BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata terdiri dari membrane mukosa
tipis yang melapisi klopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata
dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian, yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks (peralihan
konjungtiva bulbi dengan konjungtiva palpebra).
Fungsi konjungtiva adalah untuk membasahi retina, reaksi imunologik mencegah
masuknya mikroba, dan sel goblet adalah sel yang terdapat pada mukosa sel konjungtiva.
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang
umumnyamengikuti pola arterinya membentuk jaring – jarring vaskuler konjungtiva yang
banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superficial dan
lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk
pleksus limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relative sedikit mempunyai serat
nyeri.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi 2 grup
besar yaitu:
1) Penghasil musin
a) Sel goblet : terletak di bawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b) Crypts of Henle : terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c) Kelenjar Manz : mengelilingi daerah limbus.
1
2) Kelenjar assesoris lakrimalis
Kelenjar assesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua
kelenjar ini terletak dalam di bawah substansi propria.
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama oleh
karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotoran –
kotoran dan bahan – bahan yang toksis kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis
ke meatus nasi inferior. Apabila ada mikroorganisme pathogen yang dapat menembus
pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.
Konjungtivitis yang dikenal sebagai pink eye, adalah peradangan selaput bening
yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai hejala, salah satunya adalah mata merah.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda
asing.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi meupun dewasa. Pada
konjungtivitis yang disebabkan oleh virus biasanya hanya mengenai satu mata saja, mata
sangat berair dan kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis yang
disebabkan oleh bakteri biasanya mengenal kedua mata. Cirri khasnya adalah keluar
kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi
juga mengenai kedua mata. Selain mata berwarna merah, juga akan terasa gatal. Gatal ini
juga seringkali dirasakan di hidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata
sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh
intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal,
banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata.
2
BAB II
PEMBAHASAN
KONJUNGTIVITIS
DEFINISI
Keradangan yang terjadi pada selaput konjungtiva atau radang selaput lender yang
menututpi belakang kelopak dan bola mata yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
alergi, chlamidia, atau iritasi bahan kimia. Secara klinis dibagi menjadi:
a. Konjungtivitis hiperakut
b. Konjungtivitis akut
c. Konjungtivitis kronik
PATOFISIOLOGI
Konjungtiva yang selalu berhubungan dengan dunia luar dapat dengan mudah
terinfejsi oleh mikro organisme. Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya
(suatu self limiting disease). Hal ini dikarenakan oleh faktor – faktor:
1. Konjungtiva yang selalu dilapisi tear film yang mengandung zat – zat antimikrobal
yaitu; betalysin, lysozim, Ig A, Ig G, yang diberfungsi untuk menghambat
pertumbuhan kuman.
2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar limpois.
3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti.
4. Temperature yang relative rendah karena penguapan air mata sehingga
perkembanganbiakan mikroorganisme terhambat.
5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata.
6. Mikroorganisme oleh mukus konjungtiva hasil sekresi sel – sel goblet, kemudian
akan diglontor oleh aliran air mata.
Bila mikroorganisme pathogen dapat menembus pertahanan tersebut sehingga
terjadi infeksi konjungtiva maka akan terjadi konjungtivitis.
3
GEJALA KLINIS
Gejala atau keluhan penderita berupa:
1. rasa ngeres, seperti ada pasir di dalam mata
2. gatal
3. panas
4. kemeng di sekitar mata
5. epifora
6. mata merah
Penyebab keluhan ini karena edema konjungtiva terbentuknya hipertrofi papiler
dan folikel yang menyebabkan perasaan seperti ada benda asing di dalam mata.
GAMBARAN KLINIS
1. Hiperemia konjungtiva : konjungtiva berwarna merah karena pengisian pembuluh
darah konjungtiva yang dalam keadaan normal kosong. Pengisian pembuluh darah
konjungtiva terutama di daerah forniks akan semakin menghilang atau menipis kea
rah limbus.
2. Epifora : keluarnya air mata yang berlebih
3. Pseudotosis : kelopak mata atas seperti akan menutup, karena edema konjungtiva
palpebra dan eksudasi sel – sel radang pada konjungtiva palpebra.
4. Hipertrofi papiler : suatu reaksi onspesifik konjungtiva di saerah tarsus dan limbus,
berupa tonjolan – tonjolan yang berbentuk polygonal.
5. Folikel : suatu reaksi nonspesifik konjungtiva biasanya karena infeksi virus, berupa
tonjolan kecil – kecil yang berbentuk bulat.
6. Khemosis : edema konjungtiva.
7. Membran atau pseudomembran : suatu membrane yang berbentuk oleh karena
koagulasi fibrin.
8. Preaurikular adenopati : pembesaran kelenjar limfe preaurikular.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatn gram atau pengecatan Giemsa sehingga
4
dapat dijumpai sel – sel radang polimorfonuklear, sel – sel mononuclear, juga bakteri
atau jamur penyebab konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini.
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan
didapatkan sel – sel eosinofil. Pada konjuntivitis yang disebabkan oleh virus akan
didapatkan sel – sel mononuclear. Bila ditemukan sel – sel PMN (polimorfonuklear)
diduga radang akibat bakteri. Sedangkan bila ditemukan sel – sel limfosit menunjukan
radang kronis. Pada konjuntivitis karena jamur ditemukan adanya hyfe.
DIAGNOSIS
Diagnosa konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan
pemeriksaan laboratorium.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab kliasik
konjungtivitis bakteri akut adalah Streptococcus pneumoni dan haemophlyllus
aegypticus.
Konjungtivitis karena bakteri dapat diberikan : sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau
antibiotic (gentamycin 0,3%, chlorampenicol 0,5%, polimixin). Gentamycin dan
Tobramycin sering diesrtai reaksi hipersensitivitas local. Penggunaan aminoglikosida
seperti gentamycin yang tidak teratur dan adekuat menyebabkan resistesi organisme
gram negative.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberikan : Amphotericin B 0,1%
yang efektif untuk Aspergilus dan Cinda.
Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotic. Pengobatan dengan antivirus tidak
efektif. Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat dan dingin,
bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian kortikoseroid tidak
dianjurkan untuk pemakaian rutin.
Konjungtivitis karena alergi diberikan : antihistamin (Antazoline 0,5%, Naphazoline
0,05%) atau kortikosteroid (Dexamethasone 0,1%).
5
PENYULIT
Penyakit pada konjungtivitis dapat berbentuk :
Phlikten : tonjolan berupa serbukan sel radang kronis.
Keratitis epithelial
Ulkus kornea
Penyebab khusus untuk penyulit – penyulit ini tidak dibutuhkan karena penyulit –
penyulit ini akan sembuh bila konjungtivitis sembuh.
PROGNOSIS
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya sembuh dengan
sendirinya, tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10 – 14 hari bila dengan
pengobatan dapat sembuh 1 – 3 hari. Konjungtivitis karena Staphylococcus seringkali
menjadi kronik.
A. KONJUNTIVITIS BLENORE
DEFINISI
Suatu infeksi dan inflamasi konjungtiva yang perjalanan penyakitnya sangat akut
disertai secret purulen. Dapat di sebabkan oleh bakteri dan Chlamydia. Sering terjadi
pada bayi baru lahir yang di tularkan ibunya.
GAMBARAN KLINIS
1. Masa inkubasi 12 jam – 5 hari tergantung virulensi kuman
2. Kelopak mata lengket, sukar dibuka dan penuh dengan nanah
DIAGNOSIS
Dapat ditegakan dengan:
Pemeriksaan secret dengan pewarnaan methylen blue dimana akan tampak
“diplokokus” dalam sel leukosit
6
Pewarnaan gram akan terdapat sel intraseluler dan ekstraseluler dengan sifat gram
(-)
PENATALAKSANAAN
Segera setelah tampak pewarnaan gram (-) diplokokus bulat intraseluler
Penicillin salep dan injeksi penicillin pada bayi berikan 50.000 – 100.000 IU /
kgBB selama 7 hari secara IM Single Dose
Sesering mungkin mata dibersihkan dari secret dengan kapas yang dibasahi air
bersih (direbus) atau dengan garam fisiologis setiap ¼ jam
Penicillin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penicillin G10.000 –
20.000 IU / ml setiap 1 menit sampai 30 menit kemudian untuk salep diberikan
setiap 5 menit sampai 30 menit
Pengobatan dihentikan jika pada pemeriksaan mikroskop yang dibuat setiap hari
menghasilkan 3 kali berturut – turut negative
B. KONJUNGTIVITIS GONOBLENORE
DEFINISI
Konjungtivitis hiperakut dengan sekret purulen disebabkan Neisseria gonorrhea.
PATOFISIOLOGI
Proses keradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan Neisseria gonorrhea,
yaitu kuman – kuman berbentuk kokus, Gram negative yang sering menjadi penyebab
uretritis pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita. Infeksi dapat terjadi karena
adanya kontak langsung antara Neisseria gonorrhea dengan konjungitva.
GEJALA KLINIS
Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi
beberapa jam sampai 3 hari. Keluhan utama : mata merah, bengkak, dengan sekret seperti
nanah yang kadang - kadang bercampur darah.
7
GAMBARAN KLINIS
1. Hiperemi konjungtiva
2. Getah mata seperti nanah yang banyak sekali
3. Kelopak mata bengkak karena ada edema konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbi
4. Pendarahan dapat terjadi karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva dan timbul pendarahan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Didapatkan sel – sel polimorfonuklear dalam jumlah yang banyak sekali. Kokus –
kokus gram negative yang berpasang – pasang seperti biji kopi yang tersebar di luar dan
di dalam sel adalah kuman – kuman Neisseria gonorrhea.
DIAGNOSIS
Ditegakan dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Pemeriksaan klinis : didapatkan duatu keradangan konjungtiva yang hiperakut
dengan getah mata seperti nanah yang kadang – kadangn tercampur darah.
Pemeriksaan laboratorium : didapatkan kuman – kuman Neisseria gonorrhea
dalamsediaan yang berasal dari kerokan atau getah mata konjungtiva.
PENATALAKSANAAN
Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea
Topical :
Salep mata tetracycline HCL 1% atau Ciprofloxacin 0,3% yang diberikan minimal 6
kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali pada penderita
dewasa, dilanjutkan sampai 5 kali sampai terjadinya resolusi. Sebelum diberikan salep /
tetes mata, sekret harus dibersihkan lebih dahulu.
Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penicillin G 4,8 juta IU intramuscular dalam dosis
tunggal ditambah Probenicid 1gram peroral, atau Ampicillin dosis tunggal 3,5 gram
peroral. Pada neonatal dan anak – anak injeksi Penicillin diberikan dengan dosis 50.000 –
8
100.000 IU / kgBB. Bila penderita tidak tahan dengan obat – obat derivate penicillin bias
diberikan Thiampenicol 3,5 gram dosis tunggal atau tetracycline 1,5 gram dosis initial
dilanjutkan dengan 4 kali 500 mg / hari selama 4 hari.
Gonoblenore dengan penyulit pada kornea
Topical :
Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian sebagai berikut :
Hari I : 1 – 2 tetes, setiap 15 menit selama 6 jam
Selanjutnya diberika 2 tetes setiap 30 menit
Hari II : 2tetes tiap 1 jam
Hari III – XIV : 2 tetes tiap 4 jam
Obat – obat topical lain yang dapat diberikan ialah : Bacitracin, Vancomycin,
Cephaloridin, Cephazolin, Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin, dan Polymyxin B.
Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore tanpa penyulit (ulkus
kornea). Selain obat – obat spesifik untuk Neisseria gonorrhea dapat diberikan :
sikooplegik (Scopolamin 0,25%) 2 – 3 kali setiap hari untuk menghilangkan rasa nyeri
karena spasme siliar dan mencegah sinekia.
Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam (descemetocele) dapat dilakukan
operasi flap konjungtiva “partial conjungtival bridge flap”.
PROGNOSIS
Bla pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis cukup, gonoblenore akan
sembuh yanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan lambat atau kurang intensif, maka
kesembuhannya mungkin disertai sikatriks kornea dan penurunan tajam pengelihatan
menetap atau kebutaan.
9
C. TRAKOMA
DEFINISI
Keradangan konjungtiva yang akut, subakut, atau kronik disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis.
PATOFISIOLOGI
Chlamydia trachomatis memiliki kecenderungan untuk menginfeksi kedua mata.
Pada stadium dini, penyakit ini mirip dengan konjungtivitis kronis pada umumnya, yaitu
mata merah dan di dapatkan folikel maupun hipertropi papiler pada tarsus bahgian atas.
Hipertropi papiler dan inflamasi konjungtiva mengakibatkan sikatrik konjungtiva yang
dapat mengakibatkan penyulit – penyulit yang ringan maupun berat, pada sikatrik yang
berat dapat terjadi “tear deficiency syndrome”.
Kelainan di kornea dapat berupa epithelial keratitis. Subepithelial keratitis,
infiltrate disertai neovaskularisasi (pannus), ulkus kornea, sikatrik folikel – folikel di
limbus yang disebut Herbert’s pits. Endotropion dan trikiasis terjadi akibat sikatrik
konjungtiva yang hebat, dimana bulu – bulu mata dan menggores kornea dan
mengakibatkan ulkus kornea, kadang – kadang perforasi kornea.
GEJALA KLINIS
Periode inkubasi sekitar 5 – 14 hari dengan rata – rata sekitar 7 hari. Pada bayi
dan anak – anak perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa
perjalanan penyakitnya sapat akut atau subakut, seperti pada konjungtivitis yaitu : mata
merah, nyeri, epifora, folikel, dan hipertropi papiler.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada trakoma oleh Mc Callan digambarkan sebagai berikut :
Stadium I : didapatkan folikes yang imatur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas.
Stadium IIa : didapatkan folikel yang matur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas.
Stadium IIb : hipertropi papiler makin jelas sehingga menutupi folikel.
10
Pada stadium IIa dan IIb disebut sebagai : established trakoma
Pada stadium IIa dan IIb juga didapatkan epithelial keratitis, subepitelial
keratitis, pannus, Herbert’s pits
Stadium III : trakoma aktif dan sikatrik (disamping sikatrik didapatkan folikel dan
hipertropi papiler).
Stadium IV : sikatrik tanpa disertai tanda – tanda trakoma aktif.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kerokan konjungtiva dicat dengan Giemsa didapatkan sel – sel PMN, sel plasma,
sel leber (makrofag yang besar dan berisi debris), juga didapatkan inclusion bodi pada
sitoplasma sel – sel konjungtiva yang disebut Halberstaedler – Prowasek Inklusion
Bodies.
DIAGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Pemeriksaan klinis : didapatkan folikel – folikel dan hipertropi papiler pada trsus
di bagian atas, pannus, Herbert’s pits, etropion, trikiasis, atau sikatrik tarsus bagian atas.
Pemeriksaan laboratorium : pada pengecatan giemsa kerokan konjungtiva
didapatkan sel – sel PMN, sel plasma, sel leber dan inclusion bodi pada sitoplasma sel –
sel konjuntiva (Halberstaedler – Prowasek Inklusion Bosies).
PENATALAKSANAAN
Topical : trakoma sampai sekarang masih diobati dengan tetracycline 1%,
Erithomycin dan Sulfonamide 15% berupa tetes mata ataupun salep mata. Pemberian
topical selama 3 bulan.
Sistemik : tetracycline 250 mg sehari 4 kali selama 3 – 4 minggu. Erythromycin
250 mg sehari 4 kali selama 3 – 4 minggu.
Disis dapat diperbesar dengan lama pemberian lebih pendek. Dosis : 2 – 4 gram /
hari selama 14 hari. Pengobatan ditunjang dengan kebersihan perorangan dan gizi baik.
11
PENYULIT
Trakoma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Kebutaan karena trakoma dapat disebabkan oleh : pannus totalis, ulkus panusum yang
mengalami perforasi, ulkus kornea akibat atropion dan trikiasis.
Bilia sudah terjadi entropion dan trikiasis dapat dikoreksi dengan operasi
tarsotomi metode SBL (Sie Boen Liang).
PROGNOSIS
Trakoma adalah penyakit mata yang kronis dan diderita dalam waktu yang lama.
Pada kasus – kasus yang ringan dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sembuh
tanpa bekas. Pada kasusu yang berat dapat terjadi sikatrik ataupun penyulit – penyulit
yang dapat mengakibatkan kebutaan.
D. KONJUNGTIVITIS VERNAL
DEFINISI
Keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan
gambaran spedifik hipertropi papiler di daerah tarsus dan limbus.
PATOFISIOLOGI
Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal. Pada tipe
palpebral, pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi sedangkan di bagian lain
mengalami atrofi. Perubahan mendasar terdapat di substansia propria. Substansia propria
terinfiltrasi sel – sel limfosit, plasma, dan eosinofil. Pada stadium lanjut jumlah sel – sel
limfosit, plasma, dan eosinofil akan semakin meningkat, sehingga terbentuk tonjolan
jaringan di daerah tarsus, disertai pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyaline
di dtroma terjadi pada fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut.
Pada tipe ljuga terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe
palpebral, hanya lokasinya saja yang berbeda yaitu pada limbus konjungtiva.
12
ETIOLOGI
Alergi merupakan kemungkinan terbesar penyebab konjungtivitis vernal
Hal ini berdasarkan atas :
Tenddensi untuk diderita anak – anak dan orang usia muda
Kambuh secara musiman
Pemeriksaan getah mata didapatkan eosinofil
GAMBARAN KLINIS
Keluhan utama : gatal.
Gatal pada mata merupakan keluhan utama pada hampir semua penderita
konjungtivitis vernal. Keluhan gatal ini menurun pada musim dingin.
Ptosis
Terjadi ptosis bilateral, kadang – kadang yang satu lebih ringan dibandingkan yang
lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel – sel konjungtiva palpebra dan
infiltrasi sel – sel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi hyaline pada
stroma konjungtiva.
Getah mata
Konsistensi getah mata elastic (bila ditarik molor).
Horner Trantas dots
Gambaran seperti renda pada limbus. Merupakan penumpukan eosinofil dan
merupakan hal yang patognomosis pada konjungtivitis vernal.
Kelainan di kornea
Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Kadang – kadang di dapatkan ulkus
kornea yang terbentuk bulat lonjong vertical. Kelainan di kornea ini tidak
membutuhkan pengobatan khusus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada kerokan konjungtiva di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel – sel
eosinofil dan eosinofil granul.
13
DIAGNOSIS
Bedasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Pemeriksaan klinis :
Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor).
Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, couble – stone, giant’s papillae
Konjungtiva bulbi : warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura
interpalpebralis.
Limbus : Horner Trantas Dots.
Pemeriksaan laboratorium :
Didapatkan sel – sel eosinofil dan eosinofil granul.
DIAGNOSIS BANDING
1. Trakoma : didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya terselubung dengan
hipertropi papiler, sedangkan pada konjungtivitis vernal tidak pernah didapatkan
folikel.
2. Hay fever konjungtivitis : pembengkakan palpebra disebabkan edema sel – sel. Pada
konjungtivitis vernal pembengkakan terjadi karena adanya infiltrasi cairan ke dalam
sel.
PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid local diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah
kecoklatan (kotor) dan keluhan sangat gatal. Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk
selanjutnya digantikan obat – obat lain seperti :
1. Sodium cromoglycate 2% : 4 – 6 kali 1 tetes / hari
2. Iodoxamide tromethamine 0,1% : 4 x 2 tetes / hari
3. Levocabastin : 2 – 4 x tetes / hari
4. Cyclosporine 2% terbukti efektif untuk konjungtivitis vernal yang berat
Pada kasus – kasus dapat dipertimbangkan pemberian :
1. Kortikosteroid peroral
2. Antihistamin peoral
14
3. Aspirin sebagai anti prostaglandin : 650 mg sehari 3 kali
Yang perlu diperhatikan bagi penderita :
1. Tidak boleh menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus
2. Setiap pembelian obat harus dengan resep dokter
3. Bahaya pemakaian steroid : infeksi bakteri, jamur, glaucoma
4. Kontrol secara teratur sesuai saran dokter mata. Kompres dingin selama 10 menit
beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan – keluhan penderita. Anjuran untuk
pindah ke tempat yang lebih dingin.
PROGNOSIS
Konjungtivitis vernal diderita sekitar 4 – 10 tahun dengan remisi dan eksaserbasi.
Penyulit konjungtivitis vernal terutama disebabkan oleh pengobatan dengan
kortikosteroid local, yang tidak jarang mengakibatkan glaucoma kronik simple yang
terbengkalai yang dapat berakhir dengan kebutaan.
E. KERATOKONJUNGTIVITIS EPIDEMIKA
TANDA DAN GEJALA
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5 – 14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Nodus preaurikuler yang nyeri
tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis dan hyperemia konjungtiva menandai fase
akut. Folikel dan pendarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat
membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan
symblepharon. Konjungtivitis berlangsung paling lama 3 – 4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan –
bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. Pada orang dewasa terbatas pada
mata bagian luar mata, namun pada anak – anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
15
LABORATORIUM
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroup D dari adenovirus manusia). Virus – virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakan reaksi radang
mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.
TERAPI
Belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan
kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bacterial.
F. KONJUNGTIVITIS HEMORAGIKA AKUT
EPIDEMIOLOGI
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis hemoragika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana tahun 1969.
konjungtivitis ini disebabkan oleh coxakie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8 –
48 jam) dan berlangsung singkat (5 – 7 hari).
TANDA DAN GEJALA
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang – kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkojungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik – bintik
pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial.
16
PENYEBARAN
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dengan orang ke orang oleh fomite seperti
sprei, alat – alat optic yang terkontaminasi, dan air.
TERAPI
Tidak ada terapi yang pasti. Dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamide atau
antibiotic.
PROGNOSIS
Penyakit ini berlangsung 5 – 10 hari, kadang – kadang sampai 2 minggu.
Umumnya tidak meninggalkan cacat.
G. KONJUNGTIVITIS VIRUS HERPES SIMPLEKS
TANDA DAN GEJALA
Biasanya merupakan penyakit anak kecil, ditandai dengan pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit dan fotofobia ringan. Seringkali
ditandai dengan keratitis herpes simpleks dengan kornea menampakkan lesi – lesi
epithelial. Konjungtivitisnya folikuler atau pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang –
kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.
Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
LABORATORIUM
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama PMN akibat amotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi
intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan
pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel –
sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic. Virus mudah diisolasi
17
dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan
memindahkan sel – sel terinfeksi ke jaringan biakan.
TERAPI
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridement kornea dengan hati – hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata
selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari : trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun atau salep vidarabine 5 kali sehari atau idoxuridini 0,1%, 1 tetes
setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes
dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral 400mg lima kali sehari selama 7 hari. Untuk ulkus kornea, debrimen
kornea dapat dilakukan. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh
sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.
18
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis merupakan keradangan yang terjadi pada selaput konjungtiva atau
radang selaput lendir yang menutupi belakang kalopak dan bola mata.
Penyebab konjuntivitis ini yaitu :
o Bakteri
o Chlamydia
o Alergi
o Virus
o Jamur
Secara klinis dibagi menjadi :
o Konjungtivitis hiperakut
o Konjuntivitis akut
o Konjuntivitis kronik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium
Penatalaksanaan dengan pengobatan yang spesifik tergantung dari identifikasi
penyebab
Penyulit dari konjungtivitis dapat berbentuk :
o Phlikten
o Keratitis epithelial
o Ulkus kataralis
Prognosis pada konjungtivitis umumnya self limited disease yaitu dapat sembuh
dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10 – 14 hari. Bila
dengan pengobatan dapat sembuh dalam 1 – 3 hari. Konjungtivitis karena
staphylococcus seringkali menjadi kronis.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
2. Tim Penyusun PDT RSU Sr. Soetomo : Pedoman Diagnosis dan Terapi, Bag / SMF
Ilmu Penyakit Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2006.
3. Senat Mahasiswa : Diktat Kuliah Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
20
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. santi
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2011
Jam : 10.00 wib
II. ANAMNESA
II.1. Keluhan Utama
Kedua mata terasa seperti ada pasir
II.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating ke poli mata RSUD Ibnu Sina Gresik pada tanggal 24
oktober 2011 dengan keluhan kedua mata terasa seperti ada pasir sejak 1 bulan
yang lalu tapi makin parah ± 1 minggu ini, disertai rasa gatal, keluar kotoran
lengket paling banyak pagi hari, pandangan sedikit kabur waktu melihat jauh.
Pasien mengatakan bahwa 3 hari yang lalu meta sempat merah kemudian merah
menghilang setelah diberi obat tetes dari puskesmas.
II.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
II.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.
III. Pemeriksaan Fisik
III.1. Status Generalis
21
Compos Mentis
III.2. Status Lokalis
OD OS
Visus tidak dilakukan tidak dilakukan
Palpebra
Hiperemi Superior (-) (-)
Hiperemi Inferior (-) (-)
Konjungtiva
Hiperemi (+) (+)
Sekret (+) (+)
Kornea
Keruh (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Edema (-) (-)
Bilik Mata Depan
Keruh (-) (-)
Iris DBN DBN
Pupil
Bentuk regular regular
Reflek cahaya normal normal
Lensa jernih jernih
III.3. Gambar Status Lokalis
22
IV. RESUME
Pasien perempuan dating ke poli mata RSUD Ibnu Sina Gresik dengan
keluhan kedua mata terasa seperti ada pasir sejak ± 1 bulan yang lalu dan makin
parah 1 minggu ini, disertai rasa gatal, keluar kotoran lengket paling banyak pagi hari,
melihat jauh sedikit kabur, mata merah 3 hari yang lalu.
V.DIAGNOSA
Konjungtivitis kronis OD & OS
VI.PLANING
Sulfonamide : Sulfacetamide 15%
Antibiotik : Gentamycin 0,3%
VII. PROGNOSA
Baik
23