;;212£ ;?1-ss/s I PENGANGl(ATAN ANAK DALAM lJlJ Nil). 3 TAlllJN 2006 DAN AKIBAT HUKUMNYA Olch: Rcyza Amalia NIM : 103044228122 KONSENTRASI ADMINISTRASl KEPERDA TAAN lSLAM PROGRAM STUDI AL AKHW ALUS SY AKHSIYY AH FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UIN SY ARIF HIDAY ATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
69
Embed
;;212£ ;?1-ss/s - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17546/1/REYZA AMALIA... · pengangkatan anak seperti yang berlaku dalam tradisi Barat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Tradisi memelihara atau mengasuh anak saudara dekat atau jauh atau
anak orang lain, biasanya dari orang tua yang tidak mampu, sudah sering
dilakukan di Indonesia dengan berbagai sebutan. Sungguh pun demikian,
pengangkatan anak seperti yang berlaku dalam tradisi Barat di mana status
anak berubah menjadi seperti anak kandung dan mendapat hak dan kewajiban
yang sama seperti anak kandung, dan bahkan melebihi anak kandung, tidak
dibenarkan menurut hukum Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa
Indonesia.
Terjadinya pengangkatan anak di kalangan warga beragama Islam
disebabkan karena berbagai faktor. Selain pengetahuan yang awam tentang
hukum Islam, maka faktor utanm adalah kebolehan pengangkatan anak
melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Pengangkatan anak secara
resmi dilakukan melalui Pengadilan Negeri berdasarkan tradisi hukum:Bru:at
atau Belanda.
Sekarang dalam rangka Reformasi hukum dan memenuhi kebutuhan
masyarakat, pembuatan Undang-undang Republik Indonesia memberi peluang
pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama.
Berbagai persoalan timbul, antara lain tentang bentuk-bentuk pengangkatan
2
anak tersebut kepada anak, ayah dan saudara angkat, dan hal-hal lain yang
berhubungan.
Maksud pengangkatan anak lebih dititik beratkan pada kesadaran
solidaritas social dari pada pe1masalahan yuridis. Dalam arti, pengangkatan
anak merupakan sikap kerelaan dan ketulusan seseorang untuk mengambil
alih tanggung jawab pemeliharaan anak. karena orang tua kandungnya dalam
keadaan tidak atau kurang mampu untuk membesarkan dan mendidiknya.
Oleh karena itu, motivasi pengangkatan anak dalam syari'at islam- lebih
difokuskan pada fungsi sosial. Dengan demikian tindakan pengangkatan anak
tidak menimbulkan akibat hukum
Pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agarna, menyatakan:
"Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
b J, l d . b .d P k . " 1 P . I eragama s am 1 z ang a. er awman... ... ... ... ... ... ... ... . enJe asan
huruf a Pasal 49 ini, antara lain, menyatakan: "Yang dimaksud dengan
perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-
undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut
Syari 'ah, antara lain ...... .... penetapan asal-usul anak dan penetapan
pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; ... ............................ "
1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006, Mahkamag Agung RI direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Tahun 2006, h. 20
3
Dalam Undang-undang ini dan juga dalam peratunm perundang-undangan
Indonesia yang lain, istilah "Syari 'ah" at au "Syariah Islam" dipakai silih
berganti atau (interchangeable) dengan istilah "hukum Islam" dan keduanya
mempunyai pengertian yang sama, Dalam perkembangan terakhir sejarah
hukum Islam, syari'ah yang dimaksud adalah fiqh para fuqoha' atau hukum
Islam yang diformulasikan oleh para fuqoha'dari ketentuan Qur'an dan
Sunn ah serta hasil ijtihad mereka, 2 dan di Indonesia termasuk Kompilasi
Hukum Islam (KHI) dan Peraturan Perundang-undangan yang bersumber dari
hukum Islam.
Pasal 171 (h) Kompilasi Hukum Islan1 mengatur pengangkatan anak
menurut hukum Islam.3 Disebut: Anak angkat adalah anak yang dalam
pemeliharaann hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan. " Pengadilan yang dimaksud adalah
Pengadilan Agama. Pasal 209 (2) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
anak hanya berhak mendapat washiah wajibah, 4 sebanyak-banyaknya
2 Ri fyal Ka 'bah, Pengangkatan Anak Dalam UU NO. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU
NO. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Rakernas Mahkamah Agung Rl.(Batam : t.p. 2006 ), 11.
2 3
Undang-undang Nomor I Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintahan Nomor
9 Tahun 1975 Serta Kompilasi Hukum lslam di Indonesia, Departemen Agama R.I Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,( Jakarta, 2004.) h.195 4 Ibid, h. 208
4
sepertiga dari harta warisan, bila almarhum tidak meninggalkan wasiat untuk
anak angkatnya, tetapi tidak mendapatkan hak waris.
Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun
dan atau belum pernah melangstmgkan perkawinan, bila wali tidak dapat
berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka Pengadilan Agama
dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas
permohonan kerabat tersebut. 5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membatasi masalah. Bahwa yang
dimaksud dengan Pengangkatan anak menurut Undang-nndang No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, pengangkatan anak terjadi di Pengadilan Agama dengan
segala akibat hukumnya. Untuk itu penulis ingin meneliti lebih mendalam
tentang Pengangkatan anak te1jadi di Pengadilan Agarna dengan segala akibat
hukumnya. Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
I. Apakah perbedaan Pengangkatan anak sebelum clan sesudah berlakunya
Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang
undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
2. Bagimanakah prosedur pengangkatan anak sebelum dan sesudl!h \•
berlakunya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
5 Ibid, h. 167-168
5
3. Apakah Akibat hukum pengangkatan anak setelah berlakunya Undang
undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
I. Tujuan Penelitian:
Berdasarkan dengan judul tulisan "Pengangkatan Anak dalam
Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Alas Undang
undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Akibat
Hukumnya. " Maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui perbedaan pengangkatan anak sebelum berlakunya
Undang-undang No. 3 Talmn 2006 tentang Pcrubahan atas Undang
undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan sesudah
berlakunya Undang-undang No. 3 Tal1un 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
b. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengangkatan anak sebelum
berlakunya Undang-undang no. 3 Tahun 2006 Tentang Perubalmn atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan
sesudah berlakunya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama
6
c. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum pengangkatan anak
setelah berlakunya Undang-undahg No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan alas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama.
2. Keguni1an Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:
a. Agar dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya dalam ha! pengangkatan anak di Indonesia.
b. Agar dapat bermm1faat bagi para praktisi lmkum, khususnya para
hakim dalam menetapkan pengangkatan anak dalam Pengadilan
Agama.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, ada empat aspek metodologi penelitian
yang akan di gunakan, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini sepenuhnya mengunakan metode penelitian
kepustakaan (librmy reseach) yaitu dengan penelitian berbagai buku,
majalah, surat kabar, miikel, dan tulisml-tulism1 ilmiah baik yang berupa
tulisan yang di simpan di lembaga pemerintahan maupun perpustakaan
pribadi dan umum yang tentunya ada kaitannya dengan karya tulis ini.
7
Adapun metode pe11bahasan yang diterapkan dalam penelitian
dalam kepustakaan ini adalah deskriptif analisis pendekatan deskriptif
diperlukan untuk Ili!')maparkan masalah adopsi, baik dari segi bahasa
maupun istilah yang diseiiai pendapat para Ulmna dan pakar tentang
masalah adopsi.
2. Jenis Data
Di dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis data
berupa, yaitu data primer. Dari sumber data tersebut penulis berusaha
menginterpretasikan dengan baik. Adapun sumber primer yang penulis
ambil dalam tulisan ini adalal1 Al-qur'an, buku-buku, kitab Undang
undm1g dm1 tulisan-tulisan Ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah
adopsi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Mencari dan mengumpulkan berbagai macam literature yang
relevml dengan pokok masalah yang penulis jadikan sebagai sumber
penulisml yang tentunya ada kaitmlnya clengan karya tulis ini.
4. Metode Analisa
Secara umum penulis menggunakan metode Deskriptif dan
analisis dalam menyusun Tulisan ini. Kedua metocle penelitian tersebut
dihm·apkml clapat memberikan gm11baran secara objektif serta
perbandingan yang jelas tentmlg pembahasan tersebut. Secara teknis
8
penulisan skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
E. Sisti:matika Penulisan
Dalan1 penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami
skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini terdiri dai"i :
BAB Pertama, Mempakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB Kedua, Merupakan tinjauan teoritis membahas tentang pengertian
anak, pengertian pengangkatan anak, syarat-syarat pengangkatan anak
menurut hukum Nasional dan syarat-syarat pengangkatan anak menurut
hukum Fiqh.
BAB Ketiga, Merupakan pembahasan hasil penelitian pustaka yang terdii"i
dari prosedur pengangkatan anak sebelum dan sesudah berlakunya Undang
undang No. 3 Tahun 2006 Tentang perubahan undang-undang No. 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama, akibat hukum , dan Analisis.
BAB Keempat, Merupakan penutup dari penulisan skripsi ini yang berisi
kesimpulan-kesimpulan penelitian, dan rekomendasi penulis tentang apa yang
diangkat dalam penelitian skipsi ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Anak
Bila mengenai anak maka akan terkait tiga bentuk pengertian, anak sah,
atau anak tidak sah dan anak angkat.
I. Anak Sah
Anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah antara
laid- laki dengan perempuan sebagai suami istri yang sah menurut hukum
Islam. 1 Adapun persyaratan untuk menentukan sahnya keturunan dari
basil perkawinan, dalam Islam dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Hamilnya istri adalal1 snatu ha! yang mungki.n: misalnya suami istri
sudah dewasa , suami dan istri tinggal bersania dan berdekatan. Imam
Syafi'i, Imam Hambali dan Imam Malik menurut pendapat mereka,
tidak mungkin istri hamil jika suan1i dan istri tinggal berjauhan,
misalnya istri tinggal di mesir dan suami tinggal di iraq. sedangkan
Mazhab Hanafi bal1wa anal( tersebut boleh di akui sebagai anak dari
suaminya karena kemungkinan terjadinya hal-hal yang luar biasa.2
1Zakaria Ahmad Al-Barri, Hukun1 Anak Dala1n /sla1n Cetakan ke 1 (Jakarta: Bulan Bintang 1981) cetakan
kc Lhal. 16.
2Muhammad Amin, Mimbar Hukum Aktua/isasi Hukum Islam, No. 42 Thn. X ,1999 Mei-Juni, h. 22
10
2. Istri melahirkan minimal enam bulan setelaI1 akaq nikali:
Ketentuan tentang masa hamil enam bulan sebagai masa hamil
yang paling sedikit ini telah di sepakati oleh ulama-ulama Ahli Fiqh.3
Dengan demikian maka bayi anak yang laI1ir enam bulan setelah
terjadinya percampuran antara suami istri ya11g telah di ikat dengan
tali perkawinan, mairn anak tersebut dianggap sali dan anak itu
dinasabkan pada bapaknya menurut hukum, walaupun jika di
kembalikan menurut kebiasaan. Maka proses kehamilan bagi seorang
ibu adalali 9 bulan I 0 hari.
3. Suami tidak mengingkari kelaliiran anaknya yang lahir dari istrinya .
jika suami mengingkari hubungan keturunan anak itu dengan dia maka
harus di adakan li'an menurut hukum Islam.
4. Jika kehamilan yang terpendek adalah 6 bulan setelaI1 percampuran,
maka kehamilan yang paling lama, para ulama berbeda pendapat
mazhab Hanafi menyatakan baI1wa masa hamil yang paling lama
adalah dua tahun, jadi kalau wanita melahirkan anaknya setelah
berlalu dua tahun atau lebih dari tanggal perpisaiian dengan suaminya
maka anak yang dilaI1irkan tidak di akui hubungan keturunan dengan
suaminya. Mazhab Maliki ada yang berpendapat bahwa masa hamil
yang paling lama adalali empat tahun dengan peristiwa yang benar
benar terjadi dalam lingkungan mereka
3 Ibid, h. 22
11
Berdasarkan persyaratan ini, hukum Islam j elas dalam menentukan
persyaratan guna mengetahui status anak yang sebenarnya. Karena
anak memang mempunyai nilai yang amat tinggi, agar bisa di tekan
sekecil mungkin. Kemungkinan adanya perselisihan dan kekacauan
akibat anak. Islan1 ihenganjurkan agar anak-anak itu di peroleh lewat
perkawinan. Cara itu bisa menjamin si anak berada di tangan orang tua
yang tidak di sangsikan lagi karakternya.4
2. Anak Tidak Sah
Anak yang tidak sah adalah anak yang lahir akibat perbuatan zina
seorang laki-laki dan perempuan dan anak yang lahir dari pasangan suami
istri yang saling meli' an karena sang suami tidak mengakui anaknya dan
menuduh istrinya berbuat zina.
Dari keterangan diatas, maka anak yang tidak sah itu terbagi 2 macam :
a. Anak Zina.
Anak yang lahir dari hubungan badan laki-laki dengan perempuan di
luar akad pemikahan baik keduanya terikat pernikahan dengan
pasangan lain atau salah satunya. 5
b. Anak Li'an.
4 Ibid, h. 23 5 Ibid, h. 20
Li'an berasal dari kata "LA 'ANA", artinya : mengutuk. Sedang
menurut syara' berarti mengutuk diri sendiri.6 Yaitu suami
12
mengingkari hubungan ketumnan anak itu, maka dia hams meli'an.
Firman Allah SWT :
J / ?t / j. ,., / 1'~
r~jjl uyY, ~;u13
Artinya : JJan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, tapi mereka tidak ada mempunyai saksi-saksl selain diri mereka sendiri ....... (Q.S An-Nur 6-7).
Seorang anak dilahirkan dari hubungan yang tidak sah ini tetap
hams diakui oleh ibunya yang melahirkannya dan menimbulkan
akibat-akibat keperdataan dalam hukum Islam. Sedangkan dengan
ayahnya anak itu terputus dengan keabsahan ayahnya. Termasuk anak
yang diingkari ayahnya dengan jalan Li'an.7 Dengan demikian maka
antara anak dengan ayahnya tidak dapat saling mewarisi karena secara
hukum antara keduanya tidak terdapat hubungam nasab.
Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat sejauh mana
hubungan Itu terputus. Imam Syafi'I dan Imam Maliki : kedua Ulama
ini membolehkan si ayah untuk mengawini anaknya jika anak itu
perempuan. Sedangkan Mazhab Imamiyah, Abu hanifah dan Ibn
Han1bal membedakan pengertian anak dengan menumt pengertian
Lughowi dan U'rfi, akibatnya antar anak dengan ayalmya tetap diakui
keterikatannya dari segi keharamannya. U ntuk saling menikahi,
6 Ansari Umar, Fiqh Wanita (Semarang. CV. Asyifa, t.t ), h. 441 7 op-cit .h. 21
13
kendatipun antara keduanya tidaklah diakui :;ebagai hub1mgan ayah
dengan anak secara syar'i.8 Jelas sekali, bagi anak diluar kawin ini
sangat menyedihkan sekali keadaantiya. Ia akan berbeda dalam
keadaan yang menyakitkan dan merendahkan keberadaannya.
Walaupun ibunya tetap mengakuinya, natnun garis keturunan dengan
ayahnya tidaklah dapat disambung.
B. Pengertian Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi
berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (lnggris). Adoption artinya
pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak
disebut adoption of a child. 9 lstila11 anak angkat adalah " anak orang lain
yang diambil (dipelihara) serta disahkan secara hukum sebagai anak
sendiri."10 Pengangkatan anak disebut juga adopsi, yaitu " penciptaan
hubungan orang tua-anak oleh perintah pengadilan antara dua pihak yang
biasanya tidak mempunyai hubungan (keluarga) ". Anak yang tadinya tidak
mempunyai hubungan darah dengan ayah atau ibu angkatnya setelah di adopsi
8 Muhamad Jawad Mughniyyah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah 'Ala Al-Mazahib Al-Khamsah (Beirut: Dar Al-llmi Al-Malayin, 1984), h. 84
9 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus lnggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981, hal 13.
'"Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kamus besar bahasa Indonesia, edisi Kedua (Jakmta: Balai pustaka, 1886), hal. 36
14
Konsekwensi Hukumnya sebagai anak sendiri. 11 Sepe1ti dapat saling mewarisi
dan diwarisi.
Di Indonesia, ada beberapa istilah hukum tentang adopsi atau
pe11gangkatan anak, yang diakui oleh hukum adat, hukum Islam dan hukum
positif. Masing-drnsing hukum tersebut, peristilahan dan pengertian tentang
bentuk pengangkatan anak yang berbeda, misalnya hukum adopsi biasanya
selalu dikaitkan dengan Bab II Staatblad 1917 Nomor 129, yang mengatur
tentang hukum dagang bagi golongan Timur Asing Tionghoa. Sedangkan
dalam masyarakatpun terdapat lembaga-lembaga pengangkatan anak. dalan1
wilayah-wilayah tertentu dan cara-cara pengangkatan anak terdapat
keragaman pemahaman atau istilah dibawah ini ada beberapa pendapat
mengenai penge1tian adopsi atau pengangkatan anak. i;:
Banyak rumusan yang diberikan oleh para ahli hukum dalam
mendefinisikan adopsi atau pengangkatan anak, diantaranya yaitu :
I. Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana
dikatakan "mupu, mulung atau mungut anak" yang dimaksudkan ialah
mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri. 13
11 R. Subekti & Tirtosoedibio," Pengangkatan seorang anak sebagai anak kandungnya." Ka1nus Hukum (Jakarta: PT Pradnya Paramila. 1996), hal. 6.
;,; lkatan Hakim Indonesia, IKAHI, I.S.S.N- Intemasional Standmt Serial No. 0215-0247, h. 34 \..!]l .
B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di Kemudian Hari, (Jakarta: Rajawali 1983), h. 39.
15
2. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the
Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family
group, is brought into the family un such a way that his relationship
amongs to the same thing as a true kinship relation. ( Adopsi pada
umumnya terdapat di seluruh Nusanhira. Artinya, bahwa perbuatan
pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkah dalam
keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kekelum·gaan
yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis.) 14
3. Surojo Wignjodipuro yaitu adopsi atau pengangkatan anak adalah suatu
perbuatm1 pengambilan mmk orang lain kedalam keluarga sendiri
sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak
yang dipungnt itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti
yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. 15
4. Menurut Bushar Muhammad, adopsi, ambil anak, angkat anak adalah
suatu perbuatan hukum dalam hukum adat, dimana seseorang dim1gkat
atau didudukkan dan diterima dalmn suatu posisi baik biologis maupun
social, yang semula tidak ada padanya. 16
14 B. Ter Haar, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur Schiler,
Jakmta, 1962, h.175
15 Surojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, (Bandung: t.p., 1973),h.23
Ikatan Hakim Indonesia, lKAHI, l.S.S.N- Intemasional Standait Serial No. 0215-0247, h. 37
"BAPINROH. Buletin Dakwah Cet.ke-11, Jllid II, (Jakarta: Dewan Dakwah lslamiyah. Indonesia, I 983), h. l
17
anak angkat versi Islam mencegah putusnya hubungan tersebut, mengakui hak
dan kewarisan dan lain-lain. 19
Di dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dikenal dengan nama Adopsi,
melainkan dengan nama "anak angkat ". anak angkat menurut KHI
(Kompilasi I-Iukum Islam) adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk
hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya, beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan
keputusan pengadilan. 2°
a. Pengangkatan Anak Menurut Hokum Nasional
Perundang-undangan tentang adopsi sudah ada sejak <lulu dan diatur
dalam staatblad tahun 1917 No. 129 Bab II yakni tentang pengangkatan
anak/ Adopsi Khusus untuk golongan Tionghoa. Untuk pengaturan selaajutnya
yakni zmnan kemerdekaan sudah banyak dikelum·kan aturan tentang adopsi
guna lebih menyempurnakan kebijakm1 yang telah ada.21
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan
anak di antaranya :
I. Staatblad tahun 1917 No. 129 Bab II.
2° Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Departemen Agama R.l Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2004.h. 196
21 Op-Cit, h.34
18
Staatblad tersebut mengatur tentang pengangkatan anak yang
klmsus berlaku bagi orang-orang Tionghoa (Istilah yang digunakan untuk
pengangkatan anak dalam Staatblad talnm 1917 No. 129 tersebut adalah
"Adoptie"). Pengangkatan anak mennrut Staatblaad m1 hanya
dimungkinkan untuk anak lalci-laki dan hanya dapat dilakukan dengan
Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa
Jakarta) te1ianggal 29 Mei 1963, telal1 membolehkan mengangkat anak
perempuan.22
2. Undang-undang No. 62 talmn 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tal1un 1958 No. 113, tambal1an lembaran
Negara No. 1674), (Pasal 2) Berbunyi sebagai berikut:
a. Anak asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat oleh warga
Negara Republik Indonesia, memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia , apabila pengangkatan itu dinyatakan sah oleh PN
(Pengadilan Negeri) dari tempat tinggal orang yang mengangkat anak
itu.
b. Pernyataan sah oleh PN termaksud harus dimintakan oleh orang yang
mengangkat tersebut dalam satu tahun setelah pengangkatan itu atau
dalam satu tahun setelah UU ini mulai berlaku. 23
3. Undang-undang No. 4 tal1un 1979 tentang kesejahteraan analc (pasal 12)
berbunyi sebagai berikut :
22http://www.lbh-apik.or.id/adopsi.htm
23 Ibid
19
a. Pengakatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. 24
b. Kepentingah kesejahterqan anak yang termaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan PP ( Peraturan Pemerintah ). 25
c. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang
dilakukan diluar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Hukurn dan Perundang-undangan Nomor :
.!HA 1/1/2 tanggal 24 Februari 1978 tentang prosedur pengmigkatan anak
warga Negara Indonesia oleh orang asing. Surat Edaran tersebut
menyatakan bahwa pengatigkatan oleh orang asing hanya dapat dilakukan
dengan suatu penetapan Pengadilat1 Negeri. Tidak dibenarkan dilaknkan
dengan akta Notm·is yang di legalisir oleh Pengadilan Negeri. Selanjutnya
dalam Surat Edaran tersebut ditentukan juga syarat-syarat permohonan
pengangkatan anak warga Negara Indonesia oleh orang asing, diantarat1ya
ditentnkan bahwa permohonannya harus diajnkan oleh Pengadilan Negeri
di Indonesia ( dimana anak yang diangkat berdiam), permohonan harus
berdiam di Indonesia, pemohon beserta istri menghadap sendiri di
24 Pengakatan anak berdasarkan pasal ini tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua dan keluarga orang tua berdasarkan hukum bagi anak yang bersangkutan(penjelasan UU RI No 4 tahun 1979. tentang kesejahteraan anak. h.62)
25 Peraturan pemerintah yang dimaksudkan antara lain mengatur pencatatan sebagai buku sah. Adanya pengangkatan anak guna pemeliharaan kepentingan kesejahteraan anak bersangkutan (Ibid)
20
hadapan hakim serta pemohon clan istri berdasarkan peraturan
d . . . I k ak 26 perun angan negaranya mempunym surat izm untu c mengang ·at an .
5. Surat Edaran Menteri Sosial Republik Indonesia tertanggal 7 Desember
1978 Nomor : Huk. 3-1-58-1978. Surat Edaran tersebut ditujukan kepada
kepala kantor wilayah Depmiemen Sosial seluruh Indonesia, yang menjadi
penekanan dalam Stirat Edaran ini adalah supaya Dep-Sos memperhatikan
hal pengangkatan anak yang maim harus ditekankan untuk kepentingan
kesejahteraan anak. Surat Edm·an ini merupakan petunjuk sementara
dalan1 pengangkatan m1ak ( adopsi) Internasional dimana kasus ado psi
m1tar Negara semakin meningkat, yakni adopsi Warga Negata Indonesia
oleh Wm·ga Negara Asing.
6. Surat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Kemnanan tertanggal 27
Mm·et 1980 Nomor : 12/MENKO/POLKAM/3/1980. Dijelaskan dalam
surat tersebut bahwa hendaknya masih disediakan suatu klausa yang
membuka kemungkinan pengangkatan mmk oleh suatu keluarga asing
berdasar persyaratan sangat istimewa, berdasarkan alasan yang ditentukan
dalam Surat Menko Polkmn, diantaranya menyatakan bahwa
Pengangkatan anak perbuatan kemannsiam1 yang sangat mulia.
7. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 6 tahun
1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agtmg Nomor : 2
tahun 1979 mengenai pengangkatan anak. Surat Edaran tersebut
26 Htm://WWW.Theceli.com/Apik/Adopsi.htm.
21
menjelaskan tentang syarat-syarat permohonan, pengangkatan anak antara
Warga Negara Indonesia, pengangkatan anak Warga Negara Indonesia
oleh orang tua Warga Negara Asing, pengangkatan anak Warga Negara
Asing oleh orang tua Warga Negara Indonesia. Surat tersebut ditujukan
kepada Ketua, Wakil Ketua, Hakim-hakim pengadilan Negeri di seluh1h
Indonesia. 27
8. Instruksi Presiden Nomor 1 talmn 1991, Kompilasi Hukum Islam, pasal
171 (h) menyatakan bahwa kedudukan anak dipelihara dan dirawat oleh
orang tua angkat. A11inya anak angkat tidak sama dengan anak kandung.
Hanya tanggung jawab terhadap analc beralih dari orang tua kandung
kepada orang tua angkat. Orang tua angkat diberikan tanggung jawab
yang san1a dengan orang tua kandung, seperti : merawat, mendidik,
dsb. 28
9. Pengangkatan anak diatur dalam undang- undang No.23 tahun 2002
tentang perlindungan analc, Bab VIII, bagian kedua, pasal 39 sampai 41
yang intinya adalal1:
Pengangkatan analc hanya dapat dilalcukan w1tuk kepentingan yang
terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
27 Himpunan SEMA RI dari I951-2005. h. 593 28
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Departemen Agama R.I Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2004, h. 196
22
Pengangkatan anak tidak akan menmtuskan hnbungan darah antara
anak yang diangkat dan orang tua kandungnya;
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat;
Pengangkatan anak oleh warga negara asmg hanya dapat dilaknkan
sebagai upaya terakhir;
Bila asal usu! anak tidak diketahui, maka agan1a anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat;
Orang tua angkat wajib memberitahukan k1~pada anak angkatt1ya
mengenai asal usulnya da11 orang tua kandungnya dengan
memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan. 29
b. Pengangkatan Anak Menurut Hokum Islam
Pengangkatan anak dalal11 istilah Arab disebut tabanni atau tabanni
aththifi, yaitu mengangkat anak orang lain sebagai anak yang kedudukmmya
sarna dengan mrnk kandung sehingga memutuskm1 hubungan si mrnk dengan
keluargm1ya serta memberikan hak mewarisi dm1 diwarisi antara keduanya,
dimana pengangkatan anaknya diresmikan di depan umum.3° Kemudian
Qur'an juga menyebutnya da'iyyun, yaitu, menghubungkan asal usu! kepada
seseorang yang bukan ayah kandungnya. 31 Menurut Qur' m1 da 'iyyun dan
Tabanni adalah penge1tian yang tidak dibenm·kan dalam hukmn Islam, ini
merupakm1 ha! yang tidak benar terhadap asal usu!, karena menghubllilgkan
29 hokum online.co1n
30 Huzaemah Tauhido dan Hafidz Ansari (ed), Problematika Hukum ls/am Kotemporer, (Jakarta: Pustaka firdaus, 1996 ), h. 130 .
31 Ibid., ha!. 453
23
kepada yang bukan keturunannya. Al-Qur'an melarang pengangkatan anak
dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab 4-5 yaitu:
: "Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Allah tidak menjadikan Jstri-istrimu yang kamu Zhihar itu sebagai ibumu ,dan Allah tidaklah menjadikan anak angkat sebagai anak kalian sendiri. !tu hanyalah ucapan mulut kalian semata, sedangkan Allah menyatakan kebenaran dan ia menwyuki kepada jalan yang lurus. "
Ayat ini didahului dengan pernyataan bahwa Allah tidak menciptakan
dua hati dalam rongga dada manusia, seperti yang telah diterangkan oleh Ibnu
Katsir, bahwa seseorang tidak mungkin menyamakan antara seorang ibu dan
seorang istri bagaimanapun mirip keduanya, seperti juga tidak mungkin
menyamakan antara anak kandung dan anak angkat bagaimanapun keduanya
dianggap sama. Muhan1mad Ali al-syabuny berpendapat dalam kitab tafsir
Rawa'I Al-Bayan bahwa Tabanni sebagaimana Zihar, diperbolehkan pada
masa jahiliyah. Nanmn setelah datangnya islam keduanya diharamkan.
Tabanni maupun Zihar diharamkan karena dalam keduanya ada penisbatan
seseorang kepada orang Jain yang tidak sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Dalam Tabanni, ada penisbatan anak kepada seorang bapak yang bukan bapak
24
kandungnya.32 Ada beberapa sebab Syari'at Islam melarang melakukan
pengangkatan anak (al-Tabanni) seperti yang dilakukan pada masajahiliyah:
1. Tabanni itu berarti mengada-ngada yang tidak ada. Salah satu azas dalam
ajaran Islam adalah mengakui sesuatu kenyataan sesuai dengan
sunnatullah. Mengangkat anak dengan mengakui anak orang lain sebagai
anak sendiri adalah tidak sesuai dengan sunnatullah.
2. Pengangkatan anak sering dilakukan dengan tujuan tertentu yang
bertentangan dengan prikemanusiaan, seperti misalnya agar mendapat
warisan orang lain dan sebagainya.
3. Pengangkatan anak dapat menimbulkan perubahan tingkatan dan susunan
hak dan kewajiban dalam keluarga yang akan berdampak pada kenyataan
setuju atau tidak setuju diantara anggota keluarga. Misalnya dalam bidang
nafkah, waris dan sebagainya. 33
Sementara dalam Zihar ada penisbatan Istri terhadap ibu kandungnya
sendiri. Keduanya merupakan ha! yang dilaknat dan dimurkai oleh Allah. Ada
juga istilah pengangkatan anak dalam agama Islam yaitu al-Luqatah (al-
Laqith), yaitu seorang ayah yang memungut seorang anak yatim atau
mendapat di jalan kemudian dijadikan sebagai anaknya sendiri baik diasuh,
diberi makan, diajarkan, dan diajak bergaul seperti anaknya sendiri, bedanya
32 Muhammad Ali Ash-syabuny, Rawa'I al-bayan Tafsir ayat AI-ahkam Min Al-qur'an.(Beirut: 'Alim Al-kutub, 1986), Cet. Ke-I, juz II, h. 286
33 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama /JAIN di Jakarta, I/mu Fiqh, Cet.ke-Jl, JI/id fl, (Jakarta: t.p., 1994/1995), h. 182
25
adalah ia tidak menisbatkan anak tersebut pada dirinya dan tidak diperlakukan
padanya hukum-hukum seperti anak kandungnya sendiri sepe1ti : menjadi
mahram, haram dikawini, dan berhak mendapat waris. 34 Hal semacam ini
dibolehkan dalan1 Islam. Tabanni sebagaimana Zihar keduanya dllatang oleh
agama. Larangan ini berhubungan dengan kasus pcngangkatan Zayid bin
Haritsah, seorang budak, menjadi anak Nabi Muhammad s.a.w.35
Implikasi dari kasus ini, Zayid yang tadinya dipanggil Zayid bin
Muhan=ad, kemudian diganti dengan zayid bin Harit:iah sesuai dengan nama
ayah kandungnya, mengikuti ketentuan ayat 5 surah Al-Ahzab.
Pasal 171 (h) Kompilasi Hukum Islam mengatur pengangkatan anak
menurut hukum Islam. Disebutkan: "Anak angkat adalah anak yang dalam
pemeliharaan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih
tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan." Pengadilan yang dimaksud adalah
Pengadilan Agama. Pasal 209 (2) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
anak angkat hanya berhak mendapat Washiyah Wajibah, sebanyak-banyaknya
sepertiga dari harta warisan, bila almarhum tidak meninggalkan wasiat untuk
anak angkatnya, tetapi tidak mendapatkan hak waris.
c. Dalan1 hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili permohonan
permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia
oleh orang tua angkat Warga Negara Asing diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
41
I). Pengadilan Negeri mendengar langsung
a). Calon orang tua angkat Warga Negara Asing (Suami-isteri) dan
Orang tua yang sah/walinya Warga Negara Indonesia
b ). BadaiJ/Y ayasan Sosial yang telah 111endapat izin dari Departemen
Sosial/Pejabat Instansi Sosial setempat untuk bergerak di bidang
kegiatan pengangkatan anak, kalau anak angkat warga Negara
Indonesia tersebut berasal dari Badan/Y ayasan Sosial (bukan
private adoption).
c ). Calon anak angkat kalau menurnt umurnya sudah dapat diajak
bicara.
d). Petugas/Pejabat Imigrasi dan bilamana tidak ada pejabat Imigrasi
di suatu daerah, Petugas/Pejabat tertentu dari Pemerintah Daerah
yang ditunjuk untuk memberikan penjelasan tentang status
Imigratur dari calon anak Warga Negara Indonesia atau/ calon
orang tua angkat Warga Negara Asing.
e). Pihak kepolisian setempat.
2). Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat bukti lain yang
dapat menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan
Pengadilan antara lain sebagai berikut:
a). Akte kelahiran yang ditanda tangani oleh Bupati atau Walikota
setempat.
b). Surat resmi (surat izin Departemen Sosial).
42
c ). Surat-surat keterangan, laporan Sosial, pernyataan-pernyataan.
d). Surat Keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat
dan calbn anak angkat
e ). Surat Keterangan dari Kepolisian tentang, bahwa calon orang tua
angkat Warga Negara Asing tel·sebut telah berada dan bekerja
tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun
f). Surat-surat resmi tentang pribadi calon orang tua angkat Warga
Negara Asing. Seperti Surat Nikah Calon orang tua angkat, Surat
lahir mereka, Surat keterangan kesehatan, Surat keterangan
pekerjaan dan penghasilan calon orang tua angkat (suami-istri),
Persetujuan atau izin untuk mengangkat anak/bayi Indonesia dari
Instansi/Lembaga Sosial yang berwenang dari Negara asal orang
tua angkat Warga Negara Asing, Surat keterangan atas dasar
penelitian social Worker, Surat pernyataan calon orang tua
angkat Warga Negara Asing bahwa mereka tetap berhubungan
dengan Departemen Luar Negeri/Perwakilan Republik Indonesia
setempat sungguhpun anak tersebu1 telah memperoleh
kewarganegaraan orang tna angkat (Warga Negara Asing). Surat
surat tersebut 7 hams didaftarkan dan dilegalisir oleh
Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI di Negara asal calon
orang tua angkat Warga Negara A sing terse but.
3). Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan dipersidangan :
43
a). Untuk memperoleh gambaran yang sebenamya tentang latar
belakang/motif dari pihak-pihak yang akan melepaskan anak
(termasuk Badan/Yayasan social dimana anak tersebut berasal)
ataupun pihak yang akan menerima anak yang bersangkutan
sebagai anak angkat, tanggapan anggota keluarga terdekat (anak
anak yang telah besar) dari kedua belah pihak orang tua tersebut.
b ). Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam
kesungguhan, ketulusan dan kesadarart kedua belah pihak
tersebut akan akibat-akibat dari perbnatan hukum melepas dan
mengangkat anak tersebut, Hakim menjelaskan hal-hal tersebut
kepada kedua belah pihak.
c ). Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga
(kernkunan, keserasian, kehidupan keluarga) serta eara mendidik
dan mengasuh dari kedua belah pihak calon prang tua angkat
terse but.
d). Untuk memperoleh keterangan dari pihak Departemen luar
Negeri, Imigrasi dan Kepolisian setempat demi menghindarkan
penyelundupan legal.
3. Putusan Terhadap Permohonan-pcrmohonan Pcngusahan/ Pengangkatan
Anak
a. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak antar Warga Negara
Indonesia
44
I). Mernpakan "PENET APAN"
2). Amar Penetapan yang isinya menyatakan sah pengangkatan anak
( dibubuhi natna, alamat Pemohon, dan nama, alamat dan jenis kelamin
anak angkat tersebut), menghukum pemohon untuk membayar biaya
perkara yang ditetapkan.
b. Tentang Permohonan pengesahan/pengangkatan anak Warga Negara
Asing oleh orang tua angkat Warga Negara Indonesia (Inter Country
Adoption).
c. Tentang Permohonan pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia oleh
orang tua angkat Warga Negara Asing (Inter Country Adoption).
Mengenai ha! :
I). Kedua-duanya merupakan " PUTUSAN "
2). Sistimastik kedua jenis permohonan tersebut serupa dengan sisitematik
putusan dalam perkara gugatan perdata yang terdiri dari dua bagian :
a). Dalam bagian " TENT ANG JALANNY A KEJADIAN " dimuat
secara lengkap pokok-pokok yang terjadi selama pemeriksan
dimuka sidang.
b). Dalam bagian " TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM "
dipertimbangkan/diadakan penilain tentang, latar belakang
mengapa disatu pihak ingin melepaskan anak di lain pihak
mengapa ingin mengadakan pengangkatan, Keadaan kehidupan
45
ekonomi, Kesungguhan, ketulusan, kerelaan pihak yang
mengangkat yang mengangkat dan yang melepaskannya.
c ). Amar putusan yang isinya yang isinya menyatakan sah
pengangkatan anak ( dibubuhi nama, alamat, Warga Negara
Pemohon, dan nama, alamat dan jenis kelamin anak angkat
tersebut), menghukum pemohon untuk mcmbayar biaya perkara
yang ditetapkan.
Dan khusus Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia oleh
Warga Negara Asing ditambah dengan Salinan putusan
permohonan, pengesahan/pengangkatan anak dikirimkan kepada
pihak-pihak Departemen Sosial, Departemen Kehakiman, Dirjen
Imigrasi, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan,
Kejaksaan, Kepolisian.
B. PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK SETELAH UNDANG-UNDANG
NO. 3 T AHUN 2006.
Dalam hukum acara perdata gugatan permohonan disebut juga gugatan
Volunteir. Yang artinya permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang
ditarik sebagai tergugat.
I. Proses Pemeriksaan Permohonan. 1
a. Jalannya proses pemeriksaan secara Ex-Parle.
1 !bid, h. 38
46
Oleh karena yang terlibat dalarn perrnohonan hanya sepihak, yaitu
pernohon sendiri, proses perneriksaan perrnohonan hanya secara sepihak
atau bersifat Ex-f'mte, sedangkan yang hadir dan tarnpil dalarn
perneriksaan pel'sidangan, pernohon atau kuasanya. Tidak ada pihak lawan
atau tergugat perneriksaan sidang benar-be11ar hadii· untuk kepentingan
pernohon. oleh karena itu, yang terlibat dalarn penyelesain pennasalahan
hukurn, haliya sepihak yaitu pehiohon.
Pada prinsipnya proses ex-parte bersifat sederhana:
• hanya rnendengar keterangan pernohon atau kuasanya selmbungan
dengan perrnohonan,
• memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon, dan
• tidak ada tahap replik-duplik dan kesimpulan.
b. Yang Diperiksa di Sidang hanya Keterangan dan Bukti Pernohon.
Didalarn proses yang bercorak ex-parte, hanya keterangan dan bukti
bukti pemohon yang diperiksa pengadilan. Pemeriksaan tidak
berlangsung secara contradictoi (contradictory) atau op tegenspraak.
Maksudnya, dalan1 proses pemeriksaan, tidak ada bantahan pihak lain.
hanya dalarn proses pemeriksaan gugatan contentiosa (gugatan yang
bersifat partai dimana ada penggugat dan tergugat) yang berlangstmg
secara contradictoir. Dalarn hal ini, keterangan dan bukti-bukti yang
47
diajukan penggugat dapat dibmitah dan dilumpuhkan tergugat, dm1
sebaliknya.
Intinya adalah pada Hukum Acm·a Perdata di Pengadilan N egeri dengan di
Pengadilan Agmna dalam ha! prosedur Beracara sebenarnya sama saja.
Termaktub Dalam Undm1g-undmig Republika Nornor 7 tahun 1989 pada Bab
IV Hukum Acara pasal 54 dikatakan bahwa " hukum acara yang berlakti pada
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata
yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali
yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang lni. " 1
Jadi prosedur pengangkatan anak sebelum undang-undang no. 3 tahun
2006. yang penyelesaiannya di Pengadilan Negeri dengan prosedur
pengangkatan anak sesudah undang-undang no. 3 tahun 2006. dimana
Pengadilm1 Agmna memiliki kewenangan absolute untuk menerima, memeriksa
dan mengadili perkara permohonan pengangkatan berdasm·kan hukum Islam.
prosedur pengangkatan anak antara keduanya san1a saja. Baik yang Permohonan
Pengesahm1/Pengangkatan m1ak m1tar Warga Negara Indonesia, Tentang
Permohonan pengesahan/pengangkatm1 anak Warga Negara Asing oleh orang
tua angkat Warga Negara Indonesia Tentang Permohonan pengm1gkatan Anak
2 Peradilan Aga1na di Indonesia, Sejarah Perken1bangan /e1nbaga dan proses 11embentukan IJndang-undangnya, DEPAR TEMEN A GAMA RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan BAdan Peradilan Agama 2001.
48
Warga Negara Indonesia oleh orang tua angkat Warga Negara Asing. Tentu saja
pemohon tersebut beragama Islam
Oleh karena itu penulis tidak menulis kembali prosedur pengangkatan
anak sesudah undang-undang no. 3 tahun 2006. sebab tdah ada pada prosedur
pengangkatan anak sebelum undang-undang no. 3 tahun 2006 diatas.
C. AKIBAT HUKUM
Pengangkatan anak berdasarkan tradisi hukum Barat/Belanda melalui
Pengadilan Negeri mempunyai akibat hukum yang berbeda dengan
pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama.
Pengangkatan anak versi hukum Islam sebenarnya merupakan pemeliharaan
dan pengasuhan anak bukan hanya bagi orang tua kandung saja namun
pengasuhan oleh orang lain yang bukan orang tua kandungnya dengan tidak
sama sekali merubah hubungan hukum, nasab dan mahram antara anak angkat
dengan orang tua dan keluarga asalnya. Perubahan yang te1jadi hanya
perpindahan tanggung jawab pemeliharaan, pengawasan dan pendidikan dari
orang tua asli kepada orang tua angkat. 3
3 Rifyal Ka'bah, Pengangkatan Anak Dalam UU NO. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU
No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Rakernas Mahkamah Agung Rl.(Batam : t.p. 2006 ),h.
14 3 M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991
49
Pengangkatan anak versi hukum islam tidak merubah status anak angkat
menjadi anak kandung dan status orang tua angkat menjadi status orang tua
kandung, mempunyai hubungan keluarga seperti keluarga kandung. Dalam
hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam ha!
hubungan darah, hubungan wali-mewali dan lmbungan waris n1ewaris dengan
orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dm·i orang tua kandungnya dan
anak tersebut tetap memakai nama dari ayah km1dungnya." kecuali hubungan
keluarga persusuan bila Ibu angkat berhasil menyusukan anak angkat sewaktu
masih dalam masa menyusui, dan lain-lain.
Oleh km·ena itu akibat hukum dm·i pengm1gkatan anak m1tara versi Islam
dengan versi hukum positif yang dibuat dari ketentuan hukum belanda, memiliki
akibat hukum yang berbeda, akibat hukum dari pengangkatm1 anak versi
ketentuan hukum belanda adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama
dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan
orang tua m1gkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat
pengangkatan tersebut maka terputus segala hub1mgan perdata, yang berpangkal
pada keturunan karena kelahiran, yaitu antm·a orang tua kandung dm1 miak
tersebut. Dalam ha! perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilm1, maka
orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula,
-e:gaia nak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat.
50
hanya bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah
maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau
saudara sedarabnya.
Selain dari dna pandang hukum yaitu pandangan hukum positif dan hukum
Islam, ada juga hukum adat jangan sampai terlupakan sebab hukum adat juga
memiliki andil besar dan merupakan bahan pe1iimbangan dalam membuat
hukum di Indonesia. Akibat hukum pengangkatan anak dilihat dalan1 sudut
pandang Hukum Adat, namun hukum adat tidak sedikit pula yang tidak dapat
mewakili apa yang ada dalam Undang-undang No. 3 tabun 2006 Perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, oleh karena itu
dapat kita lihat perbedaan hukum adat dibawah 1111
: Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung
kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang paTental, -Jawa
misalnya-, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskim tali keluarga antara
anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak
waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua
kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban
hukum yang melepaskm1 m1ak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga
angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan
meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya. Berbeda Di Bali dan di Jawa
yang keluarga Parental berbeda pula di tanah Jakarta jauh disana adapt Betawi,
51
dimana pada masyarakat Betawi pengangkatan anak tidak menyebabkan
hubungan dengan orang tua kandung putus sama sckali. Si anak tetap
dibolehkan berhubungan dengan keluarga kandungnya. Hal 1m disebabkan
masyarakat betawi biasanya mengangkata anak berasal dari saudara sendiri. 5
D. ANALISIS
Bahwa setelah penulis kaji dan perhatikan dari uraian yang ada, bahwasanya
penulis dapat menganalisis diantaranya tentang :
l. Staatblad tahun 1917 Nomor: 129 Bab II, kalaulah diperhatikan sebetulnya
dibuat demi status social yakni untuk melestarikan keturunan atau
pemeliharaan abu leluhur warga Tionghoa, bukan untuk kepentingan anak.
Staatblad tersebut belum dihapus dari sistem dan penmdang-undangan tentang
adopsi di Indonesia. Walaupun pada keputusan Pengadilan Negeri Istimewa
Jakarta Namor : 907 /1963 tertanggal Mei 1963 menyatakan bahwa peraturan
adopsi sepetii yang tercantum dalam pasal 5 dan seternsnya Staatblad 1917 :
129 sudah tidak mempunyai hak hidup lagi, karena bertentangan dengan
Undang-undang Dasar 1945, akan tetapi pada kenyataarmya masih tetap
berlaku dan dijadikan rujukan hukum di Pengadilan Negeri.
5 http:// anggara. word press.com/2006/09/2 7 /tentang-pengangkatan-anakadopsi/
52
2. Mengenai Undang-undang Kesejahteraan Anak No. 4 1:ahun 1979 yang dalam
pasal-pasalnya ditegaskan bahwa pengangkatan anak hams lebih diutamakan
kepentingan kesejahteraan anak, akan tetapi pada ke1ryataannya dapat dilihat
dalam perkara-perkata adopsi, terbukti babwa pengangkatan anak didasarkan
pada alasan tidak adanya keturunan. Anak yang diangkat biasanya adalah
anak yang orang tuanya tidak mampu ekonominya. Pengangkatan anak
memang bisa menguntungkan si anak namun juga bisa merugikan si anak
angkat tersebut. Menguntungkan bila orang tua yang mengangkat
memperlakukan si anak sebagai anak sendiri tanpa membeda-bedakan status
sehingga perkembangan jiwa si anak angkat berlangsung dengan baik. Tetapi
terkadang pengat1gkatan anak itu juga merugikan si anak angkat ketika
keadaan tertentu membuat perlakukan orang tua angkat tidak membahagiakan
si anak angkat. Hal ini bisa te1jadi ketika ternyata si anak angkat memiliki
kelemahan baik secara fisik ataupun mental yang dianggap merugikan dan
merepotkan orang tua angkat, atau bisa juga ketika diketabui si anak angkat
berperilaku nakal dan tidak berkenan di kalangan keluarga orang tua angkat
sehingga ada upaya pengucilan dari keluarga angkat. Memang masalah
pengangkatan anak ini merupakan sesuatu yang bisa bersifat positif tapi juga
bersifat negatif. Bahkan pakar hukum yang berkecimpung dalam masalab
perlindungan anak Arif Gosita, menyebutkan, bahwa yang hams diutamakan
dalam perlindungan anak adalah kepentingan si anak sendiri daripada
kepentingan orang tua.
53
3. Dalam ha! kewarisan, anak angkat tidak mendapat Warisan dari orang tua
angkat namw1 hanya mendapat wasiat wajibah seperti yang telah termaktub
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 209. Dal am Islam ada tiga faktor yang
menyebabkan seseorang saling mewarisi, yaitu karerta ketururlan al-qarobah,
katena hasil perkawinan yang sah al-Musyaharah, dan karena faktor hubuhgan
perwalian antara hamba sahaya dan wali yang memerdekakannya. Anak
angkat tidak termasuk dalam tiga katagori tersebut di atas, dalam arti bukan
satu kerabat atau satu keturunan dengan orang tua angkatnya, bukan pula lahir
atas perkawinan yang sah dari orang tua angkatnya, dan bukan pula karena
hubungan perwalian. Oleh karena itu antara dirinya dan orang tua angkatnya
tidak berhak saling mewarisi satu sama lain . .Tika ia mewarisi, maka hak waris
mewarisi hanya berlaku antara dirinya dengan orang tua kandungnya. Caranya
adalah dengan hibah atau wasiat yang ditulis oleh ayah angkatnya selama
masih hidup. Dan ketentuan dalam wasiat wajibah adalah sepertiga dari harta
wansan.
4. Dalam ha! Pencatatan Pengangkatan anak, pengajuan pencatatan anak angkat
ke kantor Catatan Sipil adalah Penetapan Pengadilan Negeri tentang
pengangkatan anak. Setelah memperoleh kepastian hukum maka kewajiban
orang tua angkat untuk mencatatkan anak angkatnya itu ke kantor Catalan
Sipil untuk memperoleh semacam Akta Kelahiran. Dengan demikian maka
dapat dianggap bahwa anak angkat tersebut seolah-olah sebagai anak yang
54
bm·u lahir di tengah-tengah keluarga barunya. Dengan lahimya surat "Akta
Pengangkatan Anak:' dari km1tor Catatan Sipil tersebut, maka "Akta
Kelahiran anak:' tersebut dari orffilg tua km1dungnya menjadi gugur atau
hapus dengan sendirinya. Sebab tidak mungkin seorang ffilak memiliki dua
akta kelahiran dengan dua orang tua kandung. Kemudim1 dengffil Pengadilan
Agama memiliki kewenffilgan absolute untuk menerima, memeriksa dm1
mengadili perkara permohonffil pengffilgkatffil berdasarkan hukum Islmn.
Yang menjadi persoalan "Apakah anak yang telah ditetapkan sebagai anak
angkat oleh Pengadilan Agama harus juga dicatatkan oleh orang tua
angkatnya ke kantor Catalan Sipil " ?? . yffilg selmna ini belum ada kejelasan
mengenai pencatatm1 pengangkatffil di Pengadilan Agama, oleh karena itu
sebaiknya menurut penulis dari penguraian pada Bab II di atas, pengangkatffil
berdasarkan hukum Islam tidak memutuskffil hubungan hukum atau hubungan
nasab dengffil orang tua kandungnya. Orang tua angkat hanya sekedar
mengasuh memelihm·a, memberikan pendidikffil dm1 memberi kasih sayang.
Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan seolah-olah anak ffilgkat tersebut sebagai
mlalc yang baru lahir di tengah-tengah keluarga orang tua m1gkatnya dengan
segala hak dan kewajibannya seperti analc kandung. Oleh karena itu
konsekwensi logisnya tidak perlu adanya pencatatan anak angkat yang
ditetapkan berdasarkffil hukum Islam oleh orffilg t11a angkatnya ke kantor
Catalan Sipil. Mungkin cara penetapan pengffilgkatan anak di Pengadilffil
Agffilm Dengffil membuat catatffil pinggir pada Akta Kelahirffil Analc, bahwa
55
anak yang bersangkutan tersebut sekarang menjadi anak angkat A dan B (ha!
ini penulis mehgkiaskan pada masalah Rujuk. Dibuat catatan pinggir pada
Kutipan Akta Pernikahan, bahwa orang yang bersangkutan telah Rujuk
kembali).
A. KESIMPULAN
BAB IV
PENUTUP
Melalui kajian-kajian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa:
1. Perbedaan pengangkatan anak sebelum dan sesudah berlakunya UU No.
3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989
tentang peradilan Agama, diketahui adanya perbedaan kewenangan,
adopsi anak sebelum Tahun 2006 pengangkatan anak merupakan
kewenangan Pengadilan Negeri, baik yang beragama Islam atau bukan
yang beragama Islam, dan setelah berlakunya Undang-undang No. 3
Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989
tentang peradilan Agama, pengangkatan anak bagi yang beragama Islam
dilakukan di Pengadilan Agama. Perbedaan juga terjadi dari segi
kualifikasi atau te1minologi, ada perbedaan konsep adopsi menurut
hukum Islan1 dengan hukum nasional atau hukum Barat. Islam tidak
mengenal adopsi sebagaimana dimaksud dalam hukum Barat. Kemudian
pada akibat hukumnya pun ada perbedaan antar putusan sebelum Tahun
2006 dengan putusan sesudah berlakunya UU Nomor 3 tahun 2006
57
tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
peradilan Agama .
2. Prosedur pengangkatan anak scbclwn dan sesudah berlaktmya Undang
undang No. 3 Tahun 2006
Pengangkatan anak sebelum dan sesuclah berlakunya Unclang-unclang
No. 3 Tahun 2006 clalam beracara ticlak acla perbeclaan. Proseclur
pengangkatan sebclum clan sesuclah Unclang-undang No. 3 Tahun 2006
tcrdapat pacla Surat Eclaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983
tentang penyempurnaan Surat Eclaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun
1979 perihal penyempurnaan pcmeriksaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak. karena sesuclah berlakunya Unclang
undang No. 3 Tahun 2006 pengangkatan anak menjacli kewenangan
Pengadilan Agama bagi orang yang beragama Islam maka dalam
Unclang-undang Republika Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan
Agama pada Bab IV Hukum Acara pasal 54 clikatakan bahwa " hukum
acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara
khusus dalam Undang-undang ini. ".
3. Akibat hukum pengangkatan anak setelah berlakunya Undang-undang No.
3 Tahun 2006 tentang perubahan alas Unclang-unclang No. 7 Tahun 1989
tentang pcraclilan Agama. Pcngangkatan anak ticlak membawa akibat
58
hukum dalam ha! hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan
waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari
orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah
kandungnya.
A. REKOMENDASt
Oleh karena itu penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
I. Maka perbedaan yang esensial m1tara kedua tradisi hukum harus
dicantumkan dalam setiap pei1etapan pengangkatan anak di Pengadilan
Agama, pencatatan di Kmttor Catatan Sipil, Depmiet:netl Sosial dan
lembaga-letnbaga laiimya yang berhubungan.
2. Agar segel'a disosialisasikan Undang-undm1g No. 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama kepada masyarakat. Agar masyarakat yang beragama Islam
mengetahui adanya pengangkatan anak di Pengadilan Agama.
3. Diharapkan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 7 Talmn 1989 tentang Peradilan Agama dapat
dimasukkan dalam Kurikulum belajar-mengajm· di tingkat Tsanawiyah,
Aliyah . Tujuannya agm· siswa dapat mengetahui lebih jauh Undang
undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahm1 atas Undang-undang No. 7
Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama sebelum masuk ke Perguruan
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA,
Al-Qur 'an Nu! karim dan Terjemahannya
Undang-undang Nomor I Tahun I974 Tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintahan Nomor 9 Tahun I975 Serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Departemen Agama R.I Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2004.
Ka'bah, Rifyal, D.r,. M.A,. Pengangkatan Anak Dalam Undang-undang NO. 3 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang NO. 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama, Rakernas Mal1kamah Agung RL(Batam : t.p. 2006 )
Alunad Al-Barri, Zakaria,M.A,. Hukum Anak Dalam Islam (Jakarta Bulan Bintang
1981) cetakan ke 1.
Mimbar Hukum Aktualisasi Islam, No. 42 Thn. X, 1999 Mei-Juni
Himpunan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia dari Tahun 1951-
2005.
Umar, Ansori,S.H., Fiqh Wanita (Semarang. CV. Asyifa, t.t)
Ikatan Hakim Indonesia, IKAHI, I.S.S.N- Internasional Standart Serial No. 0215-
0247
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia,
1981)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kamus besar
bahasa Indonesia, edisi Kedua (Jakaiia: Balai pustaka, 1886),
60
R. Subekti & Tirtosoedibio " Pengangkatan seorang anak sebagai anak
kandungnya. ", kamus Hukum (Jakarta: PT Pradnya Paramita. 1996)
Peradilan Agama di Indonesia, Sejarah Perkembangan lembaga dan proses
pembentukan Undang-undangnya, DEPARTEMEN AGAMA RI, Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan BAdan
Peradilan Agama 2001.
Tafal, B. Bastian, Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya
di Kemudian hari, (Jakarta: Rajawali, 1983 )
Haar, B. Ter, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur
Schiler, (Jakarta: t.p., 1962)
Wignjoclipoero, Surojo, S.H, Pengantar dan azas-azas Hukum Adat, ( Bandnng:
t.p.,1973)
Bushar Muhammad,S.H, Pokok-pokok Hukum Adat, (.Jakarta: Praclnya Paramita,)