BAB 1
PENDAHULUAN
Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Bagian
appendix vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang
melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui
mesenteriumnya sendiri yang pendek, messoappendix. Mesoappendix
berisi arteria, vena appendicularis dan saraf-saraf. Dengan
struktur anatomi yang panjang, sempit, buntu dan jaringan limfoid
yang banyak serta kecenderungan lumen appendix untuk mengalami
obstruksi oleh isi intestinum yang mengeras inilah yang membuat
appendix versiformis rentan terhadap infeksi. 1
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang
tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang
tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan.
2
Dalam praktik bedah, penyakit apendisitis dianggap penting;
apendisitis adalah penyakit abdomen akut yang tersering ditangani
oleh dokter bedah. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap
usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. 3,
4
Walaupun entitas diagnostic ini menonjol, diagnosis banding
harus mencakup hampir semua proses akut yang dapat terjadi didalam
rongga abdomen, serta beberapa kedaruratan yang mengenai organ
toraks. 3
Diagnosis harus ditegakkan secara dini dan tindakan harus segera
dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan penyulit perforasi
dengan segala akibatnya. BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan fisiologi appendix vermiformisAnatomi appendix
vermiformis
Gambar 2.1 Anatomi Appendix
Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang
appendix vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia tersebut.
Dasar appendix vermiformis melekat pada permukaan posteromedial
caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) dibawah junctura ileocaecalis.
Bagian appendix vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum,
yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue
melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, messoappendix.
Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan saraf-saraf.
1, 2
Pendarahan didapat dari arteria appendicularis yang merupakan
cabang dari arteria caecalis posterior. Arteria ini berjalan menuju
ujung appendix vermiformis di dalam messoappendix. Sedangkan untuk
aliran darah vena berasal dari vena appendicularis yang mengalirkan
darahnya ke vena caecalis posterior. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis dan infeksi, appendix akan mengalami
gangrene. 1, 2
Pembuluh limfa mengalirkan cairan limfa ke satu atau dua nodi
yang terletak didalam messoappendix dan dari sini dialirkan ke nodi
mesenterici superiors. 1
Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior.
Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari
appendix vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke
medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X. Oleh karena itu,
nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. 1,
2Fisiologi appendix vermiformis
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan
pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat
di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali
jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh. 22.2. Definisi apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. 62.3. Klasifikasi
apendisitis akutApendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut
fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah. 3,
62.4. Epidemiologi apendisitis akut
Insidens apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di
negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
2
Survei menunjukkan bahwa sekitar 10% orang di Amerika Serikat
dan Negara Barat menderita apendisitis dalam suatu saat. Semua usia
dapat terkena, tetapi insidensi puncak adalah pada decade kedua dan
ketiga, walaupun puncak kedua yang lebih kecil ditemukan pada orang
berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan
dengan rasio 1,5:1. Bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat
1% atau kurang. Anak berumur 2-3 tahun terdapat 15%. Frekuensi
mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar
pada umur-umur 9-11 tahun. 2, 3, 5
2.5. Etiologi apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. Histolytica. 2, 6Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. 2,
62.6. Patofisiologi apendisitis akut
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini
sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan
dengan asupan serat dalam makanan yang rendah. Penyumbatan
pengeluaran secret mucus mengakibatkan terjadinya pembengkakan,
infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat
menyebabkan terjadinya oklusia arteria terminalis (end-artery)
apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus,
biasanya mengakibatkan nekrosis, gangrene, dan perforasi.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah
sekitar 60-70% kasus, lebih sering daripada sumbatan lumen.
Penyebab ulserasi tidak diketahui, walaupun sampai sekarang
diperkirakan disebabkan oleh virus. Akhir-akhir ini penyebab
infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolitica. 4,
6
2.7. Morfologi dan patologi apendisitis akut
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil
ditemukan diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propia.
Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering terdapat
infiltrat neutrofilik perivaskular ringan. Reaksi peradangan
mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membrane yang
merah, granular dan suram; perubahan ini menandakan apendisitis
akut dini bagi dokter bedah. Pada stadium selanjutnya, eksudat
neutrofilik yang hebat menghasilkan reaksi fibrinopurulen diatas
serosa. Dengan memburuknya proses peradangan, terjadi pembentukan
abses di dinding usus, disertai ulserasi dan focus nekrosis di
mukosa. Keadaan ini mencerminkan apendisitis supuratif akut.
Perburukan keadaan appendix ini menyebabkan timbulnya daerah ulkus
hijau hemoragik di mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua
diseluruh ketebalan dinding hingga ke serosa dan menghasilkan
apendisitis gangrenosa akut yang cepat diikuti oleh rupture dan
peritonitis supurativa. 2, 3
Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah
infiltrasi neutrofilik muskularis propia. Biasanya neutrofil dan
ulserasi juga terdapat di dalam mukosa. 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi
akut. 22.8. Gejala klinis apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala
klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. 2,
3, 4, 5, 6Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena
letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan
karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2, 3, 4,
5, 6Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena
rangsangan dindingnya. 2, 3, 4, 5, 6Pada pasien lansia, tanda dan
gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses
penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih
tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari
bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih
muda. 2, 42.9. Penegakan diagnosa apendisitis akut
Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan : 2, 3, 4, 5,
61. Riwayat sakitSakit disekitar umbilikus dan epigastrium disertai
anoreksia, nausea dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian
diikuti oleh sakit perut di kanan bawah disertai dengan kenaikan
suhu tubuh ringan. Pada bayi dan anak-anak berumur muda seringkali
tidak dapat menunjukkan letak sakit dan dirasakan sakit perut
menyeluruh.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum penderita benar-benar telihat sakit
Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh
meninggi dan menetap sekitar 37, 50 C atau lebih bila telah terjadi
perforasi
Dehidrasi ringan sampai berat tergantung derajat sakitnya.
Dehidrasi berat pada apendisitis perforasi dengan peritonitis umum.
Hal ini disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu
tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (oedema) dan
rongga peritoneal
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri
tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan
tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Rovsing sign
(+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang
terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke
arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik
akibat proses peritonitis lokal maupun umum. Selain itu, untuk
mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:Tabel 2.1 Skor Alvarado GEJALASKOR
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan1
Anoreksia1
Mual atau Muntah1
Nyeri di fossa iliaka kanan2
Nyeri lepas1
Peningkatan temperatur (>37,5 C)1
Peningkatan jumlah leukosit 10 x 10 9/L2
Neutrofilia dari 75%1
Total10
Keterangan: Skor 1-4: Tidak dipertimbangkan mengalami
apendisitis
Skor 5-6: Dipertimbangkan kemungkinan Dx apendisitis akut tetapi
tidak memerlukan tindakan operasi segera atau dinilai ulang
Skor 7-8: Kemungkinan mengalami apendisitis akut
Skor 9-10: Hampir definitif mengalami apendisitis akut dan
dibutuhkan tindakan bedah3. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan
riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah yaitu gambaran
perselubungan, mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran
garis permukaan cairan-udara di sekum atau ileum)
Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit Foto polos pada
apendisitis perforasi :
Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di
kuadran kanan bawah
Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum
dan ileum
Garis lemak pra peritoneal menghilang
Skoliosis kekanan
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan
akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi
Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada
umunya, artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila
pada foto terlihat gambaran fekolit, maka gambaran seperti tersebut
diatas patognomonik akibat apendisitis.4. Laboratorium Pada
pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih.
Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan
saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar
kandungan).2.10. Diagnosa banding apendisitis akut
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan
sebagai
diagnosis banding, seperti: 2, 3, 5 Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia,
dan hematokrit meningkat.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Infeksi
panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Kehamilan di luar
kandunganHampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di
luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus
di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Kista
ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal,
atau colok rektal.
Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di
tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan.
Penyakit saluran cerna lainnyaPenyakit lain yang perlu
diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi
kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel
apendiks.2.11. Penatalaksanaan apendisitis akut
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya
(operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan
puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan
pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan
akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan
bawah di atas daerah apendiks. 6
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan
pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. 2, 3
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan
cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video
camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat
melihat dan melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa
organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks.
Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu
luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah
sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik. 2, 4, 6
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu
dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka
untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi.
Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena
justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering. 2
2.12. Komplikasi apendisitis akut
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus. 2Komplikasi usus
buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi
usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian. 5Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif.
Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah
komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat
yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus
akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks. 62.13.
Prognosis apendisitis akut
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan
tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga
perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu
tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit
penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya
yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. 4, 62.14.Spinal
anestesiSubArachnoid Blok merupakan salah satu teknik anestesi
regional dengan cara penyuntikan obat anestesi local ke dalam ruang
subarahnoid dengan tujuan untuk mendapatkan analgesi setinggi
dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka
Anatomi Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra servikalis,
12 V thorakalis, 5 V lumbal, 5 V sacral dan 4 V coccygeus Disatukan
oleh ligamentum vertebralis membentuk kanalis spinalis dimana
medulla spinalis terdapat didalamnya Kanalis spinalis terisi oleh
medulla spinalis dan pembungkusnya (meningen), jaringan lemak, dan
pleksus venosus Sebagian besar vertebra memiliki corpus vertebra, 2
pedikel dan 2 lamina Kolumna vertebralis bila dilihat dari lateral
berbentuk seperti kurva, pada posisi supine titik tertinggi
terletak pada V C5 dan V L4-5 sedangkan terendah pada V Th5 dan V
S2
Kolumna vertebralis dibagi menjadi tiga bagian1. Kolumna
vertebralis anterior, dibentuk oleh Ligamentum longitudinalis
anterior Annulus fibrosus discus intervertebralis anterior Corpus
vertebralis bagian anterior2. Kolumna vertebralis media, dibentuk
oleh Ligamentum longitudinalis posterior Anulus fibrosus discus
intervertebralis posterior Corpus vertebralis bagian media3.
Kolumna vertebralis posterior, dibentuk oleh Arcus posterior
Ligamentum supraspinosum (ligamentum nuchae pada vertebra
servikalis) Ligamentum interspinosum Ligamentum flavum
Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh
vertebra dilapisi oleh beberapa ligamentum Tiga ligamentum yang
akan dilalui pada prosedur spinal anestesi teknik midline adalah
ligamentuim supraspinosum, ligamentum interspinosum dan ligamentum
flavum. Ligamentum interspinosum bersifat elastis, pada L3-4,
panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi maksimal menjadi 12
mm. Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat dan tebal,
diservikal tebalnya sekitar 1,5-3 mm, thorakal 3-6 mm sedangkan
daerah lumbal sekitar5-6 mm. Medulla spinalis dibungkus oleh tiga
jaringan ikat yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter yang
membentuk tiga ruangan yaitu ; ruang epidural, sudural dan
subarakhnoid. Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara
arakhnoid dan piameter. Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel,
saraf spinalis, dan cairan serebrospinal. Ruang subdural merupakan
suatu ruangan yang batasnya tidak jelas, yaitu ruangan potensial
yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid. Ruang epidural
didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh
durameter dan ligamentum flavum. Medulla spinalis secara normal
hanya sampai level vertebra L1 atau L2 pada orang dewasa. Pada
anak-anak medulla spinalis berakhir pada lvel L3. Dibawah level ini
elemen saraf berupa akar-akar saraf yang keluar dari conus
medularis yang sering disebut dengan cauda equine terendam dalam
cairan serebrospinal. Spinal anestesi biasanya diinjeksikan pada
level yang lebih rendah dari L2 untuk menghindari trauma pada
medulla spinalis. Pada level dibawah L2 serabut saraf lebih mobile,
melayang-layang sehingga terhindar dari trauma jarum spinal. Sacus
dura, ruang subarakhnoid dan subdural biasanya mencapai S2 pada
dewasa dan sering sampai S3 pada anak-anak.
Vaskularisasi Medulla spinalis mendapat suplai darah dari A.
vertebral, a. servikal, a. interkostal dan a. lumbal Cabang spinal
ini terbagi ke dalam a. radikularis posterior dan anterior yang
berjalan sepanjang saraf menjangkau medulla dan membentuk pleksus
arteri di dalam piameter
Spinal Nervus Saraf spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12
thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeal Pada spinal anestesi,
paralysis motorik mempengaruhi gerakan bermacam sendi dan otot
Persarafan segmental ini digambarkan sebagai berikut :a. Bahu
C6-8b. Siku C5-8c. Pergelangan tangan C6-7d. Tangan dan jari C7-8,
T1e. Interkostal T1-11f. Diafragma C3-5g. Abdominal T7-12h.
Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3i. Pinggul, pangkal paha ekstensi
L5, S1j. Lutut fleksi L5, S1k. Lutut ekstensi L3-4l. Pergelangan
kaki fleksi L4-5m. Pergelangan kaki ekstensi S1-2
Sistem saraf otonom1. System saraf simpatisSerabut saraf
pregamglion meninggalkan medulla spinalis melalui radiks saraf
ventralis T1-L2. Pada bagian servikal kumpulan ganglia ini menyusun
ganglia servikalis superior, media dan stellat ganglia. Pada
thorak, rangkaian simpatis ini membentuk saraf splanknikus yang
menembus diafragma untuk mencapai ganglia dalam pleksus koeliak dan
pleksus oartikorenalDidalam abdomen rangkaian simpatis ini
berhubunagn dengan pleksus koeliak, pleksus aorta dan pleksus
hypogastrik. Rangkaian ini berakhir dipelvis pada permukaan
anterior sacrum Serabut-serabut saraf post ganglionik yang tidak
bermielin terdistribusi luas pada seluruh organ yang menerima
suplai saraf simpatis. Daerah viscera menerima serabut
postganglionic sebagian besar langsubg melalui cabang yang
meninggalkan pleksus-pleksus besar
Distribusi segmental saraf simpatis visceral :a. Kepala, leher
dan anggota badan atas T1-5b. Jantung T1-5c. Paru-paru T2-4d.
Oesofagus T5-6e. Lambung T6-10f. Usus halus T9-10g. Usus besar
T11-12h. Kandung empedu dan hati T7-9i. Pankreas dan lein T6-10j.
Ginjal dan uereter T10-12k. Kelenjar adrenal T8-L1l. Testis dan
ovarium T10-L1m. Kandung kemih T11-L2n. Prostate T11-L1o. Uterus
T10-L1
2. System saraf parasimpatisSaraf eferen dan aferen dari system
saraf simpatis berjalan melalui nervus intracranial dan nervus
sakralis ke 2,3,4. Nervus vagus merupakan saraf cranial paling
penting yang membawa saraf eferen parasimpatis. Mereka dirangsang
dengan sensasi seperti lapar, mual, distensi vesika, kontraksi
uterus. Berbagai macam nyeri disalurkan melalui saraf ini seperti
kolik atau nyeri melahirkan. Nervus vagus menginervasi jantung,
paru, esophagus dan traktus gastrointestinal bagian bawah sampai ke
kolon tranversum. Saraf simpatis sacral bersama saraf simpatis
didistribusikan pada usus bagian bawah kolon transversum, vesika
urinaria, spincter dan organ reproduksi.
Blokade somaticDengan menghambat transmisi impuls nyeri dan
menghilangkan tonus otot rangkaBlok sensoris mengkambat stimulus
nyeri somatic atau visceral sementara blok motorik menyebabkan
relaksasi otot.Efek enstetik local pada serabut asaraf bervariasi
tergantung dari ukuran serabut saraf tersebut dan apakah serabut
tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat dan lamanya
kontak
Blokade OtonomHambatan pada serabut eferen transmisi ototnom
pada akar saraf spinal menimbulkan blockade simpatis dan beberapa
blok parasimpatis. Simpatis outflow berasal dari segmen
thorakolumbal sedangkan parasimpatis dari craniosacral. Serabut
saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 sampai L2 sedangkan
serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis
melalui serabut cranial dan sacral.Perlu diperhatikan bahwa blok
subarachnoid tidak memblok serabut saraf vagal. Selain itu blok
simpatis mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis
menjadi lebih dominant.Beberapa laporan menyebutkan bahwa bias
terjadi aritmia sampai cardiac arrest selama anestesi spinal. Hal
ini terjadi karena vagotonia yaitu peningkatan tonus parasimpatis
nervus vagus.
Cerebrospinal FluidSerabut saraf maupun medulla spinalis
terendam dalam LCS yang merupakan hasil ulktrafiltrasi dari darah
dan diekskresi oleh pleksusu choroideus pada ventrikel lateral,
ventrikel III dan ventrikel IVProduksinya konstan rata-rata 500
ml/hari tetapi sebanding dengan absorpsinyaVolume total LCS sekitar
130-150 ml, terdiri dari 60-75 ml di ventrikel, 35-40 ml sebagai
cadangan otak dan 25-30 ml di ruang subarakhnoid.
Mekanisme NyeriTujuan utama pada SAB adalah bebas nyeri dengan
cara memblok penjalaran impuls nyeri pada tingkat transmisi
sehingga tidak terjadi persepsi nyeri di otakNyeri timbul sebagai
akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor atau
diserabut saraf perifer atau sentralNyeri dapat ditimbulkan karena
danya stimulus baik itu fisik, thermal, atau kimiaPerjalanan nyeri
atau nosisepsi terdiri dari 4 elemen yaitu :1. tranduksi2.
tranmisi3. modulasi4. persepsiEfek terhadap kardiovaskulertonus
vasomotor dipengaruhi oleh serabut simpatis dari T5 sampai L1 yang
mensarafi otot polos arteri dan vena.penurunan tekanan darah,
penurunan detak jantung dan konstraktilitas jantungefek ini
proporsional dengan derajat simpatektomi.efek kardiovaskuler dari
neuroaxial blok ini mirip dengan efek yang dihasilkan dari
kombinasi alfa 1 bloker dan beta bloker dimana detak jantung dan
tekanan darah turun.efek dari vasodilatasi arterial dapat
diminimalisasi oleh kompensasi vasokonstriksi diatas level dari
blok.efek kardiovaskuler yang merugikan ini dapat diantisipasi
dengan memberikan loading cairan kristaloid 10-12
ml/KgBB.vasopresor efedrin yang memiliki efek langsung beta
adrenergic dapat diberikan untuk meningkatkan denyut jantung,
kontraktilitas serta efek tidak langsung dengan menyebabkan
vasokonstriksi,
Komplikasi Spinal AnestesiKomplikasi dini1. hipotensi2. blok
spinal tinggi /total3. mual dan muntah4. penurunan panas tubuh
Komplikasi lanjut1. Post dural Puncture Headache (PDPH)2. nyeri
punggung (Backache)3. cauda equine sindrom4. meningitis5. retensi
urine6. spinal hematom7. kehilangan penglihatan pasca operasi
Hipotensipaling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan
bersifat individualmungkin akan lebih bertahan pada pasien dengan
hipovolemiabiasanya terjadi pada menit ke 20 setelah injeksi obat
local anestesiderajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan
masuknya obat local anestesi ke dalam ruang sub arakhnoid dan
meluasnya blok simpatis.
HipovolemiaDapat menyebabkan depresi serius system
kardiovaskuler selama spinal anestesi karena pada hipovolemia
tekanan darah dipelihara dengan peningkatan simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi perifer merupakan kontraindikasi
relative anestesi spinal, tetapi jika normovolemi dapat dicapai
dengan penggantian volume cairan maka spinal anestesi bisa
dikerjakan.
Pasien hamilsensitive terhadap blockade simpatis dan hipotensi,
hal ini karena obstruksi mekanis venous return sehingga pasien
hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segera setelah
spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava.
Pasien tuaDengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering
terjadi hipotensi disbanding dengan pasien muda.
PencegahanPemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena
sebelum anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau
preloading dengan 1-5 L cairan elektrolit atau koloid digunakan
secara luas untuk mencegah hipotensi.Terapiautotransfusi dengan
posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian
preloadbradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik, jika
hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan, maka vasopresor
langsung atau tidak langsung dapat diberikan seperti efedrin dengan
dosis 5-10 mg bolus iv.efedrin merupakan vasopresor tidak langsung,
meningkatkan kontraksi otot jantung (efek sentral) dan
vasokonstriktor (efek perifer)
Blokade total spinaltotal spinal : blockade medulla spinalis
sampai ke servikal oleh suatu obat local anestesifactor pencetus :
pasien mengejan, dosis obat local anestesi yang digunakan, posisi
pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik, sesak napas dan
sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi,
sering disertai mual,muntah, precordial discomfort dan gelisah
,apabila blok semakin tinggi penderita menjadi apnea, kesadaran
menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan
terjadi henti jantungPenangananusahakan jalan napas tetap bebas,
kadang diperlukan bantuan napas lewat face mask. jika depresi
pernapasan makin beratperlu segera dilakukan intubasi endotrakeal
dan control ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat
bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila
terjadi henti jantung pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB
diperlukan untuk mencegah hipotensi, jika hipotensi tetap terjadi
atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka
pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas
atropin.Mual Muntah, terjadi karenahipotensi.Adanya aktifitas
parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristaltik usustarikan
nervus dan pleksus khususnya Nervus Vagus adanya empedu dalam
lambung oleh karena relaksasi pylorus dan spincter ductus biliaris,
factor psikologis hipoksia
Penangananuntuk menangani hipotensi : loading cairan 10-20
ml/kgBB kristaloid ataupemberian bolus efedrin 5-10 mg ivoksigenasi
yang adekuat untuk mengatasi hipoksiadapat juga diberikan anti
emetik
Shivering (penurunan panas tubuh)sekresi katekolamin ditekan
sehingga produksi panas oleh metabolisme berkurangvasodilatasi pada
anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya
hipotermi.
PenangananPemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas
PDPH (Post Dural Puncture Headache)disebabkan adanya kebocoran
LCS akibat tindakan penusukan jaringan spinal yang menyebabkan
penurunan tekanan LCS, akibatnya terjadi ketidakseimbangan pada
volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi,
LCS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terdapat dalam system
ventrikel sebanyak 20 ml per jam, Kondisi ini akan menyebabkan
tarikan pada struktur intracranial yang sangat peka terhadap nyeri
yaitu pembuluh darah, saraf, falk serebri dan meningen dimana nyeri
akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20 ml. Nyeri akan
meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang bila berbaring, hal
ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah
dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan
akan melindungi otak sehingga nyeri berkurang.
PDPH (Post Dural Puncture Headache) ditandai dengan- Nyeri
kepala yang hebat- Pandangan kabur dan diplopia- Mual dan muntah-
Penurunan tekanan darah- Onset terjadinya adalah 12-48 jam setelah
prosedur spinal anestesi
Pencegahan dan Penanganan- Hidrasi dengan cairan yang kuat-
Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan
jarum non cutting pencil point- Hindari penusukan jarum yang
berulang-ulang- Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut
longitudinal durameter- Mobilisasi seawal mungkin- Gunakan
pendekatan paramedian- Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak
mengganggu aktivitas maka hanya, diperlukan terapi konservatif
yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan intravena
maupun oral, oksigenasi adekuat- Pemberian sedasi atau analgesi
yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoate
500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID- Hidrasi dan pemberian
kafein membantu menstimulasi pembenntukan LCSJika neyri kepala
menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patcha.
Baringkan pasien seperti prosedur epiduralb. Ambil darah vena
antecubiti 10-15 mlc. Dilakukan pungsi epidural kemudian masukan
darah secara pelan-peland. Pasien diposisikan supine selama 1 jam
kemudian boleh melakukan gerakan dan mobilisasie. Selama prosedur
pasien tidak boleh batuk dan menghejan
Nyeri punggungTusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan
ligamentum dapat menyebabkan nyeri punggung.Nyeri ini tidak berbeda
dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasanya bersifat ringan
sehingga analgetik post operatif biasanya bias menutup nyeri
ini.Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat
menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal
anestesi.Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi
tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan
terapi konservatif. Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi
penyebab.
PenangananDapat diberikan penanganan dengan istirahat,
psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik
antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine akan sangat
bergunaCauda Equina Sindrom. Terjadi ketika cauda equine terluka
atau tertekan
Tanda-tanda meliputiPenyebab adalah trauma dan toksisitas.
Ketika terjadi injeksi yang traumatic intraneural, diasumsikan
bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS.
PenangananPenggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik
terhadap cauda equine merupakan salah satu pencegahan terhadap
sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equine waktu
melakukan penusukan jarum spinal.Retensi urinBlockade sentral
menyebbkan atonia vesika urinaria sehinggga volume urine di vesika
urinaria jadi banyak. Blockade simpatis eferen (T5-L1)menyebabkan
kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin. Spinal
anestesi menurunkan 5 -10% filtrasi glomerulus, perubahan ini
sangat tampak pada pasien hipovolemia.Retensi post spinal anestesi
mungkin secara moderat diperpanjang karena SA dan S3 berisi
serabut-serabut ototnomik kecil dan paralisisnya lebih lama
daripada serabut-serabut yang lebih besar.MeningitisMunculnya
bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika
penanganan klinis dilakukan dengan baik.Meningitis aseptic mungkin
berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi dan telah dideskripsikan
tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah
larutan anestesi murni local yang memadai.
Pencegahan- Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan
obat-obatan yang betul-betul steril- Menggunakan jarum spional
sekali pakai- Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang
spesifik
Spinal hematomMeski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom
merupakan bahaya besar bagi klinis karena sering tidak mengetahui
sampai terjadi kelainan neurologist yang membahayakanTerjadi akibat
trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medulla spinaliDapat
secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan
neoplastikHematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat
menyebabkan penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik
neurologist dan paraplegi
Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya
meliputi :1. mati rasa2. kelemahan otot3. kelainan BAB4. kelainan
sfingter kandung kemih5. sakit pinggang yang berat
Faktor resiko : abnormalitas medulla spinalis, kerusakan
hemostasis, kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan
vesikuler, penusukan berulang-ulang.Apabila ada kecurigaan maka
pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan
dikonsultasikan ke ahli saraf.Banyak perbaikan neurologist pada
pasien spinal hematomyang segera mendapatkan dekompresi pembedahan
(laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.Kehilangan penglihatan pasca
operasiNeuropati optic iskemik anterior (NOIA)Penyebabnya karena
proses infark pada watershed zone diantara daerah yang mendapat
distribusi darah dari cabang kecil arteri sailiaris posterior
brefis dalam koric kapilerNeuropati optic iskemik posterior
(NOIP).Penyebabnya gangguan suplai oksigen pada posterior dari n.
optikus diantara foramen optikumpada apeks orbita dan pada tempat
masuknya arteri retina sentralis dimana n. optikus sangat rentan
terhadap iskemi.
Buta kortikal
Terjadi karena emboli atau proses obstruksi yang berlangsung
lambat, hipotensi berat, antijantung yang akan berakibat infark
pada watershed zone parietal dan oksipital.Oklusi arteri sentralis
(CRAO)Sering disebabkan oleh emboli yang terbentuk dan plak
aterosklerotik yang berulserasi pada arteri karotis
ipsilateral.Obstruksi vena optalmika sentralis (CRVO)Dapat terjadi
pada intraoperatif jika posisi pasien akan menyebabkan penekanan
pada bagian luar mata.
Pencegahan- Mencegah penekanan pada bola mata selama
intaroperatif- Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli
selama cardiopulmonary bypass- Mempertahankan nilai hematokrit pada
batas normal- Menjaga tekanan darah agar stabil
BAB 3
LAPORAN KASUSSTATUS PASIEN
1. IDENTITASNama
: Tn AH.LubisJenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 23 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kemenangan No. 50 B, Medan-TembungPendidikan
: MahasiswaStatus Perkawinan: Belum Kawin
No RM
: 18-32-44ANAMNESA
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah
Telaah: Os datang ke RS Haji Medan dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 4 hari yang lalu dan timbul terus menerus saat
beraktifitas maupun beristirahat. Os juga mengeluh tidak nafsu
makan di sertai dengan mual dan muntah dengan frekuensi muntah >
10 x, demam(-), sakit kepala(-), BAB dan BAK (+) Normal, Penurunan
Berat Badan (-).
RPT: (-)
RPO: (-)
RPK: (-)PEMERIKSAAN FISIK
Status PresentKeadaan Umum: Tampak Sakit BeratVital
SignSensorium
: Compos MentisTekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi
: 82x/menitRR
: 22x/menitSuhu
: 36,70CTinggi Badan
: 168 cmBerat Badan
: 50 kgPemeriksaan Umum
Kulit
: Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)Kepala
: NormocepaliMata
: Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-Mulut
: Stomatitis (-), hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil
(-)Leher
: Pembesaran KGB (-)ThoraxParu
Inspeksi: Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan torako
abdominal, retraksi costae -/-
Palpasi
: Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler seluruh lapang paruJantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus teraba, tidak kuat angkat
Perkusi: Batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung dalam batas normal
AbdomenInspeksi: Dalam batas normal
Palpasi
: Soepel
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Peristaltik (+) NormalEkstremitas: edema -/-
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Nilai Rujukan
Hb :14,9 g/dl
13 - 18 g/dl
HT : 44,8 %
40 - 54 %
Eritrosit: 4,9 x 106/L
Leukosit: 25.300 g/dl
Trombosit: 244.000/LMetabolikKGDS
: Tidak dilakukan pemeriksaanAsam Urat: Tidak dilakukan
pemeriksaan
Diagnosis : apendisitis akutRENCANA TINDAKAN
Tindakan
: Apendiktomi
Anesthesis
: RA-SAB
PS-ASA
: 1
Posisi
: SupinasiPernapasan
: SpontanKEADAAN PRA BEDAHPre operatif
B1 (Breath)
Airway
: Clear
RR
: 22x/menit
SP
: Vesikulear ka=ki
ST
: Ronchi (-), Wheezing (-/-)
B2 (Blood)
Akral
: Hangat/Merah/KeringCapillary refill time : 9
Pergerakan
: 2 Pernapasan: 2 Warna kulit: 2 Tekanan darah: 2 Kesadaran
: 2
Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa di
pindahkan ke ruang rawat.
PERAWATAN POST OPERASI
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan
setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum,
kesadaran serta vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal
dengan anjuran untuk bedrest 24 jam, tidur telentang dengan 1
bantal untuk mencegah spinal headache, karena obat anestesi masih
ada.
TERAPI POST OPERASI
Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
IVFD RL 20gtt/menit
Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh
Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV
Inj. Ranitidine 50mg/12jam IV
Inj. metoclopramide 10mg/8 jam IV bila mual/muntah
ACC pindah ruangan bila Aldert Score
BAB 4KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah.
Semua usia dapat terkena apendisitis akut, tetapi insidensi
puncak adalah pada decade kedua dan ketiga, walaupun puncak kedua
yang lebih kecil ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki
lebih sering terkena daripada perempuan dengan rasio 1,5:1.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. Histolytica. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.
Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan riwayat sakit
(anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Diagnosa banding apendisitis akut adalah
gastroenteritis, demam dengue, kelainan ovulasi, infeksi panggul,
kehamilan di luar kandungan, kista ovarium terpuntir, endometriosis
ovarium eksterna, urolitiasis pielum/ ureter kanan, dan penyakit
saluran cerna lainnya. Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus
buntu yang sudah meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan
membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Komplikasi yang paling
sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus.
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan
tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga
perut.DAFTAR PUSTAKA1. Snell S. Richard. Anatomi klinik ed.6.
Jakarta : EGC. 2006; 345-349.2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku
Ajar Ilmu bedah edisi 2. Jakarta: EGC. 2005; 639-6463. Kumar V,
Cotran R. S, Robbins S. L. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7.
Jakarta; EGC. 2007; 660-6624. Price S. A, Wilson L. M.
Patofisiologi Konsep Dasar Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2006.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo. 2010.
6. www.repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 04 Juni
2015Paper Appendisitis Akut |KKS Anastesi RS Haji Medan 201539