PENGOLAHAN SAMPAH
PADAT
(Mata Kuliah Kesehatan
Lingkungan)
KELOMPOK IV
1. Oktini 04091003011
2. Herlinda Octavera 04091003012
3. Sekar Purnama Ningsih 04091003024
4. Anissa Tussholiha 04091003025
5. Miranda Novalina 04091003029
6. Eka Sasmita Sari 04091003037
7. Eka Fitriyanie 04091003040
8. Nanin Navariastami 04091003051
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa pada akhirnya makalah
yang berjudul “Pengolahan Sampah Padat” ini terselesaikan juga.
Makalah ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan sampah padat
yang ada di sekitar kita.
Ucapan terima kasih penyusun tujukan pada Dosen Pembimbing yakni
Bpk. Ns.Jaji S.Kep.M.Kep yang telah membantu dalam penyelesaan makalah ini
Penyusun juga megucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu dalam pencarian bahan guna isi dari makalah ini.
Akhir kata,semoga makalah ini dapat di gunakan dan bermanfaat bagi
semuanya.
Inderalaya, April 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
i. Halaman judul ............................................................................................ i
ii. Kata pengantar ............................................................................................ ii
iii. Daftar isi ..................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 4
Bab III Isi ........................................................................................................... 6
3.1 Pengertian Sampah Padat ....................................................................... 6
3.2 Faktor yang mempengaruhi penghasilan sampah padat .........................
3.3 TPS/TPA .................................................................................................
3.4 Open Dumping .......................................................................................
3.5 Sanitary Landfill .....................................................................................
3.6 Incenerator .............................................................................................
3.7 Komposting ...........................................................................................
Bab IV Kesimpulan ..........................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan
kondisi lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya
kondisi lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap
lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan
berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata,
transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah
domestik yang dihasilkan oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah,
udara dan sungai yang mengalir dalam wilayah perkotaan. Akibat pertambahan
jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, jarang sekali
dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk
daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi
tempat pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa
sampah dari kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar,
terminal, restoran serta industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari
pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik yang
menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik.
Sampah organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan
sampah non organik yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca,
dan lain-lain. Selain sampah organik dan sampah non organik terdapat juga yang
disebut sampah berbahaya misalnya: baterai, jarum suntik, dan lain-lain.
Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses pembakaran, limbah cair
(sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi
suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat tersebut maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan
dan semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan.Tetapi pada umumnya
sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik (sampah
basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2008).
Pengelolahan persampahan di perkotaan merupakan suatu sistem yang
saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai tujuan. Pengolahan
sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah domestik
rumah tangga yang dihasilkannya secara tidak langsung memelihara kesehatan
masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang baik, bersih dan sehat.
Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian terbesar dari sampah yang
timbul di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang diangkat
adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian limbah padat?
2. Apa saja yang dapat menyebabkan penghasilan sampah padat ?
3. Sistem apa saja yang digunakan dalam pemusnahan sampah ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui jumlah dan jenis sampah yang dihasilkan
2. Mengetahui cara pemusnahan sampah
3. Mengetahui dampak pemusnahan sampah terhadap kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia
dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Banyak sampah organik
masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-using), walaupun
akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan
kembali (Dainur, 1995).
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan
dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses
pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh
buruk sampah tersebut terhadap ternak.
4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang
biak serangga dan binatang pengerat.
5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan
sampah.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat.
8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan
suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain
(Chandra, 2007)
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif
bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, seperti berikut.
1. Pengaruh terhadap kesehatan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai
tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga,
jamur.
b. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan vektor
Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan
sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan
genangan air) (Dinas Kebersihan, 2009)
c. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang
menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan
Metylmercaptan (Dinas Kebersihan, 2009).
d. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya
lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan tempat penumpukan
sampah (Dinas Kebersihan, 2009)
e. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup dan
berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah yang
kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun
melalui udara.
f. Penyakit kecacingan
g. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan
misalnya luka akibat benda tajam seperti kaca, besi, dan sebagainya
h. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain (Mukono,
1995)
.
BAB III
ISI
3.1 Pengertian Sampah Padat
Sampah / limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan,
lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Sampah padat
berasal dari kegiatan industri dan domestik. Sampah domestic pada umumnya
berbentuk sampah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan,
perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum.
Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik,
metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll
Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula,
pulp, kertas, rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging.
Secara garis besar limbah padat terdiri dari :
1) Limbah padat yang mudah terbakar.
2) Limbah padat yang sukar terbakar.
3) Limbah padat yang mudah membusuk.
4) Limbah yang dapat di daur ulang.
5) Limbah radioaktif.
6) Bongkaran bangunan.
7) Lumpur.
Ada berbagai macam jenis sampah,yaitu :
1. Menurut bahan kimia
-Organik : sisa makanan,kertas,plastik
-Unorganik : besi,beling
2. Menurut kadar air
-Sampah basah : sisa makanan,daun,buah
-Sampah kering : kertas,plastik,kayu
3. Menurut sifat terbakar
-Mudah terbakar : kertas,plstik,karet
-Sulit terbakar : besi,beling
4. Menurut sifat membusuk
-Sulit membusuk : besi,plastik,beling,karet
-Mudah membusuk : daun,sisa makanan,buah
5. Menurut bentuk : Bulat,panjang,tak beraturan
6. Menurut volume sampah
-Sampah ukuran besar : bangkai kendaraan
-Sampah ukuran kecil : debu,abu
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Sumber Penghasilan Sampah Padat
1. Pemukiman penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa
keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa
atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa
proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering
(rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun. (Dainur, 1995)
Universitas Sumatera Utara
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang
berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis
sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan
(garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan terkadang
sampah berbahaya.
3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah
Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain, tempat
hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan
(misalnya rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan,
pantai empat berlibur, dan sarana pemerintah lain. Tempat tersebut biasanya
menghasilkan sampah khusus dan sampah kering.
4. Industri berat dan ringan
Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri
kayu, industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor dan air
minum,dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau
memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya
sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah
berbahaya.
5. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti
kebun, ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan
yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi
serangga tanaman (Chandra, 2007).
3.3 Tempat Pembuangan Sampah / Tempat Pembuangan Akhir
Tempat pembuangan akhir (TPA) atau tempat pembuangan sampah (TPS)
ialah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan
sampah.
TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang
sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan
oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan
terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia.
Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA.
Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal (mis., burung bangkai yang
terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (mis., kerusakan ke
akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti
pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama
pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang
disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca
yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat
membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti
tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah, yang umum
di Dunia Ketiga; jejas pada margasatwa; dan gangguan sederhana (mis., debu, bau
busuk, kutu, atau polusi suara).
Kriteria penentuan lokasi pembuangan sampah
Penentuan tempat akhir pembuangan (TPA) sampah harus mengikuti
persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui
SNI nomor 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah.
Kriteria penentuan lokasi TPA sampah sudah pernah dikaji oleh tim peneliti dari
Kelompok Keilmuan Inderaja dan SIG serta peneliti dari Pusat Penginderaan Jauh
ITB dengan rekan-rekan dari Teknik Lingkungan ITB untuk studi kasus cekungan
Bandung.
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA
sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan
mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan,
ketertiban umum, kebersihan kota / lingkungan, peraturan daerah tentang
pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk menentukan
lokasi TPA ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994 ) :
1. Ketentuan Umum
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
b. Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta
yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi
menjadi beberapa zona kelayakan
Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu
atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari
zona-zona kelayakan pada tahap regional
Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih
oleh instansi yang berwenang.
c. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan
lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA
sampah.
2. Kriteria
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian :
a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak
atau tidak layak sebagai berikut :
1 ) Kondisi geologi
a. tidak berlokasi di zona holocene fault.
b. tidak boleh di zona bahaya geologi.
2) Kondisi hidrogeologi
a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm / det.
c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100
meter di hilir aliran.
d. dalam hal tidak ada zona yang memenuffi kriteria-kriteria
tersebut diatas, maka harus diadakan masuJkan teknologi.
3) kemiringan zona harus kurang dari 20%.
4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk
penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk
jenis lain
5) tidak boleh pada daerah lindung / cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun
b. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
1) Iklim
a) hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) angin : arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai
makin baik
2) Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
3) Lingkungan biologis :
a) habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik
b) daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna,
dinilai makin baik
4) Kondisi tanah
a) produktivitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi
b) kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan
lebih lama dinilai lebih baik
c) ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang
cukup dinilai lebih baik
d) status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik
5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
6) Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai makin baik
7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
9) Estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik
10) Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3 / ton)
dinilai semakin baik.
c. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwnang
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan
instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Pemusnahan Sampah
3.4 Open Dumping
1. Metode Open Dumping
Penanganan sampah di TPA yang selama ini umum diterapkan di
Indonesia yaitu dengan open dumping TPA dengan metode open dumping adalah
menumpuk sampah terus hingga tinggi tanpa dilapisi dengan lapisan geotekstil
dan saluran lindi. Sistem open dumping merupakan sistem pembuangan sampah
yang tertua dan paling sederhana yang sering dipakai di Negara berkembang.
Lindi merupakan limbah cair yang berasal dari sampah basah atau sampah
organik yang terkena air hujan. Jika lindi tersebut tidak ditata dengan baik, maka
dapat menyebar ke dalam tanah dan masuk ke aquifer air tanah yang dapat
menyebabkan pencemaran air tanah. Lindi tersebut mengandung zat-zat
berbahaya bagi tubuh seperti adanya kandungan Hg, H2S, tergantung jenis
sampah yang dibuang di TPA tersebut. Lindi atau limbah cair sampah mempunyai
konduktivitas yang berbeda dengan air tanah, lindi mempunyai konduktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan air tanah. Dengan kata lain lindi
mempunyai nilai resistivitas/tahanan jenis yang lebih rendah dari pada air tanah,
nilai resistivitas air tanah fresh adalah antara 10 – 100 Ωm (Loke, 1997). Adanya
kontras resistivitas memberi informasi keadaan air tanah di suatu tempat. Kontras
tersebut dapat diukur dengan metode geolistrik resistivitas.
Metode geolistrik resistivitas telah dikembangkan awal tahun 1990,
metode ini dapat digunakan untuk penyelidikan keadaan bawah permukaan,
seperti untuk menentukan sumber aquifer airtanah , untuk memonitor pencemaran
airtanah (Reynold, 1997). Prinsip kerja dari metode geofisika resistivitas adalah
arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial
yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. kemudian dapat dihitung
harga hambatan jenis (Lilik Hendrajaya, 1990).
Disamping itu, lindi yang dihasilkan pada tapak pembuangan sampah akan
mempunyai kandungan berbagai unsur polutan seperti logam berbahaya dan
kandungan zat lain yang berbahaya. Hal ini tergantung pada sampah yang dibuang
pada tapak pembuangan tersebut. Dengan adanya polutan maka air yang tercemar
akan mempunyai kandungan zat/unsur polutan tersebut. Makin dekat dengan
tempat asal polutan maka akan makin besar kandungan zat polutannya. Untuk
mengetahui penyebab kontras kandungan zat polutan tersebut, maka perlu
diselidiki kandungan dalam air tanah. Unsur polutan cair dapat diukur kadar
kandungannya dengan metode kimia yaitu AAS (atomic absorbtion spectrum).
Beberapa kandungan logam berat, misalnya Hg, Pb lebih sensitif jika dianalisis
dengan metode nuklir (Setyo Darmono, 2003).
2. Tahap Open dumping
Skema open dumping mempunyai prinsip kerja yang sederhana: buang,
tidak ada penanganan lebih lanjut terhadap sampah. Berikut ini jika diperinci
secara tahapan :
a. Tahap Pertama : Sampah Buangan
b. Tahap Kedua : Sampah Yang sudah diratakan Sampah Buangan
c. Tahap Akhir : Jalan Sampah yang sudah padat
3. Masalah Sistem Open Dumping
Ada berbagai masalah yang dapat ditimbulkan dari , yaitu :
a. Pencemaran air tanah yang disebabkan oleh lindi (leachate). Tidak adanya
lapisan dasar dan tanah penutup akan menyebabkan leachate yang semakin
banyak dan akan dapat mencemari air tanah.
b. Pencemaran udara akibat gas, bau dan debu. Ketiadaan tanah penutup akan
menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari
degradasi materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan
juga ditambah dengan debu yang beterbangan.
c. Resiko kebakaran cukup besar. Degradasi materi organik yang terdapat
dalam sampah akan menimbulkan gas yang mudah terbakar seperti metan.
Tanpa penanganan yang baik gas ini dapat memicu kebakaran di TPA.
Kebakaran selalu terjadi dalam lahan TPA yang menggunakan metode
open dumping.
d. Berkembangnya berbagai vektor penyakit seperti tikus, lalat dan nyamuk.
Berbagai vektor penyakit senang bersarang ditimbunan sampah karena
merupakan sumber makanan mereka. Salah satu fungsi dari penutupan
sampah dengan tanah adalah mencegah tumbuh dan berkembangbiaknya
vektor penyakit tersebut.
e. Berkurangnya estetika lingkungan. Karena lahan tidak dikelola secara baik,
maka dalam jangka panjang lahan tidak dapat digunakan kembali secara
baik.
4. Kekurangan dan Kelebihan Sistem Open Dumping
Keuntungan utama dari sistem Open Dumping ini adalah teknis
pelaksanaan mudah, murah, dan sederhana, personil lapangan relatif sedikit, dan
biaya operasi dan perawatan yang relatif rendah.
Kekurangannya, sistem ini sama sekali tidak memperhatikan sanitasi
lingkungan. Sampah hanya ditumpuk begitu saja seperti gambar dibawah ini dan
dibiarkan membusuk sehingga menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-
jenis bakteri serta bibit penyakit lain, menimbulkan bau tak sedap yang dapat
tercium dari puluhan bahkan ratusan meter, mengurangi nilai estetika dan
keindahan lingkungan.
5. Sampah Tak Sekadar Bahan Buangan
Dari sekitar 500 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang ada di Indonesia,
hampir seluruhnya masih menggunakan sistem open-dumping, yaitu pembuangan
sampah dengan cara ditimbun di tanah lapang terbuka. Hal tersebut dirasakan
sudah tidak efektif lagi. Selain sampah yang ditimbun tersebut tidak mengalami
perlakuan atau pengolahan apapun, volume sampah kian lama kian meningkat.
Disamping itu, sampah yang tidak diolah akan berpotensi menimbulkan efek
negatif seperti bau tidak sedap dan penyakit.
Terkait dengan pengelolaan sampah, Pemerintah telah mengeluarkan
Undang-undang (UU) No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam
UU tersebut menyebutkan antara lain bahwa setiap kabupaten/kota di Indonesia
mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pengelolaan sampah skala
kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yangÂ
ditetapkan oleh Pemerintah.
Dengan adanya UU ini,, akan membawa perubahan yang mendasar dalam
tata kelola sampah di Tanah Air. Pemerintah telah memberikan batas waktu
hingga 2013 untuk seluruh TPA yang tersebar di wilayah kabupaten dan kota agar
tidak lagi menggunakan sistem open-dumping.
Berdasarkan hal tersebut, TPA yang selama ini telah berjalan dengan cara
open dumping harus dihentikan, dan dibutuhkan rehabilitasi dan atau reklamasi,
yang bertujuan untuk :
a. Mengurangi dampak yang ditimbulkan
b.Mendapatkan bahan sampah lama sebagai tanah penutup bila dilakukan
penambangan dan selanjutnya dimanfaatkan kembali sebagai lahan TPA.
Kompos hasil landfill mining hanya diperuntukkan untuk tanaman non-
makanan.
c.Bila kapasitasnya masih memungkinkan, menyiapkan lahan tersebut agar
sesuai dengan kebutuhan operasi controlled landfill atau sanitary landfill
d. Bila kapasitasnya tidak memungkinkan, lokasi ini dapat dimanfaatkan
sebagai lokasi pengolahan sampah
e. Memanfaatkan lahan yang sudah ditutup tersebut untuk berbagai kebutuhan
lebih lanjut, seperti sarana rekreasi dsb.
3.5 Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam
metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah
dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis.
Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak
menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang
baik harus memenuhi persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas, tersedia tanah
untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar. Semua jenis sampah diangkut dan
dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi pemukiman. Ada 3 metode yang
dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary landfill ini, yaitu:
a. Metode galian parit (trench method)
Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas
galian digunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun
dan tanah penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit
terisi penuh, dibuat parit baru di sebelah parit terdahulu.
b. Metode area
Sampah yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa,
atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang
diperoleh dari tempat tersebut.
c. Metode ramp
Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas.
Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari
dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah.
Setelah lokasi sanitary landfill yang terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau (pertamanan), lapangan olahraga,
tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya (Kusnoputranto, 1986)
3.6 Incenerator
Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah
dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan fasilitas
pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain :
a. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
b. Tidak memerlukan ruang yang luas.
c. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
d. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa kerugian pembakaran sampah dengan incenerator yaitu adanya
polutan yang dilepaskan, baik ke udara maupun ke media lainnya; biaya-biaya
ekonomis dan tenaga kerja; kehilangan energi; ketidaksinambungan; dan
ketidaksesuaian dengan sistem pengolahan limbah yang lain. Dioxin adalah
polutan yang paling terkenal berbahaya yang dihasilkan dari proses insinerator.
Dioxin dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara luas, termasuk kanker,
kerusakan sistem kekebalan, reproduksi, dan permasalahan-permasalahan dalam
pertumbuhan. Dioxin terakumulasi dalam tubuh, melalui rantai makanan dari
pemangsa ke predator, terkonsentrasi dalam daging dan susu-mentega, dan, pada
akhirnya, terakumulasi dalam tubuh manusia. Dioxin memerlukan perhatian
khusus, karena dioxin dapat berada dimana-mana di lingkungan (dalam tubuh
manusia) pada tingkatan yang sudah dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan, yang secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa populasi yang
ada sedang menderita akibat efek yang ditimbulkannya. Secara umum, insinerator
merupakan sumber dioxin yang utama. Insinerator juga merupakan sumber utama
pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat,
mengganggu sistem pergerakan, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran;
pencemaran akibat Merkuri tersebar luas. Selain itu, insinerator juga merupakan
sumber utama polutan-polutan logam berat, seperti timah (Pb), kadmium (Cd),
arsen (As) dan kromium (Cr).
Selain menghasilkan aneka residu yang berbahaya incenerator merupakan
teknologi yang sangat mahal dan rumit. Dibutuhkan skill yang tinggi untuk
mengoperasikannya, belum lagi biaya perawatannya yang juga mahal. Tak urung
masyarakat juga yang akan dirugikan dengan tingginya pajak layanan kebersihan.
Tenaga kerja yang terlibat dalam proses incenerator sangatlah sedikit karena
semua pengerjaannya dilakukan secara otomatis sehingga menghasilkan sedikit
kesempatan lapangan pekerjaan.
Peralatan yang digunakan dalam insenarasi, antara lain :
a. Charging apparatus
Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal dari
kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk
dan diaduk.
b. Furnace
Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan
jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk
memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku
tidak terlalu penuh.
c. Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih
panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada
tungku pertama.
d. Chimmey atau stalk
Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar
dan mengalirkan udara ke dalam
e. Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu
yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007).
3.7 Composting
Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh
kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan
berupa kompos atau pupuk hijau (Dainur, 1995). Berikut tahap-tahap di dalam
pembuatan kompos:
1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk seperti gelas,
kaleng, besi dan sebagainya.
2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal
berukuran 5 cm)
3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen
yang paling baik (C:N=1:30)
4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah
dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.
5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat
terbentuk dengan baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada dasarnya limbah adalah sejenis kotoran yang berasal dari hasil
pembuangan dan itu mengakibatkan dampak bagi lingkungan di sekitar tetapi
sekarang banyak ditemukan cara atau solusi untuk menangani dampak-dampak
yang dihasilkan oleh limbah, meskipun demikian pada kenyataannya cara atau
solusi tersebut tidak ada hasilnya karena masih banyak pula kita jumpai limbah
atau sampah disungai dan didarat yang dapat pula menimbulkan banjir serta
kerusakan lingkungan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wikantika. 2008. Pengertian Limbah Padat. ( online )
(http://www.pdftag.com/peng/pengertian-sampah-limbah-padat-
page.html,diakses 7 April 2011)
Darmono, Setyo. 2003 Open Dumping ( online )
(http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=26&jd=TPA+
%91Open+Dumping
%92%2C+DKP+Usulkan+Dana+Rp+4+Miliar&dn=20110307170029.,dia
kses tanggal 18 Maret 2011)
Darsono.Tapak Pembuangan Sampah ( online )
(http://darsono.staff.uns.ac.id/tapak-pembuangan-sampah/. diakses pada
tanggal 18 Maret 2011 23:42:02 GMT.)
Darsono.Tapak Pembuangan Sampah ( online )
http://kiathidupsehat.com/tag/open-dumping/. diakses pada tanggal 18
Maret 2011 08:58:16 GMT.
Darsono. Sampah Tak Sekedar Bahan Buangan
(http://ristek.bppt.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=289%3Asampah-tak-sekedar-
bahan-buangan&catid=13%3Ateknologi-lingkunga&Itemid=41. Diakses
pada tanggal 3 Mar 2011 06:06:44 GMT. )