LAPORAN TUTORIAL
SISTEM ONKOLOGI
Modul 1
“BENJOLAN PADA PAHA”
OLEH :
Kelompok I
Dosen Tutor :
dr. ASMARANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
KELOMPOK I
1. SUHARDIMANSYAH F1E1 09 003
2. SEMUEL PALALANGAN F1E1 09 009
3. MUH. ALIM AL-FATH F1E1 09 015
4. SITTI RAHMADANI SARANANI F1E1 09 021
5. WA ODE SHARLY SAERA F1E1 09 027
6. ARSYAWATI F1E1 09 033
7. ZIFFA SHINTA FAUZIAH F1E1 09 039
8. NITA ANUGERAWATI F1E1 09 045
9. RIZKY AMELIA BARLIAN F1E1 09 051
10. SITI WAHIDATUN ASRIANI F1E1 09 057
11. RIDHA NUR RAHMA ARIANI F1E1 09 063
Skenario
Seorang pria, 14 tahun masuk RS dengan keluhan benjolan pada paha kiri bagian atas, yang
dialami sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Tiga bulan yang lalu ia pernah jatuh dari tangga
sekolahnya dan lama kelamaan timbul bengkak yang terasa nyeri. Rasa nyeri terasa lebih hebat
terutama pada malam hari. Saat ini nafsu makan menurun sehingga berat badan dirasakan makin
menurun. Pada umur 12 tahun pernah mendapat pengobatan selama bulan dan berobat secara
teratur.
Kata Sulit :
Benjolan : bagian yang menonjol dari bagian yang rata.
Kata Kunci
1. Pria, 14 tahun
2. Benjolan pada paha kiri atas sejak 2 bulan lalu
3. Bengkak terasa nyeri, dan lebih hebat pada malam hari
4. Nafsu makan menurun, BB menurun
5. Pernah berobat secara teratur pada usia 12 tahun selama bulan
Pertanyaan
1. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan benjolan pada paha?
2. Apa saja diferensial diagnosis dari kasus ?
3. Dari masing DD, jelaskan
gejala klinik
factor resiko
penegakkan diagnosisnya
penanganan
prognosis
4. Bagaimana patogenesis timbulnya benjolan pada paha berhubungan dengan kasus?
5. Bagaimana hubungan riwayat jatuh dengan timbulnya bengkak yang nyeri?
6. Mengapa nyeri lebih hebat pada malam hari?
7. Bagaimana hubungan timbulnya benjolan pada kasus dengan nafsu makan menurun ?
8. Apakah ada hubungan riwayat pengobatan yang lalu dengan keluhan sekarang?
Pembahasan
Anatomi pada femur
Jawab :
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting
untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau
diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular
dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus
femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor.
Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang
femur, berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125
derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya
sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan
dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat
tuberculum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya
terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian
medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum
adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista
supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera.
Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada
permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
Adapun organ-organ lain yang berkaitan dengan regio femoris antara lain :
Ventralis
Anterior
1. M. Illiopsoas (M. Illiacus dan M. Psoas Major)
Origo : superior fossa Illiaca, ala os Sacri, dam lig.
Sacroiliacum anterior; discus intervertebrales dan sisi lateral vertebrae thoracales
XII – lumbalis V
Insersi : t.i.m. psoas major, corpus femoris, inferior
trochanter minor; trochanter minor
Fungsi : flexi dan rotatio lateral os Coxae
Inervasi : N. femoralis
Arterialisasi : A. femoralis
2. M. Sartorius
Origo : SIAS
Insersi : superior fascies medialis corpus tibiae
Fungsi : flexi dan rotatio lateral os Coxae
Inervasi : N. femoralis
Arterialisasi : A. femoralis
3. M. Quadriceps Femoris (M. Rectus Femoris, M. Vastus Lateralis, M. Vastus
Intermedius, dan M. Vastus Medialis)
Origo : SIAI dan cekungan di superior dari acetabulum;
trochanter major dan labium lateral linea aspera; permukaan anterior dan lateral
corpus femoris; linea intertrochanterica
Insersi : bassis patellae dan melalui lig. Patellae pada
tuberositas tibiae
Fungsi : flexi os Coxae dan extentio art. Genu
Inervasi : N. femoralis
Arterialisasi : A. femoralis
Anteromedial
4. M. Pectineus
Origo : pecten os Pubis
Insersi : linea pectinea
Fungsi : flexi, adduksi, dan rotatio lateral os Coxae
Inervasi : N. femoralis
Arterialisasi : A. femoralis
5. M. Obturator Externus
Origo : membrana obturatoria, tepi anterior dan inferior
foramen obrturatorium
Insersi : fossa intertrochanterica
Fungsi : rotatio lateral os Coxae
Inervasi : N. obturatorius
Arterialisasi : A. femoralis
6. M. Gracillis
Origo : corpus dan ramus inferior os Pubis
Insersi : bagian superior fascies medialis corpus tibiae
Fungsi : adduksi os Coxae dan flexi, rotatio medial art.
Genu
Inervas : N. obturatorius
Arterialisasi : A. femoralis
7. M. Adductor Longus
Origo : bag. anterior corpus os pubis
Insersi : labrium mediale linea aspera
Fungsi : adduksi os Coxae
Inervasi : N. obturatorius
Arterialisasi : A. femoralis
8. M. Adductor Brevis
Origo : corpus dan ramus inferior ossis pubis
Insersi : linea pectinea dan bagian superior linea aspera
Fungsi : flexi dan adduksi os Coxae
Inervasi : N. obturatorius
Arterialisasi : A. femoralis
9. M. Adductor Magnus
*pars adductoris
Origo : ramus inferior os Pubis dan os Ischii
Insersi : linea aspera
Fungsi : flexi, adduksi, dan rotatio lateral os Coxae
Inervasi : N. obturatorius
Arterialisasi : A. Femoralis
*pars extensoris
Origo : tuber ischiadica
Insersi : tuberculum adductorium
Fungsi : flexi, extentio, dan rotatio medial os Coxae
Inervasi : pars tibialis N. ischiadicus
Arterialisasi : A. Femoralis
Dorsalis
1. M. Biceps Femoris (caput longum dan caput brevis)
2. M. Semitendinosus
3. M. Semimembranosus
Histologi Tulang
Tulang
Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri
atas sel, serat dan matriks. Karena deposisi mineral di dalam matriks, tulang dapat menahan
beban, berfungsi sebagai kaku bagi tubuh, dan menyediakan tempat penambat bagi otot dan
organ. Tulang juga melindungi otak di dalam tengkorak, jantung dan paru dalam toraks, dan
organ urinaria dan reproduksi di antara tulang pelvis. Selain itu, tulang berfungsi untuk
hemopoiesis (pembentukan sel darah) dan sebagai reservoir kalsium, fosfat dan mineral lain.
Hampir seluruh (99%) kalsium tubuh tertimbun dalam tulang dan kebutuhan tubuh akan kalsium
diambil dari tulang.
Struktur tulang terdiri atas matriks tulang dan sel-sel tulang. Matriks tulang terdiri atas
bahan organic dan bahan anorganik. Bahan organic ± 90% terdiri atas serat kolagen tipe I dan
sedikit tipe V.Bahan anorganik banyak hidroksiapatit, bikarbonat, sitrat, Mg, K, Na dan Zn. Sel-
sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas terdapat pada permukaan jaringan tulang. Fungsinya adalah untuk membuat,
menyekresikan, dan mengendapkan unsure organic matriks tulang baru yang disebut osteoid.
Osteoid adalah matriks tulang belum mengapur yang baru dibentuk yang tidak menandung
mineral namun tidak lama setelah deposisi, osteoid segera mengalami mineralisasi dan menjadi
tulang.
Osteosit adalah sel utama tulang. Seperti kondrosit pada tulang rawan, osteosit ini pun
terperangkap di dalam matriks tulang di sekitarnya dan berada di dalam lacuna. Fungsi utama
osteosit adalah mempertahankan matriks tulang.
Osteoklas adalah sel multinuclear besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang
tempat terjadinya resorpsi, remodeling, dan perbaikan tulang. Fungsi utamanya adalah
meresorpsi tulang selama remodeling. Osteoklas ini sering terdapat di dalam sebuah lekuk
dangkal pada tulang yang teresorpsi atau terkikis secara enzimatik yang disebut lacuna Howship.
Osteoklas ini mula-mula berada di dalam tulang berasal dari precursor mirip monosit.
Berikut adalah lapisan-lapisan tulang dari luar ke dalam :
1. Periosretum : Merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung
osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum
merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam
memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusuk.
2. Tulang Kompak : Merupakan lapisan kedua tulang yang teksturnya halus dan sangat
kuat. Tualng kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur
(CalsiumbPhosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.
Kandungan tulang dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-
anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung
serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang
kaki dan tulang tangan.
3. Tulang Spongiosa : Merupakan lapisan ketiga tulang yang memiliki banyk rongga yang
diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa
terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
4. Sumsum Tulang : Merupakan lapisan terakhir tulang yang wujudnya seperti jelly yang
kental. Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan
penting dalam tubuh karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.
Pertumbuhan Tulang Panjang
1. Jaringan tulang yang pertama kali dibentuk dengan cara osifikasi ( pembentukan tulang
secara primer ) intramembranosa di dalam perikondrium yang mengelilingi diafise.
Proses osifikasi yang terjadi dalam diafise adalah pusat osifikasi primer.
2. Terjadi pusat osifikasi sekunder pada tiap-tiap epifise.Pertumbuhannya secara radial, dan
kebanyakan terjadi setelah lahir
Jawaban Pertanyaan
1. Penyakit yang bisa menyebabkan benjolan pada paha :
Benjolan pada paha dapat disebabkan oleh Neoplasma maupun penyakit-penyakit Nonneoplasma.
Neoplasma
Tulang
Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, Osteoblastoma
Ganas : Osteosarkoma, Parosteal osteosakoma
Tulang rawan
Jinak :Kondroma, Osteokondroma, Kondroblastoma
Ganas : Kondrosarkoma
Jaringan fibrous
Jinak : Fibroma
Ganas: fibrosarkoma
Marrow
Jinak : Haemangioma, ganas : Angiosarkoma
Uncertain
Jinak : Giant cell tumor, malignant cell tumor
2. Diferensial Diagnosis dari kasus
Osteosarkoma
Osteoid Osteoma
Osteomyelitis
Ewing tumor
3. Penjelasan masing – masing DD:
1. Osteosarkoma
Definisi
Osteosarkoma merupakan neoplasma sel spindle yang memproduksi osteoid.
Faktor Resiko
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor
resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:
Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat
sebagai predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya
meningkat pada saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering
pada metafisis, dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang
panjang.
Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah
paparan terhadap radiasi.
Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous
dysplasia, enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and
retinoblastoma (germ-line form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline
retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk
osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation), dan
Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan dengan
defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan
katarak).
Gejala
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien
didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada
saat aktifitas adan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat
trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur
patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang
lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan
kekakuan. Riwayat pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi
dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat
jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala
respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.
Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor:
Massa: massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan
dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada
kulit.
Penurunan range of motion: keterlibatan sendi dapat diperhatikan pada
pemeriksaan fisik.
Lymphadenopathy: keterlibatan kelenjar limfa merupakan hal yang sangat
jarang terjadi.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ
sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah
kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan
peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase,
yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal
Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi
lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada
paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi
metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh
dapat menggantikan bone scan.
X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi
tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan
pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi,
tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik.
Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat
berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat lubang
kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat
membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan
lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian,
penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan
karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan kalsifikasi
dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat ketika tumor
telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul,
termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi
sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.1,3,4
Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik,
dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor
berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst.
Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma
konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik.
Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau
campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak dengan batas tegas dan
tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak. Gnathic tumor
dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang,
reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical
dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan
mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma
derajat tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan
berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang.
Osteosarkoma parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi
yang muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti osteochondroma,
osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang.
CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan,
terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada
perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada
pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-
sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat
memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat
pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan
periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan
untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang
sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna
dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma
telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama
kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana
setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular
disekitar ruang kistik.
MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor
karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan
lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan
stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen
pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan
antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang
penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan
bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus
dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal
tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip
metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi
daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang
sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan
destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus
synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer
namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain
dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip
metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan
interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor
ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan
tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting
untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen
yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor
terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari
lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan
percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography
mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya yang dapat
menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI
dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography
dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa
digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi.
Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene
diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan
penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi,
namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone
scan bersifat sensitif namun tidak spesifik.
Penatalaksanaan
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat
dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi
merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang
radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam
manajemen rutin.
Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya
amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan
baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya
berada pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan
bahwa pada saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh
karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat
penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian
terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi
pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi.
Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya
mempermudah pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah
mengecil, namun juga dapat memberikan parameter faktor prognosa.
Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan
methotrexate dosis tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap
dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan pembedahan tumor.
Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus
menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer.
Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor
yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal,
didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat
(tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi
kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan
dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year
survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan
dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi
semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi
pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan
dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage
dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin
merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan
osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan
limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan,
maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih
berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut
Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa
vaskularisasi. Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan
tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng
pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas
untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).
Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi
permasalahan, terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul
penolakan graft.
Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis
dapat soliter atau expandable, namun hal ini membutuhkan
biaya yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan
tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.
Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan
tumor yang berada pada distal femur dan proximal tibia,
terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif
pembedahan hanya amputasi.
Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara
end-to-end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari
pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi
180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi.
Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang
fungsional.
Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan
pasien melihat video dari pasien yang telah menjalani prosedur
tersebut.
Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-
paru dapat disembuhkan secara total dengan reseksi
pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya
diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini
dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor
primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui
median sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik
jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies
untuk metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan
terpisah selama beberapa minggu).
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar
dari tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat
nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi.
Lokasi tumor
Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan
pada tumor yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada
pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai nilai
prognosa yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi
lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang belakang
mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas
dan kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis
sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat
survival sebesar 20% – 47%.
Ukuran tumor
Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang
lebih buruk dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran
tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang
dapat terukur berdasarkan dari dimensi area cross-
sectional.
Metastase
Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai
prognosa yang lebih baik daripada yang mempunyai
metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase
pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan tempat
tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan
metastase bergantung pada lokasi metastase, jumlah
metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang
menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan
metastase setelah kemoterapi mungkin dapat bertahan
dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan
prediksi bebas tumor hanya sebesar 20% sampai 30% untuk
pasien dengan metastase saat diagnosis. Prognosis juga
terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang
sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang
bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang
terdeteksi bukan berarti metastase. Derajat nekrosis dari
tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor
prognostik. Pasien dengan skip metastase dan
osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa
yang lebih buruk.
Reseksi tumor
Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor
prognosa karena osteosarkoma relatif resisten terhadap
radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas
bebas tumor penting untuk kesembuhan.
Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi
Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan
penggunaan dari kemoterapi sebelum dilakukan reseksi
tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan
metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar atau sama
dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari
kemoterapi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada
derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana pasien ini
mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi.
Tingkat kesembuhan pasien dengan nekrosis yang sedikit
atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.
2. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya
karena infeksi oleh bakteri piogenik.
Patofisiologi
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks,
sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur pasien dan
mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous
osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi
ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang
bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang
membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan
menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi
tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi
hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini
menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi
selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian
tulang diafisis melalui kanalis medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis,
sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang
baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering
terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan
fibula.
2. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang
dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya
terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis.
Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang
disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS,
IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan
penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga
dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.
Rasio antara pria dan wanita 2 :1.
Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif. Direct
ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.
Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:
- Demam tinggi mendadak.
- Kelelahan.
- Iritabilitas.
- Malaise.
- Terbatasnya gerakan.
- Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada
penekanan.
Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang:
- Onsetnya bertahap.
- Riwayat episode bekteriemi akut.
- Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.
- Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.
Pada Kronik osteomyelitis :
- Ulkus yang tidak kunjung sembuh.
- Drainase saluran sinus.
- Kelelahan yang berkepanjangan.
- Malaise.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
- Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).
- Edem.
- Terasa hangat.
- Berfluktuasi.
- Nyeri pada palpasi.
- Terbatanya gerakan ekstremitas.
- Drainase saluran sinus.
Penyebab: bakteri pada kasus direct osteomyelitis :
Akut hematogenous osteonyelitis.
Pada bayi baru lahir : S. aureus, Enterobacter Sp, dan Stretococcus Sp group A dan B.
Pada anak umur 4 bulan sampai 4 tahun : S. aureus, Enterobacter Sp, Stretococcus Sp group A
dan B dan H influenzae.
Pada anak-anak dan remaja muda : S. aureus ( 80 % ), Enterobacter Sp, Stretococcus Sp group A
dan B dan H influenzae.
Pada orang dewasa S. aureus, dan kadang-kadang Enterobacter Sp atau Stretococcus Sp group A
dan B.
Differensial diagnosis :
- Selulitis.
- Gangren gas.
- Gout dan Pseudogout.
- Neoplasma, pada tulang belakang.
- Kelumpuhan pada masa anak-anak.
- Osteosarkoma.
- Tumor Ewing.
- Infeksi pada saraf spinal.
Lab.
- Terjadi pergeseran shif kekiri.
- CRP meningkat
- Pada kultur hasil aspirasi dari tempat yang terinfeksi
ditemukan normal pada 25 kasus, dan 50 % positif pada
hematogenous osteomyelitis.
- Peningkatan laju endap darah.
Untuk menentukan diagnosis dapat ndigunakan aspirasi, pemeriksaan sintigrafi, biakan
darah dan pemeriksaa pencitraan. Aspirasi dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutis,
subperiost, atau lokus radang dimetafisis. Untuk punksi tersebut digunakan jarum khusus untuk
membor tulang.
Pada sintigrafi dipakai Thenectium 99. sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu
pertama, dan sama sekali tidak spesifik. Pada minggu kedua gambaran radiologi logis mulai
menunjukkan dekstrusi tulang dan reaktif periostal pembentukkan tulang baru.
Therapi :
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan
segera berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,
dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar perlu dibor
dibeberapa tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu dibiakkan untuk
menentuka jenis kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral
diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit empat minggu.
Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi sendi,
gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis kronik.
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :
1. Perawatan dirumah sakit.
2. pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
3. Pemeriksaan biakan darah.
4. antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan
langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral selama
3-6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
6. Tindakan pembedahan.
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).
Prognosis
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan
penanganan.
3. Sarkoma Ewing
Pada tahun 1921, James Ewing menggambarkan suatu tumor tulang hemoragis-vaskuler yang
tersusun dari sel bulat, kecil tanpa disertai pembentukan osteoid yang biasanya terjadi di bagian
tengah tulang panjang atau tulang pipih. Tumor ini mulanya diperkirakan timbul dari sel endotelial,
namun bukti yang diperoleh baru-baru ini menunjukan bahwa kemungkinan tumor ini berasal dari
jaringan saraf primitif.
Tumor ganas tulang yang tidak berasal dari system hematopoetik adalah osteosarkoma,
kondrosarkoma, fibrosarkoma dan sarcoma Ewing. Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas
terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Tumor ini tersusun atas sel bulat, lunak yang terjadi seringkali
pada tiga dekade pertama dari kehidupan. Kebanyakan terletak pada tulang panjang, meskipun
berbagai tulang lain dapat pula terlibat. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, prosedur pemeriksaan penunjang baik invasif maupun non invasif.
Sarkoma Ewing ini sangatlah ganas dengan rendahnya tingkat kesembuhan walaupun dengan
pembedahan ablatif baik disertai radiasi ataupun tidak. Namun demikian terapi radiasi pada daerah
primer dan daerah metastase yang dikombinasi dengan kemoterapi menggunakan doxorubicine,
cyclophosphamide, vincristine dan dactynomycin dilaporkan dapat meningkatkan kelangsungan
hidup penderita sekalipun dengan metastase. Memang terapi multimodalitas diyakini akan
meningkatkan proporsi long-term disease-free survival dari kurang 15 % menjadi lebih dari 50 %
pada 2 – 3 dekade belakangan ini.
Definisi
Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang paling banyak
terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan.Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas primer yang
paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis. tulang yang paling sering terkena
adalah pelvis dan tulang iga.
Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitive
sumsum tulang pada dewasa muda.
Insidensi
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling sering adalah tulang-
tulang panjang.
Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan tumor tulang primer yang paling umum setelah
osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per 100.000 anak-anak di diagnosis sebagai
sarcoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh
dunia, insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat dan
Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga
terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun.
Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarcoma Ewing tidak berhubungan dengan
sindroma congenital, tetapi banyak berhubungan dengan anomaly skeletal, misalnya : enchondroma,
aneurisma kista tulang dan anomali urogenital, misal : hipospadia.(1)
Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing, yaitu :
1). Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0 pada umur 5
tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18 tahun. Sesudah umur 20 tahun insidensinya
menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30 tahun.
2). Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi setelah umur 13
tahun insidensinya antara pria dan wanita hampir sama.
3). Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam.
4). Faktor genetik, yang dikenal meliputi :
a). Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak meningkat. Tidak ada
sindroma familia yang berhubungan dengan sarcoma Ewing.
b). Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau hilangnya kromosom
ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcoma Ewing.
c). Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu aneurisma kista tulang
dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma Ewing, juga anomali genitourinary seperti
hipospadia dan duplikasinya juga berhubungan dengan sarcoma Ewing.(1)
Patofisiologi dan Histologi
A. Patofisiologi
Menurut Ackerman’s : tipe dari system gradasi yang biasa dipergunakan tampaknya kurang begitu
penting dari pada protocol peta regional dan evaluasi histologis. Dengan mikroskop cahaya, sarcoma
Ewing tampak sebagai massa difuse dari sel tumor yang homogen. Seringkali terdapat populasi
bifasik dengan sel yang besar, terang dan kecil, gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi
yang luas merupakan gambaran yang khas. Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat destruksi
kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti jari yang kompak disertai
adanya sel basofil yang biasanya berhubungan erat dengan survival penderita yang buruk.(12)
Sumber : Ackerman’s, : 1989, Surgical Pathology, Eighth Edition.(13)
Menurut WHO : sarcoma Ewing merupakan tumor maligna dengan gambaran histologis agak
uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan glikogen dengan nukleus bulat tanpa nukleoli yang
prominen atau outline sitoplasma yang jelas. Jaringan tumor secara tipikal terbagi atas pita – pita
ireguler atau lobulus oleh septum fibrosa, tapi tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang
merupakan gambaran limfoma maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area
nekrosi sering terjadi.
B. Histologi
Diagnosis adalah satu dari perkecualian neoplasma sel bulat kecil yang lain (small cell osteosarcoma,
rhabdomyosarcoma, neuroblastoma dan limfoma) harus disingkirkan. Vaskularitas yang terhambat,
nekrosis dan populasi bifasik dari sel besar dan sel kecil gelap sangat khas pada sarcoma Ewing ini.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun sistemik. Manifestasi
lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis, meskipun tulang lain dapat juga
terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan
terlihat eritema yang berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi :
lesu, lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan adanya masa
paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan
dan seringkali memanjang pada pasien yang mempunyai lesi primer pada aksis tulang.
Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40 oC), dan
leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).
Diagnosis
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai
sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada hal-hal berikut ini :(7) Keadaan
umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus limfatikus, meliputi : jumlah, konsistensi, nyeri
tekan dan distribusinya baik pada daerah servikal, supraklavikula, axilla serta inguinal harus
dicatat.Pada pemeriksaan dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru,
misal penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada pemeriksaan paru-paru.
Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan semua massa abdomen harus
digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan palpasi untuk mengetahui
adanya massa, atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas, meliputi pemeriksaan
skeletal termasuk test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan system saraf menyeluruh harus
dicatat dengan baik.
Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting secepatnya untuk
mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat esensialnya untuk mengenal keganasan
sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma. Sekitar sel tumor yang lain bias menyerupai Ewings
yaitu sel reticulum sarcoma dan neuroblastoma metastatik.
Pemeriksaan Penunjang
Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai sarcoma
Ewing :
1). Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c). Laktat dehidrogenase.
Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya metastase.
2). Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang dicurigai neoplasma
(misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan
hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala neorologis,
CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3). Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample sumsum
tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya metastase. b). Biopsi.
Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis Ewing’s
Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih
dimungkinkan.
Radiologi Diagnostik
Gambaran radiologist sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang berawal di
medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan
tampak reaksi periosteal. Kadang – kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis – garis yang
berlapis – lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini
pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi tulang lain.
Stadium Tumor
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system staging untuk sarcoma
Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih sesuai untuk penyakit dari pada
system yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah prosedur pembedahan, oleh karena itu maka
pendekatan kkontrol local pada tumor ini jarang dengan pembedahan. Pengalaman menunjukan
bahwa besar lesi sarcoma Ewing mempunyai prognosis yang cukup penting. Delapan puluh tujuh
persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima tahun dibandingkan dengan 20 %
pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya penyakit
metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih
sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke paru – paru.
Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak memiliki pertanda
morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi tumor sel bulat, kecil dan biru yang
lain yang meliputi sarcoma tulang primer, sarcoma tulang primitive, rabdomiosarkoma, limfoma,
neuroblastoma dan neuroepitelioma perifer.
Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur (21%), fibula (12%),
tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula (4%), tulang kepala (3%) dan tempat
lain (<2%).(10)
Penyebaran metastase
Cara penyebarannya dapat secara :
Langsung. Sarkoma Ewing dapat secara langsung menyebar ke struktur dan jaringan lunak sekitar.
Metastase limfatik. Kadang – kadang, sarcoma Ewing bisa metastase ke limfonodi regional.
Metastase hematogen. Sarkoma Ewing khas menyebar melalui saluran vaskuler pada tempat yang
lebih luas pada 50 % pasien.
Atas dasar inilah maka sarkoma Ewing dapat disebut sebagai penyakit sistemik.
Tempat penyebaran
Tempat yang umum terlibat dengan sarcoma Ewing meliputi paru – paru, tulang (termasuk sumsum
tulang) dan system saraf pusat (1 – 5 %). Mulligan : pernah melapokan adanya metastase sarcoma
Ewing pada pankreas.
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan sarcoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase harus diobati dengan
sebaik – baiknya. Untuk kebehsilan pengobatan diperlukan kerja sama yang erat diantara ahli bedah,
kemoterapist dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang efektif guna mengendalikan lesi
primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarcoma Ewing sekarang ini sering kali dimulai
dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi. Pemberian radioterapi awal dipertimbangkan
pada pasien dengan kompresi vertebra dan obtruksi jalan napas yang disebabkan oleh tumor.
Pemakaian doxorubicine (adriamycine) dan dactinomycine yang umumnya dipakai sebagai agen
kemoterapi pada sarcoma Ewing, berinteraksi dengan radiasi, dan potensial menimbulkan toksisitas
lokal dan memerlukan penghentian terapi, dengan konsekuensi negative untuk control lokal. Problem
ini dapat dikurangi dengan melambatkan radiasi untuk beberapa hari sesudah pemberian obat dan
direncanakan pengobatan radiasi secara hati – hati.
Dengan terapi pembedahan saja, long-term survival rate pasien pada kebanyakan seri awal adalah
kurang dari 10 %. Kegagalan umumnya disebabkan oleh adanya metastase jauh.
A. Pada sarcoma Ewing primer.
Pembedahan dilakukan atas dasar :
(a). Indikasi.
Kemajuan terapi radiasi guna mengontrol sarcoma Ewing menurunkan peran terapi
pembedahan dalam pengobatan sarcoma Ewing. Pada masa kini terapi reseksi bedah
(biasanya dilakukan setelah kemoterapi adjuvant preoperatif) dianjurkan pada lesi pelvis dan
tumor yang dapat menyebar ke jaringan tulang, misalnya : fibula, costa dan tulang tarsal.
Selanjutnya amputasi diperlukan untuk fraktur patologis dan tumor infragenikulatum primer
yang tidak dapat ditangani secara lokal dengan terapi radiasi.
(b). Pendekatan
Pendekatan bedah sangat bervariasi tergantung pada besar, lokasi dan penyebaran tumor.
(c). Prosedur
1). Biopsi
Teknik untuk menjalankan biopsi pada tumor tulang adalah identik dengan osteosarkoma.
2). Reseksi radikal
Jika terapi bedah diindikasikan, pengangkatan tumor dengan menyertai tepi jaringan normal
harus dilakukan, kecuali jika terdapat defisit fungsional berlebihan. Sebagai contoh, amputasi
primer dengan:
Terapi radasi adjuvant
a). Radioterapi preoperative
Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi (sendiri dan dengan kemoterapi), terapi
ini tidak digunakan secara luas.
b). Terapi radiasi post operatif
Setelah reseksi bedah yang sesuai untuk Ewing’s sarcoma, penanganan dapat dilanjutkan
dengan terapi radiasi, hanya jika tetap ada sisa mikroskopik yang besar dan bermakna.
Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing. Terapi radiasi sering digunakan untuk
pengobatan metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik. Radiasi paru bilateral
profilaksis telah dicoba, tetapi kurang berhasil bila dibandingkan dengan kemoterapi sistemik
dalam mencegah metastase pulmoner tumor.
Morbiditas dan mortalitas
Komplikasi setelah terapi radiasi umumnya terjadi dan bervariasi dengan letak tumor primer. Jika
dosis tidak lebih dari 5000 cGy, komplikasi defisit fungsional berat dan malignansi sekunder yang
terjadi kurang dari 18 % pasien.
Banyak jenis sitostatika yang amat efektif untuk sarcoma Ewing misalnya : vincristine, adriamycine,
cyclophosphamide, isofosfamide, etoposid dan actinomycine D. Sebelum digunakannya kemoterapi
adjuvant, long-term survival pasien sarcoma Ewing tidaklah banyak. Pada seri penelitian pre-
kemoterapi, dari 374 pasien yang diterapi bedah dan radisi, hanya 36 (9,6 %) yang survive untuk
waktu lima tahun.
Sarkoma Ewing primer
Sekarang ini, kemoterapi diberikan 3 – 5 siklus sebelum pengobatan radiasi dan pembedahan pada
tumor primer. Ini memberikan respon penilaian yang akurat pada kemoterapi.
B. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi adjuvant terdiri dari :
1). Kemoterapi preoperative
Kemoterapi inisial (3 – 5 siklus) sekarang merupakan standart pada pasien dengan indikasi
pembedahan.
2). Kemoterapi postoperative
Kemoterapi tambahan dapat dikombinasikan dengan terapi radiasi jika reseksi komplit tidak bisa
dilakukan.
Penyebaran lokal dan metastase sarkoma Ewing. Dengan agen tunggal, sejumlah agen kemoterapi
berikut ini efektif untuk sarkoma Ewing dan menghasilkan tingkat respon yang menyeluruh:
Cyclophosamide (50%), doxorubicine (40%), dan actinomycin-D, car Mustine, etoposide,
Fluorouracil dan ifosfamide.
Dipikirkan juga kemungkinan adanya immunoterapi pada sarkoma Ewing. Pemikiran ini didasarkan
pada adanya laporan metastase sarkoma Ewing yang menghilang pada pasien yang kebetulan
mengalami infeksi pada daerah metastase tadi. Diduga hal ini terjadi karena aktivitas anti tumor pada
pasien sehubungan dengan infeksi bakterial.
Resiko rekurensi
Meskipun kebanyakan manisfestasi rekurensi adalah diantara 2-3 tahun, pasien bisa berlanjut relaps
selama 15 tahun setelah pengobatan.
Tiga tahun survival
Survival keseluruhan pada semua pasien tergantung pada ada tidaknya metastase dan tempat tumor
primernya.
Tempat Tumor
Keseluruhan, lebih dari dari 60% pasien bertahan untuk 3 tahun. Tumor yang terletak di tengkorak
dan vertebra, terdapat lebih dari 95%, tibia dan fibula , 60-70%. Pasien berprognosis buruk apabila
mempunyai tumor pada bagian atas dan posterior kosta serta daerah sekitarnya. Ukuran tumor, ada
tidaknya efusi pleura, tipe pembedahan dan respon kemoterapi bukan merupakan faktor prognostik
yang bermakna. Kebanyakn kasus yang terlokalisir dapat dikontrol dengan terapi kombinasi, tetapi
kasus tumor pada daerah kosta ini tetap buruk .Femur dan humerus, 50 %. Sarkoma Ewing pada
femur mempunyai prognosis buruk, karena radiasi saja untuk terapi lokal menimbulkan komplikasi
dan kekambukan lokal yang tinggi. Strategi pengobatan lokal sarkoma Ewing meliputi pembedahan
dan radio terapi adjuvant. Tumor yang terletak di pelvis, jumlahnya kurang dari 40 %. Namuan
demikian pernah dilaporkan oleh Yang dan Eilber,: Bahwa pembedahan, kemoterapi dan radioterapi
sangatlah berguna untuk pasien dengan sarkoma Ewing pelvis selama tumor tersebut terbatas pada
pelvis saja.
Tumor metastase
Keseluruhan kelangsungan hidup penderita tumor yang metastase kurang dari 40 %.
Faktor prognostik buruk
Pada tidak adanya metastase di lain tempat gambaran patologis berikut ini biasanya akan mempunyai
prognosis buruk :
1). Tumor yang terletak pada bagian proksimal dari tulang.
2). Tumor besar (> 8 cm) dan terletek pada ekstrimitas. Ini mengurangi survival bebas penyakit 5
tahun dari 72 % menjadi 22 % dan menaikkan rekurensi lokal dari 10 % menjadi 30 %. Lesi pelvis
yang lebih besar dari pada 5 cm akan menurunkan tingkat kontrol lokal dari 92 % menjadi 83 %.
3). Ekstensi ekstraosea menurunkan survival dari 87 % menjadi 20 %.
4). Serum laktat dehidrogenase yang miningkat.
5). Tumor yang responnya buruk terhadap kemoterapi inisial.
Prognosis pasien yang hanya mendapatkan radioterapi lebih buruk dari pada menjalani pembedahan
dengan/tanpa radioterapi. Sedangkan adanya fraktur patologis tidak mempengaruhi prognosis
sarkoma Ewing.
Panduan umum
Pasien dengan sarkoma Ewing seharusnya diikuti setiap 3 bulan selama 3 tahun, kemudian setiap 6
bulan selama 2 tahun berikutnya, kemudian setiap tahun diperiksa adanya kemungkinan rekurensi.
Panduan khusus yang bisa dipakai adalah evaluasi rutin :
Setiap kunjungan klinik dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Riwayat penyakit harus diperoleh. Pemeriksaan fisik
menyeluruh haruslah dilakukan selama kunjungan pasien.
2). Pemeriksaan darah :
a). Pemeriksaan darah rutin.
b). Transminase serum hepar.
c). Alkali fosfatase.
d). Laktat dehidrogenase.
3). Foto rontgen.
Kesimpulan
Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas tulang primer yang paling banyak kedua pada anak – anak
dan dewasa muda. Pengobatan secara multidisipliner telah dibuat lebih dari 25 tahun belakangan ini.
Kemopterapi agresif telah meningkatkan 5-years survival rates dari 10 % menjadi 70 %.
Peran pembedahan dan radioterapi guna kontrol lokal tumor juga makin bertambah penting.
Sebenarnyalah walaupun sarkoma Ewing merupakan suatu bentuk penyakit kanker yang amat agresif
tetapi masih dapat disembuhkan (curable) apabila diagnosis ditegakkan pada stadium awal dan
ditangani dengan benar.
4. Mekanisme terjadinya benjolan pada paha
Benjolan pada paha dapat terjadi karena adanya mutasi gen TP 53 dan MDM 2. hal ini
menyebabkan pertumbuhan abnormal sel. pertumbuhan yang abnormal tersebut
kemudian menginvasi jaringan lunak dan menimbulkan reaksi osteolitik dan atau
osteoblastik sehingga menyebabkan destruksi tulang lokal dan menimbulkan penimbunan
periosteum yang baru dan menyebabkan pertumbuhan tulang yang abortif(kanker) diman
tulang tumbuh 2x lebih cepat dari normalnya dan menekan jaringan sekitarnya dan
mengakibatkan perubahan bentuk tulang dan timbul benjolan. disamping itu pertumbuhan
tulang yang abortif mengakibatkan distrofi dan atrofi otot sehingga membatasi gerakan.
5. Hubungan riwayat jatuh dengan keluhan saat ini
Kanker tulang tidak ada hubungannya dengan trauma atau kejadian cedera akibat
terjatuh. Namun, kita tetap harus waspada. Pasalnya, pada orang yang sudah membawa
"bakat" kanker dalam tubuhnya, peristiwa cedera atau trauma tersebut bisa jadi menjadi
awal mula diketahui adanya sel tumor tersebut. Jadi, trauma disini hanya merupakan
faktor pencetus.
6. Penyebab nyeri menghebat pada malam hari
Pada malam hari sensibilitas otak terhadap CO2 meningkat sehingga
menyebabkan vasodilatasi vasel yang mengakibatkn kompresi pada beberapa
nervus
Pada malam hari ,stress hormon berada pada level yang rendah sehingga
penghantaran signal nyeri ke otak lebih mudah.
Peningkatan ion positif di udara pada malam hari dapat meningkatkan rasa sakit
dan membuat perubahan fungsi fisik dan mental dari seseorang .
Pada saat malam hari aktivitas berkurang akibatnya pompa darah yang berada
dalam otot melemah maka suplai darah akan ke tumor melemah.
7. Penyebab nafsu makan menurun
o Tumor ketika menginvasi jaringan lunak menimbulkan reaksi dari system imun.
Reaksi dari system imun kemudian menghasilkan Histamin, TNF dan IL-1.
o Kadar Histamine yang tinggi menyebabkan peningkatan kerja dari system saraf
simpatis dan mengakibatkan peristaltic usus menurun sehingga anorexia.
Resistensi lambung meningkat penderita jadi malas makan
o TNF dan IL-1 yang meningkat mengikuti aliran darah hingga ke hypothalamus
dan menekan pusat lapar di hypothalamus sehingga pasien anorexia, juga malas
makan
8. Hubungan riwayat penyakit 6 bulan lalu dengan penyakit sekarang
Tidak ada,karena pada skenario disebutkan bahwa pasien sudah melakukan pengobatan
selama 6 bulan dan secara teratur