PROPOSAL MAKP
MANAJEMEN KEPERAWATAN DI PAVILIUN SRIWIJAYA
RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KABUPATEN MOJOKERTO
27 JULI – 29 AGUSTUS 2015
Disusun oleh :
1. Siti Mu’afifa, S. Kep
2. Nurul Hidayatus Solihah, S. Kep
3. Siti Nur Chafidhoh, S. Kep
4. Atmey Vriska L, S. Kep
5. Bayu Ashabie P, S. Kep
6. Mirawan Adi Sulistiyan, S. Kep
7. Dimas Rendy Fambudi, S. Kep
8. Dessy Duriastuti, S. Kep
9. Ningsih Khaqul M, S. Kep
10. Rilla Andini F, S. Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Adanya
tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan sebagai suatu
fenomena yang harus direspon oleh Perawat. Pelayanan keperawatan secara
professional perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan dunia
keperawatan.
Manajemen merupakan ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan
sumberdaya secara efisien, aktif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan
supervisi terhadap staf, saran dan prasarana dalam mencapai tujuan. Ruangan atau
bangsal sebagai salah satu uni terkecil pelayanan kesehatan merupakan tempat
yang memungkinkan bagi Perawat untuk menerapkan ilmu dan kiatnya secara
optimal. Namun perlu disadari, tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan,
dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan
keperawatan hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu Perawat perlu
mengupayakan kegiatan penyelenggaraan Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) yang merupakan penataan sistem pemberian pelayanan
keperawatan melalui pengembangan model praktik keperawatan yang ilmiah.
Model ini sangat menekankan pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang
berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui penataan dan
fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengembalian keputusan, sistem
penugasan dan sistem penghargaan yang memadai.
Begitu juga dengan posisi Perawat sebagai seorang Kepala Ruangan,
Ketua Tim atau Perawat Pelaksana dalam suatu bagian, memerlukan suatu
pemahaman tentang bagaimana mengelola dan memimpin orang lain dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan yang berkualitas. Sebagai Perawat
profesional, tidak hanya mengelola orang tetapi sebuah proses secara keseluruhan
yang memungkinkan orang dapat menyelasaikan tugasnya dalam memberikan
Asuhan Keperawatan serta meningkatkan keadaan kesehatan pasien menuju
kearah kesembuhan.
Praktek Profesi Manajemen Keperawatan dilaksanakan oleh Mahasiswa
program profesi dengan cara praktek manajemen secara langsung dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan melakukan kajian situasi
ruangan pelayanan keperawatan sebagai dasar untuk menyusun rencana
keperawatan dan operasional ruangan, mengimplementasikan Model Asuhan
Keperawatan Profesionl (MAKP) tim dan melaksanakan evaluasi MAKP tim.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek manajemen keperawatan, mahasiswa
diharapkan dapat mengerti, dan memahami, tentang prinsip manajemen
keperawatan serta model Asuhan Keperawatan Professional (MAKP).
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek Manajemen Keperawatan, Mahasiswa di
harapkan:
1.2.2.1 Dapat melaksanakan Timbang Terima.
1.2.2.2 Dapat melaksanakan Ronde Keperawatan.
1.2.2.3 Dapat melaksanakan Supervisi Keperawatan.
1.2.2.4 Melaksanakan Sentralisasi Obat.
1.2.2.5 Dapat melaksanakan Discharge Planning.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1.3.1.1 Dapat melaksanakan Timbang Terima.
1.3.1.2 Dapat melaksanakan Ronde Keperawatan.
1.3.1.3 Dapat melaksanakan Supervisi Keperawatan.
1.3.1.4 Dapat melaksanakan Sentralisasi Obat.
1.3.1.5 Dapat melaksanakan Discharge Planning.
1.3.2 Bagi Paviliun Sriwijaya RSUD Prof dr. Soekandar Mojokerto
Setelah Mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto selesai
melaksanakan praktek manajemen di Paviliun Sriwijaya RSUD Prof dr.
Soekandar Mojokerto, Perawat memperolah masukan dalam hal:
1.3.2.1 Pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesioanal (MAKP).
1.3.2.2 Pelaksanaan Timbang Terima.
1.3.2.3 Pelaksanaan Ronde Keperawatan.
1.3.2.4 Pelaksanaan Supervisi Keperawatan.
1.3.2.5 Pelaksanaan Sentralisasi Obat
1.3.2.6 Pelaksanaan Discharge Planning.
1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan
Institusi Pendidikan memperoleh bahan masukan dan gambar tentang
pengelolahan suatu Ruangan Keperawatan dengan menggunakan MAKP.
BAB 2
KONSEP DASAR
2.1. MAKP
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat
unsur, yakni standar, proses kePerawatan, pendidikan kePerawatan, dan system
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan
menentukan kualitas produksi /jasa pelayanan kePerawatan. Jika Perawat tidak
memiliki nilai-nilai tersebut sebagai suetu pengambilan keputusan yang
independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/kePerawatan dalam memenuhi
kapuasan Klien tidak akan terwujud.
Terdapat beberapa jenis model metode asuhan kePerawatan (MAKP),
diantaranya :
2.1.1 Metode Fungsional.
Yaitu pengorganisasian tugas pelayanan kePerawatan yang didasarkan
kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan pada
bagian tersebut secara umum, sebagai berikut :
2.1.1.1 Kepala Ruangan, tugasnya:
Merencanakan pekeriaan, menentukan kebutuhan Perawatan
pasein, membuat penugasan, melakulan supervisi, menerima
instruksi dokter.
2.1.1.2 Perawat staf , tugasnya:
1. Melakukan askep langsung pada Klien
2. Membantu supervisi askep yang diberikan oleh pembantu
tenaga kePerawatan
2.1.1.3 Perawat Pelaksana, tugasnya:
Melaksanakan askep langsung pada Klien dengan askep sedang,
pasein dalam masa pemulihan kesehatan dan pasein dengan
penyakit kronik dan membantu tindakan sederhana (ADL).
2.1.1.4 Pembantu Perawat, tugasnya:
Membantu Klien dengan melaksanakan Perawatan mandiri untuk
mandi, membenahi tempat tidur, dan membagikan alat tenun
bersih.
2.1.1.5 Tenaga Administrasi ruangan, tugasnya:
Menjawab telpon, menyampaikan pesan, memberi informasi,
mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan, mencatat Klien
masuk dan pulang, membuat duplikat rostertena ruangan, membuat
permintaan lab untuk obat-obatan/persediaan yang diperlukan atas
instruksi Kepala Ruangan.
2.1.1.6 Kerugian metode fungsional:
1. Klien mendapat banyak Perawat.
2. Kebutuhan Klien secara individu sering terabaikan
3. Pelayanan Klien secara individu sering terabaikan.
4. Pelayanan terputus-putus
5. Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai
2.1.1.7 Kelebihan dari metode fungsional :
1. Sederhana
2. Efisien.
3. Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi Perawat setelah
selesai tugas.
5. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang
kurang berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
6. Memudahkan Kepala Ruangan untuk mengawasi staff atau
peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.
2.1.1.8 Contoh metode fungsional
Perawat A tugas menyutik, Perawat B tugasnya mengukur suhu
badan Klien. Seorang Perawat dapat melakukan dua jenis tugas
atau lebih untuk semua Klien yang ada di unit tersebut. Kepala
Ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan
menerima laporan tentang semua Klien serta menjawab semua
pertanyaan tentang Klien
2.1.2 Metode penugasaan Klien/metode kasus
Yaitu pengorganisasian pelayanan atau Asuhan KePerawatan untuk satu
atau beberapa Klien oleh satu orang Perawat pada saat bertugas atau jaga
selama periode waktu tertentu sampai Klien pulang. Kepala Ruangan
bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan
tentang pelayanan kePerawatan Klien. Dalam metode ini Staf Perawat
ditugaskan oleh Kepala Ruangan untuk memberi asuhan langsung kepada
Klien yang ditugaskan contohnya di Ruang Isolasi dan ICU.
2.1.2.1 Kekurangan metode kasus :
1. Kemampuan tenga Perawat pelaksana dan siswa Perawat yang
terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara
menyeluruh
2. Membutuhkan banyak tenaga.
3. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah Klien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
4. Pendelegasian Perawatan Klien hanya sebagian selama Perawat
penanggung jawab Klien bertugas.
2.1.2.2 Kelebihan metode kasus:
1. Kebutuhan Klien terpenuhi.
2. Klien merasa puas.
3. Masalah Klien dapat dipahami oleh Perawat.
4. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
2.1.3 Metode penugasan tim
Yaitu pengorganisasian pelayanan Keperawatan oleh sekelompok Perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh Perawat yang berijazah dan berpengalaman
serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Pembagian tugas di dalam
kelompok dilakukan oleh pemimpin kelompok, selain itu pemimpin
kelompok bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim. Sebelum
tugas dan menerima laporan kemajuan pelayanan Keperawatan Klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami
kesulitan. Selanjutnya pemimpin tim yang melaporkan kepada Kepala
Ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan Keperawatan Klien.
2.1.3.1 Ketenagaan dari tim ini terdiri dari :
1. Kepala Ruangan, tugasnya :
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pengarahan
d. Pengawasan
2. Ketua tim, tugasnya :
a. Membuat perencanaan
b. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
c. Mengenal/ mengetahui kondisi Klien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan Klien
d. Mengembangkan kemampuan anggota
e. Menyelenggarakan konferensi
3. Perawat pelaksana, tugasnya :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada Klien di bawah
tanggungjawabnya
b. Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
c. Memberikan laporan
2.1.3.2 Kelebihan metode tim:
1. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
2. Klien dilayani secara komfrehesif
3. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
4. Tercipta kerja sama yang baik .
5. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
6. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda
dengan aman dan efektif.
2.1.3.3 Kekurangan metode tim:
1. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai Klien yang bukan
menjadi tanggung jawabnya.
2. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan
kimunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu
sehingga kelanncaran tugas terhambat.
3. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu
atau ketua tim.
4. Akuntabilitas dalam tim kabur.
2.1.4 Metode Perawatan Primer
Yaitu pemberian askep yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus
menerus antara Klien dan Perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan dan mengkoordinasikan askep selama Klien dirawat.
2.1.4.1 Konsep dasar :
1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2. Ada otonomi
3. Ada keterlibatan Klien dan keluarganya
2.1.4.2 Ketenagaan :
1. Setiap Perawat primer adalah Perawat bed. side.
2. Beban kasus Klien maksimal 6 Klien untuk 1 Perawat
3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
4. Perawat profesional sebagai primer d.an Perawat non
profesional sebagai asisten.
2.1.4.3 Kepala bangsal/Kepala Ruangan :
1. Sebagai konsultan dan pengendali mutu Perawat primer
2. Orientasi dan merencanaka karyawan baru.
3. Menyusun jadwal dinas
4. Memberi penugasan pada Perawat asisten.
5. Perencanaan, pengawasan, dan pengarahan
6. Menyediakan material
2.1.4.4 Tugas Perawat Primer adalah :
1. Menerima Klien
2. Mengkaji kebutuhan
3. Membuat tujuan, rencana, pelaksanaan dan evaluasi (askep)
4. Mengkoordinasi pelayanan
5. Menerima dan menyesuaikan rencana
6. Menyiapkan penyuluhan pulang
2.1.4.5 Tugas Perawat Associate adalah :
1. Memberikan askep
2. Mengikuti timbang terima
3. Melaksanakan tugas yang didelegasikan
4. Mendokumentasikan tindakan Keperawatan
2.1.4.6 Kelebihan dari metode Perawat Primer:
1. Mendorong kemandirian Perawat.
2. Ada keterikatan Klien dan Perawat selama dirawat
3. Berkomunikasi langsung dengan Dokter
4. Perawatan adalah perawatan secara komprehensif
5. Model praktek Keperawatan profesional dapat dilakukan atau
diterapkan.
6. Memberikan kepuasan kerja bagi Perawat
7. Memberikan kepuasan bagi Klien dan keluarga menerima
Asuhan Keperawatan.
2.1.4.7 Kelemahan dari metode Perawat primer:
1. Perlu kualitas dan kuantitas tenaga Perawat,
2. Hanya dapat dilakukan oleh Perawat profesional.
3. Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.
2.1.5 Metode Modul (Distrik)
Yaitu metode gabungan antara Metode penugasan tim dengan
Metode Perawatan primer. Metode ini menugaskan sekelompok
Perawat merawat Klien dari datang sampai pulang.
2.1.5.1 Keuntungan dan Kerugian
1. Sama dengan gabungan antara metode tim dan metode Perawat
Primer.
2. Semua metode diatas dapat digunakan sesuai dengan situasi
dan kondisi ruangan. Jumlah Staf yang ada harus berimbang
sesuai dengan yang telah dibahas pembicaraan yang
sebelumnya.
2.2 Timbang Terima
2.2.1 Pengertian
Timbang Terima Klien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan atau menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan Klien. Timbang Terima harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan
mandiri Perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/ belum dan
perkembangan Klien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga kesinambungan Asuhan Keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Timbang Terima dilakukan oleh Perawat Primer Keperawatan
kepada Perawat Primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam
secara tertulis dan lisan.
2.2.2 Tujuan
2.2.2.1 Tujuan umum:
Mengkomunikasikan keadaan Klien dan menyampaikan informasi
yang penting.
2.2.2.2 Tujuan khusus:
1. Menyampaikan kondisi dan keadaan Klien (data fokus)
2. Menyampaikan hal yang sudah/ belum dilakukan dalam
Asuhan Keperawatan kepada Klien.
3. Menyampaikan hal yang penting yang perlu ditindaklanjuti
oleh Perawat dinas berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
2.2.3 Manfaat
2.2.3.1 Bagi Perawat
1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar Perawat.
2. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar
Perawat.
3. Pelaksanaan terhadap Asuhan Keperawatan terhadap Klien
yang berkesinambungan.
4. Perawat dapat mengikuti perkembangan Klien secara paripurna.
2.2.3.2 Bagi Klien
1. Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada
yang belum terungkap.
2.2.4 Prosedur Timbang Terima
Tabel 2.1 Prosedur Timbang TerimaTAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANAPersiapan 1. Timbang terima
dilaksanakan setiap pergantian shift operan.
2. Prinsip timbang gterima, semua Klien baru masuk dan Klien yang dilakukan timbang terima khususnya Klien yang memiliki permasalahan yang belum/dapat teratasi serta yang membutuhkan observasi lebih lanjut.
3. PP menyampaikan timbang terima pada PP berikutnya, hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima: Jumlah Klien. Identitas Klien
dan diagnosis
5 menit Ners Station PP dan PA
medis. Data (keluhan/
subjektif dan objektif).
Masalah keperawatan yang masih muncul.
Intervensi keperawatan yang sudah/belum dilaksanakan (secara umum).
Intervensi kolaboratif dan dependen.
Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain).
Pelaksanaan
1. Kedua kelompok dinas sudah siap (shift jaga)
2. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
3. Kepala Ruangan membuka acara timbang terima.
4. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, Tanya jawab, dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbangterimakan dan berhak
20 menit Ners Station KARU, PP dan PA
menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
5. Kepala Ruangan/PP menanyakan kebutuhan dasar Klien.
6. Penyampaian yang jelas,singkat dan padat.
7. Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji secara penuh terhadap masalah keperawatan, kebutuhan, dan tindakan yang telah/belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya selama masa Perawatan.
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada petugas berikutnya.
9. Lama timbang terima untuk tiap Klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang rumit.
Ruang Perawatan
1. Diskusi.2. Pelaporan untuk
timbang terima dituliskan secara langsung pada format
5 menit Ners Station KARU, PP dan PA
timbang terima yang ditandatangani oleh PP yang jaga saat itu dan PP yang jaga berikutnya diketahui oleh Kepala Ruangan.
3. Ditutup oleh Kepala Ruangan.
2.2.5 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
2.2.5.1 Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift.
2.2.5.2 Dipimpin oleh Kepala Ruangan atau penanggung jawab Klien
(PP).
2.2.5.3 Diikuti oleh semua Perawat yang telah atau yang akan dinas.
2.2.5.4 Informasi yang dilakukan harus akurat, singkat, sistematis, dan
menggambarkan kondisi Klien saat ini serta menjaga kerahasiaan
Klien.
2.2.5.5 Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan Klien.
2.2.5.6 Pada saat timbang terima dikamar Klien, menggunakan volume
suara yang cukup sehingga Klien disebelahnya tidak mendengar
sesuatu yang dirahasiakan bagi Klien. Sesuatu yang dianggap
rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung didekat Klien.
2.2.5.7 Sesuatu yang mungkin membuat Klien terkejut dan shock
sebaiknya dibicarakan di Nurse Station.
2.2.6 Alur Timbang Terima
Gambar 2.1 Alur Timbang Terima
KLIEN
DIAGNOSA MEDIS MASALAH
KOLABORATIF
TELAH DILAKUKAN
RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(didukung data)
PERKEMBANGAN/KEADAAN KLIEN
MASALAH
1. TERATASI2. BELUM TERATASI3. TERATASI SEBAGIAN4. MUNCUL MASALAH BARU
BELUM DILAKUKAN
2.2.7 Renstra Timbang Terima
2.2.7.1 Pelaksanaan timbang terima
Hari/tanggal
Pukul
Topik
Tempat
2.2.7.2 Metode
Diskusi
Tanya jawab
2.2.7.3 Media
1. Status Klien.
2. Buku timbang terima.
3. Alat tulis.
4. Leaflet.
5. Sarana dan prasarana Perawatan.
2.2.7.4 Pengorganisasian
1. Kepala Ruangan
2. Perawat Primer (pagi)
3. Perawat Associate (pagi)
4. Perawat Primer (sore)
5. Perawat Associate (sore)
6. Perawat Associate (malam)
7. Perawat Associate (libur)
8. Pembimbing/ Supervisor
2.2.8 Uraian kegiatan
2.2.8.1 Prolog
Pada hari …… Jam …… Seluruh Perawat (PP dan PA) shift pagi
dan sore serta Kepala Ruangan berkumpul di Nurse Station untuk
melakukan timbang terima.
2.2.8.2 Sesi I di Nurse Station
Kepala Ruangan memimpin dan membuka acara yang didahului
dengan doa dan kemudian mempersilahkan PP yang dinas pagi
untuk melaporkan keadaan dan perkembangan Klien selama
bertugas kepada PP yang akan berdinas selanjutnya (sore). PP dan
PA shift sore memberikan klarifikasi keluhan, intervensi
keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan (secara umum),
intervensi kolaboratif dan dependen, rencana umum dan persiapan
yang perlu dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang,
dan lain-lain), hal yang belum jelas atau laporan yang telah
disampaikan. Setelah melakukan timbang terima di Nurse Station
berupa laporan tertulis dan lisan, kemudian diteruskan di Ruang
Perawatan Klien.
2.2.8.3 Sesi II di Ruang Perawatan Klien
Seluruh Perawat dan Kepala Ruangan bersama-sama melihat
ketempat Klien. PP dinas selanjutnya mengklarifikasi dan
memvalidasi data langsung kepada Klien atau keluarga yang
mengalami masalah khusus. Untuk Klien yang tidak mengalami
masalah khusus, kunjungan tetap dilaksanakan. Lama kunjungan
tidak lebih 5 menit per Klien. Bila terdapat hal-hal yang bersifat
rahasia bagi Klien dan keluarga perlu diklarifikasi, maka dapat
dilakukan di Nurse Station setelah kunjungan ke Klien berakhir.
2.2.8.4 Epilog
Kembali ke Nurse Station. Diskusi tentang keadaan Klien yang
bersifat rahasia. Setelah proses timbang terima selesai dilakukan,
maka kedua PP menandatangani laporan timbang terima dengan
diketahui Kepala Ruangan.
2.2.9 Evaluasi
2.2.9.1 Struktur (input)
Pada timbang terima, sarana dan prasarana yang menunjang telah
tersedia antara lain: catatan timbang terima, status Klien dan
kelompok shift timbang terima. Kepala ruang selalu memimpin
kegiatan timbang yang dilaksanakan pada pergantian shift, yaitu
malam ke pagi dan pagi ke sore. Kegiatan timbang terima pada
shift sore ke malam dipimpin oleh Perawat Primer yang bertugas
saat itu.
2.2.9.2 Proses
Proses timbang terima dipimpin oleh Kepala Ruangan dan
dilaksanakan oleh seluruh Perawat yang bertugas maupun yang
akan mengganti shift. Perawat Primer mengoperkan ke Perawat
Primer selanjutnya yang akan mengganti shift. Timbang terima
pertama dilakukan di Nurse Station kemudian ke Ruang Perawat
Klien dan kembali ke Nurse Station. Isi timbang terima mencakup
jumlah Klien, diagnosis keperawatan, dan intervensi yang belum/
sudah dilakukan.Waktu untuk setiap Klien tidak lebih dari 5 menit
saat klarifikasi ke Klien.
2.2.9.3 Hasil
Timbang terima dapat dilaksanakan setiap pergantian shift.Setiap
Perawat dapat mengetahui perkembangan Klien.Komunikasi antar
Perawat berjalan dengan baik.
2.3 Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatn Klien yang dilaksanakan oleh Perawat di samping melibatkan
Klien untuk membahas dan melaksanakan Asuhan Keperawatan. Pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh Perawat Primer dan atau Konselor, Kepala Ruangan,
PA, yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2002).
Peningkatan mutu Asuhan Keperawatan sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan perkembangan IPTEK, maka perlu pengembangan dan
pelaksanaan suatu model keperawatan profesional yang efektif dan efisien.
Metode Keperawatan Primer merupakan salah satu metode pemberian
pelayanan keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah Ronde
Keperawatan, yaitu suatu metode untuk menggali dan membahas secara
mendalam masalah keperawatan yang terjadi pada Klien dan kebutuhan Klien
akan keperawatan yang dilakukan oleh Perawat Primer/ Associate, Konselor,
Kepala Ruangan, dan seluruh tim keperawatan dengan melibatkan Klien secara
langsung sebagai fokus kegiatan.
Menurut Gillies (1989) Keperawatan Primer merupakan suatu metode
pemberian Asuhan Keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan
berkesinambungan antara Klien dan Perawat tertentu yang bertanggung jawab
dalam perencanaan, pemberian, dan koordinasuhan keperawatan Klien selama
Klien dirawat.
Pada Metode Keperawatan Primer, Perawat yang bertanggung jawab
terhadap pemberian Asuhan Keperawatan disebut Perawat Primer yang disingkat
dengan PP. Metode Keperawatan Primer dikenal dengan ciri yaitu, akuntabilitas,
otoritas, otonomi, advokasi, ketegasan dan 5 K yaitu kontinuitas, komunikasi,
kolaborasi, koordinasi, dan komitmen.
Ronde Keperawatan akan memberikan media bagi Perawat untuk
membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan Klien serta merupakan suatu
proses belajar bagi Perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis Perawat akan
tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep
teori kedalam praktek keperawatan.
2.3.1 Alur Ronde Keperawatan
Tahap pra........................................................
Tahap pelaksanaan di Nurse Station......
Tahap pelaksaan di kamar Klien........................................................................
Pasca ronde.................................................................................................
Gambar 2.2 Alur Ronde Keperawatan
PP
Penetapan Klien
Persiapan Klien:
- Informed consent- Hasil pengkajian/
validasi data
Penyajian masalah
Validasi data
Lanjutan-diskusi di Nurse Station
Diskusi PP-PP,Konselor,KARU
- Apa diagnosa keperawatan?- Apa data yang mendukung?- Bagaimana intervensi yang
sudah dilakukan?- Apa hambatan yang
ditemukan?
Kesimpulan dan Rekomendasi Solusi
Masalah
2.3.2 Media
2.3.2.1 Dokumentasi/ status Klien.
2.3.2.2 Sarana diskusi: kertas, pulpen.
2.3.2.3 Materi yang disampaikan secara lisan.
2.3.3 Kegiatan Ronde Keperawatan
Tabel 2.2 Kegiatan Ronde Keperawatan
Waktu Tahap Kegiatan Pelaksaan Tempat Keg. Klien
Pra ronde
Pra ronde
Pra ronde:1. Menetukan kasus
dan topik2. Menetukan tim
ronde.3. Menetukan
literatur.4. Membuat
proposal.5. Mempersiapkan
Klien.6. Diskusi
pelaksanaan.
Penanggung jawab Pav. Sriwijaya RSUD Prof. Dr. Soekandar
5 menit
Ronde Pembukaan :1. Salam pembuka.2. Memperkenalkan
tim ronde.3. Menyampaikan
identitas dan masalah Klien.
4. Menjelaskan tujuan ronde.
Kepala Ruangan
5 menit
Nurse Station
30 menit
Penyajian masalah:1. Memberi salam
dan memperkenalkan Klien dan keluarga kepada tim ronde.
2. Menjelaskan riwayat penyakit dan keperawatan Klien.
3. Menjalaskan masalah Klien dan
Nurse Station
rencana tindakan yang telah dilaksanakan dan serta menetapkan prioritas yang perlu didiskusikan.
Validasi data:1. Mencocokan dan
menjelaskan kembali data yang telah disampaikan.
2. Diskusi antar anggota tim dan Klien tentang masalah kePerawatan tersebut.
3. Pemberian justifikasi oleh Perawat Primer atau Konselor atau Kepala Ruangan tentang masalah Klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Menetukan tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ditetapkan.
Karu
10 menit
Pasca ronde
1. Evaluasi dan rekomendasi intervensi keperawatan.
2. Penutup.
Karu, Supervisor, Perawat, Konselor, Pembimbing
Nurse Station
2.3.4 Kriteria Evaluasi
2.3.4.1 Struktur
1. Ronde Keperawatan dilaksanakan di Pav. Sriwijaya
2. Peserta Ronde Keperawatan hadir di tempat pelaksanaan
Ronde Keperawatan.
3. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2.3.4.2 Proses
1. Peserta mengikuti dari awal hingga akhir
2. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan Ronde sesuai
peran yang telah ditentukan.
2.3.4.3 Hasil
1. Klien puas dengan kegiatan.
2. Masalah Klien dapat teratasi.
3. Perawat dapat:
a. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis dan sintetis.
b. Meningkatkan kemampuan validasi data Klien.
c. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan
keperawatan yang berorientasi pada masalah Klien.
d. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana Asuhan
Keperawatan.
e. Meningkatkan kemampuan justifikasi.
f. Meningkatkan kemampuan manilai hasil kerja.
2.3.5 Pengorganisasian
2.3.5.1 Kepala Ruangan
2.3.5.2 Katim/ PP
2.3.5.3 PA
2.3.5.4 Konselor
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN RONDE KEPERAWATAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ............................................................
Umur : ............................................................
Alamat : ............................................................
Adalah Suami/ Istri/ Orang tua/ Anak dari Klien:
Nama : ............................................................
Umur : ............................................................
Alamat : ............................................................
............................................................
Ruang : ............................................................
No. RM : ............................................................
Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan Ronde
Keperawatan.
Mojosari,…………….....
Perawat yang menerangkan Penanggung Jawab
........................................... ...........................................
Saksi-saksi: Tanda tangan
1. ..................... .....................
2. ..................... .....................
2.4 Sentralisasi Obat
2.4.1 Pengertian
Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada Klien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh Perawat
(Nursalam, 2002).
2.4.2 Tujuan pengelolaan obat
Tujuan pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana dan
menghindarkan pemborosan sehingga kebutuhan Asuhan Keperawatan
Klien dapat terpenuhi.
Hal-hal berikut ini adalah beberapa alasan yang paling sering mengapa
obat perlu disentralisasi:
2.4.2.1 Memberikan bermacam-macam obat untuk satu Klien
2.4.2.2 Menggunakan obat yang mahal dan bermerk, padahal obat standar
yang lebih murah dengan mutu yang terjamin memiliki efektifitas
dan kemanan yang sama
2.4.2.3 Meresepakan obat sebelum diagnosis pasti dibuat “hanya untuk
mencoba”
2.4.2.4 Menggunakan dosis yang lebih besar daripada yang diperlukan
2.4.2.5 Memberikan obat kepada Klien yang tidak dipercayainya dan yang
akan membuang atau lupa untuk minum
2.4.2.6 Memesan obat lebih daripada yang dibutuhkan, sehingga banyak
yang tersisa sesudah batas kadaluarsa
2.4.2.7 Tidak menyediakan lemari es, sehingga vaksin dan obat menjadi
tida kefektif
2.4.2.8 Meletakkan obat di tepat yang lembab, terkena cahaya atau panas
2.4.2.9 Mengeluarkan obat (dari tempat penyimpanan) terlalu banyak pada
suatu waktu sehingga dipakai berlebihan atau dicuri (Mc Mahon,
1999).
2.4.3 Teknik pengelolaan obat
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh Perawat.
2.4.3.1 Penanggungjawab pengelolaan obat adalah Kepala Ruangan yang
secara operasional dapat didelegasikan kepada Staf yang ditunjuk
2.4.3.2 Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunan
obat
2.4.3.3 Penerimaan obat:
1. Obat yang telah diresepkan ditunjukkan kepada Perawat dan
obat yang telah diambil oleh Keluarga diserahkan kepada
Perawat dengan menerima lembar terima obat
2. Perawat menuliskan nama Klien, register, jenis obat, jumlah
dan sediaan (bila perlu) dalam kartu kontrol, dan diketahui
(ditandatangani) oleh Keluarga atau Klien dalam buku masuk
obat. Keluarga atau Paisen selanjutnya kan mendapatkan
penjelasan kapan atau bilamana obat tersebut akan habis, serta
penjelasan tentang 5T (jenis, dosis, waktu, pasien, dan cara
pemberian).
3. Klien atau Keluarga selanjutnya mendapatkan salinan obat
yang harus diminum beserta kartu sediaan obat.
4. Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh Perawat
dalam kotak obat (Nursalam, 2002).
2.4.3.4 Pembagian obat
1. Obat yang telah diterima untuk selnjutnya disalin dalam buku
daftar pemberian obat
2. Obat yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh
parawat dengan memerhatikan alur yang tercantum dalam buku
daftar pemberian obat; dengan terlebih dahulu di cocokkan
dengan terapi yang diinstruksi Dokter dan kartu obat yang ada
pada Klien.
3. Pada saat pemberian obat, Perawat menjelaskan macam obat,
kegunaan obat, jumlah obat, dan efek samping. Usahakan
tempat/ wadah obat kembeli ke Perawat setelah obat
dikonsumsi. Pantau efek samping pada Klien.
4. Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh
Kepala Ruang atau Petugas yang ditunjuk dan
didokumentasikan dalam buku masuk obat.
2.4.4 Alur pelaksanaan sentralisasi obat
2.4.4.1 Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian abat, maka informasi ini akan
dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan
perubahan dalam kartu sediaan obat.
2.4.4.2 Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk obat dan
selanjutnya didinformasikan pada Keluarga dengan kartu khusus
obat.
2.4.5 Menyimpan persediaan obat
2.4.5.1 Memeriksa ulang atas kebenaran obat dan jenis obat, jumlah obat
dan menulis etiket dan alamat Klien (Pedoman, 1997).
Penyimpanan stok atau persediaan yang teratur dengan baik
merupakan bagian penting dari manajemen obat. Obat yang
diterima dicatat dalam buku besar persedian atau dalam kartu
persediaan (Mc Mahon, 1999).
2.4.5.2 Sistem kartu persediaan
Sebuah kartu persediaan (kartu stok) kadang-kadang digunakan
untuk menggantikan buku besar persediaan. Kartu ini berfungsi
seperti buku besar persediaan, yakni neraca diseimbangkan dengan
menambah barang yang diterima dan mengurangi dengan jumlah
barang yang dikeluarkan.
2.4.5.3 Lemari obat
Periksa keamanan mekanisme kunci dan penerangan lemari obat
serta lemari pendingin. Periksa persediaan obat, pemisahan antara
obat untuk penggunaan oral (untuk diminum) dan obat luar
(Pedoman, 1990).
2.4.5.4 Obat dikatakan khusus apabila sediaan memiliki harga yang cukup
mahal, menggunakan alat pemberian yang cukup sulit, memiliki
efek yang cukup besar atau hanya diberikan dalam waktu tertentu/
sewaktu saja.
1. Pemberian obat dilakukan menggunakan kartu khusus obat,
dilaksanakan oleh Perawat Primer.
2. Informasi yang diberikan kepada Klien atau Keluarga; nama
obat, kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping,
penenggung jawab pemberian, dan wadah obat sebaiknya
diserahkan atau ditunjukkan kepada keluarga setelah
pemberian. Usahakan terdapat saksi dari keluarga saat
pemberian obat. Seorang Manajer Keperawatan kesehatan
dapat mendidik Staf mengenai obat dengan cara-cara berikut
ini:
a. Membuat catatan mengenai obat-obatan yang sering
dipakai, jelaskan penggunaan dan efek samping, kemudian
berikan salinan kepada semua Staf.
b. Tuliskan dosis yang tepat obat-obatan yang sering
digunakan dan gantungkan di dinding.
c. Adakan pertemuan Staf untuk membahas penyebab
pemborosan obat.
d. Beritahu kepada semua Staf mengenai harga macam-
macam obat.
e. Aturlah kuliah atau program diskusi dan bahaslah mengenai
satu jenis obat setiap minggu pada waktu pertemuan Staf.
f. Taruhlah satu atau lebih eksemplar buku farmakologi
sederhana diperpustakaan.
2.4.6 Peran masing-masing Perawat dalam Sentralisasi Obat
2.4.6.1 Perawat Primer dan Perawat Associate
1. Menjelaskan tujuan dilaksanakannya sentralisasi obat
2. Menjelaskan manfaat dilaksanakannya sentralisai obat
3. Menfasilitasi surat persetujuan pengelolaan dan pencatatan obat
4. Melakukan pencatatan dan control terhadap pemakaian obat
selama Klien dirawat
5. Melakukan tindakan kolaboratif dalam pelaksanaan program
terapi
2.4.6.2 Perawat Primer lain dan Supervisor
1. Memberikan perlindungan terhadap Klien tindakan malpraktek
2. Menilai kepatuhan Klien terhadap program terapi
3. Memotivasi Klien untuk mematuhi program terapi
DOKTER
KLIEN/KELUARGA
FARMASI/APOTIK
KLIEN/KELUARGA
Surat persetujuan sentralisasi obat dari Perawat.
Lembar serah terima obat.
Buku serah terima/masuk obat.
Pendekatan Perawat
KLIEN/KELUARGA
PENGATURAN DAN PENGELOLAAN OLEH PERAWAT
PP/PERAWAT YANG MENERIMA
Gambar 2.3 Alur Pelaksanaan Sentralisasi Obat
2.4.7 Instrumen dalam Sentralisasi Obat
2.4.7.1 Informed consent pengelolaan Sentralisasi Obat
2.4.7.2 Format kontrol dan pemakaian obat
2.4.7.3 Buku Sentralisasi Obat (Buku serah terima obat)
2.4.7.4 Lemari obat dan kotak Sentralisasi Obat
2.4.7.5 Leaflet
2.4.8 Kriteria evaluasi
2.4.8.1 Struktur (input)
1. Pelaksanaan Sentralisasi Obat dilaksanakan di Ruangan
2. Persiapan dilakukan sebelumnya
3. Perawat yang bertugas
2.4.8.2 Proses
1. Pelaksanaan Sentralisasi Obat dilakukan sesuai dengan ruangan
yang telah ditentukan dan Klien yang telah menyetujui
informed consent untuk dilakukan Sentralisasi Obat
2. Pelaksanaan Sentralisasi Obat sesuai dengan alur yang telah
ditentukan
2.4.8.3 Hasil
1. Klien puas dengan hasil pelaksanaan Sentralisasi Obat
2. Obat dapat diberikan secara tepat dan benar 6T dan 1W
3. Perawat mudah mengontrol pemberian obat
4. Pendokumentasian pemberian obat dapat dilakukan dengan
benar
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN SENTRALISASI OBAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Untuk : ( ) Diri sendiri ( ) Istri ( ) Suami
( ) Anak ( ) Orang tua ( ) Lainnya
Nama Klien :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Ruangan :
No. Reg :
Menyatakan (setuju/ tidak setuju*) untuk dilakukan Sentralisasi Obat,
setelah mendapatkan penjelasan tentang Sentralisasi Obat, yaitu pengaturan
pemakaian obat yang diatur/ dikoordinasi oleh Perawat sesuai ketentuan dosis
yang diberikan Dokter.
Sentralisasi dengan prosedur sebagai berikut:
Klien/ keluarga mengisi surat persetujuan untuk kerja sama dalam
pengelolaan Sentralisasi Obat.
Setiap ada resep dari Dokter diserahkan kepada Perawat
Nama obat, dosis, jumlah yang diterima akan dicatat dalam buku serah terima
dan ditandatangani oleh Keluarga/ Klien dan Perawat yang menerima
Obat akan disimpan di Kantor Perawatan
Setiap hari Perawat membagi obat sesuai dosis
Bila Klien pulang dan obat masih ada atau belum habis sisa obat akan
diberikan pada Klien/ Keluarga.
Dengan demikian, menyatakan bertanggung jawab atas pernyataan yang
dibuat dan tidak akan melakukan tuntutan/ gugatan dikemudian hari atas tindakan
tersebut. Persetujuan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk digunakan
sebagaimana mestinya.
Mojokerto, …………..2015
Perawat yang menerangkan, Yang menyetujui,
(………………………………) (…………………………….)
Saksi 1:……………………… (………………………..)
Saksi 2:……………………… (………………………..)
NB : Harap diisi dengan nama jelas dan tanda tangan
*) Coret yang tidak perlu
FORMAT SERAH TERIMA OBAT
Nama Klien :
Ruang :
Umur :
No. Reg :
Tgl No Nama Obat DosisKeterangan(Diterima/
Diserahkan)
Tanda tangan/Nama
Terang
Mojokerto,
………………2015
Kepala Ruangan,
(………………………..)
2.5 Supervisi
2.5.1 Pengertian
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan
kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas
kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D,
2004).
Arief (1987) merumuskan supervisi sebagai suatu proses kegiatan dalam
upaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga pelaksana
program, sehingga program itu dapat terlaksana sesuai dengan proses dan
hasil yang diharapkan. Supervisi Keperawatan adalah kegiatan
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan
oleh Supervisior mencakup masalah Pelayanan Keperawatan, masalah
ketenagaan, dan peralatan agar agar Klien mendapat pelayanan yang
bermutu setiap saat (Depkes, 2000).
2.5.2 Unsur pokok
Dalam melaksanakan supervisi terdapat beberapa unsur pokok.Unsur-
unsur pokok yang dimaksud menurut Azwar (1996) adalah:
2.5.2.1 Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggungjawab melaksanakan supervisi
adalah atasan, yakni mereka yang memiliki kelebihan dalam
organisasi.
Ali Zaidin membagi tingkatan menager dalam melakukan supervisi
menjadi 3:
1. Manager Puncak (Top Manager)
2. Menager Menengah (Middle Manager)
3. Manager Tingkat Pertama (First Line, First Level Manager,
Supervisior Manager)
Syarat-syarat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana
Supervisi atau Supervisor (Azwar,1996) adalah
1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari
yang disupervisi atau apabila tidak mungkin dapat ditunjuk Staf
khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggungjawab yang
jelas.
2. Pelaksana Supervisi harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang
disupervisi.
3. Pelaksana Supervisi harus memiliki keterampilan melakukan
supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik
supervisi
4. Pelaksana Supervisi harus mempunyai sifat edukatif, suportif
dan bukan otoriter.
5. Pelaksana harus mempunyai waktu yang cukup, tidak tergesa-
gesa melainkan secara sabar berupaya meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap bawahan yang
disupervisi.
2.5.2.2 Sasaran
Sasaran atau obyek dari Supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh bawahan yang melakukan pekerjaan.sasaran yang dilakukan
oleh bawahan disebut sebagai sasaran langsung.
2.5.2.3 Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda.
Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bukanlah supervisi yang
baik. Tidak ada pedoman yang pasti tentang seberapa sering
supervisi dilakukan. Pegangan umum yang dilakukan tergantung
pada derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan serta sifat
penyesuaian yang akan dilakukan.
Menurut Nursalam (2002), dalam melakukan supervisi yang tepat,
Supervisor harus bisa menentukan kapan dan apa yang perlu
dilakukan supervisi dan bantuan. Sepanjang kontrol supervisi
penting, bergantung pada bagaimana staf melihatnya:
1. Overcontrol, kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak
delegasi yang diberikan sehingga Staf tidak akan dapat
memikul tanggungjawabnya.
2. Undercontrol, kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk
terhadap delegasi, dimana Staf akan tidak produktif
melaksanakan tugas limpah dan berdampak signifikan terhadap
hasil yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap
pemborosan waktu dan anggaran yang sebenarnya dapat
dihindarkan. Berikan kesempatan waktu yang cukup kepada
Staf untuk berfikir dan melaksanakan tugas tersebut.
2.5.3 Tujuan
Tujuan Supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik
Menurut WHO (1999) tujuan pengawasan adalah:
2.5.3.1 Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam tempo yang diberikan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia
2.5.3.2 Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan para petugas
kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan dan pemahaman
serta mengatur pelatihan yang sesuai
2.5.3.3 Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi
penghargaan atas pekerjaan yang baik dan mengenali Staf yang
layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut
2.5.3.4 Memungkinkan manajemen mengetahui bahwa sumber yang
disediakan bagi petugas telah cukup dan dipergunakan dengan baik
2.5.3.5 Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan
pada kinerja tersebut.
2.5.4 Teknik
Kegiatan pokok pada Supervisi pada dasarnya mencakup 4 hal yang
bersifat pokok, yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan
penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya, melaksanakan jalan
keluar dan menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.
Untuk dapat melaksanakan Supervisi yang baik ada dua teknik yaitu:
2.5.4.1 Pengamatan langsung
Pengamatan langsung yang dilaksanakan supervisi dan harus
memperhatikan :
1. Sasaran pengamatan
2. Objektifitas pengamatan
3. Pendekatan pengamatan
2.5.4.2 Kerja sama
Keberhasilan pemberian bantuan dalam upaya peningkatan
penampilan bawahan dalam Supervisi, perlu terjalin kerjasama
antara Supervisor dengan yang disupervisi. Kerja sama tersebut
akan terwujud bila terjalin komunikasi yang yang baik sehingga
mereka yang disupervisi merasakan masalah yang dihadapi adalah
masalah mereka sendiri.
2.5.5 Langkah supervisi
Menurut Ali Zaidin, teknik atau metode dalam melakssanakan
pengawasan adalah bertahap dengan langkah sebagai berikut:
2.5.5.1 Langkah I : Mengadakan persiapan pengawasan
1. Menentukan tujuan
2. Menentukan metode pengawasan yang tepat
3. Menentukan kriteria pengukuran
2.5.5.2 Langkah II : Menjalankan pengawasan
Terdiri atas 3 tahap yaitu :
1. Membuat dan menetukan rencana pengawasan, dimana rencana
pengawasan harus memuat sistem pengawasan, standar yang
dipakai, dan cara pelaksanaan
2. Pelaksanaan pengawasan dapat dilaksanakan dengan berbagai
sistem yaitu :
a. Sistem Preventif, dilaksanakan sebelum suatu usaha
dilakukan.
b. Sistem Represif, di laksanakan setelah suatu usaha
dilakukan, misalnya memberikan laporan-laporan kegiatan
c. Sistem Verifikasi, pemeriksaan secara terperinci dan
analisis dari segala hal yang terjadi dalam pelaksanaan
rencana.
d. Sistem Inspektif, yaitu suatu sistem pengawasan dengan
mengadakan pemeriksaan setempat secara langsung dengan
tujuan mengetahui sendiri keadaan yang sebenarnya.
e. Sistem Infegatif, yaitu suatu pengawasan dengan jalan
mengadakan penelitian, penyelidikan untuk mengetahui
kesalahan dan membongkar adanya penyelewengan. Sistem
ini terdiri atas inspektif dan verifikasi.
f. Kombinasi Sistem Preventif dan Represif, yaitu suatu
sistem pengawasan dari suatu usaha yang dilakukan dari
sebelum maupun sesudah usaha tersebut berjalan.
3. Penilaian dari pelaksanaan pengawasan.
Penilaian adalah proses penetapan secara sistematis tentang
nilai, tujuan, efektifitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan
kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut
Unesco (1982) dikutip oleh Sudjana (2004) evaluasi dilakukan
sejak pelaksanaan program, berkaitan dengan dimensi kualitatif
tentang efektivitas program, mengarah pada upaya penyiapan
bahan masukan untuk pengambilan keputusan tentang
ketepatan, perbaikan perluasan,atau pengembangan program,
terkait dengan pengmbilan keputusan tentang penyusunan
rancangan dan isi program.
2.5.5.3 Langkah III : Memperbaiki penyimpangan.
Tujuan ini adalah mengadakan perbaikan dari hasil kerja yang
kuarang atau salah untuk memperolah hasil yang lebih besar dan
lebih efisien. Setelah data melalui pangawas diperoleh, dianalisis
serta masalah yang timbul dicarikan pemecahannya serta mencegah
membuat masalah pada waktu mendatang. Menurut Sudjana (2004)
pembinaan yang efektif dapat digambarkan melalui 5 langkah
pokok yang berurutan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan informasi. Informasi yang dihimpun meliputi
kenyataan atau peristiwa yang benar-benar terjadi dalam
kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
2. Mengidentifikasi masalah. Masalah ini diangkat dari yang
pernah dikumpulkan dalam langkah pertama. Masalah akan
muncul apabila terjadi ketidak sesuaian dengan atau
penyimpangan dari kegiatan yang telah direncanakan. Ketidak
sesuaian atau penyimpangan menyebabkan adanya jarak
(perbedaan) antara kegiatan yang seharusnya terlaksana dengan
kegiatan benar-benar terjadi.
3. Menganalisis masalah. Kegiatan analisis adalah untuk
mengetahui jenis-jenis masalah dan faktor-faktor penyebab
timbulnya masalah tersebut. Faktor-faktor itu mungkin datang
dari para pelaksana kegiatan, sasaran kegiatan, fasilitas, gaya,
proses, waktu, dan kondisi lingkungan. Disamping faktor
penyebab, identifikasi pula sumber-sumber yang timbul.
4. Mencari dan menetapkan alternatif pemecahan masalah.
Kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah
mengidentifikasi alternatif upaya yang dapat dipertimbangkan
untuk memecahkan masalah.
5. Melaksanakan upaya pemecahan masalah. Pelaksanaan upaya
ini dapat dilakukan pembinaan baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pembinaan secara langsung dapat dibagi
2 macam : pertama, pembinaan individual atau perorangan
yaitu pembinaan yang dilakukan terhadap seseorang pelaksana
kegiatan. Pihak pembina memberikan dorongan, bantuan, dan
bimbingan langsung pada pelaksana kegiatan.kedua,
pembinaan kelompok. Pihak Supervisor mengalami para
pelaksana kegiatan secara kelompok pembinaan ini dapat
digunakan apabila para pelaksana kegiatan atau pihak yang
dibina memiliki kesamaan kegiatan atau kesamaan
permasalahan yang dihadapi.
2.5.6 Manfaat supervisi
Manfaat yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat
dibedakan atas dua macam :
2.5.6.1 Meningkatkan efektifitas kerja
Peningkatan efektifitas kerja ini berhubungan erat dengan makin
meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan bawahan serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara
atasan dan bawahan.
2.5.6.2 Meningkatkan efisiensi kerja
Peningkatan efisiensi kerja ini erat hubungannya dengan makin
berkurangnya kesalahan yang dilakukan oleh bawahan dan karena
itu pemakaian sumber daya (tenaga,dana, dan sarana) yang sia2
akan dapat dicegah (Azwar,1996).
2.5.7 Fungsi Supervisi
Supervisi mempunyai tiga fungsi. Pertama, Supervisi berguna untuk
meningkatkan kemampuan Supervisor dalam memberikan layanan kepada
para pelaksana kegiatan (Perawat). Kemantapan kemampuan akan dialami
apabila Supervisor sering melakukan supervisi. Kedua, Supervisi
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan para pelaksana kegiatan.
Ketiga, hasil Supervisi dapat berguna untuk menyusun pedoman atau
petunjuk pelaksanaan pelayanan profesional kepada pelaksana kegiatan.
Tiga prinsip hubungan kemanusiaan yaitu pengakuan dan penghargaan,
objektifitas, dan kesejawatan. Hubungan kemanusiaan mengisyaratkan
bawhwa supervisi dilakukan secara wajar, terbuka, dan partisipatif.
Pengakuan dan penghargaan berkaitan dengan sikap Supervisor untuk
mengakui potensi dan penampilan pihak yang di supervisi dan menghargai
bahwa pihak yang di supervisi dapat dan harus mengembangkan diri.
Objektifitas berkaitan dengan informasi dan permasalahan yang telah
ditemukan yang diperlakukan oleh Supervisor sebagaimana adanya
sedangkan upaya pemecahan permasalahan dilakukan secara rasional.
2.5.8 Alur Supervisi
Gambar 2.3 Alur Supervisi
Kepala bidang kePerawatan
Kepala seksi Perawatan
Kepala Perawat IRNA
Kepala Ruangan
Menetapkan kegiatan dan tujuan serta instrumen / alat
ukur
Menilai kinerja PerawatPP 1 PP 2
PA PA
Kinerja Perawat dan kualitas pelayanan meningkat
PEMBINAAN (3f) Penyampaian penilaian (fair) Feed back Follow Up, pemecahan masalah dan
reward
Supervisi
Supervisi
2.5.9 Langkah Supervisi
2.5.9.1 Pra Supervisi
1. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
2. Supervisor menetapkan tujuan
2.5.9.2 Pelaksana Supervisi
1. Supervisor menilai kerja Perawat berdasarkan alat ukur atau
instrumen yang telah disiapkan
2. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan
pembinaan
3. Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan
pembinaan dan klarifikasi permasalahan
4. Pelaksanaan Supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan
memvalidasi data sekunder
a. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada
b. Supervisor melakukan tanya jawab dengan Perawat
2.5.9.3 Paska Supervisi – 3F
1. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-fair)
2. Supervisor memberikan Feedback dan klarifikasi
3. Supervisor memberikan reinforcement dan Follow up
perbaikan
2.5.10 Peran Supervisor dan Fungsi Supervisi Keperawatan
Peran dan fungsi Supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan
keseimbangan Pelayanan Keperawatan dan manajemen sumber daya yang
tersedia
2.5.10.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan
Tanggung jawab Supervisor adalah
1. Menetapkan dan mempertahankan standar praktik
keperawatan
2. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang
diberikan
3. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur
pelayanan keperawatan, kerja sama dengan tenaga kesehatan
lain yang terkait.
2.5.10.2 Manajemen anggaran
Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu
perencanaan, dan pengembangan
Supervisor berperan dalam
1. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan
dana tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit
yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan RS.
2. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk
merencanakan anggaran keperawatan
3. Memberi justifikasi projeksi anggaran unit yang dikelola
2.5.11 Teknik supervisi
2.5.11.1 Proses Supervisi Keperawatan terdiri atas 3 elemen
kelompok,yaitu
1. Mengacu pada standar asuhan keperawatan
2. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding
untuk menetapkan pencapain
3. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan
mempertahankan kualitas asuhan
2.5.11.2 Area supervisi
1. Pengetahuan dan pengertian tentang Asuhan Keperawatan
kepada Klien
2. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar
3. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran
dan empati
Secara aplikasi, area supervisi keperawatan meliputi:
1. Kinerja Perawat dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan
kepada Klien
2. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
3. Pendidikan kesehatan melalui perencanaan pulang
4. Pengelolaan logistik dan obat
5. Penerapan metode Ronde Keperawatan dalam menyelesaikan
masalah Klien
6. Pelaksanaan Timbang Terima
2.5.12 Cara supervisi
Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara,yaitu:
2.5.12.1 Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung, dimana Supervisor dapat terlibat dalam kegiatan,
umpan balik, dan perbaikan.
2.5.12.2 Tidak Langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan.
Supervisor tidak melihat secara langsung apa yang terjadi
dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan
balik dapat diberikan secara tertulis.
FORMAT SUPERVISI PENGELOLAAN OBAT (SENTRALISASI OBAT)
Hari/tanggal :……………….. Supervisor :……………………..
Yang disupervisi :……………….. Ruangan :……………………..
Aspek penilaian Parameter Bobot Dilakukan KeteranganYa Tidak
Persiapan
Pelaksanaan
A. Menyiapkan Instrument1. Informed consent
pengelolaan sentralisasi obat
2. Buku pemakaian obat3. Format serah terima
B. Menyiapkan Klien1. Memberi penjelasan
Klien tentang prosedur yang akan dilakukan
A. Pelaksanaan sentralisasi obat:1. Katim atau Perawat
pelaksana mengikuti dokter kekamar Klien untuk melakukan visited
2. Pendelegesian pemberian resep kepada Klien dari kaltim keperawat pelaksana.
3. Perawat pelaksanaan menjelaskan kepada keluarga Klien cara pengambilan obat.
4. Pemeriksaan obat (yang dibawa oleh keluarga Klien) oleh Katim. - Jumlah obat- Jenis obat
5. Penjelasan katim kepada keluarga Klien tentang sentralisasi obat.- Tujuan
dilaksanakan sentralisasi obat
1
11
2
2
2
1
2
2
- Manfaat dilaksanakan sentralisasi obat
- Prosedur sentralisasi obat
6. Penjelasan katim kepada keluarga Klien tentang pentingnya informconsern tetang sentralisasi obat.
7. Mengisi format persetujuan sentralisasi obat.
8. Mengisi format serah terima obat.
9. Penjelasan oleh katim tentang jenis obat, waktu pemberian, dan kegunaan obat kepada keluarga Klien.
10. Katim dibantu Perawat pelaksana membagi obat pasien sesuai waktu pemberian.
11. Penyimpanan obat oleh katim ke lemari obat atau tempat sentralisasi obat.
12. Pemberian obat pada Klien sesuai jadwal minum obat Klien yang dilakukan oleh Perawat pelaksana.- Pendekatan
Perawat pelaksana kepada Klien dengan komunikasi terapeutik.
- Penjelasan oleh Perawat tentang prosedur buku kontrol dan pemakaian obat oral kepada Klien.
- Pemberian obat (oral) kepada Klien.
2
2
3
2
2
3
1
2
2
3
2
13. Dokumentasi atau pengisian buku kontrol dengan pemakaian obat.
B. Sikap Perawat selama melakukan sentralisasi obat.
1. Komunikasi.2. Kerjasama.3. Tanggung jawab.4. Kewaspadaan
2
2242
Total Nilai 50Kriteria:
Baik : jika nilai 40-50
Cukup : jika nilai 35-40
Kurang : jika nilai < 35
Mojosari,
……………….2015
Kepala Ruangan
(………………………………….)
2.6 Discharge Planning
2.6.1 Pengertian
Perencanaan pulang merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis
dari penilaian, persiapan dan koordinasi yang dilakukan untuk
memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kemudahan pengawasan
pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang
(Carpenito, 1990). Menurut Hurts (1996) perencanaan pulang merupakan
proses yang dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang
cukup untuk menyiapkan Klien melakukan Perawatan mandiri di rumah.
Discharge Planning (Perencanaan Pulang) merupakan komponen sistem
Perawatan berkelanjutan, pelayanan yang diperlukan Klien secara
berkelanjutan dan bantuan untuk Perawatan berlanjut pada Klien dan
membantu keluarga menemukan jalan pemecahan masalah dengan baik,
pada saat tepat dan sumber yang tepat dengan harga yang terjangkau
(Doenges & Moorhouse: 94-95).
2.6.2 Tujuan
Menurut Jipp dan Siras (1986) perencanaan pulang bertujuan :
2.6.2.1 Menyiapkan Klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial
2.6.2.2 Meningkatkan kemandirian Klien dan Keluarga
2.6.2.3 Meningkatkan Perawatan yang berkelanjutan pada Klien
2.6.2.4 Membantu rujukan Klien pada sistem pelayanan yang lain
2.6.2.5 Membantu Klien dan Keluarga memiliki pengetahuan dan
ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan
status kesehatan Klien
2.6.2.6 melaksanakan rentang Perawatan antar Rumah Sakit dan
Masyarakat
Rorden dan Traft (1993) mengungkapkan bahwa perencanaan pulang
bertujuan untuk :
2.6.2.7 Membantu Klien dan Keluarga untuk dapat memahami
permasalahan dan upaya pencegahan yang harus ditempuh
sehingga dapat mengurangi angka kembuh dan penerimaan
kembali di Rumah Sakit
2.6.2.8 Terjadi pertukaran informasi antara Klien sebagai penerima
pelayanan dengan Perawat dari Klien masuk sampai keluar Rumah
Sakit.
2.6.3 Manfaat
Menurut Spath (2003), perencanaan pulang mempunyai manfaat :
2.6.3.1 Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran
kepada Klien yang dimulai dari Rumah Sakit
2.6.3.2 Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan
untuk menjamin kontinuitas Perawatan Klien
2.6.3.3 Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyenbuhan Klien dan mengidentifikasi kekambuhan atau
kebutuhan Perawatan baru
2.6.3.4 Membantu kemandirian Klien dalam kesiapan melakukan
Perawatan Rumah
Manfaat discharge planning dapat dibedakan menjadi 3
2.6.3.5 Bagi Klien :
1. Meningkatkan kemandirian Klien dalam melakukan Perawatan
di rumah
2. Meningkatkan Perawatan yang berkelanjutan pada Klien
3. Membantu Klien memiliki pengetahuan,ketrampilan dan sikap
dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
Klien
2.6.3.6 Bagi Perawat :
1. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
2. Menerima informasi kunci setiap waktu
3. Memahami perannya dalam sistem
4. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
5. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang
berbeda dan cara yang berbeda.
6. Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif.
2.6.3.7 Bagi mahasiswa :
1. Terjadi pertukaran informasi antara mahasiswa dengan Klien
sebagai penerimaan pelayanan
2. Mengevaluasi pengaruh intervensi yang terencana pada
penyembuhan Klien
3. Membantu kemandirian Klien dalam kesiapan melakukan
Perawatan di rumah
2.6.4 Prinsip-prinsip
2.6.4.1 Klien merupakan focus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan
dan kebutuhan dari Klien perlu dikaji dan dievaluasi
2.6.4.2 Kebutuhan dari Klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan
dengan masalah yang mungkin timbul pada saat Klien pulang
nanti, sehingga kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat
segera diantisipasi
2.6.4.3 Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif, perencanaan
pulang merupakan pelayanan multidisipilin dan setiap tim harus
saling bekerja sama
2.6.4.4 Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumberdaya dan fasilitas
yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah
pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia
maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat
2.6.4.5 Perencanaan pulang dilakukan pada setiap system pelayanan
kesehatan. Setiap Klien masuk tatanan pelayanan maka
perencanaan pulang harus dilakukan.
2.6.5 Jenis
Chesca (1982) mengklasifikasikan jenis pemulangan Klien sebagai
berikut:
2.6.5.1 Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan
pulang ini dilakukan apabila kondisi Klien baik dan tidak terdapat
komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di rumah namun harus
ada pengawasan dari pihak Rumah Sakit atau puskesmas terdekat
2.6.5.2 Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini
merupakan akhir dari hubungan Klien dengan Rumah Sakit.
Namun apabila psien perlu dirawat kembali, maka prosedur
Perawatan dapat dilakukan kembali
2.6.5.3 Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini Klien diperbolehkan
pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk
pulang, tetapi Klien harus dipantau dengan melakukan kerjasama
dengan Perawat puskesmas terdekat.
2.6.6 Tindakan Keperawatan sebelum Klien pulang
Menurut Naylor (2003) beberapa tindakan kePerawatan yang dapat
diberikan pada Klien sebelum Klien diperbolehkan pulang antara lain :
2.6.6.1 Pendidikan kesehatan, diharapkan dapat mengurangi angka
kambuh atau komplikasi dan meningkatkan pengetahuan Klien
serta Keluarga tentang Perawatan
2.6.6.2 Program pulang bertahap, bertujuan untuk melatih Klien untuk
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat antara lain apa
yang harus dilakukan Klien di Rumah Sakit dan apa yang harus
dilakukan oleh Keluarga
2.6.6.3 Rujukan, integritas Pelayanan Kesehatan harus mempunyai
hubungan langsung antara Perawat Komunitas atau praktik mandiri
Perawat dengan Rumah Sakit sehingga dapat mengetahui
perkembangan Klien di rumah
2.6.7 Alur Discharge Planning
- Pemeriksaan klinis dan penunjang yang lain.
- Melakukan asuhan keperawatan.
- Penyuluhan kesehatan: penykit, Perawatan, pengobatan, diit, aktivitas, dan kontrol.
Perencanaan Pulang
Lain - lainPenyelesaian Administrasi
PROGRAM HE
- kontrol dan obat/Perawatan
- gizi- aktivitas dan istirahat- Perawatan diri
Monitor (sebagai program service safety) oleh : keluarga dan Klien
Klien Masuk - Menyambut kedatangan Klien- Orientasi Ruangan, peraturan dan denah
ruangan- Memperkenalkan Klien pada teman
sekamar, Perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain.
- Melakukan pengkajian keperawatan.
Klien Masuk- Perawat- Dokter- Tim
Kesehatan Lain
Klien Keluar
Keterangan :
1. Tugas Perawat primer :
a. Membuat rencana discharge planning
b. Membuat leaflet
c. Memberikan konseling dan pendidikan kesehatan
d. Menyediakan format discharge planning dan mendokumentasikan
discharge planning
2. Tugas Perawat Associate :
a. Melaksanakan agenda discharge planning
2.6.8 Tahap-tahap discharge planning
2.6.8.1 Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data
tentang Klien. Ketika melakukan pengkajian kepada Klien,
keluarga merupakan bagian dari unit Perawatan. Klien dan
Keluarga harus aktif dilibatkan dalam proses discharge agar
transisi dari Rumah Sakit ke rumah dapat efektif. Elemen penting
dari pengkajian discharge planning adalah:
1. Data Kesehatan
2. Data Pribadi
3. Pemberi Perawatan
4. Lingkungan
5. Keuangan dan Pelayanan yang dapat mendukung
2.6.8.2 Diagnosa
Diagnosa Keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge
planning, dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan Klien dan
keluarga. Keluarga sebagai unit Perawatan memberi dampak
terhadap anggota keluarga yang membutuhkan Perawatan. Adalah
penting untuk menentukan apakah masalah tersebut aktual atau
potensial.
2.6.8.3 Perencanaan
Menurut Luverne & Barbara, 1988, perencanaan pemulangan
Klien membutuhkan identifikasi kebutuhan spesifik Klien.
Kelompok Perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran
yang baik untuk persiapan pulang Klien, yang disingkat dengan
METHOD, yaitu:
1. Medication (obat).
2. Environment (Lingkungan).
3. Treatrment (pengobatan)
4. Health Teaching (Pengajaran Kesehatan)
5. Outpatient referral
6. Diet
2.6.8.4 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pengajaran dan referral.
Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan pada
catatan Perawat dan ringkasan pulang (Discharge Summary).
Instruksi tertulis diberikan kepada Klien. Demonstrasi ulang
menjadi harus memuaskan. Klien dan pemberi Perawatan harus
memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang akan
digunakan di rumah.
2.6.8.5 Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam
membuat kerja proses discharge planning. Perencanaan dan
penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas
dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan terus-menerus dan
membutuhkan revisi dan juga perubahan. Evaluasi lanjut dari
proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu setelah Klien
berada di rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner
atau kunjungan rumah (home visit).
Keberhasilan program rencana pemulangan tergantung pada enam
variabel:
1. Derajat penyakit
2. Hasil yang diharapkan dari Perawatan
3. Durasi Perawatan yang dibutuhkan
4. Jenis-jenis pelayanan yang diperlukan
5. Komplikasi tambahan
6. Ketersediaan sumber-sumber