masih ada gejala

13

Page 14: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

2.6. Resep yang benar dan rasional untuk kasus tersebut

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU

Nama Dokter : dr. Gudeyu Tanda Tangan Dokter :NIP : 19891209UPF/Bagian : IGD

Banjarbaru, 22 Maret 2013

R/ Prostigmin amp No III Metoklopramid HCl amp No II RL No II D10 No II S i.m.m

R/ NGT 16 No I Infussion Set makro No I Surflo 18 No I Spuit 3 cc No III Spuit 5 cc No III S i.m.m

14

Page 15: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Pro : Tn. ArdiUmur : 30 tahunAlamat : Jl. Lanan No. 60 Banjarbaru

2.7. Resep alternatif untuk kasus tersebut

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU

Nama Dokter : dr. Gudeyu Tanda Tangan Dokter :NIP : 19891209UPF/Bagian : IGD

Banjarbaru, 22 Maret 2013

R/ Miostat tab 4 mg No XV S t.dd tab I ac

R/ Cisaprid tab 5 mg No X S prn b.dd tab II

R/ RL Flash 500 ml No II D10 Flash 500 ml No II S i.m.m

R/ NGT 16 No I Infussion Set makro No I Surflo 20 No I Spuit 3 cc No III Spuit 5 cc No III S i.m.m

15

Page 16: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Pro : Tn. ArdiUmur : 30 tahunAlamat : Jl. Lanan No. 60 Banjarbaru

2.8. Pengendalian Obat

Pengendalian obat dilakukan bertujuan agar pasien benar-benar

memperoleh hasil terapi yang optimal dengan efek samping yang minimal dengan

cara memperhatikan dosis, frekuensi pemberian, cara pemberian, lama pemberian,

dan efek samping. Bila timbul efek samping, obat dapat dihentikan dan diganti

dengan obat lain yang khasiatnya sama.

Suatu aturan dosis yang dirancang dengan tepat merupakan usaha untuk :

1. Mencapai konsentrasi obat optimum pada reseptor

2. Menghasilkan respons terapeutik optimum

3. Menghasilkan efek merugikan yang minimum

Pilihan obat yang digunakan pada kasus ini ada 2 macam yaitu

antikolinesterase untuk mengembalikan motilitas usus yang diduga mengalami

kelumpuhan akibat pemberian obat antidiare sebelumnya dan antiemetik yang

diberikan jika pasien masih mengalami mual dan muntah. Pasien juga diberikan

asupan cairan intravena untuk mencegah timbulnya syok dan gangguan

keseimbangan elektrolit akibat hilangnya cairan baik melalui muntah maupun

penurunan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah akibat peningkatan

tekanan intralumen.

16

Page 17: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Pemilihan obat injeksi untuk terapi pada pasien ini selain karena pasien

dipuasakan untuk sementara juga karena pada pasien ini terpasang infus, sehingga

pemberian obat melalui intravena cukup efektif. Selain itu obat seperti prostigmin

diabsorpsi kurang baik melalui saluran cerna, sehingga pemberian melalui

intravena lebih baik.

Neostigmin (prostigmin) merupakan senyawa aluminium kwartener yang

merupakan penghambat kolinestrase reversible yang dapat mengantagonis

hambatan kompetitif pada sambungan saraf otot melalui preservasi asetikolin

endogen maupun efek langsungnya. Neostigmin memiliki khasiat muskarin agak

kuat, yang jauh melebihi efek nikotinnya yang sangat ringan, sehingga dapat

diindikasikan pada kasus-kasus atonia otot polos, termasuk saluran cerna23.

Pada pasien ini pemilihan neostigmin sebagai antikolinesterase untuk

mengembalikan motilitas usus dikarenakan untuk obat miostat (kharbacol) tidak

bisa diberikan secara intravena, sedangkan pasien masih dipuasakan untuk

sementara sehingga pemberian secara intravena dirasa lebih efektif dibanding

pemberian melalui saluran cerna24.

Sebagai antiemetik diberikan metoklopramid yang diberikan jika pasien

masih mengeluhkan mual dan muntah. Metoklopramid memiliki efek

antidopaminergik di chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan juga dapat

meningkatkan motilitas saluran cerna. Obat ini merangsang motilitas saluran

cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi lambung, empedu, dan pankreas. Hal

ini diduga karena peningkatan pembebasan asetilkolin dan tidak bergantung pada

inervasi vagal. Selain itu, metoklopramid juga meningkatkan tekanan sfingter

17

Page 18: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

esofagus bagian bawah dan meningkatkan kecepatan pengosongan lambung

Metoklopramid secara cepat diabsorpsi dengan baik di saluran cerna. Konsentrasi

puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Waktu paruh

eliminasi obat adalah 5-6 jam. Metabolisme obat di hati sedikit sekali dan

diekskresikan melalui ginjal serta ditemukan di urin kurang lebih 20% dari total

bersihan dalam bentuk utuh. Adanya gangguan ginjal mempengaruhi bersihan

obat ini. Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa penurunan bersihan

kreatinin erat kaitannya dengan penurunan bersihan plasma dan ginjal serta

meningkatkan waktu paruh eliminasi24.

Selain metoklopramid dapat diberikan antiemetik lain yaitu cisaprid

ataupun domperidon. Pada pasien ini pemilihan metoklopramid sebagai

antiemetik dikarenakan untuk obat cisaprid dan domperidon tidak bisa diberikan

secara intravena, sedangkan pasien masih dipuasakan untuk sementara sehingga

pemberian secara intravena dirasa lebih efektif dibanding pemberian melalui

saluran cerna.

18

Page 19: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

Daftar pustaka

1. Sjamsuhidajat R, Dahlan M, Jusi D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.

2. Simade brata dkk. Gastro Enterologi dalam Pedoman Dignosis dan Terapi Dibidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI, 1999 : 32,33

3. Fanning James, DO Rod Hojat, MD. Safety and Efficacy of Immediate Postoperative Feeding and Bowel Stimulation to Prevent Ileus After Major Gynecologic Surgical Procedures. J Am Osteopath Assoc. 2011;111(8):469-472.

4. Vohra Hunaid A, Shakil Farid, Toufan Bahrami and Jullien AR Gaer. Predictors of survival after gastrointestinal complications in bypass grafting. Asian Cardiovascular & Thoracic Annals, 2011;19(1) 27–32.

5. Frost EAM. Preventing paralytic ileus: can the anesthesiologist help. M.E.J. Anesth,2009; 20(2): 159-165.

6. Johnson Michael D.,MD, R. Matthewwalsh, MD.Current therapies to shorten postoperative ileus. Clevand Clinic Jornal Of Medicine.2009;76 (1): 641-648

7. Trice and filson. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 alih bahasa dr. Peter anugerah. Jakarta : EGC, 1995 : 402,405

8. Grace and boeley. Obstruksi Usus dalam at a glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakrta : EMS,2005 : 116-117

9. Fiedberg B, Antillon M. Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas J, Windle WL, Li BUK, Schwarz S, and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

19

Page 20: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

10. Basson, MD. Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, JB, Talavera F, Mechaber AJ, and Katz J. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

11. Anonymous. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

12. Anonymous. Ileus. http://www.Merck.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

13. Leaper DJ, Peel ALG, McLatchie GR, and Kurup V. Oxford handbook of clinical surgery. Editor: McLatchie GR, Leape D. 2nd Edition. London: Oxford University Press, 2002.

14. Hebra A, Miller M. Intestinal Volvulus. Editor: DuBois JJ, Konop R, Li BUK, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

15. Chahine AA. Intussusception. Editor: Nazer H, Windle ML, Li BUK, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

16. Shukia PC. Volvulus. Editor: DuBois JJ, Konop R, Piccoli D, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.

17. Levine BA, Aust JB. Buku Ajar Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston DC. Alih bahasa: Andrianto P, Timan IS. Editor bahasa: Oswari J. Jakarta: EGC, 1992.

18. Trice and filson. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Alih bahasa: Anugerah P. Jakarta: EGC, 1995.

19. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.

20. Price SA. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price SA, McCarty L, Wilson. Editor: Wijaya C. Jakarta: EGC, 1994.

21. Browse, Norman L. An Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. 3rd Edition. London: Arnold, 1997.

22. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994

20

Page 21: Simulasi Kasus Ileus Paralitik

23. Tjay TH, Rahardja K. Obat-obatan Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008.

24. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Editor: Raharjo R. Jakarta: EGC, 2004

21