1
PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
T E R M I N A L
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PEKALONGAN,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan angkutan jalan merupakan salah satu urat
nadi kehidupan kota yang memiliki peranan penting dalam menunjang
dan mendorong pertumbuhan di segala bidang;
b. bahwa pengaturan operasional masalah terminal transportasi jalan yang
ada selama ini kurang menunjukkan efektifitas dan efisiensi kinerja
bidang perhubungan;
c. bahwa dengan perkembangan kegiatan angkutan jalan yang semakin
meningkat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat
berdasarkan kewenangan yang ada di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka dipandang perlu
menetapkan pengaturan penyelenggaraan terminal transportasi jalan
dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten Pekalongan dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-undang Nomor 13 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2757);
2
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lambaran Negara Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3494);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986 tentang Pemindahan
Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dari Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1986 Nomor 70);
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah
Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
3
12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3528);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993
Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3529);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan PerUndang-Undangan;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2006
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Tahun 2006 Nomor 9);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2006
tentang Penataan Transportasi Darat (Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Tahun 2006 Nomor 10).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PEKALONGAN
dan
BUPATI PEKALONGAN
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TERMINAL.
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan Daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
4. Bupati adalah Bupati Pekalongan.
5. Dinas adalah Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten
Pekalongan.
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi Perhubungan
Kabupaten Pekalongan.
7. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat
dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan
dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu
wujud simpul jaringan transportas.
8. Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra
dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum;
9. Terminal Barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau
antar moda transportasi;
10. Jalur Pemberangkatan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam
terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk
menaikkan penumpang;
11. Jalur Kedatangan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal
penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menurunkan
penumpang;
12. Tempat Tunggu Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal
penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menunggu
dan siap menuju jalur pemberangkatan;
13. Tempat Istirahat Kendaraan adalah pelataran di dalam terminal yang
disediakan bagi mobil bus dan mobil barang untuk beristirahat
sementara dan membersihkan kendaraan sebelum melakukan
perjalanan;
5
14. Tempat Bongkar dan Muat adalah pelataran di dalam terminal barang
yang disediakan bagi mobil barang untuk membongkar dan/atau
memuat barang;
15. Tempat Tunggu Penumpang adalah bangunan berupa ruang tunggu di
dalam terminal penumpang yang disediakan bagi penumpang yang
akan melakukan perjalanan;
16. Gudang atau Lapangan Penumpukan Barang adalah bangunan
dan/atau pelataran di dalam terminal barang yang disediakan untuk
menempatkan barang yang bersifat sementara;
17. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
18. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor;
19. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknis yang berada dalam kendaraan tersebut;
20. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan;
21. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi
dengan lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat
duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi;
22. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang
diperlengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk
tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa
perlengkapan bagasi;
23. Mobil barang adalah kendaraan selain mobil bus, mobil penumpang dan
kendaraan bermotor roda dua;
24. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;
25. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa
angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan
tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal;
26. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu
kesatuan jaringan pelayanan Angkutan orang;
27. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke
kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota yang melalui lebih
6
dari satu daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang
terikat dalam trayek;
28. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke
kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota dalam satu
daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
dalam trayek;
29. Angkutan Kota adalah Angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam
satu daerah Kota atau wilayah ibukota Kabupaten atau dalam Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau
mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek;
30. Angkutan Perdesaan adalah Angkutan dari satu tempat ke tempat lain
dalam satu daerah Kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota
yang berada pada wilayah ibukota Kabupaten dengan mempergunakan
mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam
trayek;
31. Penyidikan Tindak Pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang terhadap pelanggaran yang diancam dengan
hukuman pidana;
32. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas wewenang khusus oleh
Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
33. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dan tujuan Penataan Terminal Transportasi Jalan adalah :
a. memberikan arahan yang jelas tentang pelaksanaan angkutan jalan
yang ingin dicapai terpadu dengan moda transportasi lainnya.
b. menciptakan penyelenggaraan lalulintas yang lancar, tertib, aman,
efisien dan efektif.
7
BAB III
TERMINAL PENUMPANG
Bagian Pertama
TIPE DAN FUNGSI TERMINAL
Pasal 3
(1) Tipe terminal penumpang terdiri dari:
a. Terminal penumpang tipe A;
b. Terminal penumpang tipe B;
c. Terminal penumpang tipe C.
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf
a, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar
propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan
angkutan perdesaan.
(3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota
dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan perdesaan.
(4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan.
Bagian Kedua
Fasilitas Terminal
Pasal 4
Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas
penunjang.
Pasal 5
(1) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, terdiri dari:
a. Jalur pemberangkatan kendaraan umum;
b. Jalur kedatangan kendaraan umum;
c. Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,
termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat
kendaraan umum;
d. Bangunan kantor terminal;
e. Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;
f. Menara pengawas;
8
g. Loket penjualan karcis;
h. Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya
memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan;
i. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g
dan huruf i, tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C.
Pasal 6
Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat berupa:
a. Kamar kecil/toilet;
b. Musholla;
c. Kios/kantin;
d. Ruang pengobatan;
e. Ruang informasi dan pengaduan;
f. Telepon umum;
g. Tempat penitipan barang;
h. Taman.
Pasal 7
Fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal penumpang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 diatur oleh Bupati.
Bagian Ketiga
Daerah Kewenangan Terminal
Pasal 9
(1) Daerah kewenangan terminal penumpang terdiri dari:
a. Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang
diperuntukkan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6;
9
b. Daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah
lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk
kelancaran arus lalulintas di sekitar terminal.
(2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas tanah
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pengawasan terminal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Bupati.
Bagian Keempat
Lokasi Terminal
Pasal 10
Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan
rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana
umum jaringan transportasi jalan.
Pasal 11
Lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C, ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. Rencana Umum Tata Ruang;
b. Kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c. Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
d. Kondisi topografi lokasi terminal;
e. Kelestarian lingkungan.
Pasal 12
Penetapan lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B, dan tipe C
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selain harus memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, harus memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang perhubungan yang berlaku.
10
Pasal 13
Lokasi terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
ditetapkan oleh:
a. Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur untuk terminal
penumpang tipe A;
b. Gubernur setelah mendengar pendapat Kepala Dinas yang membidangi
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Tengah dan mendapat
persetujuan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, untuk terminal
penumpang tipe B;
c. Bupati setelah mendengar pendapat Kepala Dinas dan mendapat
persetujuan dari Gubernur, untuk terminal penumpang tipe C.
Bagian Kelima
Pembangunan dan Pengoperasian Terminal
Pasal 14
(1) Pembangunan terminal penumpang harus dilengkapi dengan :
a. rancang bangun terminal;
b. analisis dampak lalulintas;
c. analisis dampak lingkungan.
(2) Pembuatan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, harus memperhatikan :
a. fasilitas terminal penumpang sebagaimana diatur dalam Pasal 5,
Pasal 6 dan Pasal 7;
b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di
luar terminal;
c. pemisahan antara lalulintas kendaraan dan pergerakan orang di
dalam terminal;
d. pemisahan jalur lalulintas di dalam terminal;
e. manajemen lalulintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan
terminal.
(3) Pengesahan rancang bangun terminal penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh :
a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A;
11
b. Kepala Dinas yang membidangi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Provinsi Jawa Tengah untuk terminal tipe B;
c. Kepala Dinas, setelah mendengar pendapat Kepala Dinas
Perhubungan Provinsi Jawa Tengah untuk terminal tipe C.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur oleh Bupati.
Pasal 15
(1) Pembangunan terminal penumpang pada prinsipnya dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap
mengutamakan fungsi pokok terminal.
Bagian Keenam
Penyelenggaraan Terminal
Pasal 16
(1) Penyelenggaraan terminal dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari :
a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A;
b. Gubernur untuk terminal tipe B;
c. Bupati untuk terminal tipe C.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat
diberikan apabila :
a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang
bangun yang telah disahkan;
b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan,
pemeliharaan, dan penertiban terminal.
12
Pasal 18
(1) Pengelolaan terminal penumpang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal.
(2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), antara lain meliputi:
a. penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan;
b. penataan fasilitas penumpang;
c. penataan fasilitas penunjang terminal;
d. penataan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal;
e. penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan;
f. penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan;
g. pengaturan jadwal petugas terminal;
h. evaluasi sistem pengoperasian terminal.
(3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi :
a. Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam
terminal;
b. Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan;
c. Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut
jadwal yang telah ditetapkan;
d. Pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang;
e. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan
kendaraan umum kepada penumpang;
f. Pengaturan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal;
g. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran;
h. Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan
berangkat.
(4) Kegiatan pengawasan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi :
a. Tarif angkutan;
b. Kelaikan jalan kendaraan yang dioperasikan;
c. Kapasitas muatan yang diizinkan;
d. Pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan;
e. Pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan
peruntukannya.
13
Pasal 19
(1) Terminal penumpang harus dipelihara untuk menjamin agar terminal
dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya.
(2) Pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara
lain meliputi kegiatan :
a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal;
b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta
perawatan rambu, marka dan papan informasi;
c. merawat saluran-saluran air;
d. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan;
e. merawat alat komunikasi;
f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran.
Pasal 20
Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan
terhadap kegiatan yang dapat mengganggu fungsi pokok terminal.
Bagian Ketujuh
Pelayanan Terminal
Pasal 21
(1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari jasa utama dan jasa
penunjang terminal;
(2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil
pungutan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Bagian Kedelapan
Kewenangan Penyelenggaraan Terminal
Pasal 22
(1) Kewenangan penyelenggaraan terminal penumpang dilaksanakan oleh
Bupati.
14
(2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Terminal Dinas.
(3) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala UPTD yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan penyelenggaraan terminal.
BAB IV
TERMINAL BARANG
Bagian Pertama
Fungsi Terminal
Pasal 23
Terminal barang berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau muat
barang, serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi.
Bagian Kedua
Fasilitas Terminal
Pasal 24
(1) Fasilitas terminal barang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas
penunjang;
(2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. bangunan kantor terminal;
b. tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/atau muat
barang;
c. gudang atau lapangan penumpukan barang;
d. tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau
selama menunggu keberangkatan;
e. rambu-rambu dan papan informasi;
f. peralatan bongkar muat barang.
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa :
a. tempat istirahat awak kendaraan;
15
b. fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang;
c. alat timbang kendaraan dan muatannya;
d. kamar kecil/toilet;
e. musholla;
f. kios/kantin;
g. ruang pengobatan;
h. telepon umum;
i. taman.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Bupati.
Bagian Ketiga
Daerah Kewenangan Terminal
Pasal 25
(1) Daerah kewenangan terminal barang, terdiri dari:
a. daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang
diperuntukan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3);
b. daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah
lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk
kelancaran arus lalulintas di sekitar terminal.
(2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas
tanah sesuai peaturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Lokasi Terminal
Pasal 26
Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan
rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana
umum jaringan transportasi jalan.
16
Pasal 27
Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan :
a. rencana umum tata ruang;
b. kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c. keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
d. kondisi topografi lokasi terminal;
e. kelestarian lingkungan.
Pasal 28
Lokasi terminal barang selain harus memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
perhubungan.
Pasal 29
Penetapan lokasi terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dan Pasal 28 ditetapkan oleh Bupati setelah mendapat persetujuan
Gubernur.
Bagian Kelima
Pembangunan Terminal
Pasal 30
(1) Pembangunan terminal barang harus dilengkapi dengan :
a. rancang bangun terminal;
b. analisis dampak lalulintas;
c. analisis mengenai dampak lingkungan.
(2) Pembuatan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, harus memperhatikan :
a. fasilitas terminal barang sebagaimana diatur dalam Pasal 24;
b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di
luar terminal;
c. pengaturan lalulintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan
terminal.
(3) Pengawasan rancang bangun terminal barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan oleh Kepala Dinas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Bupati.
17
Pasal 31
(1) Pembangunan terminal barang dilaksanakan oleh Bupati.
(2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap
memperhatikan fungsi pokok terminal.
Bagian Keenam
Penyelenggaraan Terminal
Pasal 32
(1) Penyelenggaraan terminal barang dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Bupati.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat
diberikan apabila :
a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang
bangun yang telah disahkan;
b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 33
Penyelenggaraan terminal barang meliputi kegiatan pengelolaan,
pemeliharaan dan penertiban terminal.
Pasal 34
(1) Pengelolaan terminal barang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal.
(2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi :
a. penataan pelataran terminal;
b. penataan fasilitas gudang atau lapangan penumpukan barang;
c. penataan fasilitas parkir kendaraan untuk melakukan kegiatan
bongkar dan/atau muat barang;
d. penataan fasilitas penunjang terminal;
e. penataan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal;
f. pengaturan jadwal petugas di terminal;
g. penyusunan sistem dan prosedur pengoperasian terminal.
(3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi :
18
a. pengaturan parkir dan arus kendaraan angkutan barang di dalam
terminal;
b. pemungutan jasa pelayanan terminal barang;
c. pengoperasian fasilitas/peralatan bongkar muat barang;
d. pengaturan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal;
e. pencatatan jumlah dan jenis kendaraan.
(4) Kegiatan pengawasan operasional terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi pengawasan terhadap :
a. kendaraan angkutan barang selama berada di dalam terminal;
b. pemanfaatan fasilitas terminal sesuai dengan peruntukannya;
c. keamanan dan ketertiban di dalam terminal.
Pasal 35
(1) Pemeliharaan Terminal barang harus dilakukan untuk menjamin agar
terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya.
(2) Pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
kegiatan :
a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal;
b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta
perawatan rambu, marka dan papan informasi;
c. merawat dan menjaga fungsi fasilitas/peralatan bongkar muat
barang;
d. merawat saluran-saluran air;
e. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan;
f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran.
Pasal 36
Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dilakukan
terhadap kegiatan yang dapat mengganggu fungsi pokok terminal.
Bagian Ketujuh
Pelayanan Terminal
Pasal 37
(1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari :
a. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan untuk melakukan
bongkar muat barang;
b. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk
istirahat atau selama menunggu keberangkatan;
19
c. jasa penggunaan fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan
angkutan barang.
(2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil
pungutan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b dan huruf c, ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Bagian Kedelapan
Kewenangan Penyelenggaraan Terminal
Pasal 38
(1) Wewenang penyelenggaraan terminal barang berada pada Bupati;
(2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Terminal Dinas.
BAB V
USAHA PENUNJANG DI TERMINAL
Pasal 39
(1) Di dalam daerah lingkungan kerja terminal penumpang atau terminal
barang dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang, sepanjang tidak
mengganggu fungsi pokok terminal;
(2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga Negara Indonesia
setelah mendapat persetujuan penyelenggara terminal.
(3) Usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
a. usaha rumah makan;
b. penyediaan fasilitas pos dan telekomunikasi;
c. penyediaan peralatan bongkar muat pada terminal barang;
d. penyediaan pelayanan kebersihan;
e. usaha penunjang lainnya.
(4) Pengawasan kegiatan usaha penunjang dilaksanakan oleh Kepala
Terminal.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS
Pasal 40
Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas
penyelenggaraan terminal transportasi jalan.
20
Pasal 41
Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, meliputi :
a. penentuan persyaratan teknis dan rancang bangun terminal;
b. penentuan petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman,
prosedur dan/atau tata cara penyelenggaraan terminal;
c. pemberian bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan
dan keterampilan teknis para penyelenggara terminal.
Pasal 42
Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, meliputi :
a. kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan operasional
terminal;
b. kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan operasional
terminal.
Pasal 43
(1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf a untuk kegiatan operasional di terminal penumpang
dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h.
(2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan setiap bulan berdasarkan jenis trayek oleh Kepala Dinas
kepada :
a. Direktur Jenderal untuk trayek antar kota antar propinsi;
b. Gubernur untuk trayek antar kota dalam propinsi;
c. Bupati untuk trayek perbatasan dan trayek perdesaan.
Pasal 44
(1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf a untuk kegiatan operasional di terminal barang
dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (3) huruf e.
(2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan setiap bulan oleh Kepala Dinas kepada Bupati dengan
membuat tembusan kepada Gubernur dan Direktur Jenderal.
21
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 45
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang lalu lintas angkutan jalan, serta tindak pidana di
bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud
ayat (1) pasal ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana tersebut;
c. meminta keterangan dan tanda bukti dari pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana tersebut;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
yang lain yang berkenaan dengan tindak pidana tersebut;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana tersebut;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e;
h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana tersebut;
i. memanggil seseorang untuk didengar keterangan dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi; dan
j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana tersebut menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
22
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 46
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 48
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Pekalongan.
Ditetapkan di Kajen
pada tanggal 11 Maret 2008
BUPATI PEKALONGAN,
SITI QOMARIYAH
23
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
T E R M I N A L
I. PENJELASAN UMUM
Terminal merupakan sebagian unsur pokok dalam penyelenggaraan transportasi
jalan yang bertujuan untuk lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat,
lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memeadukan moda transportasi
lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menujang pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Di samping itu, dalam rangka pembinaan, pengendalian dan pengawasan harus
ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dengan
memperhatikan aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan, kelestarian
lingkungan, tata ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, koordinasi
antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan di tingkat pusat dan daerah serta antar
instansi, sektor dan unsur terkait lainnya.
Sehubungan dengan hal sebagaimana tersebut diatas, maka perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Terminal
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
24
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Cukup jelas.
Angka 20
Cukup jelas.
Angka 21
Cukup jelas.
Angka 22
Cukup jelas.
Angka 23
Cukup jelas.
Angka 24
Cukup jelas.
Angka 25
Cukup jelas.
Angka 26
Cukup jelas.
Angka 27
Cukup jelas.
Angka 28
Cukup jelas.
Angka 29
Cukup jelas.
Angka 30
Cukup jelas.
Angka 31
Cukup jelas.
Angka 32
Cukup jelas.
25
Angka 33
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kepadatan Lalu Lintas adalah berkenaan dengan pergerakan di dalam terminal
itu sendiri baik pergerakan orang, kendaraan atau barang, dan pengaruhnya
terhadap lalu lintas di lingkungan luar terminal.
Huruf d
Cukup jelas.
26
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Pungutan dimaksud merupakan pembayaran atas penggunaan jasa terminal yang
dinikmati oleh pengusaha angkutan, penumpang, pengantar, pengemudi dan jasa
lainnya yang terdiri dari jasa utama
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
27
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR