KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian …eprints.ung.ac.id/6495/3/2012-1-86207-153408085-bab2... · menggambar, menulis puisi, bercerita, mendongeng, membuat kriya, suka
Post on 29-Mar-2019
223 Views
Preview:
Transcript
8
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teoretis
a. Pengertian Kemampuan
Dalam kamus bahasa Indonesia (2010:623) kemampuan berasal dari
kata “Mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat,
berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan adalah suatu
kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila
ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Adapula pendapat lain
menurut Akhmat Sudrajat (2010:1) menghubungkan kemampuan dengan kata
kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam
melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada
dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan anak
mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki. Yang dimaksud dengan
kemampuan dalam hal ini yakni bagaimana anak dengan daya kreasinya,
potensinya dapat menumbuhkan imajinasi yang sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.
Kemampuan yang dimiliki seseorang tidak sama, ada yang intensitas
kemampuannya tinggi, ada yang sedang, dan ada yang rendah. Dan juga tidak
semua orang memiliki intensitas kemampuan yang tinggi dalam setiap jenis
pekerjaan (Suyadi, 2009:17)
9
Setiap orang membutuhkan kemampuan dalam hidupnya. Kemampuan
sangat di perlukan dalam sebuah pekerjaan, karena semua bidang pekerjaan
memerlukan kemampuan.
Seseorang yang memiliki kemampuan untuk suatu bidang pekerjaan,
dan memiliki bakat terhadap pekerjaan itu, biasanya prestasi yang di capai
dalam bidang tersebut tinggi. Begitu juga halnya dengan seorang guru yang
melakukan kegiatan mengajar, maka kemungkinan segala usaha yang
dilakukan dalam memotivasi belajar anak akan berhasil. Prestasi seseorang
antara lain di tentukan oleh faktor intelegensi dan kemampuan intelektual.
Untuk menjadi guru, disamping pengetahuan, keterampilan dan sikap, sebagai
salah satu persyaratannya diperlukan kemampuan. Demikian halnya dengan
profesi atau bidang pekerjaan lain.
Dalam hubungannya dengan tugas guru, maka kemampuan guru
mengandung arti kecakapan yang dimiliki oleh seorang guru dalam
melaksanakan pekerjaannya, serta merupakan perpaduan antara kemampuan
kognitif guru, emosional, sosial, dan spritual yang dapat membentuk
kompetensi standar profesi guru, mencakup penguasaan materi, pemahaman
terhadap peserta ajar hingga mejadi pribadi dan profesional.
Menurut Kurniati (2010:16), kemampuan kognitif adalah kekuatan
intelektual seseorang untuk mengasah ide, berimajinasi dan menyampaikan
dasar-dasar pemikiran terhadap aktivitas yang akan dilakukan. Dengan kata
10
lain, kemampuan berimajinasi adalah kecakapan yang bersumber pada akal
pikiran dalam menyelesaikan berbagai persolan hidup
b. Pengertian Imajinasi
Menurut Rachmawati dan Kurniaty (2010: 54) mengemukakan imajinasi
adalah kemampuan berpikir divergen seseorang yang dilakukan tanpa batas,
seluas-luasnya dan multi perspektif dalam merespon suatu stimulasi. Kemampuan
ini sangat berguna untuk mengembangkan kreativitas anak. Dengan imajinasi
anak dapat mengembangkan daya pikir dan daya ciptanya, tanpa dibatasi
kenyataan dan realitas sehari-hari. Ia bebas berpikir sesuai pengalaman dan
khayalannya. Imajinasi akan membantu kemampuan berpikir flexibility,
originality pada anak.
Berimajinasi bagi anak usia dini sangat penting, karena pada usia itu
terjadi masa peka, di mana anak memiliki potensi yang perlu dikembangkan.
Menurut Yulianti (2010:10) menyatakan usia TK menjadikan anak sensitif untuk
menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi yang dimilikinya. Pada
masa itu pula terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap
merespons stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sehingga dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan fisik, kognisi, bahasa, sosial emosional,
konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama.
Seefeldt dan Wasik (2008: 78) mengemukakan anak usia empat tahun aktif
memanipulasi lingkungan mereka dan membangun makna atas dunia mereka.
Yusuf (20011: 165) menyatakan anak usia pra sekolah mampu berimajinasi atau
11
berfantasi tentang berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata, peristiwa atau
benda untuk melambangkan yang lainnya.
Suyadi (2009: 106) menjelaskan anak usia dini dalam hubungannya
berimajinasi berhubungan dengan tahap pra operasional, yakin anak dapat
menggunakan simbol dan pikiran internal dalam memecahkan masalah yang
masih terkait dengan objek konkret. Singer (dalam Mutiah, 2010:107)
mengemukakan bermain imajinatif sebagai kekuatan positif untuk perkembangan
manusia. Selanjutnya dijelaskan pula dengan bermain memberikan suatu cara bagi
anak untuk memajukan kecepatan masuknya perangsangan (stimulasi), baik dari
dunia luar maupun dari dalam yaitu aktivitas otak yang konstan memainkan
kembali dan merekam pengalaman. Berimajinasi merupakan hal penting yang
perlu ditumbuh-kembangkan pada anak. Guru yang memfasilitasi kemampuan
berimajinasi anak, adalah proses bantuan dalam memenuhi tugas perkembangan
anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nuryanti (2008:53) yakni tugas-tugas
perkembangan harus diselesaikan oleh anak, dengan memberi kesempatan-
kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan dengan arahan dan
bimbingan yang tepat, sehingga memiliki tingkat kecerdasan yang memadai serta
kreativitas yang tinggi.
Imajinasi akan nampak pada anak ketika anak mengalami masa peka dan
kritis. Masa peka merupakan periode di mana anak telah mencapai kesiapan untuk
belajar. Betapa pun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak
dapat belajar sampai perkembangan mereka siap untuk melakukannya. Hal ini
12
sesuai dengan pendapat Santrock (dalam Mashar, 2011:10) yang menyatakan
bahwa masa kanak-kanak awal sebagai masa kreatif, bebas dan penuh imajinasi.
Di sisi lain Yusuf (2011:56) menjelaskan salah satu upaya memfasilitasi
perkembangan anak pada aspek keterbukaan/kreativitas/daya pikir/daya cipta
yakni mengembangkan kemampuan imajinatif/daya cipta anak (mengarang,
melukis, merupa, dan meneliti).
Dari beberapa pengertian imajinasi yang dikemukakan oleh para ahli,
dapat ditarik kesimpulan bahwa imajinasi bagi anak sangat penting dalam
hubungan pengembangan bidang kognitif, sosial-emosi, bahasa, seni dan moral.
Tanpa imajinasi anak tidak dapat melakukan atau berbuat sesuatu, pengetahuan
mereka terbatas pada yang dicontohkan guru. Imajinasi juga sangat menentukan
pengembangan kreativitas anak.
c. Tujuan Imajinasi
Salah satu latihan yang mendasar agar anak dapat berkreasi adalah dengan
berimajinasi, yaitu kemampuan melihat gambaran dalam pikiran. Kemampuan ini
berfungsi untuk memunculkan kembali ingatan di masa lalu sebagai kemungkinan
terjadi di masa sekarang ataupun masa yang akan datang.
Rachmawati Kurniati (2010: 54) menjelaskan bahwa yang menjadi tujuan
dalam pengembangan imajinasi, agar anak dapat memperagakan suatu situasi,
memainkan peranannya dengan cara tertentu. Anak menciptakan pengetahuannya
sendiri ketika dia bebas berpartisipasi dalam permainan imajinatif.
13
Imajinasi bagi anak usia dini sangat penting terutama dalam
mengembangkan bakat dan minat dalam pembelajaran. Mengajar anak-anak usia
4-5 tahun tidak seperti mengajar di tingkat laun manapun. Anak-anak usia 4-5
tahun supaya mengalami kehidupan dengan penuh semangat dan kegembiraan
daripada yang dialami anak-anak usia lain.
Santi (2009:10) menjelaskan imajinasi merupakan unsur pokok dalam
mengembangkan daya kreasi. Berikanlah kebebasan tertentu pada anak agar ia
merasakan bahwa dia sanggup untuk mandiri, percaya diri dalam
mengembangkan daya kreasinya. Itulah bagian perkembangan daya kreasi yang
sedang dialami anak. Imajinasi anak dapat diekspresikan dalam bermacam
ungkapan seperti: bercerita, membuat coretan, melukis, membentuk,
bereksplorasi, bermain, serta bermain peran.
d. Manfaat Imajinasi
Seefeldt dan Wasik (2008: 166) mengemukakan manfaat imajinasi bagi
anak yakni dapat memberikan semangat, bekerja dengan penuh energi yang
berpengaruh pada program pembelajaran usia dini.
Dalam hubungannya dengan kemampuan berimajinasi, usia dini disebut
sebagai usia menjelajah atau usia bertanya. Sebutan ini dikenakan pada mereka,
karena mereka dalam tahap ingin tahu keadaan lingkungannya, bagaimana
mekanismenya, bagaimana peranannya serta bagaimana supaya anak dapat
menjadi bagian dari lingkungannya.
14
Berimajinasi pada anak usia dini bertujuan agar mereka dapat meng-
ungkapkan tentang benda, peristiwa, maupun keadaan alam sekitar. Sedang
manfaat berimajinasi sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
dengan berimajinasi, melatih anak menjadi kreatif. Sehubungan dengan hal ini,
Abdurrahman (2009:101) menjelaskan beberapa hal untuk memacu kreativitas
anak, yakni: a) memberikan anak ruang dan kebebasan untuk bermain dan
bereksplorasi; b) membiarkan anak memilih sendiri media permainannya, jangan
terlalu diatur; c) mengenalkan anak pada orang lain, budaya, pengalaman, dan
cara berpikir yang berbeda dari kebiasaannya; d) membiarkan anak merasa
tenang, nyaman, dan menikmati proses kreativitasnya tanpa intervensi; e)
menciptakan lingkungan yang terbuka dan menerima anak apa adanya; f)
mendukung pertumbuhan kreativitas anak dengan memberikan nutrisi yang tepat
yang sesuai dengan perkembangannya. Karena kekurangan atau kelebihan gizi
akan menghambat proses kreativitas anak.
Sehubungan manfaat berimajinasi bagi anak yakni dapat menggali potensi
anak. Hal ini senada dengan pernyataan Hanung (dalam Ambarwati, 2009:71)
bahwa tugas orang tua dan pendidiklah untuk menemukan potensi yang
sesungguhnya yang dimiliki anak. Maka berbanggalah jika anak kita suka
menggambar, menulis puisi, bercerita, mendongeng, membuat kriya, suka
berolahraga, menari atau apa saja asalkan kegiatan itu positif.
Berimajinasi bagi anak usia dini merupakan pula implementasi dari tujuan
pelaksanaan pendidikan di TK, seperti yang dikemukakan oleh Patmonodewo
15
(2003:69) yaitu TK adalah salah satu bentuk pendidikan sekolah yang bertujuan
untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam
menyesuaikan diri dengan keluarganya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya.
Dengan berimajinasi, banyak hal yang dapat diperoleh anak. Dapat
diberikan contoh misalnya pada membentuk plastisin. Anak yang memiliki
imajinasi akan membentuk berbagai macam dari plastisin seperti binatang, rumah,
boneka ataupun benda lainnya. Demikian juga pada saat diberikan kertas gambar,
anak akan berimajinasi berbagai jenis gambar. Pada anak yang memiliki
kreativitas yang tinggi akan mudah mengembangkan imajinasinya.
e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Imajinasi Anak
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi imajinasi anak, antara lain:
1. Lingkungan Keluarga
Ahmad Anwar (2007: 37) mengemukakan anak-anak belajar melalui
inderanya. Setiap hari merupakan pengalaman belajar, mereka suka
bereksperimen, mencipta dan mengetahui cara kerja tertentu, mereka tertantang
untuk mendapatkan jawaban, dan suka meniru orang dewasa. Anak adalah
pendidikan terbaik bagi dirinya sendiri, sedangkan orang tua adalah guru
pertamanya. Ranah, lingkungan dan seluruh permukaan bumi adalah sumber
belajarnya.
16
John Lock (dalam Suyadi, 2009: 23) menyatakan faktor keturunan tidak
berpengaruh besar terhadap kecerdasan seseorang, tetapi lingkungan atau
pendidikan merupakan faktor penting untuk membentuk kecerdasan seseorang. Di
sisi lain, Pratisti (2008;105) menjelaskan kualitas waktu kebersamaan antara anak
dan orang tua lebih penting dibandingkan dengan kuantitas peran pengganti orang
tua di butuhkan untuk memberikan pengalaman sosial. Penemuannya yang
berkaitan dengan keterlibatan orang tua antara lain: keterlibatan orang tua
terhadap sekolah akan lebih efektif apabila terencana dengan baik dan berjalan
dalam jangka panjang, meningkatnya potensi anak baru nampak apabila orang tua
melibatkan diri di dalam pendidikan anak di sekolah.
Santi (2009:73) menjelaskan anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu
yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi,
sayangnya, banyak orang tua tidak mengenali dan memahami kemampuan pada
anak. Orang tua hanya bisa berkata, “saya tahu anak-anak bisa belajar lebih cepat,
tetapi tidak tahu seberapa cepat anak-anak bisa belajar”.
Secara alamiah perkembangan anak berbede-beda, unik dan tidak ada
satu anakpun yang sama persis meskipun berasal dari anak yang kembar. Anak
berbeda baik dalam intelegensinya, maupun dalam imajinasinya. Mutiah (2010:8)
menjelaskan pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang tua
maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara memberikan
pengalaman yang beragam.
17
Seberapa banyak orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan
anak-anak pada usia muda. Anak usia muda memiliki berjuta-juta saraf otak yang
sudah berkembang dan memiliki kemampuan yang dahsyat serta daya ingatan
yang kuat. Karena itu, pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur
kemanusiaan (pengembangan intelegensi, karakter, kreativitas, moral, dan kasih
sayang) sangatlah perlu diberikan pada anak-anak sejak usia muda.
Dalam meningkatkan kemampuan berimajinasi anak, Maya dan Wido
(2006:79) menguraikan seorang anak pastilah memiliki jiwa yang sangat kreatif,
inovatif dan memiliki rasa ingin tahu yang sanat tinggi. Mereka selalu ingin
mencoba sesuatu yang baru dan selalu merasa penasaran terhadap hal-hal baru.
Apa saja yang mereka miliki selalu ingin diotak-atik sesuai dengan imajinasi
mereka. Orang tua dalam hal ini diharapkan jangan membatasi kreativitas anak
dalam mengekspresi sesuatu dengan menerapkan aturan-aturan yang sangat ketat.
Di samping itu, Anwar Ahmad (2007:46) menyatakan orang tua harus
terlibat penuh dalam merangsang kreativitas anak. Antara kreativitas dan
imajinasi tidak dapat dipisahkan. Dengan berimajinasi, anak dapat berkreasi
sesuai karakteristik perkembangannya? Imajinasi bagi anak perlu difasilitasi oleh
lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Pemberian kesempatan kepada anak
untuk menggambar, mewarnai, membentuk pola, memerlukan waktu. Anak yang
selalu diatur dengan waktunya orang tua atau orang dewasa, banyak menghambat
imajinasi anak. Anak menghendaki apa yang dibuat/dirancang sesuai inspirasinya,
18
peran orang tua dalam hal ini sebatas membimbing, mengarahkan, menuntun,
memberi contoh, tanpa memaksakan kehendak.
2. Bakat
Chaplin dan Reber (Muhibbin Syah, 2005:135) mengemukakan bakat
(aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap
orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global
bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang
berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior)
disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Sutikno (2007:15) menjelaskan setiap manusia memiliki berbagai
potensi/kemampuan yang tersembunyi di dalam diri mereka, tugas pendidik
adalah membantu peserta didik tersebut untuk menemukan, mengarahkan dan
mengem-bangkan seoptimal mungkin.
Muhammad (2010:28) menguraikan bakat merupakan potensi yang
sangat mendasar dalam diri seseorang. Bakat merupakan fondasi di mana
seseorang akan berdiri dan melakukan dengan prestasi-prestasi tertentu. Apabila
seseorang memiliki kemampuan saat melakukan aktivitas tertentu dan berhasil,
hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai bakat yang tinggi.
Munandar (dalam Muhammad, 2010:29) menyatakan bakat harus
didukung oleh lingkungan sosial dimana seseorang tinggal dan berada. Kalau
19
lingkungan seseorang tidak mendukung, seberapa besarpun bakat seseorang
tersebut, tidak akan pernah terwujud. Berimajinasi merupakan proses mental yang
terjadi pada anak ketika ia menerima rangsangan/stimulus. Bakat merupakan
faktor penunjang terjadinya imajinasi pada anak karena berhubungan dengan
potensi yang dimiliki. Pada prinsipnya anak berbakat.
3. Guru
Piaget (dalam Nugraha, 2010: 7) mengemukakan anak-anak dengan aktif
secara terus menerus mengolah berbagai pengalamannya dengan cara
mengembangkan dan mengorganisasikan struktur mentalnya melalui berbagai
proses yang dilakukannya dari waktu ke waktu dan berbagai kesempatan. Sanjaya
(2008: 57) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan
pelayanan untuk memudahkan anak dalam kegiatan proses pembelajaran.
Peran guru dalam membentuk imajinatif bagi anak, memerlukan
persiapan yang sistematis dan kontinu dalam merancang pembelajaran serta
kejelasan tema pembelajaran, serta media yang digunakan. Pada kegiatan
selanjutnya, guru hendaknya memberi penguatan pada anak yang berhasil
menunjukkan imajinasinya.
Semiawan (dalam Mashar, 2011:15) mengemukakan ciri-ciri berpikir
anak usia dini sesuai teori Piaget antara lain; anak usia dini dapat dikatakan
memiliki imajinasi yang amat kaya dan imajinasi ini merupakan awal munculnya
bibit kreativitas. Selanjutnya dijelaskan pula perkembangan aspek kognitif, emosi
dan aspek lain, sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang
20
berpengaruh positif bagi individu akan memungkinkan berkembangnya potensi
yang optimal.
Lingkungan keluarga merupakan sekolah sangat berperan aktif dalam
menumbuhkan imajinasi. Guru sebagai pendidik di sekolah diharapkan dapat
memberikan stimulasi yang tepat, yang merangsang anak sehingga dapat
berimajinasi. Peran guru dalam membentuk imajinatif bagi anak, juga kejelasan
tema pembelajaran, media yang digunakan. Pada kegiatan selanjutnya, guru
hendaknya memberi penguatan pada anak yang berhasil berimajinasi.
f. Hakikat Metode
a. Pengertian Metode
Guru TK sebelum melaksanakan program kegiatan belajar terlebih
dahulu perlu memperhatikan tujuan program kegiatan anak TK dan ruang lingkup
program kegiatan belajar anak TK termasuk metode pembelajaran yang
digunakan.
Sanjaya (2009:147) mendefinisikan metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata
agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran
memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi
pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode
21
pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran
Isjoni (2009:86) mengemukakan dalam menerapkan metode, khususnya
pada pembelajaran usia dini perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu: a)
berorientasi pada kebutuhan anak, b) belajar sambil bermain, c) kreatif dan
inovatif, d) lingkungan kondusif, e) menggunakan sistem tema, f)
mengembangkan keterampilan hidup, g) menggunakan pembelajaran terpadu, h)
pembelajaran berorientasi pada prisip-prinsip perkembangan anak.
Setiap guru akan menggunakan metode sesuai gaya melaksanakan
kegiatan. Namun yang harus diingat TK mempunyai cara yang khas. Oleh karena
itu ada metode-metode yang lebih sesuai bagi anak TK dibandingkan dengan
metode-metode lain.
b. Tujuan Metode
Uno (2007:155) menyatakan yang menjadi tujuan dari metode khususnya
yang metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural yaitu berisi
tahapan tertentu. Pada pembelajaran d TK metode perlu di sesuaikan dengan
karakteristik anak, terutama tujuan dari setiap tema pembelajaran.
Selanjutnya terkait dengan metode bercerita, maka menurut Romawati
(2011:1) tujuan metode bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan
yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan bercerita guru dapat menanamkan nilai-nilai Islam pada anak didik,
22
seperti menunjukkan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari
setiap perbuatan.
Menurut Asnelli Ilyas (dalam Romawati, 2011:1) bahwa tujuan metode
bercerita dalam pendidikan anak adalah menanamkan akhlak islamiyah dan
perasaan keTuhanan kepada anak dengan harapan melalui pendidikan dapat
menggugah anak untuk senantiasa merenung dan berfikir sehingga dapat terwujud
dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian pula menurut Hapidin dan Wanda Guranti (dalam Romawati,
2011:1), tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut:
1. Melatih daya tangkap dan daya berfikir
2. Melatih daya konsentrasi
3. Membantu perkembangan fantasi
4. Menciptakan suasana menyenangkan di kelas
Selanjutnya menurut Abdul Aziz Madjid(dalam Romawati, 2011:1),
bahwa tujuan dari metode bercerita adalah;
1. Menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan bercerita yang baik
2. Membantu pengetahuan anak secara umum
3. Mengembangkan imajinasi
4. Mendidik akhlak
5. Mengasah rasa
Sedangkan menurut Moeslichatoen (dalam Romawati, 2011:1) bahwa
tujuan dari metode bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh guru untuk
23
memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang
disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita maka anak akan menyerap
pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang
sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat para ahli pendidikan di atas terkait dengan tujuan
metode bercerita, maka peneliti berkesimpulan bahwa metode bercerita adalah
salah satu metode efektif yang perlu diterapkan oleh guru TK, agar kegiatan
belajar anak selalu aktif, anak selalu bergerak, mempunyai rasa ingin tahu yang
kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara
kreatif, mempunyai imajinasi dan senang berbicara.
c. Manfaat Metode
Manfaat metode, khususnya metode pembelajaran di TK dikemukakan
oleh Isjoni (2009:61) menguraikan bahwa anak usia dini memiliki karakter yang
khas, baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu metode pengajaran yang
diterapkan untuk anak usia dini perlu disesuaikan dengan kekhasan yang dimiliki
oleh anak, sebab metode pengajaran yang diterapkan oleh seorang pendidik akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pengajaran
Menurut Romawati, (2011:1) manfaat metode bercerita di antaranya; 1)
untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik, 2) untuk membangkitkan
rasa ingin tahu, 3) untuk memudahkan pemahan terhadap konsep yang diajarkan
secara emosional.
24
Dengan demikian, penggunaan metode pengajaran yang tepat dan sesuai
dengan karakter anak akan sangat bermanfaat dapat memfasilitasi perkembangan
berbagai potensi dan kemampuan anak secara optimal serta tumbuhnya sikap dan
perilaku positif bagi anak.
g. Pengertian Bercerita
Wahyudin dan Agustin (2011:5) menjelaskan prinsip pembelajaran anak
usia dini sejatinya bersifat kolaboratif yang tidak hanya menitik-beratkan
pengembangan pada satu aspek, akan tetapi berorientasi pada pengembangan
seluruh aspek perkembangan anak (holistic). Konsekuensinya dalam proses
pembelajaran, guru seyogyanya memberikan kebebasan kepada anak dalam
melakukan aktivitas belajar dan menstimulasi anak untuk mengembangkan salah
satu atau beberapa kecerdasan tertentu (kecerdasan jamak) supaya lebih cakap dan
terampil.
Metode bercerita bagi anak TK merupakan upaya guru agar anak dapat
memberikan respon terhadap tema yang diajarkan. Isjoni (2009:90)
mengemukakan bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan dari satu
generasi berikutnya. Bercerita juga dapat menjadi media untuk menyampaikan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keterlibatan anak terhadap hal yang
diceritakan akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi
pengalaman yang unik bagi anak. Melalui metode bercerita pula, guru TK dapat
mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan anak, ada anak memiliki
kecakapan dalam bercerita tentang peristiwa, tentang alam sekitar, maupun benda.
25
Abdurrahman (2009:100) mengemukakan bercerita adalah sebuah
metode yang sangat menarik bagi anak. Karena melalui cerita guru dapat
memasukkan pesan-pesan. Berimajinasi melalui metode bercerita bagi anak usia
dini merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan, dimana anak dapat dilihat
kemampuan berimajinasinya melalui cerita yang diungkapkan dengan kalimat
yang sederhana. Proses mengungkapkan isi cerita ataupun pesan merupakan
bentuk imajinasi yang perlu dibina, dibimbing sejak anak berusia dini. Pendidikan
usia dini membentuk kemampuan dasar termasuk berimajinasi merupakan
pondasi/dasar yang perlu ditumbuhkembangkan. Dengan berimajinasi, anak dapat
mengembangkan kecerdasan dalam bentuk aktivitas, kreativitas yang sangat
mendukung keberhasilan anak.
Santi (2009:56) mengemukakan dengan meningkatnya sekolah si anak,
maka dia ingin mempunyai teman berbicara. Guru TK biasanya menyadarinya
dan memberikan penyaluran-penyaluran, antara lain dengan cara menyuruh anak
maju ke depan kelas untuk bercerita.
Metode bercerita banyak membantu guru dalam memahami kemampuan
individual anak. Hal ini juga akan berpengaruh pada penciptaan iklim
pembelajaran yang efisien. Hal ini sejalan dengan pendapat Nugroho, dkk
(2010:30) yang menyatakan kemampuan guru menguasai karakteristik anak akan
dapat sangat memudahkan dalam membuat lingkungan belajar yang harmonis,
penuh rasa simpatik serta akan memudahkan dalam melakukan hal-hal yang
sifatnya persuasi terhadap anak.
26
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar
bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang
dibawakan guru harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas
dari tujuan pendidikan bagi anak TK. Bila isi cerita itu dikaitkan dengan dunia
kehidupan anak TK, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan
mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap
isi cerita.
Dunia kehidupan anak itu penuh suka cita, maka kegiatan bercerita harus
diusahakan dapat memberikan perasaan, gembira, lucu dan mengasyikkan. Dunia
kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah dan
luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak
TK yang bersifat unik dan menarik, yang menggetarkan perasaan anak, dan
memotivasi anak untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas.
Ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara
lain guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari buku
gambar, menggunakan papan flanel, menggunakan boneka, bermain peran dalam
suatu cerita.
Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita, anak-anak yang mengikuti
kegiatan bercerita duduk di lantai mengelilingi bu guru duduk di kursi kecil.
Anak-anak itu akan mendengarkan bu guru bercerita. Sedangkan tiga kelompok
yang lain duduk di meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda, misalnya
kelompok yang satu melakukan kegiatan menggambar, kelompok yang satu lagi
27
melakukan kegiatan melipat kertas, sedangkan kelompok yang terakhir
melakukan kegiatan membangun atau membentuk plastisin. Anak-anak yang
mendengarkan cerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan menggambar,
melipat kertas, dan membangun atau membentuk bahan plastisin. Dengan
demikian masing-masing kelompok akan memperoleh kesempatan melakukan
kegiatan yang sama.
h. Manfaat Metode Bercerita
Melalui metode bercerita, pada dasarnya melatih kemampuan anak
mendengarkan. Cassel (dalam Seefeldt dan Wasik, 2008:353) mengemukakan
anak-anak mengembangkan kemampuan mendengarkan agar memahami
lingkungan mereka. Supaya anak-anak belajar, mereka harus menerima masukan
informasi dan mengolahnya. Mendengarkan dan memahami informasi adalah
langkah inti dalam memperoleh pengetahuan.
Bagi anak usia TK mendengarkan cerita yang menarik yang dekat dengan
lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Guru TK yang terampil
bertutur dan kreatif dalam bercerita dapat menggetarkan perasaan anak. Guru
dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian,
kesetiaan, keramahan, ketulusan dan sikap-sikap positif yang lain dalam
kehidupan lingkungan keluarga, sekolah dan luar sekolah.
Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-
nilai moral dan keagamaan. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar
untuk berlatih mendengarkan. Melalui mendengarkan anak memperoleh
28
bermacam informasi tentang pengetahuan, nilai dan sikap untuk dihayati dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memberi pengalaman belajar dengan menggunakan metode bercerita
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif maupun
psikomotor masing-masing anak. Bila anak terlatih untuk mendengarkan dengan
baik, maka ia akan terlatih untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis.
Pendengar yang kreatif mampu melakukan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan
apa yang didengarkannya. Pendengar yang kritis mampu menemukan
ketidaksesuaian antara apa yang didengar dengan apa yang dipahami. Bila
menurut anggapannya yang didengar itu salah, maka ia berani menyatakan adanya
kesalahan tersebut. Keberanian menyatakan pendapat yang berbeda, misalnya
dalam pernyataan: “Saya kalau di rumah tidak begitu bu guru”. Atau dalam
pernyataan “Saya kalau mengerjakan begini bu guru”.
Metode bercerita yang digunakan guru melatih pengamatan pada anak.
Hal ini dapat dijelaskan, pada saat guru menceritakan sesuatu tema melalui media
gambar, maka annak mengamati isi gambar, objek gambar, sehingga melalui
proses pengamatan, anak dapat mengungkapkan kembali isi gambar dan dapat
berimajinasi dengan tema gambar. Hal ini sejalan dengan pendapat Pentalozzi
(dalam Mutiah, 2010:4) yang menyatakan bahwa anak belajar melalui
pengamatan. Pengamatan seorang anak akan membangun pengertian-pengertian,
70% pengetahuan diperoleh melalui pengamatan.
29
Karena kegiatan bercerita itu memberikan pengalaman belajar yang unik
dan menarik, serta dapat menggetarkan perasaan, membangkitkan semangat dan
menimbulkan keasyikan tersendiri, maka kegiatan bercerita memungkinkan
pengembangan dimensi perasaan anak TK. Guru yang pandai bertutur dalam
kegiatan bercerita akan menjadikan perasaan anak larut dalam kehidupan
imajinatif dalam cerita itu. Ia merasa sedih bila tokoh dalam cerita itu disakiti. Ia
akan senang sekali bila ada tokoh lain yang melindungi, yang baik hati, yang suka
menolong. Demikian juga bila tokoh penjahat dalam cerita itu dihukum. Anak
akan mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam cerita yang punya sikap-sikap yang baik
dan menghindari berbuat seperti tokoh dalam cerita yang tidak baik.
i. Tujuan Kegiatan Metode Bercerita
Sesuai dengan manfaat penggunaan metode bercerita bagi anak TK
yang telah dikemukakan, kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang
ditempuh guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh
penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui bercerita anak
menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan
cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai yang dihayati anak dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing mengembangkan kemampuan
untuk mendengarkan cerita guru yang bertujuan untuk memberikan informasi atau
menanamkan nilai-nilai sosial, moral, dan keagamaan, pemberian informasi
30
tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik itu meliputi
segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang non manusia.
Dalam kaitan lingkungan fisik melalui bercerita anak memperoleh
informasi tentang binatang, peristiwa yang terjadi dari lingkungan anak,
bermacam makanan, pakaian, perumahan, tanaman yang terdapat di halaman
rumah, sekolah, kejadian di rumah, dan di jalan. Sedang informasi tentang
lingkungan sosial meliputi: orang yang ada dalam keluarga, di sekolah dan di
masyarakat. Dalam masyarakat tiap orang itu memiliki pekerjaan yang harus
dilakukan setiap hari yang memberikan pelayanan jasa kepada orang lain yang
menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
Bermacam nilai sosial, moral dan agama dapat ditanamkan melalui
kegiatan bercerita. Nilai-nilai sosial yang ditanamkan kepada anak TK yakni
bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama dengan orang lain.
Dalam hidup bersama orang lain harus ditanamkan sikap saling menghormati,
saling menghargai hak orang lain, saling membutuhkan, menyadari tanggung
jawab bersama, saling menolong dan sebagainya.
j. Langkah-langkah Penggunaan Metode Bercerita
Dalam memberikan pengalaman belajar melalui penuturan cerita, guru
terlebih dahulu menetapkan rancangan langkah-langkah yang harus dilalui dalam
bercerita. Menurut Ali Priyono (2012:1) langkah-langkah yang dapat digunakan
pada metode bercerita meliputi; langkah persiapan, tahap pelaksanaan, maupun
tahap penutup.
31
Pada tahap persiapan, langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi;
1) Merumuskan tujuan yang aan dicapai. Proses pembelajaran adalah proses
yang bertujuan, oleh sebab itu meumuskan tujuan yang jelas merupakan
langkah awal yang harus dipersiapkan oleh seorang guru dalam
menggunakan metode cerita ini agar anak dapat memahami tujuan dari
cerita tersebut;
2) Menentukan materi yang akan diceritakan. Dalam metode cerita ini, guru
harus menentukan materi cerita yang akan disampaikan, agar sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai dalam metode cerita,
3) Mempersiapkan alat bantu. Alat bantu digunakan untuk memperjelas materi
dan dapat lebih menarik dalam penyampaian materi cerita,
Pada tahap pelaksanaan, langkah-langkah yang dapat dilakukan
meliputi;
1) Langkah pembukaan. Meyakinkan anak untuk memahami tujuan yang akan
dicapai. Dengan meyakinkan pada anak tujuan yang hendak dicapai akan
merangsang anak termotivasi mengikuti jalannya materi cerita yang akan
disampaikan;
2) Langkah penyajian. Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi
secara lisan, dimana guru menceritakan kepada anak materi cerita sambil
menjaga perhatian anak agar tetap terarah pada materi yang diceritakan.
Untuk menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu;
menjaga kontak mata secara kontinyu dengan anak agar mereka merasa
32
diperhatikan oleh guru, menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah
dipahami oleh anak, guru dalam menyajikan materi cerita hendaknya runtut,
sehingga alur cerita mudah dipahami oleh anak, menanggapi respon anak
dengans egera, agar anak merasa diperhatikan, serta menjaga suasan kelas
tetap kondusif dan menggembirakan.
Pada tahap penutup, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah
menciptakan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan anak tetap mengingat materi
cerita yang telah disampaikan. Dengan harapan, materi cerita yang disampaikan
tadi bisa menjadi pelajaran bagi anak, mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh
karena itu dalam menutup kegiatan belajar mengajar, guru menyimpulkan dan
sedikit mengulangi lagi materi cerita yang telah disampaikan.
k. Kelebihan dan Kelemahan Metode Bercerita
Pada umumnya semua metode pembelajaran itu memiliki kelebihan juga
kekurangan. Adanya kelebihan menyebabkan guru selalu mengoptimalkan
penggunaannya, dan adanya kekurang menyebabkan munculnya beragam metode
yang ditawarkan oleh para ahli agar guru mampu menguasai semua metode
pembelajaran berdasarkan kondisi belajar anak secara kompleksitas.
Adapun tentang kelebihan metode bercerita, menurut Ali Priyono,
(2012:1)) adalah sebagai berikut;
1. Organisasi kelas lebih sederhana, tidak perlu mengelompokkan anak-anak
seperti pada metode lain
33
2. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah walaupun anak dalam jumlah
yang cukup besar apabila cerita yang disampaikan menarik bagi anak
3. Bila guru bercerita berhasil dengan baik, maka dapat menimbulkan
semangat, kreasi yang konstruktif, dan bisa merangsang para anak untuk
melakukan tugas atau pekerjaan
4. Metode ini lebih bersifat fleksibel dalam arti jika waktu terbatas materi
cerita dapat dipersingkat dengan mengambil garis besarnya saja, jika
waktu yang tersedia cukup banyak, maka materi cerita yang diberikan
dapat diperluas dan diperdalam
5. Guru dapat menguasai seluruh arah pembicaraan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula pada metode ini. Di samping
manfaat yang dirasakan oleh anak, penggunaan metode bercerita berdasarkan
temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. Guru sulit mengetahui sampai dimana batas kemampuan anak dalam
memahami materi cerita yang disampakan.
2. Anak-anak lebih cenderung bersifat pasif dan menganggap yang
diceritakan itu benar, sehingga dengan demikian bentuk pelajaran lebih
bersifat verbalsme
3. Guru dalam bercerita sering tidak memperhatikan segi-segi psikologis dan
didaktis, sehingga pembicaaraan dapat tidak terarah dan dapat
34
menimbulkan kebosanan pada anak, atau kadang terlalu banayk humor
sehingga tujuan utamanya terabaikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa metode bercerita di
samping memiliki kelebihan yang dapat bermanfaat bagi guru dan anak dalam
keberlangsungan kegiatan pembelajaran, juga memiliki kelemahan yang perlu
dicarikan solusinya oleh guru agar efektivitas kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung secara baik dan kondusif.
l. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 – 5 Tahun
Menurut Piaget (dalam Yusuf, 2011:55) mengemukakan Anak Usia 4-5
tahun biasanya anak sudah masuk taman kanak-kanak.Perkembangan kognitif
anak usia 4-5 tahun masuk ke dalam tahap prooperasional (preoperational
period).Apa yang sebelumnya telah di peroleh anak dikembangkan kembali
dalam bentuk representasi mental (mental representation). Anak mentransfer
gagasan tentang objek, hubungansebab akibat,ruangan dan waktu kedalam
perantara baru (represantasi mental)dan struktur terorganisasi yang lebih
tinggi.kemampuan untuk meresepresentasikan objek dan kejadian secara
mental memungkinkan anak yang berada pada tahap praoperasional
melakukan “cara pandang”yang lebih luas dibandingkan dengan yang telah
mereka miliki sebelumnya (tahap sensorimotor).
Pada tahap prooperasional ini dalam hubungannya dengan berimajinasi
anak dapat mengingat kembali kejadian-kejadian yang telah lewat
,memimpikan masa depan ,dan juga merangkai pengalaman-pengalaman yang
35
telah dilalui untuk menumbuhkan pengertian yang lebih kompleks mengenai
lingkungannya.
Sebuah ciri yang utama dari tahapan ini adalah pemusatan ketika anak
melihat ada sebuah benda yang di atur dalam sebuah ruang, anak cenderung
melihat suatu benda yang berada dipusat dan nyata terlihat. Sebagai contoh
jika sebuah cairan diletakkan dalam botol tinggi tetapi berlingkar kecil dan
pendek tetapi berlingkar lebar, maka anak dengan praoperasional akan
mengatakan bahwa cairan yang lebih banyak ada di tempat yang tinggi. Ketika
bentuk fisik dari sebuah benda mampu untuk menjaga gambaran sesungguhnya
dari bentuk tersebut didalam pikiran. Mereka mengalami keterbalikan
kemampuan ini. Untuk menjaga gambaran yang sesungguhnya dalam pikiran
dan membalikkan perubahan fisik disebut konservasi. Ketidak mampuan untuk
mengkonversi adalah satu ciri diperiode ini.
m. Meningkatkan Kemampuan Anak Berimajinasi dengan Metode
Bercerita di TK
Kemampuan berimajinasi merupakan kemampuan berfantasi, berekspresi
anak terhadap sesuatu objek. Tidak semua anak mengalami hal ini, tergantung
dari kemampuan dasar yang dimiliki. Melalui metode cerita yang digunakan guru,
anak akan terbiasa mengungkapkan kembali objek yang pernah diamati, dilihat
maupun didengar dalam bentuk kalimat yang sederhana.
Adapun ciri imajinatif anak usia TK menurut Riyanto (2009:125) yakni
antara lain: anak dapat mengkaitkan pengalaman yang ada di lingkungan
36
bermainnya dengan pengalaman pribadinya. Di samping itu anak mampu
memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat
mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat
tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkret.
Kemampuan berimajinasi sebagian besar tergantung kepada sejauhmana
anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk itu
agar anak dapat berimajinatif dengan baik pada saat penyajian pengetahuan di
dalam kelas, maka anak tidak merasa ada tekanan dari guru, melainkan motivasi
itu muncul dari diri anak atau di luar diri anak secara bebas, menyenangkan, dan
tanpa tekanan.
Pada kesimpulannya terdapat pengaruh yang erat antara imajinasi dengan
metode cerita yang digunakan guru. Dengan cerita yang dituturkan guru, anak
mengungkapkan hal-hal yang pernah ditemui, bahkan dirasakan yang
berhubungan dengan tema pembelajaran.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
a. Linda Maku, (2011) dengan judul penelitiannya adalah Peningkatan Daya
Imajinasi Anak Menggunakan Gambar Diam (sketsa) melalui pemberian
tugas di TK Cerdas Desa Lauonu Kecamatan Tilango.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode pemberian tugas
melalui gambar dapat meningkatkan kemampuan imajinasi anak TK
Cerdas Desa Lauwonu Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Bukti
konkrit meningkatkan kemampuan imajinasi anak tersebut terlihat pada
37
saat pembelajaran berlangsung, dimana anak mampu membuat macam-
macam garis, mampu menghubungkan garis putus-putus, dan mampu
memberi arti pada gambar yang telah selesai dihubungkan yang ditandai
dengan persentase hasil pengamatan sebesar 75%.
b. Patria Kasim (2011) Dengan judul penelitiannya adalah Peningkatan
Kemampuan Imajinasi Anak Melalui Metode Bermain Simbolik
Kelompok B di TK Varigata Desa Kopi Kecamatan Bulango Utara
Kabupaten Bone Bolango
Hasil penelitiannya adalah pembelajaran melalui metode bermain
simbolik dapat meningkatkan kemampuan imajinasi pada anak usia dini.
Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan prosentase kemampuan
imajinasi dari tahap observasi awal sampai dengan siklus II yakni tahap
observasi awal kemampuan imajinasi anak sebesar 25% atau 5 anak,
peningkatan kemampuan imajinasi anak siklus I mencapai 50% atau 10
anak dan peningkatan kemampuan imajinasi anak pada siklus II mencapai
75% atau 15 anak. Dengan demikian, bermain simbolik merupakan
metode yang efektif untuk meningkatkan kemampuan imajinasi pada anak
usia dini. Di samping itu pula, dengan menggunakan simbol berupa benda-
benda kecil merangsang anak untuk berpikir kreatif, perhatian anak
terhadap proses pembelajaran makin panjang, anak mampu
mengorganisasikan kemampuan diri atau melatih kepercayaan diri pada
38
anak, merangsang imajinasi anak, menambah perbendaharaan kata
sehingga menghasilkan karya yang original.
c. Heni Agustin (2011) dengan judul penelitiannya adalah Meningkatkan
Keterampilan Menceritakan Kembali Melalui Kegiatan Bercerita Dengan
Menggunakan Buku Pada Anak Kelompok A d TK Negeri Pembina
Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keterampilan
menceritakan kembali pada anak usia dini dapat ditingkatkan melalui
penerapan kegiatan yang menuntut anak untuk mendengar dan menyimak,
karena dengan anak mendengar dan menyimak berarti anak mencoba
untuk mengerti dan memahami isi dan alur cerita yang nantinya dengan
pemahaman ini dengan mudah anak dapat menceritakannya kembali. Hal
ini dibuktikan dengan hasil yang dicapai pada pelaksanaan kegiatan
pemberian tindakan yang menerapkan kegiatan bercerita dengan
menggunakan buku cerita yang memperoleh hasil sebesar 46,7% yaitu dari
30% pada observasi awal menjadi 76,7% pada pelaksanaan tindakan siklus
II. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa meningkatkan keterampilan
menceritakan kembali melalui kegiatan bercerita dengan menggunakan
buku cerita pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Kecamatan
Wonosari Kabupaten Boalemo dapat diterima.
Dari ketiga kajian di atas, setelah dianalisis belum ada yang meneliti
tentang kemampuan berimajinasi anak melalui metode cerita. Alasan inilah
39
yang memotivasi peneliti untuk melakukan kajian penelitian secara obyektif
yaitu meningkatkan meningkatkan kemampuan berimajinasi melalui metode
bercerita pada anak kelompok A TK Alkhairat Kelurahan Dembe II Kota
Gorontalo, dengan menjadikan hasil penelitian tersebut di atas sebagai
referensi utama sekaligus sebagai sumber informasi munculnya gagasan untuk
membahas secara spesifik tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
dalam penelitian ini.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
tindakan sebagai berikut: “Jika menggunakan metode bercerita, maka kemampuan
anak dalam berimajinasi di kelompok A TK Alkhairat Kelurahan Dembe II Kota
Gorontalo, akan meningkat”.
D. Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan penelitian tindakan kelas ini
adalah 85% atau 17 dari 20 orang anak yang telah memiliki kemampuan
berimajinasi. Yakni terjadi peningkatan dari 35% atau 7 orang anak menjadi 85%
atau 17 orang anak dari jumlah 20 orang anak.
40
top related