PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PE�GUKURA� KI�ERJA PADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JE�DERAL AHMAD YA�I
KOTA METRO LAMPU�G
OLEH
ALDILA YUGHA A�DRA�IK
04110342
ASIA� BA�KI�G FI�A�CE A�D I�FORMATICS I�STITUTE
PERBA�AS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKU�TA�SI
2008
PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PE�GUKURA� KI�ERJA PADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JE�DERAL AHMAD YA�I
KOTA METRO LAMPU�G
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
ALDILA YUGHA A�DRA�IK
NIM 04110342
ASIA� BA�KI�G FI�A�CE A�D I�FORMATICS I�STITUTE
PERBA�AS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKU�TA�SI
2008
ASIA� BA�KI�G FI�A�CE A�D I�FORMATICS I�STITUTE
PERBA�AS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKU�TA�SI
PERSETUJUA�
Skripsi yang berjudul
PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PE�GUKURA� KI�ERJA PADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JE�DERAL AHMAD YA�I
KOTA METRO LAMPU�G
oleh
Nama : Aldila Yugha Andranik
NIM : 04110342
Program Studi : S1 - Akuntansi
telah disetujui untuk diujikan.
Jakarta, September 2008
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi, Dosen Pembimbing Skripsi,
Niko Silitonga, S.E., M.M. Adi Setiadi, S.E., MBA
ASIA� BA�KI�G FI�A�CE A�D I�FORMATICS I�STITUTE
PERBA�AS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKU�TA�SI
PE�GESAHA�
Skripsi yang berjudul
PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PE�GUKURA� KI�ERJA PADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JE�DERAL AHMAD YA�I
KOTA METRO LAMPU�G
telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Skripsi
pada
Hari :
Tanggal :
Waktu :
oleh
Nama : Aldila Yugha Andranik
NIM : 04110342
DAN YANG BERSANGKUTAN DINYATAKAN LULUS
Tim Penguji Skripsi
Ketua Sidang : ………………………..
Anggota : ……………………..…
Anggota : ……………….……….
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi,
Niko Silitonga S.E, M.M.
ASIA� BA�KI�G FI�A�CE A�D I�FORMATICS I�STITUTE
PERBA�AS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKU�TA�SI
PER�YATAA�
Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab penyusun sepenuhnya.
Jakarta, September 2008
Penyusun,
Aldila Yugha Andranik
04110342
ABSTRAK
Aldila Yugha Andranik, 04110342. PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD
SEBAGAI TOLOK UKUR PE�GUKURA� KI�ERJA PADA RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH JE�DERAL AHMAD YA�I KOTA METRO LAMPU�G.
Skripsi. Jakarta : Asian Banking Finance and Informatics Institute Perbanas,
September 2008.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Balanced Scorecard
sebagai tolOk ukur pengukuran kinerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro Lampung (RSUD Jendral Ahmad Yani). Untuk dapat
mengukur kinerja pada pada rumah sakit, diperlukan suatu tolak ukur yang tidak hanya
bertumpu pada kinerja aspek keuangan, tetapi juga non keuangan. Balance Scorecard
merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur secara seimbang aspek keuangan
dan non keuangan, melalui 4 perspektif yaitu : keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif, yang bertujuan melihat kinerja RSUD Jendral Ahmad Yani pada kurun
waktu 2006-2007. Untuk data primer, dilakukan wawancara kepada pegawai rumah
sakit. Data sekunder diambil dari laporan keuangan dan protap rumah sakit. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa kinerja pada perspektif keuangan , belum dapat diukur
dengan baik dan sempurna, Rumah sakit masih menggunakan pencatatan cash basis
accounting, sehingga peneliti tidak dapat melakukan analisa rasio-rasio keuangan yang
dinilai melalui instrument laporan keuangan dari laporan laba rugi. Kinerja pada
perspektif Pelanggan secara umum sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, Hal ini
dapat dilihat dari pemberian kebijakan-kebijakan tertentu pada pasien miskin atau tidak
mampu, dengan penggunan kartu ASKIN untuk melakukan pengobatan dan penggunaan
ASKES untuk PNS. Pada perspektif proses bisnis internal diperoleh gambaran bahwa
RSUD Ahmad Yani Kota Metro selalu berusaha untuk menangkap kemauan pasar
melalui inovasi-inovasi yang akan dan sedang dijalankan. Beberapa indikator telah
menunjukkan kinerja yang baik , untuk kinerja yang belum maksimal pihak rumah sakit
harus lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan pendidikan, agar dalam menangani
pasien dapat lebih efektif dan efisien.Tahun mendatang rumah sakit merencanakan
adanya produk unggulan yaitu sedang dipersiapkannya klinik fertilitas atau kesuburan.
Penanganan komplain pasien walaupun belum tercatat dengan baik, namun sebenarnya
pihak manajemen rumah sakit telah melalukan kebijakan yang baik, Pada perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran , secara keseluruhan dapa dilakukan dengan baik,
terlihat dari retensi karyawan yang tinggi dilihat dari Labour Turn Over rendah. Untuk
absensi karyawan,terlihat sudah dijalankan dengan baik karena umumnya disiplin
pegawai yang sudah cukup tinggi. Sedangkan pelatihan dan pendidikan lanjutan yang
dijalankan oleh pihak RSUD Ahmad Yani Kota Metro telah dilakukan dengan baik.
Pengukuran empat perspektif tersebut secara umum akan memberikan kemajuan bagi
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
KATA PE�GA�TAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Bismillahirahmanirrohim
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena
atas perkenan dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) dalam
bidang Akuntansi pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi di Asian Banking Finance
and Informatics Institute Perbanas, Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah
“PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD SEBAGAI TOLOK UKUR
PE�GUKURA� KI�ERJA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JE�DERAL AHMAD YA�I KOTA METRO LAMPU�G” .
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa hormat, sayang dan terima
kasih kepada kedua orang tua dan adik-adikku yang tidak henti-hentinya mencurahkan
doa, kasih sayang, kesabaran dan perhatian kepada penulis, serta selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Agar nantinya kelak
penulis mampu memenuhi harapan dan bisa membahagiakan kalian. Amin.
Dalam kesempatan ini, Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Cyrillus Harinowo selaku Rektor ABFII Perbanas Jakarta
2. Bapak Niko Silitonga, S.E., M.M, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Perbanas
Jakarta.
3. Bapak Adi Setiadi S.E., MBA, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing dan mengarahkan
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar ABFII Perbanas, khususnya Dosen S1 Program Studi
Akuntansi yang telah membekali Penulis dengan ilmu pengetahuan yang tidak
ternilai harganya.
5. Bapak dr. Hernowo Anggoro W,M.Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Lampung, yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
6. Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Lampung
yang telah banyak membantu didalam memberikan data-data yang penulis butuhkan
pada skripsi ini.
7. Teman-teman kampus : Arman (Man, thanks yah, kalo gak ada lw, TOEFL gw kaga
bakal lulus-lulus), Maya (May, potong rambut lw..!, pasti skripsi lw kelar dah),
Burik (Rik, lw mah malem Ju’mat ngajaknya Maya aj sih..), Dodi (Dod, ganti isi
dalem otak lw ye…!), Radya (Pras, nonton apan lagi kita..?), Marong (kilab
Rong..?), Mamet, (Met, makin hari makin tomboy lw…), Chris (Chris, ade arrie
makin hari makin sayang ma’ lw gak…?), Vina (Vin, uda tau lift kan..?) Caiz
(temenin gw ke Jatibening 1 yok…?), Ajie,(Mas Ajie, kalo Tamie jomblo kabarin
yah…he.) Muhar, (Har, Doni apa kabar…?), Ndie (masih di parkiran 4die..?),
Affan (Fan, nginep kosan lah…), Arrie, Avans, Maria, Debora, Deby, Nana, Nia,
Mb’Put, Tasya, Fitri , Hendra warung, Sambel Subuh crews, Futsall Friday crews,
Al’Macani crews, Sweet Banana crews, Rocker Irama crews, anak-anak Akuntansi
kelas G angkatan 2004, thanks buat kebaikan-kebaikan lo semua selama dikampus.
8. Teman-teman Kosan : Jibril, (Jib, abis ini sapa lagi mangsa lw…?), Opan (Pan,
buruan napa pindah kosan..!) Willy, Dendi, Tapha, Novi, (4opi Muamar, keren
yah..?), Kamil (Mil, gw minta barang-barang bermerk lw dong….!) Yazid, thanks
yah uda mau tuker-tuker ilmu gilanya.
9. Boni, (Bon semangat, masa depan bukan masa bodoh), Rayra (bingung….), Nthie
(4thie, lw mandi kembang dah, biar wangian..), tetep begitu aj yah…?
10. Semua teman-teman di Perbanas, terimakasih dukungan dan kebaikannya.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyaadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
banyak keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu dengan lapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya,
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan
pembaca umumnya.
Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Jakarta, September 2008
Aldila Yugha Andranik
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ILUSTRASI………………………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………. 1
1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………………... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………………….. 7
1.4 Metodologi Penelitian……………………………………………………………… 8
1.5 Sumber Data……………………………………………………………………….. 9
1.6 Sistematika Penulisan……………………………………………………………… 9
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………………... 11
2.1 Sistem Pengukuran Kinerja………………………………………………………... 11
2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja…………………………………………….... 11
2.1.2 Pengukuran Kinerja Sistem Tradisional…………………………………….. 12
2.1.3 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja…………………………………………. 14
2.1.4 Manfaat Pengukuran Kinerja……………………………………………....... 15
2.1.5 Kelemahan Pengukuran Kinerja…………………………………………….. 16
2.2 Balanced Scorecard……………………………………………………………….. 16
2.2.1 Pengertian Balanced Scorecard…………………………………………....... 16
2.2.2 Perspektif Keuangan……………………………………………………........ 19
2.2.3 Perspektif Konsumen………………………………………………………... 21
2.2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal……………………………………………. 23
2.2.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran…………………………………. 25
2.3 Indikator Pelayanan Rawat Inap………………………………………………….. 28
2.4 CRR (Cost Recovery Rate)………………………………………………………... 31
2.5 Rumah Sakit………………………………………………………………………. 31
2.5.1 Pengertian Rumah Sakit…………………………………………………….. 31
2.5.2 Jenis Rumah Sakit………………………………………………………....... 31
BAB III LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………... 34
3.1 Sejarah Singkat RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro………………………. 34
3.2 Status Kedudukan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro……………………. 36
3.3 Visi dan Misi Kedudukan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro……………. 36
3.4 Tujuan Kedudukan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro…………………… 39
3.5 Falsafah Kedudukan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro………………….. 39
3.6 Tugas Pokok dan Fungsi………………………………………………………….. 41
3.7 Struktur Organisasi………………………………………………………………... 42
3.8 Gambaran Umum………………………………………………………………….. 44
3.8.1 Keadaan Umum Rumah Sakit………………………….................................. 44
3.8.2 Jenis Pelayanan…………………………………………………………........ 45
3.9 Sumber Pembiayaan……………………………………………………………….. 47
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN………………………………………… 48
4.1 Kerangka Konsep………………………………………………………………….. 49
4.2 Perspektif Keuangan………………………………………………………………. 50
4.2.1 Pertumbuhan Tingkat Pendapatan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro. 51
4.2.2 Pengeluaran Belanja RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro……………. 53
4.2.3 Perbandingan Antara Anggaran dan Realisasi RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro………………………………………………………………........... 55
4.2.4 Perbandingan antara Pendapatan dan Belanja (CRR : Cost Recovery Rate)…… 56
4.3 Perspektif Konsumen………………………………………………………….......... 57
4.3.1 Kebijakan Biaya Pengobatan Pasien……………………………………........... 58
4.3.2 Kebijakan Poliklinik……………………………………………………............ 59
4.3.3 Kebijakan Rawat Inap…………………………………………………………. 59
4.4 Perspektif Proses Bisnis Internal……………………………………………………. 63
4.4.1 Inovasi………………………………………………………………………… 63
4.4.2 Indikator Pelayanan Rawat Inap……………………………………………… 64
4.4.3 Komplain dan Saran……………………………………………………...……. 72
4.4.4 Layanan Purna Jual……………………………………………………………… 73
4.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran…………………………………….…… 73
4.5.1 Tingkat Retensi Karyawan……………………………………………………. 74
4.5.2 Absensi Karyawan………………………………………………………………. 75
4.5.3 Pelatihan dan Pendidikan Lanjutan……………………………………………… 76
4.6 Analisis Hasil Penelitian………………………………………………………………. 78
4.6.1 Hasil Analisis Balance Scorecard……………………………………………...... 78
4.6.2 Perspektif Keuangan………………………………………………………....... 79
4.6.3 Perspektif Konsumen……………………………………………………………. 80
4.6.4 Perspektif Proses Bisnis Internal……………………………………………....... 80
4.6.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran…………………………………… 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………. 82
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………… 83
5.2. Saran………..………………………………………………………………………… 85
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. 88
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PE�DAHULUA�
1.1 Latar Belakang Masalah
Untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif, manajemen perusahaan yang
baik merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan memerlukan sistem manajemen yang didesain sesuai dengan tuntutan
lingkungan usahanya, karena dengan menggunakan sistem manajemen yang sesuai
dengan tuntutan lingkungan usaha maka perusahaan akan mampu bersaing dan
berkembang dengan baik.
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi sebuah
perusahaan. Pengukuran tersebut, dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
perusahaan serta sebagai dasar penyusunan imbalan dalam perusahaan. Selama ini
pengukuran kinerja secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan.
Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan yang tinggi akan dinilai berhasil
dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan.
Akan tetapi, menilai kinerja perusahaan semata-mata dari sisi keuangan tidak baik,
karena kinerja keuangan yang baik saat ini dapat dicapai dengan mengorbankan
kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Dan sebaliknya, kinerja keuangan
yang kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan
investasi-investasi demi kepentingan jangka panjang. Untuk mengatasi kekurangan ini,
maka diciptakan suatu metode pendekatan yang mengukur kinerja perusahaan dengan
mempertimbangkan 4 aspek yaitu aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal
serta proses belajar dan berkembang (Ali Mutasowifin, 2002 :245).
Metode ini berusaha untuk menyeimbangkan pengukuran aspek keuangan dengan
aspek non keuangan yang secara umum dinamakan Balanced Scorecard. Dengan
menerapkan metode Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu
mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan
tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced
Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang
secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer
tentang performance bisnis.
Rumah Sakit adalah bentuk organisasi pengelola jasa pelayanan kesehatan
individual secara menyeluruh. Di dalam organisasinya terdapat banyak aktivitas, yang
diselenggarakan oleh petugas berbagai jenis profesi, baik profesi medik, paramedik
maupun non-medik. Untuk dapat menjalankan fungsinya, diperlukan suatu sistem
manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses perencanaan strategik , baik untuk
jangka panjang maupun jangka pendek. Suatu perencanaan startegik dapat disebut baik
apabila perencanaan tersebut dapat ditindaklanjuti secara praktis ke dalam program-
program operasional yang berorientasi kepada economic - equity - quality. Artinya
rumah sakit dikelola secara efektif dan efisien, melayani segala lapisan masyarakat dan
berkualitas.
Memasuki era globalisasi perdagangan antarnegara , pimpinan rumah sakit di
Indonesia perlu memfokuskan strategi perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian,
dan pengendalian sehingga siap dengan daya saing di tingkat global. Di dalam era
tersebut, para konsumen bebas memilih rumah sakit mana yang mampu memberikan
pelayanan memuaskan, profesional dengan harga bersaing, sehingga strategi dan kinerja
rumah sakit pun harus berorientasi pada keinginan pelanggan tersebut. Untuk itu
diterapkan balanced scorecard yang diharapkan menjawab tuntutan dan tantangan
zaman.
Rumah sakit swadana memerlukan pembiayaan yang lebih mandiri untuk menjamin
kelangsungan dan perkembangan organisasi didalamnya yang juga adanya keterbatasan
dana pemerintah. Otorisasi untuk mengelola dana hasil pendapatan fungsional rumah
sakit swadana dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional, biaya
pemeliharaan sarana dan prasarana serta biaya untuk keperluan pengembangan sumber
daya manusia.
Oleh karena RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro merupakan rumah sakit
swadana , maka pengukuran kinerja pada rumah sakit sangat diperlukan, agar rumah
sakit tidak kalah dalam bersaing. Pembiayaan kelangsungan organisasinya akan
bergantung dari kegiatan operasional atas pendapatan jasa pelayanan kesehatan yang
dihasilkan serta subsidi dari pemerintah.
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro disorong untuk terus melakukan
pembenahan dan peningkatan kinerja. Saat ini RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
hanya mempunyai neraca laporan tahunan yang memuat gambaran umum tentang
kegiatan penerimaan dan belanja rumah sakit yang telah dicapai dari tahun ke tahun
berdasarkan cash basis, yang digunakan untuk penyusunan rencana kerja tahun
berikutnya. Mengenai laporan kinerja yang komprehensif dari semua aspek disetiap unit
rumah sakit belum adsa yang mengevaluasi secraa lengkap. Oleh sebab itu penulis
tertarik untuk melakukan analisa kinerja tidak hanya dari aspek keuangan saja tetapi
juga dari aspek non keuangan, melalui pendekatan konsep Balance Scorecard.
Rumah Sakit Umum Jenderal Ahmad Yani Kota Metro sebagai rumah sakit rujukan
pelayanan kesehatan di daerah sekitar Kota Metro , disatu pihak diperhadapkan pada
kekuatan-kekuatan dan masalah-masalah intern yang ada, sedangkan di lain pihak
secara, bersamaan juga diperhadapkan pada kondisi lingkungan dengan berbagai faktor
peluang dan tantangan yang senantiasa berkembang dinamis. Oleh karena itu untuk
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang prima bagi masyarakat perlu disusun Visi
Misi, Tujuan, Sasaran serta Indikator keberhasilan yang dirampungkan dalam bentuk
Rencana Stratejik. Indikator keberhasilan merupakan alat ukur yang harus dievaluasi
secara periodik berkesinambungan. Indikator bukan saja dalam bentuk finansial tapi juga
dengan indikatoryang lain seperti pelangan, bisnis inernal juga pembelajaran dan
pertumbuhan yang selanjutnya dijadikan bahan untuk mengendalikan arah dan mutu
pelayanan kesehatan agar visi yang telah ditetapkan benar-benar dapat diwujudkan.
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro merupakan salah satu Rumah Sakit Umum
di Kota Metro yang berusaha memberikan pelayanan kesehatan secara profeisonalisme
dan meningkatkan mutu terus-menerus. Memaksa pihak RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro untuk selalu memperbaiki kinerjanya, agar dapat menambah kepercayaan
masyarakat atas pelayanan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro. Kepercayaan ini
sangatlah penting, mengingat masyarakat merupakan pengguna jasanya. Diharapkan
dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit menpunyai dampak
pada pendapatan Rumah Sakit.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit haruslah berada dalam
kondisi yang baik, dimana dapat memuaskan para pengguna jasa pelayanan kesehatan di
rumah sakit tersebut. Oleh karena itu kualitas pelayanan kesehatan semestinya menjadi
fokus utama dari pihak manajemen rumah sakit. Kualitas pelayanan yang baik dapat
dihasilkan melalui perbaikan kinerja yang terus menerus. Untuk memonitor dan
mengevaluasi kinerja yang dihasilkan secara berkesinambungan, manajemen
memerlukan alat bantu dalam pengambilan keputusan strategis bagi organisasinya, yang
bertujuan meningkatkan kinerja organisasi.
Melihat fenomena tersebut di atas, maka perlu digunakan alternatif pengukuran
kinerja RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dengan menggunakan Balanced
Scorecard yang lebih komprehensif, akurat, terukur karena dalam menilai kinerja suatu
organisasi tidak hanya dinilai dari aspek keuangan saja, tetapi juga dinilai dari aspek
nonkeuangan.
Dari latar belakang dan uraian di atas, maka dalam penelitian ini mengambil judul
“PE�ERAPA� BALA�CED SCORECARD SEBAGAI TOLOK UKUR
PE�GUKURA� KI�ERJA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JE�DERAL AHMAD YA�I KOTA METRO LAMPU�G”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro diukur dengan menggunakan Balanced Scorecard ?
2. Bagaimana sistem pengukuran kinerja yang selama ini diterapkan pada Rumah
Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani Kota Metro ?
3. Kendala-kendala dan manfaat apa yang dihadapi dalam penggunaan Balanced
Scorecard ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menginvestigasi gambaran penggunaan Balanced Scorecard terhadap penilaian
kinerja rumah sakit.
2. Untuk mengevaluasi sampai sejauh mana penerapan Balanced Scorecard sebagai
alat analisis yang komprehensif dan koheren pada suatu perusahaan.
3. Membandingkan suatu alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang
memperhatikan aspek finansial dan aspek nonfinansial.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis
Penulis dapat memperoleh gambaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai
penerapan Balance Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan.
2. Bagi organisasi
Diharapkan dengan penelitian ini dapat menolong efektivitas organisasi dan
mendorong penerapan untuk tujuan strategis serta dapat memberikan masukan
berupa pemikiran tentang sistem manajemen strategic yang komprehensif dan
seimbang dengan menggunakan Balance Scorecard , yang memberikan instrumen
baru yang cukup menjajikan untuk diterapkan sebagai pengukuran kinerja
organisasi.
3. Bagi pembaca
Manfaat bagi pembaca dapat dijadikan bacaan untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan khususnya akuntansi manajemen dan menjadi bahan pertimbangan
bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian yang menyangkut kinerja manajemen
suatu badan usaha berbentuk rumah sakit.
1.4 Metodologi Penelitian
Dalam melakukan analisis atas Balance Scorecard , penulis menggunakan metode
penelitian sebagai berikut.
1. Metode. Deskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan membuat deskripsi atau
gambaran keadaan secara sistematis. Aktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki, melalui pelaksanaan penelitian
persputakaan dan dokumenter, penelitian tindakan, penelitian analisis pekerjaan dan
aktivitas dari objek yang diteliti.
2. Studi kasus, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai
kemungkinan implementasi Balance Scorecard pada RSUD Jendral Ahmad Yani
Kota Metro sebagai sampelnya.
Sedangkan tehnik penelitian yang digunakan adalah:
1. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian langsung pada objek dengan
tujuan untuk mendapatkan data primer, dengn mengadakan observasi dan
wawancara.
2. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu untuk memperoleh data yang
dikumpulkan dari catatan perusahaan, berupa laporan keuangan dan laporan
perkembangan usaha dari manajemen yang mendukung kebutuhan penelitian.
1.5 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder
(secondary, yaitu data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung (melalui
media perantara) atau merupakan data yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain
(Indriantoro Dan Supomo, 2002:147).
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah berupa opini subyek yang
dikumpulkan secara individual dari responden yang terdiri dari pegawai dan masyarakat
pengguna layanan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro. Sedangkan sumber data
sekunder diperoleh dari perusahaan yang diteliti atau data yang dipublikasikan untuk
umum dalam hal ini terbitan yang dikeluarkan oleh media massa atau perusahaan
penerbit, dalam penelitian ini adalah berupa laporan kinerja finansial dari RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan : Menjelaskan dan menguraikan gambaran umum atas topik
yang dibahas, yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, sumber data serta sistematika penulisan ini
sebagai gambaran keseluruhan dari bab-bab yang ada.
BAB II Landasan Teori : Menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan pokok
pembahasan. Yaitu akan menguraikan hal-hal apa saja yang digunakan dalam penilaian
kinerja,antara lain sistem penilaian kinerja, penilaian kinerja dengan sistem tradisional,
pengertian Balance Scorecard dan pengertian rumah sakit.
BAB III Latar Belakang Masalah : Menjelaskan tinjauan atas RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro, yang meliputi sejarah singkat ,visi dan misi , tujuan dan
falsafah rumah sakit, tugas pokok dan fungsi, gambaran umum, sumber pembiayaan dan
pelaksanaan kegiatan.
BAB IV Penyajian Data dan Analisis Hasil Penelitian : Berisi uraian data hasil
penelitian, baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif , yang kemudian digunakan
untuk menganalisis masalah, berkaitan dengan analisis atas misi, visi, dan strategi
perusahaan dalam kaitanya dengan Balance Scorecard, serta identifikasi keistemewaan
dan kelemahan atas penerapan Balance Scorecard.
BAB V Kesimpulan dan Saran : Berisi mengenai kesimpulan akhir dari keseluruhan
antara teori dan penelitian terhadap RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, sebagai
objek penelitian, dan memberikan saran-saran untuk membuat suatu penyesuaian dan
perbaikan berkaitan dengan analisis yang telah dilakukan.
BAB II
LA�DASA� TEORI
2.1 Sistem Pengukuran Kinerja
2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja
Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau
seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, seiring dengan
referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan,
suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan
semacamnya (Fauzi, 1995 : 207). Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kegiatan
manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Mulyadi (1997 : 419) mendefinisikan
penilaian kinerja sebagai penentu secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh
sumber daya manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas
perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi.
Setiap organisasi mengharapkan kinerja yang memberikan kontribusi untuk menjadikan
organisasi sebagai suatu institusi yang unggul di kelasnya. Jika keberhasilan organisasi
untuk mengadakan institusi yang unggul ditentukan oleh berbagai faktor maka berbagai
faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan (succes factor) untuk menjadikan
organisasi suatu institusi yang unggul tersebut digunakan sebagai pengukur keberhasilan
personal.
Dengan demikian, dibutuhkan suatu penilaian kinerja yang dapat digunakan
menjadi landasan untuk mendesain sistem penghargaan agar personel menghasilkan
kinerjanya yang sejalan dengan kinerja yang diharapkan oleh organisasi.
2.1.2 Pengukuran Kinerja Sistem Tradisional
Dalam masyarakat tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah
ukuran kinerja keuangan. Pengukuran kinerja ini mudah dilakukan sehingga kinerja
personel yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan. Namun ukuran
keuangan tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan
yang diciptakan oleh organisasi dan lebih memfokuskan pada pengerahan sumber daya
organisasi untuk tujuan-tujuan jangka pendek. Ukuran keuangan yang biasa digunakan
adalah rasio-rasio keuangan yang meliputi :
1. Rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek bila jatuh tempo.
2. Rasio leverage yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh
hutang.
3. Rasio aktivitas yang mengukur seberapa efektif manajemen yang ditujukan oleh
laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan.
4. Rasio pertumbuhan yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan
posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi dan industri.
5. Rasio penilaian yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai
pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi.
Menurut Weston dan Copeland (1989) pengukuran kinerja dengan menggunakan
rasio rasio seperti diatas mempunyai keterbatasan-keterbatasan yaitu :
1. Rasio ini disusun berdasarkan data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara
penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.
2. Jika perusahaan menggunakan tahun fiskal yang berbeda atau jika factor musiman
merupakan pengaruh yang penting maka akan mempunyai pengaruh pada rasio-
rasio perbandingannya.
3. Analisis harus sangat hati-hati dalam menentukan baik buruknya suatu rasio dalam
membentuk suatu penilaian menyeluruh dari perusahaan berdasarkan serangkaian
rasio keuangan.
4. Rasio yang sesuai dengan rata-rata industri tidak memberikan kepastian bahwa
perusahaan berjalan normal dan memiliki manajemen yang baik.
2.1.3 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja
Menurut Robert & Anthony (2001), tujuan dari sistem pengukuran kinerja
adalah untuk membantu dalam menetapkan strategi. Dalam penerapan system
pengukuran kinerja terdapat empat konsep dasar :
1. Menentukan strategi
Dalam hal ini paling penting adalah tujuan dan target organisasi dinyatakan
secara ekspilit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan organisasi
dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya.
2. Menentukan pengukuran strategi
Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasikan strategi ke seluruh
anggota organisasi. Organisasi tersebut harus focus pada beberapa pengukuran kritikal
saja. Sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran indikator kinerja
yang tidak perlu.
3. Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen
Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun
informal, juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya manusia
perusahaan.
4. Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan
Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuran kinerja organisasi apakah
masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu.
Pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi
bisnis dengan cara membandingkan hasil actual dengan sasaran dan tujuan strategis.
Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode sistematis dalam penempatan
sasaran dan tujuan serta pelaporan periodik yang mengidentifikasikan realisasi atas
pencapaian sasaran dan tujuan. (Robert Simons, 1995)
2.1.4 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik
adalah sebagai berikut :
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya member kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih kongkret
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsenus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward”
atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.1.5 Kelemahan Pengukuran Kinerja
Robert S. Kaplan dan David P. Norton menyatakan bahwa kelemahan-kelemahan
pengukuran kinerja yang menitik beratkan pada kinerja keuangan yaitu :
1. Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tidak tampak (intangible
Assets)danharta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.
2. Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masa lalu perusahaan
dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.
2.2 Balanced Scorecard
2.2.1 Pengertian Balanced Scorecard
Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang
diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara
keseluruhan. Balanced Scorecard memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan
strategi suatu perusahaan pada manajer-manajer di seluruh organisasi. Balanced
Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi
keuangannya (Amin Widjaja Tunggal,2002 : 1).
Balanced Scorecard menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1997 : 7)
merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk mengukur
kinerja perusahaan, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard
menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian
dari informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan
pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran
keuangan dan non keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas
bawah (top-down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi
tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata (Teuku
Mirza, 1997 : 14).
Ilustrasi 1
Penjabaran visi ke dalam tujuan dan sasaran strategi
Visi
Tujuan Tujuan Tujuan
(Goal) (Goal) (Goal)
Sasaran Strategik Sasaran Strategik Sasaran Strategik
(strategic objectives) (strategic objectives) (strategic objectives)
Sumber :
Mulyadi & Setyawan (1999). Sistem Perencanaan & Pengendalian Manajemen
1. Komunikasi & hubungan
Balanced Scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang
saham konsumen karena untuk tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik.
Untuk itu Balance Scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari 3
kegiatan :
a. Communicating dan education
b. Setting goal
c. Linking reward to performance measure
2. Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara bisnis dan
rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi pada saat ini mengimplementasikan
berbagai macam program yang mempunyai keunggulan masing-masing yang saling
bersaing antara satu dengan yang lain, sehingga akan menyulitkan manajer untuk
mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Dengan
menggunakan Balanced Scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya
dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan akan menggerakkan mereka
ke arah tujuan jangka panjang perusahaan menyeluruh.
3. Umpan Balik dan Pembelajaran
Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem manajemen perusahaan maka
perusahaan tersebut akan dapat melakukan monitor terhadap apa yang dihasilkan
perusahaan dalam jangka pendek dari tiga perspektif yang ada dalam Balanced
Scorecard yaitu konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan
akan dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi dalam kinerja.
2.2.2 Perspektif Keuangan
Dalam Balanced Scorecard kinerja keuangan tetap menjadi perhatian, karena
ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang
disebabkan oleh keputusan dan ekonomi yang diambil (Teuku Mirza, 1997 : 15). Ukuran
kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic, inisiatif strategic dan
implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bagi
perusahaan, Kaplan & Norton (1996 : 48) mengidentifikasikan tiga tahapan dari siklus
kehidupan bisnis yaitu :
a. Pertumbuhan (growth)
Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada
tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan
memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi
untuk berkembang biak. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara actual
beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal
investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini
seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau
penjualan dalam pasar yang ditargetkan.
b. Bertahan (Sustain Stage)
Sustain stage merupakan suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi
dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini
perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan
mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan
tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan
pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
c. Menuai (Harvest)
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan
melakukan panen terhadap investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya.
Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk
pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan
ekspansi/membangun suatu kemampuan baru.
Tujuan utama dalam tahapan ini adalah memaksimumkan kas yang masuk ke
perusahaan. Untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang mampu berkreasi
diperlukan keunggulan di bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang ini,
organisasi menguasai sumber daya yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tiga
perspektif strategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan
perspektif proses pertumbuhan dan pembelajaran.
2.2.3 Perspektif Konsumen
Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumennya jika
manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi dari pada pengorbanan yang dikeluarkan
oleh konsumen tersebut untuk mendapat produk dan jasa itu. Produk atau jasa tersebut
akan semakin mempunyai nilai apabila manfaatnya mendekati ataupun melebihi dari apa
yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Kaplan dan Norton perusahaan diharapkan
mampu membuat suatu segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya yang paling
mungkin untuk dijadikan sasaran sesuai dengan kamampuan sumber daya dan rencana
jangka panjang perusahaan. Dalam perspektif konsumen terdapat 2 kelompok
perusahaan yaitu:
1. Kelompok perusahaan inti konsumen (customer core measurement group).
Kelompok-kelompok pengukuran inti konsumen yaitu :
a. Pangsa Pasar (Market Share)
Menggambarkan seberapa besar penjualan yang dikuasai oleh perusahaan dalam
suatu segmen tertentu.
b. Kemampuan mempertahankan konsumen (customer retention)
Tingkat kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hubungan dengan
konsumennya yang mungkin seberapa besar perusahaan berhasil mempertahankan
pelanggan lama.
c. Kemampuan meraih konsumen baru (customer acquisition)
Tingkat kemampuan perusahaan demi memperoleh dan menarik konsumen baru
dalam pasar.
d. Tingkat kepuasan konsumen (customer satiffation)
Merupakan suatu tingkat kepuasan konsumen terhadap kriteria kinerja/nilai tertentu
yang diberikan oleh perusahaan.
e. Tingkat protabilitas konsumen (customer profitability)
Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diperoleh perusahaan dari
penjualan kepada konsumen/segmen pasar.
2. Kelompok pengukur nilai konsumen (customer value measement)
Merupakan kelompok penunjang yang merupakan konsep kunci untuk
memahami pemicu-pemicu (driver). Dari kelompok-kelompok pengukuran inti
konsumen kelompok pengukuran nilai konsumen terdiri dari :
a. Atribut-atribut produk dan jasa (product/service)
Atribut-atribut produk-produk jasa harga dan fasilitasnya.
b. Hubungan dengan konsumen (customer relationship)
Meliputi hubungan dengan konsumen yang melalui pengisian produk/jasa kepada
konsumen, termasuk dimensi respon dan waktu pengirimannya dan bagaimana pula
kesan yang timbul dari konsumen setelah membeli produk atau jasa perusahaan
tersebut.
c. Citra dan reputasi (image & reputation)
Dalam dimensi ini termuat faktor-faktor yang membuat konsumen merasa tertarik
pada perusahaan seperti hasil promosi baik secara personal (melalui pameran-
pameran, door to door) maupun lewat media masa atau elektronik ataupun
ungkapan-ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen.
2.2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal, perusahaan harus meng-identifikasikan
proses internal yang penting dimana perusahaan harus melakukannya dengan sebaik-
baiknya. Karena proses internal tersebut memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggan
dan akan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham
(Ancella Hermawan, 1996 : 56). Para manager harus memfokuskan perhatiannya pada
proses bisnis internal yang menjadi penentu kepuasan pelanggan kinerja perusahaan dari
perspektif pelanggan. Kinerja dari perspektif tersebut diperoleh dari proses kinerja bisnis
internal yang diselenggarakan perusahaan. Perusahaan harus memilih proses dan
kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan ukuran-ukuran untuk menilai
kinerja-kinerja proses dan kompetensi tersebut. Analisis atau proses bisnis internal
perusahaan dilakukan melalui analisis rantai nilai (value chain analysist) yang
digambarkan sebagai berikut :
Ilustrasi 2
Model Rantai �ilai Generik
Sumber :
Kaplan, Robert S. dan David Norton. (2000) Balance Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi.Jakarta: Erlangga, p.84
Pada Gambar menunjukkan bahwa kehebatan opeerasional mungkin hanya salah
satu komponen, dan barangkali bukanlah komponen yang paling menentukan, dari
upaya perusahaan mencapai tujuan finansial dan pelanggan.
Masing-masing perusahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang
unik bagi pelanggannya. Secara umum Kaplan dan Norton (1996 : 96) membaginya
menjadi tiga prinsip dasar yaitu :
1. Inovasi
Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapatkan
perhatian, dibandingkan pengukuran kinerja yang dilakukan dalam proses operasi. Pada
tahap ini perusahaan mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan para pelanggan di
Proses Inovasi Proses Operasi
Proses
Layanan
Purna Jual
Kebutuhan
Pelanggan
Diidentifikasi
Kebutuhan
Pelanggan
Diidentifikasi
Ciptakan
Produk/
Jasa
Bangun
Produk/
Jasa
Luncurkan
Produk/
Jasa
Kenali
Pasar
Layanan
Pelanggan
masa mendatang serta merumuskan cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan
tersebut.
2. Operasi
Tahap ini merupakan tahap akhir di mana perusahaan secara nyata berupaya
untuk memberikan solusi kepada para pelanggannya dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhan langganan dan kebutuhan mereka. Kegiatan operasional berasal dari
penerimaan pesanan dari pelanggan dan berakhir dengan pengiriman produk atau jasa
pada pelanggan. Kegiatan ini lebih mudah diukur kejadiannya yang rutin dan terulang.
3. Layanan pasca jual
Dalam tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada
para pelanggan yang telah membeli produk-produknya dalam bentuk layanan pasca
transaksi.
Aspek proses dalam pelayanan kesehatan di industri rumah sakit, dapat di
evaluasi melalui indikator yang telah ditetapkan, dan digunakan sebagai alat monitor
yang praktis oleh manjemen. Bebrapa gambaran proses pelayanan yang umumnya
digunakan di rumah sakit adalah Bed Turnover Ratio (BTO), Gross Death Rate (GDR),
4et Death Rate (NDR), Bed Occupacion Rate (BOR), Average Length of Stay (AvLOS),
Turn Over Interval (TOI) yang disebut indikator penampilan klinik atau indikator
pelayanan rawat inap rumah sakit. Dalam proses pelayanan kesehatan, jika
dikuantitatifkan dalam angka adalah jumlah yang dilayani yang berhubungan dengan
rumah sakit.
2.2.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Tujuan dimasukkannya kinerja ini adalah untuk mendorong perusahaan menjadi
organisasi belajar (learning organization) sekaligus mendorong pertumbuhannya (Teuku
Mirza, Usahawan, 1997).
Kaplan dan Norton membagi tolak ukur perspektif ini dalam tiga prinsip yaitu :
1. People
Tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih lanjut dituntut untuk dapat
berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk dapat
memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran strategi perusahaan,
salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah
perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang
dimiliki. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau
dalam menerapkan Balanced Scorecard :
a. Tingkat Kepuasan Karyawan
Kepuasan karyawan merupakan suatu para kondisi untuk meningkatkan
produktivitas, kualitas, pelayanan kepada konsumen dan kecepatan bereaksi. Kepuasan
karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi perusahaan jasa.
b. Tingkat perputaran karyawan (retensi karyawan)
Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
pekerja-pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang
telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak
mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam perusahaan.
c. Produktivitas karyawan
Produktivitas merupakan hasil dari pengaruh rata-rata dari peningkatan keahlian
dan semangat inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan.
Tujuannya adalah menghubungkan output yang dilakukan para pekerja terhadap jumlah
keseluruhan pekerja.
2. Sistem
Motivasi dan ketrampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang
pencapaian tujuan proses pembelajaran dan pertumbuhan apabila mereka tidak memiliki
informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang
memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu
dan akurat sebagai umpan balik, oleh sebab itu karyawan membutuhkan suatu system
informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
3. Organizational Procedure
Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk mencapai
suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas harus diteruskan karena
karyawan yang sempurna dengan informasi yang berlimpah tidak akan memberikan
kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak
selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk
mengambil keputusan atau bertindak.
Ilustrasi 3
Kerangka Kerja
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Sumber :
Kaplan, Robert S. dan David Norton. (2000) Balance Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi.Jakarta: Erlangga, p.112
2.3 Indikator Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator
berikut bersumber dari sensus harian rawat inap, yaitu :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to
inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes
Kompetensi Staf
HASIL
Produktivitas
Pekerja
Retensi Pekerja
Kepuasan
Pekerja
Insfrastruktur
Teknologi
Iklim Untuk
Bertindak
RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam
satu periode)) X 100%
2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of
inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes
RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari
(Depkes, 2005).
Rumus :
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang Perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.
Rumus :
TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup
+mati)
4. BTO (Bed Turn Over = Angka Perputaran Tempat Tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah “…the net effect of changed in occupancy
rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
5. NDR (4et Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.
Rumus :
GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000
‰
2.4 CRR (Cost Recovery Rate)
Cost Recovery Rate adalah ukuran profitabilitas yang digunakan untuk
mengetahui berapa besar perbandingan antara pendapatan fungsional terhadap
pengeluaran bahwa total belanja di atau belanja yang dilakukan.
2.5 Rumah Sakit
2.5.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut American Hospital Association, rumah sakit adalah suatu organisasi
yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang
permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien
(Azrul Anwar, 1966).
2.4.2 Jenis Rumah Sakit
Sesuai dengan perkembangan rumah sakit dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis. Menurut Azrul Anwar, rumah sakit dibedaka menjadi empat macam yaitu :
1. Menurut pemilik
Ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Rumah sakit pemerintah
b. Rumah sakit swasta
2. Menurut filosofi yang dianut
Menurut filosofi yang dianut rumah sakit dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital).
Salah satu faktor yang membedakan rumah sakit milik pemerintah dengan swasta
adalah terletak orientasinya terhadap laba. Rumah sakit milik pemerintah merupakan
organisasi nirlaba yaitu organisasi yang orientasi utamanya bukan untuk mencari laba
tetapi lebih mengutamakan peningkatan pelayanan.
b. Rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).
Rumah sakit swasta telah dikelola secara komersial serta berorientasi untuk
mencari keuntungan.
3. Mencari jenis pelayanan yang diselenggarakan
Jika dilihat dari sisi pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
a. Rumah sakit umum (general hospital)
Disebut rumah sakit umum bila semua jenis pelayanan kesehatan
diselenggarakan.
b. Rumah sakit khusus (specialty hospital)
Jika hanya satu jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
4. Menurut lokasi rumah sakit
Jika ditinjau dari lokasinya rumah sakit dibedakan menjadi beberapa macam
tergantung dari sistem pemerintah yang dianut. Contohnya rumah sakit pusat, jika
lokasinya di ibu kota negara, rumah sakit propinsi jika lokasinya di ibukota propinsi.
BAB III
LATAR BELAKA�G MASALAH
3.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani, adalah semula Rumah sakit
milik Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah yang kemudian asset tanah dan
bangunan pada bulan Januari 2002 berdasarkan SK Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Lampung Tengah Nomor : 188.342/IV/07/2002, diserahkan kepada
pemerintah Daerah Kota Metro.
Awal berdirinya rumah sakit ini dumulai sejak tahun 1951 dengan nama Pusat
Pelayanan Kesehatan (Health Center), yang memberikan pelayan keehatan bagi
masyarakat di wilayah disekitar Kota Metro, dengan kondisi yang serba terbatas dimasa
itu, tetap dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai satu-satunya pusat pelayanan di
Kota Metro. Pada tahun 1953 fungsi pelayanan kesehatan sudah dapat ditinggalkan
melalui keberadaan penggabungan bangsal umum pada ynit pelayanan kesehatan
Katolik sebagai rawat inap bagi pasien, dan pada tahun 1970 bertambah lagi saran
bangsal perawatan umum dan perawatan bersalin.
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan No.031/BERHUB/1972, Rumah Sakit
Umum Jenderal Ahmad Yani secara sah berdiri sebagi Rumah Sakit Umum Daerah tipe
D, sebagai UPT Dinas Kesehatan TK II Lampung Tengah. Setelah berooperasi lebih
kurang 15 tahun tepatnya pada tahun 1978 berhasil meningkatkan status menjadi
Rumah Sakit tipe C yang memiliki sarana rawat inap berkapasitas 156 tempat tidur,
berdasarkan SK. Menteri Kesehatan No.303/MENKES/SK/IV/1987, dan berperan
sebagai pusat Rujukan Pelaksanaan Teknis (UPT) dari Dinas Kabupaten TK II Lampung
Tengah.
Pada akhir tahun 1995 berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah TK.II Lampung
Tengah Nomor 445/7423/031995, dan tanggal 27 Desember 1995, dan persetujuan
Mendagri dengan surat No.445/883/PUOD/1996, tanggal 22 Maret 1996 menjadi Unit
Swadana artinya disuatu sisi bukti kemampuan pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah
Jenderal Ahmad Yani sudah dianggap layak, dan sisi lain tentunya peningkatan
tanggungjawab terhadap eksitensi rumah sakit di masa yang akan datang.
Pada tahun 2003 RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro sebagai salah satu
lembaga organisasi layanan public dibawah kepemerintahan Kota Metro dengan fungsi
peranan lembaga teknis Daerah disamping memiliki keterkaitan structural juga
mempunya kewenangan, otonomi seperti diamanatkan oleh Undang-undang No.32
tahun 2004, yang secara substantial dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu kepada masyarakat di Kota Metro dan sekitarnya.
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dalam pelayan kesehatan memberikan
pelayanan antara lain kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. Kepada pengguna jasa
pelayanan kesehatan serta masyarakat dari wilayah Kota Metro dan sekitarnya. Hal ini
menuntut agar RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro harus memiliki keunggulan
kompetitif (Competitive Advantages) agar dapat meningkatkan dan mempertahankan
kualitas pelayanan yang baik sehingga tidak ditinggalkan oleh pelanggannya.
3.2 Status dan Kedudukan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
RSUD Jenderal Ahmad Yani berada di jantung Kota Metro , dengan lokasi yang
sangat strategis dan mudah dijangkau oleh kendaraan umum. Luas tanah RSUD Jenderal
Ahmad Yani adalah 23.748 m2. Dengan luas bangunan sebesar 7,963 m
2 . RSUD
Jenderal Ahmad Yani berada di Kota metro dengan luas wilayah Kota Metro melayani
penduduk Kota Metro sebanyak 122.417 jiwa (tahun 2004) dan 152.043 jiwa (tahun
2005) dengan luas wilayah 68,74 km2 .
3.3 Visi dan Misi RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Visi RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro adalah “ Rumah sakit unggulan
dengan pelayanan prima kebanggan masyarakat tahun 2010”
Visi menunjukan kondisi ideal yang akan dicapai RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro dimasa yang akan datang dengan pemahaman sebagi berikut :
- Rumah sakit unggulan bermakna : RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
memiliki pelayanan unggulan baik dalam pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan
penunjang lainnya.
- Dengan pelayanan prima : RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro mampu
memberikan pelayanan memenuhi 10 standar :
1. Tangible : Dapat memberikan bukti yang nyata
2. Realiable : Dapat diandalkan
3. Responsive : Mau mendengarkan
4. Competence : Cakap
5. Courtesy : Sopan santu
6. Credible : Dapat dipercaya
7. Secure : Dapat memberikan perlindungan
8. Accesable : Mudah dijangkau
9. Communicative : Komunikatif
10. Understanding : Pengertian
- Kebanggan masyarakat : bermakna bahwa kinerja seluruh karyawan dan fasilitas
yang dimiliki RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro menjadi sesuatu yang
dibanggakan oleh masyarakat kota Metro khusunya dan masyarakat Lampung pada
umumnya, sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi terhadap RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
Misi RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro adalah :
1. Memberikan pelayanan yang efektif, efisien dan professional dan bermoral di segala
bidang. Mengandung arti bahwa RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro merupakan
institusi pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan harus mampu memberikan
pelayanan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan teknologi
berlandaskan etika profesi.
2. Menyelenggarakan produk pelayanan unggulan. Mengandung makna memberikan
dorongan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro untuk menciptakan produk
pelayanan yang spesifik, berdaya tarik tinggi dan bermanfaat bagi pelanggan sehingga
dapat menarik minat masyarakat luas.
3. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang
pelayanan kesehatan yang bekesinambungan. Mengandung makna bahwa RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro berperan aktif dan menmpatkan diri sebagai bagian
dari sistem pendidikan, kesehatan dan non kesehatan. Sehingga RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro akan menjadi lahan praktek klinik pendidikan kedokteran, praktek
pendidikan keperawatan, pendidikan kesehatan lainnya dan non kesehatan. Selain sebagi
laboratorium klinik pendidikan , juga berfungsi sebagi tempat penenlitian dan
pengembangan IPTEK bidang kesehatan. Selain itu juga selalu meningkatkan
pendidikan dan pelatihan bagi seluruh karyawan baik mengenai knowledge, skill,
attitudesecara terus menerus dan berkesinambungan.
3.4 Tujuan Rumah Sakit RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tujuan adalah produk yang ingin dicapai atau dihasilakn dalam suatu kegiatan
dalam jangka waktu 1 (satu) – 5 (lima) tahun .
Berdasarkan Visi Misi dan memperhatikan analisis SWOT maka ditetapkantujuan yang
harus dicapai RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu pelayanan
2. Mengembangkan Pelayanan
3. Meningkatkan kualitas SDM Kesehatan dan mewujudkan kegiatan dan kerjasama
dalam pendidikan, pelatiahan dan pengembangan bidang kesehatan.
3.5 Falsafah Rumah Sakit RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Penjabaran falsafah di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro adalah sebagai
berikut :
1. Rumah sakit adalah tempat yang disediakan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pelayanan penunjang kesehatan lainnya bagi masyarakat, dan tempat bagi
pelayanan kesehatan untuk mengabdikan dirinya bagi kesehatan masyarakta dan
pengguna jasa rumah sakit.
2. Pegawai RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro yang terdiri dari tenaga medis ,
paramedis perawatan, paramedic non perawatan dan tenaga non medis, adalah tenaga
sangat potensial dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan merupakan asset
paling utama, oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia , karir dan
kesejahteraan perlu diperhatikan.
3. Penderita yang mendapat pelayanan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
adalah dengan keadaan yang perlu mendapatkan bantuan Bio-Psiko-Sosial dengan
menerapkan moto ASIH.
A : Apik, Anggun, Asri, Aman
S : Senyum , Salam , Sapa
I : Ihklas, Iman, Inisiatif
H : Harapan Masyarakat dan keluaraga
4. Profesionalitas sumber daya manusia di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
dalam melaksanakan tugas perlu dikembangkan, dan dilandasi dengan etos kerja,
keteladanan, efektifitas dan efisiensi, kebersamaan, budaya disiplin, dan tanggung jawab
akan membawa keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan.
5. Pelayanan yang diberikan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, harus
berorientasi kepada pelanggan (customer oriented).
6. RSU Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dikelola berdasarkan manajemen dengan
orientasisosial dan ekonomi untuk membentuk organisasi yang kuat dan tangguh serta
mampu berkembang sebagai Rumah Sakit unit Swadana Daerah yang mandiri dan
dibanggakan.
3.6 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan keputusan Walikota Metro tentang tugas pokok, tugas pokok RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro adalah melaksanakan urusan rumah tangga
Pemerintah Kota Metro dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan rujukan dan melaksanakan tugas-tugas pengobatan, pemeriksaan kesehatan,
perawatan, bimbingan dan latihan, pemulihan kesehatan, rehabilitasi kesehatan dan
semua pelayanan di bidang kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok, RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
menyelenggarakan fungsi :
1. Melaksanakan pelayanan medis dan penunjang medis yang sebaiknya kepada
masyarakat.
2. Memberikan pelayanan, perawatan, pemulihan kesehatan secara paripurna kepada
masyarakat.
3. Memberikan pelayanan penyuluhan kesehatan, pendidikan dan latihan bagi
masyarakat, serta penelitian-penelitian guna meningkatkan pelayanan.
3.7 Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang ada pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro saat
ini adalah sebagai berikut :
1. Unit Pelaksana Struktural
a. Direktur
b. Bagian Tata Usaha
c. Bidang Keperawatan
d. Bidang Medis
e. Bidang Sarana Prasarana
f. Bidang Wasdal Dalam
g. Subag Keuangan
h. Subag Umum
i. Subag Kepegawaian
j. Subid Keperawatan
k. Subid Sarana Keperawatan
l. Subid Tenaga Keperawatan
m. Subid Pelayanan Medik
n. Subid Penunjang Medik
o. Subid Rekam Medik
p. Subid Penyiapan Sarpras
q. Subid Pemeliharaan Sarpras
r. Subid Distribusi Sarpras
s. Subid Wasdal Medis
t. Subid Wasdal Penunjang Medis
u. Subid Evaluasi dan Monitoring
2. Unit Pelaksana Fungsional
a. Unit Penyakit Dalam
b. Unit Bedah
c. Unit Penyakit Anak
d. Unit Kebidanan dan Penyakit Kandungan
e. Unit Penyakit THT
f. Unit Penyakit Mata
g. Unit Penyakit Syaraf
h. Unit Anestesi
i. Unit Penyakit Kulit dan Kelamin
j. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut
k. Unit Rawat Jalan
l. Instalasi Rehabilitasi Medik
m. Instalasi Radiologi
n. Instalasi Gawat Darurat
o. Instalasi Farmasi
p. Instalasi Gizi
q. Instalasi Sarana Rumah Sakit
r. Instalasi Laboratorium Klinik
3.8 Gambaran Umum
3.8.1 Keadaan Umum Rumah Sakit
1. Status : Lembaga Teknis Daerah
2. Tipe :.C
3. Jumlah tempat tidur : 156 Unit
Kelas III : 57 Unit
Kelas II : 52 Unit
Kelas I : 14 Unit
Kelas Paviliun : 23 Unit
Kelas VIP : 6 Unit
4. Luas Tanah : 23.748 m2
5. Luas Bangunan : 7,963 m2
6. Listrik : PLN dan genset
7. Air : 2 Unit sumur dalam (84 m)
8. Pemadam Kebakaran : 4 Unit Tabung pemadam kebakaran
9. Kendaraan roda 4 : 7 buah
10. Jumlah tenaga : 412 orang terdiri dari :
- Tenaga Struktural : 21 Orang
- Tenaga Fungsional : 234 Orang
- Staf Administrasi : 49 Orang
- CPNS : 17 Orang
- Tenaga Honor : 23 Orang
- Tenaga Kontrak : 10 Orang
- Tenaga Magang : 58 Orang
3.8.2 Jenis Pelayanan
Jenis-jenis pelayanan yang terdapat di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan kesehatan
a. Pelayanan Rawat Inap
b. Pelayanan Rawat Jalan
c. Pelayanan Haemodialisa
d. Pelayanan Penunjang Diagnostik , terdiri dari :
- Radiologi
- Laboratorium
- Endoscopy
- Haemodialisa
- ICU/HCU
- General Check Up
e. Pelayanan Rehabilitasi Medis
f. Pelayanan Konsultasi Gizi
g. Pelayanan Farmasi
h. Pelayanan Visum Et Repertum
i. Pelayanan Ambulance dan mobil Jenazah
j. Pelayanan Incerator
k. Pelayanan Penggunaan fasilitas lainnya
l. Pelayanan Pemulasaraan Jenazah
2.. Pelayanan Spesialistik
a. Penyakit Dalam
b. Kebidanan dan Kandungan
c. Anak
d. Bedah Umum
e. THT
f. Mata
g. Kulit Kelamin
h. Syaraf
i. Gigi
3. Pelayanan Penunjang dengan Dokter Spesialis
a. Patologi Klinik
b. Patologi Anatomi
c. Radiologi
d. Anestesi
3.9 Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Meberasal dari
penerimaan fungsional rumah sakit ( swadana), Dana Alokasi Umum (DAU) dan APBN
(Dekon) dengan perincian sebagai berikut :
1. Sumber Pembiayaan Rutin :
a. Penerimaan Fungsional
b. Subsidi DAU ( Gaji PNS)
2. Sumber Pembiayaan Pembangunan
a. APBN
b. APBD/DAU
3. Lain-lain : Berupa bantuan, dana dekonsentrasi dan subsidi Pemerintah Kota Metro
BAB IV
PE�YAJIA� DATA DA� A�ALISIS HASIL PE�ELITIA�
4.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep disusun berdasarkan konsep Balance Scorecard yang
digunakan untuk mengukur kinerja rumah sakit melalui 4 perspektif. Analisa terhadap
pengukuran kinerja pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dilakukan dengan
pendekatan 4 perspektif konsep Balanced Scorecard yaitu : kinerja keuangan, kinerja
pelanggan, kinerja proses bisnis internal dan kinerja pembelajaran dan pertumbuhan
(Kaplan & Norton, 1996)
Ilustrasi 4
Kerangka Konsep Balance Scorecard RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro
4.2 Perspektif Keuangan
Visi dan Misi
RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro
2. Perspektif Konsumen
Kebijakan pelayanan pelanggan
1. Kebijakan Biaya Pengobatan Pasien
2. Kebijakan Poliklinik
3. Kebijakan Rawat Inap
1. Perspektif Keuangan
a. Pertumbuhan Tingkat Pendapatan
b. Pengeluaran Biaya Belanja
c. Perbandingan Anggaran dan Realisasi
d. Perbandingan Pendapatan dan Belanja
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
a. Inovasi
b. Proses
Indikator Penampilan Klinik
a. Bed Turnover Ratio (BTO)
b. Gross Death Rate (GDR)
c. 4et Death Rate (NDR)
d. Bed Occupacion Rate (BOR)
e. Average Length of Stay (AvLOS)
f. Turn Over Interval (TOI)
c. Layanan Purna Jual
4. Perspektif Pertumbuhan dan
Pembelajaran
1. Retensi Pegawai
2. Absensi Pegawai
3. Pelatihan dan Pendidikan Lanjutan
Pendanaan merupakan faktor penting dalam operasionalisasi rumah sakit dan
diperoleh dari beberapa sumber. Sumber pembiayaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro sebagian besar melalui penerimaan operasional rumah sakit baik melalui pasien
umum , ASKES dan JANKESMAS atau ASKESKIN. Dari penerimaan dana fungsional
tersebut ternyata tidak mencukupi untuk operasional rutin rumah sakit, untuk itu melalui
Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Metro dan Dekosentralisasi (APBN) , RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro menerima bantuan/subsidi dana untuk anggaran Rutin dan
Proyek Pembangunan. Uraiannya sebagai berikut :
a. Sumber Pembiayaan Rutin
- Penerimaan Dana Fungsional dan Non Fungsional
- Subsidi DAU (Gaji PNS dan Operasional Rutin)
b. Sumber Pembiayaan Pembangunan
- APBD/DAU TA. 2006 dan TA 2007 Pembangunan Kota Metro
- APBD/DAU Anggaran Belanja Tambahan (ABT)
c. Dana Dekonsentrasi
- Program upaya kesehatan perorangan kegiatan pemeliharaan dan pemulihan
kesehatan
Pengukuran kinerja keuangan pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
dilakukan dengan membandingkan data keuangan yang ada selama 2 tahun terakhir,
yaitu tahun 2006 dan 2007. Data keuangan yang dibandingkan adalah Laporan Realisasi
anggaran berupa penerimaan dan pembiayaan , serta Neraca di RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro. Untuk keseluruhan atau total pembiayaan dperoleh dari (dua)
anggaran belanja yaitu :
1. Belanja Tidak Langsung yaitu Belanja Pegawai
2. Belanja Langsung yaitu Belanja Pegawai. Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal
4.2.1 Pertumbuhan Tingkat Pendapatan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pertumbuhan pendapatan dilakukan dengan cara membandingkan jumlah
anggaran yang diberikan pemerintah dengan realisasi anggaran pada RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro seperti berikut dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1
Pendapatan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tahun 2006-2007
Tahun Jumlah
Anggaran
Realisasi
Anggaran
Pertumbuhan
Pendapatan
Kecerendungan
Penerimaan
Pertahun
2005 Rp 4.981.614.700 Rp 6.306.960.691 - -
2006 Rp 8.803.654.000 Rp 8.509.012.635 135 % Naik
2007 Rp 9.403.654.000 Rp 8.315.022.126 98 % Turun
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Dari tabel terlihat bahwa penerimaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro pada
tahun 2006 menunjukan rasio diatas 100 %, yaitu sebesar 135 % dan pada tahun 2007
pertumbuhan pendapatan mengalami penurunan , dengan menunjukkan rasio dibawah
100 % , yaitu sebesar 98 %.
Tabel 2
Rincian Penerimaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006-2007
�o Uraian Tahun
2006 2007
1 Administrasi Karcis Rp 36.220.000 Rp 35.849.500
2 Tindakan / Operasi Rp 450.268.525 Rp 668.707.475
3 Rawat Jalan Rp 110.312.000 Rp 107.770.500
4 Rawat Inap Umum / Sarana Rp 1.113.556.418 Rp 1.032.695.726
5 Obat-obatan / Pelayanan Farmasi Rp 561.098.299 Rp 516.263.200
6 Askes / Asuransi Lainnya Rp 5.516.697.285 Rp 5.500.573.850
7 Laboratorium Rp 317.828.925 Rp 139.438.000
8 Radiologi Rp 176.738.600 Rp 101.186.975
9 Fisioterapi / Rehab medik Rp 24.056.125 Rp 17.977.000
10 Ambulance / Mobil Jenazah Rp 96.779.000 Rp 65.905.000
11 Medio Legal Visum Rp 6.035.000 Rp 7.157.500
12 Jasa Konsul Medik Rp 628.000 Rp 136.000
13 Jasa Keur Dokter Rp 33.289.000 Rp 29.637.000
14 Diklat Penelitian Rp 11.792.500 Rp 10.007.500
15 Kamar Jenazah - -
16 Lain-lain Non Fungsional Rp 53.712.958 Rp 81.716.900
JUMLAH Rp 8.509.012.635 Rp 8.315.022.126
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 16 sumber penerimaan selama 2
tahun yaitu : tahun 2006 dan 2007 penerimaan dari RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro terbesar adalah berasal dari Askes / Asuransi Lainnya sebesar Rp 5.516.697.285,-
di tahun 2006 dan Rp 5.500.573.850,- di tahun 2007, sedangkan penerimaan paling
kecil berasal dari Jasa Konsul Medik , yaitu sebesar Rp 628.000,- di tahun 2006 dan Rp
136.000,- pada tahun 2007.
4.2.2 Pengeluaran Belanja RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tabel 3
Pengeluaran RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tahun 2006-2007
Tahun Jumlah Anggaran Realisasi Anggaran Kecerendungan
Belanja
Pertahun
2006 Rp 22.675.192.699 Rp 18.737.517.164 Naik
2007 Rp 24.011.632.726 Rp 20.992.070.263 Naik ( 94 % )
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pada tabel menunjukkan bahwa belanja RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
dari tahun 2006 sampai 2007 mengalami peningkatan, yaitu sebesar sekitar 94 %.
Tabel 4
Rincian Realisasi Anggaran Biaya
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 – 2007
�o Pos Pengeluaran 2006 2007
1 Belanja Tidak Langsung
a. Belanja Pegawai ( Gaji
dan Tunjangan PNS )
Rp 6.046.883.676
Rp 7.656.333.589
2 Belanja Langsung
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal
Rp 795.865.082
Rp 8.269.095.087
Rp 3.625.673.315
Rp 1.375.354.290
Rp 7.464.275.134
Rp 4.496.107.250
Jumlah Rp 18.737.517.164 Rp 20.992.070.263
Sumber : Bagian Keuangan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pada tabel diatas menunjukan bahwa belanja terbesar adalah belanja pegawai
yaitu berupa gaji dan tunjangan PNS. Dari tiap-tiap bagian pengelola anggaran yang ada
di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, yang diperlihatkan pada tabel di atas, ada 2
macam belanja yang dikeluarkan oleh rumah sakit. Umumnya besar belanja pada 2
macam tersebut mempunyai kecerendungan meningkat dari tahun 2006 ke 2007, kecuali
belanja barang dan jasa pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya.
4.2.3 Perbandingan Antara Anggaran dan Realisasi Penerimaan RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro
Tabel 5
Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006-2007
Tahun Anggaran
Penerimaan
Realisasi
Penerimaan
Selisih Realisasi dibagi
Anggaran
2006 Rp 8.803.654.000 Rp 8.509.012.635 Rp 294.641.365 97 %
2007 Rp 9.403.654.000 Rp 8.319.494.225 Rp 1.084.159.775 88 %
Sumber : Bagian Keuangan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pada tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2006 - 2007 realisasi penerimaan
lebih rendah dari anggaran yang telah ditentukan. Pencapaian penerimaan tahun 2006 –
2007 berturut-turut adalah sebesar 97 % dan 88 %. Selisih antara anggaran dan realisasi
penerimaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro selama tahun 2006 bisa dikatakan
tidak besar , karena mempunyai selisih dibawah 10 % dari anggaran yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit. Pada tahun 2006 realisasi penerimaan sebesar Rp
8.509.012.635,- dari yang dianggarkan sebesar Rp 8.803.654.000,-. Dengan selisih
sebesar Rp 294.641.365,- atau sebesar 3 % dari anggaran. Sedangkan pada tahun 2007
selisih antara anggaran dan realisasi penerimaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro tidak lebih baik dari tahun sebelumnya dimana penambahan jumlah anggaran
ternyata menyebabkan selisih diatas 10 % dari anggaran yang ditetapkan karena
penurunan realisasi penerimaan dari tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan tahun
2007 sebesar Rp 8.319.494.225,- dari yang dianggarakan sebesar Rp 9.403.654.000,- ,
dengan selisih sebesar Rp 1.084.159.775 atau sekitar 11 % , sehingga realisasi
penerimaan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro untuk tahun 2006 lebih baik
disbanding tahun 2007.
4.2.4 Perbandingan antara Pendapatan dan Belanja (CRR : Cost Recovery Rate )
Cost Recovery Rate adalah ukuran profitabilitas yang digunakan untuk
mengetahui berapa besar perbandingan antara pendapatan fungsional pada RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro terhadap pengeluaran bahwa total belanja di atau
belanja yang dilakukan.
Tabel 6
Perbandingan Biaya dengan Penerimaan
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 – 2007
Tahun Total Penerimaan Total Belanja CRR
2006 Rp 8.509.012.635 Rp 18.737.517.164 45 %
2007 Rp 8.319.494.225 Rp 20.992.070.263 40 %
Sumber : Bagian Keuangan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa total belanja di RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro selama tahun 2006-2007 jauh diatas dari total pendapatan dikarenakan
sumber dana untuk belanja berasal dari pendapatan daerah yang dianggarkan dalam
APBD Kota Metro yang telah diperkirakan secara rasional yang dapat dicapai untuk
setiap sumber pendapatan. Jika dalam persentase atau Cost Recovery Rate (CRR)
semuanya dibawah 100 % yaitu masing-masing dari tahun 2006 CRR sbesar 45 % dan
tahun 2007 CRR sedikit menurun sebesar 40 % . Kondisi perbandingan antara
pendapatan dan biaya atau Cost Recovery Rate dari tahun 2006 – 2007 di RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro ini terlihat dalam gambar grafik seperti di bawah ini :
Ilustrasi 5
Grafik CRR di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
4.3 Perspektif Konsumen
Dari sisi kinerja pelanggan sasaran stratejik RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro diantaranya meningkatkan citra RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro menjadi
lebih baik dengan kebijakan- kebijakan yang berhubungan dengan pelayanan di RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro yaitu antara lain :
1. Kebijakan Biaya Pengobatan Pasien
2. Kebijakan Poliklinik
3. Kebijakan Rawat Inap
4.3.1 Kebijakan Biaya Pengobatan Pasien
Dalam hal ini RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro memberikan kebijakan
pelayanan kesehatan terhadap orang miskin atau orang tidak mampu, yaitu dengan tidak
adanya pungutan biaya atau uang jaminan apapun yang diberikan ke RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro untuk melakukan pengobatan dan rawat inap . Orang miskin
atau orang tidak mampu tersebut dapat berobat secara gratis dan tidak dipungut biaya
dengan menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) atau
Pelayanan Kesehatan Miskin (ASKESKIN). Dimana pembiayaan untuk masyarakat
miskin tersebut telah dijamin dan pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah yaitu
Dinas Kesehatan Kota Metro / Propinsi. Kartu JAMKESMAS atau kartu ASKESKIN
tersebut diperoleh oleh masyarakat miskin dari pembagian di Kelurahan masing-masing
yang sebelumnya petugas kelurahan masing-masing telah melakukan pendataan
terhadap masyarakat miskin tersebut.
Pelayanan lain untuk konsumen yang ada di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro yaitu adanya kebijakan tersendiri untuk PNS ( Pegawai Negeri Sipil) , yaitu
penggunaan kartu Asuransi Kesehatan (ASKES) saat melakukan pengobatan oleh PNS
tersebut , yang juga dalam melakukan pengobatan dan rawat inap di RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro tidak adanya pungutan biaya.
4.3.2 Kebijakan Poliklinik
Pada poliklinik yang ada di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, pasien
miskin atau tidak mampu tersebut juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan
pengobatan dan pelayanan kesehatan , mereka hanya perlu menunjukkan kartu
JAMKESMAS atau kartu ASKESKIN , dan setelah pengobatan selesai, pasien tersebut
dapat langsung pulang untuk kemudian melakukan perawatan selanjutnya dirumah.
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro mempunyai prosedur penyediaan dan
pemberian obat kepada pasien yang berbeda-beda. Untuk pasien yang berasal dari
keluarga miskin atau tidak mampu diberikan obat ASKESKIN yang memang
diperuntukkan bagi mereka. Bagi pengguna ASKES , obat yang diberikan pun
berbeda,rumah sakit memberikan obat ASKES bagi pengguna kartu ASKES. Obat-obat
tersebut diberikan secara gratis, yang juga biaya penggunaan obat tersebut dijamin oleh
pemerintah. Namun, apabila pasien yang bersangkutan ingin menggunakan obat yang
lebih baik secara harga dan kualitas, maka pasien tersebut harus membeli lagi di apotek
tanpa ada potongan khusus atau diskon.
4.3.3 Kebijakan Rawat Inap
Dalam prosedur rawat inap RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro mempunyai
kebijakan-kebijakan tertentu yaitu seperti pemisahan ruang atau kelas bagi pasien yang
melakukan rawat inap. Kategori pasien yang melakukan pengobatan dan rawat inap
tidak dipungut biaya adalah seperti keluarga miskin atau tidak mampu dengan syarat
mempunyai kartu JANKESMAS atau kartu ASKIN. Pihak RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro menempatkan mereka khusus di kelas 3. Apabila pasien ingin berpindah
ruangan kelas yang lebih tinggi, maka pasien tersebut dikenai biaya rawat inap.
Sedangkan untuk PNS yang menggunakan kartu ASKES tidak semuanya di berikan
kelas yang sama , penggunaan fasilitas rawat inap untuk PNS yang menggunakan
ASKES ditetapkan berdasarkan golongan kepangkatan dari PNS tersebut, yaitu :
1. Golongan 1 Kelas 3
2. Golongan 2 Kelas 3
3. Golongan 3 Kelas 2
4. Golongan 4 Kelas 1
Pasien yang ditempatkan di kelas 1 dan kelas 2 dirasa kurang begitu nyaman
karena di kelas 1 dalam 1 kamar terdapat 1 (satu) s/d 3 (tiga) tempat tidur, sedangkan
pada kelas 3 tidak lebih baik karena dalam 1 kamar terdapat 5 (lima) s/d 6 (enam)
tempat tidur. Hal ini perlu diperhatikan oleh pihak RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro, karena adanya pembauran beberapa pasien dalam 1 kamar dapt menyebabkan
adanya pertukaran penyakit antara pasien satu terhadap lainnya ataupun dengan
pengunjung pasien. Sama seperti pengguna kartu ASKESKIN atau JANKESMAS,
pengguna kartu ASKES yang ingin pindah ke ruangan kelas yang lebih baik, pasien
tersebut juga dikenai biaya rawat inap.
Bagi pasien umum , mereka bebas memilih kelas sesuai dengan keinginan dan
kemampuan masing-masing pasien yang melakukan rawat inap di RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro. Biasanya pasien yang tidak menggunakan fasilitas ASKIN,
JANKESMAS atau ASKES memilih ruang rawat inap yang baik dan nyaman , sehingga
kenyamanan yang dirasakan oleh pasien tersebut diharapkan dapat memberikan
penmulihan kesehatan yang baik dan cepat.
Tabel 7
Jumlah Tempat Tidur RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006-2007
�o Ruangan Jumlah VIP Paviliun Kelas I Kelas II Kelas III
1 Ruang Bedah 29 - 6 - 8 15
2 Ruang Syaraf 20 - 3 4 7 6
3 Ruan Py. Dalam 40 - 5 4 16 15
4 Ruang Anak 25 - - 4 5 16
5 Paviliun Umum 14 2 8 4 - -
6 Ruang kebidanan 19 - 2 3 6 8
7 Neonatus 5 - - - - 5
Total 152 2 24 19 42 65
Sumber : Medical Record RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tabel 8
Jumlah Tempat Tidur RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2007
�o Ruangan Jumlah VIP Paviliun Kelas I Kelas II Kelas III
1 Ruang Bedah 29 - 6 - 8 15
2 Ruang Syaraf 20 - 3 4 7 6
3 Ruan Py. Dalam 40 - 5 4 16 15
4 Ruang Anak 25 - - 4 5 16
5 Paviliun Umum 19 6 8 4 - -
6 Ruang kebidanan 19 - 2 3 6 8
7 Neonatus 5 - - - - 5
Total 156 6 24 19 42 65
Sumber : Medical Record RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Dalam tabel terlihat bahwa jumlah tempat tidur untuk tahun 2006 dan 2007 di
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro tidak ada perubahan dari setiap ruangan.
Ilustrasi 6
Diagram Jumlah Tempat Tidur RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tahun 2007
Dalam perspektif pelanggan pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro juga
terlihat bahwa kesadaran pengunjung dan keluarga pasien masih rendah terutama dalam
mematuhi tata tertib peraturan rumah sakit seperti jam besuk dll. Disamping itu jumlah
keluarga pasien yang menunggu rata-rata lebih dari 2 (dua) orang mengakibatkan beban
air, listrik, dan biaya kebersihan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro meningkat.
Selain itu kurangnya kepedulian masyarakat yang berkunjung ataupun sebagai pasien
terhadap perilaku serata budaya hidup bersih dan sehat , seperti masih ada yang
membuang sampah tidak pada tempatnya , merokok tidak pada tempat yang telah
disediakan dll.
4.4 Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada pengukuran kinerja dari perspektif proses bisnis internal di RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro, ada beberapa indikator yang digunakan, yaitu : kemampuan
rumah sakit untuk melakukan inovasi , pencapaian kinerja yang dapat dilihat dari
beberapa indikator pelayanan, serta kemampuan untuk melakukan pelayanan kepada
pelanggannya dengan melihat pada jumlah komplain yang masuk.
4.4.1 Inovasi
Inovasi yang akan dan sedang dilakukan oleh RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro yaitu dengan upaya-upaya peningkatan jasa pelayanan rawat jalan maupun
pelayanan penunjang. Adapaun rencana yang akan dan sedang dilakukan dalam
peningkatan pelayanan secara terperinci antara lain :
1. Pelayanan medis meliputi pemeriksaan , pengobatan , dan tindakan medis akan
diupayakan pemeriksaan pasien di poliklinik dilakukan oleh Dokter spesialis, demikian
pula pengobatan dan tindakan medis, dan peningkatan pelayanan dalam jam visit Dokter
khususnya Dokter spesialis/tepat waktu.
2. Pelayanan penunjang terutama laboratorium , peningkatan pelayanan jenis
pemeriksaan yang telah tersedia dan ada saat ini akan diupayakan ditambah lagi dengan
pemeriksaan-pemeriksaan lain seperti Asam Urat, HbsAg, HIV dll apabila
memungkinkan.
3. Pelayanan perawatan pasien akan ditingkatkan sesuai dengan asuhan keperawatan.
4. Melaksanakan pengawasan melekat terhadap proses dan sirkulasi dengan perangkat
Perundangan yang berlaku dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan penertiban kasir dengan cara mebuat pembukuan pasien pulang pada
setiap ruangan.
b. Melakukan cross check buku catatan pasien pulang dari ruangan-ruangan dengan
buku kasir secara periodik.
c. Melakukan koordinasi dengan pihak ruangan , agar semua pasien pulang yang akan
menyelesaikan admisnistrasi keuangan di kasir didampingi oleh petugas ruangan
dengan membawa buku expidisi.
d. Menghitung dan merinci penerimaan uang dari pemakaian bahan dan alat disetiap
unti pelayanan penunjang medis seperti laboratorium, radiologi, kamar operasi dll.
4.4.2 Indikator Pelayanan Rawat Inap
Untuk mengukur kinerja pelayanan pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro berdasarkan data aktivitas tahunan selama tahun 2006 dan 2007 diukur dengan
menggunakan 6 indikator pelayanan rawat inap, yaitu :
1. Indikator Bed Turnover Ratio (BTO)
Indikator Bed Turnover Ratio (BTO) bertujuan untuk mengukur peningkatan Bed
Turnover Ratio (BTO), yang diukur dengan perbandingan antara jumlah pasien
yang keluar dengan tempat tidur yang siap pakai. Penghitungannya adalah :
BTO tahun 2006 BTO tahun 2007
BTO = (kali) BTO = (kali)
BTO = 65,48 kali BTO = 72,21 kali
Berdasarkan hasil perhitungan di atas , dapat dilihat bahwa nilai Bed Turnover
ratio dari tahun 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 6,73 kali ( 72,21 kali –
65,48 kali = 6,73 kali). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa tingkat
perputaran tempat tidur yang terisi di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro terus
meningkat, yang berarti jumlah pasien yang dapat tertangani oleh rumah RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro semakin banyak, karena pada tahun 2007 terjadi peningkatan
pasien sebesar 6,73 kali jika dibandingkan dengan tahun 2006.
2. Indikator Gross Death Rate (GDR)
Indikator Gross Death Rate (GDR) bertujuan untuk mengukur penurunan atau
kenaikan jumlah pasien yang meninggal dunia di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro, Gross Death Rate (GDR) di ukur dengan membandingkan antara pasien
meninggal dunia dengan jumlah untuk tiap pasien keluar.
GDR tahun 2006 GDR tahun 2007
GDR = x 1000 permil GDR = x 1000 permil
9953
152
11265
156
518
9953
507 11265
GDR = 52,04 permil GDR = 45,01 permil
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai Gross Death
Rate (GDR) pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dari tahun 2006-2007
mengalami penurunan sebanyak 5,51 permil ( 52,04 permil – 45,01 permil = 7,03
permil ). Hal ini menunjukan bahwa kinerja pada RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota
Metro dalam hal perawatan, pencegahan, kecepatan penanganan serta keamanan
terhadap pasien baik dan memuaskan karena jumlah pasien di RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro yang meninggal telah dapat diminimalisir.
3. Indikator 4et Death Rate (NDR)
Indikator 4et Death Rate (NDR) bertujuan untuk mengukur penurunan atau
kenaikan jumlah pasien yang meninggal setelah dirawat di RSUD Jenderal Ahmad
Yani Kota Metro. Indikator 4et Death Rate (NDR) diukur dengan membandingkan
antara jumlah pasien yang meninggal setelah dirawat di rumah sakit selama lebih 48
jam dengan jumlah untuk tiap pasien keluar dari rumah sakit. Perhitungannya adalah
�DR tahun 2006 �DR tahun 2007
NDR = x 1000 permil NDR = x 1000 permil
NDR = 25,02 permil NDR = 29,11 permil
249
9953
328
11265
Dari hasil perhitungan yang disajikan di atas, dapat dilihat bahwa nilai 4et
Death Rate (NDR) dari tahun 2006-2007 mengalami kenaikan sebesar 4,09 permil
(29,11 permil – 25,02 permil = 4,09 permil). Hal ini berarti bahwa kinerja yang
ditunjukkan RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dalam hal perawatan intensif dan
keamanan terhadap pasien kurang memuaskan karena jumlah pasien yang meninggal
setelah dirawat di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro selama lebih dari 48 jam
belum dapat diminimalisir.
4. Indikator Bed Occupacion Rate (BOR)
Indikator Bed Occupacion Rate (BOR) bertujuan untuk mengukur pemakaian
tempat tidur yang dipegunakan untuk melihat berapa banyak tempat tidur di RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro yang digunakan pasien. Perhitungannya adalah :
Rata-rata tempat tidur terisi 2006 Rata-rata tempat tidur terisi 2007
Rata-rata tempat tidur = Rata-rata tempat tidur =
Rata-rata tempat tidur = 112,99 Rata-rata tempat tidur = 138,39
BOR tahun 2006 BOR tahun 2007
BOR = x 112,99 BOR = x 138,39
100
152 100
156
41242
365
50512
365
BOR = 74,34 BOR = 88,71
Dari hasil perhitungan yang disajikan di atas, dapat dilihat bahwa nilai Bed
Occupacion Rate (BOR) dari tahun 2006-2007 mengalami kenaikan sebesar 14,37
(88,71 – 74,34 = 14,37). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tempat tidur yang
terpakai kinerja di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro lebih baik , karena
bertambahnya pemakaian tempat tidur di rawat inap.
5. Indikator Average Length of Stay (AvLOS)
Indikator Average Length of Stay (AvLOS) digunakan untuk mengukur rata-rata
lama perawatan seorang pasien di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro .
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat estimasi juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
Perhitungannya adalah :
Rata-rata tempat tidur terisi 2006 Rata-rata tempat tidur terisi 2007
Rata-rata tempat tidur = Rata-rata tempat tidur =
Rata-rata tempat tidur = 112,99 Rata-rata tempat tidur = 138,39
AvLOS tahun 2006 AvLOS tahun 2007
AvLOS = x 112,99 AvLOS = x 138,39
365
9953 365
11265
41242
365
50512
365
AvLOS = 4,14 AvLOS = 4,48
Dari perhitungan diatas, terlihat bahwa nilai Average Length of Stay (AvLOS)
dari tahun 2006 - 2007 mengalami kenaikan sebesar 0,34 ( 4,48 – 4,14 = 0,34 ). Hasil
perhitungan berarti menunjukan bahwa rata-rata lama pasien dirawat pada RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro terus meningkat, yang berarti bahwa lamanya pasien
dirawat belum dapat di minimalisir.
6. Indikator Turn Over Interval (TOI)
Indikator Turn Over Interval (TOI) adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur
kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai
ditempati lagi oleh pasien lain di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
Perhitungannya adalah :
Rata-rata tempat tidur terisi 2006 Rata-rata tempat tidur terisi 2007
Rata-rata tempat tidur = Rata-rata tempat tidur =
Rata-rata tempat tidur = 112,99 Rata-rata tempat tidur = 138,39
TOI tahun 2006 TOI tahun 2007
TOI = x (152 - 112,99) TOI = x (156 – 138,39)
TOI = 1,43 TOI = 0,57
41243
365
50512
365
365
9953 365
11265
Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa Turn Over Interval (TOI) dari tahun
2006 – 2007 mengalami penurunan sebesar 0,86 ( 1,43 – 0,57 = 0,86 ) . Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata tempat tidur kosong pada RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro mengalami penurunan , yang berarti bahwa kinerja pada
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro dalam hal perawatan, pencegahan, terhadap
pasien sudah baik dan memuaskan karena jumlah pasien yang melakukan rawat inap
sudah dapat diminimalisir.
Hasil perhitungan dari indikator-indikator selama tahun 2006 dan 2007 diatas
disajikan dalam tabel 9 dan ilustrasi 7 dibawah ini.
Tabel 9
Perbandingan Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro Tahun 2006 – 2007
�o Indikator 2006 2007
1 BOR 74.37 88.71
2 AvLOS 4.14 4.48
3 TOI 1.43 0.57
4 BTO 65.48 72.21
5 NDR 25.02 29.11
6 GDR 52.04 45.01
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Ilustrasi 7
Grafik Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
Tahun 2006 – 2007
4.4.3 Komplain dan Saran
Untuk mengetahui ada dan banyaknya komplain yang terjadi di RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro, pihak rumah sakit menyediakan kotak saran untuk
menyediakan komplain pasien. Penanganan terhadap komplain ke pasien belum seperti
di rumah sakit swasta , dimana ada rumah sakit yang secara aktif kontak ke pasien
pasien yang sudah lama tidak berkunjung. Selain itu, jika ada complain dari pasien
dilayani dulu oleh bagian front office dan biasanya dicatat dalam buku customer service.
Komplain pasien tersebut biasanya dibahas dalam rapat di RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro untuk dialkukan pemecahan masalahnya agar tidak terjadi kembali.
Pelayanan komplain pasien selama iini belum dilakukan secara optimal karena belum
ada tenaga khusus yang menangani komplain pasien.
Setiap bisnis mempunyai rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi
pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Dan hasil pengamatan yang
dilakukan menghasilkan gambaran dan penjelasan tentang kinerja bisnis internal pada
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
4.4.4 Layanan Purna Jual
Layanan purna jual setelah pasien di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
yaitu mengenai pelayanan di adminstrasi pembayaran setelah pasien mendapat
pelayanan rawat jalan. Pasien yang telah selesai melakukan pengobatan atau rawat inap
melakukan pembayaran pada bagian adminstrasi , dengan cara pembayarannya masih
dilakukan dengan cara pembayaran langsung ke kasir, yang selanjutnya direncanakan
sudah dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit. Untuk pelayanan purna jual
apakah pasien akan kembali lagi ,tidak tergantung terhadap pelayanan di adminstrasi
pembayaran saja tetapi juga terhadap pelayanan dokter maupun perawat didalam
memberikan pelayanannya.
4.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Dalam mengukur perspektif pertumbuhan dan pembelajaran di RSUD Jenderal
Ahmad Yani Kota Metro digunakan beberapa indikator yaitu kapabilitas pegawai di
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro antara lain :
4.5.1 Tingkat Retensi Karyawan
Untuk mengukur tingkat retensi karyawan diambil data mengenai turnover yang
terjadi selama dua tahun 2006 – 2007 di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.
Kemudian dihitung Labour Turn Overnya. Dibawah ini adalah rincian pegawai atau
karyawan yang ada di RSUD Jenderal Ahmad Yani selama tahun 2006-2007 disajikan
dalam tabel 10 dan tabel 11.
Tabel 10
Turn Over Karyawan
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006
�O Jenis Ketenagaan Awal
Tahun
Akhir
Tahun
Perubahan LTO ( % )
1 Tenaga Struktural 17 17 0 0
2 Tenaga Fungsional 230 230 0 0
3 Staf Administrasi 49 49 0 0
4 CPNS 17 17 0 0
5 Tenaga Honor 15 15 0 0
6 Tenaga Kontrak 10 10 0 0
7 Tenaga Magang 58 58 0 0
TOTAL 412 412 0 0
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Tabel 11
Turn Over Karyawan
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007
�O Jenis Ketenagaan Awal
Tahun
Akhir
Tahun
Perubahan LTO ( % )
1 Tenaga Struktural 21 21 0 0
2 Tenaga Fungsional 234 234 0 0
3 Staf Administrasi 49 49 0 0
4 CPNS 17 17 0 0
5 Tenaga Honor 23 23 0 0
6 Tenaga Kontrak 10 10 0 0
7 Tenaga Magang 58 58 0 0
TOTAL 412 412 0 0
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Dari tabel dan tabel diatas terlihat bahwa tidak terjadi turn over di RSUD
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro selama 3 tahun yaitu tahun 2006 dan 2007.
4.5.2 Absensi Karyawan
Untuk mengetahui tingkat absensi karyawan di RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro dilakukan wawancara dengan Kepala Urusan Pegawai.
Berikut adalah pernyataan Kepala Urusan Pegawai RSUD Jenderal Ahmad Yani
Kota Metro :
“Absensi di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro menggunakan tanda tangan
atau paraf kehadiran pegawai. Untuk keterlambatan pegawai diberikan teguran
langsung dan tidak langsung, teguran tidak langsung berupa pemberian surat teguran
kepada pegawai. Pada umumnya disiplin pegawai sudah cukup tinggi”
Setiap hari pegawai RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro diwajibkan absen
dengan melakukan tanda tangan atau paraf kehadiran, selain itu para pegawai juga
diwajibkan untuk melakukan apel pagi. Jam kerja pegawai rumah sakit pemerintah
adalah jam 08.00 – 14.00. Untuk membantu memonitor dan kontrol di setiap unit, setiap
bulannya dipantau oleh kepala urusan pegawai melalui lembaran absensi. Absensi akan
diperhitungkan oleh kepegawaian sebagai salah satu dasar perhitungan imbalan jasa
medik yang diterima pegawai di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro setiap
bulannya.
4.5.3 Pelatihan dan Pendidikan Lanjutan
Sumber daya manusia yang ada di RSUD Ahmad Yani Kota Metro harus
berkualitas dan memiliki kemampuan serta integritas yang baik, untuk itu setiap tahun
RSUD Ahmad Yani Kota Metro mengadakan pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi
para pegawainya, baik untuk medis maupun paramedis. Pendidikan lanjutan yang ada di
RSUD Ahmad Yani Kota Metro antara lain :
1. Untuk pegawai medis, RSUD Ahmad Yani Kota Metro memberikan kesempatan
beberapa dokter umum untuk melanjutkan pendidikan menjadi dokter spesialis.
Nantinya setelah selesai menyelesaikan pendidikan lanjutan, dokter tersebut kembali
untuk bekerja di RSUD Ahmad Yani Kota Metro. Saat ini dokter umum yang sedang
melanjutkan pendidikan lanjutan S2 yaitu untuk spesialis penyakit paru, spesialis
radiologi, dan spesialis anestesi serta pendidikan lanjutan S3 yaitu spesialis bedah
digestipe.
2. Program untuk paramedis , yaitu dalam rangka peningkatan pegawai D3 menjadi S1
RSUD Ahmad Yani Kota Metro memberikan kesempatan para pegawainya untuk
melanjutkan pendidikan melalui program keperawatan dan kesehatan lingkungan.
3. Pelatihan paramedis untuk persiapan ICU, pelatihan tersebut dilaksanakan di rumah
sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 bulan.
Pelatihan dan pendidikan lanjutan yang diselenggarakan oleh RSUD Ahmad
Yani Kota Metro sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah yaitu Pemerintah Daerah Kota
Metro. Pihak RSUD Ahmad Yani Kota Metro mengirimkan para pegawainya untuk
mengikuti pelatihan dan pendidikan lanjutan sesuai dengan kebutuhan. Artinya setiap
tahun jumlah pegawai yang mengikuti pelatihan dan pendidikan lanjutan tidak tentu
jumlahnya karena menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia tiap tahunnya.
4.6 Analisis Hasil Penelitian
4.6.1 Hasil Analisis Balanced Scorecard
Setelah dilakukan pengukuran pada masing-masing pespektif dengan pendekatan
Balance Scorecard , maka dapat diketahiu gambaran pada masiing-masing indikator
kinerjanya. Adapun hasil pengukuran masing-masing indikator adalah sebagai berikut :
Tabel 12
Gambaran Hubungan Antar Indikator
�O I�DIKATOR �ILAI HASIL
1 Kinerja Keuangan
- Pendapatan selama 2
- Trend Menurun
- Trend Pendapatan
tahun terakhir (2006 –
2007)
Menurun
2 Kinerja Konsumen
- Kebijakan pelayanan
pelanggan
1. Kebijakan Pengobatan
Pasien
2. Kebijakan Poliklinik
3. Kebijakan Rawat Inap
- Pemberian
Kebijakan kepada
Pasien tertentu
- Kebijakan yang
dilakukan rumah sakit
cukup baik
3 Kinerja Proses Bisnis Internal
- Inovasi
- Indikator Layanan
- Komplain
- Menangkap
Keinginan
Pelanggan
- Inovasi dan Mutu
Layanan Cukup Baik
4 Kinerja Proses Pembelajaran
dan Pertumbuhan
- Retensi Pegawai
- Absensi Pegawai
- Pelatihan dan Pendidikan
Lanjutan
- Retensi Tinggi
- Displin Pegawai
- Peningkatan
kualitas SDM
- Turn Over Rendah
- Pelaksanaan
dilakukan tiap hari
dengan baik
- Pelaksanaan
Kegiatan sudah
berjalan dengan baik
4.6.2 Perspektif Keuangan
Dari tabel diatas terlihat bahwa hubungan keterkaitan antara variabel dari
keempat kinerja dalam Balance Scorecard. Secara umum pada perspektif keuangan
menunjukkan hasil yang kurang memuaskan karena dari data keuangan terlihat bahwa
telah terjadi penurunan tingkat pendapatan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro
pada tahun 2007. Anggaran yang lebih besar dari tahun sebelumnya ternyata tidak dapat
menambah pendapatan rumah sakit. Sedangkan untuk belanja yang dilakukan oleh
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro mengalami kenaikan anggaran dan
realisasinya. Hal ini disebabkan karena kebutuhan belanja rumah sakit pada tahun 2007
bertambah dari tahun 2006, terutama untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.
4.6.3 Perspektif Konsumen
Kinerja pada perspektif konsumen secara umum sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan, Hal ini dapat dilihat dari pemberian kebijakan-kebijakan tertentu pada
pasien miskin atau tidak mampu, dengan penggunan kartu ASKIN untuk melakukan
pengobatan dan penggunaan ASKES untuk PNS. Selain itu pihak rumah sakit
memberlakukan penggunaan kartu yang sama untuk melakukan rawat inap dan
pengobatan di poliklinik.
4.6.4 Perspektif Proses Bisnis Internal
Rumah sakit telah melakukan inovasi sesuai dengan kemampuan pelanggan,
dengan akan menambah peningkatan pelayanan jenis pemeriksaan, dengan pemeriksaan-
pemeriksaan lain seperti Asam Urat, HbsAg, HIV. Dan terlihat pula pada angka
kunjungan pasien yang cenderung meningkat, selain itu dari pengukuran dengan 6
indikator yaitu Bed Turnover Ratio (BTO), Gross Death Rate (GDR), 4et Death Rate
(NDR), Bed Occupacion Rate (BOR), Average Length of Stay (AvLOS) dan Turn Over
Interval (TOI) secara umum memperlihatkan bahwa kinerja pelayanan terhadap
meningkatnya kepercayaan konsumen (pasien) untuk berobat di rumah sakit yang sangat
cepat dan efektif. Hal ini dapat dilihat bahwa dari hasil perhitungan indikator-indikator
tersebut sudah cukup baik dan memuaskan , meskipun nilai GDR pada tahun 2007
mengalami peningkatan.
4.6.5 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran , diketahui bahwa pegawai di
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro menujukan kapabilitas kerja yang baik ,
diketahui dari angka turn over selama 2 tahun yang rendah, berarti bahwa kemapuan
rumah sakit untuk mempertahankan hubungan baik dengan pegawai bisa dikatakan
berhasil, hal ini akan berdampak pada tingkat loyalitas pegawai. Pada pelatihan dan
pendidikan lanjutan , pihak rumah sakit telah melakukan dengan baik dengan adanya
pengiriman pelatihan pegawai medis dan paramedis , serta pendidikan lanjutan bagi
anggota medis.
BAB V
KESIMPULA� DA� SARA�
Setelah penulis melakukan penelitian dan pembahasan terhadap kinerja pada
RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, maka dalam bab ini penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran. Hasil penelitian ini adalah gambaran kinerja rumah sakit dalam
kurun waktu 2 tahun , yaitu tahun 2006 dan 2007. Hal tersebut dimaksudkan agar
menjadi masukan kepada pihak manajemen RSUD Ahmad Yani Kota Metro, agar dapat
dilaksananakan pada proses selanjutnya melalui kebijakan-kebijakan dan perencanaan
strategi yang sedang dan akan dijalankan, sehingga dapat mempertahankan dan
meningkatkan kinerja yang baik dan dapat terus bersaing di bidang jasa pelayanan
kesehatan.
5.1. KESIMPULA�
Dari hasil pembahasan dan uraian yang telah disampaikan pada bagian
sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian kinerja di RSUD Ahmad Yani Kota Metro, menunjukkan bahwa
instrument kinerja yang ada dalam Balanced Scorecard dapat diterapkan di rumah sakit,
khususnya pada rmah sakit pemerintah. Untuk sampai pada proses perencanaan strategi
yang komprehensif diperlukan beberapa tahapan dan proses yang tidak cepat.
2. Hasil analisis kinerja yang dinilai pada keempat perspektif melalui pendekatan
konsep Balanced Scorecard di RSUD Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006-2007
menunjukkan bahwa beberapa perspektif menunjukkan kinerja yang baik, hal tersebut
terlihat dari hasil yang telah dicapai oleh perspektif tersebut.
3. Penilaian kinerja pada perspektif keuangan , belum dapat diukur dengan baik dan
sempurna, Rumah sakit masih menggunakan pencatatan cash basis accounting,
sehingga peneliti tidak dapat melakukan analisa rasio-rasio keuangan yang dinilai
melalui instrument laporan keuangan dari laporan laba rugi. Adapun data keuangan yang
dapat dinilai adalah hanya tingkat pertumbuhan pendapatan selama 2 tahun dari 2006-
2007 dan Cost Recovery Rate yang menunjukkan nilai yang kurang baik, dikarenakan
adanya penurunan penerimaan dari tahun 2006 ke 2007.
4. Pada perspektif pelanggan , terdapat 3 kebijakan yang dijalankan di RSUD Ahmad
Yani Kota Metro yaitu kebijakan biaya pengobatan pasien , kebijakan poliklinik, dan
kebijakan rawat inap. Pada kebijakan biaya pengobatan pasien pihak RSUD Ahmad
Yani Kota Metro memberikan kebijakan terhadap orang miskin dan tidak mampu
dengan penggunaan JAMKESMAS dan ASKESKIN serta penggunaan kartu ASKES
untuk para PNS dalam melakukan pengobatan yang tidak adanya pungutan biaya dari
pihak rumah sakit. Di kebijakan poliklinik, pasien miskin atau tidak mampu tersebut
juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan pengobatan dan pelayanan
kesehatan , mereka hanya perlu menunjukkan kartu JAMKESMAS atau kartu
ASKESKIN. Selain itu pemberian obat kepada para pasien disesuaikan berdasarkan asal
pasien. Pengguna JAMKESMAS dan ASKESKIN untuk orang miskin dan tidak mampu
atau penggunaan kartu ASKES untuk PNS diberikan obat yang khusus diperuntukan
bagi mereka. Yang terakhir , yaitu kebijakan rawat inap . Dalam prosedur rawat inap
sama seperti 2 kebijakan sebelumnya yaitu penggunaan JAMKESMAS dan ASKESKIN
untuk orang miskin dan tidak mampu atau penggunaan kartu ASKES untuk PNS dalam
melakukan rawat inap, pihak rumah sakit telah menetapkan ruangan-ruangan rawat inap
bagi mereka sesuai dengan asal pasien. Sedangkan untuk PNS disesuaikan berdasarkan
golongan kepangkatan dari PNS tersebut.
5. Pada perspektif proses bisnis internal diperoleh gambaran bahwa RSUD Ahmad
Yani Kota Metro selalu berusaha untuk menangkap kemauan pasar melalui inovasi-
inovasi yang akan dan sedang dijalankan oleh pihak rumah sakit. Beberapa indikator
telah menunjukkan kinerja yang baik , untuk kinerja yang belum maksimal pihak rumah
sakit harus lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan pendidikan, agar dalam
menangani pasien dapat lebih efektif dan efisien.Tahun mendatang rumah sakit
merencanakan adanya produk unggulan yaitu sedang dipersiapkannya klinik fertilitas
atau kesuburan. Penanganan komplain pasien walaupun belum tercatat dengan baik,
namun sebenarnya pihak manajemen rumah sakit telah melalukan kebijakan yang baik,
hanya pelaksanaannya dilapangan yang mungkin belum optimal dan belum ada SDM
yang dapat bertanggung jawab terhadap penanganan komplain tersebut.
6. Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran , secara keseluruhan dapa dilakukan
dengan baik, terlihat dari retensi karyawan yang tinggi dilihat dari Labour Turn Over
rendah. Untuk absensi karyawan,terlihat sudah dijalankan dengan baik karena
umumnya disiplin pegawai yang sudah cukup tinggi. Sedangkan pelatihan dan
pendidikan lanjutan yang dijalankan oleh pihak RSUD Ahmad Yani Kota Metro telah
dilakukan dengan baik dengan adanay pem,berian pendidikan lanjutan dokter umum
untuk melanjutkan pendidikannya menjadi dokter spesialis dan pengiriman tenaga
paramedis untuk melakukan pelatihan-pelatihan yang dimaksudkan agar kemampuan
SDM yang ada di RSUD Ahmad Yani Kota Metro menjadi lebih baik dan berkompeten.
5.2. SARA�
RSUD Ahmad Yani Kota Metro sebaiknya mulai mempersiapkan suatu analisis
kinerja yang lebih komprehensif mencakup semua aspek, tidak hanya berfokus pada
kinerja keuangan saja , tetapi semua aspek yang ada pada konsep Balanced Scorecard .
Untuk tiap perspektif diperlukan adanya saran dan masukan terhadap kinerja
pada RSUD Ahmad Yani Kota Metro , antara lain :
1. Perspektif Keuangan
Diperlukan perbaikan dan pengembangan sistem akuntansi dan keuangan agar
rumah sakit dapat melakukan pengelolaan keuangan yang efektif. Walau telah ada
sistem pelaporan pendapatan, namun pencatatan sistem akuntansi masih belum lengkap,
hal ini tentunya akan mempersulit rumah sakit dalam melakukan analisa unit cost dan
tarif. Kemudian untuk menghindari kesimpangsiuran laporan keuangan di masa yang
akan dating, maka pihak RSUD Ahmad Yani Kota Metro harus melakukan system
pencatatan secara accrual basis yang didukung oleh sistem akuntansi biaya yang
komprehensif. Untuk itu perlu adanya kerjasama dengan bagian Sistem Informasi
Manajemen agar sistem informasi biaya yang dating dari tiap unit bagian yang ada di
rumah sakit dapat tercatat dengan baik. Dengan ini , maka diharapkan RSUD Ahmad
Yani Kota Metro mempunyai tambahan laporan keuangan yaitu laporan rugi laba,
sehingga dapat mengetahui indikator kondisi kesehatan keuangan rumah sakit melalui
analisis biaya dan rasio-rasio keuangan yang lain.
2. Perspektif Pelanggan
Pihak RSUD Ahmad Yani Kota Metro perlu mempertimbangkan adanya
kebijakan untuk menjaring pelanggan di kelas menengah atas , dimana adanya semacam
poli eksklusif dimana pasien tidak perlu lama menunggu , tentunya dengan tariff yang
berbeda dari lainnya. Kebijakan tersebut tentunya tetap mempertimbangkan segmen
pasar untuk tetap melayani seluruh golongan . Ada baiknya pihak RSUD Ahmad Yani
Kota Metro mencari sumber pembiayaan baru dari konsumen perusahaan atau asuransi
swasta untuk kerjasama dibidang kesehatan. Perbaikan lain yang dapat dilakukan juga
yaitu melakukan pelatihan dan pembinaan kepada secara terus menerus, untuk
meningkatkan kinerjanya. Kemudian bila dimungkinkan perlu adanya penghargaan
terhadap pegawai berprestasi.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Hasil penelitian mengenai komplain, tidak didapat data mengenai jumlah
masalah apa yang banyak dikeluhkan oleh pelanggan. Hal tersebut terjadi dikarenakan
keenganan pelaksana di lapangan menjalankan peraturan yang ada. Perlu adanya
evaluasi mengenai peraturan dan prosedur pelaksanaan yang telah dibuat. Ada baiknya
dipertimbangkan adanya sosialisasi secara berkelanjutan mengenai prosedur dan
peraturan baru ke seluruh lapisan pekerja rumah sakit dan perlu adanya pihak yang
bertanggung jawab terhadap komplain. Untuk memotivasi, jika perlu diberikan reward
baik berupa penghargaan atau bonus kepada pegawai yang telah menjalankan tugas dan
pekerjaannya dengan baik.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perlu dievaluasi apakah program pelatihan dan pendidikan lanjutan yang selama
ini diberikan oleh pihak rumah sakit telah sesuai dengan kebutuhan yang ada. Perlu
adanya rencana pelatihan rutin dan berkala yang berfokus pada customer satisfaction
dengan pertimbangan deskripsi pekerjaan masing-masing petugas, untuk meningkatkan
mutu pelayanan agar semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N dan Vijay Govindarajan. 2005. Sistem Pengendalian Manajemen.
Jakarta. Salemba Empat.
Fauzi. 1995. Kamus Akuntansi Praktisi. Suarabaya : Indah.
Gaspersz, Vincent. 2002. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi BalanceScorecard
Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis Dan Pemerintah. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 2004. Management Accounting. Jakarta :
Salemba Empat.
Hadi, Sutrisno, 1997, Metodologi Research, Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis,
Disertasi, Yogyakarta. Andi.
Hermawan, Ancella. 1996. Balanced Scorecard Sebagai Sarana Akuntansi Managemen
Strategi. Jakarta : IAI.
Hiswonger, Rollin C., Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess. 1999. Prinsip-
Prinsip Akuntansi. Jakarta: Erlangga.
Indriantoro, Nur dan Bambang S. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Managemen. Yogyakarta : BPFE.
Kaplan. Robert S dan David Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi
Menjadi Aksi. Teerjemahan oleh Peter R. Yosi Pasla dari Balanced Scorecard:
Transalting Strategi Into Action (1996). Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Andi.
Mirza, Teuku. 1997. Balance Scorecard. Usahawan. No. 06 tahun XXVI.1997
Mulyadi. 1997. Balance Scorecard Sebagai Inti Sistem Manajemen Stratejik. Jakarta :
Prima Nusantara Manajemen.
Mutasowifin, Ali. 2002. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian
Kinerja Pada Badan Usaha Berbentuk Koperasi. Jakarta : Salemba Empat.
Lynch, Richard L dan Kelvin F. Croos. 1993. Performance Measerement System,
Handbook of Cost Manajemen. New York. Warren Gorham Lamont.
Weston, J. Fred dan Thomas, E Copeland. 1995. Manajemen Keuangan. Jilid I, Edisi ke
9. Jakarta ; Binarupa Aksana.
Wijaya, Amin Tunggal. 2002. Memahami Konsep Balance Scorecard. Cetakan ke 2 :
Harvindo.
Yoserizal. 2004. Analisis Kinerja Instalasi Rawat Jalan RSUD Pasar Rebo DKI Jakarta
Dengan Menggunakan Pendekatan Konsep Balanced Scorecard. Thesis, PPS
IKM UI. Jakarta.
Yuwono, Soni., Edy Sukarno, Muhammad Ichsan. 2007. Petunjuk Praktis Penyusunan
Balance Scorecard, Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi. Cetakan
ke 5. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http:// herykaweblog.wordpress.com
www.google.co.id
www.departemenkesehatan.co.id