65
TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN
BERAGAMA
Dedi Yuliansyah1 Basri Effendi
2
1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected]
Corresponding author: [email protected]
Received: 25th
November 2020, Revised: 2nd
December 2020, Accepted: 5th
January 2021
Abstract The implementation of the guarantee of religious life is an important part of the conception of the Indonesian
nation-state which creates the responsibility of state administrators to regulate freedom of religion and belief, in
order not to cause disturbances to security and public order. The problem occurs when the state authority has the
power to regulate it, but not perform its function in ensuring the religions rights, so that it does not limit the basic
human rights to observant their religion. Therefore, the focus of the study in this paper is whether religious freedom
in Indonesia is in accordance with the mandate of the constitution, and what is the form of the state's responsibility
to guarantee religious freedom in accordance with applicable laws. Freedom of religion is a right that cannot be
reduced regardless of the circumstances (non-derogable rights). Protection of the right to freedom of belief and practice of religion is contained in international human rights instruments and national legislation. This study uses
normative legal research methods (juridical-normative). The research approach is carried out by examining various
conventions and regulations that are related and relevant to the problem and object of this study.
Keywords: State’s responsibility, Diversity
Abstrak Pelaksanaan Jaminan kehidupan beragama merupakan bagian penting dalam konsepsi negara kebangsaan Indonesia
yang melahirkan tanggungjawab penyelenggara negara untuk mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan agar
tidak menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum. Permasalahan terjadi ketika otoritas negara
yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal tersebut, tetapi belum melaksanakan fungsinya dalam menjamin hak
beragama, sehingga tidak membatasi Hak dasar manusia untuk menjalankan agamanya. Oleh karena itu, fokus
kajian pada penulisan ini adalah apakah kebebasan beragama di Indonesia sudah sesuai dengan amanah konstitusi,
dan bagaimana bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kebebasan beragama sesuai perundang-undangan
yang berlaku. Kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi bagaimanapun juga keadaannya
(non-derogable rights). Perlindungan hak atas kebebasan memeluk dan menjalankan agama dimuat dalam instrumen
HAM internasional dan peraturan perundang-undangan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan atau
metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif). Pendekatan penelitian dilakukan dengan cara mengkaji
berbagai konvensi dan peraturan-peraturan yang berhubungan dan relevan dengan masalah objek kajian dalam
penelitian ini.
Kata Kunci: Tanggung jawab Negara, Kebebasan Beragama
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
66
I. PENDAHULUAN
Konsepsi kebebasan beragama telah berkembang sejak Indonesia berdiri sebagai negara
yang merdeka. Sebelum BPUPKI membahas mengenai dasar negara, wacana ini telah menjadi
bagian dari perdebatan founding father, yang kemudian dirumuskan dalam hukum dasar (staat
fundamental norm) Sila pertama Pancasila. Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
mengemukakan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Namun hal tersebut bukan berarti menunjukkan Indonesia negara agama, namun
demikian Indonesia bukan juga negara sekuler, tetapi Indonesia mengakui keberadaan agama,
sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia dan menjadikan agama sebagai salah satu
sumber hukum di Indonesia.
Konstitusi Indonesia mewajibkan setiap penduduk untuk saling hormat menghormati dan
menghargai terhadap perbedaan keyakinan yang ada.“Oleh karena itu, negara menjamin hak
penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya”tersebut.
Pengaturan tentang jaminan hak penduduk dalam beragama tersebut, menunjukkan bahwa UUD
1945 merupakan konstitusi yang dibentuk dari proses resultante (kesepakatan) dari suatu bangsa
memiliki nilai-nilai religius.1
Adanya jaminan dalam kehidupan beragama tersebut juga menunjukkan relevansi dalam
konsepsi negara kebangsaan Indonesia, yang terdiri dari ikatan berbagai perbedaan dan nilai-nilai
pluralitas.2 Negara disatu sisi menjamin kebebasan beragama, tetapi disisi juga memastikan agar
kehidupan beragama dapat terlaksana secara tentram dan damai. Oleh karena itu, negara
diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk melakukan pengaturan, agar tidak terjadi
disintegrasi akibat praktek berama yang salah.
Hal itu kemudian melahirkan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta para
penyelenggara negara untuk untuk mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan agar tidak
menimbulkan penyimpangan dalam beragama yang berakibat mengganggu kepentingan umum.
Memang ada kebebasan kepada setiap orang untuk menjalankan ritual ibadah dan memahami
suatu ajaran yang merupakan hak setiap individu. Akan tetapi, pemahaman itu harus sesuai
1 Adam muhshi, Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan Beragama, Jakarta: Lkis
Pelangi Aksara, 2015, hlm. 3. 2 Ibid. hlm. 4.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
67
dengan kaidah pokok agama sebagaimana yang diajarkan oleh para pemuka agama yang menjadi
rujukan dan berdasarkan sumber ajaran agama yaitu yaitu kitab.3
Meskipun hak memeluk agama dan menjalankan keyakinan termasuk non-derogable
rights, sehingga tidak bisa dikurangi, 4 namun menurut perspektif HAM, negara dalam
menjalankan tanggungjawabnya diperbolehkan untuk membatasi hak-hak tertentu. Tidak semua
hak dalm menjalankan kebebasan beragama dan berkeyakinan, berada dalam ruang lingkup hak
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Negara sebagai
otoritas yang berdaulat dalam ranah publik dapat melakukan pembatasan sesuai aturan yang
berlaku. Setiap pembatasan yang dilakukan oleh negara tersebut, harus melalui suatu mekanisme
yang benar dengan melibatkan lembaga yang memiliki otoritas untuk mengatur.
Permasalahan terjadi ketika otoritas negara yang memiliki kewenangan untuk mengatur
tersebut, seperti tidak berdaya ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat tertentu.
Sehingga kehadiran negara seperti ada dan tiada, karena tidak memiliki wibawa untuk
melaksanakan tanggung jawabnya tersebut. Disisi lain permasalahan juga terjadi dalam hal
menentukan batasan dari tanggung jawab negara dalam menjamin beragama. Ketika negara
melampaui batas dalam melaksanakan kewenangannya tersebut, yang terjadi justru bukan
ketentraman tetapi pelanggaran terhadap hak warga negara dalam beragama. Oleh sebab itu,
permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah kebebasan beragama di Indonesia sudah sesuai
dengan amanah konstitusi? Bagaimana bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin
kebebasan beragama sesuai perundang-undangan yang berlaku?
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini“menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif).
Penelitian ini didahului dengan menelaah berbagai konvensi dan peraturan-peraturan terkait yang
sesuai dan relevan dengan pokok masalah yang dikaji melalui penelitian”ini. Selanjutnya
dilakukan kajian juga terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi dan menjadi perhatian msyarakat
umum, kemudian mengkaji dan menganalisa latar belakang dan perkembangan issu mengenai
3 Faiq Tobroni, “Keterlibatan Negara dalam Mengawal Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan (Komentar
Akademis atas Judicial Review UU No. 1/PNPS/1965)” Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010,
hlm. 106. 4 Frans Sayogie, “Perlindungan Negara Terhadap hak Kebebasan beragama: Perspektif Islam dan Hak
Asasi manusia Universal”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013, hlm. 45.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
68
masalah yang diangkat dalam penelitian ini, lalu dilakukan perbandingan dengan hal-hal yang
dianggap sama. Terakhir dengan mengkaji pendapat-pendapat dan doktrin-doktrin Ilmu Hukum,
untuk mendapatkan ide, konsep dan juga asas-asas hukum yang sesuai dengan permasalahan dari
penelitian”ini.
III. PEMBAHASAN
3.1 Kebebasan Beragama Dibeberapa Negara Di Dunia
Kebebasan beragama merupakan“hak untuk menentukan, memeluk dan melaksanakan
agama dan juga keyakinan. Hak inibersifat mutlak dan tidak bisa dikurangi dalam kondisi
apapun”(non-derogable rights). Hak kebebasan beragama termuat dalam instrumen HAM
internasional dan perundang-undangan nasional yang mencakup dua dimensi yaitu yang
bersifat individual dan yang bersifat kolektif.
Agama dan keberagaman adalah tolak ukur dan juga pintu gerbang (anant garde)
untuk menilai bahwa pandangan pluralitas dilaksanakan oleh individu maupun kelompok.
Semangat keberagaman yang cenderung memuja fundamentalisme adalah akar masalah yang
berpeluang menjadi bencana di kemudian hari.5
Pemaksaan agama tertentu oleh pihak tertentu kepada masyarakat akan mengganggu
stabilitas politik. Spinoza menjelaskan bahwa, pemaksaan agama kepada masyarakat akan
menimbulkan pemberontakan sipil, politik dan juga agama. Oleh sebab itu, negara harus
memposisikan dirinya sebagai pihak yang berperan penting (duty holders) menciptakan
harmoni universal tersebut,6 dengan cara mendukung toleransi dan menjamin hak warga
negara dalam mengeluarkan pendapat dan berekspresi secara bebas dan bertanggung jawab, .
Jika negara tidak mengambil peran strategis ini, maka akan sangat rentan terhadap stabilitas
keamanan, politik bahkan ketidakpastian hukum, yang berimbas kepada munculnya perilaku
anarkhis masyarakat, disebabkan faktor ketidakpercayaan kepada institusi negara (public
disobyences).
5 Benny Soesetyo, Kegagalan Negara Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Setara Institute,
Jakarta, 2010, hlm. 21. 6 Michael Haas, International Human Rights: A Comprehensive Introduction, published, (London and New
York: Routledge, 2008), hlm. 77.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
69
Negara berkewajiban menjamin kebebasan beragama memiliki maksud bahwa negara
harus memanfaatkan otoritas dan kewenangannya untuk menjamin terpenuhinya hak
tersebut. Jaminan hak kebebasan beragama harus diatur sedemikian rupa, tidak melihat
pluralitas agama berlaku bagi yang memiliki satu jenis agama seperti di Negara Yunani,
maupun pada negara yang terdapat beragam agama yang diakui secara resmi seperti di
Indonesia, atau bahkan di Negara yang menganut paham sekuler sekalipun seperti di Negara
Amerika Serikat.7
Kebebasan beragama di Negara Amerika Serikat dapat dicermati dalam kasus
Employment Division vs Smith yang terjadi pada tahun 1990. Waktu itu ada dua penduduk
asli Amerika yang berada di Negara Bagian Oregon yang memanfaatkan peyote (obat bius
yang pergunakan untuk upacara adat). Pada saat itu, Pengadilan memutuskan bahwa jikalau
pemerintah dapat menerangkan alasan dibalik ketentuan undang-undang yang melarang
penggunaan obat bius tersebut, maka hal itu dapat mengesampingkan kebebasan
menjalankan keyakinan bagi penduduk asli Amerika.8
Putusan ini yang menjadi
yurisprudensi yang diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam hal pembatasan kebebasan
beragama oleh peraturan negara. Bahkan, dalam kasus Boerne vs Flores pada tahun 1997
pengadilan membatalkan the Religious Freedom and Restoration Act 1993 karena dianggap
tidak konstitusional sebab penafsiran terhadap konstitusi yang merupakan hak pengadilan,
dan legislatif tidak dapat menetapkan undang-undang yang tidak sesuai dengan putusan
Makamah Agung.9
Menurut instrumen hukum internasional, peran negara dalam mengatur kehidupan
beragama disebutkan dalam Pasal 18 ayat (3) International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR) yang menetapkan bahwa kebebasan beragama atau berkeyakinan seseorang
hanya bisa dibatasi berdasarkan hukum, semata-mata untuk menjaga dan melindungi
7 Fatmawati, Op. cit, hlm. 504 8 Ibid. hlm. 89. 9 Bagir Manan (et.al), Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, Yayasan HAM,
Demokrasi dan Supremasi Hukum: Bandung, 2001, hlm. 89.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
70
keamanan, ketertiban, kesehatan, dan moral masyarakat, atau hak-hak kebebasan mendasar
yang dimiliki setiap individu.10
Disisi lain, pengaturan terhadap kehidupan beragama tidak hanya mengakomodir
kepentingan golongan pemeluk agama tertentu saja, akan tetapi hal tersebut diatur demi
menjaga kepentingan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Ada berbagai peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat sebagai efek dari penyimpangan dalam menjalankan ritual agama.
Kasus-kasus demikian biasanya terjadi dalam interaksi antar warga negara seperti
proselytism yang dilakukan dengan secara tidak bermoral, penodaan terhadap agama, dan
penyalahgunaan ajaran agama. 11
Proselytism merupakan paksaan untuk pindah agama dan keyakinan secara paksa
bukan atas kesadaran individu. Proselytism merupakan pemaksaan, yang dilarang dalam
konstitusi suatu negara, dilarang juga dalam Deklarasi Kairo (Cairo Declaration) tentang
Hak Asasi Manusia, yang menyatakan: “Dilarang melakukan pemaksaan dalam bentuk dan
keadaan apapun kepada setiap manusia atau untuk dengan memanfaatkan keadaan, seperti
kemiskinan atau ketidaktahuannya untuk merubah kepercayaannya ke suatu agama bahkan
ke atheism”.12
Meskipun ada ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) ICCPR yang mengatur pembatasan
untuk menjalankan agama atau keyakinan akan kepercayaan, tetapi tidak ada pembatasan
untuk kebebasan berfikir, berkeyakinan dan memeluk agama seperti dinyatakan dalam Pasal
18 ayat (1) juga tidak membatasi kebabasan untuk memeluk atau menganut suatu agama atau
kepercayaan sesuai dengan pilihan hati nuraninya seperti disebutkan dalam Pasal 18 ayat
(2).13
Untuk menjaga keselamatan rakyat sebagaimana diatur dalam artikel 18 (3) ICCPR
yang menyatakan bahwa kebebasan untuk menjalankan dan memilih agama atau keyakinan
seseorang hanya dapat dibatasi ketika berkaitan dengan perlindungan terhadap keamanan dan
ketertiban rakyat. Tujuan utama dari negara adalah tercapainya ketertiban umum, yang
10 El Khanif (et.al), Hak Asasi Manusia; Dialektika Universalisme vs Relativisme di Indonesia, Lkis Pelangi
Aksara, 2017, hlm. 126 11 Rhona K.M. Smith, (et.al), Hukum HAM, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hlm. 106. 12 Ifdhal kasim, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku, Jakarta: ELSAM, 2001, hlm. 245. 13 Karl Joseph Partsch, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam Ifdhal Kasim,
Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, ELSAM, Jakarta, 2001, hlm. 244.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
71
memberikan dasar jaminan bagi pelaksanaan segala kegiatan-kegiatan sosial, dimana untuk
mewujudkan hal tersebut perlu suatu otoritas yang menjadi kekuasaan yang dapat mencegah
atau memberikan penindakan terhadap yang melanggarnya.14
Jika diamati pelaaksanaan kehidupan kebebasan beragama di barat, toleransi dalam
beragama ialah salah satu prinsip dasar dalam masyarakat dan merupakan sesuatu yang
dihormati oleh setiap orang yang kemudian diterima sebagai suatu ajaran universal.15
Sejarah
pernah mencatat masa kegelapan kebebasan beragama, dimana penganut Kristen Protestan
pernah dibantai oleh penguasa Kristen katolik.Pada saat itu banyak penganut agama protestan
dituduh bid’ah dan hidup-hidup dibakar oleh penguasa saat itu yaitu Marry I yang berkuasa
pada tahun 15553-1558. Begitu juga yang terjadi di paris dan Netherland, ribuan protestan
dibantai. Hal ini dilakukan hanya untuk mewujudkan satu ajaran agama Christians.16
Akibat dari peristiwa sejarah kelam, pembantaian terhadap penduduk sipil oleh
otoritas kekuasaan agama dengan alasan melakukan praktek agama yang salah telah merubah
paradigm berpikir orang-orang Eropa terhadap agama. Hal ini berimplikasi terhadap
hubungan agama dan negara, sehingga melahirkan ajaran sekulerisme. Secara historis ide
tentang kekuasaan yang absolut yang melahirkan kekuasaan sekuler berkembang dari
pemikiran Thomas Hobbes pada tahun1588 sampai 1679. Hobbes terpengaruhi oleh
peristiwa English Civil War perang saudara yang terjadi dari tahun 1642-1651 antara
pendukung Raja Charles I yang dibantu oleh loyalis katolik melawan pemberontak protestan
yang mendukung Oliver Cromwell.17
John Locke lalu mengembangkan pemikiran dari Hobbes lewat bukunya yang
berjudul Letter Concerning Toleration (1689). Locke mengemukakan pendapatnya akan
perlunya toleransi antar pemeluk agama dan dipisahkannya agama dan negara.18
Pasca
berakhirnya Perang Dunia yang Kedua, pengaruh teori dari John Locke ini, dengan konsep
pemisahan negara dengan agama melahirkan kelompok humanis sekuler yang mewakili
pemikiran hampir seluruh negara Eropa waktu itu. Saat ini banyak negara-negara di Eropa
14 R.M. Mac Iver, The Modern State, 7th ed., Oxford University Press, London, 1955, hlm. 230. 15 Natalie Goldstein, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010, hlm. 3. 16 Ibid, hlm. 27. 17 Fatmawati, Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara Hukum
Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011, hlm. 503. 18 Ibid. hlm. 31.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
72
memelihara toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dengan menjaga jarak antara agama
dan negara sekuler (religious and secular). Pada permulaan tahun 1960-an negara-negara di
Eropa mulai memisahkan antara hukum gereja dengan hukum sipil (civil law) misalnya
perzinahan (adultery) tidak lagi dikategorikan sebagai kejahatan sipil.19
3.2 Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia
Konstitusi Indonesia, yakni UUD '1945 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan
beragama, dalam Pasal 28E ayat (1). Ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.”
Peran negara untuk itu juga dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”. Sayangnya,
ketegasan serupa sepertinya absen dalam banyak peristiwa bernuansa sama; pembatasan
bahkan pelarangan warga negara menjalankan ibadahnya. Dalam isu yang sama, Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saja mencatat ada sepuluh jenis pelanggaran
HAM yang dilaporkan sepanjang kurun tiga bulan; April hingga Juni 2015.
Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komisi ini mencatat
di antaranya ada penyegelan, penutupan dan pelarangan terhadap rumah ibadah dan kegiatan
beribadah pada Masjid Al-Hidayah milik jemaat Ahmadiyah di Depok, Musala An-Nur di
Bukit Duri Jakarta Selatan, penghentian pembangunan Masjid Nur Mushafir di Kupang,
penutupan Musala As-Syafiiyah di Denpasar Bali. Khusus kasus di Bukit Duri, yang notabene
di Jakarta, warga bersama lurah, ketua RW dan ketua RT setempat memaksa JAI Bukit Duri
menghentikan seluruh kegiatannya. Polisi tak melarang pemaksaan tersebut.
Sementara itu, di Aceh Singkil, sejak 2012 penyegelan terhadap 19 gereja juga
dilakukan pemerintah setempat. Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang Rumah Ibadah, juga
disebut sebagai akar persoalan, mempersulit kelompok minoritas mendirikan rumah ibadah di
sana. Di Aceh, beberapa organisasi juga diadili, dengan tudingan “sesat”. Intoleransi juga
19 Natalie Goldstein dalam Fatmawati “Perlindungan atas hak kebebasan beragama dan beribadah dalam
negara Hukum Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011, hlm. 424.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
73
terjadi di Provinsi Jawa Barat. Di sejumlah kasus di atas, negara terkesan menafikan hak asasi
warganya. Bahkan, pada kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang
jemaatnya kerap beribadah di depan Istana Negara, hukum dan aparaturnya seolah raib.
Gereja masih disegel, meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa
bangunan GKI Yasmin legal. Esensi kebebasan beragama memang bukan sebatas pada datang
dan beribadah pada rumah ibadah. Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Musdah Mulia
berpendapat, ada sejumlah unsur dalam kebebasan beragama. Termasuk bebas berpindah
agama atau kepercayaan, dan bebas memanifestasikan ritual agamanya. Ini berlaku bagi
semua umur, gender, dan kelas sosial. Berbagai penjabaran dari kebebasan beragama itu, juga
seharusnya dilindungi, bukan sebatas pada rumah ibadah dan kegiatannya. Polri dan
Kementerian Agama juga menjalankan fungsi-fungsi negara untuk itu.20
Indonesia secara fundamental menjadikan hak kebebasan beragama pada sila pertama
Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan dasar falsafah negara (philosofische
grondslag).21
Diantara hak-hak dasar manusia yang terpenting adalah hak kebebasan
beragama. Legitimasi perundang-undangan termasuk hirarki perundang-undangan yang
paling tinggi (UUD 1945) memberi peluang besar bagi kebebasan beragama di Indonesia.
Hukum di Indonesia tidak pernah diskriminatif dalam hal memberian kebebasan yang
sebesar-besarnya bagi pemeluka agama manapun untuk beribadah dan menjalankan
keyakinannya masing-maisng.
Jaminan kebebasan beragama di Indonesia, dinyatakan dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana dalam Pasal 22 Ayat (1) negara
memberi jaminan bagi warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama
dan keyakinan yang dianut oleh setiap orang. Ini berarti setiap orang berhak memeluk
agamanya dan kepercayaan menurut keyakinannya sendiri, tanpa dapat dipaksa oleh
siapapun.
20 Sumber: http://www.sinarharapan.co/news/read/150722189/perlindungan-terhadap-kebebasan-beragama
21 Dalam pandangan Soekarno yang menyatakan bahwa “Philosofische grondslag itulah fundamental, filsafat,
pikiran yang dalam, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang
kekal abadi”.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
74
Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin dalam konstitusi menurut
tatanan hukum positif, tidak serta-merta menjamin kebebasan dalam praktek. Konstitusi
Republik Indonesia memberikan jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan
bagi setiap rakyat di dalam Pasal 28 E UUD 1945 Negara menjamin setiap warga Negara
untuk sebebas-bebasnya memeluk agama dan juga beribadat menuru tata cara agamanya,
termasuk memilih pendidikan yang sesuai dengan agama yang dipeluk. Kemudian
dilanjutkan dalam ayat (2), dimana diman setiapa warga Negara memiliki hak untuk secara
bebas meyakini kepercayaan termasuk menyatakan pikiran sesuai yang diyakini oleh hati
nuraninya.
Kemudian Pasal 29 Ayat (1) juga menyatakan "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa." Lebih lanjut dalam Pasal 29 Ayat (2) menyebutkan "Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu."
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama menyatakan,
Setiap orang dilarang penafsiran tentang suatu agama yang ada dan diakui resmi di Indonesia
di muka umum, seperti menceritakan, menganjurkan termasuk mengusahakan adanya
penafsiran tersebut. Termasuk juga melakukan kegitan yang menyerupai kegiatan suatu
agama tertentu di Indonesia. Melakukan hal tersebut bisa dipidana.
Konsepsi agama yang utama di Indonesia menurut ketentuan di atas adalah Islam,
Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
negara melarang setiap warganya untuk melakukan tindakan “kampanye” dimuka umum
suatu perbuatan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama yang diakui di Indonesia, yakni
yang telah disebutkan di atas baik dengan cara penafsiran tanpa berdasarkan kaidah-kaidah
penafsiran masing-masing agama maupun tindakan peribadatan yang berbeda yang baik yang
sudah menjadi budaya suatu agama atau legitimasi agama menurut pokok-pokok ajaran dari
agama itu.
Keberadaan UU No 1/PNPS/1995 pernah dilakukan uji materil (judicial review) ke
Mahkamah Konstitusi. Namun, majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada saat itu menolak
seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon uji materil tersebut, sehingga undang-
undang tersebut masih berlaku dan dinyatakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
75
Dasar 1945. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa negara Indonesia
adalah Negara dengan berdasarkan ketuhanan yang maha esa yang memberikan jaminan bagi
warga negara Indonesia untuk memeluk agama yang dikehendaki dan menjalankan
peribadatan sesuai keyakinannya.22
Majelis hakim juga berpendapat bahwa dalil yang pemohon ajukan, yang menyatakan
bahwa negara tidak dapat melakukan intervensi terhadap kebebasan beragama tidak tepat,
mengingat fungsi negara tersebut dilaksanakan demi menjaga kepentingan umum. Dalam
putusannya majelis hakim juga berpendapat bahwa pembatasan terhadap hak kebebasan
beragama sebagai bentuk diskriminasi, dimana hal itu dilakukan sebagai wujud perlindungan
terhadap hak orang lain.23
3.3. Bentuk Tanggung Jawab Negara Dalam Menjamin Kebebasan Beragama
Secara konstitusional, lahirnya tanggung jawab negara dalam menjamin kebebasan
beragama merupakan kosekuensi yuridis dari ketentuan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin
kemerdekaan dari setiap penduduk Indonesia untuk memeluk agama masing-masing dan
untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya”itu. Menurut Yusril Ihza Mahendra
ketentuan Pasal 29 UUD 1945 tersebut dari aspek teologi keagamaan, kebebasan memeluk
dan menjalankan agama itu bersifat transeden yang bersumber dari Tuhan.24
Indonesia“merupakan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang berarti,
secara prinsip bangsa Indonesia tidak lain dan tidak bukan ialah bangsa yang beragama
walaupun demikian Indonesia bukan negara”agama.Negara memberikan jaminan dan
perlindungan bagi hidup dan berkembangnya agama dalam negara, dan para penganut agama
berhak untuk sebebas-bebasnya melaksanakan dan mengembangkan agamanya sesuai
dengan”kepercayaan yang dianut.
Bentuk kewajiban negara dalam memberikan perlindungan, penghormatan, serta
pemenuhan bagi kemerdekaan beragama dan berkepercayaaan akan tercapai dengan
memberikan jaminan dan perlindungan bagi warga Negara dalam kemerdekaan beragama. Di
22 Sodikin, “Hukum dan Hak Kebebasan Beragama” Jurnal Cita Hukum, Vol. 1 No.2 Desember 2013, hlm.
128. 23 Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian UU Nomor 1/PNPS/1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan UUD 1945 24 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan
Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 105.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
76
sisi lain juga perlunya memberikan pelayanan dan bimbingan bagi warga Negara dalam
beragama, serta melakukan pengawasan terhadap adanya aliran-lairan kepercayaan dan
agama yang dapat membahayakan masyarakat, negara dan bangsa. Pemerintah dengan
otoritas yang dimilikinya dapat melakukan pencegahan atas penyalahgunaan atau penodaan
agama sehingga terwujudnya keamanan dan”ketertiban masyarakat.
Negara juga harus mencegah tindakan main hakim sendiri yang banya merebak dalam
masyarakat. Pemidanaan perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang melakukan kekerasan
terhadap pemeluk agama yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Hal ini dianggap
perlu untuk mencegah terjadinya konflik horizontal antara pemeluk agama yang hal ini dapat
mengganggu stabilitas Negara dan berpotensi mengancam integritas bangsa. Negara juga
perlu memasukan dalam kurikulum pendidikan tentang ajaran pluralisme untuk memperluas
wawasan kebangsaan terutama pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.
Dari aspek legislasi,“bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan kebebasan
beragama dapat dilakukan dengan membuat aturan hukum dan kebijakan untuk menciptakan
rasa aman dan tentram bagi masyarakat dalam melaksanakan ibadah, agama
dan”keyakinannya. Ini merupakan amanat hukum dan HAM, yaitu bahwa negara mempunyai
kewajiban pokok terhadap hak asasi warga negara yaitu: melindungi (to protect), memenuhi
(to fulfill) dan menghormati (to respect) hak asasi warga negara, dimana hak atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan turut”di dalamnya. Sebagaimana kita ketahui sampai saat ini
Indonesia belum memiliki undang tentang kebebasan beragama, keberadaan undang-undang
ini sangat diperlukan untuk mengatur lebih lengkap tentang jaminan kebebasan beragama di
Indonesia.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Indonesia sebagai negara hukum telah mengakui dan menghormati kebebasan beragama
dalam hukum positifnya seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 29 ayat
(2), Pasal 18 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yaitu dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Setiap orang bebas memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
77
Sebagai negara hukum Indonesia memposisikan hak asasi manusia sebagai titik sentral
dalam perlindungan dan jaminan terhadap hak kebebasan menjalankan agama dan keyakinan.
Negara memberikan kebebasan untuk agama atau kepercayaan dimanifestasikan dalam bentuk
ritual dan juga peribadatan. Kebebasan yang diberikan negara juga terbebas dari segala bentuk
pemaksaan, Intimidasi dan diskriminasi.. Kebebasan juga diberikan bagi setiap komunitas
keagamaan untuk berorganisasi atau berserikat. Dalam pelaksanaan tanggung jawabnya, negara
melakukan pembatasan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui peraturan
perundang-undangan.
Sebagai saran dalam artikel ini, pemerintah Indonesia perlu segera melahirkan
undang-undang tentang Kebebasan beragama. Sehingga pengaturan tentang jaminan
kebebasan beragama dapat diatur lebih konprehensif
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Adam muhshi, Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan Beragama,
Jakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2015
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, Yayasan HAM,
Demokrasi dan Supremasi Hukum, Bandung, 2001
Benny Soesetyo, Kegagalan Negara Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Setara Institute, Jakarta, 2010
El Khanif, Hak Asasi Manusia; Dialektika Universalisme vs Relativisme di Indonesia, Lkis
Pelangi Aksara, 2017
Goldstein Natalie, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010
Haas Michael, International Human Rights: A Comprehensive Introduction, published,
(London and New York: Routledge, 2008
Jazim Hamidi dan M.Husnu Abadi, Intervensi Negara terhadap Agama: Studi Konvergensi
atas Politik aliran Keagamaan dan reposisi Peradilan Agama di Indonesi, Jakarta: UI
Press, 2001
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021
Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama
78
Joseph Partsch karl, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam
Ifdhal Kasim, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, ELSAM, Jakarta, 2001
Kasim Ifdhal, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku, Jakarta: ELSAM, 2001
K.M. Smith Rhonna, Hukum dan HAM, Pusham UII, Yogyakarta, 2008
Mac Iver M.R, The Modern State, 7th
ed., Oxford University Press, London, 1955
Mahendra Ihza Yusril, Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah
Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press,
1996
Natalie Goldstein, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010
B. Jurnal dan hasil Penelitian
Faiq Tobroni, “Keterlibatan Negara dalam Mengawal Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan
(Komentar Akademis atas Judicial Review UU No. 1/PNPS/1965)” Jurnal Konstitusi,
Volume 7, Nomor 6, Desember 2010
Frans Sayogie, “Perlindungan Negara Terhadap hak Kebebasan beragama: Perspektif Islam
dan Hak Asasi manusia Universal”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013
Fatmawati, Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara
Hukum Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011
Karl Joseph Partsch, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam
Ifdhal Kasim, et-al., Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, cet. 1, ELSAM,
Jakarta, 2001
Makau Matua, Limitations Religious Rights: Problematizing Religious Freedom in the
African Context, article. Dalam Henry J. Steiner, et-al., Tanpa judul, Tanpa penerbit,
Tanpa kota penerbit, Tanpa tahun, hal. 485
Sodikin, “Hukum dan Hak Kebebasan Beragama” Jurnal Cita Hukum, Vol. 1 No.2 Desember
2013
C. Putusan Pengadilan
Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-Undang
Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama