PEMAPARAN MODUL BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT
A. Skenario
Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada wajah
dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin bertambah. Tidak
ada demam dan tanda infeksi lain.
B. Kalimat Kunci
1. Laki-laki 12 tahun (anak-anak)
2. Bengkak wajah dan perut
3. Sejak 3 minggu lalu dan bertambah parah
4. Tanda-tanda infeksi tidak ada
C. Pertanyaan
1. Anatomi renal
2. Bagaimanakah patomekanisme edema ?
3. Mengapa bengkak terjadi pada wajah dan perut ?
4. Mengapa edema semakin bertambah ?
5. Mengapa bengkak tidak disertai tanda-tanda infeksi ?
6. Apa-apa saja kemungkinan penyakit yang diderita pasien (DD) ?
7. Langkah-langkah diagnostik
1
D. Pembahasan
1. Anatomi Renal
Keterangan :
1. Basis pyramidis renalis2. Medulla renalis3. Columna renalis bertini4. Calyx renalis minor5. Papilla renalis6. Cortex renalis7. Calyx renalis major8. Pelvis renalis9. Ureter
2
1 2
9
8
7
6
5
4
3
Struktur ren terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis, yang masing-masing berbeda
dalam warna dan bentuk. Cortex renalis berwarna pucat, mempunyai permukaan yang kasar.
Medulla renalis terdiri atas pyramidales renale (=pyramis renalis malphigii), berjumlah antara 12-
20 buah, berwrna agak gelap. Basis dari permukaan piramid ini, disebut basis pyramidis berada
pada cortex, dan apexnya yang dinamakan papilla renalis, terletak menghadap ke arah medial,
bermuara pada calyx minor.
Diantara satu piramid dan piramid lainnya terdapat jaringan cortex yang berbentuk colum,
disebut columna renalis Bertini. Pada basis dari setiap pyramid terdapat deretan jaringan medulla
yang meluas ke arah cortex, disebut medullary rays. Hilum renale meluas membentuk sinus
renalis, dan di dalam sinus renalis terdapat pelvis renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter
ke arah cranialis. Pelvis renalis terbagi menjadi 2-3 calices renalis majors, dan setiap calyx
renalis major terbagi menjadi 7-14 buah calices renalis minors.
2. Patomekanisme edema
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
Peningkatan permeabilitas kapiler
Penurunan tekanan onkotik plasma
3. Mengapa bengkak terjadi pada wajah dan perut
Wajah : karena wajah tersusun atas jaingan ikat longgar dimana cairan interrtitial mudah untuk
mengisi ruang tersebut
Perut : karena cavum abdomen memiliki rongga yang luas dan jaringan yang berada di abdomen
bersifat elastis sehingga caairan mudah masuk dan terotampung didalamnya.
4. Mengapa edema semakin bertambah
Hal ini disebabkan karena kemugkinan tidak diobati, selain itu juga karena proses
perjalanan penyakit yang progresif serta karena adanya kompensasi tubuh yang meretensi Na dan
air .
3
5. Mengapa bengkak tidak disertai tanda-tanda infeksi
Kemungkinan pernah ada demam tapi pasien kemungkinan telaah mengkonsumsi obat
untuk itu haarus dilakukan anamnesis tambahan
Kemungkinan juga karena belum adanya tanda tanda infeksi sekunder
6. Diagnosis Differensial
A. SINDROM NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema generalisata, proteinuria masif dengan pengeluaran protein 3,5 g atau
lebih /hari, hipoalbuminemia dengan kadar albumin plasma < 3,5 g/dl, hiperlipidemia, dan
lipiduria.
Epidemiologi
Sindroma ini bisa terjadi pada segala usia, pada anak-anak paling sering timbul pada usia
18 bulan sampai 4 tahun, dan lebih banyak menyerang pada laki-laki. Sindrom ini dapat mengenai
semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Kasus sindrom nefrotik pada anak paling
sering ditemukan pada usia 18 bulan.
Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat, atau toksin, dan
akibat penyakit sistemik. Pada anak berusia kurang dari 15 tahun, sebagai contoh, sindrom
nefrotik hampir selalu disebabkan oleh lesi primer di ginjal, sedangkan pada orang dewasa
sindrom sering berkaitan dengan penyakit sistemik. Lesi glomerulus primer yang terpenting, yang
biasanya menyebabkan sindrom nefrotik adalah GN membranosa dan nefrosis lipoid (minimal
change disease). Nefrosis lipoid lebih penting pada anak, dan GN membranosa pada orang
dewasa.
4
Penyebab sindroma nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Menurut Ngastiyah, 2005,
umumnya etiologi di bagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Sindroma Nefrotik bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau reksi maternofetal, resisten terhadap semua
pengobatan. Gejala : Edema pada masa neonatus.
2. Sindroma Nefrotik sekunder.
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura anafilaktoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif,
hipokomplementemik.
3. Sindroma Nefrotik Idiopatik atau sindrome nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui, berdasarkan
histopatologi yang tampak pada biopsiginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron. Diduga ada hubungan dengan genetik, imunologik dan alergi
Sindroma Nefrotik juga bisa disebabkan dari sejumlah obat-obatan yang merupakan racun
bagi ginjal dan penyakit diantaranya :
Obat-obatan, contoh :
Obat pereda nyeri menyerupai aspirin.
Senyawa emas.
Heroin intravena,
Penisilamin.
Penyakit, contoh :
Amiloidosi
Kanker.
Diabetes
Glumerulopati
5
Infeksi HIV
Leukemia
Limfoma.
Gemopati monoklonal.
Lupus eritematosus sistemik
Patofisiologi
Proses awal adalah kerusakan dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas terhadap protein plasma. Dinding kapiler glomerulus, dengan endotel, GBM, dan
sel epitelnya, berfungsi sebagai sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus. Setiap
peningkatan permeabilitas akibat perubahan struktur atau fisikokimia memungkinkan protein
lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus dan dapat terjadi proteinuria masif. Pada proteinuria
yang berlangsung lama atau berat, albumin serum cenderung menurun sehi ngga terjadi
hipoalbuminemia dan terbaliknya rasio albumin–globulin.
Edema generalisata pada sindrom nefrotik disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik
karena hipoalbuminemia dan retensi primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan, volume plasma menurun sehingga filtrasi
glomerulus berkurang. Sekresi kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan GFR dan
penurunan sekresi peptida natriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal sehingga
edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya rangkaian kejadian ini, dapat terjadi
penimbunan cairan dalam jumlah sangat besar (disebut anasarka).
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif
dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati
tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi
dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari sindrom Nefrotik yaitu :6
1. Proteinuria.
2. Edema
Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar
mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
3. Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa.
4. Hypoproteinemia
5. Hyperlipidemia
6. Hypercholestrolemia
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Kimia Urin (Proteinuria)
Uji dipstik mudah digunakan sehingga merupakan uji yang paling sering digunakan untuk
menguji proteinuria. Ujung kertas dicelupkan ke dalam urin, lalu segera diangkat dan ditiriskan
dengan mengetuk-ngetukkan ujung kertas celup tersebut pada tepi tempat penampungan urin.
Hasilnya kemudian di baca dengan membandingkan dengan kartu daftar warna pada tabel.
2. Biopsi Ginjal
Merupakan salah satu teknik diagnostik terpenting yang telah berkembang selama
beberapa abad terakhir dan telah menghasilkan kemajuan yang sangat pesat dalam pengetahuan
riwayat penyakit ginjal.
Penatalaksanaan
Non-Medika Mentosa
Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dalam jumlah
yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan
meningkatkan kadar protein dalam air kemih. Jika cairan tertimbun di perut, untuk mengurangi
gejala dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering.
7
Medika Mentosa
Biopsi ginjal biasanya dilakukan pada orang dewasa, namun pada anak, seringkali diberi
terapi steroid tanpa biopsi karena penyebab paling sering adalah nefropati perubahan minimal.
Inhibitor ACE atau bloker reseptor angiotensin (angiotensin reseptor blocker, ARB) seringkali
mengurangi proteinuria, kemungkinan dengan mengeblok efek langsung angiotensin II pada
sawar filtrasi.
Diuretik diberikan secara bersamaan untuk mengurangi akumulasi cairan, dan albumin
intravena dapat diberikan untuk memacu retensi cairan di sirkulasi. Contoh obat diuretik yaitu
Hidroklorotiazid (HCT), dosis yang diberikan 12,5-25 (HT) ; 25-100 (CHF).
Spironolakton merupakan obat pilihan untuk hipertensi hiperaldosteronisme primer dan sangat
bermanfaat pada kondisi-kondisi yang disertai hiperaldosteronisme sekunder seperti asites pada
sirosis hepatis dan sindrom nefrotik. Dosis efektif 100 mg dalam dosis tunggal atau terbagi.
Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5mg.
Prognosis
Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid. Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan hidup sampai
usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan
ginjal.
Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis
yang ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat
kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan.
Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa terutama terjadi pada dewasa dan
pada 50% penderita yang berusia diatas 15 tahun, penyakit ini secara perlahan akan berkembang
menjadi gagal ginjal. 50% penderita lainnya mengalami kesembuhan atau memiliki proteinuria
menetap tetapi dengan fungsi ginjal yang adekuat. Pada anak-anak dengan glomerulonefritis
membranosa, proteinuria akan hilang secara total dan spontan dalam waktu 5 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis.
8
B. Glomerulonefritis Akut Pasca-Streptokokus
Definisi
Istilah glomerulonefritis masih merupakan terminologi umum mengenai kondisi inflamasi
pada glomerulus yang ditandai secara histopatologik oleh proliferasi sel-sel glomerular akibat
suatu proses imunologik.Istilah akut, misalnya pada glomerulonefritis akut (GNA) atau pada
glomerulonefritis akut pasca-streptokokus (GNAPS) secaa klinis berarti sifatnya yang sementara
atau awitan yang bersifat tiba-tiba sedangkan secara histopatologik istilah akut menunjukkan
adanya sebukan leukosit polimorfonuklear (PMN) di dalam glomerulus.
Glomerulonefritis akut pasca-streptokokus (GNAPS) ditandai oleh awitan tiba-tiba dari
kombinasi gejala: hematuria makroskopis atau gros, sembab periorbita, dan hipertensi, dengan
torak atau casteritrosit, serta adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya. GNAPS secara
epidemiologi merupakan penyebab terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang
sedangkan di negara maju GNAPS terjadi dengan prevalensi yang rendah dan sekali-kali akan
timbul epidemi.
Etiologi
GNA dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit yang heterogen, misalnya nefropati
IgA, nefritis Henoch-SchÖnlein, nefritis lupus, vaskulitis ANCA (antineutrophil cytoplasmic
antibody), glomerulonefritis karena virus (HBV, HCV, HIV), nefritis pirau atau shunt,
glomerulonefritis mesangiokapiler,
Etiologi GNAPS yakni Streptokokus β-hemolitik grup A. Selain dari infeksi bakteri
tersebut, glomerulonefritis akut juga bisa disebabkan oleh bakteri lain yang disebut sebagai
glomerulonefritis akut pasca infeksi.
Patomekanisme
Mekanisme bagaimana terjadinya jejas renal (renal injury) pada GNAPS sampai sekarang
belum dipahami dengan baik meski diduga terdapat sejumlah faktor hospes dan kuman yang
berperan9
Faktor Hospes
Fakta yang meunjukkan mengapa hanya 10—15% pasien yang terindeksi kuman
Streptokokkus grup A strain nefritogenik menderita GNAPS masih sulit dijelaskan. Diduga hal
tersebut terjadi karena adanya peran faktor-faktor hospes tertentu. GNAPS dapat menyerang/
semua kelompok umur dengan kelompok umur 5—15 tahun ( di Indonesia rentang usia yakni 2,5
—15 tahun dengan puncaknya pada usia 8,4 tahun) merupakan kelompok umur tersering
menderita GNAPS dan paling jarang pada bayi.
Anak laki-laki menderita dua kali lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio laki-
laki banding perempuan yakni 76,84%:58,2% atau 1,3:1,6. GNAPS lebih sering dijumpai di
daerah trpis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah.
Faktor Kuman
GNAPS terjadi mula-mula karena adanya kerentanan hospes yang terpapar kuman
Streptokokus grup A strain nefritogenik yang kemudian timbul reaksi imunologik untuk
membentuk antibodi terhadap antigen yang menyerang. Namun, komponen antigen yang mampu
memicu hal tersebut masih belum dapat diidentifikasi secara pasti meskipun paling tidak telah
diketahui 7 komponen antigen Streptokokus yang mungkin berperan, yakni Protein M,
endostreptosin (pre-absorbing antigen), cationic protein, streptococcal pyrogenic exotoxin B,
streptokinase, neuramidase, dan nephritis-assoceiated plasmin receptor (nephritis plasming-
binding protein). Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dan bekerja pada
stadium yang berbeda.
Patomekanisme
GNAPS merupakan penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi
dalam sirkulasi atau in situ di dalam glomerulus. Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya
jejas renal dipicu oleh:
Aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti oleh
aktivasi kaskade komplemen.
10
Deposisi kompleks antigen—antibodi yang telah terbentuk sebelumnya akibat infeksi
streptokokkus yang kemudian tertumpuk di glomerulus.
Antibodi anti-streptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul
tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai antigen stroptokokus
(jaringan glomerulus yang normal dan bersifat autoantigen bereaksi dengan antibodi yang
bersirkulasi dan fungsi sebelumnya yakni melawan antigen streptokokus).
Gejala Klinis
GNAPS biasanya berlangsung secara tiba-tba yakni 7—14 hari setelah anak menderita
faringitis atau infeksi saluran nafas atas, atau 3—6 minggu setelah infeksi kulit. Gejala klinik
biasanya berupa sindrom nefritik akut yang terdiri atas: hematuria gros, sembab periorbita, dan
hipertensi dengan torak atau cast eritrosit, proteinuria, dan oliguria.
Gejala kelebihan cairan berupa edema atau sembab terjadi pada 85% kasus (sementara di
Indonesia yakni sekitar 76,3% kasus) dan kadang-kadang ditemukan tanda-tanda sembab paru
(14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopis ditemukan pada hampir semua
pasien (di Indonesia sekitar 99,3%). Hematuria gros atau makroskopis (di Indonesia terjadi pada
53,6% kasus) terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola tanpa
disertai rasa sakit. Kebanyakan pasien tampak pucat akibat hemodilusi dan pembengkakan
jaringan subkutan. Penurunan fungsi ginjal biasanya ringan sampai sedang dengan meingkatnya
kadar kreatinin pada 45% kasus.
Kongesti paru dengan efusi pleura dapat menunjukkan gejala takipneu dan dispneu yang
sering ditemukan pada pasien glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar, dan irama
gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98,5%) biasanya
bukan tipe proteinuria nefrotik. Hipoalbuminemia tidak hebat disebabkan oleh efek dilusi yang
membuat ekspansi volume cairan intravaskular. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada
kurang dari 5% pasien.
Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60—80% kasus (di Indonesia sekitar
61,8%) yang biasanya sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak
proporsional dengan hebatnya sembab. Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan 11
darah mendadak meningkat tinggi dengan sistolik melampaui 200 mmHg dan diastolik lebih dari
120 mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9,2%)
dengan keluhan seperti sakit kepala hebat, perubahan status mental, koma, dan kejang. Adanya
anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang lebih parah kemungkinan
merupakan glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus GNAPS.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Urin biasanya menjadi sangat berkurang, pekat, dengan warna mulai dari kelabu berkabut
sampai merah coklat. Warna tersebut sebagai akibat degradasi hemoglobin menjadi asam
hematin.
Proteinuria biasanya sesuai dengan tingkat hematuria dan berkisar antara seangin sampai
2+ (sampai 100 mg/dl). Ekskresi protein jarang melebihi 2 g/m2 luas permukaan tubuh per
harinya. Hampir 2—5% pasien GNAPS menunjukkan proteinuria masif dengan gambaran
sindrom nefrotik.
Hematuria merupakan kelainan urin yang selalu ada. Cast atau torak eritorist sebagai
tanda adanya perdarahan gomerulus kadang-kadang terlihat pada pemeriksaan urinalisis.
Darah
Anemia biasanya tampak sebagai anemia normkromik normositik yang terjadi sebagia
akibat dilusi dan retensi cairan. Komponen darah lainnya biasanya normal meskipun kadang-
kadang terlihat kenaikan jumlah sel darah putih. Beberapa pasien menunjukkan hiporteinemia
dan hiperlipidemia (hiperkolestrolemia ringan).
Uji Fungsi Ginjal
Sebagian besar pasien GNAPS yang dirawat inap menunjukkan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin serum. Sebagian pasien menunjukkan gejala uremia (di Indonesia 10,5%) dengan
asidsis metabolik dan hiperkalemia. Penurunan fungsi ginjal berkorelasi dengan parahnya jejas
12
glomerulus. Profil elektrolit biasanya normal. Hiperkalemia dan asidosis metabolik hanya terjadi
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berat.
Infeksi Streptokokus
Bila tanda-tanda adanya infeksi Streptokokus secara langsung tidak didapatkan, uji
serologik dapat dipakai untuk membutkikan adanya respon imun terhadap antigen streptokokus.
Kenaikan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASO) terlihat dalam 10—14 hari setelah
terjadinya infeksi streptokokus. Tetapi respon titer ASO pada pasca infeksi kulit sangat rendah.
Hal tersebut disebabkan karena efek lemak kulit yang menghambat antigenisitas sterptolisin O.
Sebaiknya dilakukan kombinasi dengan uji lainnya, seperti anti-hyaluronidase dan anti-
deoksiribonuklease B, atau uji streptozyme yang meningkat pada infeksi Streptokokus tanpa
terpengaruh lokasi infeksi.
Uji Imunologi
Uji yang penting dan konsesten pada GNAPS adalah menurunnya kadar komplemen
ketiga (C3). Kadar C3 mulai menurun pada saat awitan penyakit di 80—90% pasien dan akan
kembali normal dalam 8—10 minggu setelah awitan.
Pencitraan
Pada USG ginjal, akan terlihat ukuran ginjal masih normal. Bila terlihat ginjal yang kecil,
mengkerut, atau berparut, kemungkinan terjadi penyakit ginjal kronik yang mengalami
eksaserbasi akut. Gamabaran ginjal pada USG menunjukkan hiperechoik yang setara dengan
dengan echogenisitas parenkim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan
pada penyakit ginjal lainnya.
Pemeriksaan Histologik
Biopsi ginjal dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala klinik, uji
laboratorium, atau perjalanan penyakit yang tidak sesuai dengan lazimnya gambaran GNAPS.
Pada pasien tersebut, pemeriksaan histologis dengan pemeriksaan mikroskop cahaya,
13
immunofloresens, dan elektron mungkin akan dapat banyak membantu. Biopsi ginjal tidak
diperlukan ada sebagian besar pasien GNAPS.
Penatalaksanaan
Antibiotik
Antibiotik (penisilin dan eritromisin) selama 10 hari diperlukan untuk eradikasi
streptokokus. Beberapa klinis memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih
aktif.
Simptomatik
Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi semabab kalau perlu dengan
diuretika, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat antihipertensi
yang sesuai. Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restrksi cairan, pengaturan nutrisi dengan
pemberian diet yang mengandung kalori adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi
kalium dan fosfat. Kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal.
Edukasi pasien
Pasien dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai sifat penyakit, perjalananya, dan
prognosisnya. Mereka perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna
diharapkan, masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan
memburuk
Prognosis
Biasanya sembuh sempurna meskipun proteinuria memerlukan waktu 3—6 bulan untuk
menghilang dan sampai 1 tahun untuk hematuria. Hanya kurang dari 1% yang berlanjut menjadi
glomerulonefritis progresif cepat (RPGN atau rapidly progressive glomerulonephritis).
14
C. KWASHIOKOR
Defenisi
Kwashiorkor disebabkan protein yang memadai dalam diet meskipun asupan kalori yang
memadai. Gejala mungkin termasuk lekas marah dan kelelahan diikuti oleh pertumbuhan
melambat, penurunan berat badan, pengecilan otot, pembengkakan umum, perubahan kulit,
pembesaran hati dan perut, dan melemahnya sistem kekebalan tubuh,sehingga dapat
menyebabkan infeksi sering. Setelah kwashiorkor berkembang, beberapa efek, seperti perawakan
pendek dan cacat intelektual, tidak dapat dikoreksi.
Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung
kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain :
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua
makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun
bagi yangtidakmemperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain)sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anakberperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama
pada masa peralihan ASI kemakanan pengganti ASI
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
danpolitik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dansudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinyakwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhanberakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidakdapat mencukupi kebutuhan proteinnya.15
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksiderajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalamderajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkanedema
dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekuranganberbagai
asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akandisalurkan ke jaringan
otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akanmenyebabkan kurangnya produksi
albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnyaedema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta liprotein, sehinggatransport lemak dari hati ke depot terganggu
dengan akibat terjadinya penimbunan lemakdalam hati.Peningkatan asupan karbohidrat dengan
penurunan asupan protein menyebabkanpenurunan sintesis protein visceral. Hipoalbuminemia
yang terjadi menyebabkan edemadependen, dan gangguan sintesis lipoprotein menyebabkan
perlemakan hati. Insulinβdistimulasi dan epinefrin seerta kortisol menurun. Mobilisasi lemak dan
pelepasan asamamino dari otot menurun. Pada defisiensi protein, perubahan enzim adaptif terjadi
di hati,sintesis asam amino meningkat, dan pembentukan urea menurun, jadi menghemat
nitrogendan menurunkan pembuangannya melalui urin .mekanisme homeostatis awalnya
bekerjauntuk mempertahankan kadar albumin dan protein transport lain dalam plasma.
Kecepatansintesis dan katabolisme menurun dengan segera. Albumin bergeser dari
kompartmenekstravaskuler ke dalam intravaskuler dan akhirnya kadar plasma menurun
yangmenyebabkan penurunan tekanan onkontik dan edema. Pertumbuhan, respon imun,
reparasi,dan produksi enzim dan hormone semuanya terganggu pada defisiensi protein yang
parahakibat kadar protein yang menurun.
Gejala Klinik
Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis
Edema16
Otot menyusut (hipotrofi)
Depigmentasi rambut dan kulit
Karakteristik di kulit : timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paintdermatosis
Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversible
Atropi dari kelenjar Acini dari pancreas sehingga produksi enzim untukmerangsang
aktivitas enzim untuk mengeluarkan juice duodenum terhambat,diare.
Anemia moderat(selalu normokrom, tetapi seringkali makrositik)
Masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejla klinis
Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesisplasma
protein pengikat retinol sehingga seringkali timbul gejala kebutaanyang tetap/permanen.
Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain:
Perubahan mental sampai apatis
Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)
Atrofi otot
Ganguan sistem gastrointestinal
Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)
Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)
Pembesaran hati
Tanda-tanda anemia
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit
serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG.Biasanya pada pemeriksaan lab di
dapatkan perubahan yang paling khas adalah penurunankonsentrasi albumin dalam serum.
Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karenakekurangan makanan,tetapi sering kemudian
hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut.Kadar glukosa darah yang rendah,pengeluaran
hidrosiprolin melalui urin,kadar asam aminodalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan 17
dengan asam-asam amino yang tidakessensial dan dapat pula ditemukan aminoasiduria
meningkat.Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat juga
penurunanaktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi kadarnya akan
kembalimenjadi normal segera setelah pongobatan dimulai.
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada beratnya kwashiorkor. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolitmungkin perlu dikoreksi dengan cairan intravena, dan infeksi mungkin
memerlukanpengobatan antibiotic, meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan protein,
namunpeningkatan pesat protein bisa berbahaya. Seringkali, kalori yang perlahan-lahan
meningkatoleh karbohidrat menambahkan, gula, dan lemak untuk diet. Selanjutnya, protein
secarabertahap ditambahkan. Orang yang memiliki kekurangan gizi mungkin kesulitan
mencernalaktosa dalam produk susu, sehingga enzim laktase dapat ditambahkan. Vitamin dan
mineralsuplemen juga dapat digunakan.Pengobatan umum untuk kwashiorkor meliputi:
Antibiotik untuk mengobati infeksi
Peningkatan kalori makanan dari karbohidrat, gula dan lemak secara bertahap
Cairan intravena untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Laktase untuk membantu dalam pencernaan produk susu
Pemberian suplemen, vitamin dan mineral
Prognosis
Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yangbaik.
Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatananak
secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dangangguan
intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan ataupenanganannya
yang terlambat, akanmemberikan akibta yang fatal.
7. Langkah-langkah diagnostik
a. Anamnesis tambahan :
- apakah ada rasa nyeri pada daerah yang bengkak ?
18
- apakah ada pembengkakan di anggota tubuh selain wajah dan perut?
-apakah ada riwayat penyakit sebelumnya?
- apa ada riwayat trauma?
- apakah ada riwayat pengobatan/minum obat tertentu sebelumnya?
- apakah ada riwayat alergi?
-apakah ada penurunan volume urin pada saat miksi?
-bagaimana nafsu makan pasien?
b. Pemeriksaan Fisis
inspeksi : bengkak pada pasien, menentukan status gizi
palpasi : apakah ada nyeri atau tidak dan untuk melihat sifat edema
perkusi : untuk mengetahui didalamnya cairan atau tumor
c. Pemeriksaan Tanda Vital
pemeriksaan tekanan darah
pemeriksaan nadi
pemeriksaan pernapasan
pemeriksaan suhu
DAFTAR PUSTAKA19
Corwin. J. Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2009
Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA (K), Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V, Interna Publishing, Jakarta, 2009
Luhulima, J.W. Buku Ajar Anatomi Biomedik II,.Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Unhas.
2014
Price, SA. Patofisiologi Volume II Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2003
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
Farmakologi dan Terapi. Ed.V. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
20