BAB I.
PENDAHULUAN
Penyakit jantung reumatik ( PJR ) adalah komplikasi yang paling serius dari demam
rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh Streptococcus Beta
Hemolitikus Grup A (SGA) pada anak. Sebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik
akut akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai insufisiensi
katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan kematian. Pada penyakit jantung rematik
kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup dengan berbagai berbagai derajat regurgitasi,
dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.1
Pengenalan sedini mungkin terhadap keterlibatan jantung menjadi bagian penting dalam
mencegah terjadinya kerusakan jantung lebih lanjut. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
dibahas mengenai kriteria diagnosis terbaru serta pencegahan terhadap terjadinya masalah
lebih lanjut.
1
BAB II.
ANATOMI
Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan
sebagian tertutup oleh jarinbgan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3,4, dan 5.
Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis media sternum. Jantung
terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari
rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga 4 – 5 dekat garis medio- klavikuler
kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior.
Ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan,
lemak epikardium dan nutrisi seseorang.(5)
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi
dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang
mengelilingi jantung.Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks
setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus
interventrikuler anterior di sebelah depan, yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri,
dan sulkus interventrikularis posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri
desendens posterior.2
Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung. Perikardium
terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral ( epikardium) dan perikardium parietal.
Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal.
Selanjutnya jaringan ini akan berputar – lekuk (releksi) menjadi perikardium parietal,
sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah
bergerak saat pemompaan darah. 2
2
Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun kompak pada bagian tengah jantung yang
merupakan tempat pijakan atau landasan ventrikel, atrium dan katup – katup jantung. Bagian
tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian
medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral
kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari
katup trikuspid dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung
otot ventrikel, atrium, katup trikuspid,dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka
jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars
membranasea.Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup
trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan.2
Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan, darah vena mengalir kedalam
jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang
tertampung selama fase sistol ventrikel. Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan
dibanding dengan ventrikel kanan atau atrium kiri. Pada bagian antero- superior atrium kanan
terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel.Permukaan
endokardium atrium kanan tidak sama; pada posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah
lateral dan aurikel permukaannya kasar dan tersusun dari serabut – serabut otot yang berjalan
paralel yang disebut otot pektinatus.Tebal rata – rata dinding atrium kanan adalah 2 mm.2
Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat
dibawah manubrium sterni.Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel
kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan
melintang.Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis
dengan tebal 4 –5 mm. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan
alur keluar.Ruang alur masuk ventrikel kanan ( right ventricular inflow tract) dibatasi oleh
3
katup trikuspid, trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan.Sedangkan alur keluar
ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding
licin terletak dibagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus
arteriosus.Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak
tepat di atas daun katup trikuspid.2
Atrium kiri, menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding
postero – superior atau postero-lateral, masing - masing sepasang vena kanan dan kiri.Letak
atrium kiri adalah di posterior-superior ari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak.Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding
atrium kanan.Endokardiumnya licin dan otot pektinati hanya ada pada aurikelnya. 2
Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah
ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis.Bagian dasar ventrikel tersebut adalah anulus
mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2- 3 kali lipat diding ventrikel kanan. 2
Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan
dengan ventrikel kanan , katup mitral atau bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri
dengan ventrikel kiri setra dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup
pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup
aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.2
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis.
Serabut – serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan ventrikel termasuk
pembuluh darah koroner.Saraf parasimpatis terutam memberikan persarafan pada nodus
sinoatrial,atrioventrikular dan serabut – serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke ventrikel
kiri. 2
4
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal atas,
yaitu torakal 3- 6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian
berakhir pada ganglion servikalis superior, medial, atau inferior. Serabut post – ganglionik
akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam jantung.Persarafan parasimpatis berasal
dari pusat nervus vagus di medulla oblongta; serabut – serabutnya akan bergabung dengan
serabut simpatis di dalam pleksus kardialis.Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin.2
Pendarahan jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner utama
yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsalva aorta.Arteri
koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus sirkumfleks dan ramus
interventrikularis anterior. Arteri koroner kanan bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis,
ramus marginalis dan ramus interventrikularis posterior.2
Aliran balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang berjalan
berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan melalui sinus
koronarius.Selain itu terdapat juga vena – vena kecil yang disebut vena Thebesii, yang
bermuara langsung ke dalam atrium kanan.2
Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu subendokardial,
miokardial dan subepikardial. Penampunga cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling
besar adalah pleksus subepikardial, dimana pembuluh – pembuluh limfe akan membentuk
satu trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di
depan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri
inominata.2
1.3 Fisiologi jantung
5
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial aksi
yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara
berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan
otoritmisitas. Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil
yang melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel – sel pekerja ini dalam keadaan normal
tidak menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel
otoritmik, tidak berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan
potensial aksi yang bertanggungjawab untuk kontraksi sel – sel pekerja.2
Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel otoritmik.
Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum diketahui. Secara umum
diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan siklis fluks pasif K+ keluar yang
langsung bersamaan dengan kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel – sel otoritmik jantung,
antara potensial – potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel
otot rangka. Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial – potensial aksi,
karena saluran K+ diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti
penurunan gradien konsentrasi mereka.Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak
berubah, bagian dalam secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah
ambang.Setelah ambang tercapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap
pengaktifan saluran Ca2+ dan influks Ca2+ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka,
dengan influks Na+ bukan Ca2+ yang mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase turun
disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi peningkatan
permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+.Setelah potensial aksi usai, inaktivasi saluran
– saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya. Sel – sel jantung yang mampu
mengalami otortmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus AV, berkas His dan serat
purkinje.2
6
Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan otoritmik jantung
Jaringan Potensial aksi per menit
Nodus SA ( pemicu normal) 70 – 80
Nodus AV 40 – 60
Berkas His dan serat – serat purkinje 20 - 40
Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan menyebar ke
atrium melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus AV. Karena konduksi
nodus AV lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke
ventrikel. Dari nodus AV, potensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu
kanan dan terakhir adalah ke sel purkinje.2
Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan gelombang
depolarisasi yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap junction.
7
Potensial aksi di sel kontraktil jantung
Merambat menuruni T. tubul
Masuknya Ca2+ dari CES
Peningkatan pengeluaran Ca2+ dr retikulum sarkoplasma
Ca2+ di sitosol meningkat
Kompleks troponin – tropomiosin di filamen tipis bergeser
Siklus jembatan silang
Filamen tipis bergeser ke dalam diantara filamen tebal
Kontraksi
Kontraksi otot jantung dilihat dari segi biokimia, otot terdiri dari aktin, miosin,
dan tropomiosin. Aktin, G aktin monomerik menyusun protein otot sebanyak 25 %
berdasarkan beratnya. Pada kekuatan ion fisiologik dan dengan adanya ion Mg2+ akan
membentuk F aktin. Miosin, turut menyusun 55 % protein otot berdasarkan berat dan bentuk
filamen tebal. Miosin merupakan heksamer asimetrik yang terdiri 1 pasang rantai berat dan 2
pasang rantai ringan. Troponin ada 3 jenis yaitu troponin T yang terikat pada tropomiosin,
troponin I yang menghambat interaksi F aktin miosin dan troponin C yang mengikat
kalsium.2
Mekanisme kontraksi otot, adanya eksitasi pada miosit akan menyebabkan
peningkatan kadar Ca2+ di intraseluler.Eksitasi akan menyebabkan Ca2+ msk dari ECM ke
8
intrasel melalui L type channels lalu Ca2+ tersebut akan berikatan dengan reseptor ryanodin-
sensitive reseptor di Sarkoplasmik retikulum dan akan dihasilkan lebih banyak lagi Ca 2+
( CICR = Ca2+ induced Ca2+ release). Kalsium yang masuk akan berikatan dengan
troponin C dan dengan adanya energi dari ATP akan menyebabkan kepala miosin lepas dari
aktin dan dengan ATP berikutnya akan menyebabkan terdorongnya aktin ke bagian dalam
( M line ). Proses ini terjadi berulang – ulang dan akhirnya terjadi kontraksi otot.(5)
Sumber ATP untuk kontraksi berasal dari anaerob glikolisis, glikogenolisis,
kreatin fosfat, dan fosforilasi oksidatif. SumberATP pertama sekali adalah cadangan ATP,
setelah itu menggunakan kreatin fosfat diikuti dengan glikolisis anaerob, lalu glikolisis aerob
dan akhirnya lipolisis.(5)
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan
ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi,
katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak
berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di
ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80%
dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam
diastol disebut End Diastolic Volume .2
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi
ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap
tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot.
Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan
pada aorta dan pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya
darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah
yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume.2
9
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan stetoskop
selama siklus jantung.Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan relatif lama-sering
dikatakan terdengar seperti “lub”. Bunyi jantung kedua memiliki nada yang lebih tinggi, lebih
singkat dan tajam- sering dikatakan dengan terdengar seperti “dup”. Bunyi jantung pertama
berkaitan dengan penutupan katup AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan
penutupan katup semilunar. Pembukaan tidak menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul
karena getaran yang terjadi di dinding ventrikel dan arteri – arteri besar ketika katup
menutup, bukan oleh derik penutupan katup. Karena penutupan katup AV terjadi pada awal
kontraksi ventrikel ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, bunyi
jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel.Penutupan katup semilunaris terjadi pada
awal relaksasi ventrikel ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta
dan arteri pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol
ventrikel.2
10
BAB III.
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
III.1 ETIOLOGI
Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus
termasuk kelompok bakteri yang heterogen dan tidak ada satu sistimpun yang mampu untuk
mengklasifikasikannya.
Klasifikasi 3
a. Morfologi koloni dan reaksi hemolitik pada media darah agar
Beta hemolisis adanya lisis komplit disekitar koloni sel eritrosit, sedangkan alfa hemolisis
adalah lisis sebagian, dan terdapat pula non-hemolitik.
b. Substansi grup spesifik ( Lancefield )
Didasarkan pada asam panas atau ekstrak enzim mengandung substansi kabohidrat grup
spesifik. Di kelompokkan dalam: grup A-H dan K-U
c. Kapsul polisakarida
Spesifitas antigenik pada polisakarida kapsul untuk mengklasifikasikan S.pneumoniae
menjadi 84 jenis dan untun mengelompokkan bakteri streptococcus grup B.
d. Reaksi biokimia.
Morfologi dan indentifikasi
Coccus tunggal mempunyai bentuk seperti bola atau bulat dan tersusun seperti rantai.
Pada umur biakan tertentu dan bila bakteri mati, mereka kehilangan sifat gram-positifnya dan
berubah menjadi gram-negatif, hal ini dapat terjadi setelah inkubasi selama semalam.
Beberapa memiliki kapsul polisakarida yang dapat dibedakan dengan pneumococcus.
Sebagian besar dari grup A,B, dan C memiliki kapsul yang terdiri dari asam hialuronat, yang
menghalangi fagositosis. Dinding sel terdiri dari protein ( antigen M, T, dan R ), karbohidrat
(kelompok spesifik), dan peptidoglikan. Pili terdapat pada grup A, yang berisi sebagian dari
protein M dan dilindungi oleh asam lipoteichoic, merupakan komponen penting untuk
perlekatan streptococcus pada sel epithelial.
11
Struktur antigenik dapat ditemukan dalam beberapa substansi antigen dalam
(1)kelompok antigen dinding sel spesifik, karbohidrat yang terdapat dalam dinding sel
streptococcus dan dipakai sebagai dasar pengelompokan serologi,
(2) Protein M. Merupakan faktor utama S.pyogenes grup A, yang menjadikan bakteri virulen
dan akan menolak fagositosis oleh PMN. Terdapat lebih dari 80 jenis protein M, sehingga
menyebabkan seseorang dapat terinfeksi berkali-kali. Memiliki molekul berbentuk seperti
batang yang menggulung yang memisahkan fungsi utamanya. Struktur seperti ini
memungkinkan terjadinya perubahan urutan yang bessar ketika mempertahankan fungsinya,
dengan 2 kelas struktur utama pada protein M yaitu kelas I dan kelas II. Tampaknya protein
M dan antigen dinding sel bakteri streptococcus yang lain memiliki peranan penting dalam
patogenesis pada demam rematik. Komponen dinding sel pada jenis M tertentu yang dapat
mengakibatkan antibodi bereaksi denga jaringan otot jantung. 2
(3) Substansi T : tidak memiliki kaitan dengan virulensi dari bakteri streptococcus
(4) Nukleoprotein : substansi P yang memiliki nilai serologi yang kecil
Gambar II.1 Struktur permukaan sel Streptococcus pyogenes dan sekresi produk yang
berperan dalam virulensi.4
12
Toksin dan Enzim3
Lebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dala grup A diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Streptokinase ( Fibrinolisin ) dihasilkan oleh banyak strain pada bakteri streptococcu beta
hemolitik grup A, mengakibatkan perubahan bentuk plasminogen pada plasma menjadi
plasmin yang merupakan enzim proteolitik yang mengurai fibrin dan protein lain.
b. Streptodornase : dapat melakukan depolimerisasi DNA.
c. Hyaluronidase : dapat memecah asam hialuronat yang merupakan substansi dasar pada
jaringan ikat, dengan tujuan menyebarkan mikroorganisme penyebab infeksi. Hyaluronidase
bersifat antigenik dan spesifik untuk setiap bakteri atau sumber jaringan.
d. Eksositosin piogenik : dihasilkan oleh bakteri streptococcus grup A. Terdapat tiga jenis
antigen berbeda dari streptococal pyogenic exotoxin : A,B, dan C. Eksotoksin A dihasilkan
dari streptococcus grup A yang membawa fase lisogenik dan merupakan supra antigen.
e. Disphosphopyridine nucleotidase : kemampuan untuk mematikan leukosit.
f. Hemolisin : proses heolisi sel darah merah secara in vitro padap berbagia tingkatan.
Kerusakan sempurna pada eritrosit disertaindengan terlepasnya hemoglin disebut dengan beta
hemolisis. Sedang lisis eritrosit yang tidak lengkap dengan susunan pigmen hijau disebut alfa
hemolisis S.pyogenes hemolitik β grup A menghasilkan dua hemolisin ( streptolisin), yaitu :
a. Streptolisin O : merupakan suatu protein dengan BM 60.000 yang dapat menghemolisis
secara aktif dalam keadaan tereduksi, namun secara cepat tidak aktif bila terdapat oksigen.
Streptolisin O berkombinasi secara kuantitatif dengan antistreptolisin O yaitu suatu antibodi
yang muncul dalam infeksi berkelanjutan pada tubuh manusia dnegan beberapa streptococcus
yang memproduksi streptolisin O.
b. Streptolisin S : suatu bahan yang kurang bertanggung jawab untuk timbulnya daerah
hemolitik disekelining koloni bakteri streptococus yang tumbuh pad apermukaan media
lempeng agar darah. Tidak bersifat antigenik.
III.2 EPIDEMIOLOGI 1,5
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo)
adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan
bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-
15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara
13
orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun,
dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen. 5
Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan penyakit
jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal jantung dan
memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan gagal
jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka kematian PJR bervariasi
dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per 100,000 populasi di Cina, dan
perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh dunia.
Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio WHO Amerika sampai 7,6
di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs ( Disability-adjusted life years ) kehilangan
diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000
populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.5
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15
tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak
secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.1
Di Fiji insidens demam rematik akut pada usia 5-15 tahun adalah 15,2 kasus dalam 100.000
populasi sedangkan di New Zealand 3.4 kasus dalam 100.000 populasi, dan kurang dari 1
kasus di Amerika Serikat. 1
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60%
mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih
sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini
memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini
memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi.
Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi
murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni
insufisiensi.
III.3 PATOFISIOLOGI 1,6,7
Demam rematik akut adalah penyakit akut inflamasi multisistim yang timbul
terlambat (beberapa minggu) merupakan suatu komplikasi non-supuratif dari faringitis yang
14
disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus grup A( SGA ).1,5 Penyakit ini ditandai oleh
keterlibatan jantung, sendi, sistim saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit. Selain jantung,
yang lainnya hanya terlibat sementara dan ringan.1
Konsekuensi terpenting utama dari demam rematik adalah deformitas kronik katup jatung
dengan karakter utama pembentuk penyakit katup fibrotik (biasanya mitral stenosis) yang
menyebabkan disfungsi permanen dan berat terkadang fatal dan menimbulkan masalah
jantung dekade selanjutnya.
III.4.1 Demam rematik akut
Terdapat 2 teori dari terjadinya demam rematik yang pertama adalah sitotoksik dan teori
imunologi6. Teori sitotoksik menduga toksin dari SGA terlibat dalam patogeneins demam
rematik akut dan PJR. SGA memproduksi beberapa enzim yang sitotoksik terhadap sel
jantung mamalia, seperti streptolisin O, dimana memiliki efek sitotoksik langsung pada sel
amamlia pada kultur jaringan. Namun demekian salah maslah utma adalah hipotesis
sitotoksik tidak dapat menjelaskan periode laten diantara faringitis SGA dan onset dari
demam rematik akut.
Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga adanya reaksi
silang antara komponen SGA dan sel mamalia.7 Diperkirakan terjadi reaksi silang oleh karena
adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein M ( subtipe 1,3,5,14,18,19 dan
24 )5 dari SGA dengan antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan lainnya.1
III.4.2 Penyakit Jantung Rematik (PJR)
M protein pada SGA ( M1,M5,M6, dan M19 ) bereaksi silang dengan glikoprotein pada
jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.7
Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein
yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena secara
urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak
kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya. 7
Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium katup
diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan Interleukin.1
15
Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang terutama
dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini terdiri dari
fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T terkadang
plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan patognomonik
dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang berlimpah dan nuklei
semtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita bergelombang yang
disebut caterpillar cell. 6,7
Selama fase akut, inflamsi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga lapisan
dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai pankarditis.
Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous sehingga
diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule. Pada
miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga
perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus
inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid didalam cusps atau sepanjang korda tendinae
dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut veruka di sepanjang garis
penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada
daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen dan
menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung. 6
Lesi sub endokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang memulai
penebalan iregular disebut plak MacCallum biasanya pada atrium kiri. PJR kronik memiliki
karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam partikel kecil, daun katup menjadi
mebeal dan retraksi menyebabkan deformitas permaen. Perubahan anatomi utama pada katup
mitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi komisural dan pemendekan, serta
penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan ( fish-mouth
defromity) Pada penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan katup lain
seperi aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting. 6,7
Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang
menguranig lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh
jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada
spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik. 6,7
16
Gambar III.1.
Penyakit Jantung Rematik
Akut dan Kronik6
*Keterangan Gambar III.1
PJR Akut dan Kronik. Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan
PJR kronik. Veruka terlihat sepanjang garing garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda
panah). Episode valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi korda
tendinae. Gambar B. Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis
rematik akut. Intersitium miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi
beberapa histiosit yang besar dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan
sentral nekrosis. Gambar C dan D mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi
daun katup, fusi komisural ( lihat tanda panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae.
17
Dilatasi nyata dari atrium kiri terlihat pada atrium kiri. Gambar D Katup terbuka. Adanya
neovaskularisasi pada anterior daun katup mitral (tanda panah). Gambar E spesimen dari
aorta stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan distorsi dari cusps dengan fusi
komisural. 6,7
PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral ( 99% kasus ).
Dengan adanya mitral stenosis, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan mungkin terdapat
trombus mural apakah apa tepi atau sepanjang dinding. Kongestif paru yang lama memulai
perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan menuju kepada hipertrofi ventrikel
kanan.6,7
Gambar III.2 Sekuens patologi dan morfologi dari penyakit jatung rematik
18
III.4 MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi Jantung dari demam rematik akut6,7
Pankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi kedua tersering dari demam
rematik akut ( 50% ). Dalam kasus yang berat, pasin mengeluhkan kesulitan bernafas
(dispnea), nyeri dada ringan sampai sedang, nyeri dada pleuritik, edema, batuk, atau
ortopnea.
Pada pemeriksaan fisik, kardiris terutama dideteksi dengan adanya murmur baru dan
takikardia diluar proporsi demam. Murmur baru atau berubah harus disadari untuk diagnostik
valvulitis rematik
Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan echo-Doppler untuk pembuktian
insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta insufisiensi, mungkin cukup untuk diagnosis
karditis ( walaupun tanpa adanya penemuaan pada auskultasi )
Manifestasi lain dari jantung dapat meliputi gagal jantung dan perikarditis
Murmur baru atau berubah
Murmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan insufisiensi katup. Murmur
berikut ini adalah yang paling sering ditemukan selam demam rematik akut :
a. Murmur pansistolik apikal : bernada tinggi, murmur dengan blowing quality dari
mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila kiri. Tidak dipengaruhi oleh respirasi dan posisi
dengan intensitas bervariasi tetapi grade 2/6 atau lebih besar. Mitral insufisiensi berhubungan
dengan disfungsi katup, korda dan muskulus papilaris
b. Murmur diastolik apikal ( Carey-Coombs murmur ) : didengar pada karditis aktif dan
mitra insufisiensi yang berat. Mekanisme murmur ini ada mitral stenosis ketika volume yang
banya dari aliran regurgitasi melewati katup mitral selama pengisian ventrikel. Terdengar
paling baik dengan stetoskop bell, dengan posisi pasien lateral kiri dan menahan nafas selama
ekspirasi
c. Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur dari regurgitasi
aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan terdengan paling baik sepanjang kanan atas
dan kiri tengan garis sternal setelah ekspirasi dalam dengan pasien duduk badan maju ke
depan.
Gagal Jantung Kongestif
19
Gagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau
miokarditis. Pada pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gagal jantung meliputi takipnea,
ortopnea, distensi vena jugularis, rales, hepatomegali, ritme galop, edema dan pembengkakan
ekstremitas.
Perikarditis
Pada pemeriksaan fisik adanya adanya perikardial friction rub mengindikasinya adanya
perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup pada jantung dan suara jantung yang bergumam,
konsisten dengan edusi perikardial
B. Manfestasi Jantung dari Penyakit Jantung Rematik Kronik
Deformitas katup, tromboembolisme, anemia hemolitik jantung, dan aritmia artium adalah
manifestasi yang paling sering dari PJR kronik.
Mitral insufisiensi
Gejala fisik bergantung kepada derajat keparahn, pada penyakit ringan, tanda gagal jantung
tidak terlihat, prekordium tenang dan pada auskultasi terdapat holosistolik murmur yang
menjalar ke aksila6 . Pada mitral insufisiensi berat, tanda dari gagal jatung dapat terlihat,
jatung membesar, dengan impuls ventrikel kiri apikal yang berat tidak jarang terdapat thrill
sistolik apikal. Suara jantung ke-2 mungkin mengeras pada hipertensi pulmonal, bunyi
jantung ketiga biasanya menonjol. Terdengar holosistolik murmur, serta murmur pendek mid-
diastolik yang bergemuruh.
Mitral stetonis
Pasien dengan lesi minimal tidak memiliki gejala. Derajat yang lebih berat dari obstruksi,
berhubungan dengan intolerasi kegiatan dan dispnea. Pada lesi kritis dapat terjadi ortopnea,
PND , edema pulmonal dan aritmia atrial. Ketika hipertensi pulmonal telah terbentuk, terjadi
dilatasi ventrikel kanan yang menghasilkan insufisiensi triskupid fungsional, hepatomegali,
ascites, dan edema. Dapa terjadi hemoptysis sebagai penyebab dari rupturnya vena bronkial
atau pleurohilar. Dapat terjadi peningkatan JVP ( Jugular Vena Pressure ), penyakit katup
trikuspid atau hipertensi pulmonal berat pada penyakit yang berat.
20
Pada penyakit yang ringan, ukuran hati norma.,walaupun demkinan kardiomegali sedang
adalah biasa pada mitral stenosis berat. Pembesaran jantung dapat menjadi masif ketika
fibrilasi atrial dan gagal jantung terjadi tidak terduga.
Pada palpasi dapat teraba pengangkatan ventrikel kanan pada garis parasternal kanan ketika
tekanan pulmonal meningkat. Prinsip penemuan auskultasi : bunyi jantung 1 yang keras
tetapi dpat berkurang sejalan dengan penebalan katup , dan pembukaan katup (opening snap)
dari katup mitral dan mumur diastolik mitral yang panjang, bernada rendah dan rumbling
pada presistolik meningkat pada apeks. Murmur diastolik mitral dapat absen pada pasien
dengan gagal jantung. Holosistolik murmur dari insufisiensi trikuspid dapat terdengar.
Dengan adanya hipertensi pulmonal, komponen pulmonal dari bunyi jantung ke-2 mengeras.
Terjadi pada 25% pasien dengan PJR kronik dan berasosiasi dengan mitral insufisiensi pada
40% lainnya. Fibrosis progresif ( penebalan dan kalsifikasi dari katup ) terjadi dari waktu ke
waktu menyebabkan pembesaran atrium kiri dan pembentukan trombi mural pada ruang ini.
Stetonis aorta7
Stenosis aorta dari PJR kronik secara tipikal berhubungan dengan aorta insufisiensi.
Komisura katup dan cusps menjadi melekat dan bersatu, lubang katup menjadi kecil dengan
bentuk bulat atau segitiga. Pada auskultasi S2 terdengar sendiri karena daun katup aorta yang
imobile dan tidak memproduksi suara penutupan aorta. Murmur sistolik dan diastolik dari
stenosis aorta dan insufisiensi terdengar paling baik pada bagian bawah jantung.
Insufisiensi Aorta6
Pada PJR kronik aorta insufisiensi, sklerosis dari katup aorta hasil dari distorsi dan retraksi
dari cusps. Kombinasi dengan mitral insufisiensi lebih sering terjadi daripada keterlibatan
aorta sendiri. Gejala biasanya tidak terjadi kecuali berat. Volume sekuncup yang besar dan
kontraksi ventrikel kiri yang kuat dapat menghasilkan palpitasi, terjadi intoleransi panas dan
keringat berlebih berelasi dengan vasodilatasi. Dispnea dapat berkembang menjadi ortopnea,
edema pulmonal. Angina dapa di cetuskan oleh aktivitas yang berat. Serangan malam dengan
keringat, takikardia, nyeri dada dan hipertensi dapat terjadi.
21
Pada pemeriksaan fisik, pulse pressure lebar, tekanan darah sistolik meninggi dan diastolik
merendah. Pada insufisensi aorta berat terjadi pembesaran ventrikel kiri. Thril diastolik
mungkin ada. Murmur tipikal mulai segera dengan suara jantung ke-2 dan berlanjut sampai
akhir diastol yang terdengar pada garis sternal atas dan kiritengah menjalar ke apeks dan
daerah aorta. Murmurnya bernada tinggi, blowing, dan mudah didengar pada ekspirasi penuh
dengan posisi pasien condong ke depan. Murmur ejeksi sistolik sering terjadi karena
peningkatan stroke volume. Murmur presistolik apikal (Austin Flint murmur) menandakan
mitral stenosis terkadang terdengan sebagai hasil dari regurgitasi besar dari aliran aorta yang
menghalangi mitral membuka sepenuhnya. 6
Tromboembolisme terjadi sebagai komplikasi mitral stenosis yang lebih sering terjadi ketika
atirum kiri berdilatasi, penurunan curah jantung, dan pasien mengalami fibrilasi atrial.7
Anemia hemotilik jantung terjadi berkaitan dengan gangguan eritrosit oleh katup yang
berubah bentuk, meningkatkan destruk dan pergantian oleh trombosit mungkin terjadi.7
III.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
A. Kultur tenggorok7,8
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala demam rematik atau
PJR terlihat.organisme harus di isolasi sebelum terapi antibiotik inisiasi.
B. Tes deteksi cepat antigen
Tes ini memungkinkan deteksicepat antigen SGA dan memungkinkan diagnosis faringitis
streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih berada di ruang periksa. Karena
spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya hanya 60-90%, kultur tenggorok harus
dilakukan menambahkan hasil tes ini.
C. Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat puncaknya, oleh
karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasi infeksi SGA
sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna terutama untuk pasien dengan gejala klinis
22
yang ada hanya chorea. Titer antibbodi harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi
kenaikan.
Tes antibodi terhadap ekstraselular antistreptococcal yang paling sering adalah
antistreptolisin O ( ASO ), antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase,
antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes antibodi untu komponen
selular antigen SGA meliputi antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dan
anti M-protein antibodi.
Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular streptococcal meningkat selama
bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali ke
kadar normal setelah 6-12 tahun. ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset
demam rematik dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif
(90%) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut.
Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan titer ASO normal
dan meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO selama demam
rematik.
D. Reaktan Fase Akut
C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam rematik dikarenakan
inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifsitas yang rendah.
E. Heart reactive antibodies
Tropomiosin meningkat selama demam rematik akut.
Pemeriksaan Pencitraan7,8
A. Rontgen Thoraks6
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri,
kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda dari hipertensi vena pulmonalis dapat
juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi pada anak kecil.
23
Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks didapatkan pembesaran atirum
kiri dan pembesaran arteri pulmonalis dan ruang jantung kanan, perfusi pada bagian apikal
paru-paru yang lebih banyak
Pada insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta.
B. Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisuensi berat terlihat gel P bifasik prominen, disertai tanta hipertrofi
ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan.
Pada mitral stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched dan hipertrofi
ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta mungkin normal, tetapi pada
kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang P prominen.
Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu dengan adanya perpanjangan PR interval harus
diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR. Abnormalitas ini mungkin berhubungan
dengan inflamasi miokardial lokal yang meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi
arteri di nodus AV. Hal ini bukalah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteri
diagnostik PJR.
Bila demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, dapat terjadi ST elevasi yang
biasa terlihat pada lead II, III, aVF, and V4 -V6. Pasien dengan PJR mungkin mengalami atrial
flutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial fibrilasi dari penyakit katup mitral kronik dan
dilatasi atrium. 8
C. Doppler-echocardiogram
Pada PJR akur, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi
katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan Mozambique memperlihatkan
peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika ekokardiografi digunakan untuk screening klinis
dibandingkan dengan penemuan klinis saja.8
24
Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral regurgitasi yang ada selama fase
akut penyakit yang menghilang dalam minggu sampai bulan. Tetapi pasien dengan karditis
sedang hingga berat memiliki mitral dan atau aorta regurgitasi persisten
Penemuan penting pada ekokardiografi dari mitral regurgitasi dari valvulitis akut reumatik
adalah dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae menuju daun katup anterior dan mitral
regurgitasi jet mengarah posteriorlateral
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan ejeksi fraksi yang
normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis mempercayai insufisiensi
katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari gagal jantung pada demam rematik
akut daripada disfungsi miokardium, yang disebabkan miokarditis.
Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat perkembangan progresivitas dari
stenosis katup dan membantu penentuan waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena
menjadi tebal secara difus, dengan fusi komisura dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan
densitas echo dari katup mitral menandakan kalsifikasi.
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal dilihat pada PJR
Gambar III.3 Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right
ventricle8
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral pada PJR,
jet biru memanjang dari ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini secara tipikal mengarah ke
dinding lateral dan posterior.
25
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta tipikal dilihat pada PJR.
Gambar III.4 Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right
ventricle8
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta pada PJR,
jet merah memanjang dari aorta menuju ventrikel kiri.
World Heart Federation telah mempublikasikan guideline untuk mengidentifikasi individual
dengan PJR tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut. Berdasarkan pencitraan 2
dimesi dan pulsed-color Doppler, pasien dikategorikan kedalam PJR definit, PJR borderline,
dan normal. Untuk pasien anak (didefinisikan usia <20 tahun) definit echo termasuk
didalamnya patologi mitral regusgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi katup mitral
dari PJR, yaitu mitral stenosis dengan rata-rata gradien lebih dari 4 mmHg, patologi aorta
regurgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi dari katup aorta pada PJR atau bordeline
penyakit baik dari katup aorta dan katup mitral.
Kateterisasi Jantung8
Hal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan untuk mengevaluasi
penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon stetosis katup mitral. Hal yang
harus diperhatikan setelah prosedur ini adalan perdarahan, rasa nyeri, mual, dan muntah, serta
obsrtuksi arteri atau vena dari trombosis dan spasme. Komplikasi dapat meliputi mitral
insufisiensi setelah dilatasi ballon, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vaskular.
26
Penemuan histologi
Penemuan patologi pada katup insufisiensi adanya lesi veruka pada garis penutupan. Badan
Aschoff (perivaskular fokus-fokus dari eosinofilik kolagen, dikelilingi oleh limfosit, plasma
sel dan makrofag) ditemukan di perikardium, regio perivaskular dari miokardium dan
endokardium. Sel Anitschkow adalah makrofag besar didalam badan Aschoff8
III. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriterian Jones, tetapi saat ini telah ada kriteia yang
diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Dimana melalui kriteria yang terlah
diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis :5
1. Episode pertama demam rematik
2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR
3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR
4. Reumatik Chorea
5. Onset awal Karditis Rematik
6. PJR Kronik
27
Adapun reumatik karditis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
28
Adapun dibawah ini adalah kriteria penyakit jantung rematik menurut World Heard
Federation 2012 9
29
III.7 PENATALAKSANAAN
Medical Care
Penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk mengeliminasi
faringitis SGA (bila masih ada), mensupresi inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan
tatalakasana suportif bagia penderita gagal jantung. Pada tahap resolusi episode akut, terapi
ditujukan mencegah kekambuhan PJR pada anak dan memonitoring komplikasi dan sequele
dari PJR pada orang dewasa.
Pencegahan demam rematik pada pasien dengan SGA faringitis (Preventif Primer)
Penisilin V oral tetap adalah obat pilihan untuk terapi SGA faringitis, tetapi ampisilin dan
amoksisilin juga sama efektivitasnya. Bila penisilin oral tidak ada, dosis tunggal
intramuskular benzathine penisilin G atau benzathine/prokain penisili kombinasi adalah
terapinya.8
Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau serfalopsporin generasi
pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10 hari, azitromisin selama 5 hari, atau
spektrum sempit (generasi pertama) sefalosporin selama 10 hari.
Untuk grup rekurren SGA faringitis, 10 hari kedua dengan antibiotik yang sama dapat
diulang. Obat pilihan lainnya meliputi sefalosporin spektrum sempit, amoksisilin-klavulanat,
dicloxacillin, eritromisin, dan makrolid lainnya.
Karier SGA sulit untuk dieradikasi dengan terapi penisilin konvensional. Pemberian per oral
Klindamisin (20mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari) dilanjutkan.8,10
30
Gambar III.4 Dosis Pencegahan Primer10
Terapi pada pasien dengan demam rematik dan PJR
Terapi ditujukan mengeliminasi faringitis SGA bila masih ada, mensupresi inflamasi sebagai
respon autoimun dan memberikan terapi suportif pada gagal jantung. Terapi SGA residual
sesuai dengan outline diatas.
Tatalaksana manifestasi akut dari demam rematik akut meliput salisilat dan steroid. Aspirin
sebagai anti-inflamasi dengan dosis efektif mampu mengurangi semua manifestasi dari
penyakit kecuali korea. Jaga kada aspirin di dalam darah 20-25 mg/dL, tetapi hal ini sulit
dilakukan karena absorpsi pada saluran cerna yang bervariasi. Pemberian aspirin sebagai
dosis anti-inflamasi sampai tanda dan gejala demam rematik akut berkurang atau membaik
(6-8 minggu) dan reaktana fase akut kembali ke normal. Ketika memutuskan terapi, monitor
reaktan fase akut untuk pembuktian terjadinya rebound atau tidak.
Pada anak-anak 100mg/kg/hari dibagi dalam 4-5 dosis dan dapat ditingkatkan sampai
125mg/kg/hari setelah dosis inisial selama 2 minggu, dosis dapat diturunkan 60-70mg/kg/
31
hari untuk 3-6 minggu berikutnya. Bila alergi aspirin dapat diberikan naproxen dosis 10-20
mg/kg/hari
Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya kardiomegali, gagal jantung
kongestir, blok jatung derajat III, ganti salisilat dengan prednison per oral. Pemberian
prednison selama 2-6 minggu bergantung tingkat keparahan karditis dan tapering prednisone
selama minggu terakhir.
Prednison diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari dalam pemberian
tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu kemudia diturunkan 20-25%
setiap minggunya.
Pergatinan terapi prednison setelah periode pendek (2-4minggu) ketika memulai dan mejaga
salisilat untuk beberapa minggu dapat mengurangi efek yang tidak diinginkan dari steroid
selagi mencegah rebound nya karditis.
Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi meliputi digoxin,
diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan retriski cairan dan natirum.
Diuretik yang biasa digunakan bersamaan dengan digoxin untuk anak-anak dengan gagal
jantung meliputi furosemid dan spironolakton. Dilakukan pengecekan elektrolit dan koreksi
hipokalmemia sebelum memulai terapi dengan digoxin.
Total dosis digitalis adalah 20-30 mcg/kg per oral dengan 50% dosis initial, diikuti 25% dosis
12 jam dan 24 jam setelah dosis inisial. Dosis maintenance biasanya 8-10 mcg/kg/hadi per
oral dibagi dalam 2 dosis. Pada anak tua dan dewasa, dosis total loading adalah 1,25-1,5 mg
per oral dan dosis maintenance 0,25-0,5 mg per oral setiap hari. Terapi digoxin
dipertahanakan pada level 1,5-2 ng/mL. 8,10
Agen pengurang afterload, seperti ACE inhibitor-captopril mungkin efektif untuk
memperbaiki curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta. Mulai
dengan dosis initial yang kecil dan berikan hanya bila telah dilakukan koreksi hipovolemia
Jika terjadi gagal jatung yang tetap dan progresif selama episode demam rematik akut, selain
terapi medikamentos, pembedahan diindikasi dan mungkin menyelamatka dari mitral dan
atau aorta insufisiensi yang berat. 8,10
32
Terapi preventif dan profilaksis di indikasikan untuk demam rematik dan PJR akut mencegah
kerusakan katup yang lebih lanjut.
Injeksi 0,6-1,2 juta unit ( <30 kg dan ≥ 30 kg )9 benzathine penisilin G intramuskular setiap 3-
4 minggu direkomendasikan untuk profilaksis sekunder. Dapat diberikan Penisilin V per oral
dengan dosis 250 mg 2 kali sehari, bila tidak dapat diberikan suntikan karena perdarahan
hebat. Bila mengalami alergi penisilin dapat diberikan eritromisin per oral 250mg 2 kali
sehari. Pemberian dosis yang sama setiap 3 minggu pada area endemik demam rematik,
pasien dengan karditis residual, dan pasien berisiko tinggi. 8,10
Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila di resepkan setiap 4
minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu. 8,10
Durasi pemberian antibiotik profilaksis masih merupakan kontroversial yang diutamakan
untuk pasien dengan risiko tinggi (seperti tenaga kesehatan, guru, dan pekerja perawatan).
AHA (American Heart Association) merekomendasikan pasien dengan demam rematik tanpa
karditis menerima profilaksi antibiotik selama 5 tahun atau sampai berusia 21 tahun, yang
berarti lebih panjang. Pasien dengan demam rematik dan karditisi tanpa penyakit katup
menerima profilaksis antibiotik selama 10 tahun atau lebih baik sampai usia tua. Pasien
dengan demam rematik dan karditis disertai penyakit katup menerima antibiotik selama 10
tahun atau sampai usia 40 tahun. 8,10
Pasien dengan demam remati dan gangguan katup memerlukan dosis tunggal antibiotik 1 jam
sebelum prosedur bedah dan prosedur gigi untuk mencegah endokarditis bakterial. Pasien
demam rematik tanpa masalah katup tidak memerlukan profilaksis endokartiditis
Jangan menggunakan penisilin, ampisilin atau amoksisilin untuk profilaksis endokarditis
pada pasien yang sudah menerima penisilin sebagai profilaksis sekunder demam rematik.
Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA meliputi klindamisin (20mg/kg untuk
anak-anak dan 600 mg untuk orang tua) dan azitromisin atau claritromisin (15mg/kg untuk
anak-anak dan 500mg untuk oran dewasa)
33
Adapun Guideline untuk tatalaksana PJR, mulai dari ringan, sedang, dan berat. 10
PJR ringan : lesi katup yang ringan
Profilaksis Sekunder Pemberian jangka panjang
Manajemen perawatan primer Oleh petugas medis lokal
Review medis spesial untuk anak-anak
sampai usia 8 tahun
Setiap 12 bulan. Lebih cepat bila ditemukan
gejala klinis
Ekokardiogram Setiap 2 tahun untuk anak-anak.
Setap 5 tahun untuk orang tua
Review medis spesialis Sebelum berhenti profilaksi sekunder
Reiview dokter gigi Dengan prevensi endokarditis yang memadai
PJR sedang : lesi katup sedang, tidak ada gejala, fungsi ventrikel kiri normal dengan katup
prostetik metal atau anak-anak ( sampai usia 18 tahun) dengan riwayat chorea
Profilaksis Sekunder Pemberian jangka panjang
Manajemen perawatan primer Oleh petugas medis lokal
Review medis spesial untuk anak-anak
sampai usia 8 tahun
Setiap 12 bulan. Lebih cepat bila ditemukan
gejala klinis
Ekokardiogram Setiap 2 tahun untuk anak-anak.
Setap 5 tahun untuk orang tua
Review medis spesialis Sebelum berhenti profilaksi sekunder
Reiview dokter gigi Dengan prevensi endokarditis yang memadai
PJR berat : lesi katup sedang-berat dengan nafas yang pendek, kelelahan, edema, angina atau
sinkop, dan rusaknnya atau meningkat fungsi ventrikel kiri atau riwayat bedah katup
termasuk mitral valvotomi, repair katup, dan katup bio-prostetik.
Profilaksis Sekunder Pemberian jangka panjang pencegahan ARF
Manajemen perawatan primer Oleh petugas medis lokal
Review medis spesialis Setiap 6 bulan
Rujuk spesialis jantung Perencanaan manajemen
34
Tindakan pembedahan 8
Ketika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis agresif untuk PJR akut,
pembedahan untuk menurunkan insufisiensi katup mungkin menyelamatkan nyawa.
Empat puluh persen (40%) pasien dengan PJR akut mengalami stenosis mitral ketika dewasa.
Pada pasien dengan stenosis kritikal, mitral valvulotomi, percutaneous balloon
valvuloplasty,atau penggantian katup mungkin diindikasikan. Dikarenakan kekambuhan
gejala yang sering setelah annuloplasti atau prosedur perbaikan lainnya, pergantian katup
lebih merupakan pilihan pembedahan
Diet8,10
Diet bernutrisi dan tanpa restriksi kecuali pada pasien dengan gagal jantung, yang mendapat
pembatasa cairan dan asupan garam. Suplemen kalium mungkin diperlukan bila digunakan
steroid dan diuretik.
Aktivitas8,10
Pasien tirah baring dan melakukan aktivitas didalam rumah sebelum diperbolehkan
bersekolah kembali. Aktivitas sepenuhnya tidak diperbolehkan sampai fase akut reaktan
kembali normal.
III.9 KOMPLIKASI8
Komplikasi potensial meliputi gagal jantung dari insufisiensi katup (rematik karditis
akut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi jantung meliputi aritmia atrial,
edema pulmonal, emboli pulmonal berulang, endokarditis infeksi, pembentukan trombus
intrajantung, dan emboli sistemik.
III.10 PROGNOSIS8
Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80% pasien dan
memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah penyebab kematian
utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang lalu, dengan 8-30% karena karditis
35
dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4% pada tahun 1930-an. Dengan berkembangnya
antibiotik pada tahun 1960-an rate mortalitas menurun sampai hampir 0% dan 1-10% di
negara berkembang. Penyakit katup kronik juga mengalami perbaikan 60-770% pada pasien
sebelum masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin di kembangkan.
Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa kekambuhan
tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya murmur dalam 5 tahun
terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas katup 19 tahun setelah episode
demam rematik. Diperlukan pencegahan kekambuhan demam rematik. 8
36
BAB IV.
KESIMPULAN
jantung rematik dapat timbul terjadi dalam 2 fase yaitu akut dan kronik dengan akibat
yang sama-sama berbahaya yaitu terjadinya gagal jatung bahkan kematian. Penegakan
diagnosis harus sedini mungkin dilakukan untuk mengetahui adanya keterlibatan jantung atau
tidak dalam demam rematik. Penggunaan echocardiogram menjadi hal yang wajib dalam
pemeriksaan mengingat pada tahap awal valvulitis yang ringan belum adanya murmur pada
auskultasi.
Komunikasi dan edukasi yang baik harus diberikan baik kepada orangtua dan pasien,
mengigat pengobatan yang akan dijalankan adalah jangka panjang, dimana kepatuhan pasien
menjadi kunci keberhasilan terkontrolnya perkembangan penyakit ini.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Burke AP, Butanny J. Articles : Pathology of Rheumatic Heart Disease. Updated April 7th
2011. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview. Accessed at
May 15th 2013.
2. Bernstein, Daniel. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics .17th edition. USA:
Elsevier Science;2003.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA.Jawetz,Melnick, & Alderberg’s Medical Microbiology 4th
ed. . New york : McGraw-Hill.2001 :327-44.
4. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Available at:
http://textbookofbacteriology.net/index.html.
5. Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease
6. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. 8th ed. UK:Elsevier;2008.hal592-595
7. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK : Elsevier;2007.p1135-45.
8. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic Heart Disease.
Updated May 30th 2012. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/891897-
overview#showall. Accesed at : May 15th 2013.
9. Remenyi B. WHF Echocardiogphisc Criteria for Rheumatic Heart Disease allow for
Reproducible Diagnosis World-wide.Available at :
http://livestreamsa.co.za/wcpccs/presentations/files/WCPCCS/2013-02-20/Ballroom
%20West/10-50-00_Remenyi_Bo/Remenyi%20WHF%20echo%20criteira%20validation.pdf.
Accessed at May 18, 2013
10. Standard treatment whf. http://www.ass.nc/themes/rhumatisme-articulaire-aigu/publications/
doc_download/333-.
38