Bab Skripsi Dan Dapus
Post on 29-Dec-2015
55 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
PENGARUH PENGHALUSAN DINDING AKSIAL PREPARASI TERHADAP KEKUATAN TARIK
SEMEN LUTING PADA LEMPENG LOGAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
OLEH :
RIEZKY RHAMDANI
J 111 07 030
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Manusia dalam menjalani hidupnya tidak dapat mempertahankan secara
keseluruhan fungsi tubuhnya, antara lain gigi. Untuk itu, perlu dibuat gigitiruan
agar fungsi tubuh tidak terhambat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.
Fungsi gigitiruan adalah memperbaiki atau mengembalikan fungsi
mastikasi, fonetik, dan estetik. Salah satu tanda gigitiruan yang baik adalah dapat
bertahan di tempatnya selama mungkin dan dapat berfungsi sebagaimana
diharapkan. Secara umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan cekat (fixed
denture) dan gigitiruan lepasan (removable denture). Umumnya penderita lebih
nyaman menggunakan gigitiruan cekat dibandingkan gigitiruan lepasan karena
proses adaptasinya yang lebih mudah dan lebih cepat.
Pembuatan gigitiruan cekat (GTC) menghendaki adanya pengasahan pada
gigi penyangga. Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, seorang
dokter gigi harus mengikuti 5 prinsip dasar preparasi, yaitu pemeliharaan struktur
gigi, bentuk retensi dan resistensi, daya tahan restorasi, integritas tepi restorasi,
dan pemeliharaan jaringan periodonsium. Kelima prinsip ini tidak dapat berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan, misalnya pemeliharaan struktur gigi menghendaki
preparasi seminimal mungkin. Di sisi lain, preparasi yang tipis menyebabkan
tipisnya restorasi sehingga daya tahan restorasi dipertanyakan.1
P r o s t o d o n s i | 1
Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk mencegah restorasi
terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah dengan sumbu gigi.
Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu melakukan preparasi gigi
yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan preparasi, luasnya daerah
permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran
permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan preparasi dimaksudkan
untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan permukaan preparasi sehingga
diharapkan akan meningkatkan retensi.
Dengan kata lain, makin kasar permukaan permukaan preparasi maka daya adesi
semen gigi dapat berfungsi dengan baik.1
Shillingburg dkk mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting
cavosurface finish line hendaknya halus dan berkelanjutan untuk memfasilitasi
pembuatan restorasi yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan
dalam jumlah yang banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi
penggunaannya meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga
diperlukan instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu
digunakan bur karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1
Machmud dalam penelitiannya yang meneliti kekasaran pada permukaan
lempeng logam, mendapatkan bahwa kekuatan tarik terbesar adalah lempeng
logam yang diberi perlakuan bentuk anyaman. 2
Hirata dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bur microfinishing
baru dan teknik preparasi one way pulling/pushing menghasilkan kekasaran
P r o s t o d o n s i | 2
permukaan yang lebih halus dibandingkan metode preparasi konvensional yang
menggunakan bur yang sama atau bur intan superfine. 3
Sedangkan Sevgican dkk mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur
tidak mempengaruhi kekuatan ikatan tensil dari adesif ke gigi. 4
Dari data penelitian yang ada sebelumnya mengenai celah tepi yang
dihasilkan dari bebagai macam bur juga dapat mempengaruhi kekasaran dari
dinding preparasi.
Hirata dkk dalam penelitiannya mendapatkan celah tepi minimal diperoleh
dengan kombinasi bur microfinishing-baru dan teknik preparasi one way
pulling/pushing. 3
Ayad juga meneliti mengenai efek dari beberapa macam bur terhadap
kerapatan tepi restorasi ekstrakoronal mendapatkan bahwa celah terbesar terjadi
dengan menggunakan tungten carbide bur, diamond bur, dan yang terkecil adalah
yang menggunakan finishing bur. 5
Yamamoto dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kekasaran
permukaan dari permukaan yang diberi beban tidak mempunyai pengaruh pada
pembentukan retak pada keramik glass yang berbasis mika bonded.6
Sedangkan Celik dkk yang meneliti mengenai prosedur polishing and
finishing pada kekasaran permukaan gigi peparasi mengemukakan bahwa
penggunaan disk aluminium oksida menghasilkan permukaan yang lebih halus
dari pada sistem poles silikon untuk semua jenis resin. 7
Jadi, di satu sisi perlu kekasaran pada permukaan preparasi. Akan tetapi di
sisi lain penghalusan juga perlu dilakukan utamanya pada cavosurface finish line.
P r o s t o d o n s i | 3
Sampai saat ini belum ada data mengenai pengaruh penghalusan dinding aksial
preparasi akibat penggunaan bur karbit terhadap kekuatan tarik dari semen luting
restorasi tuang cekat. Tekanan geser yang akan melepaskan suatu restorasi cekat
dari tempatnya akan menimbulkan tahanan dari semen luting yang disebut
kekuatan tarik. Makin tinggi nilai kekuatan tarik semen luting, menunjukkan
makin retentif suatu restorasi.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka timbul
masalah, yaitu apakah penghalusan dinding aksial preparasi mempengaruhi
kekuatan tarik semen luting dari restorasi tuang cekat. Oleh karena itu dianggap
perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penghalusan Dinding
Aksial Preparasi Terhadap Kekuatan Tarik Semen Luting Pada Lempeng Logam.”
Implikasi klinisnya adalah apakah ada pengaruh penghalusan dinding aksial
preparasi terhadap ketahanan mahkota tuang penuh pada tempatnya di rongga
mulut
I.3 TUJUAN PENELITIAN
I.3.1 TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui pengaruh penghalusan pada dinding aksial preparasi
terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam.
P r o s t o d o n s i | 4
I.3.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat
memberikan kekuatan tarik yang paling tinggi bagi semen luting.
2. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang
dinding aksial preparasinya dihaluskan
3. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang
dinding aksial preparasinya tidak dihaluskan.
I.4 HIPOTESIS PENELITIAN
Ho = Tidak ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi
terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada
α = 0,05
Ha = Ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap
kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada α = 0,05
I.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Memberi informasi tentang pengaruh penghalusan dinding aksial
preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi mahkota
tuang penuh yang berpengaruh langsung pada retensi restorasi
tersebut.
P r o s t o d o n s i | 5
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal ataupun
pembanding bagi penelitian selanjutnya mengenai semen luting dan
kekasaran permukaan preparasi yang berujung pada restorasi yang
dapat bertahan di tempatnya selama mungkin.
P r o s t o d o n s i | 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 RESTORASI MAHKOTA
Mahkota adalah restorasi yang menutupi seluruh bagian atas gigi. Mahkota
biasa digunakan untuk gigi yang pecah, gigi yang tipis dan sensitif. Mahkota juga
digunakan untuk meningkatkan tampilan gigi alami yang malformasi, malposisi
atau diskolorisasi. 8
Perawatan mahkota dapat menggantikan geligi yang tanggal, memberi
dukungan pada geligi yang tersisa dan membantu mempertahankan kesehatan
mulut yang optimal. 9
Jenis-jenis restorasi mahkota : 10
1. Restorasi mahkota sebagian (Partial Coverage Crowns) mempunyai veneer
logam yang menutupi tiga-perempat hingga empat-perlima mahkota klinis.
2. Restorasi mahkota penuh (Full Coverage Crowns)
a. Full Casted Crowns
b. Full Veneer Crowns
c. Restorasi mahkota jaket keramik (Porselen Fused to Metal)
3. Restorasi mahkota pasak (Post Retained Crowns)
Restorasi mahkota dibuat terpisah yang disemen pada inti. Inti merupakan
perluasan koronal dari pasak dalam saluran akar.
Sesuai dengan klasifikasinya, retensi pasak dan inti terbagi atas dua
kategori, yaitu : 11
P r o s t o d o n s i | 7
a. Pasak Tuang
Pasak tuang merupakan hasil reproduksi saluran akar yang telah
dipreparasi.
b. Pasak Buatan Pabrik
Retensi pasak yang dibuat oleh pabrik. Desainnya sangat bervariasi,
sehingga desain pasak jenis ini dapat dikembangkan.
Mahkota tuang penuh (full casted crowns)
Mahkota tuang penuh (full casted crown) adalah restorasi yang
menyelubungi seluruh permukaan mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam
campur secara tuang. 12
Indikasi :
Sebagai restorasi tunggal / sebagai restorasi penyangga pada gigi jembatan. Pada
gigi posterior yang tidak membutuhkan estetik. Gigi dengan karies servikal,
dekalsifikasi, enamel hipoplasi / untuk memperbaiki fungsi kunyah. 12
Kontraindikasi :
1. Sisa mahkota gigi tidak cukup untuk menerima beban daya kunyah
terutama pada gigi dengan pulpa vital.
2. Bila restorasi untuk kepentingan estetik
3. Pada pasien yang memiliki OH buruk sehingga restorasi mudah korosi /
tarnish. 12
P r o s t o d o n s i | 8
II.2 PRINSIP PREPARASI
Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, preparasi harus
mengikuti 5 prinsip dasar yang saling berkaitan oleh karena kelimanya memiliki
kepentingan utama yang sama. Prinsip dasar tersebut adalah:1
1. Pemeliharaan struktur gigi
2. Bentuk retensi dan resistensi
3. Daya tahan dari restorasi
4. Integritas tepi restorasi
5. Pemeliharaan jaringan periodonsium
Pengambilan jaringan gigi yang terlalu banyak pada saat preparasi akan
menghasilkan bentuk yang terlalu runcing atau terlalu pendek sehingga memberi
akibat yang kurang baik terhadap retensi maupun resistensi dari restorasi, dan
mencederai pulpa. Untuk maksud tersebut maka perlu penguasaan aspek anatomi
gigi dalam preparasi gigi.1
Kekuatan dasar dari retensi adalah terletak pada dua permukaan aksial
yang berlawanan, yang berimplikasi pada kelancipan atau taper-nya hasil
preparasi. Ada 4 faktor yang harus diperhatikan pada waktu melakukan preparasi
gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kemiringan, luasnya daerah
permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran
permukaan preparasi.1
Permukaan preparasi hendaknya jangan terlalu halus dipoles karena daya adesi
dari semen gigi tergantung terutama pada kekasaran permukaan yang akan bersatu
P r o s t o d o n s i | 9
dengannya. Makin kasar permukaan, daya adesi semen gigi dapat berfungsi makin
baik.1
II.3 TEKNIK PREPARASI GIGI
Preparasi Mahkota Tuang Penuh 1,13,14
Persiapan untuk sebuah mahkota tuang penuh dimulai dengan
pengurangan oklusal, sekitar 1,5 mm pada tonjol fungsional dan 1,0 mm pada
tonjol non-fungsional. Dengan melakukan langkah pertama ini, panjang
oklusogingival dari preparasi dapat ditentukan. Retensi yang potensial dari
preparasi dapat kemudian diperhitungkan dan fitur tambahan dapat ditambahkan
jika diperlukan. 1
Gambar 2.1 Pengurangan oklusal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan oklusal gigi agar
diperoleh acuan untuk menentukan apakah pengurangan sudah cukup. Jika
pengurangan dimulai tanpa tanda orientasi, waktu akan terbuang untuk mengecek
P r o s t o d o n s i | 10
pengambilan yang dilakukan. Bur intan taper berujung bulat digunakan untuk
membuat groove pada ridge dan groove utama pada permukaan oklusal. Jika
sudah ada jarak dengan gigi antagonis karena malposisi atau karena fraktur pada
gigi yang dipreparasi, groove jangan dibuat sedalam 1,0 mm. 1
Setelah groove panduan adekuat, sisa-sisa struktur gigi diantara groove
dihilangkan dengan bur intan taper berujung bulat. Penempatan yang tepat pada
groove secara otomatis menghasilkan tampilan oklusal yang adekuat. 14
Struktur gigi yang tersisa antara groove orientasi dihilangkan untuk
menyempurnakan pengurangan oklusal. Kekasaran yang masih tersisa harus
dihilangkan, menjaga permukaan oklusal tetap dalam konfigurasi inklinasi
geometrik yang menjaga permukaan oklusal gigi posterior. Bevel yang luas dibuat
pada tonjol fungsional menggunakan bur intan taper berujung bulat. Groove
orientasi yang dalam juga membantu dalam pengurangan ini. Bevel tonjol
fungsional dibuat pada inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan
inklinasi lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam penempatan
bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang tipis atau bentuk morfologi
restorasi yang buruk. 1
P r o s t o d o n s i | 11
Gambar 2.2 Bevel tonjol fungsional (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
Jarak oklusal diperiksa dengan menggigitkan malam merah dengan
ketebalan 2 mm di atas gigi yang sudah dipreparasi. Malam merah kemudian
diterawang dengan cahaya yang cukup untuk menentukan jarak oklusal yang
adekuat. Bagian preparasi dengan jarak oklusal yang tidak cukup akan
memberikan tanda berupa daerah yang tipis pada malam. Struktur gigi pada
daerah tersebut harus dhilangkan dan dicek kembali. Pengurangan oklusal dan
bevel tonjol fungsional dibuat dengan bur yang digunakan untuk membuat
groove, tidak boleh ada sudut yang tajam atau ridge pada pertemuan bevel. Jika
ada, harus dihilangkan dengan bur fissure taper. 1
Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan oklusal.
Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan dengan tepi chamfer, dan
bur intan taper berujung bulat digunakan dalam prosedur ini. 14
Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo, sehingga akan
didapatkan pengurangan daerah aksial yang diharapkan karena ujungnya yang
taper akan membentuk chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar
P r o s t o d o n s i | 12
restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kekuatan selama adaptasi. 1
Gambar 2.3 Pengurangan dinding bukal dan lingual (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan needle yang
pendek. Ujung bur yang tipis bekerja pada daerah proksimal dengan gerakan
memotong oklusogingival atau bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi
tetangga. Jika daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan untuk
membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada interproksimal. 1
P r o s t o d o n s i | 13
Gambar 2.4 Pengurangan dinding proksimal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
Semua permukaan aksial dihaluskan dengan bur torpedo yang bentuk
dan ukurannya memungkinkan untuk menyelesaikan akhiran chamfer sebaik
mungkin. Preparasi harus dilakukan disudut permukaan bukal atau lingual hingga
ke permukaan proksimal untuk memastikan bahwa akhiran telah rata. 1
Gambar 2.5 Tepi chamfer dan penghalusan dinding (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
Pada langkah akhir, preparasi diselesaikan untuk permukaan yang lebih
rata dengan menggunakan bur intan taper berujung bulat untuk membuat tepi
P r o s t o d o n s i | 14
preparasi 21. Gunakan long fissure bur diamond 1,6 mm atau 2,1 mm. Hilangkan
semua garis tepi sudut tajam dari gigi yang dipreparasi. 13
Tahap akhir pada preparasi full veneer adalah pembuatan akhiran servikal.
Hal ini akan menghindari semua gerakan rotasi yang mungkin terjadi selama
sementasi dan akan membantu dalam proses tuangan. Groove dibuat pada
permukaan aksial dengan bagian terbesar. Hal ini biasanya dibuat pada preparasi
permukaan bukal rahang bawah dan pada preparasi permukaan lingual rahang
atas. Untuk preparasi GTC jangka panjang, harus ada groove bukal dan lingual
untuk meningkatkan resistensi terhadap pergerakan mesiodistal. 1
Gambar 2.6 Pembuatan akhiran servikal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1
II.4 SEMEN LUTING
II.4.1 SEMEN LUTING GLASS IONOMER
P r o s t o d o n s i | 15
Semen ionomer kaca atau nama generik dari sekelompok bahan yang
menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini
mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer
yang mengandung gugus karboksil. Semen ini juga disebut sebagai semen
polialkenoat. 15
Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan
perekat, bahan base, bahan restoratif untuk restorasi konservatif kelas I dan II,
membangun badan inti, dan sebagai penutup pit dan fisura. 15
Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan formulanya dan potensi
penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, Tipe II untuk bahan restorasi, dan
tipe III untuk basis. Juga ada semen ionomer kaca yang pengerasannya dilakukan
oleh sinar. Jenis ini juga disebut sebagai semen ionomer kaca modifikasi resin
sebab melibatkan resin yang dikeraskan sinar dalam formulanya. 15
Karena sifatnya yang melekat secara kimiawi dengan jaringan keras gigi
dan melepaskan fluoride dalam jangka waktu yang cukup lama, penggunaan
semen ionomer kaca menjadi semakin luas. Keuntungan adanya fluor di dalamnya
membuat semen ionomer kaca sangat cocok untuk restorasi pada gigi sulung di
anterior terutama untuk bagian proksimal. Akan tetapi tidak dianjurkan untuk
restorasi pada gigi molar sulung. 16
Keuntungan penggunaan semen ionomer kaca 16
• Perlekatan yang bagus dengan struktur gigi
• Retensi cukup tinggi
P r o s t o d o n s i | 16
• Mampu melepaskan fluoride
• Biokompatibel
• Preparasi minimal dan waktu kerja yang singkat.
Kekurangan semen ionomer kaca 15,16
• Lebih rentan terhadap keausan dibanding komposit
• Mudah larut dalam saliva
• Kasar
• Sensitif terhadap air pada saat setting time.
• Kurang estetis dibandingkan komposit
Semen ionomer kaca pertama kali diperkenalkan sebagai bahan pelapik,
dan tidak lama kemudian, bahan-bahan ini digunakan sebagai luting agent. 17
Selain itu, semen ionomer kaca yang tersedia sebagai luting agent
dirumuskan sebagai bahan semen ionomer kaca tradisional, dan sebagai resin-
versi modifikasi. Formulasi ini banyak digunakan oleh dokter dalam beberapa
tahun terakhir, baik karena sifat fisik, dan karena kemudahan penggunaan dalam
hal sifat penanganan.
P r o s t o d o n s i | 17
Gambar 2.7 Powder dan Liquid Glass Ionomer Luting Cement (Sumber: ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09 October 2009 [cited 2011 January 27]. Available from : http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-to-metal-crown-placement/) 18
II.4.2 ZINC PHOSPHATE CEMENT
Luting agent tradisional ini terus menjadi populer untuk restorasi tuang.
Luting agent ini memiliki kekuatan yang memadai pada ketebalan sekitar 25 µm,
berada dalam batas toleransi yang diperlukan untuk membuat restorasi tuang, dan
waktu kerja yang normal. 14
Kelebihan bahan ini dapat dengan mudah dihilangkan. Efek toksik dari
zink fosfat atau lebih khususnya asam fosforik telah banyak dilaporkan. Namun,
keberhasilan penggunaan bahan ini pada pulpa secara klinis dapat diterima selama
masih dalam batas normal dan preparasi tidak terlalu dekat dengan dasar kavitas
(pulpa). 14
P r o s t o d o n s i | 18
Gambar 2.8 Powder dan Liquid Zinc Phosphate Cement(Sumber: ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011 January 27]. Available from : http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphate-cement.html) 19
II.4.3 BAHAN SEMEN LUTING LAIN
Bahan luting yang ideal memiliki waktu kerja / setting yang panjang,
perlekatan yang baik antara stuktur gigi dengan permukaan restorasi, tidak
bersifat toxic terhadap pulpa, dan memiliki kekuatan yang adekuat. 14
Beberapa bahan semen lain yang dapat digunakan sebagai luting adalah : 14
1. Zinc Polycarboxylate Cement
Semen ini merupakan salah satu semen yang baru dan memebrikan bukti
perlekatan yang baik pada komponen kalsium dari strukutur gigi.
Walaupun agak sulit dimanipulasi, semen ini memiliki potensi untuk adesi
klinis ke ion-ion kalsium pada email dan dentin. 20
2. Resin-modified Glass Ionomer Cement
Diantara semen luting yang popular, Resin-modified Glass Ionomer
Cement memiliki solubilitas yang rendah, adesi, dan mikroleakage yang
rendah. Bahan ini menjadi popular karena keuntungan yang didapatkan
yaitu berkurangnya sensitifitas setelah sementasi. 14
3. Composite Resin
Semen ini hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu karena pengerutan
waktu pengerasan yang besar, kecenderungan mengiritasi pulpa,
P r o s t o d o n s i | 19
kecenderungan terjadi kebocoran mikro, dan karakteristik manipulasi yang
jelek. 20
4. Resin Adesif
Evaluasi jangka panjang dari bahan ini belum ada sehingga tidak dapat
direkomendasikan untuk digunakan secara rutin. Bahan ini dapat
diindikasikan jika sebuah tambalan terlepas karena kurangnya retensi. 14
II.5 SIFAT SEMEN
Tabel 2.1 Sifat semen untuk perekatan 15
Waktu
setting
(mnt)
Tebal
lapisan
(μm)
Kekuatan
tekan-24
jam
(MPa)
Kekuatan
tarik
diametral-
24 jam
(MPa)
Modulus
elastisitas
(GPa)
Kelarutan
dan
disintergrasi
dalam air
(berat %)
Respon
pulpa
Zinc phosphate 5,5 20 104 5,5 13,5 0,06 Moderat
Glass ionomer 7 24 86 6,2 7,3 1.25 Mild to
P r o s t o d o n s i | 20
Moderat
Semen resin 2 - 4 < 25 70 - 172 - 2,1 – 3,1 0,0 – 0,01 Moderat
Polikarboksilat 6 21 55 6,2 5,1 0,06 Mild
OSE, Tipe I 4 - 10 25 6 - 28 - - 0,04 Mild
OSE + alumnia
+ EBA (Tipe II)9,5 25 55 4,1 5,0 0,05 Mild
OSE + polimer
(Tipe II)6 - 10 32 48 4,1 2,5 0,08 Mild
Tampak pada Tabel 2.1, sifat dari berbagai jenis semen yang berbeda-
beda. Karena itu, pemilihan semen lebih ditentukan oleh tuntutan fungsional dan
biologis dari situasi klinis tertentu. Jika diinginkan kinerja yang optimal, sifat
fisik, dan biologi serta karakteristik pengerjaan, misalnya waktu kerja dan setting
serta kemudahan membuang kelebihan bahan, akan menjadi pertimbangan dalam
memilih semen untuk perekatan. 15
II.6 LOGAM CAMPUR
Logam campur dapat diklasifikasikan menurut : 15
1. Penggunaan (digunakan sebagai inlay logam penuh, mahkota dan
jembatan, restorasi logam keramik, gigitiruan sebagian lepasan, dan
implan)
2. Unsur utamanya (emas, paladium, perak, nikel, kobalt, atau titanium)
3. Kandugan logam mulianya (sangat mulia, mulia, atau dominan logam
dasar)
P r o s t o d o n s i | 21
4. Tiga unsur utama (emas-paladium-perak, paladium-perak-timah, nikel-
kromium-berilium, kobalt-kromium-molibdenum, titanium-aluminium-
vanadium, atau besi-nikel-kromium)
5. Sistem fase yang dominan (isomorfus / fase tunggal, eutetik, peritetik, atau
antarlogam).
Logam Campur Aluminium Perunggu
Ada satu logam campur yang berbahan utama tembaga yang diakui oleh
ADA. Meskipun perunggu biasanya dirumuskan sebagai logam campur tembaga
yang kaya tembaga dan timah (Cu-Sn) denga atau tanpa unsur-unsur lain seperti
seng dan fosfor, pada dasarnya terdapat logam campur perunggu dua komponen
(biner), tiga komponen (terner) dan empat komponen (kuartener) yang tidak
mengandung timah, seperti aluminium perunggu (tembaga-aluminium [Cu-Al]),
silikon perunggu (tembaga-silikon [Cu-Si]) dan berilium perunggu (tembaga-
berilium [Cu-Bel]). Keluarga logam campur aluminium perunggu termasuk salah
satu yang diakui oleh ADA dapat mengandung tembaga 81–88% wt, aluminium
7-11% wt, nikel 2–4% wt, dan besi 1–4% wt. Hanya sedikit data klinis yang
tersedia tentang logam campur aluminium perunggu ini. Logam campur tembaga
berpotensi untuk bereaksi dengan belerang (sulfur), membentuk tembaga-sulfida
yang menimbulkan karat pada pemukaan logam campu yang berbahan dasar emas
atau perak dan mengandung perak dalam jumlah yang cukup besar. 15
II.7 TEORI KEKUATAN TARIK
P r o s t o d o n s i | 22
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk
menentukan respon bahan dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi
pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan
seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas
fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran
benda uji) dari bahan terhadap pembebanan tersebut. Jenis-jenis pengujian
mekanis bahan antara lain: 21
1. Kekuatan Tarik
Adalah pengujian yang dilakukan pada suatu bahan padat (logam atau
nonlogam) dan dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap
mengenai perilaku bahan tersebut terhadap pembebanan mekanis.
Sampel atau benda uji ditarik dengan beban kontinyu.
2. Pengujian Kekerasan / kekuatan tekan
Adalah ketahanan bahan terhadap gaya penekanan dari bahan lain
yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme
penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari bahan keras
terhadap suatu permukaan benda uji.
3. Pengujian geser / kekuatan transversa
Adalah pengujian mekanis material untuk mengetahui modulus
elastisitas benda uji dalam arah geser. Dalam batas elastis tegangan
geser bervariasi secara linier dari nol di bagian pusat benda uji hingga
mencapai maksimum pada permukaan terluar benda uji.
4. Kekuatan impak
P r o s t o d o n s i | 23
Adalah pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.
Pembebanan pada benda uji dilakukan secara perlahan-lahan. Pada
pengujian impak ini bannyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau
ketangguhan bahan tersebut.
Di antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan
jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan
informasi representatif dari perilaku mekanis bahan. 21
Hasilnya berupa gaya tarik, dicatat lalu dimasukkan ke dalam perhitungan
rumus sehingga didapatkan hasil kekuatan tarik. Rumus kekuatan tarik adalah
sebagai berikut : 2
TS = F A
Keterangan :
TS = kekuatan tarik (N/mm2)
F = gaya tarik (N)
A = luas penampang (mm2)
BAB III
KERANGKA KONSEP
P r o s t o d o n s i | 24
GIGI PREMOLAR
PREPARASI
Dari kerangka konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa semen luting yang
digunakan sebagai subyek penelitian. Adapun perbedaan bur yang digunakan pada
saat preparasi merupakan variabel independen. Variabel antaranya adalah tingkat
kekasaran dan penghalusan dinding aksial preparasi. Dalam penelitian ini,
kekuatan tarik semen luting digunakan sebagai variabel kendali, dalam hal ini
glass ionomer dan zinc phosphate cement.
P r o s t o d o n s i | 25
SEMENKEKUATAN
TARIK
RESTORASI TUANG
RESTORASI
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 RANCANGAN PENELITIAN
Berdasarkan sifat permasalahannya disebut penelitian eksperimental
karena bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh penghalusan dinding
hasil preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi lempeng
logam. Berdasarkan macam atau asal datanya disebut penelitian primer karena
data dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Dengan asumsi bahwa populasinya adalah
gigi premolar permanen manusia, berarti semua karakteristik antar populasi
adalah sama. Oleh karena itu digunakan rancangan eksperimen tanpa pengukuran
awal, yaitu rancangan eksperimen the posttest-only control group design. 22,23
IV.2 SUBYEK PENELITIAN
Subyek penelitian adalah semen luting yang terdiri dari 2 macam, yaitu
glass ionomer cement dan zinc phosphate cement. Kedua macam semen luting ini
membagi 2 jumlah lempeng logam yang akan disemen pada gigi yang sudah
dipreparasi. Sehingga setiap semen tersebut akan dipakai untuk merekatkan
lempeng logam pada setiap gigi yang telah diberi 3 perlakuan berbeda dengan
jumlah 4 gigi setiap kelompok. Sehingga jumlahnya adalah 12 gigi untuk glass
ionomer cement dan 12 gigi untuk zinc phosphate cement.
IV.3 VARIABEL
P r o s t o d o n s i | 26
V. Independent : Kekasaran dinding aksial preparasi
V. Dependent : Kekuatan tarik semen luting
V. Kendali : - Semen luting
- Alat uji kekuatan tarik
- Jenis bur
- Alat preparasi
- Tegangan listrik
IV.4 ALUR PENELITIAN
P r o s t o d o n s i | 27
KASAR
SUBYEK PENELITIAN
PEMBUATAN LEMPENG LOGAM
UJI KEKUATAN TARIK Tensile Testing Machine
P r o s t o d o n s i | 28
PREPARASI DINDING AKSIAL
BUR INTAN
BUR KARBIT
(PENGHALUSAN)
DINDING KASAR DINDING HALUS
SEMENTASI
(LEMPENG MELEKAT DI GIGI)
SEMEN 1 SEMEN 2
IV.5 BAHAN PENELITIAN
1. Bur intan coarse, fine (dia-burs)
2. Bur karbit fine (metal burs)
3. Semen luting
a. Glass Ionomer Cement (Glass Ionomer Luting and Lining Cement
GC Corporation Tokyo)
b. Zink Phosphate Cement (Elite Cement 100 GC Corporation Tokyo)
4. Lempeng Logam (Silver)
5. Akuades
IV.6 ALAT PENELITIAN
1. Handpiece (Handpiece High Speed 2 Hole NSK)
2. Spatel semen (Spatel semen ozon)
3. Agate spatel (Agate spatel prodental)
4. Glass plate
5. Paper plate
6. Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100
Galdabini)
7. Mesin penuangan logam (Centrifugal Casting Machine)
IV.7 TABEL PENELITIAN
Bur Intan
(Coarse)
Bur Intan
(Fine)
Bur intan (Coarse)
+ Bur Karbit (Fine)
Glass Ionomer Cement Gigi A1 Gigi B1 Gigi C1
Zinc Phosphate Cement Gigi A2 Gigi B2 GigiC2
P r o s t o d o n s i | 29
IV.8 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
IV.8.1 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Teknik Mesin Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
IV.8.2 WAKTU PENELITIAN : 30 Juli 2011
IV.9 PROSEDUR KERJA
IV.9.1 PREPARASI GIGI PREMOLAR
1. Gigi premolar sebanyak 24 gigi dibagi menjadi 3 kelompok, yang
akan diberikan perlakuan berbeda pada saat preparasi. Pada saat
preparasi, tiap kelompok terdiri dari 8 gigi.
2. Kelompok pertama, dilakukan preparasi dengan menggunakan
handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse). Preparasi
pada gigi premolar dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian
oklusal secara horizontal sampai rata, sehingga didapatkan permukaan
rata di bagian oklusal gigi.
3. Kelompok kedua, dilakukan preparasi dengan menggunakan
handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (fine). Preparasi
pada gigi premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada
bagian oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan
permukaan rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok kedua ini,
preparasi dari awal sampai selesai hanya menggunakan bur intan
(fine) saja.
P r o s t o d o n s i | 30
4. Kelompok ketiga, dilakukan preparasi dengan menggunakan
handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse) dan
kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Preparasi pada gigi
premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian
oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan permukaan
rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok ketiga ini, preparasi dari
awal menggunakan bur intan (coarse) sampai didapatkan permukaan
yang rata di bagian oklusal gigi, kemudian dihaluskan dengan
menggunakan bur karbit (fine) pada bagian permukaan oklusal gigi
tersebut.
Gambar 4.1 Bur intan dan karbit. (Dari kiri ke kanan) Bur
intan (coarse), bur intan (fine), bur karbit (fine).
IV.9.2 PEMBUATAN LEMPENG LOGAM
1. Pembuatan pola malam biru berbentuk lempeng dengan ukuran
5x5x1 mm (ditentukan oleh peneliti) dan diberikan bentuk seperti
kaitan pada bagian atas lempeng.
P r o s t o d o n s i | 31
2. Setelah bentuk pola malam telah selesai, dilanjutkan dengan
pembuatan pasak pada bagian tertinggi dari pola malam tersebut agar
tidak terjadi porositas pada saat proses penuangan logam.
3. Setelah pemasangan pasak, dilakukan pemendaman pola malam biru
ke dalam movel. Pola malam dipendam dengan menggunakan bahan
pendam.
4. Movel dimasukkan ke dalam oven, dipanaskan dengan suhu 468O C –
650O C sampai semua malam dan pasaknya mencair.
5. Kemudian dilakukan proses penuangan logam dengan menggunakan
mesin penuangan logam (Centrifugal Casting Machine).
6. Setelah proses penuangan logam selesai, logam hasil penuangan
logam dikeluarkan dari dalam movel, kemudian dilakukan prosedur
finishing dan polishing.
Gambar 4.2 Beberapa lempeng logam (silver) dari hasil penuangan logam
P r o s t o d o n s i | 32
IV.9.3 SEMENTASI (LEMPENG MELEKAT DI GIGI)
1. Setelah pembuatan lempeng logam sebanyak 24 buah, dilakukan
prosedur sementasi, yaitu melekatkan lempeng logam pada gigi
dengan semen luting.
2. Gigi yang telah dipreparasi dengan 3 macam perlakuan berbeda dan
terdiri dari 8 gigi setiap perlakuan, dibagi menjadi 2 bagian lagi di
setiap kelompok sehingga menjadi 4 gigi setiap perlakuan. Setelah
dipreparasi, gigi direndam dalam akuades selama 30 detik dan
kemudian permukaan preparasi dikeringkan dengan air syringe
sebelum dilakukan sementasi.
3. Kemudian dari setiap kelompok perlakuan tersebut, 4 gigi di semen
dengan glass ionomer cement dan 4 gigi lagi disemen dengan zinc
phosphate cement. Sehingga jumlahnya menjadi 12 gigi disemen
dengan glass ionomer cement dan 12 gigi lagi disemen dengan zinc
phosphate cement. Dapat dilihat pada gambar 4.3, lempeng logam
yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi.
4. Pencampuran semen untuk glass ionomer cement, perbandingan
powder dan liquid adalah 1,8 gr : 1,0 gr. Waktu pengadukan selama
20 detik dan waktu kerja sejak pengadukan adalah 2 menit
(berdasarkan petunjuk kemasan Glass Ionomer Luting and Lining
Cement GC Corporation Tokyo). Sedangkan untuk zinc phosphate
cement, perbandingan powder dan liquid adalah 1,45 mg : 0,5 ml.
Waktu pengadukan selama 60–90 detik dan waktu kerja sejak
P r o s t o d o n s i | 33
pengadukan adalah 3–4 menit (berdasarkan petunjuk kemasan Elite
Cement 100 GC Corporation Tokyo).
Gambar 4.3 Lempeng logam yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi
IV.9.4 UJI KEKUATAN TARIK
1. Setelah semua lempeng logam disemen pada gigi, kemudian dibiarkan
selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian tarik. Karena menurut
klasifikasi ADA No.9 bahwa kelarutan semen didalam air selama 24
jam pertama cukup tinggi sehingga sangat penting semen dilindungi
dari kontaminasi cairan selama periode 24 jam ini sampai semen
mengeras sempurna. 15
2. Pembagian kelompok pada saat pengujain tarik adalah :
a. Kelompok A1 = Bur intan (coarse) + glass ionomer cement
b. Kelompok A2 = Bur intan (coarse) + zinc phosphate
cement
c. Kelompok B1 = Bur intan (fine) + glass ionomer cement
d. Kelompok B2 = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement
P r o s t o d o n s i | 34
e. Kelompok C1 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +
glass ionomer cement
f. Kelompok C2 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +
zinc phosphate cement
3. Satu per satu gigi tersebut diuji kekuatan tariknya dengan
menggunakan Alat uji kekuatan tarik (Gambar 4.5, Tensile Testing
Machine Type PM 100 Galdabini).
4. Lempeng logam ditarik dengan beban kontinyu sampai lempeng
logam tersebut terlepas dari gigi. Skala pengukuran yang digunakan
pada beban tarik adalah skala Newton (N). Dapat dilihat pada gambar
4.4, lempeng logam yang terlepas dari gigi setelah di uji kekuatan
tariknya dari setiap kelompok.
5. Gaya beban yang dicatat adalah pada saat lempeng logam terlepas dari
gigi. Kemudian gaya tersebut dicatat dan kemudian dimasukkan ke
dalam rumus kekuatan tarik agar dapat diketahui nilai kekuatan
tariknya.
Gambar 4.4 Beberapa lempeng logam yang telah diuji kekuatan tariknya
P r o s t o d o n s i | 35
Gambar 4.5 Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100 Galdabini).
IV.10 ANALISIS DATA
Data yang diperoleh didistribusikan ke dalam table, kemudian dilakukan
uji Levene untuk mengetahui homogenitas sampel. Selanjutnya diolah dengan uji
Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji least significant different (LSD) jika
dari uji Anova diperoleh hasil yang significant (α = 0,05) untuk mengetahui
apakah ada pengaruh penghalusan dinding oklusal preparasi terhadap kekuatan
tarik semen luting pada lempeng logam.
P r o s t o d o n s i | 36
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari hasil pengamatan, pengukuran dan perhitungan mengenai pengaruh
penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam dilakukan dalam 6 kelompok yaitu berdasarkan perbedaan
kekasaran bur serta penghalusannya, dan perbedaan semen luting yaitu glass
ionomer cement dan zinc phosphate cement, dapat dilihat pada tabel 5.1:
Tabel 5.1 Perbandingan dan rerata penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dalam
satuan N/mm2
Subyek Penelitian
Kelompok
A1 A2 B1 B2 C1 C2
1 0,39 0,25 0,45 0,49 0,46 0,45
2 0,30 0,22 0,50 0,34 0,50 0,51
3 0,33 0,26 0,39 0,42 0,51 0,46
4 0,37 0,27 0,42 0,44 0,42 0,43
Rerata 0,35 0,25 0,44 0,42 0,47 0,46
Keterangan :
- Kelompok A1 = Bur intan (coarse) + glass ionomer cement
- Kelompok A2 = Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement
- Kelompok B1 = Bur intan (fine) + glass ionomer cement
- Kelompok B2 = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement
- Kelompok C1 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + glass ionomer
cement
- Kelompok C2 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + zinc phosphate cement
P r o s t o d o n s i | 37
Tabel 5.1 menunjukkan kekuatan tarik dari semen luting terhadap
penghalusan dinding aksial preparasi pada lempeng logam. Nilai rerata kekuatan
tarik yang paling tinggi adalah kelompok C1 (Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +
glass ionomer cement), yaitu 0,47 N/mm2, dan kekuatan tarik yang paling rendah
adalah kelompok A2 (Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement), yaitu 0,25 N/mm2
Sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam, dilakukan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data. Hasil
uji Levene pada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan
tarik semen luting pada lempeng logam diperoleh probabilitas 0,628. Berarti hasil
uji Levene p > 0,05. Hal ini berarti bahwa data tersebut homogen.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada pengaruh penghalusan dinding
aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, maka
dilakukan uji statistik ANOVA satu arah dengan menggunakan α = 0,05. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil uji ANOVA pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam
Sumber Variasi JK Db MK F hit P
Perlakuan(BetweenGroups) 0,146 5 0,029 15,888 0,000
Sisa / Residual(WithinGroups) 0,033 18 0,002
Total 0,179 23
Keterangan :
JK : jumlah kuadrat
db : derajat bebas
MK : median kuadrat
P r o s t o d o n s i | 38
F hit : nilai F hitung
P : probabilitas
Dari hasil uji ANOVA untuk melihat pengaruh penghalusan dinding aksial
preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Dari hasil uji ANOVA tersebut
didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok perlakuan yang diuji. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol (Ho) tidak
dapat diterima atau ditolak dan Ha dapat diterima, yang berarti bahwa ada
pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen
luting pada lempeng logam.
Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh
penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD
(least significant different) untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap
perlakuan.
Tabel 5.3 Hasil uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam
Kelompok A1 A2 B1 B2 C1 C2
A1 0 0,09750* 0,09250* 0,07500* 0,12500* 0,11500*
A2 0,09750* 0 0,19000* 0,17250* 0,22250* 0,21250*
B1 0,09250* 0,19000* 0 0,01750 0,03250 0,02250
B2 0,07500* 0,17250* 0,01750 0 0,05000 0,04000
C1 0,12500* 0,22250* 0,03250 0,05000 0 0,01000
C2 0,11500* 0,21250* 0,02250 0,04000 0,01000 0
*Perbedaan rerata significant pada level 0,05
P r o s t o d o n s i | 39
Pada tabel 5.3, dapat dilihat hasil dari uji LSD (least significant
different) pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik
semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2, B1, B2, C1 dan
C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2.
Ini berarti bahwa bur intan (coarse) + glass ionomer cement berbeda bermakna
dengan bur intan (coarse) + zinc phosphate cement. Selain itu bur intan (coarse) +
glass ionomer cement juga berbeda bermakna dengan bur intan (fine) + glass
ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan (coarse) +
bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur intan (fine)
+ zinc phosphate cement. Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement berbeda
bermakna dengan bur intan (coarse) + glass ionomer cement, bur intan (fine) +
glass ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan
(coarse) + bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur
intan (fine) + zinc phosphate cement.
P r o s t o d o n s i | 40
BAB VI
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini digunakan 2 macam semen luting yaitu glass
ionomer cement dan zinc phosphate cement karena di bidang kedokteran gigi saat
ini glass ionomer cement masih lebih sering digunakan sebagai bahan luting.
Hanya saja karena glass ionomer cement memiliki beberapa kekurangan antara
lain mudah larut dalam saliva, kasar, dan sensitif terhadap air pada saat setting
time, maka ada juga yang menggunakan zinc phosphate cement sebagai bahan
luting. 15,16
Berdasarkan tabel 2.1 sifat semen untuk perekatan, glass ionomer
cement dan zinc phosphate cement adalah semen yang memiliki sifat kekuatan
tarik diametral – 24 jam yang tinggi dibandingkan semen luting yang lain. Glass
ionomer cement memiliki kekuatan tarik diametral – 24 jam sebesar 6,2 MPa.
Sedangkan zinc phosphate cement memiliki kekuatan tarik diametral – 24 jam
sebesar 5,5 MPa.15
Dari hasil penelitian pada tabel 5.1, jumlah rerata pengaruh
penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam menunjukkan bahwa dari setiap perlakuan pengasahan pada gigi
premolar yang disemen dengan 2 macam semen luting yaitu glass ionomer cement
dan zinc phosphate cement memiliki pengaruh terhadap kekuatan tarik semen
luting. Terlihat pada tabel 5.1, menunjukkan rerata kekuatan tarik dari glass
ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan
P r o s t o d o n s i | 41
dengan bur intan (coarse) lebih rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang
dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan
pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur
karbit (fine). Hal ini dapat terlihat pada kelompok A1 {glass ionomer cement pada
lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan
(coarse)} menunjukkan nilai reratanya sebesar 0,35 N/mm2, kelompok B1 {glass
ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan
dengan bur intan (fine)} nilai reratanya sebesar 0,44 N/mm2, dan kelompok C1
{glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan
pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur
karbit (fine)} nilai reratanya sebesar 0,47 N/mm2.
Begitu juga untuk kelompok zinc phosphate cement, pada tabel 5.1
menunjukkan rerata kekuatan tarik dari zinc phosphate cement pada lempeng
logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) lebih
rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur
intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan
(coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Hal ini dapat terlihat
pada kelompok A2 {zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi
yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse)} menunjukkan nilai
reratanya sebesar 0,25 N/mm2, kelompok B2 {zinc phosphate cement pada
lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine)}
nilai reratanya sebesar 0,42 N/mm2, dan kelompok C2 {zinc phosphate cement
pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan
P r o s t o d o n s i | 42
(coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)} nilai reratanya
sebesar 0,46 N/mm2.
Hal tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Shillingburg dkk yang mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting
cavosurface finish line hendaknya halus untuk memfasilitasi pembuatan restorasi
yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan dalam jumlah yang
banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi penggunaannya
meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga diperlukan
instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu digunakan bur
karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1
Pada tabel 5.2, dapat dilihat hasil uji ANOVA terhadap nilai-nilai
kekuatan tarik dari semen luting pada lempeng logam terhadap gigi yang
dipreparasi dengan bur intan (coarse), bur intan (fine), dan yang dipreparasi
dengan bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)
didapatkan perbedaan yang bermakna {p = 0,000 (α = 0,05)} yang berarti ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan yang diuji.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sevgican dkk yang meneliti tentang pengaruh pemakaian 2 macam bur intan
dengan kekuatan ikatan tensil adesif ke gigi. Sevgican menggunakan 2 macam bur
intan yaitu bur intan (regular) dan bur intan (superfine). Hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur tersebut tidak mempengaruhi
kekuatan tarik adesif ke gigi.
P r o s t o d o n s i | 43
Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh
penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD
untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap perlakuan. Pada tabel 5.3, dapat
dilihat hasil dari uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap
kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2,
B1, B2, C1 dan C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2.
Kekuatan tarik adalah salah satu faktor yang mempengaruhi retensi
dari sebuah gigitiruan cekat. Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk
mencegah restorasi terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah
dengan sumbu gigi. Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu
melakukan preparasi gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan
preparasi, luasnya daerah permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami
gesekan, dan kekasaran permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan
preparasi dimaksudkan untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan
permukaan preparasi sehingga diharapkan akan meningkatkan retensi. 1
Dapat dilihat jelas pula dalam tabel 5.1 perbandingan antara semen
luting glass ionomer cement dengan zinc phosphate cement di setiap kelompok 3
macam perlakuan preparasi bahwa semen glass ionomer cement memiliki
kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan zinc phosphate cement terhadap
kekasaran dinding yang tidak dihaluskan maupun yang dihaluskan. Pada hasil uji
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan
P r o s t o d o n s i | 44
yang diuji. Untuk kelompok glass ionomer cement dan zinc phosphate cement,
dari hasil uji LSD dapat dilihat bahwa hanya terdapat perbedaan yang signifikan
pada kelompok A1 dan A2. Ini berarti bahwa pada perbandingan antara glass
ionomer cement dan zinc phosphate cement hanya pada kelompok yang
menggunakan bur intan (coarse) saja yang memiliki perbedaan bermakna,
sedangkan pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur karbit
(fine) tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena glass ionomer cement memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, yaitu
perlekatan yang bagus dengan struktur gigi, dan memiliki retensi yang cukup
tinggi. Perbedaan yang tidak bermakna antara glass ionomer cement dan zinc
phosphate cement pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur
karbit (fine) kemungkinan disebabkan karena kekuatan kompresi dari glass
ionomer cement sebanding dengan zinc phosphate cement, dan kekuatan tarik
diametral glass ionomer cement sedikit lebih tinggi daripada zinc phosphate
cement. Modulus elastisitas glass ionomer cement hanya separuh dari zinc
phosphate cement. Jadi glass ionomer cement tidak terlalu kaku dan lebih peka
terhadap perubahan bentuk elastis. 15,16
Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc
phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding oklusal preparasinya
dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan tidak dihaluskan lebih rendah daripada
kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc phosphate cement dari
hasil preparasi yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan
(fine) dan tidak dihaluskan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada
P r o s t o d o n s i | 45
preparasi yang menggunakan bur intan (coarse) akan menghasilkan permukaan
yang tidak rata dan tidak teratur, sehingga mengurangi kekuatan perlekatan semen
luting terhadap permukaan dinding pada lempeng logam. Selain itu, permukaan
tidak dihaluskan berarti masih ada kekasaran dalam skala kecil, yang berarti
permukaannya lebih luas.
Jika dua permukaan yang relatif datar dipertemukan, misalnya suatu
protesis cekat ditempatkan di atas gigi yang sudah dipreparasi, ada celah
mikroskopik diantara substrat tersebut. Jika dilihat secara mikroskopis,
permukaan gigi yang sudah dipreparasi tampak kasar, yaitu ada bagian puncak
dan ada bagian lembahnya. Pada preparasi yang tidak dihaluskan, permukaan
preparasi tampak bergerigi kasar, sedangkan preparasi yang dihaluskan
permukaannya tampak bergerigi halus. Kekuatan tarik semen luting lebih tinggi
pada permukaan yang luas dibandingkan permukaan yang sempit. Sehingga jika
dibandingkan luas permukaannya, permukaan preparasi yang dihaluskan lebih
luas dibandingkan preparasi yang tidak dihaluskan. 15
P r o s t o d o n s i | 46
BAB VII
PENUTUP
VI.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh penghalusan dinding
aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dapat
disimpulkan bahwa :
1. Ada pengaruh bermakna terhadap kekuatan tarik semen luting pada
lempeng logam terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.
2. Kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat memberikan kekuatan
tarik yang paling tinggi bagi semen luting adalah yang dipreparasi dengan
bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine).
3. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi
yang dinding aksial preparasinya dihaluskan sebesar 0,47 N/mm2 lebih
tinggi daripada zinc phosphate cement sebesar 0,46 N/mm2.
4. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi
yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse)
dan tidak dihaluskan sebesar 0,35 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan
tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi yang dinding
aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak
dihaluskan sebesar 0,44 N/mm2.
P r o s t o d o n s i | 47
5. Kekuatan tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi
yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse)
dan tidak dihaluskan sebesar 0,25 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan
tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding
aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak
dihaluskan sebesar 0,42 N/mm2.
6. Kekuatan tarik glass ionomer cement lebih tinggi daripada kekuatan tarik
dari zinc phosphate cement pada setiap kelompok.
VI.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis kekuatan
lain dari semen luting terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan tarik
dari semen luting dengan menggunakan variabel semen luting yang lain.
P r o s t o d o n s i | 48
DAFTAR PUSTAKA
1. Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE.
Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence
Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41
2. Machmud E. Uji beda kekuatan lekat semen resin adhesive pada permukaan
logam yang diberi empat macam perlakuan [tesis]. Bandung: Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran; 2003.
3. Hirata T, Nakamura T, Wakabyashi K, Yatani H. Study of surface roughness
and marginal fit using a newly developed microfinishing bur and new
preparation technique. Int J Microdent 2009; 1: 61-4
4. Sevgican F, Inoue S, Koase K, Kawamoto C, Ikeda T, Sano H. Bond strength
of simplified-step adhesives to enamel prepared with two different diamond
burs. Aust Dent J 2004; 49(3): 141-5.
5. Ayad MF. Effects of tooth preparation burs and luting cement types on the
marginal fit extracoronal restorations. J Prosthodont 2009; 18: 141-5.
6. Yamamoto T, Nishiura R, Momoi Y. Influence of surface roughness on crack
formation in a glass-ceramic bonded to a resin composite base. J Oral Sci
2006; 48: 125-30.
7. Çelik C, Özgünaltay. Effect of finishing and polishing procedures on surface
roughness of tooth-colored materials. Quintessence Int 2009; 40: 783-9.
8. Grene SA. Crowns. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March 20].
Available from : http://www.quality.com/dental/restorative/crown.html
P r o s t o d o n s i | 49
9. ._____. Crowns & bridges. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March
20]. Available from : http://www.oceandental.com/crownsbridges.html
10. Cowel CR. Inlay, crowns and bridges a clinical hand book. 4th Ed. London :
Wright Bristol; 1985. P. 74 -7
11. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). 2nd Ed. Jakarta : EGC: 2006. P.
200-1
12. ._____. Mahkota selubung (jaket crown). [serial on the internet]. 20 April
2010 [cited 2011 January 27]. Available from :
http://www.potooloodental.blog.com/2010/04/20/mahkota-selubung-jacket-
crown/
13. Goldstein RE. Universal crown and bridge preparation the all-ceramic crown
preparation technique for predictable success. Georgia : Brasseler ; 2007.
14. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 3rd
Ed. St. Louis : Mosby; 2001. P. 205-12, 765-9
15. Anusavice KJ. Phillip’s science of dental materials. Ed.10. Philadelphia:
W.B. Saunders Company; 1996. P.274, 365, 449, 470-2
16. ._____. Glass ionomer. [serial on the internet]. 28 May 2009 [cited 2011
January 27]. Available from : http://shehae.blogspot.com/2009/05/glass-
ionomer_28.html
17. Berg JH. Glass ionomer cement. Pediatric Dent 2002 ; 24:430-8
18. ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09
October 2009 [cited 2011 January 27]. Available from :
http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-to-metal-crown-placement/
P r o s t o d o n s i | 50
19. ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011
January 27]. Available from :
http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphate-
cement.html
20. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku ajar ilmu konservasi gigi (textbook of
operative dentistry). 3rd Ed. Alih bahasa: Tarigan R. Jakarta : EGC; 1997
21. Yuwono AH. Buku panduan praktikum karakterisasi material 1 pengujian
merusak (destructive testing). Jakarta: Departemen metalurgi dan material
fakultas teknik universitas indonesia; 2009.
22. Zainuddin M. Metodologi penelitian. Surabaya; 1991.
23. Marzuki. Metodologi riset. Yogyakarta; 1983
P r o s t o d o n s i | 51
top related