1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang
merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Usaha untuk
menciptakan kesempatan kerja guna mengurangi pengangguran dan sekaligus
menampung pertambahan tenaga kerja merupakan bagian kesatuan dari
seluruh kebijakan dan program-program pembangunan. Bahkan seluruh
kebijakan dan program pembangunan ekonomi dan sosial, mempertimbangkan
sepenuhnya tujuan-tujuan perluasan kesempatan kerja serta kegiatan usaha
yang banyak menyerap tenaga kerja.1
Tenaga kerja dalam pembangunan
nasional mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting yaitu
sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesusai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja sesuai harkat dan
1 Rachmat Trijono, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Penerbit Papas Sinar
Sinanti, Jakarta, h. 14.
2
martabat kemanusiaan. Untuk itulah maka diperlukan suatu perlindungan
terhadap tenaga kerja yang dimana perlindungan terhadap tenaga kerja ini
dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin
kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.2 Perlindungan
terhadap tenaga kerja diimplementasikan dengan dibuatnya Undang-undang
Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970
yang dimana dalam Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.3 Selain itu juga terdapat program jaminan sosial tenaga
kerja yang dimana jaminan sosial tenaga kerja merupakan suatu perlindungan
bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.4
Secara yuridis kedudukan buruh adalah bebas, tetapi secara secara
sosial ekonomis kedudukan buruh adalah tidak bebas. Pada hakekatnya,
kedudukan buruh secara yuridis berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945
adalah sama dengan majikan. Namun dalam kenyataan nya, secara sosial
2 Ibid, h. 53.
3 Ibid, h. 54.
4 Ibid, h. 58.
3
ekonomis kedudukan antara buruh dengan majikan adalah tidak sama. Sebagai
orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain dari itu, ia terpaksa bekerja
pada orang lain.5 Majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat
kerja. Mengingat kedudukan pekerja atau buruh yang lebih rendah daripada
majikan, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk memeberikan
perlindungan hukumnya.
Perlindungan hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat
kedudukan yang lemah. Zainal Asikin menyebutkan bahwa “ perlindungan
hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundang-
undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa
majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar
dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur
secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan filososfis”.6
Dalam hal ini hukum ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum
yang berlaku yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara
pekerja atau buruh dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata
kehidupan dan tata kerja langsung bersangkut-paut hubungan kerja tersebut.
Dimana hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan
pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah dan perintah.7
5 Zainal Asikin, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 5. 6 Ibid, h. 6.
7 Rachmat Trijono, op.cit, h. 26.
4
Bekerja merupakan hak asasi dari semua orang atau masyarakat
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hak tersebut berlaku bagi pria maupun
wanita. Ketentuan ini terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pada Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur bahwa
setiap tenaga kerja memiliki hak atau kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Artinya hal ini membuka peluang
kerja bagi pria maupun wanita untuk berhak mendapatkan pekerjaan yang
layak. Salah satunya wanita dapat bekerja sebagai waitress di cafe, guna
meningkatkan mutu penjualan khususnya di Indonesia dimana wanita sebagai
perantara atau daya tarik untuk menarik minat pengunjung mengunjungi suatu
cafe tempat waitress tersebut bekerja.
Waitress merupakan salah satu cara komunikasi untuk menarik
minat pengunjung. Biasanya para wanita yang bekerja sebagai waitress ini
dicari yang masih muda dan cantik-cantik dan agar lebih menarik perhatian,
mereka selalu berpakaian dan berpenampilan yang menarik agar lebih menarik
minat para pengunjung untuk mengunjungi cafe tempat mereka bekerja.
Waitress merupakan perempuan yang bertugas untuk membawakan makanan
dan minuman yang dipesan oleh pengunjung ke meja tempat pengunjung itu
duduk dan menemani pengunjung selama pengunjung tersebut berada di cafe
tempat mereka bekerja. Biasanya mereka bertugas menuangi minuman yang
dipesan pengunjung ke dalam gelas dan menemani pengunjung bernyanyi
selama berada di dalam cafe.
5
Biasanya terdapat perjanjian kerja antara pemilik cafe dengan
waitress yang bekerja dengannya. Perjanjian kerja hanya dilakukan oleh dua
belah pihak yakni pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh.
Hal-hal apa saja yang diperjanjikan diserahkan sepenuhnya kepada kedua
belah pihak. Apabila salah satu pihak tidak menyetujuinya, maka tidak akan
terjadi perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan.
Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara yuridis, yakni
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, pengertian perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja atau buruh denagn pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.8 Namun
dalam kenyataannya di lapangan sering dibuat dalam bentuk lisan, sehingga
isinya sering tidak dipenuhi oleh kedua belah pihak. Hal ini yang menjadi
persoalan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan
kepada waitress.
Dalam bekerja waitress berada di lokasi yang daerah pekerjaannya
rawan akan kecelakaan kerja karena pada saat sudah dipengaruhi minuman
alkohol atau minuman keras pengunjung yang mereka dampingi tidak dapat
mengontrol emosi mereka. Mungkin saja pengunjung ingin berbuat senonoh
atau melakukan pelecehan terhadap waitress namun waitress menolak
sehingga membuat pengunjung tersebut marah dan memaki mereka bahkan
sampai memukul mereka atau pada saat di cafe tersebut pengunjung tidak
8 Rachmat Trijono, loc.cit.
6
sengaja bergesekan dengan pengunjung lainnya maka karena sama-sama
terpengaruh minuman keras bisa saja terjadi perkelahian dan mungkin akibat
perkelahian tersebut tidak sengaja terkena atau berimbas pada waitress
tersebut. Hal ini menjadi alasan mengapa perlunya perlindungan hukum
terhadap waitress yang mengalami kecelakaan pada saat bekerja. Apalagi
banyak yang menganggap negatif pekerjaan sebagai waitress padahal tidak
semua waitress seperti pikiran orang-orang yang mengatakan bahwa waitress
merupakan wanita yang gampangan atau murahan.
Sementara perlindungan terhadap pekerja atau buruh dimaksudkan
untuk menjamin hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan serta
perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha.9 Dimana ketentuan ini diatur dalam
Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan menentukan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan yaitu keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan agama, kelakuan sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai agama.
Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sangat
berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para
pengusaha di dalam melaksanakan mekanisme proses produksi. Perlindungan
tenaga kerja tidak kalah pentingnya untuk bisa menjamin hak-hak dasar
9 I Made Udiana, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial,
Udayana University Perss, Denpasar, 2015, h. 4
7
pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini
merupakan esensi dari disusunnya Undang-undang Ketenagakerjaan, yaitu
mewujudkan kesejahteraan para pekerja yang akan berimbas terhadap
kemajuan dunia usaha di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibahas permasalahan
dengan judul “ Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Wanita yang Bekerja Sebagai Waitress di Cafe Pulau Biru Berdasarkan
Undang-Undang No 13 Tahun 2003”
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah implementasi perlindungan hukum yang
diberikan oleh pemilik cafe kepada waitress berdasarkan
hukum Undang-Undang No 13 tahun 2003?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban dari pemilik cafe
terhadap waitress apabila terjadi kecelakaan kerja?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang
menggambarkan batas penelitian, yang menggambarkan batas penelitian,
8
mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian. Lingkup
penelitian juga menunjukkan secara pasti factor-faktor mana yang diteliti dan
mana yang tidak, atau untuk menetukan apakah semua factor yang berkaitan
dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dieliminasi sebagian.10
Untuk
mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok
permasalahan maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup
masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkupnya, pada permasalahan
pertama akan dibahas mengenai bentuk implementasi perlindungan hukum
terhadap waitress berdasarkan hukum ketenagakerjaan dan permasalahan
kedua, yaitu akan dibahas mengenai pertanggungjawaban pemilik cafe
terhadap waitress pada saat terjadi kecelakaan kerja.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan pada
ide, gagasan, dan pemikiran sendiri, serta hasil membaca dari berbagai
literatur. Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya
lingkungan Perpustakaan Hukum Universitas Udayana, ditemukan penelitian
yang sejenis namun memiliki perbedaan substansi, yaitu :
No Nama Tahun Rumusan Masalah
1 Tude Trisnajaya 2013 1.Bentuk jaminan kesehatan
kerja bagi pekerja wanita pada
melasti beach resort spa?
10
Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. 7, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 111.
9
2.Implementasi jaminan
kesehatan kerja terhadap
produktifitas kinerja pekerja
wanita pada Melasti Beach
Resort?
2 I Dewa Ayu Dani
Saputri
2013 1.Bagaimanakah bentuk
perlindungan hukum bagi pekerja
wanita menurut Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003?
2.Bagaimanakah akibat hukum
bagi pengusaha apabila tidak
dilaksanakannya program
jamsostek?
3 I Kadek Putra
Sutarmayasa
2015 1.Bagaimanakah implementasi
perlindungan hukum yang
diberikan oleh pemilik café
kepada waitress berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003?
2.Bagaimanakah
pertanggungjawaban dari pemilik
café terhadap waitress apabila
terjadi kecelakaan kerja?
10
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap waitress berdasarkan
hukum ketenagakerjaan.
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pemilik cafe terhadap waitress
pada saat terjadi kecelakaan kerja.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami mengenai perlindungan hukum yang didapatkan
oleh waitress berdasarkan hukum ketenagakerjaan.
2. Untuk memahami pertanggungjawaban pemilik cafe terhadap waitress
pada saat terjadi kecelakaan kerja.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis :
1. Dapat melatih mahasiswa untuk belajar membandingkan hal-hal secara
teori yang tertuang di dalam kepustakaan maupun peraturan
perundang-undangan dengan pelaksanaan teori tersebut di lapangan.
2. Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai sejauh mana
pelaksanaan dari teori hukum tersebut berkembang di lapangan.
3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan
terutama untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum
ketenagakerjaan mengenai perlindungan hukum terhadap waitress.
11
b. Manfaat praktis :
1. Penelitian ini bermanfaat dalam pelaksanaan dan prakteknya bagi
pemilik cafe dan masyarakatdalam rangka menyelesaikan
permasalahan hukum mengenai perlindungan hukum terhadap
waitress.
2. Untuk dapat dijadikan pedoman oleh kalangan mahasiswa, praktisi
maupun masyarakat umum didalam menyikapi masalah yang timbul
saat terjadi kecelakaan kerja yang dialami oleh waitress.
1.7. Landasan Teoritis
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum adalah
ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang
bersifat kendalikan, mencegah, mengikat, memaksa. Dengan kata lain hukum
merupakan serangkaian aturan yang berisi perintah ataupun larangan yang
sifatnya memaksa demi terciptanya suatu kondisi yang aman, tertib, damai,
dan tentram serta terdapat sanksi bagi siapapun yang melanggarnya.
Sedangkan menurut Plato hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur
dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
Pada hakekatnya, setiap negara pasti memberikan perlindungan
hukum bagi setiap warga negaranya. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945
alenia ke-4 disebutkan bahwa “ Pemerintah negara Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum….”
12
Ini menunjukan bahwa pemerintah memberikan perlindungan bagi
seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pekerja dan buruh. Perlindungan
tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja
secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada
pihak yang lemah.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.11
Pengertian tenaga kerja
menurut Imam Soepomo diartikan juga sangat luas, yaitu meliputi semua
orang yang mampu dan diperbolehkan melakukan pekerjaan, baik yang sudah
mempunyai pekerjaan dalam hubungan kerja ataupun sebagai swa pekerja
maupun yang belum mempunyai pekerjaan.12
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepadasubyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang preventif maupun
yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain
dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai gambaran tersendiri dari fungsi
hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu
keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Sedangkan
menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan.
11
Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalian Indonesia, Jakarta, h. 12. 12
Imam Soepomo, 2003, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, h. 27.
13
Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif.
1. Perlindungan Hukum Preventif
Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan
hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.
Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak
pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan
adanya perlindungan hukum yang prevemtif pemerintah terdorong untuk
bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan.
2. Perlindungan Hukum Represi
Perlindungan hukum represi, yaitu perlindungan hukum yang
diberikan setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Imam Soepomo membagi perlindungan bagi pekerja atau
tenaga kerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan
yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan
kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk
memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta
keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tidak mampu
14
bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan
ini disebut dengan jaminan sosial.
2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang
berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya
memungkinkan pekerja itu mengenyam dan
memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia
pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan
anggota keluarga, atau yang biasa disebut kesehatan kerja.
3. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang
berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari
bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-
pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang
diolah ataudikerjakan perusahaan. Perlindungan jenis ini
disebut dengan keselamatan kerja.13
Dalam hukum ketenagakerjaan bentuk perlindungan hukum yang
diberikan berupa perlindungan hukum dibidang keamanan kerja dimana baik
dalam waktu yang relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan
keselamatan bagi pekerja. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap
pekerja, negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat
keamanan kerja bagi pekerja. Dalam hal pertanggungjawaban terhadap pekerja
apabila terjadi kecelakaan kerja ketika melaksanakan kewajibannya dalam
13
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie, 2012, Dasar-Dasar
Hukum Perburuhan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 97.
15
pekerjaan, maka pengusaha akan menanggung beban yang timbul secara
materiil dengan memberikan penggantian dari biaya yang timbul akibat
kecelakaan kerja.14
Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan
memberikan tuntunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak
asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi norma
yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka
perlindungan kerja ini akan mencakup :
a. Norma keselamatan kerja : yang meliputi keselamatan kerja
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan,
proses pengerjaan, keadaan tempat kerja, dan lingkungan serta
cara-cara melakukan pekerjaan.
b. Norma kesehatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan :
yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat
kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian
obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit.
c. Norma kerja : yang meliputi perlindungan terhadap tenaga
kerja yang bertalian dengan waktu kerja, sistem pengupahan,
istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut
agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh
pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya
14
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
h. 53.
16
guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin
daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral.
d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau
menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, nerhak atas ganti
rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan, dan atau
penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat
ganti kerugian.15
Salah satu bentuk perlindungan tenaga kerja adalah menyangkut
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yaitu berdasarkan pasal 136
ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Dimana pada pasal 136
tersebut mengenal dua pola penyelesaian yakni melalui musyawarah dan
melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur
dalam Undang-Undang.16
Adapun asas-asas dalam suatu perjanjian, yaitu asas konsesualisme,
asas pacta sunt servanda, dan asas kebebasan berkontrak.
1. Asas Konsesualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak
saat tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Berdasarkan
Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.
15
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie, op.cit, h. 96. 16
I Made Udiana, op.cit.
17
Dimana kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun
tulisan.
2. Asas Pacta Sunt Servanda, artinya semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata.
3. Asas Kebebasan Berkontrak adalah salah satu asas yang sangat
penting di dalam hukum perjanjian, kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.
Namun kebebasan kontrak tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu
: tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.17
1.8. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan
bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah
terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search ( mencari).
Dengan demikian secara logawiyah berarti mencari kembali. Penelitian
merupakan pencarian kembali terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah),
karena dari hasil pencariaan akan dipakai untuk menjawab permasalahan
tertentu.18
Metode penelitian merupakan cara-cara yang digunakan dalam
penyusunan skripsi untuk menjawab suatu permasalahan yang dibahas.
17
Titik Triwulan Tutik, 2010, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, Prenada
media Group, Jakarta, h. 227. 18
Bambang Sunggono, op.cit, h. 27.
18
Adapun metode penelitian terdiri dari: jenis penelitian, sifat pendekatan,
sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis
data.19
a. Jenis penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
yang bersifat yuridis empiris. Yuridis empiris adalah suatu penelitian
yang beranjak dari kesenjangan-kesenjangan das solem (teori) dengan das
sein (praktek atau kenyataan), kesenjangan antara keadaan teoritis dengan
fakta hukum dan/atau situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan
kepuasan akademik. Penelitian yuridis, yaitu dengan melihat dari aspek-
aspek hukum sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Penelitian
empiris diteliti dari sifat hukum yang nyata sesuai dengan kenyataan yang
hidup di dalam masyarakat. Jadi penelitian empiris harus dilakukan di
lapangan dengan menggunakan metode teknik lapangan.
Penelitian hukum empiris sendiri menurut sifat nya dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
a. Penelitian yang sifatnya eksploratif (penjajakan atau
penjelajahan). Penelitian eksploratif umumnya dilakukan
terhadap pengetahuan yang masih baru, masih belum ada
teori-teori, atau informasi tentang norma-norma atau
ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut. Penelitian ini
19
Amirudin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 19.
19
bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu
gejala tertentu, atau untuk mendapatkan ide-ide baru
mengenai suatu gejala itu.
b. Penelitian yang sifatnya deskriptif. Penelitian ini bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat.
c. Penelitian yang sifatnya eksplanatoris. Sifatnya menguji
hipotesis, yaitu penelitian yang ingin mengetahui pengaruh
atau dampak suatu variable terhadap variable lainnya atau
penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variable.
Penelitian ini pada dasarnya berbentuk eksperimen yang
hanya didominasi oleh ilmu eksata.20
Penggunaan hukum empiris disini karena penelitian lapangan
yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi perlindungan ketentuan
perundang-undangan di lapangan. Menurut sifatnya, penelitian yang
digunakan, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif.21
Penelitian ini melihat
20
Ibid, h. 19
21
Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
54.
20
fakta-fakta yang terjadi di lapangan khususnya melihat bagaimana
perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe.
b. Jenis pendekatan
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian
hukum umumnya dibaginya menjadi 5 (lima) jenis, antara lain :
1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach).
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.
2. Pendekatan kasus (case approach). Pendekatan ini
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus
yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang telah menjadi kekuatan
yang tetap.
3. Pendekatan historis (historical approach). Pendekatan ini
dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang di
pelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang
dihadapi.
4. Pendekatan komparatif (comparative approach).
Pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan
undang-undang suatu negara dengan undang-undang dari
satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.
21
Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh
persamaan dan perbedaan diantara undang-undang tersebut.
5. Pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan
ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
yang berkembang di dalam ilmu hukum.
6. Pendekatan fakta (fact approach). Pendekatan ini dilakukan
dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan/kenyataannya
di lapangan.22
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan fakta. Pendekataan perundang-undangan
dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan
permasalahan yang dibahas. Sedangkan pendekatan fakta dilakukan
untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang berkaitan
dengan permasalahan, dalam hal ini mengenai perlindungan hukum
terhadap waitress yang bekerja di cafe.
c. Sumber bahan hukum/data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber
dari :
22
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 93.
22
1. Data primer atau data dasar yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari
responden maupun informan. Data yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini bersumber pada fakta-fakta yang
terjadi di lapangan,23
terkait dengan perlindungan hukum
terhadap waitress yang bekerja di cafe.
2. Data sekunder (secondary data), yaitu data yang diperoleh
peneliti dari penelitian kepustakaan/library research, yaitu
dari berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat
diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis meliputi :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat, berupa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
b. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer
yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel hasil
penelitian atau pendapat pakar hukum.
c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan hukum yang
dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder
seperti kamus hukum.24
23
Amirudin dan H.Zainal Asikin, op.cit, h. 30.
24
Amirudin dan H Zainal Asikn, op.cit, h. 31.
23
d. Teknik pengumpulan data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu
data primer diperoleh dengan teknik wawancara (interview). Wawancara
merupakan suatu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawwwancarai / responden dan informan, untuk
memperoleh data yang otentik tentang perlindungan terhadap Waitress
yang bekerja di cafe. Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara ini
dengan melakukan tanya jawab secara sistematis dimana peneliti bertatap
muka langsung dengan pemilik cafe sebagai pihak yang berkompetensi
untuk memberikan pernyataan.
Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang digunakan yaitu
dengan study kepustakaan dengan membaca, menelaah, dan
mengklasifikasikan data-data dari peraturan perundang-undangan serta
beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Data
dikelompokan lalu dilakukan dengan mengutip bagian-bagian penting,
baik yang berupa kutipan langsung maupun tidak langsung.25
e. Teknik Pengolahan dan Analisis data
Setelah data-data yang diperoleh terkumpul, baik data lapangan
maupun data kepustakaan selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis.
Pengolahan data ini disajikan secara deskriptif, yaitu pemaparan secara
jelas dan terperinci mengenai penelitian terhadap suatu peristiwa untuk
25
M.Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 101.
24
mengetahui keadaan yang sebenarnya dalam hal ini mengenai
perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe.
Sedangkan untuk menguraikan dan menjelaskan pengertian tentang
masalah hukum yang data-datanya telah terkumpul dilakukan analisis
kualitatif. Analisis kualitatif ditunjukan terhadap data-data yang sifatnya
berdasarkan kualitas dan kemudian disusun secara sistematis guna
memperoleh suatu kesimpulan dan kejelasan dalam pembahasan masalah.