BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub- 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari
sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa
kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah
manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam
kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati.
Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London
dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang
disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus
penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi
batangan dan pemukul baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti
dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus
penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka
yang serius.
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di
dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan
bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di
dalam tempat tinggal dan klub-klub, 50% pasien sedang mabuk atau minum
pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah
penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%)
bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya
disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak
diketahui. Selama tahun 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun
2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen.
Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000
1
penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65
persen.
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP
dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli
tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran
tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga
karena tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui
ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang
dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya
untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang
baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan
hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek,
dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena
kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat
sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat
dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan demikian, jelas
bagi kita bahwa sebagai kalangan medis, penting untuk mengetahui dan
mendeskripsikan berbagai hal mengenai luka dan trauma. Sehingga traumatologi
menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini.
I.2 Tujuan Penulisan
Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau
calon dokter mampu mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu
membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan
sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak
pidana.
2
I.3 Manfaat Penulisan
I.3.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Referat ini diharapkan mampu memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai traumatologi.
I.3.2 Bagi Masyarakat
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai berbagai hal mengenai traumatologi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Jadi
traumatologi merupakan ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan
dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup.
II.2 Jenis Penyebab Trauma
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada
fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan
teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya yaitu :
A. Benda–benda Mekanik
1. Benda Tajam
Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis
lurus dari sedikit lengkung.
- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar
4
2. Benda Tumpul
Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai
macam jenis luka, antara lain :
a. Memar ( kontusi )
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan
jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan
tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan
meresap ke jaringan di sekitarnya. Mula–mula terlihat pembengkakan,
berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi
kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih
besar dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya
memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya
benda penyebabnya atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang–
orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu
luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan
seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :5
Memar Lebam mayat
Lokasi Bisa dimana saja Pada bagian terendah
Pembengkakan Positif Negatif
Bila ditekan Warna tetap Memucat/menghilang
Mikroskopik Reaksi jaringan (+) Reaksi jaringan (-)
Memar
Lebam mayat
b. Luka lecet ( abrasi )
Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya
lapisan luar dari kulit, yang ciri – cirinya adalah :
o Bentuk luka tidak teratur6
o Batas luka tidak teratur
o Tepi luka tidak rata
o Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
o Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mengering )
o Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang
masih di tutupi epitel dan reaksi jaringan ( inflamasi )
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda
penyebabnya; seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang.
Luka lecet juga dapat terjadi sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda
– tanda sebagai berikut :
o Warna kuning mengkilat
o Lokasi biasanya didaerah penonjolan tulang
o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan
tidak di temukan reaksi jaringan.
7
c. Luka terbuka / robek ( laserasi )
Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh
lapisan kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut :
o Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
o Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
o Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
o Di sekitar garis batas luka di temukan memar
o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang ( misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas )
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk
dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya.
Jika benda tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi
dipukulkan pada kepala maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk
bulat atau persegi. Kekerasan akibat benda tajam dapat menimbulkan
luka yang bentuknya tergantung dari cara benda tajam itu mengenai
sasaran. Jika diiriskan akan mengakibatkan luka iris, jika di tusukan
akan mengakibatkan luka tusuk dan jika di bacokan (di ayunkan dengan
tenaga yang kuat) akan mengakibatkan luka bacok.
8
Kekerasan akibat benda tumpul dapat menyebabkan luka memar, luka
lecet atau luka robek.
Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul
Trauma Tajam Tumpul
a. Bentuk luka Teratur Tidak teratur
b. Tepi luka Rata Tidak rata
c. Jembatan jaringan Tidak ada Ada
d. Rambut Ikut terpotong Tidak ikut terpotong
e. Dasar luka Berupa garis atau titik Tidak teratur
f. Sekitar luka Tidak ada luka lain ada luka lecet/memar
3. Benda Yang Mudah Pecah ( kaca )
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah ( misal kaca ), dapat
mengakibatkan luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan
luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-
fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya
adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas
luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian
rupa sehingga kalau pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
B. Benda Fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara lain:
Benda bersuhu tinggi
9
Benda bersuhu rendah
Sengatan listrik
Petir
Tekanan (barotrauma)
1. Benda bersuhu tinggi
Kekerasan dengan benda bersuhu tinggi akan menimbulkan luka
bakar yang cirinya amat tergantung pada bendanya, ketinggian suhunya,
serta lamanya berkontak dengan benda tersebut. Api, benda padat panas
atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I,II,III dan IV. Zat
cair panas dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II dan III.
2. Benda bersuhu rendah
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin (rendah) biasanya dialami
oleh bagian tubuh yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau
hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah superficial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi
paralisis kontrol vasomotor yang menyebabkan daerah tersebut berubah
menjadi kemerahan. Pada keadaan yang lebih berat akan berubah menjadi
gangren.
3. Sengatan listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka
bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
10
Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan kulit (ohm),
dan kontak serta luasnya daerah yang terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
jaringan kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah
pucat, dikelilingi daerah hipereremis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan
adanya luka. Bahkan kadang-kadang bagian baju atau sepatu yang dilalui
arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.Tegangan arus
kurang dari 65 volt biasanya tidak mebahayakan, tetapi tegangan antara 65-
1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat
mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi
ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedangkan
faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang yang
tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya
pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap
hari berhubungan dengan listrik.
4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar
100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan
susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat
terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya.
Pada korban mati sering ditemukan adanya arborecent mark (percabangan
pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-
11
benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang
dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar
tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering
disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
- Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat
atau turun gunung)
- Berada di kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving
(menyelam dengan tangki oksigen), snorkling (menyelam
dengan tube di mulut) penyelam dengan pakaian khusus.
Gejala yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa:
- Barotraumas pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau
emfisema interstitialis.
- Barotalgia: rasa nyeri, membran tympani pecah, perdarahan,
vertigo, dizziness.
- Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri
atau bahkan meletus.
- Narkosis nitrogen: amnesia, disorientasi.
b. Hipobarik
Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:
- Naik tempat tinggi secara mendadak saat pesawat mengudara
atau saat pesawat meluncur ke ruang angkasa.
- Berada di ruangan bertekanan rendah, misalnya dalam
decompression chamber.
12
Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan
pengumpulan gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak
atau organ-organ berongga. Gejala tersebut antara lain:
- Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat
- Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang
hebat.
- Gejala pada susunan saraf tergantung letak emboli dan letak
emfisema subkutan
- Rongga perut terasa kembung
- Gigi geligi terasa nyeri.
C. Kombinasi Benda Mekanik dan Fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada dasarnya merupakan luka yang
disebabkan oleh trauma benda mekanik (benda tumpul) dan fisik (panas), yaitu
anak peluru yang jalannya giroskopik (berputar/mengebor).
Mengingat lapisan kulit memiliki elastisitas yang kurang baik
dibandingkan lapisan di bawahnya, maka jaringan yang hancur akibat terjangan
anak peluru lebih luas. Akibatnya bentuk luka tembak masuk terdiri atas
lubang, dikelilingi cincin lecet yang diameternya lebih besar. Diameter cincin
tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya.
Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai
tenaga pendorong anak pelurunya (senjata angin) pada hakekatnya merupakan
luka yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul saja.
Ciri-ciri luka tembak amat bergantung pada jenis senjata yang
ditembakkan, jarak tembakan, arah tembakan, serta posisinya (sebagai tempat
masuk atau keluarnya anak peluru).
13
D. Zat Kimia Korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung pada golongan zat kimia tersebut.
1. Golongan asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain:
- Asam mineral, antara lain: H2SO4, HCl dan NO3
- Asam organik, antara lain: asam oksalat, asam formiat dan asam
asetat
- Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
- Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan
luka, ialah:
- Mengekstraksi air dan jaringan
- Mengkoagulasi protein menjadi albuminat
- Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin
Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
- Terlihat kering
- Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit acid
berwarna kuning kehijauan
- Perabaan keras dan kasar
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
- KOH
- NaOH
- NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
14
- Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk
alkaline albumin dan sabun
- Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini
adalah:
- Terlihat basah dan edematous
- Berwarna merah kecoklatan
- Perabaan lunak dan licin
II.3 Waktu Terjadinya Kekerasan
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi
keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum
terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus,
informasi tentang waktu terjadinya kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai
bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, tidak seharusnya seseorang
dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada ditempat
yang jauh dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti, akan dapat ditentukan :
- Luka terjadi antemortem atau postmortem.
- Umur luka.
A. Luka Antemortem dan Postmortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu
terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu
dicari ada tidaknya tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi
sebelum mati dan demikian pula sebaliknya.
15
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang
menunjukan bahwa :
- Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
- Organ dalam masih berfungsi ketika terjadi trauma.
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan
hidup ketika terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis dibawah kulit terpotong dan
kemudian mengkerut sambil menarik kulit diatasnya. Jika arah luka
memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan
menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka
bentuk luka tak begitu menganga.
b. Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa :
- Eritema (kulit berwarna kemerahan)
- Vesikel atau bulla
Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusi atau memar
c. Reaksi mikroorganisme (infeksi).
Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan
meninggalkan luka terbuka maka kuman-kuman akan masuk serta
menimbulkan infeksi yang ciri-cirinya sebagai berikut :
- Warna kemerahan.
- Terlihat bengkak.
- Terdapat pus.
16
- Bila sudah lama telihat adanya jaringan granulasi.
d. Reaksi biokimiawi.
Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah
tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
- Kenaikan kadar serotonin(kadar maksimal terjadi 10 menit
sesudah trauma).
- Kanaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit
sesudah trauma).
- Kanaikan kadar enzim (ATP, aminopeptidase, acid-phosphatase)
yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari
mekanisme pertahanan jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma.
Jika organ dalam (jantung atau paru-paru) masih dalam keadaan berfungsi
ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan
perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus-
menerus memompa darah keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan
trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah disini secara
pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi menjadi 2 yaitu
perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal mudah
dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut,
rongga dada, rongga panggul, rongga kepala, dan kantong
perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi. Sedangkan
perdarahan eksternal (darah tumpah ditempat kejadian) hanya dapat
disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis
(muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa
melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
17
b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara
arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena
yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik
seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan
masuk ketika tekanan dijantung kanan negatif. Gelembung udara yang
terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju kedaerah paru-paru
sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli
udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai
akibat dari tindakan pneumotorak artefisial atau karena luka-luka yang
menembus paru-paru. Kematian dapat terjadi akibat gelembung udara
masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai
jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang
panjang. Akibatnya, jaringan lemak akan mengalami pencairan dan
kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju
atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru-
paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru
menderita luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka
luka tersebut dapat berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau
udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk kerongga pleura, semakin
banyak yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-
paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.
18
e. Emfisema kulit (krepitasi kulit)
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan
menusuk paru-paru maka pada setiap ekspirasi udara paru-paru dapat
masuk ke jaringan ikat dibawah kulit.
Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma.
Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah
orang meninggal dunia. Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal
dunia maka kelainan-kelainan tersebut diatas tidak mungkin terjadi
mengingat pada saat itu jantung dan paru-parunya sudah berhenti
bekerja.
B. Umur Luka
Untuk mengetahui kapan terjadinya kekerasan, perlu diketahui umur luka.
Hanya saja, tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan
tepat kapan suatu kekerasan (baik pada korban hidup ataupun mati) dilakukan
mengingat adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah
atau penyakit defisiensi) serta faktor kualitas dari kekerasan itu sendiri.
Kendati demikian ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa
umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan dihitung dari saat trauma
sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat
kematiannya.
19
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan
dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula pada daerah
yang mengalami trauma akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasasi dan
inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 samapai 5 hari warna tersebut
berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi
kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan
mengamati perubahan–perubahannya. Dalam selang waktu 12jam sesudah
trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka, selanjutnya kondisi luka
akan di dominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan kemudian di susul tanda-tanda
penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh dari
ketetapan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati.
Selain berguna bagi penentuan intravitalisasi luka, pemeriksaan mikroskopik
juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti. Caranya ialah dengan
mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler dari
leukosit polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-kasus dengan
periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel
leukosit mungkin dapat dilihat lebih dini lagi, bahkan dalam beberapa menit
sesudah trauma. Leukosit yang mula-mula masuk kejaringan adalah jenis
polimorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak monosit, namun
leukosit jenis ini jarang ditemukan pada eksudat kurang dari 12 jam sesudah
trauma. Pada trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai
puncaknya dalam waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga, sedangkan sel-sel fibroblast mulai
menunjukan perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam
20
sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta proses pembentukan kapiler-
kapiler baru sangat variatif, tetapi biasanya jaringan granulasi lengkap dengan
vaskularisasinya akan terbentuk paling tidak sesudah 3 hari.serabut-serabut
kolagen yang baru juga mulai tebentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan perut tampak pada akhir
minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sl-sel epitel
dan jaringan dibawah nya mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan
epitel akan mengalami atrofi, vaakularisasi jaringan di bawahnya juga
berkurang diganti serabut-serabut kolagen,sampai beberapa minggu sesudah
penyembuhannya, serabut-serabut elastis masih tampak lebih banyak dari
jaringan yang tak terkena trauma. Perubahan-perubahan histologik dari luka ini
sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi dan perlu diketahui bahwa infeksi
akan memperlambat proses penyembuhan luka.
3. Pemeriksaan Histokemik
Perubahan-perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat
trauma merupakan akibat dari fenomena fungsional yang sering sejalan dengan
aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik.
Oleh sebab itu di temukannya enzim yang bertanggung jawab terhadap
perubahan tersebut dapat membuktikan lebih dini tentang adanya trauma
sebelum perubahan morfologiknya dapat dilihat.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat
dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu. Mula-
mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan mengikutsertakan jaringan
disekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan
menggunakan formalin 10% didalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius
sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase.
Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering
(dry ice) guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan
aminopeptidase.
21
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat
lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas
aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid
phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan Biokemik.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi reaksi
trauma yang dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu yang relatif
panjang yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi korban
mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya
dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada
stadium yang paling awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik
telah dipublikasikan untuk yang pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas
dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamine bebas pada
jejas jerat antemortem pada kasus menggantung. Oleh peneliti lain dibuktikan
bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma sedangkan
serotonin naik setelah 10 menit.
II.4 Cara Melakukan Kekerasan
Dengan melihat bentuk serta ciri-ciri luka, dapat juga diketahui cara benda
penyebabnya digunakan. Sudah barang tentu tergantung dari jenis benda
penyebab luka tersebut.
Untuk senjata tajam, cara senjata itu digunakan dapat dibedakan, yaitu:
Diiriskan
Ditusukkan
Dibacokkan
22
Untuk senjata api, cara senjata itu ditembakkan juga dapat ditentukan, yaitu:
Secara tegak lurus atau miring
Dengan jarak tembak tempel, dekat, sedang atau jauh
1. DIIRISKAN
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih
dahulu ke suatu bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang sesuai
dengan arah senjata. Luka yang ditimbulkannya merupakan luka iris (incised
wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka
2. DITUSUKKAN
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan pada suatu
bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan kemudian ditekan
ke dalam tubuh sesuai arah tadi. Luka yang ditimbulkan merupakan luka tusuk
(stab wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka
3. DIBACOKKAN
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan
diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut
23
mengenai suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang dibawahnya biasanya
berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka. Luka yang
ditimbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Ukuran luka besar dan menganga
Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka
Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka
terdapat memar.
4. DITEMBAKKAN
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris
Jika ditembakkan secara miring ke arah permukaan tubuh maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris
Jika ditembakkan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai
ciri-ciri:
Bentuknya seperti bintang (cruciform)
Terlihat memar berbentuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong
senjata
Jika ditembakkan dengan jarak dekat (1 inci – 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka
yang terjadi adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Terdapat produk dari mesiu (tatto, sisa-sisa mesiu atau jelaga)
Jika ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka
yang terjadi adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Tidak ditemukan produk mesiu
24
II.5. Akibat Trauma
A. Aspek Medik
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei,
setiap benda akan tetap pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar
yang mampu merubahnya. Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya
berhasil menemukan metode yang dapat dipakai untuk mengukur dan
menghitung energi.
Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi
potensial dalam bentuk kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu
menimbulkan luka, yaitu kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak
disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit.
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik / organik.
Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh
yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta,
tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam.
3. Infeksi
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier
terhadap infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan
masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau
bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman
dapat berupa Streptococcus, Staphylococcus, Eschericia coli, Proteus
vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren.
25
4. Penyakit
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit
jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam
kontroversi.
5. Kelainan psikis
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat
menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang
spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety
neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau
psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental
yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental
tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada
setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya
yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang
bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum
dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ
dengan psikosis post trauma didasarkan atas :
Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau
fungsinya dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata,
tangan atau wajah.
Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.
26
B. Aspek Yuridis
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau
tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut
hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak
pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness (ceroboh), atau
negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman
perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka.
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut
didasarkan atas pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani.
- Kesehatan rohani.
- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.
- Estetika jasmani
- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.
- Fungsi alat indera :
1. Luka ringan.
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencahariannya.
2. Luka sedang.
Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya untuk
sementara waktu.
3. Luka berat.
27
Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang
terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
dengan sempurna. Pengertian tidak akan sembuh dengan
sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma
pada satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit
sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat
mendatangkan bahaya maut pengertiannya memiliki potensi
untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat
sembuh.
c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya. Luka yang dari
sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat
dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma pada tangan
kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat
dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi
menjalankan pekerjaan tersebut selamanya.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma
menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan pendengaran
satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera.
Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat
berdasarkan butir (a) di atas.
e. Cacat besar atau kudung.
f. Lumpuh.
g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan
daya pikir tidak harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat
28
juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau
gangguan jiwa lainnya.
h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang
dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa
waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses sebagaimana
umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedangkan,
kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi
menunjukkan tanda-tanda hidup, tidak dipersoalkan bayi keluar
atau tidak dari perut ibunya.
II.6 Kontek Peristiwa Penyebab Luka
Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan,
bunuh diri atau kecelakaan.
1. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan
maupun yang tidak mematikan
Lokasi tersebut di daerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak
dapat dijangkau oleh tangan korban
Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada
korban yang sadar ketika mengalami serangan. Luka tangkisan
tersebut terjadi akibat reflek menahan serangan sehingga letak luka
tangkisan biasanya pada lengan bawah bagian luar.
2. Bunuh diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
29
Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds).
Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu-
ragu atau karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil
mengumpulkan keberaniannya, sehingga ciri-ciri luka percobaan adalah:
Jumlahnya lebih dari satu
Lokasinya di sekitar luka yang mematikan
Kualitas lukanya dangkal
Tidak mematikan
3. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak menggambarkan pembunuhan atau
bunuh diri maka kemungkinannya adalah akibat kecelakaan. Untuk lebih
memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian.
30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
1. Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian
terpenting. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka
bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan
kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat
kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api,
akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma
listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka
terjadi antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa
mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun metode yang
digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan
mengingat adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti
faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum
untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal
351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk
menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan
melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan kita
sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum
akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik
pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka
sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
31
III.2 Saran
1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar [online]. 2010. Available at: http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf
2. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. Available at : http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum.
3. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang : 2003.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
5. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
6. Apuranto, Hariadi. Luka tumpul [online]. 2010. Available at: www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf
7. Apuranto, Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at : www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf
8. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
9. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta 1997. Hal 85-129.
10.Turner Ralph. For1ensik science. [online]. 2009. Available at : http://www.Portalkriminal.Com/Index
14. Satyo, Alfred.C. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara Vol.39. Universitas Sumatera Utara: Medan: Desember 2006. Hal 430-432