LAPORAN STUDI
VOLATILITAS PASAR MODAL INDONESIA
DAN PEREKONOMIAN DUNIA
Oleh:
Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia
dan Perekonomian Dunia
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
TAHUN 2011
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Secara umum, volatilitas di pasar keuangan menggambarkan tingkat risiko
yang dihadapi pemodal karena mencerminkan fluktuasi pergerakan harga saham.
Dalam berbagai kasus, volatilitas di pasar keuangan dapat mengakibatkan dampak
yang signifikan bagi perekonomian. Kepemilikan saham serta aktivitas perdagangan
pemodal asing juga menempati proporsi yang signifikan di Bursa Efek Indonesia.
Pada akhir semester pertama tahun 2011, kepemilikan pemodal asing mencapai
63,43% dari total nilai saham di BEI. Di samping itu, perdagangan saham oleh
pemodal asing mencapai 33,76% terhadap total nilai transaksi saham di BEI.
Studi ini bermaksud melakukan kajian atas berbagai penentu volatilitas pasar,
berdasarkan studi-studi teoretis maupun empiris yang telah dilakukan sebelumnya dan
meneliti pengaruh volume transaksi saham dan nilai transaksi asing terhadap
volatilitas return pasar saham di Indonesia.
Metodologi yang digunakan adalah dengan membahas temuan dari penelitian-
penelitian sebelumnya, baik teoretis maupun empiris, mengenai faktor-faktor penentu
volatilitas di Indonesia maupun di negara-negara lainnya, terutama yang berasal dari
artikel jurnal ilmiah, tesis/disertasi, serta kertas kerja penelitian (working paper) dari
berbagai institusi. Selain itu untuk mendapatkan hasil hubungan antara Volatilitas
dengan Volume dan Nilai Transaksi Asing dilakukan dengan regresi simultan dengan
metode kausalitas Granger.
Hasil kajian menyimpulkan bahwa tingkat volatilitas di berbagai negara dapat
dipengaruhi faktor makro maupun mikro yang meliputi sektor riil, faktor sektor
finansial, kejadian luar biasa (shock), serta kebijakan moneter. Angka Volatilitas
ketika indeks sedang dalam trend menurun (bearish) relatif tinggi, sedangkan dalam
trend menanjak (bullish) volatilitas relatif stabil dan hanya sesekali berada di luar
batas rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa di Pasar Modal Indonesia apabila
pergerakan IHSG sedang menurun maka terjadi panic selling, namun apabila IHSG
bergerak sebaliknya panic buying tidak terjadi. Tingkat volatilitas di Indonesia tinggi
sehingga menghasilkan return investasi yang tinggi pula, hal ini merupakan salah satu
daya tarik investor asing masuk ke Indonesia. Hasil penelitian ini juga mentinpulkan
iii
bahwa investor di pasar modal Indonesia belum bisa memperoleh informasi yang
memadai sehingga hal ini terkadang menimbulkan kesalahan penentuan harga
(mispricing). Adapun karakter/ tipikal investor terbagi menjadi Investor yang bereaksi
berlebihan terhadap suatu informasi, Investor yang bertransaksi dengan motif
spekulasi, Investor domestik yang cenderung mengikuti pola transaksi investor asing
(herding behavior). Hasil regresi memperlihatkan bahwa volume perdagangan
berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG, meskipun di dalam
penelitian ini volume transaksi asing tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada
Volatilitas.
Tim kajian merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: perlu ada penelitian
lebih lanjut mengenai besaran volatilitas yang wajar untuk Pasar Modal Indonesia;
perlu menghilangkan kode asing atau local dan broker yang melakukan transaksi.
Dengan demikian transaksi yang dilakukan berdasarkan keputusan rasional dan bukan
karena faktor follower. Selain itu, Bapepam-LK perlu mempunyai SOP yang
digunakan untuk mengatasi keadaan-keadaan tertentu atau kondisi-kondisi darurat
seperti penurunan atau kenaikan IHSG secara cepat atau diluar kewajaran. Tindakan
atau pernyataan yang tepat akan dapat meredam kepanikan sekaligus menjaga
investor untuk tetap bertindak rasional.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
karunia dan anugerah-Nya sehingga tim dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil
kajian tentang Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dan dukungan mulai dari saat
proses perencanaan, penyusunan dan penyelesaian laporan studi ini.
Sebagaimana diketahui bahwa studi/ kajian sejenis tentunya telah banyak
dilakukan oleh pihak lain, oleh karena itu kami hanya melakukan penelitian
eksploratif yaitu dengan melakukan kajian kepustakaan dan mempelajari beberapa
kajian sebelumnya dan juga melakukan eksplorasi dan penggalian data serta informasi
melalui bloomberg dan internet serta sumber-sumber lainnya.
Kami menyadari bahwa kajian ini masih banyak kekurangan mengingat
keterbatasan kami baik pengetahuan maupun pengalaman. Untuk itu, kami sangat
menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan kajian ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan kami berharap
semoga hasil studi/ kajian ini bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan dan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan kebijakan di pasar
modal. Sehingga pasar modal Indonesia dapat lebih berkembang dan berperan dalam
perekonomian nasional.
Jakarta, Desember 2011
Tim Studi
Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia
vTIM STUDI
Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia
Pengarah:
Yoopi Abimanyu
Ketua Tim:
Bayu Bandono
Anggota:
Basri Pohan
Donald Bryant
Ngapon
Fernando Tua PN
Salim Darmadi
Hidayatulloh
Eko Wijaya
Intan Herlina Oktaviani
Try Utomo Payung
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ii
KATA PENGANTAR iv
ANGGOTA TIM STUDI v
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan Studi 3
I.3 Metodologi Studi 4
I.4 Sistematika Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Efisiensi Pasar Modal dan Kondisinya di Indonesia 5
II.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Saham 8
II.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Saham
di Indonesia11
II.4 Pengaruh Volume Perdagangan dan Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Pasar Modal Indonesia: Perumusan Hipotesis
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Tinjauan atas Penentu Volatilitas Pasar Modal 16
III.2 Perkembangan Volatilitas Pasar Modal Indonesia 17
III.3 Metode Pengumpulan Data 17
III.4 Metode Analisis Data 19
III.5 Pengukuran Variabel 20
vii
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
IV.1 Pergerakan IHSG dan Volatilitas 22
IV.2 Faktor Penentu Volatilitas di Indonesia 26
IV.3 Teori Efficient Market Hypothesis 28
IV.4 Hubungan Antar Variabel 30
IV.5 Pembahasan Hipotesa 33
IV.6 Pengaruh terhadap Transaksi Lokal 34
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
V.1 Kesimpulan 38
V.2 Saran 39
Daftar Pustaka 40
1BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LatarBelakang
Secara umum, volatilitas dipasar keuangan menggambarkan tingkat risiko
yang dihadapi pemodal karena mencerminkan fluktuasi pergerakan harga saham.
Dalam berbagai kasus, volatilitas di pasar keuangan dapat mengakibatkan dampak
yang signifikan bagi perekonomian. Volatilitas pasar saham di pasar negara-negara
berkembang (emerging market) umumnya jauh lebih tinggi daripada pasar negara-
negara maju (Bekaert dan Harvey, 1997; Wang, 2007). Di negara-negara berkembang
tersebut, umumnya tingkat volatilitas yang tinggi lebih dilatarbelakangi oleh
instabilitas ekonomi (Kaminsky dan Reinhart, 2001). Berbagai studi menunjukkan
bahwa volatilitas di pasar keuangan dapat menggerus partisipasi pemodal,
meningkatkan biaya modal, dan menghambat ekspansi bisnis oleh perusahaan. Oleh
karena itu, sebagimana dinyatakan oleh Levine dan Zervos (1998), volatilitas yang
tinggi dapat mengganggu pertumbuhan dan pengembangan pasar modal, yang turut
berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Panetta et al. (2006) mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi
volatilitas dalam empat kategori utama: sektor riil, sektor keuangan, kejadian luar
biasa (shock), dan kebijakan moneter. Sehubungan dengan sektor riil, pada masa
krisis, volatilitas Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung lebih tinggi yang dapat
memengaruhi keputusan ekonomi investor, yang pada gilirannya turut berkontribusi
terhadap meningkatnya volatilitas. Perkembangan terkini dalam profitabilitas dan
utang Emiten juga berperan dalam memengaruhi keputusan pemodal. Di sektor
2keuangan, faktor-faktor seperti likuiditas pasar modal dan berbagai inovasi produk
finansial ditengarai dapat memengaruhi volatilitas. Volatilitas pasar dunia juga dapat
terpengaruh secara serentak oleh berbagai kejadian luar biasa, seperti krisis fiskal di
Eropa, terorisme internasional, dan gejolak geopolitik di Timur Tengah. Kebijakan
moneter,seperti suku bunga bank sentral serta pengaruhnya terhadap tingkat inflasi,
merupakan determinan lain yang terbukti berdampak pada volatilitas pasar saham dan
stabilitas makroekonomi (Clarida et al., 2000).
Masih berkaitan dengan empat kategori di atas, globalisasi pasar keuangan
dunia pada akhir abad kedua puluh telah mendorong pergerakan modal lintas negara,
yang antara lain ditandai oleh masuknya arus modal negara-negara maju ke pasar
negara-negara berkembang. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, seiring
diberlakukannya paket kebijakan deregulasi sektor keuangan pada akhir tahun 1980-
an. Di kawasan Asia-Pasifik, pasar modal Indonesia merupakan salah satu tujuan
penanaman investasi portofolio asing. Kepemilikan saham serta aktivitas perdagangan
pemodal asing juga menempati proporsi yang signifikan di Bursa Efek Indonesia.
Pada akhir semester pertama tahun 2011, kepemilikan pemodal asing mencapai
63,43% dari total nilai saham di BEI. Di samping itu, perdagangan saham oleh
pemodal asing mencapai 33,76% terhadap total nilai transaksi saham di BEI.
Berbagai studi telah meneliti keterkaitan antara investor asing dengan
volatilitas pasar saham di pasar negara-negara berkembang (emerging market).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi pasar saham akan berimbas
pada berkurangnya volatilitas pasar saham di negara-negara berkembang, misalnya
Bekaert dan Harvey (1997, 2000) dan Kim dan Singal (2000). Meski demikian, Wang
(2007) menyatakan bahwa imbas ini akan berbeda manakala investor asing memiliki
3proporsi yang signifikan dalam kepemilikan saham dan nilai transaksi saham. Bae et
al. (2003) menunjukkan bahwa di emerging market, indeks investability yang lebih
tinggi (yang berarti lebih terbuka bagi pemodal asing) memiliki volatilitas imbal hasil
yang lebih tinggi pula. Selanjutnya, aktivitas perdagangan oleh pemodal Amerika
Serikat berpengaruh positif terhadap volatilitas pasar di emerging market (Dvorak,
2001). Untuk kasus Indonesia, Wang (2007) menemukan bahwa terdapat hubungan
positif yang kuat antara aktivitas jual oleh pemodal asing dengan volatilitas pasar.
Pemodal maupun regulator di negara-negara berkembang memiliki
kepentingan untuk memahami penyebab serta karakteristik volatilitas pasar (Wang,
2007). Karena itu, studi ini bermaksud mengetahui berbagai kemungkinan penyebab
volatilitas pasar di Bursa Efek Indonesia, serta memotret riwayat volatilitas pada
beberapa tahun terakhir. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) selaku
regulator pasar modal dalam memahami faktor-faktor penentu tingginya volatilitas
pasar pada waktu-waktutertentu, yang dapat menjadi dasar bagi pengambilan
kebijakan yang dipandang perlu dalam rangka mengantisipasi kejadian serupa pada
masa yang akan datang.
I.2. Tujuan Studi
Tujuan dari studi ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, studi ini
bermaksud melakukan kajian atas berbagai penentu volatilitas pasar, berdasarkan
studi-studi teoretis maupun empiris yang telah dilakukan sebelumnya. Kedua, studi ini
bermaksud meneliti pengaruh volume transaksi saham dan nilai transaksi asing
terhadap volatilitas return pasar saham di Indonesia.
4I.3. Metodologi Studi
Dalam rangka mencapai tujuan di atas, dalam studi ini kami menggunakan dua
macam metode yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tinjauan pustaka mengenai faktor penentu volatilitas
Studi ini membahas temuan dari penelitian-penelitian sebelumnya, baik teoretis
maupun empiris, mengenai faktor-faktor penentu volatilitas di Pasar Modal
Indonesia maupun di negara-negara lainnya. Penelitian-penelitian tersebut
terutama dari artikel jurnal ilmiah, tesis/disertasi, serta kertas kerja penelitian
(working paper) dari berbagai institusi.
2. Metode Kausalitas Granger
Metode ini digunakan untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi
volatilitas return saham di BEI. Adapun variable independen yang digunakan
dalam studi ini adalah volume transaksi saham dan nilai transaksi investor asing.
Analisis data menggunakan regresi simultan dengan metode kausalitas Granger
berdasarkan data dari 2008 sampai dengan September 2010.
I.4. Sistematika Laporan Studi
Laporan studi ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut.
Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan studi,
metodologi studi, dan sistematika laporan studi. Bab II menyajikan tinjauan pustaka
mengenai faktor-faktor penentu volatilitas di pasar saham Indonesia maupun negara-
negara lain. Bab III menjelaskan metodologi pengumpulan dan analisis data yang
digunakan dalam studi ini. Selanjutnya, hasil analisis perkembangan volatilitas pasar
ekuitas Indonesia dipaparkan dalam Bab IV. Terakhir, Bab V menguraikan
kesimpulan studi serta saran bagi pihak-pihak terkait.
5BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Efisiensi Pasar Modal dan Kondisinya di Indonesia
Harga suatu instrumen investasi di pasar modal, termasuk saham, merupakan
harga keseimbangan yang terbentuk dari mekanisme penawaran dan permintaan di
bursa (Moles et al., 2011). Idealnya, sekuritas dihargai pada nilai intrinsiknya, yang
mencerminkan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang akan diterima di masa
mendatang oleh investor yang memiliki sekuritas tersebut. Nilai sekarang (present
value) ini merepresentasikan besaran, waktu, dan risiko arus kas pada suatu waktu
tertentu. Ketika terdapat suatu informasi baru di pasar, investor melakukan
penyesuaian dengan cara membeli ataupun menjual sekuritas, sehingga harga terkini
dari sekuritas tersebut merepresentasikan perkembangan terbaru di pasar.
Pasar yang memiliki kondisi ideal di atas disebut pasar modal yang efisien.
Hal ini berarti bahwa harga sekuritas telah sepenuhnya mencerminkan pengetahuan
dan ekspektasi investor pada waktu tertentu. Semakin efisien suatu pasar modal,
semakin besar kemungkinan suatusekuritas dihargai pada atau mendekati nilai
intrinsiknya. Efisiensi pasar modal ini juga ditunjang oleh peraturan yang diterbitkan
oleh regulator bahwa Emiten harus mengungkapkan informasi-informasi tertentu.
Berdasarkan berbagai informasi yang ada, investor melakukan mekanisme penjualan
dan pembelian sehingga harga sekuritas mencerminkan konsensus pasar. Teori yang
menjelaskan bagaimana mekanisme ini bekerja dikenal dengan hipotesis pasar
efisien (efficient market hypothesis atau EMH), yang digagas antara lain oleh
6Bachelier (1964), Fama (1970), dan Jensen (1978). Terdapat tiga bentuk efisiensi
pasar, yaitu bentuk kuat, bentuk setengah kuat, dan bentuk lemah.
II.1.1. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong-form efficiency). Pasar mengalami
kondisi yang sepenuhnya efisien apabila harga yang ada selalu mencerminkan
semua informasi yang tersedia di pasar, baik informasi historis, informasi
publik, maupun informasi privat (insider). Dalam pasar bentuk kuat ini, tidak
dimungkinkan bagi investor untuk memperoleh imbal hasil yang jauh melebihi
tingkat risikonya (abnormal return). Karena itu, konsep efisiensi pasar bentuk
kuat lebih merupakan kondisi ideal, bukan kondisi yang sering dijumpai di
dunia nyata (Moles et al., 2011).
II.1.2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-strong-form efficiency). Dalam
pasar bentuk setengah kuat, harga sekuritas mencerminkan seluruh informasi
publik, yaitu informasi yang tersedia bagi seluruh investor. Karena itu, dalam
kondisi efisiensi setengah kuat, investor yang memiliki informasi privat dapat
membukuka imbal hasil abnormal (abnormal return) sebelum informasi
tersebut dipublikasikan di pasar. Sebagaimana diungkapkan oleh Moles et al.,
(2011), konsep efisiensi pasar setengah kuat ini dapat dijumpai pada bursa-
bursa saham di negara-negara maju, seperti di Amerika Utara dan Eropa Barat.
II.1.3. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak-form effieciency). Dalam bentuk
efisiensi terlemah, harga yang ada di pasar hanya mencerminkan data historis
sekuritas yang bersangkutan, namun tidak mencerminkan informasi publik
ataupun privat yang diperoleh investor. Karena itu, investor dapat mengambil
keuntungan yang lebih tinggi dengan memanfaatkan informasi publik ataupun
privat yang dimilikinya.
7Beberapa penelitian yang menguji tingkat efisiensi pasar modal Indonesia
menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia memiliki efisiensi bentuk lemah serta
tidak menunjukkan bentuk setengah kuat, antara lain oleh Husnan (1991) dan Affandi
dan Utama (1998). Namun, beberapa penelitian empiris lainnya menunjukkan bahwa
pasar modal Indonesia belum mencapai efisiensi dalam bentuk lemah, sebagaimana
dibuktikan oleh Manurung (1994), Jasmina (1999), dan Suha (2004). Bukti-bukti
empiris tersebut menunjukkan inefisiensi di pasar modal Indonesia, dan karenanya
peraturan-peraturan bursa merupakan alat yang dapat digunakan oleh manajemen
bursa, dalam rangka melindungi investor dari tindakan pihak lain melalui transaksi
atau penyebaran informasi (Manurung, 2009).
Sebagaimana diuraikan Utama (1992), terdapat beberapa faktor yang diduga
turut mendukung ketidakefisienan pasar, seperti tingkat likuiditas yang masih rendah
dan belum terbukanya Emiten dalam mengungkapkan informasi sebenarnya.
Selanjutnya, Sukamulja (2011) mengemukakan beberapa kondisi investor di pasar
modal Indonesia yang dapat berkontribusi terhadap lemahnya efisiensi pasar, di
antaranya:
1. Investor memiliki informasi yang tidak simetris;
2. Investor cenderung irasional dalam mengambil keputusan, di antaranya karena
pengetahuan yang kurang memadai;
3. Investor seringkali bereaksi berlebihan terhadap suatu perkembangan terbaru;
4. Investor cenderung kurang mengikuti konsep investasi pasar modal (misalnya,
mempertimbangkan risiko dan imbal hasil serta berinvestasi untuk jangka
panjang).
8II.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Saham
Menurut Firmansyah (2006), volatilitas merupakan pengukuran statistik untuk
fluktuasi harga suatu sekuritas atau komoditas selama periode tertentu. Mengingat
volatilitas dapat direpresentasikan dengan simpangan baku (standard deviation),
publik juga mempersepsikan volatilitas sebagai risiko. Semakin tinggi tingkat
volatilitas, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian dari imbal hasil (return) saham
yang dapat diperoleh. Salah satu dari sepuluh prinsip manajemen keuangan
menyatakan bahwa investor tidak akan mau mengambil risiko yang lebih tinggi
kecuali apabila dapat memperoleh kompensasi berupa return yang lebih tinggi (high
risk, high return) (Keown et al., 2003).
Tingkat volatilitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik makro maupun
mikro (Schwert, 1989). Terdapat banyak sekali penelitian yang telah dilakukan yang
meneliti faktor-faktor penentu volatilitas harga saham di berbagai negara. Dalam
tinjauan pustaka ini, kami mengelompokkan faktor-faktor penentu volatilitas dalam
empat kategori sebagaimana dilakukan oleh Panetta et al. (2006), yaitu faktor sektor
riil, faktor sektor finansial, kejadian luar biasa (shock), serta kebijakan moneter.
II.4.1 Faktor sektor riil
Salah satu latar belakang yang cukup menentukan volatilitas aset finansial
adalah stabilitas ekonomi makro, termasuk pada aspek riil. Beberapa studi empiris
menyebutkan bahwa volatilitas memiliki keterkaitan yang erat dengan siklus bisnis
dan ekonomi. Misalnya, volatilitas cenderung meningkat selama periode krisis dan
menurun pada periode di mana ekonomi tumbuh dengan pesat (Schwert, 1989;
Gerlach et al., 2006). Beberapa penelitian, seperti Schwert (1989) dan Dritsaki (2003)
menemukan bahwa volatilitas saham secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat
9produksi industri. Pergerakan harga komoditas di pasar dunia, seperti minyak bumi,
juga dapat mempengaruhi volatilitas harga saham, sebagaimana antara lain
ditunjukkan oleh Zan (2003).
Selain siklus bisnis, faktor-faktor fundamental perusahaan juga terbukti dapat
berpengaruh terhadap volatilitas harga saham. Misalnya, beberapa studi menemukan
bahwa tingkat volatilitas harga saham dipengaruhi secara positif oleh tingkat utang
(leverage) perusahaan, sebagaimana ditunjukkan oleh Figlewski dan Wang (2000)
dan Bekaert dan Wu (2000) yang masing-masing meneliti pasar modal Amerika
Serikat dan Jepang. Faktor profitabilitas juga berpengaruh secara negatif terhadap
volatilitas return saham, yang berarti bahwa pada kondisi profitabilitas meningkat,
volatilitas imbal hasil yang diperoleh investor akan cenderung menurun (Wei dan
Zhang, 2006).
Selain kedua faktor fundamental di atas, berbagai penelitian juga
memperhatikan faktor-faktor lain seperti ukuran perusahaan, rasio book-to-market,
dan umur perusahaan, namun tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan
(Panetta et al., 2006).
II.4.1 Faktor sektor keuangan
Faktor-faktor yang berkembang di sektor keuangan juga dapat berpengaruh
terhadap volatilitas return saham. Berbagai studi menemukan pengaruh signifikan
volume perdagangan terhadap volatilitas return saham, seperti Schwert (1989), Jones
et al. (1994), dan Chan dan Fong (2003). Berbagai inovasi di sektor finansial yang
ditandai dengan dikembangkannya berbagai produk investasi, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan likuiditas, juga berpengaruh signifikan terhadap volatilitas return
saham (Tucker, 2005).
10
Perilaku investor yang cenderung mengikuti tren yang berlaku (herding
behavior) juga turut berdampak pada meningkatnya volatilitas (Pritsker, 2005). Di
samping itu, tingkat volatilitas yang semakin tinggi juga turut dipengaruhi oleh
semakin besarnya jumlah hedge fund yang melakukan aktivitas di pasar modal (Rajan,
2006).
II.4.1 Kejadian luar biasa
Volatilitas return saham juga dapat terjadi menyusul kejadian-kejadian luar
biasa (shock) yang berimbas pada pasar finansial. Panetta et al. (2006) mencatat
terjadinya lonjakan volatilitas harga minyak pada tahun 2004-2005, yang turut
berdampak pada volatilitas return saham di pasar modal Amerika Serikat. Hal ini
dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian yang terjadi pada tahun 2004-2005, seperti
topan hurricane, turunnya peringkat utang sektor otomotif, dan gejolak politik di
Thailand dan Filipina.
II.4.1 Kebijakan moneter
Kebijakan moneter, dengan berbagai dampak langsung maupun tidak langsung
yang ditimbulkannya, juga berpengaruh signifikan terhadap volatilitas return saham.
Bank sentral di banyak negara menetapkan tingkat suku bunga jangka pendek, yang
perubahannya dapat berdampak terhadap yield curve. Hal ini merupakan contoh
dampak langsung dari kebijakan moneter. Bank sentral juga dapat melakukan operasi
pasar tertentu dengan tujuan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Hal ini
menimbulkan dampak tidak langsung dari kebijakan moneter, misalnya inflasi dan
nilai tukar mata uang asing.
Schwert (1989) menemukan bahwa tingkat volatilitas secara signifikan
dipengaruhi oleh inflasi, tingkat suku bunga, dan pertumbuhan jumlah uang beredar.
11
Hal serupa juga terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Zan (2003) dan
Dritsaki (2003). Pergerakan nilai tukar mata uang asing juga berpengaruh positif
terhadap volatilitas return saham (Zan, 2003).
II.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Saham di Indonesia
Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap volatilitas return saham di pasar modal
Indonesia. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut. Handayani (2007)
meneliti pengaruh variabel-variabel ekonomi makro terhadap fluktuasi Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian tersebut
menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap volatilitas
IHSG, sedangkan tingkat inflasi dan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap
Rupiah berpengaruh positif terhadap volatilitas indeks tersebut.
Volatilitas return saham di pasar modal Indonesia juga secara signifikan
dipengaruhi oleh volume perdagangan. Hal ini dibuktikan secara empiris dalam
penelitian-penelitian terdahulu, seperti Ekaputra (2001) dan Sandarsari (2010).
Dengan menggunakan data perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Purwoto (2003)
memberikan bukti empiris bahwa terdapat asosiasi yang signifikan antara volatilitas
harga saham dan frekuensi perdagangan.
Sebagaimana diuraikan dalam Bab I, kepemilikan saham serta aktivitas
perdagangan oleh pemodal asing menempati proporsi yang signifikan di Bursa Efek
Indonesia. Pada akhir semester pertama tahun 2011, kepemilikan pemodal asing
mencapai 63,43% dari total nilai saham di BEI. Di samping itu, perdagangan saham
oleh pemodal asing mencapai 33,76% terhadap total nilai transaksi saham di BEI.
Beberapa studi mengamati dampak investor asing terhadap volatilitas return saham di
12
pasar modal Indonesia. Sebagai contoh, dengan menganalisis aktivitas perdagangan
oleh investor asing di bursa Indonesia dan Thailand, Wang (2007a) mengungkapkan
bahwa perdagangan investor asing memiliki hubungan yang positif dan signifikan
dengan volatilitas pasar. Selain itu, Wang (2007b, 2007c) juga menemukan bahwa
kepemilikan saham Emiten oleh asing juga berpengaruh signifikan terhadap tingkat
volatilitas return saham Emiten yang bersangkutan.
Sukamulja (2011) mengajukan proposisi bahwa volatilitas return saham di
pasar modal Indonesia turut ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Investor yang tidak memperoleh informasi yang memadai, sehingga menimbulkan
kesalahan penentuan harga (mispricing);
2. Investor yang bereaksi berlebihan terhadap suatu informasi;
3. Investor yang bertransaksi dengan motif spekulasi;
4. Investor domestik yang cenderung mengikuti pola transaksi investor asing
(herding behavior);
5. Trading noise seperti rekomendasi analis, rumor, dan hari libur bursa;
6. Ketersediaan data dan aksesibilitas data;
7. Faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi dari luar Indonesia.
II.4. Pengaruh Volume Perdagangan dan Transaksi Asing terhadap Volatilitas
Return Saham di Pasar Modal Indonesia: Perumusan Hipotesis
Dalam pengujian empiris, Tim Studi memusatkan perhatian pada pengaruh
volume perdagangan dan transaksi asing terhadap volatilitas return IHSG di Bursa
Efek Indonesia. Dalam subbab ini akan diuraikan dasar perumusan hipotesis
mengenai pengaruh kedua variabel tersebut terhadap return indeks.
II.4.1 Pengaruh Volume Perdagangan terhadap Volatilitas IHSG
13
Terdapat tiga teori yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan adanya
hubungan antara volume perdagangan saham dengan volatilitas return harga saham.
Pertama,mixture of distribution hypothesis, yang mengasumsikan bahwa perubahan
harga per transaksi berhubungan secara monoton dengan volume transaksi yang
bersangkutan. Keduanya berhubungan dengan aliran informasi yang masuk sehingga
menimbulkan hubungan antara volume dan pergerakan harga (mixing variable).
Kedua, difference in opinion model, yang mengemukakan apabila informasi publik
berubah dari menguntungkan menjadi tidak menguntungkan atau sebaliknya, maka
investor mempunyai keyakinan yang berbeda mengenai nilai saham sehingga
menimbulkan transaksi perdagangan. Ketiga,asymmetric information model, yang
mengemukakan bahwa investor yang berinformasi (informed investor) akan
melakukan transaksi berdasarkan informasi privat yang diperolehnya. Karena itu,
semakin banyak transaksi yang dilakukan investor, semakin tinggi pula volatilitas
harga saham dikarenakan munculnya informasi privat.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa volume perdagangan berpengaruh
signifikan tehadap volatilitas return saham. Misalnya, Schwert (1989), Brailsford
(19976), serta Chan dan Fong (2000) menemukan bahwa volume perdagangan
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham. Temuan serupa juga
ditunjukkan oleh Chen et al. (2001) yang menganalisis indeks saham di sembilan
negara. Studi tersebut menunjukkan bahwa volatilitas indeks saham memiliki
keterkaitan yang positif dan signifikan dengan volume perdagangan. Untuk konteks
Indonesia, juga ditemukan hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel
tersebut, sebagaimana ditunjukkan antara lain oleh Ekaputra (2001).
14
Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana
diuraikan di atas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
H1: Volume perdagangan berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG.
II.4.2 Pengaruh Nilai Transaksi Asing terhadap Volatilitas IHSG
Sebagaimana diungkapkan Wang (2007a), volatilitas pasar saham di negara-
negara sedang berkembang (emerging market) jauh lebih tinggi daripada di negara-
negara maju. Salah satu hal utama yang melatarbelakangi kondisi ini adalah
instabilitas finansial, yang cenderung lebih rentan terjadi di negara-negara
berkembang tersebut (Kaminsky dan Reinhart, 2001). Sebagaimana ditunjukkan oleh
berbagai studi terdahulu, tingkat volatilitas yang tinggi dapat menghambat partisipasi
investor, meningkatkan biaya modal, dan menghambat perusahaan untuk masuk
bursa. Lebih jauh lagi, Levine dan Zervos (1998) mengemukakan bahwa tingginya
volatilitas akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan dan pengembangan pasar
keuangan yang sehat, yang pada gilirannya dapat berpengaruh pula terhadap
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, pengambil kebijakan ataupun
investor dituntut untuk memiliki pemahaman mengenai sumber-sumber dan
karakteristik volatilitas di pasar saham, sebagai bekal dalam mengambil langkah-
langkah yang diperlukan.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh investor asing terhadap
volatilitas umumnya dilakukan dengan mengambil waktu bertahun-tahun setelah
diberlakukannya liberalisasi pasar, karena partisipasi investor asing cenderung rendah
pada tahun-tahun pertama liberalisasi. Investor asing cenderung memiliki sumber
informasi yang sama dan bertransaksi dengan pola yang sama (Kim dan Wei, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Froot et al. (2001) dan Richards (2005) menunjukkan
15
bahwa transaksi penjualan oleh asing menyebabkan penurunan return saham yang
signifikan di emerging market, sehingga berdampak lebih besar terhadap volatilitas
dibandingkan transaksi pembelian oleh asing.
Dengan menganalisis pasar modal Indonesia dan Thailand, Wang (2007a)
mendokumentasikan beberapa temuan penting. Pertama, terdapat korelasi positif yang
kuat antara transaksi jual oleh investor asing dengan volatilitas pasar pada hari yang
sama. Kedua, jumlah pembelian bersih (net buy) oleh investor asing berdampak
negatif terhadap volatilitas pada masa-masa krisis, sehingga turut menopang indeks
saham di emerging market agar tidak terkoreksi lebih dalam lagi.
Berdasarkan uraian di atas, terkait pengaruh nilai transaksi asing terhadap
volatilitas indeks, diformulasikan hipotesis sebagai berikut:
H2: Nilai transaksi asing berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG.
16
BAB III
METODOLOGI STUDI
Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab I, studi ini memiliki tiga tujuan
sebagai berikut: (1) melakukan tinjauan atas berbagai penentu volatilitas pasar modal;
(2) memotret perkembangan volatilitas pasar ekuitas Indonesia dalam tiga tahun
terakhir serta menguraikan faktor-faktor yang menjadi latar belakang tingginya
tingkat volatilitas pada waktu-waktu tertentu; dan (3) meneliti pengaruh volume
transaksi saham dan nilai transaksi asing terhadap volatilitas return pasar saham di
Indonesia.
Untuk pencapaian masing-masing tujuan, digunakan beberapa metode yang
akan diuraikan pada bab ini.
III.1. Tinjauan atas Penentu Volatilitas Pasar Modal
Dalam rangka melakukan tinjauan atas berbagai faktor penentu volatilitas
pasar modal di pasar modal Indonesia maupun negara-negara lain, Tim Studi
melakukan tinjauan pustaka (literature review) dengan menggunakan berbagai
sumber, seperti artikel jurnal ilmiah, tesis/disertasi, kertas kerja penelitian (working
paper) dari berbagai institusi, serta Focus Group Discussion yang dilaksanakan pada
26 Oktober 2011 dengan mengundang Prof. DR. Sukmawati Sukamulja dari
Universitas Atmajaya Yogyakarta. Hasil dari tinjauan pustaka ini dituangkan dalam
Bab II.
17
III.2. Perkembangan Volatilitas Pasar Modal Indonesia
Dalam rangka pencapaian tujuan ini, Tim Studi memotret perkembangan
volatilitas pasar modal Indonesia selama tiga tahun terakhir, dari tahun 2008 hingga
tahun 2010. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI)
diperoleh dari Bloomberg. Data ini kemudian dibandingkan dengan volatilitas indeks
yang dihitung dengan rumus standar deviasi sebagai berikut:
Dimana: = Standar deviasi historis selama n hari
= = Deviasi dari return
= Ln = Return harian IHSG
= Return yang diharapkan
= IHSG
Studi dari Figlewski (1997) menunjukkan bahwa untuk peramalan data, hasil akan
lebih baik jika nilai =0. Kemudian, Tim Studi mengidentifikasi kejadian-kejadian di
sepanjang periode pengamatan yang diduga berpengaruh signifikan terhadap
volatilitas indeks yang terjadi.
III.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada studi ini yaitu data harian IHSG, volume transaksi
dan nilai transaksi asing dari tahun 2008 sampai dengan September 2011 sehingga
sampel data yang akan diperoleh berjumlah 904.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan tidak melalui
teknik pengumpulan data primer namun menggunakan data sekunder.
18
1. Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan instrumen sebagai berikut:
a. Wawancara yaitu dengan cara memberikan pertanyaan langsung kepada
sejumlah pihak terkait yang didasarkan pada percakapan intensif dengan
suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
b. Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung objek penelitian
dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk
melengkapi data- data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan
dengan topik penelitian.
Karena keterbatasan, metode wawancara dan observasi langsung tidak dapat
dilakukan. Oleh karena itu, pengumpulan data lebih difokuskan dengan
menggunakan data sekunder.
2. Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk
mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
instrumen sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-
buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan
masalah yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan
menggunakan catatan-catatan tertulis maupun elektronik yang ada
dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah
19
yang diteliti dengan instansi terkait. Pada penelitian ini sumber data
sekunder yang dimaksud meliputi Bloomberg terminal dan internet.
III.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode Granger Causality untuk menentukan alur sebab dan
akibat masing-masing variabel yang diukur. Uji Granger melihat pengaruh
masa lalu terhadap kondisi sekarang sehingga data yang digunakan adalah data
time series. Model Granger tersebut dapat dijabarkan yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
= Volatilitas imbal hasil saham (return)
= Logaritma natural dari variabel-variabel yang digunakan, yaitu
volume transaksi dan nilai transaksi.
a = Koefisien yang menunjukkan besar pengaruh volatilitas pada periode
sebelumnya terhadap volatilitas imbal hasil saham
b = Koefisien yang menunjukkan besar pengaruh variabel-variabel pada
periode sebelumnya terhadap volatilitas imbal hasil saham
c = Koefisien yang menunjukkan besar pengaruh variabel-variabel pada
periode sebelumnya terhadap variabel tersebut
20
d = Koefisien yang menunjukkan besar pengaruh volatilitas imbal hasil
saham pada periode sebelumnya terhadap variabel-variabel.
= error term
Pada persamaan pertama di atas, volatilitas imbal hasil saham merupakan
variabel dependen sedangkan volume transaksi dan nilai transaksi adalah variabel
independennya. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen
mempengaruhi volatilitas imbal hasil saham.
Koefisien merupakan intercept yang menunjukkan besarnya nilai tanpa
variabel lain. Koefisien a, b, c, d merupakan slope yang menunjukkan besar pengaruh
dari variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan pada persamaan
kedua perubahan pada volume transaksi dan nilai transaksi secara terpisah merupakan
variabel dependennya dan volatitas imbal hasil adalah variabel independennya.
Pada penelitian ini, variabel diperlakukan secara simetris, atau dengan kata
lain tidak diperlakukan berbeda antara variabel dependen dan independennya. Tidak
ada perbedaan antara variabel eksogen dan endogen, pemodelan ini biasa digunakan
dimana variabelnya bertindak sebagai variabel penjelas dari variabel dependennya
tetapi juga diterangkan oleh variabel dependennya. Kedua variabel tersebut (dependen
dan independen) harus diperlakukan sama untuk melihat arah kausalitasnya.
III.5. Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-
variabel observable yang kemungkinan menjadi faktor utama dari volatilitas Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Deskripsi masing-masing dari variabel tersebut
yaitu sebagai berikut:
21
a. Volatilitas (VOLA) : Dihitung dengan tanda deviasi dari return atau imbal hasil
harian IHSG selama 20 hari ke belakang dengan panjang periode 252 hari.
b. Volume Total Transaksi Harian (VOL_TOT) : Jumlah lembar saham total yang
ditransaksikan selama satu hari .satu hari.
c. Volume Transaksi Asing (VOLUME_ASING) : Jumlah lembar saham Rata-rata
jual dan beli yang ditransaksikan Investor Asing selama satu hari .
d. Volume Net Transaksi Asing (VOL_NET) : Jumlah Lembar Saham Transaksi
Beli dikurang Transaksi Jual yang dilakukan oleh Investor Asing selama satu
hari .
e. Nilai Total Transaksi Harian (VAL_TOT) : Nilai transaksi dalam rupiah yang
terjadi selama satu hari.
f. Nilai Transaksi Asing (VALUE_ASING) : Nilai Transaksi Rata-Rata jual dan
beli yang ditransaksikan Investor Asing selama satu hari .
g. Nilai Net Transaksi Asing (VAL_NET) : Nilai Transaksi beli dikurang
Transaksi jual yang dilakukan investor selama satu hari.
22
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
IV.1. Pergerakan IHSG dan Volatilitas
Dalam melakukan penelitian ini kami menemukan hal menarik yaitu pada
periode tahun 2008 ketika indeks sedang dalam trend menurun (bearish) justru
volatilitasnya meningkat (kemungkinan terjadi panic selling), sedangkan jika indeks
sedang dalam trend menanjak (bullish) periode 2009-2010 volatilitas relative stabil
dan menggambarkan tidak terjadi panic buying.
Grafik 4.1Pergerakan IHSG dan Tingkat Volaitilitas 2008-2010
Rata-rata volatilitas pada tahun 2008 pada saat trend sedang bearish adalah
sebesar 0.33, dan ketika tahun 2009 sampai dengan 2010 ketika trend sedang naik
23
volatilitas memiliki rata-rata sebesar 0,24 dan 0,18. Angka ini terpaut sebesar 0,9
(dibandingkan tahun 2009) dan bahkan 0,15 (jika dibandingkan tahun 2010) yang
menandakan bahwa untuk Pasar Modal di Indonesia investor lebih sensitif terhadap
faktor-faktor negatif yang mempengaruhi pergerakan saham, sehingga seringkali
terjadi panic selling dibandingkan dengan berita positif dalam mempengaruhi indeks.
Volatilitas berbeda pada saat pasar sedang dalam keadaan bullish dan
bearish.Ketika pasar dalam trend bullish investor puas dengan posisi investasi
sebelumnya dan ingin merealisasikan profit.Hal inilah yang menyebabkan tingginya
volatilitas pada saat Indeks Harga Saham bergerak naik tidak terlalu tinggi, Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan terjadi transaksi yang besar juga. Sebaliknya
jika terjadi trend bearish ketika Investor merasa tidak nyaman dengan investasinya
maka mereka akan segera keluar dari pasar dan tidak ada pihak yang ingin
mempertahankan harga tersebut, ditambah lagi jika banyak pihak yang melakukan
Short Selling maka akan menambah penurunan tersebut.
Panic selling diartikan sebagai kondisi dimana terjadi penjualan saham dalam
volume besar di pasar. Perlu dipahami bahwa panic selling bisa terjadi pada pasar
secara keseluruhan atau terbatas hanya pada saham tertentu saja.
Panic selling yang terjadi pada pasar secara keseluruhan biasanya ditandai
oleh beberapa hal seperti volume jual lebih mendominasi daripada volume beli
hampir di semua jenis saham yang aktif ditransaksikan; terjadi peningkatan nilai,
volume, dan frekuensi transaksi; dan mayoritas saham yang ditransaksikan mengalami
penurunan harga. Kondisi ini cenderung mengakibatkan terjadinya penurunan indeks
saham.
24
Lain halnya jika panic selling terjadi terbatas hanya pada saham atau
portofolio tertentu saja. Misalnya terjadi panic selling terhadap saham ABCD,
sementara secara keseluruhan pasar berlangsung kondusif. Peningkatan transaksi
secara signifikan hanya terjadi pada saham ABCD dan koreksi harga yang terjadi
hanya sebatas pada harga saham ABCD .Atau jika saham ABCD itu menjadi market
leader, maka imbasnya bisa saja berupa penurunan harga pada saham yang sektornya
sejenis.
Pertanyaan berikutnya, mengapa terjadi penjualan saham secara besar-
besaran?Sesuai dengan istilahnya, panic selling terjadi karena pelakunya dalam
kondisi panik.Panik berarti logika tidak berfungsi sebagaimana mestinya.Investor
tidak berpikir secara jernih, tenang dan logis.Keputusan untuk menjual portofolio
dalam jumlah besar dilatarbelakangi oleh rasa takut berlebihan.
Dalam keadaan panic selling faktor emosi sangat dominan. Jika investor
secara bersama-sama diliputi ketakutan akan terjadi penurunan harga yang signifikan
atas portofolionya maka mereka akan bereaksi tanpa mempertimbangkan factor
fundamental, sehingga pada akhirnya panic selling ini akan menjelma menjadi
penurunan yang lebih tajam dari yang seharusnya terjadi. Dengan penurunan yang
diluar batas kewajaran akibat paniknya mayoritas investor maka investor yang
sebelumnya berpikiran jernih juga akan turut gelombang ini dan semakin memukul
pasar secara keseluruhan.Adapun faktor yang menyebabkan panic selling bisa
bermacam-macam. Tapi intinya hanya satu faktor, yakni perkembangan informasi
yang melahirkan sentimen negatif di pasar.
Siapa pemicu terjadinya panic selling?Ini hal yang sulit dideteksi.Panic
selling terjadi begitu saja akibat beredarnya informasi negatif di pasar. Namun, derajat
25
panic selling semakin besar jika pelaku menyaksikan fund manager besar
membuang saham dalam jumlah besar.Ia sulit dicegah dan ditangkal karena
pelakunya adalah komunitas investor yang menyebar.
Seperti dikemukakan juga oleh Fisher dan Hoffmans(2009), investor
cenderung panik pada saat terjadi gejolak pasar, kemudian melakukan transaksi jual
dalam jumlah besar. Hal ini tetap dilakukan meskipun investor tersebut hanya
memperoleh laba yang sedikit atau bahkan merugi.Perilaku investor seperti ini yang
melatarbelakangi meningkatnya volatilitas pada saat Indeks saham melemah. (Ken
Fisher & Lara Hoffmans (2009) How to smell a rat : The Five Signs of Financial
Fraud. John Wiley and Sons: Hoboken, New Jersey.
Karena itu, satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi panic
selling adalah menjaga emosi agar tetap tenang dan tetap bisa menggunakan akal
sehat. Jika nalar investor tenang maka ia akan melihat bahwa di balik panic selling itu
terdapat peluang mendapatkan untung besar. Investor bisa membeli saham pada harga
murah dan tinggal menunggu gain ketika pasar berbalik arah.
Keadaan Pasar dan Rumor yang berkembang seharusnya dapat disaring
terlebih dahulu oleh investor dan diperhitungkan masak-masak pengaruhnya terhadap
portofolionya, tetapi seringkali karena info yang tidak seimbang (terutama bagi
investor retail) maka sebagai follower berusaha mengikuti pemimpin pasar, dan pada
Pasar Modal Indonesia adalah investor Asing dianggap memiliki informasi yang lebih
mutakhir. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa sebagai pemegang saham mayoritas di
Pasar Modal Indonesia dengan komposisi mendekati 70% maka masuk akal jika
investor retail Indonesia lebih mempercayai keputusan investasi investor asing.
26
IV.2. Faktor Penentu Volatilitas di Indonesia
Pada Grafik 4.1 Pergerakan IHSG dan Volatilitas tampak bahwa pada periode
Januari 2008 terdapat Volatilitas yang tinggi mencapai 0,5, hal ini
disebabkanSepanjang Januari 2008 IHSG ditutup turun sebesar -4,32% ke level
2.627,251 dari sebelumnya di level 2.745,826 pada Desember 2007. Penyebab utama
penurunan ini didominasi oleh kekhawatiran pelaku pasar atas ancaman resesi global
sebagai imbas dari resesi ekonomi yang mulai terjadi di Amerika Serikat, terutama
akibat lanjutan dari krisis kredit perumahan. Pada tanggal 22 Januari 2008, IHSG
sempat menyentuh level 2.294,524 atau menurun sebesar -7,70% dibandingkan hari
sebelumnya. Selain itu, pada tanggal 16 Januari 2008 IHSG juga mengalami
penurunan yang signifikan sebesar -5,04%.
Penurunan besar ini menyebabkan adanya kekhawatiran bahwa aliran dana
asing yang masuk selama periode 2006-2007 melalui pasar saham Indonesia adalah
benar bersifat jangka pendek atau yang dikenal sebagai uang panas (hot money).
Sebagaimana ditakutkan bahwa penurunan IHSG pada tanggal 22 Januari 2008
tersebut merupakan indikasi awal terjadinya aliran dana keluar (capital outflow) dari
pasar saham Indonesia yang diindikasikan akan menimbulkan persepsi akan
ketidakstabilan perekonomian Indonesia selain penurunan nilai tukar rupiah yang bisa
berdampak negatif kepada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Selanjutnya pada akhir tahun 2008 terjadi lonjakan volatilitas yang lebih tinggi
lagi yaitu mencapai 0,8. Hal ini masih berhubungan dengan Subprime Mortgage di
Amerika tetapi pada titik ini diperparah dengan kekhawatiran penyebaran resesi ini di
kawasan Eropa. Bahkan pada saat itu harga minyak dunia memiliki kecenderungan
menurun yang seharusnya pada akhir tahun kebutuhan akan energy ini meningkat
27
akibat musim dingin. Hal ini menunjukkan juga bahwa perekonomian dunia sedang
stagnan dan banyak pabrikan menghentikan produksinya.
Kekhawatiran ini bukanlah tidak beralasan, Amerika merupakan negara
dengan perekonomian terbesar dengan tingkat konsumsi yang besar pula. Jika terjadi
resesi ekonomi maka akan berdampak pada perekonomian negara lain yang
melakukan hubungan dagang dengan mereka. Sektor Riil juga akan terpukul yang
pada akhirnya juga akan memukul sektor keuangan. Indonesia meskipun hanya
memiliki porsi ekspor yang kecil terhadap Amerika tetapi memiliki hubungan dagang
yang kuat dengan China sebagai pengekspor terbesar untuk Amerika, sehingga
persepsi Investor pada saat itu adalah Indonesia juga akan mengalami kemunduran
ekonomi.
Selanjutnya pada tahun 2009 sampai saat ini terbukti bahwa resesi di Amerika
tidak berdampak signifikan pada resesi di Amerika dan Eropa dikarenakan Aggregate
Demand Domestik yang cukup untuk tetap menopang perekonomian Indonesia tetap
berjalan.
Dari sektor moneter Indonesia juga merupakan negara dengan tujuan investasi
yang menarik, dengan nilai tukar yang tabil dan suku bunga di atas 6% sedangkan di
Amerika dan Eropa dengan adanya resesi suu bunga mereka tidak lebih dari 0,5%.
Berdasarkan hal-hal tersebut dan penelitian-penelitian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa factor-faktor penyebab volatilitas adalah :
Faktor sektor riil Faktor sektor keuangan Kejadian luar biasa Kebijakan moneter
28
IV.3. Teori Efficient Market Hypothesis
Seperti telah dikemukakan pada Bab II bahwa Pasar Modal Indonesia masuk
dalam kategori Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form efficiency) bahkan beberapa
penelitian menyatakan bahwa Pasar Modal Indonesia berada pada kondisi sub
efficient. Keadaan pasar weak form menyatakan bahwa harga sekuritas telah
mencerminkan semua data historis yang terjadi, sehingga informasi tentang harga,
volume ataupun analisa pergerakan trend tidak dapat digunakan untuk mendapatkan
keuntungan lebih. Data tentang harga dan volume tersedia juga sangat mudah
didapatkan, sehingga jika data tersebut dapat memberikan sinyal yang tepat bagi
investor maka hampir semua investor dapat menggunakan informasi ini. Ketika
informasi dari data historis memberikan sinyal untuk membeli, maka seluruh investor
akan dapat menangkap sinyal tersebut, maka yang terjadi adalah pergerakan secara
tiba-tiba, hal inilah yang menyebabkan tingkat volatilitas tinggi.
Kondisi pasar weak form juga dikarenakan (Jones, 2007):
1. Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga
sekuritas.
2. Harga informasi mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku
pasar satu dengan yang lain terhadap yang lain pada satu informasi yang sama,
atau pelaku pasar memiliki informasi yang tidak seimbang sehingga terjadi
asymmetric information.
3. Informasi yang tersedia tidak dapat diprediksi dengan baik oleh sebagian
pelaku pasar.
4. Investor adalah individu yang lugas (nave investors) dan tidak canggih
(unsophisticated investors). Investor bereaksi secara lugas karena mereka
29
memiliki kemampuan terbatas dalam mengartikan dan menginterpretasikan
informasi yang diterima, oleh sebab itu kerapkali mengambil keputusan yang
tidak tepat, bahkan berlebihan dalam mengambil posisi portofolionya.
Salah satu dampak atau ciri dari pasar dengan kategori weak form ini adalah
tingginya tingkat volaitilitas. Pada pasar yang sudah maju volatilitas tidak terlalu
tinggi seperti tampak pada Tabel 4.1 berikut pada periode 1997-September 2011.
Tabel 4.1Rata-Rata Return Tahunan dan Simpangan Baku IHSG
Periode 1997-September 2011
Bursa Mean Std. Deviation N
Bursa Efek Indonesia 14.41 41.52 15Bombay Stock Exchange 12.57 36.61 15Kospi Composite Index 10.88 40.82 15Shanghai Composite Index 6.04 45.41 15Kuala Lumpur Stock Exchange 5.61 26.67 15Hang Seng Index 5.22 31.01 15Dow Jones Index 4.77 15.58 15FTSE 100 3.56 16.04 15Nikkei 225 (2.84) 23.65 15
Tampak bahwa Bursa Efek Indonesia memiliki imbal hasil tertinggi dengan
angka rata-rata (Mean) 14,41 diikuti oleh Bombay Stock Exchange dan Kospi dari
data 9 Bursa Dunia yang diteliti. Hal ini menunjukkan bahwa bursa pada emerging
market seperti Indonesia dan India merupakan pasar yang menarik untuk dijadikan
portofolio Internasional bersama dengan bursa utama dunia seperti FTSE 100 (UK)
dan Dow Jones (US).
Selanjutnya untuk volatility yang ditunjukkan dengan standard deviasi, Bursa
Efek Indonesia menempati urutan kedua setelah Shanghai Composite Index, hal ini
menunjukkan bahwa dengan return yang tinggi juga mengandung resiko yang juga
30
tinggi. Penelitian sebelumnya telah menyatakan bahwa pada emerging market return
volatility saham akan berkorelasi positif dengan return saham (Joshi, 2011 dan Shin
2005).
Pemerintah saat ini sudah terlihat concern terhadap Pasar Modal Indonesia
dengan hadirnya Presiden atau Wakil Presiden dalam membuka dan menutup hari
bursa pada awal dan akhir tahun. Tidak hanya itu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ketika pasar diliputi ketakutan akan Krisis Amerika yang berkelanjutan
juga mengeluarkan statement yang mendinginkan keadaan di Pasar Modal. Hal ini
sangat diperlukan pasar karena butuh kepastian bagaimana kebijakan pemerintah
dalam kebijakan makroekonomi dalam menunjang pasar modal.
IV.4. Hubungan Antar Variabel
Sebelumnya telah dibahas bahwa ketika IHSG turun tingkat volatilitas lebih
tinggi dari rata-rata yang diakibatkan oleh Panic Selling, pembahasan berikut ini ingin
melihat siapa yang menyebabkan volatilitas di Pasar Modal Indonesia menjadi
demikian tinggi. Untuk mengetahui hal tersebut maka pada penilitan ini digunakan uji
kausalitas Granger untuk menguji apakah variabel-variabel tersebut memiliki
hubungan simultan 2 arah atau satu arah Dengan uji kausalitas ini dapat melihat
hubungan antara transaksi yang dilakukan investor asing dengan volatilitas imbal
hasil saham. Transaksi Investor Asing dilihat melalui Nilai Transaksi (Value) dan
Volume Transaksinya.Pengujian hubungan dan permodelan menggunakan metode
pengolahan data runtun waktu.Berikut adalah hasil dari running data :
31
Tabel 4.2Hasil Uji Kausalitas Engel Granger
Pairwise Granger Causality TestsDate: 11/29/11 Time: 10:58Sample: 1 904Lags: 1
1 VOL_TOT does not Granger Cause VOLA_N 904 3.19573 0.0743* VOLA_N does not Granger Cause VOL_TOT 0.61451 0.4334
2 VOLUME_ASING does not Granger Cause VOLA 904 0.33083 0.7184 VOLA does not Granger Cause VOLUME_ASING 0.24478 0.7829
3 VOL_NET does not Granger Cause VOLA_N 904 0.04137 0.8389 VOLA_N does not Granger Cause VOL_NET 0.12384 0.725
4 VAL_TOT does not Granger Cause VOLA_N 904 9.15598 0.0026* VOLA_N does not Granger Cause VAL_TOT 4.20908 0.0406*
5 VALUE_ASING does not Granger Cause VOLA 904 7.39095 0.0067* VOLA does not Granger Cause VALUE_ASING 4.74606 0.0296*
6 VAL_NET does not Granger Cause VOLA_N 904 0.00019 0.989 VOLA_N does not Granger Cause VAL_NET 4.58533 0.0326*
Pairwise Granger Causality TestsDate: 11/29/11 Time: 10:58Sample: 1 904Lags: 2
7 VOL_TOT does not Granger Cause VOLA_N 904 1.26756 0.2844 VOLA_N does not Granger Cause VOL_TOT 1.09673 0.3497
8 VOLUME_ASING does not Granger Cause VOLA 904 0.33083 0.7184 VOLA does not Granger Cause VOLUME_ASING 0.24478 0.7829
9 VOL_NET does not Granger Cause VOLA_N 904 0.58062 0.6279 VOLA_N does not Granger Cause VOL_NET 1.5728 0.1946
10 VAL_TOT does not Granger Cause VOLA_N 904 2.4332 0.0638* VOLA_N does not Granger Cause VAL_TOT 0.9932 0.3954
11 VALUE_ASING does not Granger Cause VOLA 904 3.56062 0.0288* VOLA does not Granger Cause VALUE_ASING 2.33948 0.097*
12 VAL_NET does not Granger Cause VOLA_N 904 1.09046 0.3524 VOLA_N does not Granger Cause VAL_NET 2.17447 0.0897*
*= signifikan
Dari uji kausalitas, pada nomor 1-6 (dengan Lag 1) dan pada nomor 7-12
(dengan Lag 2) menggunakan indikator yang sama dapat terlihathubunganVolume
32
Transaksi Total (VOL_TOT), Volume Transaksi Asing (VOLUME ASING), Volume
Transaksi Net Asing(VOL_NET), Value Transaksi Total, Value Transaksi Asing
(VALUE_ASING)dan Value Transaksi Net Asing (VAL_NET) yang mempengaruhi
(menyebabkan) Volatilitas atau sebaliknya atau bahkan dapat pula saling
mempengaruhi.
Dapat kami paparkan analisis secara statistik sebagai berikut :
1. Volume Transaksi Total mempengaruhi atau yang menyebabkan Volatilitas
dengan tingkat kepercayaan 10% (Probabilitas = 0,0743*), sedangkan
Volatilitas tidak mempengaruhi Volume Transaksi Total.
2. Volume Transaksi Asing dan Volatilitas memiliki hubungan yang tidak saling
mempengaruhi.
3. Volume Transaksi Net Asing dan Volatilitas memiliki hubungan yang tidak
saling mempengaruhi.
4. Value Transaksi Total dan Volatilitas memiliki hubungan saling
mempengaruhi dengan tingkat kepercayaan 5% (Probabilitas = 0,0026 dan
0,0406)
5. Value Transaksi Asing dan Volatilitas memiliki hubungan saling
mempengaruhi dengan tingkat kepercayaan 5% (Probabilitas = 0,0067 dan
0,0296).
6. Volatilitas mempengaruhi Value Transaksi Net Asing dengan tingat
kepercayaan 5%(Probabilitas = 0,0326), sedangkan Value Transaksi Net
Asing tidak mempengaruhi Volatilitas.
7. Volume Transaksi Total dan Volatilitas memiliki hubungan yang tidak saling
mempengaruhi.
33
8. Volume Transaksi Asing dan Volatilitas memiliki hubungan yang tidak saling
mempengaruhi.
9. Volume Transaksi Net Asing dan Volatilitas memiliki hubungan yang tidak
saling mempengaruhi.
10. Value Transaksi Total mempengaruhi atau yang menyebabkan Volatilitas
dengan tingkat kepercayaan 5% (Probabilitas = 0,0638*), sedangkan
Volatilitas tidak mempengaruhi Value Transaksi Total.
11. Value Transaksi Asing dan Volatilitas memiliki hubungan saling
mempengaruhi dengan tingkat kepercayaan 10% (Probabilitas = 0,0288 dan
0,097).
12. Volatilitas mempengaruhi Value Transaksi Net Asing dengan tingat
kepercayaan 10%(Probabilitas = 0,0897), sedangkan Value Transaksi Net
Asing tidak mempengaruhi Volatilitas.
IV.5. Pembahasan Hipotesa
Dengan melihat hasil Uji Kausalitas Granger yang ada maka dapat
dihubungkan dengan Hipotesa pertama (H1) yaitu Volume perdagangan
berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG., dan hasil menunjukkan
bahwa hipotesa ini terbukti pada hasil No.1 yaitu Volume Transaksi Total
mempengaruhi atau yang menyebabkan Volatilitas dengan tingkat kepercayaan 10%
(Probabilitas = 0,0743*), sedangkan Volatilitas tidak mempengaruhi Volume
Transaksi Total, sedangkan untuk Volume Transaksi Asing dan Volume Net
Transaksi Asing hal ini tidak terdapat hubungan. Pada penelitian sebelumnya terdapat
kesimpulan yang menyatakan bahwa Volume Transaksi Asing dan Volume Net
Transaksi Asing berpengaruh terhadap Volatilitas, perbedaan ini disebabkan pada
34
penelitian sebelumnya menggunakan data per saham dan bukan menggunakan IHSG
sebagai benchmark volatilitasnya.
Hasil ini menghasilkan kesimpulan bahwa jika volume transaksi meningkat
maka akan menyebabkan volatilitas meningkat tetapi tidak dapat menentukan arah
pergerakan IHSG akan naik atau turun.
Hipotesa kedua (H2) menyatakanNilai transaksi asingberpengaruh secara
signifikan terhadap Volatilitas IHSG.Hipotesa ini juga terbukti dengan hasil
No.4,5,10 dan 11 baik pada Lag 1 dan 2 yang menyatakan bahwa memang terdapat
hubungan yang signifikan baik searah maupun dua arah. Nilai transaksi secara total
maupun Nilai Transaksi Asing secara bersama samamempengaruhi volatilitas dan
juga sebaliknya, hal ini dapat diartikan bahwa jika nilai transaksi meningkat maka
volatilitas juga akan meningkat, dan sebaliknya dengan meningkatnya volatilitas
maka akan banyak juga investor yang akan turut bertransaksi (terdapat kemungkinan
panic selling ataupun buying) karena tidak ingin kehilangan momentum.
Hasil penelitian yang menarik pada No.6 dan 12 bahwa terdapat hasil
Volatilitas yang mempengaruhi Value Transaksi Net Asing.Value Net Transaksi
Asing adalah selisih transaksi jual dan beli investor asing selama satu hari.Dengan
adanya hasil tersebut maka keputusan untuk masuk dan keluar dari portofolionya
tergantung dari volatilitas yang ada.Hal ini menguatkan pernyataan sebelumnya
bahwa dengan tingginya imbal hasil (return) di Pasar Modal Indonesia merupakan
daya tarik bagi Investor Asing.
IV.6. Pengaruh terhadap Transaksi Lokal
Dengan hasil yang menyatakan bahwa transaksi asing mempengaruhi secara
signifikan volatilitas, selanjutnya pada bagian terakhir ini ingin melihat akibatnya
35
pada investor lokal.Grafik perbandingan transaksi berikut ini menggambarkan
dominasi investor lokal pada transaksi harian.
Grafik 4.2Pergerakan IHSG dan Transaksi yang Dilakukan Investor Asing dan Lokal
2008-2010
-
2,000,000.00
4,000,000.00
6,000,000.00
8,000,000.00
10,000,000.00
12,000,000.00
14,000,000.00
16,000,000.00
18,000,000.00
20,000,000.00
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
2-Ja
n-08
2-Fe
b-08
2-M
ar-0
82-
Apr
-08
2-M
ay-0
82-
Jun-
082-
Jul-0
82-
Aug
-08
2-Se
p-08
2-O
ct-0
82-
Nov
-08
2-D
ec-0
82-
Jan-
092-
Feb-
092-
Mar
-09
2-A
pr-0
92-
May
-09
2-Ju
n-09
2-Ju
l-09
2-A
ug-0
92-
Sep-
092-
Oct
-09
2-N
ov-0
92-
Dec
-09
2-Ja
n-10
2-Fe
b-10
2-M
ar-1
02-
Apr
-10
2-M
ay-1
02-
Jun-
102-
Jul-1
02-
Aug
-10
2-Se
p-10
2-O
ct-1
02-
Nov
-10
2-D
ec-1
0
IHSG
LOKAL
ASING
Dari Grafik dapat terlihat bahwa Transaksi yang dilakukan oleh Investor Lokal
lebih mendominasi (diwakili dengan grafik berwarna merah) dan hanya sesekali
Investor Asing melakukan transaksi yang lebih besar.Hal ini terus terjadi ketika trend
IHSG sedang turun (bearish) maupun ketika sedang menanjak (bullish).
Dari segi kepemilikan data di KSEI yang menggambarkan bahwa saham ini
tersedia atau siap untuk diperdagangkan, Investor Asing selalu mendominasi dengan
kepemilikan tidak kurang dari 60%, tetapi jika dilihat dari transaksi harian maka
investor lokal justru mendominasi. Hal ini menjelaskan juga bahwa dalam
permodelan sebelumnya Net Value Transaksi Asing tidak menyebabkan Volatilitas
36
tetapi justru Investor Lokal dengan porsi yang lebih besar (mencapai 70%) yang
menyebabkan Volatilitas di Pasar Modal Indonesia menjadi besar.
Selama ini terdapat anggapan bahwa pihak Asing mempunyai riset dan sumber
informasi yang lebih dibandingkan dengan investor lokal retail, dengan kondisi
tersebut maka setiap pengambilan keputusan atas investasi yang diambil pihak asing
selanjutnya akan diikuti oleh investor lokal atau bertindak sebagai follower (herding
behavior).
Dari penelitian sebelumnya yang telah dibahas pada Bab II disimpulkan bahwa :
8. Investor yang tidak memperoleh informasi yang memadai, akan menimbulkan
kesalahan penentuan harga (mispricing);
9. Investor yang bereaksi berlebihan terhadap suatu informasi;
10. Investor yang bertransaksi dengan motif spekulasi;
11. Investor domestik yang cenderung mengikuti pola transaksi investor asing
(herding behavior);
Dari hasil kesimpulan tersebut dan dengan tingginya proporsi transaksi lokal
secara harian maka terdapat kemungkinan bahwa investor lokal akan mendapatkan
keuntungan lebih besar dari pergerakan IHSG tetapi juga merupakan pihak dirugikan
jika terjadi penurunan harga. Salah satu cara untuk menghindari herding behavior dan
agar investor lokal tetap berpikir rasional dalam bertransaksi adalah dengan
menghilangkan informasi mengenai pihak yang melakukan transaksi khususnya
informasi mengenai investor asing atau investor lokal. Seperti diketahui bahwa
pengisian Asing dan Lokal pada system order BEI tidak diwajibkan (optional)
disamping itu apabila terdapat kesalahan pengisian informasi oleh Broker tidak akan
37
menyebabkan masalah dalam tradingnya. Dengan demikian pencantuman informasi
asing seringkali memberikan informasi yang menyesatkan bagi investor lokal.
Selanjutnya bagi investor yang berpengalaman maka akan lebih jeli dalam
melihat informasi yaitu dengan melihat kode Broker dan nilai transaksinya untuk
meyakinkan apakah transaksi tersebut benar dilakukan oleh Asing atau terdapat
kesalahan dalam pengisian data oleh Broker. Hal ini akan mengakibatkan informasi
yang diterima oleh investor menjadi tidak seimbang/benar. Berdasarkan hal-hal
tersebut maka di masa mendatang perlu dipertimbangkan untuk menghilangkan
informasi transaksi Asing atau Lokal dan kode Broker.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Berikut kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini :
1. Indonesia memiliki tingkat volatilitas yang tinggi sehingga menghasilkan
return investasi yang tinggi pula, hal ini merupakan salah satu daya tarik
investor asing masuk ke Indonesia.
2. Faktor-faktor penentu volatilitas di Indonesia adalah :
a. Faktor sektor riil
b. Faktor sektor keuangan
c. Kejadian luar biasa
d. Kebijakan moneter
e. Investor yang tidak memperoleh informasi yang memadai, sehingga
menimbulkan kesalahan penentuan harga (mispricing);
f. Investor yang bereaksi berlebihan terhadap suatu informasi;
g. Investor yang bertransaksi dengan motif spekulasi;
h. Investor domestik yang cenderung mengikuti pola transaksi investor
asing (herding behavior);
3. Volume perdagangan berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas
IHSG, meskipun di dalam penelitian ini volume transaksi asing tidak
memiliki pengaruh yang signifikan pada Volatilitas
4. Nilai transaksi asingberpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG
demikian pula sebaliknya. Hal ini menggambarkan transaksi yang dilakukan
pihak asing menyebabkan volatilitas dan dengan adanya volatilitas maka
39
investor asing juga tertarik untuk bertransaksi di Pasar Modal Indonesia.
Hasil ini memperkuat pernyataan pada kesimpulan nomor 1.
5. Transaksi Investor Lokal lebih mendominasi pasar sekunder meskipun dari
segi kepemilikan Investor Asing lebih mendominasi, hal ini menandakan
bahwa jika terjadi shock di Pasar Modal maka Investor Retail Lokal akan
lebih sensitif dalam mengambil posisi. Hal ini akan membahayakan karena
seringkali Investor Lokal bertindak tidak dengan perhitungan yang matang
tetapi hanya menggunakan instingnya saja.
V.2. Dengan hasil kesimpulan ini maka kami memberikan saran sebagai berikut :
1. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai besaran volatilitas yang wajar
untuk Pasar Modal Indonesia, karena jika terlalu beresiko (meskipun return
tinggi) maka investor lokal yang akan menderita.
2. Perlu menghilangkan pembedaan atas investor asing dan lokal sehingga
tidak terjadi faktor follower maka sebaiknya pada saat transaksi tidak
dimunculkan kode asing atau lokal ataupun kode broker-nya. Dengan
demikian transaksi yang dilakukan berdasarkan keputusan rasional dan
bukan karena faktor follower.
3. Bapepam-LK perlu mempunyai SOP yang digunakan untuk mengatasi
keadaan-keadaan tertentu atau kondisi-kondisi darurat seperti penurunan
atau kenaikan IHSG secara cepat atau diluar kewajaran. Tindakan atau
pernyataan yang tepat akan dapat meredam kepanikan sekaligus menjaga
investor untuk tetap bertindak rasional.
40
Daftar Kepustakaan
1. Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995;
2. Master Plan Pasar Modal Indonesia tahun 2005-2009;
3. Kajian PT Bursa Efek jakarta (research Dept), Peluang dan Resiko Investasi
Stock Option, Divisi Resit dan Perdagangan, jakarta, 1999;
4. Kajian tentang Option dan Kontrak Opsi Saham (KOS) oleh BEJ tahun 2004;
5. Raymond Chiang, Chin-Shen Lee, Wen-Liang Hsieh, The Market, Regulations,
and Issuing Strategies of Covered warrants in Taiwan, Review of Pacific basin
Financial Markets and Policies, Vol. 3 No. 1, 2000, 87-105;
6. Lani Salim, Derivatif Option & Warrant, Jakarta, PT Elex Media Komputindo,
2003, Cetakan Pertama;
7. drs. Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta, BPEE-UII, PT Hanindita Offset,
1989, Cetakan keempat;
8. Miller, Merton, Financial Innovation: The last twenty years and the next, journal
of financial and quantitative Analysis 21, tahun 1986, 459-471
9. Suruhanjaya Securities
10. Hong Kong Stock Exchange
http://www.hkex.com.hk/invedu/faq/prod_sec_dw.htm.
11. Taiwan Stock Exchange Corporation : http://www.tse.com.tw/en
12. http://www.warrants.bnpparibas.com
13. http://www.legco.gov.hk
14. htpp://www.derivativesportal.org
15. http://www.wfe.org
16. http://www.asic.gov.au
17. http://www.sfc.hk
18. Australia Stock Exchange
19. Law Firms
20. Miranda: http://miranda.hemscott.com/
21. World Federation Exchange: http://www.wfe.org
41
22. Australian Securities Investment Commission: http://www.asic.gov.au
23. Securities Future Commission Hong Kong : http://www.sfc.hk
24. Australia Stock Exchange
25. Singapore Stock Exchange. www.sgx.com
26. Law Firms
27. Divisi Riset dan Pengembangan PT Bursa Efek Jakarta bekerjasama dengan
Lembaga Penelitian Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas
Padjajaran Bandung, Evaluasi Produk Kontrak Opsi Saham (KOS) di Bursa Efek
Jakarta, Juli 2005.
28. Dictionary of Financial Risk Management, Third Edition by Gary L. Gastineau
29. Strategies for profiting from stock futures By: Alpesh B. Patel Published by:
Harriman House, 2004, 1st edition
30. The Pocket Guide to Training Online and The Mind of a TraderCovered warrants
31. Duan, J.-C. and Y. Yan, 1999, Semi-Parametric Pricing of Derivative Warrants,
A-lamp awal Vol-291211.docB-Bab I-V Vol 190112.doc