PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
BRONCHITIS ACUTE DI RS PARU Dr. ARIO
WIRAWAN SALATIGA
Naskah Publikasi
Diajukan Guna Melengkapi Tugas
dan Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
oleh:
Bintari Zaudyasari
J100110025
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI
Naskah Publikasi Ilmiah dengan judul Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi
Bronchitis Acute di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
Naskah Publikasi Ilmiah ini Telah Disetujui oleh Pembimbing KTI
untuk di Publikasikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Diajukan Oleh:
Bintari Zaudyasari
J100.110.025
Pembimbing
(Isnaini Herawati, S.Fis, S.Pd, M.Sc)
Mengetahui
Ka.Prodi Fisioterapi FIK UMS
(Isnaini Herawati, S.Fis, S.Pd, M.Sc)
PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Bintari Zaudyasari
NIM : J100 110 025
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kesehatan / Diploma III Fisioterapi
Jenis Publikasi : Karya Tulis Ilmiah
Judul : Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Bronchitis Acute
di RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:
1. Memberikan hak bebas royalty kepada perpustakaan UMS atas penulisan
karya ilmiah saya, demi mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan / pengalih formatkan,
3. Mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya
serta menampilkan dalam bent uk softcopy untuk kepentingan akademis
kepada perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta izin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta, bersedia dan
menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
perpustakaan UMS, dari segala bentuk hukum yang timbul atas
pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 10 Juni 2014
Yang Menyatakan
(Bintari Zaudyasari)
MANAGEMENT IN THE CASE OF BRONCHITITS ACUTE
PHYSIOTHERAPY HOSPITALS Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA
(Bintari Zaudyasari, 2014, 15 pages)
Abstract
Background: Acute Bronchitis is a common tract infection of the upper
respiratory. Acute bronchitis has been the term used for an acute respiratory
infection that is manifested by cough with or without sputum production that
lasts for up to 3 weeks. Acute bronchitis usually caused by viruses.
Purpose: To determine the physiotherapy management of reduce the degree of
shortness of breath, decrease sputum production, increase thoracic expansion,
reduce muscle spasm m.upper trapezius and reduce tenderness m. upper trapezius
of acute bronchitis with modalities using infra red (IR), coughing exercises,
diaphragmatic breathing exercises and mobilization of the thoracic.
Results: After therapy 6 times assessment results shortness of breath at T1: 4 to
T6: 0, sputum production at T1: thoracic expansion at T1: 1 to T6: 1, muscle
spasm on T1: there are spasms in the trapezius m.upper trapezius into T6: a little
spasm on m. upper trapezius, tenderness m.upper trapezius at T1: 4 to T6: 2.
Conclusion: Diaphragmatic breathing exercises can reduces future degree of
shortness of breath in a state of acute bronchitis, coughing exercises can reduce
sputum production of acute bronchitis, Infra Red (IR) can reduce muscle spasm
and tenderness in cases of acute bronchitis.
Keywords: Acute Bronchitis, Coughing Exercises, Diaphragmatic breathing
exercises, Infra Red (IR) and the mobilization of the thoracic.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Angka kesakitan dan kematian yang meningkat akibat penyakit
saluran pernafasan seperti bronchitis acute, tuberkolosis, asma dan
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) masih menduduki peringkat
tertinggi. Penyakit menular yang selalu menjadi penyebab utama angka
kesakitan dan kematian kini telah digantikan oleh penyakit tidak
menular seperti bronchitis acute.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dikemukakan penulis di atas
dapat dirumuskan masalahnya yaitu: apakah Infra Red, coughing
exercises, diaphragmatic breathing exercises dan mobilisasi sangkar
toraks dapat mengurangi sesak nafas, mengurangi produksi sputum,
membantu meningkatkan ekspansi toraks, menurunkan nyeri tekan dan
spasme otot upper trapezius?
3. Tujuan
Untuk mengetahui apakah infra red, diaphragmatic breathing
exercises, coughing exercises dan mobilisasi sangkar toraks dapat
digunakan untuk mengurangi sesak nafas, mengurangi produksi
sputum, meningkatkan ekspansi toraks, menurunkan spasme otot dan
nyeri tekan pada m.upper trapezius.
B. Tinjauan Pustaka
Bronchitis acute merupakan suatu kondisi yang menandakan
adanya infeksi saluran pernafasan pada daerah trakea dan bronki yang
disertai adanya batuk dengan atau tanpa adanya dahak yang berlangsung
selama 3 minggu serta disebabkan oleh adanya virus (Ikawati, 2011).
Penyebab utama bronchitis acute 95% diwakili oleh virus,
diantaranya: rhinovirus, adenovirus, virus influenza. Sedangkan infeksi
bakteri mewakili 5-20% yaitu mycoplasma penumoniae, Chlamydia
pneumoniae (Ikawati, 2011).
Beberapa problematika yang ditemukan fisioterapi pada kondisi
bronchitis acute diantaranya sesak nafas, batuk produktif, adanya mengi
(wheezing), dan spasme pada otot-otot pernafasan. Modalitas yang
digunakan berupa infra red (IR), coughing exercises, diaphragmatic
breathing exercises dan mobilisasi sangkar toraks bertujuan untuk
mengurangi derajat sesak nafas, membantu pengeluaran sputum,
meningkatkan ekspansi toraks, mengurangi spasme otot dan nyeri tekan
pada m.upper trapezius.
C. Proses Fisioterapi
1. Pengkajian Fisioterapi
a. Impairment
Adanya sesak nafas, adanya batuk produktif, penurunan
ekspansi toraks, spasme otot dan nyeri tekan pada m.upper trapezius.
b. Functional limitation
Pasien tidak mampu melakukan aktivitas yang berat seperti
membawa barang berat, jalan jauh serta naik turun tangga karena
pasien akan merasakan sesak nafas.
c. Disability
Aktifitas keseharian pasien di lingkungan masyarakat
belum dapat dinilai karena pasien masih menjalani perawatan di
RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga.
2. Pelaksanaan Fisioterapi
a. Pelaksanaan infra red
Pasien dapat tidur miring (side lying) maupun duduk. infra
red diberikan pada dada bagian anterior dan posterior. Infra red
diberikan dalam waktu 15 menit dengan jarak 30-45 cm. lalu
naikkan intensitas sesuai toleransi pasien.
b. Pelaksanaan diaphragmatic breathing exercises
Pasien dapat tidur terlentang (supine lying) maupun duduk
rileks jika mampu. Lalu terapi menginstruksikan pasien untuk
menarik nafas lewat hidung sambil mengembungkan perut lalu
hembuskan lewat mulut sambil mengempiskan perut.
c. Pelaksanaan mobilisasi sangkar toraks
Pasien dapat tidur terlentang (supine lying) maupun duduk
rileks. Terapis menginstruksikan pasien mengangkat tangan ke
atas sambil menarik nafas lewat hidung lalu turunkan tangan ke
bawah sambil menghembuskan nafas lewat mulut secara perlahan-
lahan.
d. Pelaksanaan coughing exercises
Pasien duduk tegak dengan kedua kaki menapak. Terapis
menginstrusikan agar pasien menarik nafas dalam sebanyak dua
kali. Lalu saat menarik nafas yang ketiga, pasien diminta untuk
membatukkan sebanyak dua kali. Setelah itu terapis
menginstruksikan agar pasien menarik nafas secara biasa.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
a. Adanya penurunan derajat sesak nafas
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
nila
i ska
la b
org
Terapi
Evaluasi sesak nafas
Hasil
Hasil evaluasi sesak nafas
b. Adanya penurunan produksi sputum
Hasil evaluasi penurunan produksi sputum
Terapi Tanggal Hasil
T1 09-01-2014 Sputum berada di lobus bawah dekstra
dan sinistra.pernafasan disertai adanya
mengi (wheezing).
T2 10-01-2014 Sputum berada di lobus bawah dekstra
dan sinistra berangsur berkurang. Pola
pernafasan disertai adanya wheezing.
T3 11-01-2014 Sputum berada di lobus bawah dekstra
dan sinistra berangsur berkurang. Pola
pernafasan masih disertai wheezing
menuju ke normal.
T4 13-01-2014 Sputum sudah tidak ada di paru. Pola
pernafasan wheezing sudah mulai
menghilang.
T5 14-01-2014 Sputum sudah tidak berada di paru. Pola
pernafasan normal.
T6 15-01-2014 Sputum sudah tidak ada di paru. Pola
pernafasan normal.
c. Ekspansi toraks
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nila
i
Terapi
Ekspansi Toraks
Axilla
Proc.xyphoideus
Hasil evaluasi ekspansi toraks
d. Adanya penurunan spasme otot
Hasil evaluasi penurunan spasme otot
Terapi ke Hasil
T0 Teraba adanya spasme pada m.upper trapezius
T1 Teraba adanya spasme pada m.upper trapezius
T2 Teraba adanya spasme pada m.upper trapezius
T3 Teraba adanya spasme pada m.upper trapezius
T4 Teraba ada sedikit spasme pada m.upper trapezius
T5 Teraba ada sedikit spasme pada m.upper trapezius
T6 Teraba ada sedikit spasme pada m.upper trapezius
e. Adanya penurunan nyeri tekan
0
1
2
3
4
5
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nila
i
Terapi
Penurunan Nyeri Tekan
Hasil
Hasil evaluasi adanya penurunan nyeri tekan
2. Pembahasan
a. Penurunan derajat sesak nafas
Pada T1, nilai skala borg 4 (sesak nafas sedikit berat)
menjadi T6, niilai skala borg 0 (tidak ada sesak nafas). Pengaruh
diaphragmatic breathing exercises pada penurunan sesak nafas
berupa otot-otot pernafasan yang bekerja lebih aktif sehingga
terjadi penurunan beban kerja pernafasan. Selain itu, energi yang
terbuang hanya sedikit sehingga pasien tidak akan mudah lelah
(Khotimah, 2013).
b. Adanya penurunan produksi sputum
Dapat dilihat pada tabel di atas, bahwa terjadi penurunan
produksi sputum selama enam kali terapi. Pada saat T1, ada sputum
pada lobus bawah dekstra dan sinistra disertai pola pernafasan
mengi (wheezing). Lalu pada T6, sputum sudah tidak ada di paru
dan pola pernafasan menjadi normal.
Latihan batuk efektif diawali dengan inspirasi yang dalam
diikuti dengan penutupan glotis. Lalu diafragma akan rileksasi
diikuti dengan kontraksi otot yang melawan glotis yang menutup.
Saat glotis terbuka disertai dengan penyempitan trakea maka akan
menghasilkan udara yang cepat melalui trakea serta berfungi untuk
mengeluarkan sputum yang berada di saluran pernafasan (Pranowo,
2011).
c. Ekspansi toraks
Pada saat T1, nilai ekspansi toraks 1 lalu T6, nilai ekspansi
toraks 1. Pengaruh mobilisasi sangkar toraks pada peningkatan
ekspansi toraks berupa meningkatkan pergerakan dada yang akan
menyebabkan kontraksi dari otot-otot pernafasan. Gerakan yang
kompleks antara sternum, thoracic vertebra serta ototnya berfungsi
untuk meningkatkan volume paru, kontrol pernafasan serta
memperbaiki ekspansi toraks (Jones & Moffat, 2002 dalam
Leelarungrayub, 2012).
d. Penurunan spasme otot
Pada saat T1, teraba ada spasme pada m.upper trapezius
lalu pada T6, traba ada sedikit spasme pada m.upper trapezius.
Efek thermal dan sedative yang akan menyebabkan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah. Darah mengandung oksigen dan
nutrisi. Sehingga sirkulasi darah yang lancar akan membuat otot
menjadi rileks karena mendapat asupan oksigen dan nutrisi yang
baik (Singh, 2005).
e. Penurunan nyeri tekan
Pada T1, nyeri tekan 4 (nyeri sedikit berat) menjadi T6,
nyeri tekan 2 (nyeri sedikit ringan). Infra red (IR) berperan dalam
penurunan nyeri tekan. Infra red (IR) akan menimbulkan efek
sedative pada saraf sensori. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga sirkulasi darah menjadi lancer dan zat-zat
penghasil nyeri akan hilang terbawa oleh aliran darah (Singh,
2005).
E. Simpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Setelah mendapatkan terapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan
modalitas berupa infra red (IR), coughing exercises, diaphragmatic
breathing exercises dan mobilisasi sangkar toraks diperoleh hasil
evaluasi terakhir berupa : 1) adanya penurunan derajat sesak nafas; 2)
adanya penurunan produksi sputum; 3) belum adanya peningkatan
ekspansi toraks; 4) adanya penurunan spasme pada m.upper trapezius;
5) adanya penurunan nyeri tekan pada m.upper trapezius.
2. Saran
a. Bagi masyarakat
Masyarakat diharapkan tetap menjaga kondisi tubuh dengan
melakukan aktivitas yang seimbang dan pola hidup sehat. Apabila
pasien merasakan adanya sesak nafas hendaknya segera diperiksakan
ke tenaga medis agar segera mendapatkan tindakan yang tepat serta
tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki N. 2007. FT Kardiopulmonal. Handout. Surakarta: Politeknik Kesehatan
Surakarta Program Studi D IV Fisioterapi.
Braman S.S. 2006. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis. Volume. 1: 1 Januari
2006: hal 95-98.
Buhagiar B. 2009. Acute Bronchitis. Volume. 21: 1 Maret 2009: hal 45-47.
Francis C. 2011. Perawatan Respirasi. Dialihbahasakan oleh Hasianna ST.
Jakarta: Erlangga.
Ikawati Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta: Bursa ilmu.
Khotimah S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik
Dari Pada Latihan Pernafasan pada Pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.
Volume 1: 32 Juni 2013: hal 22-23.
Leelarungrayub D. 2012. Chest Mobilization Techniques for Improving
Ventilation and Gas exchange in Chronic Lung Disease. Volume 20: 3
Maret 2012: hal 400, 412-413.
Low J dan Reed A. 2000. Electrotherapy Explained Principles and Practice Third
Edition. London: Butterworth-Heinemann.
Mubarak W.I dan Chayatin N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho Y.A dan Kristiani E.E. 2011. Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak
Pada Pasien dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Volume 4. Nomor 2:
Desember 2011: halaman 135-137.
Singh J. 2005. Textbook Of Electrotherapy. India: Jaypee Brothers Medical
Publishers (p) Ltd.
Syaifuddin. 2009a. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika.
2009b. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tambayong J. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.