1
LAPORAN AKHIR DESENTRALISASI/ PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
URGENSI SERTIFIKASI ASURANSI SYARIAH (TAKAFUL)
DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH
Tahun Ke 2 dari rencana 2 Tahun
Ketua:
Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H (0016096208) Anggota:
C. Sukmadilaga, S.E.,MBA.,Ph.D (0001018003)
Tri Handayani, S.H.,M.H (0002128103)
Sesuai dengan Keputusan a.n Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad Tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema
Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 19/UN6.R/PL/2014 tanggal 17 Januari 2014
UNIVERSITAS PADJADJARAN
OKTOBER 2014
2
3
Ringkasan
Asuransi Syariah (Takaful ) merupakan salah satu institusi keuangan yang
bertumpu pada prinsip tolong menolong (mutual cooperation) sebagai cara membagi risiko (risk sharing) diantara para partisipan. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus patuh pada prinsip syariah (sharia compliance), yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba), ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir). Oleh karena itu, baik regulator maupun pelaku industri perlu memastikan bahwa mekanisme dan produk yang ditawarkan telah memenuhi prinsip syariah. salah satu cara untuk memastikan bahwa kelembagaan Takaful telah mematuhi prinsip syariah adalah melalui cara sertifikasi. Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian tahun ke-2 ini adalah urgensi standarisasi polis yang meliputi substansi, regulasi dan penegakan hukum sebagai salah satu unsur sertifkasi kelembagaan asuransi syariah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan metode perbandingan hukum. Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis dan data sekunder yang didukung dengan studi lapangan dianalisa secara yuridis kualitatif.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : substansi yang harus dimasukkan ke dalam polis terdiri dari ketentuan pokok sebagai implementasi prinsip syariah antara lain dana tabarru’, akad tijarah yakni wakalah bil ujrah dan mudharabah ,kontribusi dan surplus underwriting, dan ketentuan tambahan yang memastikan prinsip transparansi yakni pemotongan biaya, beban biaya, penyelesaian sengketa dan terminologi. Selanjutnya OJK dan AASI merupakan institusi yang berperan dalam melakukan regulasi, pembinaan dan pengawasan untuk menjamin standar polis sebagai syarat bagi kepatuhan terhadap prinsip syariah. Penegakan hukum dalam praktik asuransi syariah bersifat komprehensif, dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan restorative justice approach. Kata Kunci: Asuransi Syariah (Takaful), Standarisasi Polis, dan Perlindungan Nasabah.
4
ABSTRACT
Islamic Insurance (Takaful) is one of the financial institutions, which is based on the principle of mutual cooperation as a way of risk sharing among the participants. Contradiction with conventional insurance, Islamic insurance must comply with Sharia principles, which prohibits business activities based on interest (riba), uncertainty (gharar) and gambling (maysir). Therefore, both regulators and industry players need to ensure that the mechanisms and products offered have fulfilled sharia’ principles. One way to ensure that the institution complies with Islamic principles of Takaful is using certification. The main issues for the second year of this research is the urgency of standardization agreement that covers the substance, regulatory and law enforcement as one of the elements of the institutional certification Islamic Insurance. This study used a normative juridical approach that supported by the comparative law method. Our methodology using descriptive analytical research and secondary data which have analyze by qualitative juridical. This research had findings as follows: the substance that should be incorporated into policy consists of the principal provisions of the implementation of sharia principles tabarru’ fund, the contract tijarah such as wakalah bil ujrah and mudharaba, contribution and underwriting surplus, and additional point of agreement that ensure the principles of transparency such as cost reduction, expenses, dispute resolution and terminology. Furthermore, the FSA and AASI are institutions that play a role in regulating, guidance and supervision to ensure the standard of agreement as a requirement for compliance with Islamic Principles. Law enforcement in the practice of Islamic Insurance is comprehensive, conducted in phases by using the restorative justice approach. Keywords: Islamic Insurance (Takaful), Standards of Agreements and Customer Protection.
5
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan Nya , tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian degan judul “ Urgensi Sertifikasi Kelembagaan Asuransi Syariah ( Takaful) dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah”.
Penelitian ini tidak dapat kami selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, yang tidak dapat kami sebutkan saru persatu. Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran atas kesempatan yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk melakukan penelitian ini, Para Evaluator Penelitian yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga untuk perbaikan penelitian.Tak lupa, terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah, Bapak Moch. Muchlasin dan tim, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, menerima Tim Peneliti dalam mengumpulkan bahan , baik melalui wawancara maupun bahan-bahan yang diperlukan. Terimakasih kami sampaikan pula kepada Sekretaris Eksekuif- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Bapak Ayim Ayatulloh, atas waktu yang disediakan bagi Tim , dan masukan –masukan yang berharga untuk melengkapi penelitian ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memerlukan kajian-kajian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang optimal, namun besar harapan kami hasil penelitian ini bermanfaat bagi regulator dalam membuat kebijakan, bagi pelaku industri, dan bagi dunia pendidikan , khusunya bidang ekonomi syariah.
Bandung, 29 Oktober 2014
Salaam, Tim Peneliti, Dr . Lastuti Abubakar,S.H.,M.H. Citra Sukmadilaga, S.E.,MBA., Ph.D Tri Handayanai, S.H.,M.H.
6
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan i
Ringkasan ii
Prakata iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan Hukum
1
5
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Polis Sebagai Dasar Hubungan Hukum Antara
Perusahaan Asuransi Syariah dan Peserta (Praktik dan
Regulasi di Indonesia)
2.1.1 Kedudukan Polis Dalam Aktivitas Asuransi Syariah
2.1.2 Standarisasi Polis Sebagai Upaya untuk Memastikan
Kepatuhan Terhadap Prinsip Syariah (Sharia Compliance)
2.1.3 Pengaturan Standarisasi Polis Asuransi Syariah
2.1.4 Peran Regulator dan AASI dalam Program Standarisasi Polis
Asuransi Syariah
2.2 Polis Sebagai Dasar Hubungan Hukum Antara
Perusahaan Asuransi Syariah dan Peserta (Praktik dan
Regulasi Di Malaysia)
2.2.1 Kedudukan Polis dalam Aktivitas Takaful
2.2.2 Standarisasi Polis Sebagai Upaya untuk Memastikan
Kepatuhan Terhadap Prinsip Syariah (Sharia Compliance)
2.2.3 Sertifikasi dalam Aktivitas Takaful di Malaysia
2.2.4 Pengaturan Sertifikasi Terhadap Sumber Daya Manusia
(SDM) sebagai Penunjang Aktivitas Takaful
2.2.5 Peran Bank Negara Malaysia Sebagai Regulator dan
6
9
14
17
22
24
36
38
42
7
Malaysian Takaful Association dalam Sertifikasi Takaful
BAB III Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1 Tujuan Penelitian
3.2 Luaran Dan Manfaat Penelitian
47
48
BAB IV Metode Penelitian
4.1 Spesifikasi Penelitian
4.2 Metode Pendekatan
4.3 Tahap Penelitian Penelitian Dan Teknik Pengumpulan
Data
50
BAB V Hasil dan Pembahasan
5.1 Substansi Yang Harus dimuat dalam Standar
kontrak/Akad Asuransi Untuk Menjamin Kepatuhan
Terhadap Prinsip Syariah
5.1.1 Pemisahan Akad Tabarru’ dan Tijarah Dalam Polis
5.1.2 Pencantuman Kegunaan Dana Tabarru’ Bagi Peserta
5.2 Jenis Regulasi Yang Tepat untuk Memuat Kewajiban
Sertifikasi Bagi Perusahaan Asuransi Syariah Baik Di
Level Management Maupun Agen Penjual
5.2.1 Peraturan OJK Tentang Kewajiban Sertifikasi Kelembagaan
5.2.2 Sertifikasi Agen Penjual Oleh AASI dan Lembaga
5.2.3 Akibat Hukum Tidak Memenuhi Sertifikasi
5.3 Model/ konsep Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran
Prinsip Syariah Oleh Perusahaan Asuransi Syariah
5.3.1 Pusat Pengaduan Nasabah Sebagai Langkah Hukum
Perlindungan Bagi Nasabah Asuransi Syariah
5.3.2 Pengawasan Internal Penyelenggaraan Asuransi Syariah
Oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
5.3.3 Penegakan Hukum Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaan
Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan
5.3.4 Penegakan Hukum Dan Penjatuhan Sanksi Oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK)
52
63
66
8
BAB VI Kesimpulan Dan Saran
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
81
82
Daftar Pustaka 83
Lampiran
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kendala yang dihadapi industri asuransi syariah di Indonesia
dalam meningkatkan pangsa pasar adalah memberikan pemahaman tentang
asuransi syariah. IKNB Syariah OJK mengakui sulitnya mengedukasi masyarakat
terkait aktivitas asuransi syariah ini.1 Dalam praktik, salah satu hambatan adalah
tidak adanya perbedaan cara penjualan produk asuransi syariah dengan
konvensional. Di level terdepan, yakni agen penjual, pemahaman substansi
asuransi syariah masih ditafsirkan tidak jauh berbeda dengan produk asuransi
konvensional. Berdasarkan wawancara dengan beberapa agen asuransi syariah,
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang prinsip dasar asuransi syariah
menjadi kendala bagi agen untuk meyakinkan nasabah terhadap perbedaan
asuransi syariah dan konvensional. Oleh karena itu, diperlukan satu upaya konkrit
untuk memastikan bahwa para pelaku usaha asuransi syariah memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang asuransi syariah dan produk
yang ditawarkan. Sertifikasi kelembagaan asuransi syariah merupakan salah satu
solusinya. Sertifikasi kelembagaan bagi perusahaan asuransi yang menawarkan
produk syariah akan berdampak terhadap beberapa hal :
a. Merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap perlunya asuransi, khususnya asuransi syariah.
b. Diharapkan sertifikasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan
mendorong penjualan produk asuransi syariah
c. Upaya untuk mengantisipasi masuknya perusahaan asuransi syariah
global yang menjangkau pasar Indonesia.
1 Hasil wawancara dengan Direktur IKNB Syariah OJK, Bapak Muklasin pada tanggal
23 Mei 2014.
10
d. Memenuhi standar global agar mampu berkompetisi tidak saja di
tingkat nasional, namun dapat menjangkau pasar regional dan global.
Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diperoleh hasil bahwa saat ini
masih terdapat polis sebagai dasar hubungan hukum yang beragam bentuk dan
isinya. AASI sebagai asosiasi baru menggagas adanya polis asuransi yang bersifat
standar untuk memberikan kepastian dan jaminan kepada nasabah bahwa
operasional takaful sudah patuh terhadap prinsip syariah. Namun demikian, polis
yang sekarang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah wajib berpedoman
pada Fatwa DSN No : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Beberapa hal yang harus diakomodasikan dalam polis adalah sebagai
berikut :
a. Kontrak (akad) tidak mengandung gharar (penipuan); maysir (judi);
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap); barang haram dan
maksiat.
b. Kontrak harus jelas menyebutkan akad tabarru untuk kontribusi dari
nasabah selaku partisipan takaful, dan akad tijarah untuk pengelolaan
dana tabarru.
c. Kontribusi yang diberikan oleh partisipansebagai dana tabarru yang
akan dikelola oleh perusahaan takaful.
d. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
e. Cara dan waktu pembayaran kontribusi.
f. Jenis akad tijarah dan/atau tabarru serta syarat-syarat yang disepakati
sesuai dengan jenis asuransi yang diperjanjikan.
Dalam konteks sertifikasi, pedoman yang lebih rinci dalam pembuatan
kontrak (polis) menjadi urgen untuk menghindari kesalahan dalam
menerjemahkan prinsip syariah, khususnya untuk menghindari larangan dalam
syariah. Oleh karena itu, kontrak standar seharusnya menjadi salah satu objek
sertifikasi dalam operasional takaful di Indonesia. Berkenaan dengan polis standar
ini, AASI sudah menggagas pedoman polis asuransi syariah, bekerjasama dengan
DSN, OJK dan IIS dan saat ini sudah menjadi agenda di OJK untuk Asuransi
syariah. Perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dan syariah terletak
11
dari prinsip yang mendasari aktivitasnya, yakni harus terbebas dari unsur-unsur
yang secara syariah dilarang termasuk dalam aktivitas ekonomi dilarang riba,
maysir dan gharar. Unsur- unsur ini harus dipastikan tidak terdapat dalam
aktivitas asuransi syariah baik dari kelembagan, produk maupun proses. Dengan
kata lain , perusahaan asuransi syariah (takaful) harus menjamin bahwa
perusahaan ,patuh pada pelaksanaan prinsip syariah ( sharia compliance). Calon
nasabah atau nasabah berhak mendapat jaminan bahwa perusahaan menjalankan
dan mengelola dana takaful sesuai dengan prinsip syariah. Kewajiban perusahaan
takaful untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah secara legal
dituangkan dalam kontrak (akad) yang merupakan dasar terjadinya hubungan
hukum antara perusahaan takaful dengan nasabah. Secara khusus fatwa DSN no :
21/DSN-MUI/IX/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah mengatur
secara khusus akad antara perusahaan takaful dan nasabah yang sesuai dengan
prinsip syariah , yaitu yang tidak mengandung gharar (penipuan/ketidakpastian);
masyir (perjudian); riba ; zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram
dan maksiat.
Selain secara substansi, akad antara perusahaan takaful dan nasabah harus
memenuhi ketentuan di atas, hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan asuransi
syariah adalah adanya pembedaan jenis akad yang harus dibuat atau disiapkan
oleh perusahaan takaful. Berbeda dengan asuransi konvensional yang menjadikan
sertifikat polish sebagai bukti telah dibuatnya perjanjian antara perusahaan
asuransi dengan nasabah, yang mengatur kewajiban dan hak para pihak, maka
dalam takaful wajib dibuat 2 akad untuk memenuhi unsur saling tolong menolong
atau memastikan penerapan mprinsip mutual cooperation yang menghilangkan
unsur gharar atau sesuatu yang tidak pasti ( uncertainty) dalam asuransi
konvensional Larangan gharar (ketidakpastian/uncertainty) dalam praktik
pengelolaan dana takaful dalam mekanisme takaful harus dimaknai secara baik
dengan melihat mekanisme akad yang digunakan baik diantara para pastisipan
maupun antara partisipan dan pengelola dana takaful. Penggunaan akad tabarru’
pada saat para partisipan mendonasikan dana untuk dimasukkan dalam dana
takaful dipandang sebagai cara untuk meniadakan unsur gharar. Berdasarkan
12
akad tabarru’ para partisipan sebenarnya menanggung kerugian diantara mereka
dengan menggunakan dana mereka sendiri berdasarkan prinsip saling menolong,
saling bertanggung jawa dan saling melindungi.
Prinsip mutual cooperation (kerjasama dalam kebajikan atau tolong
menolong) dalam mekanisme takaful tidak dapat dilepaskan dari penggunaan
akad tabarru pada saat partisipan mendonasikan sejumlah dana ke dalam dana
takaful. Namun demkian, prinsip ini tidak menghalangi pengelola dana takaful
atau perusahaan asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan berdasarkan akad
tijarah(komersial) dengan menggunakan model-model akad, antara lain akad
wakalah dan mudharabah. Keuntungan yang diperoleh tetap patuh pada prinsip
syariah yaitu tidak berasal dari riba, melainkan berasal dari aktivitas pengelolaan
dan investasi dana takaful melalui fee based income dan profit sharing. Oleh
karena itu, perusahaan takaful harus menggunakan akad yang berbeda dengan
perjanjian yang dituangkan dalam sertifikat atau polish asuransi. berkaitan dengan
akad yang digunakan, saat ini perusahaan asuransi syariah menggunakan 1
kontrak yang memuat dua akad, artinya hanya dibuat 1 kontrak sebagai dasar
hubungan hukum yang memuat baik akad tabarru maupun akad tijarah
(pengelolaan atau investasi). Hubungan hukum itu seharusnya dituangkan dalam
polis standar sebagai perjanjian diantara perusahaan asuransi dan peserta.
Sebagaimana layaknya pelaku usaha yang melayani nasabah dalam jumlah
besar, perusahaan takaful lazim menggunakan standar kontrak sebagai dasar
hubungan hukum antara perusahaan dengan nasabah. Regulasi yang ada . tidak
menetapkan kontrak standar yang seragam diantara perusahaan asuransi, namun
demikian Dewan Syariah Nasional memberikan pedoman dalam membuat
perjanjian , khususnya substansi yang harus dimasukkan dalam perjanjian. Fatwa
DSN No : 21 memberikan pedoman bahwa setidak-tidaknya klausul dalam akad
antara perusahaan takaful dan nasabah harus memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;
2. Cara dan waktu pembayaran premi;
3. Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru serta syarat –syaratyang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
13
Mengacu pada Fatwa DSN di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dimungkinkan bahwa dalam mekanisme takaful di buat dalam 1 akad yang
memuat akad tijarah dan akad tabarru, atau dibuat dalam 2 akad yang terpisah,
yakni akad tabarru dan akad tijarah. Pemilihan akad akan menentukan kedudukan
para pihak dalam akad yang dibuat. Fatwa DSN memberikan pedoman terkait
kedudukan para pihak yakni :
a. dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal
(pemegang polis);
b. dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah,
sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Standar kontrak atau akad yang akan dibuat harus memperhatikan
ketentuan bahwa akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang
tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Namun demikian, akad
tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah. Kontrak standar atau polis dari
perusahaan asuransi syariah menjadi dasar bagi nasabah asuransi untuk
memperjuangkan haknya. Oleh karena itu diperlukan polis yang bersifat standar
untuk mengakomodasi kepentingan nasabah.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang,
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Substansi apa yang harus dimuat dalam standar kontrak/akad asuransi
untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah?
2. Jenis regulasi yang tepat untuk memuat kewajiban standarisasi polis dan
sertifikasi bagi perusahaan asuransi syariah baik di level manajemen
maupun agen penjual?
14
3. Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah
oleh perusahaan asuransi syariah?