MODEL PENGELOLAAN ASET DAERAH DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENDAPATAN DAERAH
(KAJIAN BISNIS)
Disusun oleh:
Sanerya Hendrawan
Orpha Jane
Nia Juliawati
Maria Widyarini
C\t\~CY:t \2- (pl~lr \3. <;.' _ 0\.',
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BAN DUNG 2002 - 2003
Abstrak
Bah T Pendahllilian Latar belakang Idelllifika~i Ma~alah
Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Teoritis Tahapan Penelitian Metode Penelitian
Bab II Hasil Penelitian
DAFTAR lSI
I 3 4 5 5 7 8
Persepsi tentang Aset Daerah 11 Kelembagaan 13 Kendala Dalam Pengelolaan Aset Daerah 17 HasiI Identifikasi Aset Daerah 20 Model Pengelolaan Aset 27
Bab III Analisis Hasil Penelitian Aspek Strategis dalam Pengelolaan Ase! Daerah 29 Aspek Kelembagaan dalam Pengeloaan Ase! Daerah 38 Aspek Manajemen Jasa dalam Pengeloaan Aset Daerah 51
Bab IVKesimpulan 57
Lampiran
ABSTRAK
Otonomi daerah seperti yang diamanatkan oleh UU No 22 Tahun 1999 memberikan
sudut pandang mendasar dan baru mengenai pengelolaan pemerintah lokal, khususnya
berkaitan dengan kewenangan, baik kewenangan manajemen administrasi pemerintah
maupun kewenangan dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Salah satu aspek
penting dalam pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan aset daerah yang
menjadi potensi yang apabila dikelola profesional akan mendukung optimalisasi
pencapaian peningkatan pendapatan daerah. Penelitian mengenai Model Pengelolaan
Aset Daerah memberikan gambaran bagaimana daerah kabupaten ( Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Bandung) masih terbatas baik dalam
kemampuan aparatur, kem&mpuan kelembagaan yang menangani aset, rendahnya
teknologi beserta sistem informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi aset
secara akurat, termasuk didalamnya sistem akuntansi yang belum mampu
mengakomodasi proses penilaian dan pengambilan keputusan. Hal ini kemudian
menjadi penghambat pelaksanaan optimalisasi pengelolaan aset daerah.
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Menillgkatkan Sumber PendapatanDaerah
Bab I
Pendahuluan
Latar belakang
Otonomi daerah seperti yang diamanatkan oleh Undang-undangNomor 22 Tahun
1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah memberikan sebuah sudut
pandang mendasar dan baru mengenai pengelolaan pemerintahan lokal, khususnya
berkaitan dengan kewenangan, baik kewenangan manajemen administrasi
pemerintahan maupun kewenangan dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
Dengan diundallgkannya UU Nomor 22 Tahun 1999, daerah di!.Jeri kewenangan
untuk mengatur penyelenggaraan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali
kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri,
fiskal dan moneter, peradilan, agama dan administrasi pemerintahan yang bersifat
strategis. Dengan pembagian kewenanganlfungsi tersebut pelaksanaan di daerah
dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
Implikasi langsung dari kewenangan yang diserahkan kepada daerah sesual
dengan UU tersebut adalah kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai
kegiatan-kegiatan rutin pemerintahan dan pcmbangunan. Disamping itt:, setiap
daerah harus mandiri dalam membiayai dan menentukan arah pembangunan
daerahnya. Namun demikian, beberapa fenomena dapat menjadi penghambat
dalam usaha kemandirian pembiayaan tersebut.
Laporall Peneli/ian Model Pengelolaall Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Salah satu fenomena tersebut adalah tingkat kemakmuran daerah yang tidak
merata, ada daerah yang berlimpah-limpah sumber daya alamnya dan ada daerah
yang terbatas, akan berimplikasi pada tingkat kebutuhan dana. Di lain pihak,
kemampuan setiap daerah untuk meningkatkan sumber-sumber keuangannya tidak
merata.
Konsekuensinya adalah terdapat kesenjangan tingkat kemakmuran (discrepancy of
prosperity) diantara daerah. Ketersediaan sumberdaya alam di suatu daerah
sebenarnya lebih merupakan konsekuensi logis dari tata letak geografis atau
anugerah alam; meskipun kemudian kemampuan setiap pemerintah daerah untuk
memanfaatkan sumber yang tersedia itu secara optimal sangat menentukan
keberhasilan transformasi sumberdaya tersebut menjadi sumber pendapatan.
Fenomena lainnya adalah kecenderungan terbengkalainya aset-aset yang dimiliki
daerah oleh karena tidak jelasnya penaggungjawab pengelolaan ase! termasuk
aspek pengadaall, pemanfaatan, pengadministrasian, pemeliharaall, dan
pengawasaannya.
Penyerahan aset pemerintah pusat kepada daerah sebagai konsekuensi
desentralisasi, yang diikuti dengan penyerahan aset berupa tanah, bangunan dan
aset lainnya seharusnya semakin menambah dattar potensi aset yang dlmillki
daerah,yang apabila dikelola dengan optimal akan memberi nilai tambah bagi
peningkatan kualitas layanan publik, disamping tentu saja akan memberikan
kontribusi bagi pendapatan daerah, yang secara sirkular berdampak pad a
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri telah mengatur mekanisme
pemanfaatan asset daerah ini di dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri
(Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002. Kepmendagri ini mengatur mengenai
penilaian asset yang akan digunakan dalam penyusunan neraca daerah. Neraca
daerah merupakan salah satu bentuk laporan pertanggungjawaban keuangan daerah
yang disusun oleh kepala daerah. Hal ini dilakukan karena dengan menggunakan
system lama, barang daerah tidak pernah dimasukkan ke dalam catatan akuntansi.
2
'Aporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Barang daerah hanya dikelola oleh Biro atau Bagian Perlengkapan yang
orientasinya lebih kepada safe guard atas asset tersebut, disamping juga untuk
melakukan program pemeliharaan. Untuk itu perlu ada program pengintegrasian
pencatatan antara uang kas dan asset daerah. Sejalan dengan itu, asset yang dicatat
oleh Biro atau Bagian perlengkapan harus diupdate dengan cara menilai kembali
aktiva tetap agar nilai yang tercantum dalam neraca itu dapat menggambarkan nilai
ckonomis assct yang sebenarnya dari keseluruhan milik daerah.
Atas dasar hal tersebut diatas maka perlu dilakukan anal isis yang lebih mendalam
melalui sebuah penelitian denganjudul:
Model Pengelolaan Asset Daerah datam
Rangka Meningkatkan Sumber Pendapatan Daerah
di Tiga Wilayah Kabupaten (Bandung, Cilacap dnn Tangerang)
Penelitian ini difokuskan pad a mekanisme pengelolaan asct daerah yang
diharapkan dapat memberi rekomend&,i dalam hal pengelolaandan pCllillgkatan
nilai asct-aset yang dimiliki oleh setiap daerah.
Identifikasi Masalah
Konsekuensi descntralisasi kewenangall daerah berimplikasi cukup luas dalam
pelaksanaan tugas dan fullgsi pemerintahan loka!. Dalam pelaksanaan tugas dan
fUllgsi tersebut pemerilltah lokal dituntut memiliki kemampuanuntuk
memallfaatkallsegellap potensi dan peluang yang ada.
Aset daerah sebagai salah satu potensi, apabila dikelola secara profesiollal akall
melldukullg optimalisasi pellcapaiall penillgkatall pendapatan daerah. Yang
menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan profesionalisme
pellgelolaall adalah perlunya dukungan berupa peningkatan profesionalisme
3
Laporan Penelitian Model Pengelolaaii Aset Daerah dalam Meningkalk,~.'l Sumber PendapalanDaerah
aparatur, peningkatan teknologi pemberddyaan, serta peningkatankapasitas sistem
kelembagaandan administrasiyang belum rnernadai.
Keterbatasan kernarnpuan aparatur, belum terbentuknya kelembagaan yang
menangani aset, rendahnyateknologi beserta sistern iformasi yang dibutuhkan
untuk rnengidentifikasiaset secara akurat, termasuk sistem akuntansi yang belum
rnarnpu mengakomodasi proses penilaian dan pengambilankeputusan dapat
menjadi harnbatan bagi optirnalisasipengelolaanaset tersebut.
Penelitian ini dengan demikian dilakukan untuk menjawab permasalahan berikut:
1. Aset-aset apa sajakah yang dimiliki oleh pernerintahdaerah ?
2. Apakah aset yang dirniliki sudah dimanfaatkan secara penuh untuk
melayani kebutuhan masyarakat?
3. Apakah aset yang dimiliki mernpunyat kapasitas yang cukup untuk
pelayanan yang dibutuhkan?
4. Aset-aset apa sajakah yang memiliki nilai ckonomis, yang secara produktif
mampu menjadi sumber pendapatan daerah ?
5. Bagaimana biaya operasi dan pemeliharaan terkait dengan anggaran dan
keseluruhan biaya pelayanan?
6. Bagaimana pola yang tepat untuk pengelolaan aset daerah ?
Tuj uan Penelitian
1. Mengidentifikasi dan rnenginventarisasi aset-asct yang dimiJiki oleh daerah
, baik yang berwujud dan tidak berwujud
2. Mengevaluasi kapasitas dan pemanfaatan ascl-asct daerah
3. Mcngidentifikasi asct-asct produktif yang rnampu rncnjadi sumber
pcndapatan daerah
4. Menentukan pola yang tepat untuk pengelolaan aset daerah, baik yang
berwujud dan tidak berwujud
4
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Kegunaan Penelitian
Memberikan masukan pada pemerintah daerah di tiga wilayah yang diteliti
mengenai optimalisasi pengelolaan aset daerah dalam rangka meningkatkan
kualitas layanan kepada publik serta pemanfaatannya sebagai altematif
sumber pendapatan daerah.
Kerangka Teoritis
Pelimpahan kewenangan pengelolaan pemerintahan kepada daerah baik
administrative maupun keuangan menuntut pemerintah daerah untuk secara
mandiri membiayai aktivitas-aktivitas layanan publiknya. Salah satu sumber
pendapatan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini adalah
penarikan pajak dan retribusi dari ma£j'arakat. Pemerintah daerah pada gilirannya
perIu membelikan 13yanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Kebutuhan dan harapan masyarakat bagi pemerintah menjadi semakin kompleks.
Harapan tersebut dimanifestasikan oleh tuntutan akan kualitas layanan yang lebih
baik, nilai-nilai ekonomis, kepedulian lingkungan, solusi-solusi inovatif dan nilai
tambah layanan yang relevan. Layanan yang dibcribn kcpada masyarakat pada
prinsipnya terkait erat dengan pcmanfaatan aset yang dimiliki daerah secara
optimal.
Oleh karena itu pendefinisian yang jelas mengenai kebutuhan dan· harapan
masyarakat diperlukan untuk memastikan bahwa pengelolaan aset dapat
merefleksikan kuantitas dan kualitas aset yang dapat memuaskan kebutuhan
masyarakat akan Jayanan.
Kapasitas pemerintah untuk membiayai layanan dibatasi oleh kebijakan fiscal dan
kemampuan menejerial, sementara permintaan layanan sangat tak terbatas. Oleh
karena itu pemerintah perIu memprioritaskan keputusan mengenai layanan apa
yang akan diberikan dansumber daya apa yang harns disediakan untuk
5
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
memberikan layanan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan strategi penyampaian
layanan yang terkait dengan pengelolaan aset daerah.
Pengelolaan aset (public asset management) yang efektif membantu pemerintah
untuk secara strategis meningkatkan pemberian layanan, mencapai nilai ekonomis
(value jar money) dengan meminimalkan nilai resiko. Menurut V. Kenneth
Harlow (2000), pengelolaan aset adalah suatu program yang terstruktur untuk
mengoptimalkan nilai daur hidup dari aset fisik yang dimiliki 1.
Sementara itu, definisi yang dikemukakan dalam Kepmendagri nomor 29 Tahun
2002 aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud
maupun barang tidak berwujud. Barang berwujud yang dimaksud adalah barang
daerah yang dimiliki Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang
bersumber seluruhnya atau sebagian ~ari APBD dan atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah2
Prinsip-prinsip aset manajemen3 yang diharapkan terintegrasi dengan perencanaan
bisnis dan pemerintah, adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan asset adalah dalam rangka member;kan pelayanan
2. Tanggungjawab mengenai keputusan pengelolaan asset haruslah terkait
dengan divisi yang mengendalikan atau mengontrol asset tersebut
3. Keseluruhan biaya lJengadaan, pemanfaatan dan pemeliharaan harus
terdapat di dalam anggaran divisi yang terkait
4. Divisi harus membuat laporan mengenai pemanfaatan, pemeliharaan clan
seluruh kinerja asset
5. Pengelolaan mengenm asset harus konsisten dengan kerangka keputusan
pemerintah
I v. Kenneth Harlow, Asset management: A key competitive strategy, Public works.com, 2000 2 Pasal12 Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 3 Asset Management
6
Laporan Penelilian Model Pe"gelolaan Asel Daerah dalam Meningkalkan Sumber PendapatanDaerah
6. Perencanaan strategis dan pengelolaan asset merupakan kunci aktivitas
korporasi, dengan demikian harus mempertimbangkan perencanaan
strategis mengenai aspek lain, seperti sumber day a manusia dan teknologi
informasi
7. Sebelum memutuskan untuk membeli asset baru, divisi terkait pcrJu
mempertimbangkan semua factor-faktor yang terkait termasuk solusi
mengenai non-aset, siklus pembiayaan, analisis resiko dan pemanfaatan
yang lebih baik dari asset yang ada saat ini
8. Keputusan mengenai pengelolaan asset harus dapat memenuhi kebutuhan
yang ada saat ini tanpa memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan
dating
9. Nilai-nilai budaya, sejarah dan lingkungan harus tetap terjaga
Tahapan Penelitian
Invenlorisir Asel
Polemiol Daerah
Penentuan nilai
ekonomis asel
Formulasi Model
Pengelol aan
Pendapoton Daeroh
Meninakot
A!lernafif Sumber
Pendopaion b09i Daerah
7
Laporan Penelilian Model Pengelolaan Asel Da"rah dalam Meningkalkan Sumbe;' PendapatanDaerah
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan jenis penelitian eksploratif
yang bertujuan untuk memaparkan dan menganalisa permasalahan penelitian,
khususnya terkait dengan model pengelolaan asset di tiga wilayah yang diteliti.
Selain itu melalui penelitian ini juga diharapkan dapat dirumuskan sebuah
formulasi standar mengenai pengelolaan asset daerah baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud.
Metode pengumpulan data adalah melalui wawancara dan penggunaan kuesioner
pad a obyek penelitian. Jenis datanya adalah data primer diperoleh melalui
wawancara dan kusioner; sedangkan data sekunder meliputi :
(a) Jenis asset daerah
(b) Jumlah asset
(c) Nilai asset
(d) Kelembagaan dan personil pengelola
(e) Kebijakan pengelolaan, kontroling dan auditing asset
(f) Laporan perubahan asset, pengurang2n, penambahan dan
pengubahan fungsi dan status asset
(g) Teknologi penyimpanan dan system informasi asset
(h) Kebijakan kerjasama pemberdayaan asset
(i) Kebijakan dan kedudukan asset dalam memberi kontribusi terhadap
daerah
(j) Kebijakan asset daerah yang dimanfaatkan pihak lain
(k) Kebijakan asset pusat yang ada di daerah
Populasi dalam penelitian ini adalah daerah kabupaten, sedangkan sample at au
kota terpilih yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan peneliti adalah:
8
Laporan Peneli/ian Model Pengelotadn Aset Daerah dalam Meningkatkan Sum!Je,. PendapatanDaerah
I. Kabupaten Cilacap, didasarkan pertimbangan terjadinya pertentangan
kepeiltingan pengelolaan asset antara pemerintah daerah dan pemerintah
pusaii. l<AA\I,s,))liau Nw;akambangan, Pertamina
2. KabupatetrBalTdung, didli?arkan pertimbangan akibat pemekaran wilayah .,/ . (
kabupaten serta konsekuensi pemindahan Ibukota Kabupaten yang
menyebabkan terjadinya penyebaran asset
3. Kabupaten Tangerng, didasarkan pertimbangan sebagai kawasan
penyangga Ibukota Negara Jakarta, dengan pertumlJuhan pusat-pusat
pemukiman yang diikuti penyerahan asset fasilitas unmin dan social oleh
pengembang ke daerah dan kontribusi asset pemerintah pusat terhadap
pendapatan daerah (Kasus Bandara Soekarno Hatta)
Lembaga pemerintah yang akan dijadikan respond en dalam penelitian nn·
adalah:
(I) Bappeda
(2) Bagian Perlengkapanlperawatan Sekretariat DaeFaltc
(3) Dinas Pertamanan, parkir, pemukiman
(4) Pertamina
(5) Perum Angkasa Pura
(6) Departemen K.<iliakiman
(7) Masyarakat pemanfiat asset daerah: Property cJ:aJl' Jas<r
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkalkan Sumber PendapatanDaerah
Team Peneliti
I. Bpk. Sanerya Hendrawan, Ph.D (Strategic Asset Management)
2. Ibu Nia Juliawati, Dra,M.Si (Organisa~i/ Aspek Kelembagaan)
3. Ibu Orpha Jane, S.Sos, MM (Service M&nagement)
4. Ibu Maria Widyarini, SE,MT (Finance Management)
10
Laporan Penelitian Model Penge/o/aan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
8ab II
Hasil Penelitian
A.Pelaksanaan Pengelolaan Aset Daerah
1. Persepsi ten tang Aset Daerah
Pemahaman aparatur pemerintah daerah selaku pengelola aset, tergambar pada
kebijakan yang secara formal dituangkan dalam bentuk Keputusan Kepala daerah.
Secara khusus Pemerintah Daerah tidak menjelaskan definisi tentang aset
daerah. Sehingga terjadi kerancuan pemahaman antara aset daerah dan barang daerah,
pengertian mengenai aset secara tegas tertuang dalam Keputusan Mente~i Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedurnaa Pepgurusan,
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuanga!l Daerah Serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan daerah
dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, me:Jerangkan
bahwa" Aset Daerah adalah, semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud
maupun tidak berwujud".
Untuk pendefinisian barang daerah sebagaimana yang dimaksud dengan
Kepmcndagri Nomor 29tahun2002 dan Kepmendagri Nomor II Tahun 2001 terdapat
beberapa perbedaan, yaitu : ("
(I) Kep~endagri Nomo 29 Tahun 2002 menyebutkan, barang daerah adalah,
semua barang berwlljud milik daerah yang berasal dari pembelian dcngan
dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal
dari perolehan lain yang syah.
(2) Kepmendagri Nomor 11 tahun 2001 menyebutkan, barang daerah adalah,
semua kckayaan daerah baik yang dimiliki maupun yang dikllasai yang
berwujlld, baik yang bergerak maupun tidak bergerak beserta bag ian
11
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai,
dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuhan kecuali uang
dan berharga lainnya.
Dua definisi diatas menekankan kata berwujud sebagai satu titik penting
mengenai barang daerah, sedangkan kata lainnya yang perlu mendapat penegasan dan
kejelasan penapsiran yaitu, dikuasai dan dimiliki dua kata potensial menimbulkan
perbedaan persepsi.
Berdasarkan temuan lapangan aparat daerah memahami aset adalah barang
kekayaan berujud kebendaan (Fisik). lni juga terlihat pada model kelembagaan
pengelola hanya melakukan tugas dan fungsi administrativ.
Berikut berdasarkan basil temuan, konsep pemerintah daerah mengenai aset
yang dituangkan dalam Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati yaitu :
a. Kabupaten Bandung, melalui Keputusan Bupati Nomor 7 Tahun 2002
tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten
Bandung, tidak memuat batasan/definisi tentang aset daeralt
b. Kabupaten Tangerang, Melalui Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2000,
tentang Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan Atas Pengelolaan Potensi Menyebutkan bahwa, Potensi
Dacrah adalah scgala scsuatu yang dimiliki oleh daerah baik fisik maupun nOll
fisik yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha
Swasta.
Pengertian ini hampir menunjukkan persamaan mengenal aset sebagaimana
yang diatur pada Kepmendagri Nomor 29 TallUn 2002.
c. Kabupaten Cilacap
Melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Rcstribusi Kekayaan
Daerah, mendefinisikan tentang Kekayaan daerah adalah barang- barang
bergerak dan/atau tidak bergerak yang dimiliki dan atau dibawah penguasaan
pemerintah Kabupaten Cilacap yang disediakan untuk dan atau clapat
12
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Asel Daerah dalam Meningkalkan Sumber PendapatanDaerah
dimanfaatkan oleh masyarakat guna menunJang berbagai keperluan yang
bersangkutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umum.
Dari Ufalan diatas dapat diketahui bahwa dilokasi penelitian, masmg Pemerintah
Daerah dan Aparat pelaksanan tidak memiliki kesamaan persepsi mengenai aset
daerah dan barang daerah.
2. Kelembagaan
a. Lembaga Perencana
Lembaga perencana aset daerah di lokasi penelitian adalall, unit pengelo la masing
masmg yaitu:
(a) Kabupaten Bandung, selain pada tiap unit kerja, pemusatan
kelembagaan perencanaan barang daerah terdapat di Badan
Administrasi keuangan daerall, Bidang Aset Daerah
(b) Kabupaten Cilacap, Selain pada tiap unit kerja, pemusatan
kelembagaan perencanaan barang daerah terdapat di Sub Bagian
Perlengkapan
(c) Kabupaten Tangerang, selain pada unit kerja, pemusatan
kelembagaan perencanaan barang daerah terdapat dibagian
perlengkapan Sekretariat Daerah
Perencanaan kebutuhan barang daerah ditentukan dan dianggarkan dalam
Anggaran Belanja Rutin dan Pembangunan yang dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap:
(a) Sebelum RAPBD ditetapkan :
(l) Perencanaan Kebutuhan barang disusun masing-masing unit dengan
berpedornan pada standarisasi barang, standarisasi harga dan
standarisasi kebutuhan barang yang dituangkan dalam Rencana
Kebutuhan Barang Unit ( RKBU) dan disampaikan pada Bagian
perlengkapan/Bidang aset daerah/Kasubag Perlengkapan:
13
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
(2) Bagian periengapanIBidang aset daerah/Kasubag Perlengkapan,
menerima dan meneliti Rencana Kebutuhan Unit ( RKBU ) dan
menghimpun serta menyusun menjadi Daftar Kebutuhan Barang
Dacrah ( RDKB) sebagai bahan penyusunau Reul:ana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah.
(b) Sesudah RAPBD di syahkan Menjadi APBD
(1) Unit menyusun Rencana Tahunan Barang unit ( RTBU) dengan
berpedoman pada alokasi dana yang ditetapkan dalam APBD dan
disampaikan kepada Bagian PeriengkapaniBidang Aset daerah!
Kasubag Perlengkapan
(2) Bagian PerlengkapanIBidang Asel daerahl Kasubag Perlengkapan
menerima dan meneliti RTBU serta menghimpun dan menyusun
Daftar Kebutuhan Barang daerah ( DKRD )
(3) Daftar Kebutuhan Barang daerah (DKBD) ditetapkan oleh Kepala
Daerah
Sedangkan untuk Perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang daerah
ditentukan dan dianggarkan dalam Ar:ggaran Bclanja Rutin dan Pembanguilall yang
dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap:
(a) Sebelum RAPBD ditetapkan :
0) Perencanaan Kebutuhan pemeliharaaan barang disusun masing-masing
unit dengan berpedoman pada standarisasi harga barang, yang
dituangkan dalam Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Unit
(RKPBU) dan disampaikan pada Bagian perlengkapaniBidang aset
daerah/Kasubag Perlengkapan:
(3) Bagian perlengapaniBidang aset daerah/Kasubag Perlengkapan,
menerima dan meneliti Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang
Unit ( RKPBU ) dan menghimpun serta menyusun mcnjadi Daftar
14
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Kebutuhan Pemeliharaan Barang Daerah ( RDKPBD) sebagai bahan
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(b) Sesudah RAPBD di syahkan Menjadi APBD
(I)Unit menyusun Rencana Tahunan Pemeliharaa Barang unit ( RTPBU)
dengan berpedornan pada alokasi dana yang ditetapkan dalam APBD
dan disampaikan kepada Bagian PerlengkapanIBidang Aset daerah/
Kasu bag Perlengkapan
(2) Bagian PerlengkapanIBidang Aset daerah/ Kasubag Perlengkapan
menerirna dan mene!iti RTPBU serta menghimpun dan menyusun
Daftar Kebutuhan Pemliharaan Barang daerah ( DKPBD )
(3) Daftar Kebutuhan Barang daerah (DKBD) ditetapkan oleh Kepala
Daerah.
b. Lembaga Pengelola
Untuk Lembaga pengelola barang daerah sesuai Keputusan Menteri dalam
Negeri Nomor II tahun 2001, pada pasal 3 ayat (2) Kepala daerah dalam rangka
pengelolaan barang daerah dibantu oleh :
(1 )Sekretariat daerah
(2) Kepala Biro Perlengkapan/Kepala Bagian Pcrlcngkapan
(3) Kepala Unit/Satuan kerja
(4) Bendaharawan Barang
(5) Pengurus Barang
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan pada tiap lembaga pengelola
aset daerahlbarang daerah, terutama dalam Nomenklatur dan eselonering. Ini
membawa implikasi pada pelaksanaan tugas berkaitan dengan jumlah aparatur
pengelola. Karena dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tidak mengubah bobot dan
beban tugas yang dilaksanakan, akibatnya dalam pelaksanaan tugas mengalami
hambatan karena antara tugas, fungsi dan kewenangan yang dimiliki tidak sesuai,
Khususnya di Kabupaten Cilaeap.
15
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Secara khusus tidak ada kelembagaan yang menangani aset daerah, selama ini
kelembagaan yang ada hanya menangani mengenai barang daerah yaitu :
(a) Kabupaten Bandung, selain unit kerja, pemusatan kelembagaan
barang daerah terdapat di Badan Administrasi keuangan daerah,
Bidang Aset Daerah ( Eselon III) yang dibantu 2 kasub yaitu,
bidang inventarisasi dan penghapusan serta bidang analisa kebutuhan.
(b) Kabupaten Cilacap, Selain unit kerja, pemusatan kelembagaan
terdapat di Bagian Umum Sekretariat daerah, Sub Bagian
Perlengkapan ( Eselon I V).
(c) Kabupaten Tangerang, selain unit kerja, pemusatan kelembagaan
terdapat dibagian perlengkapan Sekretariat Daerah ( Eselon III)
dibantu 4 kasubag.
Perbedaan kelembagaan yang ada baik nomenklatur, eseloncring dalam
pelaksanaan fungsi dan tugastidak berbeda, yaitu selaku, lembaga pencatat barang
daerah.
c. Lembaga Pengada
Pelaksanaan barang daerah/jes" daerah dilakukan oleh Panitia
PengadaanIPekerjaan Daerah ( P3D) yang dibentuk dellgan Keputusan Kepala Daerah.
Pada masing-masing lokasi penelitian memiliki kesamaan tentang kepanitiaan
pcngadaan barang daerah yaitu :
(I) Panitia Pengadaan dan Pekerjaan Unit Sekretariat ( P3US) dengan
susunan,
Ketua : Kabag Umum
Sekrctaris: Kasubag Pengadaan Bagian Umum
Anggota : Kasubag PerlengkapaniBagian Perlengkapan, Unsur
bagian Hukum Un sur telmis terkait.
16
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapalanDaerah
Panitia ini memiliki tugas untuk mengadakan barang-barang yang bersifat
strategis dan membutuhkan penegndalian khusus, misalnya kendaraan
dinas.
(2) Panitia Pengadaan dan Pekerjaan Unit ( P3U) dengan susunan,
Ketua : Kabag Tata Usaha
Sekretaris : Kasubag Bagian Umum Unit
Anggota : Kasubag PerlengkapanIBagian Perlengkapan, Unsur
bagian Hukum Unsur tehnis terkait.
Panitia ini memiliki tugas untuk mengadakan barang-barang yang bersifat
kebutuhan unit
d. Lcmbaga Pengawas
Secara kelembagaan, Bawasda adalah satu satunya lembaga fungsional
pembatu Bupati di daerah dalam melakukan pengawasan.
Secara khusus tidak ada data yang mendukung, fungsi kelembagaan dalam
pelaksanaan pengawasan, mulai tahap perencanaan, pengadaan dan pengelolaan.
Pengawasan yang telah dilakukan mengenai aset daerah dilakukan dalam
bentuk :
(I) Pemeriksaan Reguler
(2) Pemeriksaan Khusus
(3) Pemeriksaan Tuntutan Ganti Rugi Atas Kerugian Daerah, akibat kelalaian
ataupun yang dianggap menimbulkan kerugian terhadap kekayaan daerah.
B. Kendall) Dalam Pengelolaan Aset Daerah
1. Ketersediaan Data
Data aset Daerah Yang tercatat adalah aset berwujud dalam bentuk barang
daerah tetapi belum seluruh data mengenai barang daerah berhasil di inventarisasi.
17
Laporan Peneiitian Model Pengelolaan Asel Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapalanDaerah
Beberapa kendala yang dihadapi dalam inventarisasi barang daerah yang berhasil
terindentifikasi adalah :
a) Hambatan Prosedul'al
Belum adanya standarisasi barang daerah dalam pelaporan, ini menyebabkan
terdapat perbedaan didalam cara penilaian, sehingga antara nilai riil setempat, nilai
perolehan dan nilai berdasarkan NJOP ( Tanah dan Bangunan) terdapat perbedaan
mencolok terutarna dalam pelaporan, Akibatnya terdapat perbedaan antara nilai riil
dan nilai laporan, Contoh nilai bangunan di Kabupaten cilacap pada dua unit berbeda,
terdapat perbedaan cara penilian harga terlaporkan pada Juni 2002 dengan nilia riil
untuk bangunan gedung kantor yaitu :
• Kantor Camat Ivlajenang tahun perolehan 1987 harga Rp.29.000.000.-
( tidak ada penyusutan ) terlaporkan berdasarkan harga perolehan.
• Kecamatan Kawunganten, Kantor dan Rumah Dinas Camat ukuran 233
M2 tahun perolehan 1964 harga terlaporkan Rp. 8.500.000.-.
Selain itu dalam sislcm pelaporan be,ang daerah, masih dijumpai barang yang
terlaporkan tetapi tidak memiliki nilai ekonomis karena kondisinya rusak berat. Pada
gilirannya mempengaruhi nilai riil ekonomis barang daerah terlaporkan. lni terjadi
karena kebijakan, penghapusan dan penyusutan barang daerah, proseJur adminsitratif
cukup pajang, akibatnya terus saja terjadi pelapor~n bar2ng yang seharusnya sudah
tidak perlu dilaporkan lagi, karena sudah tidak berfungsi atau memiliki nilai
ekonomis.
Berikut mekanisme penghapusan barang untuk barang
Unit Pcngusul
Tim Pellilai Penghapusan
~rE __ !_t!1-'l
~'" , " ,
Kcpala Dac.·ah Mcnetapkan Keputllsall Mcngcnai -. '?-
Kcpala Daerah mcmillta pc.·sctujuan DPRD rencalla
penghapusall
18
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
b) Hambatan Teknis
Belurn Lengkap dan terpeliharanya data base kepemilikan barang daerah
secara baik, diakibat belurn selesainya penataan kelernbagan di daerah atau perubahan
kewenangan pengelolaan, sehingga hal ini berdampak pada mekanisme pelaporan
aset.
Hal ini terjadi terutama pada diunit, dilebur, dihapus atau baru dibentuk.
c) Hambatan Sumber Daya Manusia
Tersedianya data dan terpeliharanya data barang daerah, sangat tergantung
pada sisi mental aparat pengelola. Selaian itu kualitas pelaporan dan rutinitas laporan
yang ditandai keaktipan pengisian buku barang daerah, menjadi bagi tersedianyaa dan
terpeliharnya data mengenai barang daerah.
Permasalahan yang diternukan adalah data barang daerah tercatat dan
terlaporkan usang, terutama pada perubahan nilai barang, ini dikarenakan up grade
datajarang dilakukan, selain mekanisme penil1'-ian yang belumjelas.
Adanya pandangan mengenai aparatur pengelola barang unit, sebagai jabatan
yang kurang prestise, terutama di unit kerja, rnenyebabkan pemilihan dan penunjukan
pejabat pengelola barang/bendaharawan barang daerah adalah identik dengan penjaga
gudang.
Streotipe ini menyebabkan sulit mengharapkan munculnya kreativitas dan
inovasi baru dalam mendukung rnunculnya system data yang inovatif, akurat dan up to
dale.
Dari hasil penelitian data pada pusat unit pcngelola kelembagaan sudah baik,
permasalahan terletak pada akurasi data yang disampaikan satuan unit dibawahnya.
2. Hambatan Sistem Infol'lllasi Asct
Hampir seluruh lokasi penelitian masih menggunakan system inforrnasi asset
secara manual. Sistem informasi aset berjaringan tidak ditemukan.
19
Laporan Penelilian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Kendala utarna system inforrnasi terletak pada, pendanaan ketersediaan
jaringan dan sumber daya manusia. Pada unit pusat pengelola barang daerah,
tidak ada sistem asset daerah berjaringan.
Pelaksanaan pengintegrasian inforrnasi aset daerah, baik bentuk barang daerah
dan aset lainnya masih dilakukan secara manuaL Sistem informasi Barang
Daerah dan Sistem Inforrnasi Kabupaten belum terintegrasi dalam sistem
inforrnasi aset daerah.
3. Hambatan Pembiayaan
Masalah keuangan dalam pelaksanaan aset daerah, baik dalam hal pengadaan,
pemeliharaan dan pengelolaan sering terbentuk pada rnasalah pembiayaan.
Pada kasus di Kabupaten Bandung realisasi antara perencanaan kebutuhan
yang disampaikan dengan unit kerja dengan perencanaan tidak sesuai.
Padahal didasarkan tingkat kebutuhannya kekurangan, ketiadaan ~eralatan
dimaksud pada gili.rannya mempengaruhi pekerjaan yang menjadi tugas pokok unit
krscbut.
C. Hasil Tnclentifikasi Aset Dae.-ah
Berdasarkan pcnclitian dapat terindentifikasi beberapa jenis aset daerah yaitu :
Sesuai dengan Permendagri Nomor 29 tahun 2002, potensi yang dimiliki
daerah dilokasi penelitian sangat potetlSial dan dapat dioptimalkan schingga bernilai
ekonomis, tidak hanya asset berwujud dalam bentuk barang daerah tetapi juga aset
yang tidak berwujud, apabila di kelola secara optimal mampu memberi kontribusi
optimal dalam meningkatkan sumber pendapatan daerah.
Berdasarkan hasil penelitian dapat terindentifaksi potcnsi asset sebagai berikut:
1. Kabupaten Bandllng
(1) Asel Fisik ( barang dacl'ah)
20
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
• Total nominal aset yang dimiliki Kabupaten Bandung
berdasarkan data yang terindetifikasi sejumlah Rp.
1.977.622.179,194 ( Satu Trilyun Sembilan Ratus Tujuh
pUluh Tujuh Milyard Enam ratus Enam puluh Dua juta
Seratus Tujuh Puluh Sembi Ian Ribu Seratus Sembilan puluh
Empat). Aseet sektor pendidikan belum terindentifikasi
(sumber BAKD Bandung )
• Aset potensial dikembangkan, Tanah Pemda Bandung Yang
ada di Kota Bandung, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten,
Tanah di Arcamanik, tanah dan bangunan eks Kantor/Dinas
terlikuiadasi
• Aset perumahan Kulalet
• Obyek wisata yang sudah tergarap ,i1at;plln yang belum
tergarap
• Tanah Eks perhutani yang habis Hak Guna Usaha yang tidak
diperpanjang
• Perberdayaan optimal barang daerah, seperti alat berat, tempat
dan gedung pert emu an yang strategis
( Sumber, BAKD, Bapeda 2002 )
(2) Aset Tak Berwujud
Beberapa data yang berhasil terindentifikasi mengenal aset tak
berwujud yang dimiliki Kabupaten Bandung yaitu
• Kebijakan Pemerintah, Kebijakan Pemerintah Daerah relatif
cukup kondusip, ini terlihat pad a efek yang ditimbulkan
akibat berbagai kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah
tidak menimbulkan efek negatif terhadap stabilitas
masyarakat maupun investor dan calon investor.
21
Laporan Penelitian Model Pengelo/aan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapotanDaerah
• Letak Geogl'llfls, Kabupaten Bandung yang nyans
mengelilingi dua kota yaitu Cimahi dan Kota Bandung sangat
diuntungkan dalam memberikan akses utilitas dan dukungan
lainnya kepada kedua kota tersebut.
• Kondisi 80sial Budaya,
Masyarakat Kabupaten Bandung adaptif terhadap perubahan
dan mudah berasimilasi dengan pendatang, masyarakat
bandung yang familiar memiliki nilai tersediri di masyarakat
Indonesia khususnya dan sudah dikenal di Manca Negara.
• Nama Bandung Yang sudah dikenal secal'll internasional,
hal ini sangat menguntungkan karena kata bandung memiliki
nilai tersediri di masyarakat baik dalam skala local maupun
manca negara.
( Sumber : Bapeda, 2002 diolah )
Permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan aset daerah di
Kabupaten Bandung, antara lain:
• Status hukum kepemilikan laban, terutama Tanah Sekolah
Dasar
• Pemanfaatan Fasos dan Fasum yang diserahkan pengembang
;;:epada daerah belum, terlaksana dengan baik
• Aset Pemda Kabupaten Bandung yang ada di Cimahi,
khususnya PDAM khususnya model pengelolaan dimasa
datang
• Kejelasan pemilhan aset strategis dengan berdasarkan fungsi,
misalnya aset yang mumi melakukan fungsi pelayanan, aset
yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan dana dan aset
yang dapat melakukan kedua fungsi tersebut secara
bersamaan
22
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapotanDaerah
• Aset yang berada di Kota Bandung, khususnya model
pengelolaan yang akan dilakukan dimasa datang ( Kantor
Dinas Kesehatan, Tanah di Arcamanik)
• Aset yang belum termanpaatkan optimal akibat kebijakan
daerah yang perlu ditinjau kembali, khususnya kasus
pernanpaatan perumahan Pemda di Kulalet yang hanya
memberi Kontribusi Rp 32.000.0001 tahun dengan jumlah
karnar 120 buah ukuran 15 M2 menggunakan pedornan harga
sewa tahun 1995 sebesar Rp.40.000Ibulan. Sedangkan harga
pernanfaatan rumah disekitar sudah mencapai Rp.125. 000-
Rp.150.000Ibulan untuk kualitas dan ukuran rurnah yang
sarna.
( Sumber, BAKD, Bapeda, Dinas Kimtawil )
2.Kabupaten Tangerang
(I) Aset Fisik ( bal'ang dae"ah )
• Total nominal aset yang dimiliki Kabupaten Tangerang
berdasarkan data yang terindetifikasi sejumlah
Rp.2.672.962.100.000. (sumber Bagian Perlengkapan Setda
Tangerang)
• Aset potensial dikembangi<an, Tanah Pemda Tangerang Yang
ada di Kota Tangerang, Eks Kantor Kabllpaten di Kota
Tangerang, Tanah lrumah Pemda di Bandung, tanah dan
bangllnan eks KantorlDinas terlikuidasi di Kota Tangerang
• Aset PDAM di Kota Tangerang
• Obyek wisata yang sudah tergarap mauplln yang belum
tergarap
• Perberdayaan optimal barang daerah, seperti alat bera!, tempat
dan gedung pertemllan yang strategis
23
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
( Sumber, Bagian Perlengkapan, Bapeda 20()2 )
(2) Aset Tak Berwujud
Beberapa data yang berhasil terindentifikasi mengenai aset tak
berwujud yang dimiliki Kabupaten Tangerang yaitu :
• Kebijakan Pemerintah, Kebijakan Pemerintah Daerah relatif
cukup kondusip dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap
stabilitas masyarakat maupun investor dan calon investor.
• Letak Geografis, Kabupaten tangerang yang sebagai
penyangga Jakarta, dan lintasan Jawa Sumatera, sangat
diuntungkan dalam memberikan akses utilitas dan dukungan
lainnya kepada kedua potensi terse but .
• Kondisi Sosial Budaya,
Masyarakat Kabupaten tangerang terutama yang berbatasan
lafigsung dengan Jakarta adaptif terhadap perubahan dan
mudah berasimilasi dengan pendatang.
• Nama Tangerang Yang sudah dikenal secara
internasional, terutama dikalang'ln pengusaha baik dalam
skala local maupun Illanca negara.
( Sumber : Bapeda, 2002 diolah)
Sedangkan beberapa permasalahan yang berhasil terindentifikasi
terhadap pemanfaatan aset daerah di Tangerang adalah.
• Model Pengelolaan aset di Kota Tangerangn dalam
mendukung pengembangan pusat Pemerintahan di Tiga
Raksa.
• Nilai aset yang diserahkan pengembangan nyafls tidak
memiliki nilai strategis yang dapat dikembangkan, baik untuk
fasilitas sosial maupun ekonomis.
24
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
• Kontribusi pemanpaatan aset terhadap Pendapatan ash daerah
yang kecil
( Sumber, Bappeda, Dispenda dan Bagian PerJengkapan, 2002
)
3.Kabupaten Cilacap
(1 )Aset berwujud ( Fisik), Tidak terdata.
(2)Aset Tidak Berwujud, Beberapa data yang berhasil terindentifikasi
mengenai asset tak berwujud yang dimiliki Kabupaten Cilacap yaitu :
• Kebijakan Pemerintah, Kebijakan Pemerintah Daerah relatif
cukup kondusip dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap
stabilitas masyarakat maupun investor dan calon investor.
• Lctak Geografis, Kabupaten Cilacap yang terletak disebelah
selatan jawa m",rupakan Iintasan selatan Jawa, sangat
diuntungkan dalam memberikan akses utilitas dan dukungan
lainnya.
• Kondisi 80sial Em!aya,
Masyarakat Kabupaten Cilacap terutama yang berbatasan
adaptif terhadap perubahan dan mudah berasimiIasi dengan
pendatang. Nyaris tidak ada gejolak antara penduduk
pendatang dan masyarakat setempat. Tidak ada tindakan
masyarakat yang mengganggu stabilitas keamanan dan
produksi di Cilacap.
• Nama Nusaliambangan Yang sudah dikenal,
.Kawasan ini cukup potensial memberikan dukungan positip
pengembangan Cilacap apabiIa dikelola secara professional (
Sumber : Bapeda, 2002 diolah )
Beberapa permasalahan yang berhasil teridentifikasi di dalam
pengelolaan aset daerah di Kabupaten Cilacap yaitu :
25
Laporan Penelitian Moriel Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
• Kelembagaan, lembaga pengelola aset dinilai tidak sesual
dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki. Besaran
pengelolaan aset yang dimiliki, tuntutan tanggung jawab dan
kewenangan kelembagaan yang ada tidak cukup efektiv dalam
mendukup pelaksanaan tugas.
• Kontribusi Industri strategis, khususnya Pertamina terhadap
Pendapatan Asli daerah, Keberadaan pertamina sebagai di
Cilacap telah memberi kontribusi khususnya berupa, Pajak
Bumi dan Bangunan, Pernanfatan air Permukaan dan Pajak
Penerangan Jalan Kabupaten cilacap tidak mendapat
kontribusi atas sisa bagi hasil daerah penghasil, karena
keberadaan Pertamina di Cilacap hanya sebagai pusat
penyimpanan dan pendistribusian. Permasalahan adalah
bagairnana kontribusi pertamina lainnya selain yang sudah
ada terutama mendukung penerimaan daerah.
• Pulau Nusakambangan, kebijakan Pemerintah terhadap
Nusakambangan khususnya Departemen Kehakiman dan
HAM merugikan Pemda Cilacap dalam pemanfaatan Pulau
Nusakambangan. Pemanfaatan ruang pulau Nusakambangan
tidak efektif; selain itu kemampuan aparat pengelola di
Nusakambangan sangat terbatas. Akibatnya penge10laan
Nusakambangan mengalami permasalahan.
Kawasan Nusakambangan sangat efektifuntuk dikembangkan
sebaga~ kawasan konservasi, wisata bahari, pengembangan
kawasan industri dan pelabuhan khususnya bag ian Utara yang
berhadapan dengan Kola Cilacap. Solusi model pengelolaan
Nusakambangan adalah permasalahan khusus di Kabupaten
CiJacap.
26
Laporan Penelilian A10del Pengelolaan AscI Dacrah dalam Menil1gkatkan Sumber PefldapalanDaerah
• Indentifikasi aset daerah yang belum selesa~ diakibatkan
aparatur pengelola yang terbatas
D. Model Pengelolaan Aset
Seluruh Daerah dilokasi penelitian memiliki kebijakan terhadap pemberdayaan
pengelolaan aset daerahlbarang daerah. Permasalahannya adalah, belum ditemukan
kebijakan pengelolaan barang laset daerah yang terbukti mampu memberi kontrusi
optimal terhadap pengelolaaan aset daerah :
Tabel Model Pengelolaan Dan Bidang Yang di Kelola
a. Kontrak pelayanan b. Kontrak kelola c. Kontrak Sewa d. Kontrak bangun, kelola, alih
milik e. Kontrak bangun, alih milik f. Kontrak bangun, milik, dan
keloia g. KOlllrak rehab, milik dan
operas! h. Kontrak rehab, kelola dan
alih milik 1. Kontrak kembanglbanglln,
kelola daJi ahh milik
J Kontrak tambahan dan kelola
k. Kontrak konscsi I. Kontrak usaha patungan
Bidang Yang di KerjaslImaklln/Diguna usahaklln
a. Propcrti, perumahan b. Pusat Indllstri dan niaga
Pengelolaan
a. Penyewaan b. Penggunausahaan
Bidang Yang di Kel'jasamaklln/Diguna usahaklln
a. Tanah b. Perumahan
Kerjasama
Pengelolaan
a. Penyewaan f Penggunausa
haan g. Pinjam Pakai
Bidang Yang di Kerjasamakan/Di guna tlsahakan
27
• __ ••• 0.
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
a. Pendidikan Latihan, c. Mesin-mesin a.Tanah Riset dan Tekno logi d. Kendaraan bermotor b.Perumaban
b. Pariwisata, seni dan e. Alat-alat besar C.Mesin-mesin budaya c. Barang lain yang d. Kendaraan
c. Glah raga dimungkinkan bermotor , d. Penyaluran, e.Alat-alat besar
penyimpanan, dan pemasokan air baku, pengo laban dan pendistribusian air bersih, serta pengelolaan air bawah tanah
e. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pelayanan masyarakat
.-
-
28
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Bablll
Analisis Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bab I maka
berikut akan dianalisis hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Analisis akan
menitikberatkan pada aspek Strategi, Kelembagaan, Manajemen Jasa, Manajemen
Keuangan, Kebijakan Publik dan Perencanaan Pengelolaan Aset.
3.1 Aspek Strategis dalam Pengelolaan Aset Daerah
Manajemen aset daerah sesungguhnya memiliki peran yang sangat strategis
dalam mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah yang sudah digulirkan
pemerintah pmat sejak era reformasi. Peningkatan pembangunan dan perbaikan
pelayanan umum di daerah yang diharapkan tereipta dari kewenangan caerah yang
lebih besar ini tidak mungkin dieapai tanpa pengadaan, pemeliharaan, dan
pemanfaatan aset ~rapg baik. Manajemen aset, dengan kata lain, harus merupakan
titik awal untuk merealisasikan otonomi daerah itu dalam kerangka tata kelola
pemerintahan yang baik.
Namun sebagaimana terlihat dan tiga kasus pemerintah daerah yang
disoroti dalam penelitian ini temyata, kemampuan mereka di dalam mengelola ase!
sangat berbeda. Seeara normatif-komparatif bisa dikatakan bahwa manajemen aset
masih jauh dari memadai. Diperlukan berbagai langkah yang eukup mendasar
untuk meneiptakan manajemen aset daerah yang efektif Kerangka kelembagaa.n
yang lebih baik, sistem dan mekanisme yang lebih inovatif, dan juga keterampilan
teknis aparat pelaksana merupakan aspek yang harus dijadikan perhatian mendesak
dalam upaya memodemisasi manajemen aset daerah ini.
29
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Pada bagian berikut ini, akan dikaji secara seksama tiga kasus pengelolaan
aset, yakni meliputi Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kabupaten
Cilacap, dan Pemerintah Kabupaten Tanggerang. Fokus kajian lebih diarahkan
pada dimensi-dimensi strategis dari pengelolaan aset. Kemudian pengalaman
ketiga daerah dalam mengelola aset akan dianalisis dengan merujuk pada Best
practices aset manajemen sebagaimana yang umum dilakukan oleh banyak
pemerintahan yang mengedepankan good govenance.
Pola Umum Manajemen Daerah
Sejauh ini manajemen aset di Kabupaten Bandung, Tanggerang, dan
Cilacap masih berdimensi kuat pada administratif, ketimbang strategis. Terlihat,
keseluruhan proses manajemen aset, yang meliputi pengadaan, pemeliharaan, dan
penghapusan aset, masih terlepas dari perencanaan strategis daerah.· Untuk
sebagian besar ini . mencerminkan praktek di pemerintah daerah yang masih
berorientasi pada paradigma administrasi publik lama, yang sebetulnya oleh
negara-negara lain relatif sudah ditinggalkan. Memang disatu pihak administrasi
publik di Indonesia sudah mulai mengala;ni proses modernisasi yang sejalan
dengan konsep-konsep reinventing government, seperti sudah mulai diharuskan
mengembangkan perencanaan strategisnya. Namun dilain pihak, praktek semacam
itu belum terintegrasi secara utuh dan menyeluruh dengan praktek dan proses
lainnya yang juga dituntut dari sebuah birokrasi yang dimodernisir. Akibat dari
keterpisahan manajemen aset dari perencanaan strategis bisa mengganggu
pencapaian tujuan-tujuan strategis daerah.
Semestinya rencana strategis daerah, yang dijabarkan setelah
memperhitungkan kondisi-kondisi eksternal dan internal daerah, serta target-target
didalamnya yang ingin dicapai, bisa ditindak lanjuti dengan perumusan strategi
pembangunan dan pelayanan umum di daerah. Karena dari sinilah kemudian bisa
dikembangkan strategi dan rencana sumberdaya yang diperlukan, termasuk
kebutuhan aset yang tangible maupun intangible. Dalam hubungan ini paling tidak
ada tiga hal yang harus dilakukan.
30
Laporan Penelitian ModeJ Pengelolaan Aset DaerG:i dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Pertama, rencana investasi aset. Aset baru dan perubahan-perubahan
penting didalam portofolio aset sekarang perIu dipikirkan dan tidak tertutup
kemungkinan untuk mulai membentuk suatu manajemen resiko atas sejumlah aset
kepemilikan. Ini membutuhkan pengkaj ian banyak hal penting, diantaranya
kebutuhan pelayanan umum dan pembangunan, kecenderungan demograpi,
prioritas pemerintah, berbagai resiko perubahan terhadap jalannya pembangunan
dan pelayanan publik, penciptaan sejumlah pendapatan atas asel. Dalam kaitan
rencana investasi aset ini, pendekatan ketiga pemerintah daerah masih reaktif
ketimbang antisipatif. Kebutuhan aset dikembangkan dengan berdasarkan
kebutuhan masing-masing unit, yang dalam banyak hal sering tidak
memperhatikan kebutuhan untuk mendukung rencana strategis daerah. Jadi
kebanyakan mendasarkan pada data historis.
Kemudian kedua, reneana pemeliharaan dan operasi asel. Ini dimaksudkan
untuk memastikan aset yang ada mendukung reneana pembangunan dan pelayanan
umum di daerah, selain juga supaya aset terpelihara dengan semestinya dan
dioperasikan serta digunakan seeara penuh. Dalam banyak hal pemeliharaan dan
operasi aset di daerah masih buruk dikarenakan tidak memadainya dana
pemeliharaan asel. Akibatnya aset tidak terawat baik, dan sering tidak bisa
beroperasi secara maksimal ketika diperlukan serta menurunkan nilai dari asel.
Tetapi persoalan yang jug~ tidak kurang pentingnya adalah pemerintah daerah
sendiri tidak memiliki catatan administrasi yang layak tentang aset ini. Catatan
yang mencakup kapasitas sebenarnya aset, status dan keberadaannya, sering tidak
memadai, dan bahkan dalam beberapa aset penting, justru sarna sekali tidak ada
catatan yang bisa dipertanggungjawabkan. Tidak heran kemudian akibat dari
ketidak jelasan ini banyak aset daerah yang penting telah berpindah tangan atau
dialihkan kepada pihak swastCl secara tidak ilegal.
Ketiga, rencana penghapusan asel. Dalam kaitan ini pemerintah daerah
perlu mempertimbangkan fleksibilitas penggunaan aset, terutama berkaitan
penggunaan ke depan dari aset yang kurang termanfaatkan atau yang kinerja
operasinya rendah. Disini pemerintah daerah perlu melakukan re-valuation aset
31
Laporan Penelitian Model Pengeiolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapataJJDaerah
dan memperhitungkan kemungkinan mengalokasikannya kembali aset tersebut
kedalam tujuan-tujuan strategis lain dari pembangunan dan pelayanan umum.
Tetapi juga seperti aspek pertama dan kedua yang telah dikemukakan, pemerintah
daerah juga masih lemah. Penghapusan aset masih terkadang dilakukan dengan
tidak memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas publik serta mengabaikan
kemungkinan untuk memanfaatkannya pada tujuan-tujuan prioritas lain.
Ketiga hal diatas harus dijadikan prioritas didalam upaya meningkatkan
kemampuan manajemen aset daerah. Tanpa prioritas ini sulit diharapkan
terciptanya operasi aset daerah yang lebih produktif dan portfolio aset yang lebih
optimal, yang keduanya ini merupakan syarat bagi pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan dan pelayanan umum yang lebih efisien dan efektif di daerah.
Perencanaan Aset
Undang-lTndang No. 22 Tahun 1999 memang telah membuat daerah
memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur daeralmy:: sendiri. Ini
mendorong munculnya kemungkinan perbedaan-perbedaan yang semakin besar
dalam hampir semua aspek kehidupan pemerintahan. Termasuk disini adalah
nlasalah nome.nklatur kelembagaan. Dalam kaitannya dengan perecanaan aset,
terlihat ada keragaman nama dan eselonering unit di tiga Pemerintah Kabvpaten.
Sebagaimana terlihat pada matrix hasil penelitian, nama lembaga dan tingkat unit
dalam jenjang pemerintahan daerah yang menangani perencanaan aset ini tidak
sama. Sekalipun demikian tampak prosesnya sarna, bergerak dari bawah ke atas
(bollom-up), hingga akhirnya digodok oleh BAPPEDA untuk dibahas dengan
eksekutif dan legislatif Pada sisi lain tampak pula mekanisme ini lebih difokuskan
pad a kebutuhan (aset) yang bersifat rutin. Bagaimana dengan kebutuhan non-rutin?
Kebutuhan ini lebih terkait dengan tujuan-tujuan strategis, dan biasanya bersifat
jangka panjang. Tentu saja kebutuhan ini akan teridentifikasi jika terlebih dulu
diketahui rencana strategis daerah. Dengan kata lain, harus dijabarkan dari atas ke
bawah (top-down). Tetapi mungkin karena masih dipahami sebagai issu rutin
administratif, sejauh ini belum jelas mekanisme pengaturan top-down ini.
32
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkarkan Sumber PendapatanDaerah
Karena itu KABAG ataupun KASUBAG, yang sekarang Inl
mengidentifikasi kebutuhan rutin, periu dilibatkan didalam proses perencanaan
strategis. Mereka hams menyusun perencanaan aset yang konsisten dengan tujuan
tujuan strategis pembangunan dan pelayanan di daerah. Termasuk didalamnya
tingkat layanan dan standar kinerja yang diharapkan seperti kualitas, kuantitas,
kehandalan dan ketersediaan, keamanan, efisiensi ekonomis dan lain-lain. Mereka
juga hams melakukan proyeksi pertumbuhan dan permintaan yang mempengaruhi
kebutuhan dan penggunaan aset kedepan, selain juga merumuskan taktik
pengelolaan aset. Untuk beljalannya ini semua diperlukan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan apatur pemerintah daerah.
Lebih spesifik ada beberapa issu terkait perencanaan aset, yang sejauh ini
masih tidak memadai. Misalnya status, kapasitas, dan nilai aset-aset daerah: Belum
semua Pemerintah Y.abupaten melakukan inventarisasi aset secara efektif, yang
hasilnya bisa memperjelas aset yang ada, riel maupun potensial. Perundang
undangan yang ada juga membatasi pengertian aset ini hanya pad a jenis aset
berwujud (tangible). Padahal mestinya diperhitungkan pula jenis aset lain yang
tidak berwujud (intangible). Hasil inventarisasi kedua jenis aset tersebut akan
dilakukan revaluation untuk membantu memberikan gambaran yang lebih baik
tentang potensi daerah (a set) dalam jangka panjang. Lebih lanjut lagi, dacrah bisa
menggali sumber-sumber pendapatan baru dari aset-aset yang sejauh ini masih
belum teridentifikasi atau belum termanfaatkan secara optimal. Cara semacam ini
lebih efektifdalam jangka panjang bagi pembangunan daerah ketimbang misalnya
menggali sumber pendapatan dengan mengenakan berbagai pungutan yang pada
akhirnya bisa mengurangi daya saing daerah dalam menyerap investasi swasta
nasional maupun asing.
Pellgadaan Aset
Sejauh ini pengadaan aset masih terasosiasi dengan pengadaan barang
daerah. Karena itu tidak mengherankan bila kemudian cara pandang semacam ini
tercermin baik dalam kelembagaan maupun dalam metodanya. Baik di Kabupaten
33
Laporan Pene!itian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Bandung, Kabupaten Tangerang, maupun Kabupaten Cilacap dibentuk lernbaga
Panitia Pengadaan (P3U) yang bekeIja untuk melakukan pengadaan aset (barang
daerah), yang bersifat strategis dan membutuhkan pengendalian khusus.
Kebutuhan masing-masing unit pemerintah daerah juga ditangani oleh lernbaga ini.
Lembaga yang diketuai KABAG Umurn atau KABAG Tata Usaha ini lebih
bersifat ad hoc. Karena fokusnya lebih pada pengadaan barang daerah, maka
metodanya juga mengikuti fokus inL Misalnya barang diadakan ataupun juga
dihapuskan dengan metoda pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung,
ataupun swakelola. Jadi jelas, yang menjadi perhatian disini adalah aset berwujud
(tangible).
Keberadaan lembaga dan metoda pengadaan aset diatas sebetulnya masih
terkait erat dengan perencanaan. Karena itu disini ada dua titik kritis yang perlu
diperhatikan. Pertama adalah sebelum Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD). Pada tahap ini berlangsung pro;;es identifikasi kebutuhan aset
pada setiap unit, dan kemudian proses pengumpulannya oleh Bagian Perlengkapan
atau yang setara, untuk disusun menjadi Daftar Kebutuhan Barang Daerah, yang
nanti selanjutnya akan dijadikan bahan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan
Daerah. Proses serna cam ini rnengasumsikan barang yang diadakan bersifat rutin.
Sehingga mudah rnenginventansir kebutuhannya bcrdasarkan data kecenderullgall
masa lalu. Tetapi tidak demikian dengan barang yang sifatnya strategis.
Pengadaannya memerlukan rujukan pad a rencana strategis daerah. Selain itu
diperlukan anal isis ekonomi dari penggunaan aset strategls ini dengan lebih
seksama. Disini perlu dipikirkan misalnya investment capital costs dan waktunya,
manfaat yang bisa diperoleh, dampaknya atas tingkat pelayanan yang diharapkan,
dan lain-lain. Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian sebelurnnya, justru
disinilah letak kekurangannya.
Kemudian kedua adalah sesudah RAPBD disyahkan rnenjadi APBD.
Disini berlangsung proses menjabarkan alokasi dana yang ditetapkan pada APBD
kedalarn Rencana Tahunan Barang Unit (RTBU). Dan sinilah nanti kebutuhan
barang daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pada tahap yang kedua inilah
34
Laporan Penelilian Model Pengdvlaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapalanDaerah
sebetulnya lebih mmp dengan mekanisme strategis pengadaan aset yang
dikemukakan. Tapi persoalan disini, penjabarannya kedalam rencana tahunan
pengadaan aset sudah ditetapkan sebelumnya berdasarkan kerangka berpikir rutin.
Sehingga ruang untuk improvisasi tahunan sesuai dengan prioritas-prioritas
strategis a
Dari kelemahan yang diidentifikasi pada kedua titik kritis diatas jelas
diperlukan perumusan kembali proses pengadaan aset. Kedepan sebaiknya proses
ini diintegrasikan kedalam manajemen perencanaan aset. Sejalan dengan 'best
practices' dalam aset management, integrasi ini memerlukan beberapa persyaratan.
Pertama, pengetahuan tentang tingkat pelayanan yang diperlukan.
Mencakup didalamnya pengukuran tingkat pelayanan yang bisa diberikan oleh aset
sekarang, harapan pelayanan dari masyarakat, biaya yang bersedia dipikul
masyarakat. Kedua, kemampuan untuk membuat prakiraan permintaan kedepan
dari masyrakat, serta kemudian memperhitungkan dampaknya pada aset dan
kebutuhan investasi selanjutnya. Ketiga, pengetahuan tent::ng pemilikan ascI.
Pengetahuan ini penting, karena sampai diketahui pasti apa aset yang dimiliki dan
dimana lokasi aset tersebut, perencanaan kegiatan untuk memperbaharui dan
memelihara aset tidak bisa berjalan. Keempat, pengetahuan tentang kondisi ascI.
Pemahaman dan pemantauan kondisi aset memungkinkan prediksi kebutuhan
manajemen dan perhitungan resiko. Kelima, pengetahuan tentang kinerja aset.
Disini unit birokrasi harus bisa mengukur dan memahami kinerja aset supaya bisa
melakukan penilaian tentang efektivitas program operassional dan pemeliharaan.
Keenam, pengetahuan tentang utilisasi sekarang dan kapasitas puncaknya.
Pengetahuan ini diperlukan untuk mengetahui kapan dilakukan perbaikan atau
pembesaran aset sekarang. Ketujuh, kemampuan untuk meramalkan kemungkinan
kegagalan aset, yang bisa disebabkan berbagai faktor, misalnya kondisi struktural,
gagal kapasitas, usang, eror operasi, dan lain-lain. Kedelapan, kemampuan untuk
menganalisis pilihan perlakuan alternatif. Ini dipcrlukan manakala kegagalan perlu
ditangani, misalnya dengan perubahan pada prosedur operasi, pemeliharaan,
pembaharuan, dan pengadaan aset baru. Kesembilan, diperlukan kemampuan
35
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset DaeraJi dalam Meningkatkan Sumber P;;;uJapatanDaerah
melakukan analisis ekonomi, terutama untuk menentukan bagaimana dan kapan
aset sebaiknya dipertahankan dan diperbaharui pada berbagai tahapan dari daur
hidup asel. Kesepuluh, kemampuan untuk merasionalisasi peketjaan sesuai dengan
anggaran yang tersedia dengan memperhatikan parameter-parameter ekonomi,
so sial, dan lain-lain. Kesebelas, kemampuan untuk mengembangkan dan merevisi
sasaran-sasaran strategis untuk setiap aset, terutama untuk mempertahankan fokus
pada strategi daerah. Dan keduabelas, kemampuan untuk mengoptimalkan kegiatan
operasi dan pemeliharaan aset melalui program-program efisiensi dan efektivitas.
Selain itu Pemerintah Daerah juga perlu lebih kritis didalam persoalan
pengadaan aset ini. Pengadaan tidak selalu harus dilakukan didalam kerangka
pemilikan pemerintah daerah. Karena sejalan dengan perlunya evaluasi yang terus
menerus atas fungsi ataupun kegiatan pemerintah supaya hanya terkait· dengan
peran pemerintah yang paling optimal, maka demikian pula halnya dengan aset.
Aset tidak selalu harus dimiliki pemerintah. Karena bisa saja itu disewa dari pihak
swasta. Atau bahkan telah berkembang berbagai metoda pengadaan aset.
Diantaranya untuk pengadaan aset infrastruktur bisa dilakukan dengan skema
Build Own Operate Transper (BOOT), Build Own Operate (BOO). Jadi ini perlu
membuka peran yang lebih besar bagi keterlibatan pihak swasta didalam
pengadaan aset-aset yang diperlukan pemerintah daerah untuk menggerakan
pembangunan yang lebih cepat dan pelayanan umum yang lebih bermutu dan
semakin efisien.
Pengelolaan Aset
Berbeda dari perencanaan dan pengadaan aset, pengelolaan aset relatif
sudah lebih maju. Ini terutama dalam artian metode yang dipakai. Selain dikelola
sendiri, pemerintah daerah juga telah melibatkan pihak swasta dalam melakukan
pengelolaan asel. Peraturan pemerintah yang ada sudah cukup mendukung bagi
berkembangnya kerjasama ini dalam berbagai bentuk; seperti kontrak, sewa, kerja
dan konsesi. Aset-aset yang menjadi obyek kerjasama juga relatif beragam,
terutama aset-ase! tetap (fixed assets). Sejalan dengan berkembangnya berbagai
36
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
peluang yang lebih menguntungkan serta mendorong terbentuknya partisipasi
swasta yang lebih besar dalam proses pembangunan, pemerintah berharap
kerjasama dalam pengelolaan aset ini akan semakin berkembang di masa yang
akan datang.
Kalau diperhatikan tiga pemerintah kabupaten yang menjadi kasus pada
penelitian ini, terlihat Pemerintah Kabupaten Tanggerang lebih maju didalam
melakukan kerjasama ini. Hal ini dapat dilihat dari berbagai bentuk kerjasama
yang lebih bervariasi dibandingkan dua Pemerintah Kabupaten lainnya. Memang
selain disebabkan lebih terbukanya peluang di Kabupaten Tanggerang, juga lebih
karena aset Pemerintah Daerah ini sendiri relatif lebih kaya dan lebih beragam
diversifikasinya.
Tetapi masih ditemukan beberapa kelemahan dalam pengelolaan aset
tersebut. Terutama masih sempitnya persepsi aparat tentang aset. Sejauh ini yang
dipahami, dan memang disebutkan ekplisit oleh pemturan yang ada, terbatas hanya
pada aset berwujud (tangible). Sehingga kalau yang disebutkan itu adalah potensi
aset daerah, maka yang dimaksud adalah seluruh aset berwujud, berupa tanah,
gedung, barang tambang dan lain-lain. Kedepan persepsi ini perlu diperluas,
mencakup juga aset tidak berwujud (intangible). Aset ini terutama sangat strategis
dengan berkembangnya keharusan mengembangkan pembangunan yang
berkelanjutan (sustanaible development) serta tekanan yang semakin kuat untuk
mengembangkan daya saing daerah yang lebih potensial didalam percaturan
ekonomi global. Berbagai hal, seperti keamanan daerah, kondisi so sial budaya
yang kondusif, bisa dimasukan kedalam aset tidak berwujud ini.
Kemudian kelemahan lain bisa terlihat pada beberapa hal, yaitu data dan
informasi aset masih sangat buruk. Misalnya banyak yang tidak menggambarkan
keadaan yang terakhir atau sebenamya dari aset. Atau pada kasus lain, tidak
lengkap datanya atau bahkan tidak ada sama sekali. Kasus yang terakhir ini sering
mengakibatkan perpindahan aset secara ilegal, yang tentu membawa kerugian yang
tidak sedikit kepada pemerintah daerah. Karena itu ke depan informasi mengenai
37
Laporan Penelitian Model Pengeiolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
aset perlu mendapat prioritas untuk ditingkatkan. Tanpa informasi yang baik, sui it
untuk menjadikan aset sebagai alat pendukung pemberian pelayanan kepada
masyarakat secara memadai dalam menjalankan pembangunan yang efektif dan
berdayaguna.
Metoda penilaian aset sampai dengan saat ini menjadi masalah bagi
pemerintah daerah. Sejauh ini yang dipakai adalah depreciated value. Nilai aset
merupakan selisih antara nilai beli dan akumulasi penghapusan setiap tahunnya.
Dalam beberapa kasus, ada aset-aset yang sebetulnya nilainya akan lebih realistis
jika menggunakan metoda market value dan deprival value. Metoda yang disebut
terakhir, misalnya, memperhitungkan utilisasi atau kapasitas dan nilai pasar dari
ase!. Jadi nilai yang sesungguhnya relatif bisa jauh lebih baik daripada
menggunakan metoda yang sekarang.
Jadi dari bebera!Ja permdsalahan diatas tampak, menuju manajemen aset
daerah yang lebih baik diperlukan perbaikan tidak hanya dalam hal pendekatan,
tetapi juga dalam hal t<'knik, metoda, dan praktek. Ketiga hal tersebut perlu
ditangani secara simultan. Ada beberapa kondisi yang bisa ikut mensukseskan
perbaikan manajemen aset daerah ini. Pertama, perlunya reformasi struktural dan
legislasi pcndukung yang mcndorong penerapan standar akuntasi yang lazilll daa
persyaratan laporan yang ketaL Kedua, perIu sistem pendukung untuk mening
katkan pemahaman dan kemampuan menjalankan asset management. Ini jelas
lllemerlukan pengelllbangan pedoman perencanaan, pelatihan dan peningkatan
kesadaran aparat pemerintah daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah, pencatatan
aset terkomputerisir dan alat-alat pengambilan keputusan yang terbaik.
3.2 Aspek Kelembagaan dalam Pengelolaan Aset Daerah
Komponen utama yang merupakan konsekuensi dari desentralisasi adalah
pemenuhan kewajiban finansial. Untuk menjalankan fungsi yang
didesentralisasikan secara efektif, selain mempunyai wewenang atas keputusan
pengeluaran dana, pemerintah daerah harus mempunyai tingkat pendapatan yang
38
Laporan Penelitian Model Penge/olaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
memadai, baik yang diperoleh atas usaha pemerintah setempat (pendapatan Asli
Daerah) maupun perolehan transfer dari pemerintah pusat .
Satu hal yang menonjol dari implementasi desentralisasi fiskal di beberapa
negara adalah kurangnya perhatian pada usaha penghimpunan pendapatan lokal
sebagai alternatif lain dari transfer pemerintah pusat (intergovernmental
transfers). Ketergantungan pada subsidi pemerintah pusat demikian tinggi,
sehingga belum ada usaha yang terfokus pad a pendayagunaan wewenang yang
dimiliki. (World Bank- Fiscal Content). Sebenarnya dengan kewenangan yang
diberikan, sebagai konsekuensi dari kebijakan otonomi daerah, pemerintahan
daerah mencakup bukan hanya 'wilayah' administratif tapi juga mencak:up
'wilayah' ekonomis berupa potensi kekayaan daerah, yang apabila dike10la dengan
tepat akan memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah melalui penciptaan nilai
tambah yang secara simultan dapat menghasilkan nilai tukar. A10kasi yang
memadai dari pendapatan daerah ini, pada gilirannya akan kembali memberi nilai
tambah bagi layanan yang dihantarkan kepada masyarakat se!errpat, sebagaimana
yang dijanjikan melalui implementasi kebijakan desentralisasi.
Kekayaan daerah, baik berupa aset berwujud (tangible assets) maupun tak
berwujud (intangible assets) merupakan potensi nyata yang dap'lt dikonversi
menjadi sumber pendapatan daerah. Permasalahannya adalah, selama ini
pengelolaan aset daerah dijalankan dengan kebijakan dan model yang kurang jelas
dan terarah. Seiring dengan persepsi masing-masing daerah yang masih beragam
mengenai pemahaman aset daerah, aspek kelembagaan yang mengatur fungsi serta
pol a interaksi unit-unit terkait pada proses pengelolaan aset daerah belum
terbentuk dengan tegas. Restrukturisasi organisasi pemerintah daerah sebagai
respon atas kebijakan otonomi daerah belum terlihat mengakomodasi optimalisasi
fungsi dan perilaku aparat.
Makalah ini akan mengangkat permasalahan mengenai aspek kelembagaan
dalam pengelolaan aset daerah, dengan menyoroti pola implementasi yang
dijalankan pad a beberapa pemerintah daerah di Indonesia saat ini, seraya
menawarkan beberapa prinsip yang perlu dikembangkan untuk menciptakan model
kelembagaan optimum bagi perwujudan pengelolaan aset daerah yang efektif.
39
Laporan Penelilian Model Pengelolaan Aset Daerah da/am Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Pemahaman Aset Daerah dan Implementasi Pengelolaannya
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002: "
aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah, baik barang berwujud
maupun tidak berwujud". Dengan demikian barang daerah, yang merupakan semua
barang berwujud milik daerah, yang berasal dari pembelian dengan dana yang
bersumber seluruhnya atau sebagaian dari APBD dan atau berasal dari perolehan
lain yang sah (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) adalah bagian dari aset
daerah. Demikian pula dengan pemahaman mengenai pengelolaan barang daerah,
yaitu segenap proses penyelenggaraan yang meliputi fungsi pereneanaan,
mengatur, dan mengontrol barang milik daerah, seharusnya merupakan bagian dari
pengelolaan aset daerah.
Dalam implementasinya, berdasarkan peneiitian terbatas pada beberapa
daerah, terlihat bahwa pemahaman pemerintah daerah yang diberi wewenang
untuk mengelola asetnya masih belum sarna. Keputusan Kepala Daerah maupun
Peraturan Daerah yang merupakan gambaran formal atas kebijakan pengelolaan
aset daerah menunjukkan pengertian yang berbeda mengenai aset daerah. Satu
daerah tidak seeara eksplisit memuat batasanldefinisi tentang aset daerah; satu
daerah menunjuk aset sebagai potensi daerah berupa segala sesuatu yang dimiliki
oleh daerah, baik fisik maupun non fisik yang lebih mengacu pada Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002 ;nengeGai pengertian aset daerah; sedangkan daerah lain
mendefinisikan aset sebagai kekayaan daerah berupa barang-barang bergerak
danlatau tidak bergerak yang dimiliki dan atau dibawah peU!,'Uasaan pemerintah
daerah yang lebih merujuk pada pengertian barang daerah dalam Kepmendagri
Nomor II Tahun 200 I . (lihat Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Aset Daerah
di Kabupaten Bandung, Tangerang, dan Cilacap)
Pemahaman yang berbeda mengenai aset daerah ini jelas berimplikasi pada
pola pengelolaan dan aspek kelembagaannya. Bahkan pada daerah yang secara
eksplisit mendefinisikan aset daerah sesuai dengan definisi pada Kepmendagri,
pemahaman yang sempit mengenai aset daerah membuat para pengelola aset masih
lebih terpaku pada merencanakan kebutuhan, mengadakan dan mengatur
alokasinya, memelihara, serta mengontrol barang yang dimiliki. Beberapa bentuk
40
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah da/am Meningkatkan Sumber PendaputanDaerah
kerjasama konvensional dalam pengelolaan aset pada bidang tanah, perumahan,
mesin-mesin, kendaraan bermotor, dan alat-alat besar tetap dijalankan pada
beberapa daerah dalam bentuk penyewaan dan penggunausahaan (Kab. Bandung);
penyewaan, penggunausahaan, dan pinjam pakai (Kab. Cilacap). Bentuk keIjasama
lain yang lebih beragam telah dijalankan dan digagas oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang. Bidang yang dikeIjasamakanidigunausahakan oleh Pemda
Kabupaten Tangerang meliputi propertiJperumahan; pusat industri dan niaga;
pendidikan dan latihan serta riset dan teknologi; pariwisata, seni, dan budaya;
olah raga; penyaluran, penyimpanan, dan pemasokan air baku, pengolahan dan
pendistribusian air bersih, serta pengelolaan air bawah tanah; pengadaan dan atau
pengoperasian sarana pelayanan masyarakat.
Hal menarik dalam implementasi penge10laan aset daerah yang berhasil
diidentifikasi adalah aspek kelembagaannya. Empat lembaga yang terlibat dalam
pengelolaan ast:l oaerah yailu Lembaga Perencana, Lembaga Pengelola, Lembaga
Pengada, dan Lembaga Pengawas tidak mengakomodasi fungsi pengelolaan aset
dalam pengertian yang luas. Sejauh ini fungsi yang dijalankan terkait dengan
perencanaan, pengadaaan , dan pengelolaan bar811g daerah sesuai Keputusan
Menteri Nomor 11 tahun 2001, itupun dengan variasi kelembagaan yang berbeda
pada masing-masing daerah, baik dalam hal penamaan (nomenclature) maupun
eselonisasi. Lembaga penge10la yang ada hanya menangani barang daerah dengan
pelaksanaan fungsi dan tugas sejauh sebagai lembaga pencetat bar".ng daerah . Hal
ini menjadi masuk akal bila melihat beban pengelolaan yang dipusatkan/dilekatkan
pada eselon III atau IV (pada Badan Administrasi Keuangan Daerah _ eselon III_
dibantu dua kasubag, yaitu bidang inventarisasi dan penghapusan serta bidang
analisa kebutuhan di Kabupaten Bandung; pada Sub bagian perlengkapan _ Eselon
IV _ oi Kabupaten Cilacap; dan di Bagian perlengkapan Sekretariat daerah _ Eselon
III _ dibantu empat kasubag di Kabupaten Tangerang) dari struktur organisasinya.
Belum ada lembaga khusus yang menangani atau mengelola aset daerah secara
terstruktur dalam sistem formal yang baku.
Dalam konleks pengelolaan aset daerah, konsep pengelolaan ilu sendiri
hendaknya mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, beserta kontrolnya.
Pengelolaan Asel , menurut V. Kenneth Harlow, secara sederhana, adalah suatu
41
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
program terstruktur untuk mengoptimalkan nilai daur hidup dari aset fisik yang
dimiliki ( Asset Management: A Key Competitive Strategy, Public Works. com,
9/2112000). Dengan definisi aset yang ditetapkan pada Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002, maka pengelolaan aset merupakan program terstruktur untuk
mengoptimalkan nilai daur hidup dari aset fisik dan non fisik yang dimiliki. Aset
tidak berwujudlaset non fisik (citra, kekhasan, atau nama baik daerah) yang
menjadi potensi daerah hendaknya dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai nilai
tambah atau daya dukung bagi pemanfaatan aset berwujudlaset fisiko
Secara lebih spesifik, pengelolaan aset daerah dibagi berdasarkan sifat dari
aset yang dikelola yaitu pengelolaan aset publik (public asset management) ,
meliputi aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pengawasan, dan
penelusuran aset non-internal yang dikelola pemerintah yang dianggap sebagai
barang publik tanpa nilai komersial ; dan pengelolaan aset yang dapat dipasarkan
(marketable asset management) yang meliputi aktivitas yang berhubungan dengan
perolehan, pengawasan, penelusuran, dan penjualan aset non-internal yang dikelola
pemerintah yang memiliki nilai komersial dan dijual kel'ada seklor swasta.
(Business Reference Model Service to Citizens, hlfp://wwwjeapmo.gov/foaBrm_mam.hfm)
Berdasarkan pemahaman tersebut maka selain klasifikasi berdasarkan
wujudnya, fisik dan non fisik, aset daerah dapat diklasifikasikan berdasarkan
sifatnya, yaitu aset non komersial dar:; aset komersial. Aset non komersial meliputi
antara lain fasilitas publik, benda-bend a budaya, instrumen keuangan publik, dan
dokumen-dokumen publik yang dimilikifdikuasai oleh pemerintah daerah dan
dihantarkan kepada masyarakat sebagai bentuk layanan, yang dalam pandangan
penulis, apabila ada biaya yang dikeluarkan secara langsung ataupun tidak
langsung terkait dengan layanan yang diberikan lebih merupakan cost recovelY .
Sedangkan aset komersial dapat meliputi segala sesuatu yang dimilikildikuasai
oleh pemerintah daerah yang mempunyai nilai tukar dan karenanya dapat
disimpan, dipasarkan, dijual, dan dihantarkan kepada masyarakat seperti properti
riil (tanah, perumahan, apartemen, pusat perdagangan, dan lain-lain ), properti
pribadi ( pesawat, mobil, perhiasan, barang mineral, dan lain-lain), dan aset
keuangan (hipotik, obligasi, dan surat berharga lainnya) .
42
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkall Sumber PendapatanDaerah
Menelaah fungsi kelembagaan yang diterapkan pada beberapa daerah,
tampak bahwa pengelolaan belum secara spesifik membagi bidang komersial
(untuk marketable asset) dan bidang pelayanan (untuk public asset). Fungsi
pengelolaan masih dilekatkan pada unit kerja dan bagian-bagian yang menjadi
subsistem dari bidang administrasi Penanganan aset daerah, karenanya, masih
cenderung bersifat administratif dan difungsikan untuk mendukung aktivitas
internal serta layanan publik yang belum optimal, dengan akuntabilitas yang masih
rendah. Usaha pemanfaatan potensi aset daerah yang diarahkan pada
penghantaran layanan publik yang berkualitas dan secara simultan dapat
memotivasi penghimpunan dana belum dilakukan secara optimal. Untuk itu
penciptaan struktur dan kualitas kelembagaan yang memadai menjadi syarat
utama.
Peran Kelembagaan dalam Pengelolaan Aset Daera:i
Kelembagaan terkait dengan penataan sesuatu dalam bentuk struktur dan
sistem formal. Ketika sesuatu sudah teitata dalam suatu struktur dan sistem formal
yang jelas, maka sesuatu tersebut dikatakan sudah melembaga. Dalam konteks
pengelolaan keorganisasian, kelembagaan terkait dengan kepastian dan kejelasan
fungsi - fungsi yang terbentuk serta mekanisme interaksi dan pertanggungja
wabannya. Kelembagaan merupakan jalur yang akan memastikan terlaksananya
tugas-tugas yang mengarah pada pencapaian tujuan. Berbicara mengenai aspek
kelembagaan dalam pengelolaan aset daerah, dengan demikian, akan menunjuk
pada terbentuk dan tertatanya fungsi-fungsi serta sistem formal yang menjadi dasar
mekanisme interaksi unsur-unsur yang terkait dengan pengelolaan aset daerah,
baik aset komersial (marketable assets) maupun non komersial (public goods).
Karena desentralisasi fiskal, yang mendorong perlunya optimalisasi pengelolaan
aset daerah , sarna sekali tidak dapat diartikan sebagai pengalihan kontrol
pemerintah pusat kepada daerah seperti yang sering disalahartikan maka kejelasan
mekanisme pertanggungjawaban dan pola pengawasan oleh pemerintah pusat
harus tereakup didalamnya.
43
Laporan Penelitian Model Penge/o/aan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Hal yang perlu ditekankan pada aspek kelembagaan adalah tercipta dan
terpeliharanya struktur dan sistem yang mendukung efisiensi dan efektivitas fungsi
lembaga-Iembaga yang ada, yang akan menjadi ukuran kualitas kelembagaannya.
Telah terbukti bahwa efektivitas desentralisasi pelayanan publik tergantung pada
rancangan desentralisasi dan penataan institusional. (World Bank: PremNotes,
June 2002, No. 55)
Dengan demikian bagaimana layanan publik akan dihantarkan, seberapa
banyak kebutuhan yang dapat terpenuhi, seberapa puas masyarakat atas layanan
tersebut, seberapa besar nilai tambah dan nilai tukar pelayanan akan memberi
kontribusi pada pengelolaan daerah akan bergantung pada kualitas
kelembagaannya.
Dalam pandangan penulis, kualitas kelembagaan ditentukan oleh kejelasan
fungsi, kemampuan menjalankan fungsi kerjanya secara efisien, dan kemampuan
untuk mempertanggung-jawabkan hasil keljanya kepada masyaJakaL Kualitas
kelembagaan menyangkut efisiensi dan ;)feY.:tivitas fungsi lembaga-Iembaga yang
ada. Lembaga-Iembaga bukan hanya dibentuk, namun fungsinya harus ditetapkan
dengan jelas, diciptakan, dan dipelihara. Bila fungsi dan mekanisme yang
dibutuhkan untuk mengoptimalkan pengelolaap. aset daerah sudah tertata dalam
struktur dan sistem formal yang kondusif dan komprehensif yang memuat
mekanisme interaksi dan pertanggungjawaban antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya, serta
antara pemerintah daerah dengan masyarakat maka proses perancangan gagasan
mengenai bagaimana potensi aset daerah dapat dimanfaatkan, perencanaan kerja,
implementasi, dan mekanisme pengendaliannya akan bergulir dalam jalur yang
mulus; sehingga tujuan peningkatan layanan publik yang mengarah peningkatan
kesejahteraan masyarakat daerah menjadi sesuatu yang sangat memungkinkan
untuk dicapai. Olson (1996) menyatakan :" the only remaining plausible
explanation is that the great differences in wealth of nations are due mainly 10
differences in the quality of their institutions and economic policies" (Salish
Chandra Mishra: Government and Governance: Understanding the Political
Economy of the Reform of Institutions, Paper presented to the LPEMIUSAID
Conference" The Economic Issues Facing the New Government, Jakarta, August
44
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
18, 1999). Dengan demikian, dampak dari gagasan desentralisasi fiskal terhadap
kineIja ekonomi atau penghantaran layanan publik sangat bergantung pada
I am;allgan sislem Jan aspek lata kelembagaaunya. Aspek kelembagaan hams
mendapat perhatian serius bila kebijakan desentralisasi ingin membawa dampak
positif yang diharapkan. Apalagi ketika lemahnya aspek kelembagaan, sistem
informasi, dan kapasitas pengelola menjadi faktor yang dianggap menjadi
penyebab sulitnya pengimplementasian kebijakan desentralisasi di negara yang
sedang berkembang. (lihat Jennie Litvack, Junaid Ahmad, Richard Bird,
"Rethinking Decentralization in Developing Countries", The World Bank,
Washington, D.C., 1998, p. 7)
Prinsip-Prinsip Penataan Kelembagaan da/am Pengelolaan Aset Daerah
Telah dinyatakan bahwa aspek kelembagaan dalam pengeiolaan aset daerah
menunjuk pada terbentuk dan tertatanya fung5i-fungsi serta sistem formal yang
menjadi dasar mekanisme interaksi unsur-unsur yang terkait dengan pengelolaan
aset daerah, baik aset komersial (marketable assets) maupun non komersial (public
goods). Dua aspek umum yang terkait dengan aspek kelembagaan dalam
pengelolaan aset tersebut adalah prinsip kelembagaan dalam menjalankan fungsi
pengaturan serta pengorganisasiannya.
Prinsip Kelembagaan
Karena esensi dari desentralisasi terkait dengdn peningkatan layanan
kepada publik, dengan sasaran peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah,
maka lembaga yang terkait dengan pengelolaan aset daerah haruslah bersifat
'customer driven'. Layanan yang diberikan hendaknya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat sesuai dengan tuntutan akuntabilitas pengelolaan aset
terhadap publik. Untuk memaksimalkan nilai layanan kepada publik, unsur
kelembagaan yang ada hams mampu menjalankan fungsi pengaturan yang
mengarah pada Jimensi berikut:
a. Partisipasi, berkaitan dengan peningkatan peran masyarakat dalam
penyediaan input kepada pemerintah daerah mengenai apa yang harus
45
Laporan Penelilian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
dan dapat dilakukan dalam usaha penghantaran layanan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat, termasuk juga peningkatan peran
sektor swasta dalam optimalisasi pengelolaan aset melalui kerjasama.
b. Kejelasan aturan yang diberlakukan; aturan harns secara jelas
mendefinisikan tanggung jawab dan standard kinerja melalui
penciptaan format hukum yang tegas menunjuk pad a hal yang
berkaitan dengan keuangan dan pelaporan, mekanisme kontrol yang
diperlukan , siapa yang bertanggung jawab atas apa, termasuk sistem
evaluasi atas praktek I pola pengangkatan sumber daya manusia dan
skema kompensasi serta penentuan I penilaian proyek-proyek publik
yang akan dijalankan. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan
pemanfaatan aset daerah secara optimal dan meminimalisasi
penyalahgunaan.
c. Efisiensi dan efektivitas; efisiensi meliputi du~ aspek, yaitu efislensi
alokatif melalui kesesuaian layanan pub!ik yang diberikan dengan
kebutuhan lokal dan efisiensi produktif melalui peningkatan
akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakat, pengurangan
level birokrasi, dan kesadaran akan biaya yar>g lebih baik pada level
lokal (The World Bank, Prem Notes, Decentralization and Governance:
Does Decentralization Improve Public Service Delivery?, JUlie 2001,
No. 55). Efektivitas berhubungan dengan kemampuan kelembagaan
yang ada untuk memotivasi unsur-unsur/perangkat pengelola aset
daerah agar usaha penghimpunan dana diarahkan pada pelayanan yang
lebih baik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Responsiveness; pemerintah daerah, melalui kelembagaanya, harus
mempunyai wewenang untuk merespon kebutuhan lokal. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa wewenang untuk serta-merta
memenuhi kebutuhan lokal seringkali juga berkaitan dengan
kemampuan finansial daerah (self·funding capacity).
d. Transparansi dan akuntabilitas kepada publik; keterbukaan, baik dalam
segi administrative maupun dalam segi pelayanan merupakan
keharusan untuk memastikan bahwa setiap perubahan dalam tatanan
46
Laporan Penelitian Model Penge/olaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
administrative maupun pelayanan tidak dimaksudkan hanya untuk
menguntungkan pihak-pihak tertentu. Disamping itu masyarakat,
melalui informasi sistemik, berhak mengetahui layanan apa yang
mereka peroleh sebagai imbal balik dari kontribusi pajak dan retribusi
yang mereka berikan. Hal tersebut secara simultan akan menjadi
pendorong bagi munculnya kesadaran akan tuntutan akuntabilitas
terhadap publik. Dalam hal ini pemerintah daerah harus mampu
memberi penjelasan kepada masyarakat dan menilai apa yang telah
dilakukan dan apa yang gagal dilakukan. Peningkatan kualitas dan
kuantitas informasi mengenai kebutuhan lokal melalui desentralisasi
tidak menjamin bahwa pemerintah daerah akan bertindak sesuai dengan
preferensi masyarakat jika tuntutan akuntabilitas kepada masyarakat
tidak disadari oleh aparat atau bahkan oleh masyarakat itu sendiri.
e. Keadilan (equity); sebagaimana prinsip keadilan ditekankan pad a
tataran nasion aI, dimana pemerintah pusat harus merancang pol a
distribusi sumberdaya yang dapat menjangkau daerah-daerah 'miskin',
maka pada tataran lokal, pemerintah daerah harus memastikan bahwa
keputusan pengeluaran dana diarahkan pada layanan yang lebih
dibutuhkan oleh kelompok masyarakat non-sejahtera. Bila sebagian
besar sumberdaya diarahkan pada layanan untuk kelompok masyarakat
$"jahtela, maka ketidakadilan terjadi. Meskipun demikian disadari
bahwa bagaiman keadilan dijalankan akan sangat tergantung pada pola
akuntabilitas lokal dan partisipasi kelompok masyarakat non-sejahtera
dalam kancah politik lokal.
f Resolusi konflik; kualitas kelembagaan menyangkut efisiensi dan
efektivitas fungsi-fungsi yang ada. Hubungan kelembagaan yang jelas
dan harmonis mendorong terjadinya sinergi dan menghindari
tumpangtindih fungsi maupun kewenangan. Untuk itu setiap konflik
yang terjadi, baik konflik internal maupun ekstemal, yang bersifat
destruktif bagi efisiensi dan efektivitas lembaga perIu diminimasi.
Disamping perIu ada aturan yang jelas untuk menghindari konflik,
mekanisme yang· tegas untuk penanganan konflik juga diperIukan.
47
Laporan Pene/itian Mode/ Penge/o/aan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanUaerah
Alternatif untuk menangani hal tersebut adalah dibentuknya lembaga
arbitrage.
Pengorganisasian Layanan
Mengacu pada dimensi-dimensi yang menjadi landasan sekaligus tujuan
dari pembentukan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan aset daerah, jelas
pemerintah daerah harus mempunyai kapasitas yang memadai untuk dapat
memikul beban tersebut. Pemerintah daerah , melalui aparatnya, harus mampu
membuat keputusan, termasuk perencanaan dan evaluasinya untuk mencapai
tuntutan efisiensi dan efektivitas; memobilisasi dan mengeiola sumberdaya agar
mampu menjangkau kebutuhan masyarakat dan sekaligus menjadi sumber
pendapatan; melakukan komunikasi dan koordinasi untuk memastikan fungsi
fungsi berjalan dengan baik dan sinergis; termasuk kemampuan penanganan
konflik. Dengan tuntutan yang tidak ringan, maka beban pengelolaan aset daerah
tidak dapat hanya dilekatkan pada unit-unit teknis dan ditangani oleh subsistem
yang menangani aspek administrative. Prinsip kelembagaan yang terkait dengan
pengaturan aset perlu didukung kapasitas pengeiola lokal, baik secara manajerial
maupun kewenangan. Untuk itu diperlukan pembentukan fungsi khusus yang
menangani pengelolaan aset daerah secara komprehensif.
Yang perlu menjadi penekanan dalam penciptaan fun&dlemLaga khusus
tersebut adalah pemahaman bahwa asct tidak semata-mata barang daerah maupun
sebagai aset publik yang menjadi dasar pelayanan (non komersial) namun juga
sebagai aset komersial. Dengan demikian dalam struktur kelembagannya perlu
dibedakan secara spesifik antara fungsi pengelolaan aset non komersial dan aset
komersial sehingga fokus pada dua tujuan pengelolaan aset yaitu pelayanan dan
penghimpunan dana dapat dilaksanakan.
Dalam prosesnya, masing-masing fungsi yang beroperasi perlu
memperhatikan pengorganisasian layanan yang akan menentukan aktor-aktor yang
akan memproduksi/menyajikan layanan dan pihak-pihak yang akan mendanai
layanan tersebut. Jennie Litvack (dalam "Rethinking Decentralization in
Developing Countries- Designing Decentralization: Incorporating Institutions ",
48
Laporan Peneiitian Model Pengelolaan Aset Daerah da/am Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
WorldBank, 1998) menyatakan ... to the extent that decentralization is intend to
improve the delivery of services, it is essential to consoder in detail not only the
nature of each services but also the structure of delivery ". Karakteristik
pengelolaan investasi infrastruktur (jalan, telekomunikasi, penyediaan air,dlI)
misalnya, mempunyai kebutuhan pengaturan yang berbeda dengan pengelolaan
aset publik yang bersifat layanan seperti penyediaan layanan pendidikan,
kesehatan, dan bantuan sosial yang terkait dengan hal-hal sensitif seperti
justifikasi, prioritas, dan tingkat kepentingan dalam hal subsidi serta peran
berbagai Jembaga terkait dalam sektor publik berupa pendanaan serta pengaturan
dan penghantaran layanan. Perbedaan karakteristik tersebut akan menentukan
struktur pengelolaannya. Litvak (1998) membuat pembedaan "aspek pengelolaan
berupa public delivery services (production) dan public financing of services
(prOVision). Aspek produksi terkait dengan pertanyaan siapa yang akan
mengerjakan suatu proyek layanan, dan provisi terkait pertanyaan mengenai siapa
yang akan menyediakan dana atau membayar layanan tersebut. Secara umum,
berbagai alternatif kombinasi pengorganisasian layanan dengan mempertim
bangkan faktor efisiensi produksi dan efisiensi alokatif memperlihatkan bahwa
layanan dapat diproduksi dan didanai oleh sektor publik pada berbagai level
struktur (pemerintah pusat, propinsi, dan atau daerah); layanan dapa! diproduksi
oleh sektor swasta dan didanai oleh sektor publik; at au layanan diproduksi dan
didanai oleh sektor swasta.
Berbagai alternatif kombinasi struktur layanan tersebut pada dasarnya telah
diimplementasikan pada berbagai level pemerintahan, termasuk pemerintah daerah
di Indonesia. Yang diperlukan adalah penjajakan kombinasi struktur penyediaan
layanan yang dapat mengoptimalkan layanan sekaligus juga menambah
pendapatan daerah. Karenanya penting pula untuk menetapkan siapa yang akan
memutuskan pola pengorganisasiannya. Untuk itu diperlukan prosedur yang
transparan disertai ketegasan dan kejelasan aturan penentuan pellyelenggaraan
proyek. Melalui penetapan fungsi pengelolaan yang mencakup layanan publik dan
layanan komersial serta penentuan struktur atau pengorganisasian dalam
pemberian dan pendanaan layanan disertai transparansi dan aturan yang jelas
dengan memperhatikan prinsip efisiensi alokatif dan efisiensi produksi maka
49
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah cIalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
optimalisasi nilai layanan kepada publik yang secara simultan mengahasilkan nilai
tukar sang at dimungkinkan. Disamping semua itu kapasitas lokal yang memadai
dalam aspek manajerial menjadi asumsi dasar.
Desentralisasi memberi janji perubahan dan harapan atas perbaikan
layanan publik namun hasilnya akan sangat tergantung pada rancangan dan
penataan institusional untuk menjalankannya. Kemampuan pemerintah daerah
untuk menggalang dana pembangunan akan menentukan kualitas layanan yang
membawa dampak pada taraf kesejahteraan masyarakatnya.
Pengelolaan aset daerah secara optimal merupakan alternatif sumber
pendapatan daerah. Untuk itu efisiensi dan efektivitas pengelolaan ditengah
persepsi dan pemahaman yang jelas mengenai bagaimana aset daerah dapat
menjadi potensi bagi pendapatan daerah merupakan prasyaratnya. Untuk menuju
efisiensi dan efektivitas pengelolaan, hal pertama yang perlu disadari adalah
memahami aset potensial daerah secara t~pat , untuk kemudian menata aspek
kelembagaan yang akan mendukungr.ya hrena bagaimana layanan publik akan
dihantarkan, seberapa banyak kebutuhan yang dapat terpenuhi, seherapa puas
masyarakat atas layanan tersebut, seberapa besar nilai tambah dan nilai tukar
pelayanan akan memberi kontribusi pada per.gelolaan daerah akan tergantung pada
kualitas kelembagaannya.
Hal utama dalam penataan kelembagaan terkait dengan pengelolaan aset
daerah adalah penciptaan fungsi khusus yang akan menangani aset daerah secara
spesifik berdasarkan pembagian pada bidang pelayanan non komersial (untuk
public asset) dan bidang komersial (untuk marketable asset). Pembentukan fungsi
khusus ini, disertai peningkatan kapasitas manajerial, diharapkan dapat
meningkatkan akselerasi pengelolaan secara efisien dan efektif.
50
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
3.3 Aspek Manajemen Jasa dalam Pengelolaan Aset Daerah
Pemerintah daerah memainkan peranan yang kritis dalam menyediakan
lingkungan berusaha yang stabil untuk investasi dan pertumbuhan ekonomi bagi
suatu wilayah atau daerahnya. Di negara maupun komunitas yang pelayanan atau
jasa administrasi publiknya rendah atau sangat dikendalikan oleh partai politik
tertentu, biasanya tidak semua warga masyarakat tidak dapat mengakses pelayanan
tersebut, termasuk pengelolaan asset yang dimiliki oleh sebuah daerah.
Manajemen terhadap jasa yang disampaikan memainkan peranan penting
dalam usaha menumbuhkan investasi, terrnasuk mempertahankan kualitas
penyampaian jasa. Dalam rangka hal tersebut, maka pemerintah daerah perIu
memperhatikan model pengelolaan kualitas penyampaian jasa. Bagi dunia bisnis,
hal ini merupakan cara untuk mendiferensiasikan jasanya secara konsisten
dibanding pesaingnya. Hal ini perIu diberikan perhatian oleh organisas: ja~a, sebab
diferensiasi di bidang produk (terrn<isuk teknologi) atau harga, misalnya, sudah
sangat umum. Bagi sektor administrasi publik, pengelolaan pelayar.an secara
berkualitas diperIukan agar kinerja pelayanannya dapat lebih berkualitas ba;;i
masyarakat, disamping pula untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan.
Kualitas pelayallan vs Sektor Publik
Salah satu karakteristik dari jasa adalah inseperability atau tidak
terpisahkan, yang berarti Jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara simultan.
Akibatnya, penerima jasa dalam mengkonsumsi suatu jasa dipengaruhi oleh
kualitas penyampaian jasa. Dengan demikian, organisasi penyedia jasa harns dapat
mengelola kualitas jasanya dengan sebaik-baiknya sehingga harapan dan persepsi
penerima jasa dapat terpenuhi.
Berdasarkan hasil penelitian Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam
model kualitas jasa yang mereka rumuskan, maka teridentifikasi lima gap yang
51
Luporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
menyebabkan penyampaian jasa tidak berhasil, yang salah satunya adalah gap
antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasai. Hal ini terjadi karena
banyak organisasi jasa yang lebih berorientasi internal, artinya mereka terfokus
pada organisasi dan bukan pada penerima jasa. Budaya organisasi mereka bukan
terfokus kepada penerima jasa dan sebagai akibat, tidaklah mengherankan, jika
mereka seringkali mengalami kekecewaan. Tiga kesalahan utama yang seringkali
dilakukan oleh organisasi jasa adalah tidak memperhatikan penerima jasa, tidak
memperhatikan penerima jasa dan tidak memperhatikan penerima jasa.
Pemerintah daerah pada saat sekarang menghadapi tantangan untuk
senantiasa memberikan pelayanan yang berkualitas. Sekalipun jika dilihat dari
poslsmya, administrasi publik - khususnya untuk urusan-urusan yang belum
diserahkan ke swastaldunia bisnis - termasuk monopoli, namun usaha untuk
senantiasa meningkatkan kualitas jasanya merupakan suatu keharusan. Hal ini
sejalan dengan semangat reinventing government.
Reinventillg government merupakan sebuah paradigma baru yang
dikembangkan agar sektor publik (pemerintahan) memiliki cara pandang bisnis
dalam pengelolaan aktivitas-aktivitasnya. Cara pandang bisnis yang dimaksud
adalah efisiensi. Dengan demikian sektor pemerintahan diharapkan melaksanakan
aktivitasnya dengan orientasi yang efisien serta kesamarataan (equity). Sekalipun
cara pandang tersebut saling bertolak belakang (trade-off) tetapi sektor publik
harus tetap menjalankannya.
Konsekuensi dori ~emangat yang dikemukakan di dalam Rego adalah
pemberian layanan yang maksimal bagi 'pelanggan' sektor publik. Yang dimaksud
dengan pelanggan di sektor publik adalah pengguna dari jasa maupun barang yang
disampaikan oleh pemerintah, tennasuk di dalamnya warga masyarakat, pelaku
bisnis, kaum veteran, para pengangguran, tukang becak, dan lain sebagainya.
Konsekuensi lainnya adalah orientasi pelayanan yang dilakukan harus
diarahkan pada pelanggan (customer oriented). Organisasi yang berolientasi pada
pelanggan berarti organisasi yang menempatkan pelanggan sebagai pusat dari
seluruh aktivitas yang dijalankannya. Pelanggan dalam konteks ini adalah driver
(pengarah, pengendali) atas penawaran jasa atau layanan yang diberikan.
52
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Service Quality Model
Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas kegiatan-kegiatannya, termasuk
aspek kesamarataan (equity) ,organisasi di sektor publik harus memperhatikan
bagaimanajasa disampaikan kepada 'pelanggan'nya. Jasa yang disampaikan dalam
hal ini adalah jasa yang berkualitas.
Salah satu model yang dapat digunakan untuk meningkatkan jasa yang
disampaikan agar berkualitas adalah dengan menggunakan model service quality
yang dikembangkan oleh Parasuraman dan ZeithamL Service Quality (Servqual)
adalah sebuah model yang menggambarkan bagaimana penyelenggara jasa dapat
menyampaikan jasa yang berkualitas. Penyampaian jasa yang berkualitas,
berdasarkan model ini, dipengaruhi oleh kemampuan penyelenggara jasa untuk
mengatasi lima kesenjangan (gap). Organisasi seringkali tidak mampu memenuhi
harapan penerima jasa terhadap jasa dikarenakan adanya lima kesenjangan yang
terdapat didalam kualitas jasa yang diberikan seperti yang digambarkan sebagai
berikut:
53
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
Bagan I MODEL KUALITAS JASA
Komunikasi mulut ke mulut
,
,
Kebutuhan
individu
... .. ~ ".~""". -------- -------... ~asa yang diharapkan
GAPt
Marketer
.. --"-""---- --~----------..
. ,
. GAPS
GAP 3
GAP 2
.... _ ....
•
Jasa yang
dirasak:ln .. ................ ...................... _ ......
Penyampaian
iasa
Spesifikasi
iasa
Persepsi
manaiemen
Penjelasan dari masing-masing gap tersebut adalah:
Pengalaman
masa lalu
~ -- ----------------------------1
...................................... _ ... - ...... _ .........
KomuGikasi
eksternal
GAP 4
.:. Kesenjangan yang pertama (GAP I) adalah kesenjangan antara jasa yang
diharapkan dengan persepsi manajemen. Dalam hal ini manajemen
seringkali keliru mempersepsikan jasa yang diharapkan oleh penerima jasa.
54
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
.:. Kesenjangan kedua (GAP 2) adalah kesenjangan antara persepsi penerima
jasa dengan spesifikasi jasa. Dalam hal ini kesenjangan terjadi karena
manaJemen kemungkinan sudah dapat mempersepsikan jasa yang
diharapkan oleh penerima jasa tetapi keliru dalam merancang spesifikasi
jasa yang harns disampaikan oleh pegawai
.:. Kesenjangan ketiga (GAP 3) adalah kesenjangan antara spesifikasi jasa
dengan penyampaian jasa. Dalam hal ini kesenjangan yang terjadi adalah
ketidakmampuan penyampai jasa (dhi pegawai) menyampaikan jasa sesuai
dengan spesifikasi jasa yang telah ditetapkan. Dilain pihak, kemungkinan
spesifikasi yang dirancang sulit dipahami oleh pegawai .
• :. Kesenjanga keempat (GAP 4) adalah kesenjangan a.n.tara penyampaian jasa
dan komunikasi ekstemal. Dalam hal ini kese!1,iangan yang terjadi adalah
ketidakmampuan penyampai jasa (di pegaV'ai) menyampaikan jasa sesuai
dengan komunikasi eksternal yang telah diterima oleh penerima jasa.
Seperti diketahui, komunikasi eksternal yang diterima penerima jasa akan
membentuk harapan dan persepsi penerima jasa terhadap jasa yang akan
diterimanya .
• :. Kesenjangan kelima (GAP 5) adalah kesenjangan antara jasa yang
dirasakan dengan jasa yang diharapkan. Dalam hal ini kescnjangan yang
terjadi adalah jasa yang diharapkan oleh penerima jasa dcngan jasa yang
dirasakan. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh tingginya harapan
pcnerima jasa tcrhadap jasa yang diberikan organisasi at au rcndahnya
kinerja jasa organisasi.
Terkait dengan usaha mcningkatkan pendapatan h".sil dael ah melalui
penciptaan iklim investasi yang sehat, khususnya berkaitan dengan asset yang
dimiliki oleh daerah, baik kabupaten Bandung, Tangerang dan Cilacap, maka
usaha pengelolaan aspek jasa dalam rangka mengimplementasikan pemahaman
55
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
mengenai service quality adalah perlu menjadi prioritas bagi ketiga daerah yang
diteliti.
Antisipasi perlu dititikberatkan pada kesenjangan yang kelima (Gap 5),
yaitu antara jasa yang diharapkan dan jasa yang dirasakan. Kesenjangan ini bisa
muncul baik pada segmen masyarakat umum pengguna jasa maupun masyarakat
bisnis yang menggunakan jasa pemerintah daerah sebagai salah bagian dalam
kegiatannya untuk menghasilkan barang ataupun jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat secara luas.
Seperti tampak pada hasil penelitian bahwa terdapat kesenjangan antara
persepsi mengenai asset yang dimiliki, yang berarti terdapat potencial gap.
Apabila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan tidak fokusnya sasaran dari
penyampalan Jasa.
Berkaitan dengan aspek pengelolaan juga perlu segera ditegaskan lembaga
mana yang perlu menjadi penanggungjawab untuk menghindari terbengkalainya
!lsaha-usaha dalam melakukan komunikasi secara ekstemal yang perlu dan penting
dalam rangka menggalang investasi ke daerah.
56
Laporan P?~elitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkatkan Sumber PendapatanDaerah
BablV
Kesimpulan
Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa masih ditemukan perbedaan
pemahaman pemerintah daerah yang diberi wewenang untuk mengeioia asetnya
yang berdampak pada poia pengeIolaan dan aspek kelembagaannya. Bahkan pada
daerah yang seeara eksplisit mendefinisikan aset daerah sesuai dengan definisi
pad a Kepmendagri, pemahaman yang sempit mengenai aset daerah membuat para
pengeioia asel masih terpaku pada perencanaa kebutuhan, pengadaan dan
pengaturan alokasi, pemeliharaan dan pengendalian barang yang dimiliki.
Didukung dengan empat lembaga yang terlibat dalam pengelolaan aset daerah
yaitu Lembaga Pereneana, Lembaga Pengelula, Lembaga Pengada, dan Lembaga
Pengawas, tidak mengakomodasi fungsi pengelolaan aset dalam pengertian yang
Iuas. Sehingga dapat dikatakan bahwa efektivitas desentralisasi pelayanan publik
tergantung pada rancangan desentraiisasi dan penataan institusional.
Dari sisi pengorganisasian Iayanan publik pemerintah daerah belum
mempunyal kapasitas yang memadai unluk dapat memikul beban tersebut
Pemerintah daerah , meialui aparatnya, belum mampu membuat keputusan,
termasuk pereneanaan dan evaluasinya untuk mencapai tuntutan efisicnsi dan
efektivitas; memohijisasi dan mcnr,cJola sumberdaya agar mampu mcnjangkau
kebutuhan masyarakat dan sekaligus menjadi sumber pendapatan; melakukan
komunikasi dan koorclinasi untuk memastikan fungsi-fungsi berjalan dengan baik
dan sinergis; termasuk kemampuan penanganan konflik.
Pad a keselumhan proses manajemen ase!, yang 1l1eliputi pengadaan,
pemeliharaan, dan penghapusan aset, KABAG ataupun KASUBAG yang bertugas
mengidentifikasi kebutuhan mtin, 1l1asih belum diikutsertakan dalam agenda
pereneanaan strategis masing-masing daerah. Pengkajian akan kebutuhan
pelayanan umum dan pembangunan, kecenderungan dC1l1ograpi, prioritas
57
Laporan Penelitian Model Pengelolaan Aset Daerah dalam Meningkalkan Sumber PendapalanDaerah
pemerintah, berbagai resiko perubahan terhadap jalannya pembangunan dan
pelayanan publik, penciptaan sejumlah pendapatan atas aset masih belum
teroganisir, terencana dan terdokumentasi.
Penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas publik terabaikan baik dari SISI
pemanfaatan untuk tujuan daerah maupun tujuan prioritas lain. Sebagai contoh
masih ditemukannya ketidakjelasan kepemilikan aset daerah yang penting bagi
yang daerah yang bersangkutan, terutama yang telah berpindah tangan atau
dialihkan kepada pihak swasta secara tidak ilegal. Belum semua Pemerintah
Kabupaten melakukan inventarisasi aset secara efektif, yang hasilnya bisa
memperjelas aset yang ada, riel maupun potensial. Perundang-undangan yang ada
masih membatasi pengertian aset hanya pada jenis aset berwujud (tangible)
sehingga gambaran yang lebih baik tentang potensi daerah (aset) dalam jangka
panjang belum diperlihatkan secara jelas.
Pengelolaan aset daerah secara optimal belum dilaksanakan sehingga
mengnambat daerah untuk menjadikannya sebagai alternatif sumber pendapatan
da.::rall. Untuk itu efisiensi dan efektivitas pengelolaan ditengah persepsi can
pemahaman yang jclas mengenai bagaimana aset daerah dapat menjadi potensi
bagi pendapatan daerah merupakan prasyaratnya.
58
MATRIK MODEL ANGGARAN RUTIN
KABUPATEN BANDUNG PERENCANAAN DAN REALISASI ANGGARAN
I· . . . . . ... .. ·············"." .... "...111<'..· ...·.................I··.,.· ...... % ... JfilV:l;filXAf +KEEfOTUHAN\';·.iIFI{ ?·~·I;A.ll.Il:iA~I. 173.300.000.- i 121.
2. Bapeda 41,326.850.- 39.750.000.- 30.150.000.- 50.000.000.-3. Bawasda 7A86.000.- 10.080.000.- 30.700.000. - 35.000.000.-4. Dinas Peternakan dan Perikanan 18.574.600.- 16.615.000.- 2.500.000.- 45.000.000.-5 I Dinas Pertanian tanman pangan 11.737AOO.- 10.000.000.- 78.000.000.- 80.000.000
6.. 1 Dinas Perindustrian dan 21.182.500.- 18.380.000.- 63.775.000.- 75.000.000.-Pe:lanaman modal
7. I Dinas perdagangan dan 82.394.000.- /0.000.000.- 76.800.000.- 88.000.000 pengeloiaan pasar
8. . Dinas tenaga kerja 15A86. 700.- 10.000.000.- 77.625.000,- 100.000.000.-9. Sekretariat DPRD 117.791.000.- 150.000.000.- 251.200.000.- 395.000.000 10 Dinas PU Pengairan 17.211.500.- 17.500.000.- 31 AOO.OOO.- 40.000.000.-11 I Dinas pemukiman dan tata wilayah 69.018.500.- 74.200.000.- 39.900.000.- 100.000.000 12 Dinas PU dan Kebersihan 15.162.700.- 18.000.000.- 103.100.000.- 50.000.000.-13 Sekretariat Daerah 514.566.000.- 400.000.000.- 484.460.000.- 600.000.000 14 ,Bapeldalda 28.375.700.- 35.000.000.- 25.222.000.- 35.000.000.-15 II Badan Kependudukan dan Capil 57.027.000.- 106.368.000.- 42.222.000.- 200.000.000 16 Badan Pengembangan informasi 11 A62.100.- 21.000.000.- 136.225000.- 50.000.000.-
daerah 17 I Badan pengendalian ketentram dan " 84.179.000.- 20.185.000 282.250.000.- 50.000.000
ketertiban 18 I Kantor arsip daerah 87.075.800.- 25.012.000.- 41.795.000.- 60.000.00.-
-.----~---.
19 Kantor perpustakaan 5.671.800.- 3.600.000.- 11.250.000.- 15.000.000 20 Dinas kesejahteraan sosial 36.192.500.- 30.000.000.- 62.400.000.- 70.000.000.-21 Dinas kebudayaan dan pariwisata 40.275.000.- 12.500.000.- 45.620.000.- 30.000.000 22 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 14.204.150.- 16.860.000.- 29.940.000.- 40.000.000.-23 II Badan Pengembangan otonomi 16.600.000.- 19.000.000.- 45.500.000.- 20.000.000
Desa 24 Dinas Kesehatan 57.856.500.- 184.868.992.- 165.950.000.- 148.000.000.-25 Badan Administrasi keuangan 1.444.463.000.- 1.000.000.000.- 31.450.000.- 40.000.000
daerah 100.000.000.-26 Kantor Pendidikan dan Pelatihan 9.348.900.- 15.520.000.- 53.400.000.- 150.000.000 27 Dinas Pendapatan Daerah 1.063.185.750.- 580.000.000 116.200.000.- 50.000.000.-28 . Dinas Pertambangan dan Energi 21.339.500.- 8.050.000 32.430.000.- 200.000.000 29 Dinas PU Bina Marga 30 Dinas Koperasi Usaha Kecil dan 23.659.000.- 19.441.000.- 147.550.000.- 50.000.000.-
Menengah 31 Dinas lalu Lintas Angkutan Jalan 105.190.500.- 61.641.000 78.500.000.- 70.000.000
Raya
Jumlah 4.603.167.950.- 3.458.883.967.- 2.846.8520.000.- 2.965.358.992.-
t __ _
Sumber: BAKD Bandung, 2002 (dio/ah) Realisasi terhadap Perencanaan kebutuhan Alat Tulis : 75,14 % Realisasi terhadap Perencanaan Inventaris Kantor : 103.76% Realisasi terhadap Perencanaan Kebutuhan Rutin : 86,23 %
2. Pendapatan Asli Daerah Rp.32.112.949.517
3. Sumber Daya Aparatur 15.369 orang • SD 931 Orang • SMP 832 Orang • SL TA 3941 Orang • D3 4003 orang • S1 2200 orang • S2 79 orang
4. Luas wilayah 225.360,84 ha
MATRIK POTE1IJSI ASET DAERAH
PADA LOKASI PENELITIAN Sumber: Bapeda Bandung, Tangerang dan Bappeda Cilacap (2000, diolah }
_ _ Lo Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Cilacap menetapkan Cilacap Pusat Pertumbuhan Selalan Jawa. Birokrasi lokal sangat terbuka pada upaya penumbuhan iklim investasi di daerah, kebijakan Pemda cukup mendukung dalam meningkatkan iklim investasi didaerah, lersedia kawasan industri
2. Letak geografis Berada di salatan jawa, yang berbatasan dengan Samudra Hindia, sehingga memudahkan akses tranportasi laut ke Manca Negara. Terletak pada jalur lintasan selatan Jawa, yang didukung ketersediaan akses tranportasi, kereta api, perhubungan darat.
3.lklim Dengan temperatur 23°-33°C dengan curah hujan rata-rata 1745 mm/tahun menyebabkan hampir sepanjang tahun aktivitas ekonomis dapat dilakukan tampa dipengaruhi kondisi perubahan cuaca.
4. Topografi Wilayah Dengan kemiringan tanah 0-3 %, dengan ketinggian 0 -85 M DPL aktivitas
, pemanfaatan ruang lahan dapat lebih optirrlal, khususnya untuk pengembangan kawasan industri dan oemukiman. iasa dan nArk",ntnr",n
5.Penduduk 1.6295.019 ( thn 2000)
5. Kondisi Sosial Budaya, Masyarakat cilacap cukup korporatif dengan pendatang, keberadaan beberapa industri strategis nyaris tidak mengalami ganguan yang dapat berakibat pad a terhambatnya proses produksi.
6. Etos Kerja,
I· Masyarakat Cilacap relatif ulet, menyukai tantangan dan inovatif, adaptip ,
6. Ketersedlaan Infrastru~tur menerima pembaharuan, memiliki mental wlrausaha khususnya sektor Industn
I
- Pelabuhan Samudra ( TanJung skala rumah tangga, pabrik Jamu, makanan olahan, dan industri kerajinan tangan , Intan ) dengan lima buah dermaga I
. serbaguna dengan volume ' 7. Keberadaan Nusakambangan, i kunjungan kapal pada tahun 2000 Pulau Nusakambangan dapat dikatakan Maskot daerah cilacap, penyebutan , tercatat sebanyak 1.064 unit kapal wi/ayah ini dengan sendirinya memberi promosi bagi cilacap khususnya, I - StasiunKroya yang merupakan permaslahannya adalah memanfaatkan nilai lain akibat promosi nusakambangan. , stasI un Iintas selatan Jawa yang
menghubungkan daerah ini ke Surabaya, Bandung, Jakarta dan Jogjakarta.
8. Keberadaan Industri Strategis, Keberadaan industri ini apabila dimanfaatkan optimal dapat melahirkan kekuatan baru berupa produk turunan atas industri strategis yang sudah ada atau produk
I-pendukung industri strategis terse but yaitu :
Bandara Tunggul Wulung dengan _ Semen panjang lintasan 1400 meter _ Minyak kondisi saat ini sudah mampu _ Tepung didarati CN 235. • Ikan olahan
- Jaringan Listrik tersambung 210559 'tWA dengan energi terjual " 440592.360 KWH ,
- Jaringan Telepon tersedia I I I sampai ke kota kecamatan i I I - Jaringan jalan dari dan menuju kota I ---.J
cilacap ke wilayah lain dalam kondisi baik.
17. Potensi Sumber Daya Alam : 111. Pertanian, luas sawah
63.697,49ha Dan luas lahan kering 150.752,797 ha
• padi sawah 716.478 ton • Kacang Tanah 1920,5 ton • Jagung 13.052 ton • Ketela pohon 219.249 ton • Kedelai 4025 ton • Cabe, 13.300 Kw 'I. Pisang 850,730 Kw
,2. Perikanan laut, • Potensi
Pelangis besar 9000 tonI tahun, pelangis kecil 13.000 ton/tahun, Ikan demersal 22.360 ton/tahun, Udang, 8.320 ton/tahun dan Cumicumi sebesar 3700 ton/tahun. Pemanfatan baru sampai, 1.315 ton/tahun ikan pelangis besar, 7402 ton/tahun ikan demarsal, 2700 ton/tahun udang, 189 ton/tahun cumi-cumi, sedangkan potensi ikan pelangis 1900 ton/tahun belum termanfaatkan
3. Pariwisata • Wisata alam, Pulau Nusa
Kambangan, Segara anakan, Pantai teluk penyu, Solak Ranca Babagan, Indralaya, Permisan, Pasir Putih dan Kampung Laut
• Wisata Budaya Benteng pendem, benteng bunder, sedekah laut, potensi seni daerah Jumlah pengunjung obyek wisata tahun 2001 tercatat sebanyak 567.386 dengan pemasukan pada PAD sebesar Rp.430.343.402.-
4. Pertambangan • Pasir besi sisa cadangan 513.652
ton yang sudar. terpakai 215.321 ton
• Batu Kapur, sisa cadangan 50.383.364 ton yang termanfaatkan 3.807.653 ton.
• Minyak, gas bumi, emas., tras, bentonit, talk dan dolomit belum terindetifikasi
• Bahan galian C sudah termanfaatkan oleh penduduk. Potensi sangat besar.
5. Industri Perdagangan dan Jasa
Potensi Industri yang ada dapat dikembangkan, sebagai daya tarik investor baru, mendatang investor sejenis atas pemanfaatan potensi yang I masih belum optimal tergarap dan menggarap sektor industri tururan atas pemanfaatan produk yang sudah ada baik untuk skala besar dan rumah tangga adalah potensi yang dimungkin. Sedangkan pengembangan sektor perdagangan dan jasa pendukung sektor industri dimungkin apabiJa diikuti dengan penc:mbahan dari potensi yang sudah ada sa at ini.
2. Pendapatan AsH Daerah Rp. 72.500.000.000
3. Sumber Daya Aparatur 26769 orang
4. Luas wilayah
5.Penduduk
Sinergi antar semua lini menempatkan Kabupaten Bandung termasuk salah saw alternatif investasi menarik saat ini dan akan datang.
2. Letak Geografis wilayah, sebagai penyangga Kota Bandung dan jarak yang relatif dekat dengan Jakarta.
3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Bandung yang religi korporatif terhadap perubahan merupakan aset khusus Bandung.
4. Image Bandung secara umum, darrai, sejuk dan pusat budaya nasional
5. Nama Bandung yang sudah Go Internasional
6. Etos Kerja Masyarakat
7.lklim, Kabupaten Bandung memiliki iklim yang sangat menguntungkan untuk dikembangkan sektor apapun, nyaris tidak ada gangguan iklim yang dapat menghambat proses produksi.
8. Keberadaan Industri Yang ada,
Keberadaan Pendidikan. Pusat Penelitian
I 6.Ketersediaan Infrastruktur • Infrastruktur tersedia dan relalif
lengkap, terutama tranportasi dara!. • Jaringan Dukungan Kelistrikan dan
Telepon sangat memadai
7. Potensi Sumber Daya Alam : 1. Pertanian,
Kabupaten Bandung Sangat PotensiaJ daJam pengembangan pertanian, baik pertanian skala rumah tangga maupun skala industri. SeJain itu pengembangan pertanian di Bandung dapat aisinergikan dengan sektor lainnya misal wisata, industri, perdagangan, pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan
2. Perikanan Kabupaten Bandung memiliki potensi
besar untuk pengembangan sektor perikanan khusus perikanan air kolam dan genangan, potensi ini secara tradisional sudah termanpaatkan oleh masyarakat baik untuk kepentingan pribadi maupun bisnis, pengembangan potensi yang ada dimungkinkan dengan mensinergikan program lain yang dapat memiliki nilai tambah, misalnya dengan
roduk ikan olahan atau penaembanaan i
pasar. 3. Peternakan Kondisi kewilayahan bandung pada beberapa lokasi sangat menguntungkan untuk pengembangan sektor peternakan, baik skala rumah tangga atau industri. Perpanduan antar sektor sang at dimunkinkan dalam pengembangan potensi yang ada, misalnya dengan penelitian, wisata ternak, industri diluar industri yang telah ada dan lain sebagainya. 4. Pariwisata Kabupaten Bandung secara tradisional telah dikenal sebagai daerah kunjungan wisata, letak geografis wilayah yang relatif dekat dengan Ibukota Provinsi dan Ibukota Negara menempatkan Kabupaten Bandung sangat potensial mengembangkan sektor pariwisata. Peningkatan sektor pariwasata yang sudah ada dan penemuan sektor wisata baru yang diikuti dengan pembenahan potensi yang ada dengan dukungan promosi dan penciptaan kondisi pendukung, menempatkan pengembangan "ektor pariwisata pilihan J' yang sangat realistis dalam menggali peningkatan pendapatan daerah di masa
I mendatang.
I 5. Pertambangan dan Energi Pemanfaatan potensi sumber daya alam yang sudah saat ini dapat di difersivikasi dengan energi alternatif lainnya, baik untuk kebutuhan lokal Kabupaten Bandung, Jawa Barat Khususnya Maupun Jawa,
8. Industri Perdagangan dan Jasa Potensi Industri yang ada dapat sudah sanga baik, Diversifikasi industri perlu dikembangkan, sebagai daya tarik investor baru, Pembatasan investor sejenis atas pemanfaatan potensi yang sudah jenuh tergarap dan menggarap sektor industri turunan atas pemanfaatan produk yang sl.ldah ada baik untuk skala besar dan rumah tangga adalah potensi yang dimungkin, Sedangkan pengembangan sektor perdagangan dan jasa pendl.lkung sektor industri dan lainnya masih sang at dimungkin terutama akibat potensi strategis kab Bandung terhadap Kota Bandung dan Jakarta
1. Barang Daerah Rp.2.672.962.100,
2. Pendapatan AsH Daerah Rp. 73.143. 783.250 ( 14,89 % )
3. Sumber Daya Aparatur 16.715 orang
4. Luas wilayah 111.038 ha
5.Penduduk 2.775.961 (thn 2000)
Kebijakan Pemerintah dan Dukungan Birokrasi Lokal.
Letak Geografis
Kondisi Sosial Budaya
Nama Tangerang yang sudah Go Internasional
Keberadaan Industri Yang ada,
Keberadaan Lembaga Pendidikan, F-usat Penelitian
6. Ketersediaan Infrastruktur Kabupaten Tangerang nyaris tidak bermasalah terhadap dukungan infrastruktur, baik akibat kedekatan dengan Ibukota Negara maupun posisi strategis menuju pulau Sumatera
7. Potensi Sumber Daya Alam : 1. Pertanian, pada kawasan tertentu
potensi sektor pertanian masih cukup potensial, khususnya pertanian skala rurr ah tangga untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat Jakarta dan sekitar.
2. Pertambangan, Sektor ini cukup potensial terutama untuk kelompok sektor galian C, untuk pemenuhan kebutuhan Ibukota dan Sekitar
. 3, Industri Sektor industri sang at potensial
dikembangkan, baik perluasan industri yang i sudah ada, diversifikasi industri maupun pengembangan industri baru. 4. Property Mendukung kebutuhan pemukiman kelompok pekerja pelaju pengembangan sektor property adalah peluang potensial saat ini dan akan datan
inas Pendidikan 565.142.000.- 482.328.8tl4.- 1 (S.SUU.UUU.- lL(.lvu.uuu.-2. I Bapeda 41,326.850.- 39.750.000.- 30.150.000.- 50.000.000.-3. I Bawasda 7.486.000.- 10.080.000.- 30.700.000.- 35.000.000.-4. I Dinas Peternakan dan Perikanan 18.574.600.- 16.615.000.- 2.500.000.- 45.000.000.-5 I Dinas Pertanian tanman pangan 11.737.400.- 10.000.000.- 78.000.000. - 80.000.000
6.. I Dinas Perindustrian dan 21.182.500.- 18.380.000.- 63.775.000.- 75.000.000.-Penanaman modal
7. I Dinas perdagangan dan 82.394.000.- 70.000.000.- 76.800.000.- 88.000.000 pengelolaan pasar
8. Dinas tenaga kerja 15.486.700.- 18.000.000.- 77.625.000,- 100.000.000.-9. Sekretariat DPRD 117.791.000.- 150.000.000.- 251.200.000.- 395.000.000 10 Dinas PU Pengairan 17.211.500.- 17.500.000.- 31.400.000.- 40.000.000.-11 Dinas pemukiman dan tata wilayah 69.018.500.- 74.200.000.- 39.900.000.- 100.000.000 12 Dinas PU dan Kebersihan 15.162.700.- 18.000.000.- 103.100.000.- 50.000.000.-13 Sekretariat Daerah 514.566.000.- 400.000.000.- 484.460.000.- 600.000.000 14 Bapeldalda 28.375.700.- 35.000.000.- 25.222.000.- 35.000.000.-15 Badan Kependudukan dan Capil 57.027.000.- 106.368.000.- 42.222.000- 200.000.000
16 Badan Pengembargan informasi 11.462.100.- 21.000.000.- 136.225.000.- 50.000000.-
17 daerah Badan pengendalian ketentram dan I 84.179.000.- 20.185.000 282.250.000.- 50.000.000
ketertiban 18 I Kantor arsi p daerah 87.075.800.- 25.012.000.- I 41.795.000.- 60.000.00.-
19 Kantor perpustakaan 20 Dinas kesejahteraan sosial 21 Dinas kebudayaan dan pariwisata 22 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 23 Badan Pengembangan otonomi
Desa 24 Dinas Kesehatan 25 Badan Administrasi keuangan
daerah 26 Kantor Pendidikan dan Pelatihan 27 Dinas Pendapatan Daerah 28 Dinas Pertambangan dan Energi 29 Dinas PU Bina Marga 30 Dinas Koperasi Usaha Kecil dan
Menengah
5.671.800.-36.192.500.-40.275.000.-14.204.150.-16.600.000,-
57.856.500.-1.444.463.000,-
9.348.900.-1.063.185.750.-
21.339.500.-
23,659.000,-
11'\<=: "'0.500.-31 DinaslaluLintasAngkutanJalan ,vv.,,·· ,
I Raya I , I
ill
3.600.000.-30.000.000.-12.500.000.-16.860.000.-19.000,000.-
184.868.992.-1,000.000,000.-
15.520.000.-580.000.000
8.050.000
19.441.000.-
61.641.000
11.250.000.-62.400.000.-45.620.000.-29.940.000.-45.500.000.-
165.950.000.-31.450.000.-
53.400.000. -116.200.000. -
32.430.000.-
147.550.000.-
78.500.000.-
15.000.000 70.000.000.-30.000.000
40.000.000.-20.000.000
148.000.000.-40.000.000
100.000.000.-150.000.000 50.000.000.-
200.000.000
50.000.000.-
70.000.000
2.846.8520.000.- 1 2.965.358.992.-
II I Jumlah 1 4.603 ,167.950.- 13.458.883.967.-
iii ____ j_~ .. ___ ~~_~ .. _._ _ i ! _-'-_______ -'--_______ ---'
Sumber: BAKD Bandung, 2002 (diolah) Realisasi terhadap Perencanaan kebutuhan Alat Tulis : 75,14 % Realisasi terhadap Perencan8an Inventaris Kantor : 103.76% Realisasi terhadap Perencanaan Kebutuhan Rutin : 86,23 %
Daftar Pustaka
Fitzsimmons, James and Mona J, Service Management for Competitive Advantage, Mc. Graw Hill International Ed, 1994
Zeithaml, Valerie A and Bitner, Mary Jo, Service Marketing, Mc Graw Hill International Ed, 1996
Zeithaml Valerie, A Parasuraman and Leonard L Berry, Delivering Quality Service: Balancing Customer Perception and Expectation, New York: Free Press, 1990
Asset Management, 2001, Australian Procurement and Construction Council(APCC)
Strategic Municipol Asset Management, The World Bank, Urban and Local Management, April 2000
Asset Management New Challenge Local Government, 2002
Carvalho, Eduardo et all, Asset Managemet in Basic Materials, Journal of The McKinsey Quarterly, 1996
Simons, Katerina, Model Error, Journal of New 8ngland Economic Review, 1997
Roy Bah!, Implementation Rules for Fiscal Decentralization, Economic Development Institute, World Bank, 1999.
Jennie Litvack, Junaid Ahmad, Richard Bird, Rethinking Decentralization in Developing Countries, International Bank for Reconstruction and Development, The World bank, Washington D.C., 1998.
Salish Chandra Mishra, Understanding the Political Economy of The Reform of Institutions, paper presented to the LPEMIUSAID Conference" The Economic Issues Facing The New Government" Jakarta, August 18, 1999.
V Kenneth Harlow, Asset Management: A Key Competitive Strategy, Article, Public Works, 912112000.