LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA VPEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT
PERKECAMBAHAN BIJI
Disusun oleh
Anggota Kel. : Imania Saptarini (11515) Fahmi Ekaputra (12147)
Eristyana Yunindio S. (12156) Dini Rahmawati (12169) Fitrah Derry S. (12182) Ranny Yulia W. (12202)Gol / Kel : A2 / 5Asisten : Harimurti Buntaran
LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT
PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap
perkecambahan biji berkulit keras.
3. Mengetahui pengaruh cairan buah terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan merupakan suatu proses pertumbuhan dari biji setelah mengalami
masa dormansi bila kondisi-kondisi sekelilingnya memungkinkan. Banyak faktor
yang berpengaruh dalam merangsang atau memacu proses perkecambahan ini, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Beberapa faktor tersebut antara lain ketersediaan
air, suhu, udara (gas-gas), dan cahaya (Novijanto, 1996).
Beberapa biji tidak berkecambah ketika berada di bawah kondisi normalnya yang
baik untuk berkecambah yaitu persediaan air yang cukup, temperatur yang cocok dan
susunan atmosfer yang normal. Dormansi dapat disebabkan karena banyak hal. Mungkin
disebabkan karena ketidakmatangan embrio, air atau gas tidak dapat ditembus oleh lapisan
biji, perlakuan mekanis, suhu atau pencahayaan yang tidak sesuai, atau kehadiran substansi
penghambat perkecambahan ( Mayer and Mayber, 1963 ).
Dormansi benih adalah istilah yang digunakan untuk keadaan dimana benih yang
baik tidak bisa berkecambah meskipun berada pada kondisi/lingkungan yang sesuai untuk
perkecambahan. Dormansi benih merupakan suatu cara untuk mempertahankan diri dari
keadaan yang tidak menguntungkan, misalnya masa kering yang panjang, sehingga benih
tidak berkecambah secara serentak. Benih dikatakan sulit berkecambah bila waktu yang
diperlukan untuk berkecambah lebih dari seminggu dan memerlukan perlakuan
pendahuluan untuk mempercepat perkecambahannya. Dengan perlakuan pendahuluan,
benih dapat berkecambah lebih serentak. Jenis-jenis dormansi benih adalah (Mulawarman,
et al., 2002) :
a. Dormansi fisik
Dormansi fisik adalah dormansi yang disebabkan oleh kulit biji yang tidak bias dilewati
air. Air sangat diperlukan untuk proses perkecambahan.
b. Dormansi mekanis
Dormansi mekanis adalah dormansi yang disebabkan oleh kulit biji yang keras,
sehingga tidak bias ditembus akar.
c. Dormansi kimia
Dormansi kimia disebabkan oleh adanya zat tertentu dalam benih yang menghambat
perkecambahan benih.
Karakteristik kulit biji yang keras misalnya pada golongan Cannaceae,
Convolvulaceae, Fabaceae, Geraniaceae, and Malvaceae. Tipe dormansi semacam ini
membuat biji tahan lama untuk disimpan bertahun-tahun, bahkan dalam temperature
penyimpanan yang hangat. Perkecambahan pada biji berkulit keras dapat dipercepat
dengan metode menghaluskan kulit atau menggemburkan kulit keras tersebut scarify
(Hartmann and Dale, 1975).
Banyak benih yang tidak berkecambah bila ditaruh pada keadaan normal dipandang
favorable untuk perkecambahan yaitu:persediaan air cukup, suhu yang cocok dan
kompetisi udara yang normal. Benih tersebut dapat ditunjukkan sebagai hidup, karena
dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan-perlakuan istimewa.
Benih-benih yang demikian dikatakan sedang tidur (dormant) atau dalam keadaan sedang
dormansi. Dormansi sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab. Dapat disebabkan
ketidakdewasaan embrio, ketidakpermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas-gas, halangan
perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, kebutuhan-kebutuhan khusus untuk suhu
atau cahaya, atau kehadiran bahan-bahan penghamabat perkecambahan. After ripening
adalah proses yang harus terjadi dalam embrio dan dapat terjadi hanya dengan waktu dan
tidak dapat disebabkan oleh cara -cara yang telah diketahui selain penyimpanan benih yang
cocok. After ripening sering terjadi selama penyimpanan kering. Dalam hal-hal lain
penyimpanan benih-benih dalam keadaan kering tidak menyebabkan after ripening. Benih-
benih harus disimpan dalam keadaan berimbibisi, biasanya dalam suhu rendah, supaya
after ripening berlangsung. Hal ini sering disebut dengan stratifikasi (Harjadi, 1986).
Dormansi (pembawaan atau diinduksikan) mempunyai fungsi-fungsi untuk mencegah
perkecambahan, bila keadaan untuk sementara masih menguntungkan, tetapi sebagai
konsekuensinya tidak lagi demikian bagi semai berikutnya, dan kedua untuk menjembatani
keadaaan tidak menguntungkan yang datang secara mendadak, baik yang bersifat biotik
maupun klimatik. Dormansi menurut pembawaan dapat disebabkan oleh (Van Der Pijl,
1990):
Lembaga yang rudimenter
Lembaga yang dari segi fisiologi belum masuk
Kulit biji yang sangat kuat tak tertembus air
Adanya zat-zat penghambat
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses
perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah
yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan
berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini
kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada
endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-dasar Agronomi Acara V yaitu Pemecahan Dormansi dan Zat
Penghambat Perkecambahan Biji dilaksanakan di Laboratorium Manajemen dan Produksi
Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, pada
tanggal 22 Maret 2011. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: biji saga (Abrus
precatorius), biji padi (Oryza sativa), H2SO4 pekat, aquades, coumarin 0%, 25%, 50%, dan
100%. Alat-alat yang digunakan, yaitu beker gelas, pengaduk kaca, kertas filter, petridish,
amplas, dan pinset.
Cara kerja pada perlakuan khemis pada biji berkulit keras adalah 100 biji saga diambil,
kemudian direndam dalam H2SO4 selama 1 menit, 3 menit, 6 menit, dan dalam air sebagai
kontrol masing-masing 10 biji. Biji yang telah direndam H2SO4 dicuci dengan air sampai
bersih, kemudian biji direndam ke dalam larutan NaHCO3 selama beberapa menit untuk
menetralisir asam sulfat. Selanjutnya biji-biji tersebut dicuci dengan air bersih lalu
dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi kertas filter basah. Setiap hari selama 10
hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang dan yang berjamur dibuang. Jika
media berjamur maka segera diganti. Perhitungan GB dan IV, grafik GB dan IV vs hari
pengamataan dibuat. Perlakuan selanjutnya yaitu perlakuan mekanis pada biji berkulit
keras. Cara kerja pada perlakuan mekanis pada biji berkulit keras adalah 10 biji saga
diambil dan diamplas bagian tepinya. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada petridish yang
telah dialasi sehelai kertas filter basah. Biji-biji yang tidak diperlakukan juga
dikecambahkan dalam jumlah yang sama sebagai kontrol. Setiap hari selama 10 hari
diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, yang berjamur dibuang. Jika media
berjamur maka segera diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung. Kemudian
dibuat grafik GB dan IV vs hari pengamataan. Perlakuan yang ketiga yaitu percobaan
pengaruh cairan daging buah. Cara kerja pada percobaan pengaruh cairan daging buah
adalah 100 biji padi disiapkan. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada 4 petridish, masing-
masing 25 biji dengan alas kertas saring masing-masing dibasahi dengan coumarin 0%,
25%, 50%, dan 100%. Setiap hari selama 1 minggu diamati perkecambahannya, yang
berkecambah dihitung lalu dibuang. Bila media berjamur maka diganti dengan yang baru
sesuai dengan perlakuan. Perlakuan kontrol (coumarin 0%) dilihat, bila biji sudah
berkecambah lebih dari 50% maka seluruh biji dari perlakuan lain dicuci dan diganti
medianya dengan air biasa. Kemudian pengamatan dilanjutkan hingga hari kesepuluh.
Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung. Kemudian dibuat grafik GB dan IV vs hari
pengamataan.
IV. HASIL PENGAMATAN
4.1. Tabel hasil pengamatan perlakuan biji saga dan biji padi yang berkecambah
Biji
PerlakuanJumlah Biji yang Berkecambah
1 2 3 4 5 6 7 8 91
0
Saga
H2SO4 1 menit - - - - -0
,2-
0,4
-0
,6
H2SO4 3 menit - - - - -0
,40
,2- - -
H2SO4 6 menit - - - -0
,4- - - -
0,6
Mekanisme (Amplas)
- - -0
,40
,40
,40
,20
,2- -
Kontrol - - - -0
,20
,20
,2- - -
Padi
Coumarin 0 % -1
0,64
,63
,42
,80
,80
,60
,2- -
Coumarin 25 % -9
,63
,43
4,2
1,8
0,4
0,2
- -
Coumarin 50 % -8
,62
,44
,23
,41
,40
,40
,6- -
Coumarin 100 % - -0
,42
,41
,40
,61
4,6
- -
4.2. Tabel hasil pengamatan indeks vigor (IV) biji saga dan biji padi
Biji PerlakuanIndeks Vigor (IV)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saga
H2SO4 1 menit - - - - -0,03
- 0,05 -0,06
H2SO4 3 menit - - - - -0,06
0,02
- - -
H2SO4 6 menit - - - -0,08
- - - -0,06
Amplas - - - 0,10,08
0,06
0,02
0,025
- -
Kontrol - - - -0,04
0,03
0,02
- - -
Padi
Coumarin 0 % -5
,31
,50,85
0,56
0,10,08
0,03 - -
Coumarin 25 % -4
,81
,10,75
0,84
0,30,05
0,03 - -
Coumarin 50 % - 4 0 1,0 0,6 0,2 0,0 0,08 - -
,3 ,8 5 8 5Coumarin 100
%- -
0,1
0,60,28
0,10,14
0,58 - -
4.3. Tabel hasil pengamatan gaya berkecambah (GB) biji saga dan biji padi
Biji
PerlakuanGaya Berkecambah (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 91
0
Saga
H2SO4 1 menit
- - - - - 2 2 6 61
2H2SO4 3 menit
- - - - - 4 6 6 6 6
H2SO4 6 menit
- - - - 4 4 4 4 41
0
Amplas- - - 4 8
12
14
16
16
16
Kontrol - - - - 2 4 6 6 6 6
Padi
Coumarin 0 %
-2
1,22
7,23
0,63
2,843
3,243
3,563
3,683
3,73
3,7Coumarin 25
%-
19,2
23,6
26,6
29,96
31,16
31,36
31,48
31,5
31,5
Coumarin 50 %
-1
7,22
0,42
4,62
7,322
8,122
8,322
8,642
8,62
8,6Coumarin 100 %
- -0
,42
,83,
924,
324,
887,
27
,27
,2
V. PEMBAHASAN
Dormansi, yaitu peristiwa dimana benih tersebut mengalami masa istirahat
(dorman). Dormansi benih adalah istilah yang digunakan untuk keadaan dimana benih
yang baik tidak bisa berkecambah meskipun berada pada kondisi/lingkungan yang sesuai
untuk perkecambahan. Dormansi benih merupakan suatu cara untuk mempertahankan diri
dari keadaan yang tidak menguntungkan, misalnya masa kering yang panjang, sehingga
benih tidak berkecambah secara serentak. Benih dikatakan sulit berkecambah bila waktu
yang diperlukan untuk berkecambah lebih dari seminggu dan memerlukan perlakuan
pendahuluan untuk mempercepat perkecambahannya.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya,
hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah
masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh
yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya.
Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Benih yang mengalami dormansi
dapat ditandai oleh :
1) Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
2) Proses respirasi tertekan / terhambat.
3) Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan
4) Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai “Benih keras”
karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa
palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji
dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika
tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat
dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio.
Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.
d. Adanya zat penghambat atau senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada
kulit biji dan cairan daging buah dapat menghambat perkecambahan biji. Zat penghambat
dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji umum dipergunakan untuk
memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik
terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji.
Perlakuan mekanis dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran
atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah
cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Skarifikasi manual efektif pada
seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada
kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan. Stratifikasi perlakuan yang
digunakan untuk memecahkan dormansi dengan memberi temperatur rendah pada keadaan
lembab. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat
menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-
bahan yang merangsang pertumbuhan.. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis
tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain
adalah ammonia, abscisis acid, benzoic acid, ethylene, alkaloid, alkaloids lactone (antara
lain coumarin). Coumarin diketahui dapat menghambat kerja enzim yang berperan penting
dalam proses perkecambahan biji. Senyawa coumarin dapat dijumpai dalam bentuk bebas
atau terikat sebagai glikosida. Coumarin memberikan bau yang menyenangkan pada
banyak tumbuhan. Coumarin terdapat pada akar buah, biji, dan korteks. Tumbuhan yang
menghasilkan coumarin antara lain Anthoxantum odoratum (Gramineae), Melitotus albus
(Leguminosae), Galium triflorum (Rubiaceae), Ficus radicans ( Moraceae) dll. Coumarin
itu sendiri merupakan bentuk lakton daripada cis-0- hidroksisinamat, terdapat sebagai
glikosida melilotoside.
Gambar senyawa coumarin
Dalam percobaan ini yang digunakan sebagai bahan adalah biji saga (Abrus
precatorius). Biji saga merupakan salah satu biji yang mempunyai kulit biji yang keras.
a. Gaya Berkecambah pada biji saga
b.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1002468
1012141618
Gaya Berkecambah Biji Saga
H2SO4 1 menitH2SO4 3 menitH2SO4 6 menitAmplasKontrol
Hari ke-n
GB
5.1 Grafik gaya berkecambah biji saga
Perlakuan mekanis pada biji saga
Kulit biji saga di amplas bagian tepinya dahulu sebelum dikecambahkan. Kulit biji yang
terlalu keras menyebabkan biji bersifat impermeable pada air dan gas-gas yang diperlukan
untuk perkecambahan. Selain itu kulit biji yang keras menyebabkan embrio yang memiliki
daya berkecambah rendah tidak dapat menyobek kulit yang berarti embrio tidak dapat
keluar untuk tumbuh sebagaiman mestinya. Hal ini dapat dilihat pada grafik gaya
berkecambah di atas bahwa biji saga yang diamplas gaya berkecambahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan biji saga yang tidak diamplas. Ini menunjukkan bahwa metode
pengamplasan atau skarifikasi dapat mematahkan dormansi. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa dormansi dapat diatasi dengan melakukan pemarutan atau penggoresan yaitu
dengan menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara.
Perlakuan khemis pada biji saga
Dalam perlakuan khemis yaitu dengan bahan-bahan kimi untuk membantu melunakkan
kulit biji yang keras. Percobaan ini menggunakan larutan khemikalia yaitu asam sulfat. Biji
saga direndam dalam larutan khemikalia tersebut dengan lama perendaman 1’, 3’, 6’. Hasil
percobaan terlihat biji berkecambah meskipun hasilnya fluktuatif. Ini menunjukkan bahwa
H2SO4 memacu perkecambahan biji. Hasil telah sesuai dengan teori bahwa perkecambahan
dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dengan asam sulfat selama
beberapa menit sampai satu jam selanjutnya. Dari hasil percobaan dan perhitungan
diperoleh hasil bahwa perendaman selam 6’ memberikan hasil paling rendah dibandingkan
dengan perendaman selama 1’ dan 3’. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
semakin lama biji direndam dalam H2SO4 maka gaya berkecambahnya semakin baik. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena terlalu lamanya perendaman dengan H2SO4
menyebabkan terlalu banyak H2SO4 yang masuk ke dalam biji sehingga terjadi keracunan
pada biji dan biji tidak dapat berkecambah dengan baik.
c. Indeks Vigor (IV) pada perlakuan biji saga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
Indeks Vigor Biji Saga
H2SO4 1 menitH2SO4 3 menitH2SO4 6 menitAmplasKontrol
Hari ke-n
IV
5.2 Grafik Indeks Vigor Biji Saga
Perlakuan mekanis pada biji saga
Dari hasil percobaan, biji saga yang diamplas terlebih dahulu sebelum dikecambahkan
mempunyai IV lebih baik dibandingkan dengan biji yang tidak diamplas terlebih dahulu
(kontrol). Dari grafik dapat dilihat bahwa biji saga yang diamplas sudah berkecambah pada
hari ke-4 dengan IV sedangkan biji yang tidak diamplas pada hari ke-4 belum
berkecambah. Dari grafik IV bisa dilihat bahwa perkecambahan biji saga yang diamplas
mencapai tingkat yang lebih tinggi. IVnya mencapai titik tertinggi pada hari ke-4. IV
menunjukkan perbandingan biji yang berkecambah dengan hari pengamatan. Semakin
tinggi IV menunjukkan bahwa semakin banyak biji yang berkecambah di hari itu.
Perlakuan khemis pada biji saga
Grafik IV menunjukkan bahwa berkecambah cenderung turun meskipun fluktuatif atau
naik-turun. Sebagai contoh pada perendaman 6’, pada hari keempat IVnya mencapai angka
tertinggi tetapi pada hari pengamatan ke-5 sampai hari ke-9 IVnya 0 atau tidak ada biji
yang berkecambah . IV yang fluktuatif menunjukkan biji berkecambah tidak merata setiap
harinya. Dari semua perendaman hanya dengan perendaman 6’ yang mencapai titik
tertinggi. Penggunaan bahan kimia memiliki keuntungan yang lebih dibandingakan dengan
cara mekanis, dengan perlakuan mekanis kurang efisien dan efektif baik dalam waktu dan
tenaga terutama bila diterapkan dalam proses perkecambahan secara besar-besaran.
d. Grafik gaya berkecambah biji padi terhadap pengaruh coumarin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1005
10152025303540
Gaya Berkecambah Biji Padi
Coumarin 0 %Coumarin 25 %Coumarin 50 %Coumarin 100 %
Hari ke-n
GB
5.3 Grafik gaya berkecambah biji padi terhadap pengaruh coumarin
Biji yang masih dibalut daging buah proses perkecambahannya pun akan berlangsung
lebih lambat bila dibandingkan dengan perkecambahan biji yang sudah dibersihkan dari
daging buahnya. Coumarin adalah cairan daging buah tomat yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh cairan daging buah terhadap perkecambahan biji. Dari data yang
diperoleh dari hasil percobaan, gaya berkecambah yang tertinggi adalah coumarin 0%
sedangkan pada coumarin 100% mendapatkan hasil yang terendah. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa semakin tinggi kandungan coumarin, semakin sedikit jumlah biji yang dapat
berkecambah. Hal ini disebabkan karena coumarin dikenal sebagai zat penghambat
perkecambahan karena coumarin dapat menghambat kerja enzim yang membantu proses
perkecambahan.
e. Grafik indeks vigor biji padi terhadap pengaruh coumarin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
1
2
3
4
5
6
Indeks Vigor Biji Padi
Coumarin 0 %Coumarin 25 %Coumarin 50 %Coumarin 100 %
Hari ke-n
IV
5.4 Grafik indeks vigor biji padi terhadap pengaruh coumarin
Dari grafik IV diketahui bahwa biji padi yang dapat mencapai titik tertinggi adalah juga
pada biji padi dengan perlakuan coumarin 0% dengan IVnya 5,3 pada hari pengamatan
kedua. Kemudian diikuti dengan perlakuan coumarin 25%, 50%, dan 100%. Semakin
tinggi IV menunjukkan bahwa semakin banyak biji yang berkecambah di hari tersebut.
Sedangkan perbedaan hari di mana IV mencapai titik tertinggi menunjukkan bahwa tingkat
perkecambahan biji padi tiap perlakuan berbeda.
VI. KESIMPULAN
1. Dormansi biji yang disebabkan oleh kerasnya biji menyebabkan kulit biji yang
keras sehingga impermeable terhadap air dan gas-gas, adanya zat penghambat dan embrio
yang rudimentair.
2. Pemecahan dormansi cara mekanis (mengamplas, mengikir, mengupas, memotong)
dapat mempercepat perkecambahan dibandingkan dengan tanpa perlakuan karena
pengamplasan menyebabkan kulit biji mudah dilewati air dan gas-gas.
3. Perlakuan khemis dengan menggunakan asam sulfat juga dapat memacu
perkecambahan biji.
4. Coumarin atau cairan daging buah yang terkandung dalam buah tomat dapat
menghambat perkecambahan biji.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hartmann, H.T. dan Dale E.K. 1975. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Mayer, A. M. dan A. P. Mayber. 1963. The Germination of Seeds. Pergawon Press, Jerussalem.
Mulawarman., J. M., Roshetko, S. M. Sasongko dan D. Irianto. 2002. Pengelolaan
Benih Pohon. ICRAF & Winrock International. Bogor.
Novijanto, N. 1996. Pengaruh suhu dan lama perendaman terhadap mutu kecambah kacang hijau. Agrijournal III: 29-37.
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita XII: 34-37.
Van Der Pijl, L. 1990. Asas-Asas Pemencaran Pada Tumbuhan Tinggi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Kelompok
Perlakuan
Jumlah Biji yang Berkecambah Sampai Hari Ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 91
0
I
Amplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 1 mnt 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0
H2SO4 3 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 6 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
II
Amplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 1 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
H2SO4 3 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 6 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
III
Amplas 0 0 0 0 2 2 3 4 4 4Kontrol 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1
H2SO4 1 mnt 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1
H2SO4 3 mnt 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2
H2SO4 6 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IV
Amplas 0 0 7 2 0 0 0 0 0 0Kontrol 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
H2SO4 1 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
H2SO4 3 mnt 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
H2SO4 6 mnt 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
V
Amplas 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 1 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 3 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H2SO4 6 mnt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 1. Perlakuan pada Biji Saga
PERHITUNGAN1. GAYA BERKECAMBAH
a. H2SO4 1 menit
GB hari ke-6 = 0,210
x 100 % = 2
Gb hari ke -8 = 0,410
x 100 % = 4
GB hari ke-10 = 0,610
x 100% = 6
b. H2SO4 3 menit
Gb hari ke -6 = 0,410
x 100 % = 4
Gb hari ke- 7 = 0,210
x 100 % = 2
c. H2SO4 6 menit
Gb hari ke -5 = 0,410
x 100 % = 4
Gb hari ke-10 = 0,610
x 100 % = 6
d. mekanis (amplas)
Gb hari ke -4 =0,410
x 100 % = 4
Gb hari ke –5 =0,410
x 100 % = 4
Gb hari ke-6 = 0,410
x 100 % = 4
Gb hari ke-7 = 0,210
x 100 % = 2
Gb hari ke-8 = 0,210
x 100 % = 2
e. mekanis (kontrol)
Gb hari ke-5 = 0,210
x 100 % = 2
Gb hari ke-6 = 0,210
x 100 % = 2
Gb hari ke-7 = 0,210
x 100 % = 2
f. coumarin 0%
Gb hari ke-2 = 10,650
x100 %= 21,6
Gb hari ke-3 = 4,650
x 100 % = 9,2
Gb hari ke-4 = 3,450
x 100 % = 6,8
Gb hari ke-5 = 2,850
x 100 % = 5,6
Gb hari ke-6 = 0,850
x 100 % = 1,6
Gb hari ke-7 = 0,650
x 100% = 1,2
Gb hari ke-8 = 0,250
x 100 % = 0,4
g. coumarin 25%
Gb hari ke-2 = 9,650
x 100 % = 19,2
Gb hari ke-3 =3,450
x 100 % = 6,8
Gb hari ke-4 = 3
50 x 100 % = 6
Gb hari ke-5 = 4,250
x 100 % = 8,4
Gb hari ke-6= 1,850
x 100 % = 3,6
Gb hari ke-7 = 0,450
x 100 % = 0,8
Gb haru ke-8 = 0,250
x 100 % = 0,4
h. coumarin 50%
Gb hari ke-2 = 8,650
x100 % = 17,2
Gb hari ke-3 = 2,450
x100 % = 4,8
Gb hari ke-4 = 4,250
x100 % = 8,4
Gb hari ke-5 = 3,450
x100 % = 6,8
Gb hari ke-6 = 1,450
x100 % = 2,8
Gb hari ke-7 = 0,450
x100 % = 0,8
Gb hari ke-8 = 0,650
x 100 % = 1,2
i. coumarin 100 %
Gb hari ke-3 = 0,450
x 100 % = 0,8
Gb hari ke-4 = 2,450
x 100 % = 4,8
Gb hari ke-5 = 1,450
x 100 % = 2,8
Gb hari ke-6 = 0,650
x 100 % = 1,2
Gb hari ke-7 = 1
50 x 100 % = 2
Gb hari ke-8 = 4,650
x 100 % = 9,2
2. INDEKS VIGOR
1) H2SO4 1 menit
IV hari ke-6 = 0,26
= 0,03
IV hari ke -8 = 0,48
= 0,05
IV hari ke-10 = 0,610
= 0,06
2) H2SO4 3 menit
IV hari ke -6 = 0,46
= 0,06
IV hari ke- 7 = 0,27
= 0,02
3) H2SO4 6 menit
IV hari ke -5 = 0,45
= 0,08
IV hari ke-10 = 0,610
= 0,06
4) mekanis (amplas)
IV hari ke -4 =0,44
= 0,1
IV hari ke –5 =0,45
= 0,05
IV hari ke-6 = 0,46
= 0,06
IV hari ke-7 = 0,27
= 0,02
IV hari ke-8 = 0,28
= 0,025
5) mekanis (kontrol)
IV hari ke-5 = 0,25
= 0,04
IV hari ke-6 = 0,26
= 0,03
IV hari ke-7 = 0,27
= 0,02
6) coumarin 0%
IV hari ke-2 = 10,6
2 = 5,3
IV hari ke-3 = 4,63
= 1,5
IV hari ke-4 = 3,44
= 0,85
IV hari ke-5 = 2,85
= 0,56
IV hari ke-6 = 0,86
= 0,13
IV hari ke-7 = 0,67
= 0,08
IV hari ke-8 = 0,28
= 0,03
7) coumarin 25%
IV hari ke-2 = 9,62
= 4,8
IV hari ke-3 =3,43
= 1,13
IV hari ke-4 = 34
= 0,75
IV hari ke-5 = 4,25
= 0,84
IV hari ke-6= 1,86
= 0,3
IV hari ke-7 = 0,47
= 0,05
IV haru ke-8 = 0,28
= 0,3
8) coumarin 50%
IV hari ke-2 = 8,62
= 4,3
IV hari ke-3 = 2,43
= 0,8
IV hari ke-4 = 4,24
= 1,05
IV hari ke-5 = 3,45
= 0,6,8
IV hari ke-6 = 1,46
= 0,2
IV hari ke-7 = 0,47
= 0,05
IV hari ke-8 = 0,68
= 0,08
9) coumarin 100 %
IV hari ke-3 = 0,43
= 0,1
IV hari ke-4 = 2,44
= 0,6
IV hari ke-5 = 1,45
= 0,28
IV hari ke-6 = 0,66
= 0,1
IV hari ke-7 = 17
= 0,14
IV hari ke-8 = 4,68
= 0,58