i LAPORAN HASIL PENELITIAN PENELITIAN DASAR UNGGULAN PERGURUAN TINGGI KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN PADA WILAYAH PERTAMBANGAN TIM PENGUSUL : SYAHBUDIN, S.H., M.Hum (KETUA)/NIDN 0022057102 Dr. OHEO KAIMUDDIN HARIS, S.H., LL.M (ANGGOTA)/NIDN 0016067305 SITTI AISAH ABDULLAH, SH, MH (ANGGOTA) / NIDN 0025038206 LADE SIRJON, S.H, LL.M (ANGGOTA) / NIDN 0017088503 UNIVERSITAS HALUO LEO AGUSTUS 2018
30
Embed
LAPORANHASIL PENELITIAN PENELITIAN DASAR UNGGULAN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENELITIAN DASAR UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN
PADA WILAYAH PERTAMBANGAN
TIM PENGUSUL :
SYAHBUDIN, S.H., M.Hum (KETUA)/NIDN 0022057102
Dr. OHEO KAIMUDDIN HARIS, S.H., LL.M (ANGGOTA)/NIDN 0016067305
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 62.1. Konsep Tentang Konflik/Sengketa .......................................................................... 62.2. Faktor Penyebab Sengketa Pertanahan .................................................................... 72.3. Konsep Penyelesaian Sengketa................................................................................ 92.4. Konsep Tentang Pertambangan ............................................................................. 112.5. Roadmap Penelitian ............................................................................................... 11
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................................ 143.1. Tipe Penelitian ....................................................................................................... 143.2. Bahan Hukum Penelitian ....................................................................................... 143.3. Alat Pengumpulan Data ......................................................................................... 143.4. Populasi dan Sampel.............................................................................................. 153.5. Analisis Data.......................................................................................................... 15Bagan Alur Penelitian................................................................................................... 16
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ................................................................. 174.1. Identifikasi Bentuk Penyelesaian Konflik Sengketa Pertanahan ........................... 18
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................................. 245.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 245.2. Saran ...................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 25
iv
LAMPIRAN
v
1.1. Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) meletakan dasar-dasar kepastian
hukum terhadap hak-hak atas tanah termasuk benda tetap yang ada diatasnya,
khususnya tentang kepemilikan dan/atau penguasaannya.
Hukum tanah merupakan salah satu hukum yang saat ini dan masa yang akan
datang sangat menyentuh hajat hidup orang banyak. Berbagai kasus pertanahan
khususnya pembebasan tanah untuk wilayah/kawasan pertambangan. Saat ini tanah
merupakan sumber daya alam terpenting, di saat populasi manusia terus meningkat
sementara luasnya tidak bertambah sehingga pemilikan dan penggunaan tanah sering
berujung pada sengketa bahkan konflik pertanahan yang diakibatkan karena tidak
dimilikinya dasar hukum yang kuat sebagai alat bukti hukum terhadap penguasaan
bidang fisik tanah serta adanya benturan kepentingan antara pemerintah, perusahaan
pertambangan dan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara Pasal 1 butir (1) menyatakan bahwa pertambangan adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan, dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pasca tambang.
Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yng terdapat dalam bumi
Indonesia.Kegiatan pertambangan selain memberikan keuntungan juga
memberikan dampak pada kehidupan masyarakat.Dampak yang muncul dalam
kegiatan pertambangan adalah dampak social ekonomi menurut Homenauck dapat
dikategorikan kedalam kelompok-kelompok dampak nyata dan dampak khusus.
Dampak nyata adalah dampak yang timbul sebagai akibat dari aktivitas proyek,
pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi, misalnya migrasi penduduk,
1
kebisingan atau polusi udara, dampak khusus adalah suatu dampak yang timbul
dari persepsi masyarakat terhadap resiko dari adanya proyek.
Kegiatan pertambangan tidak selalu dilaksanakan dengan baik oleh kontraktor
yang ditunjuk atau pemegang izin pertambangan. Dalam melaksanakankegiatan
tambang, kontraktor yang ditunjuk selalu menimbulkan masalah. Masalah itu tidak
hanya terjadi antara masyarakat dengan kontraktor atau pemegang izin pertambangan,
tapi juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Kesenjangan
penerimaan penghasilan juga dperoleh pada level pemerintah, antara pemerintah
daerah penghasil tambang dengan penerimaan pemerintah pusat serta kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan.(Salim HS, 2005 : 29-
30).
Konflik pertambangan yang dimaksud adalah konflik antara investor
dengan masyarakat lokal yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan.
Masyarakat lokal yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang secara
historis memiliki territorial dan identitas diri dan mengidentifikasikan diri sebagai
kelompok yang berbeda.(Bambang Hudayana, 2005 : 2).
Dengan munculnya pemahaman yang tidak seragam dari benturan
kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan sangat berpengaruh pada
tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Olehnya itu, untuk
mencegah terjadinya konflik dibidang pertanahan khususnya di wilayah
pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara dibutuhkan model atau strategi dan
kebijakan pemerintah daerah dalam penyelesaian konflik pertanahan di wilayah
pertambangan.
Di Sulawesi Tenggara terdapat beberapa Daerah Otonomi Baru (DOB)
diantaranya yaitu Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Selatan, dan Konawe
Kepulauan yang merupakan wilayah pertambangan dimana fungsi dan
pemanfaatan tanah sangat penting untuk pembangunan berbagai infrastruktur, sarana
dan prasarana pemerintahan, jalan, pendidikan, kesehatan, pelayanan publik serta
2
33
fasiltas umum lainnya. Karena itu, ketersediaan tanah untuk pembangunan berbagai
infrastruktur, sarana dan prasarana tersebut sangat dibutuhkan.
Sementara upaya untuk penyediaan tanah selalu dihadapkan dengan berbagai
permasalahan. Kepastian hukum hak atas tanah di Provinsi Sulawesi Tenggara sangat
dibutuhkan. Olehnya itu, dibutuhkan model, strategi dan kebijakan pemerintah daerah
dalam penyelesaian konflik pertanahan khususnya di wilayah pertambangan.
Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan orang perorangan,
kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai
kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara bersama Badan Pertanahan Nasional harus memiliki strategi
penyelesaian konflik pertanahan pada wilayah pertambangan.
1.2. Permasalahan
Penelitian ini mengajukan dua permasalahan pokok, yakni :
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk konflik pertanahan pada wilayah pertambangan
di Provinsi Sulawesi Tenggara ?
2. Bagaimana strategi dan kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam menyelesaikan konflik pertanahan pada wilayah pertambangan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
bentuk-bentuk konflik pertanahan yang terjadi di wilayah pertambangan serta
menemukan/menciptakan strategi dan kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam penyelesaian konflik pertanahan yang terjadi di wilayah
pertambangan. Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah bahwa hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai strategi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk mencegah terjadinya konflik pertanahan pada wilayah pertambangan dan untuk
mencegah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Secara praktis hasil dari
44
penelitian diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam penerapan
hukum pertanahan/agraria di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.4. Urgensi Penelitian
Penelitian ini memiliki urgensi pada beberapa hal dasar yaitu, Pertama
bahwa penelitian Model, Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan pada Wilayah Pertambangan untuk
mendukung capaian program penelitian bidang ilmu hukum sesuai dengan isu-isu
strategis dalam Rencana Induk Penelitian (RIP) Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo Tahun 2016 -2020. Kedua hasil
penelitian ini akan memberikan manfaat khususnya bagi pemerintah, aparat penegak
hukum, masyarakat dapat menjadi referensi/bahan pertimbangan dalam penyusunan
Kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan pada Wilayah Pertambangan.
55
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS1) TS+1
1.
Artikel ilmiah
Internasional bereputasi Draf Tidak ada Draf Submitted
Nasional terakreditasi Draf Draf Draf Draf
2. Artikel Ilmiah
dimuat di
Internasional Terindeks Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nasional Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
3. Invited speaker
dalam temu ilmiah4)
Internasional Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nasional Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
4. Visiting Lecturer5) Internasional Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
5.Hak Kekayaan
Intelektual (HKI)6)
Paten Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Paten sederhana Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Hak cipta Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Merek dagang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Rahasia dagang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Desain produk industri Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Indikasi geografis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Perlindungan Varietas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Perlindungan Topografi Sirkuit
Terpadu
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
6. Teknologi tepat guna7) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
7. Model/Purwarupa/Desain/Karya Seni/ Rekayasa
Sosial8)
Tidak ada Model Produk Penerapan
8. Buku ajar9) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
9. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)10) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1.5. Rencana Target Capaian Tahunan
3)
66
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep tentang Konflik/Sengketa
Konflik berasal dari kata latinconfigure yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik menurut pengertian hokum adalah perbedaan pendapat,
perselisihan paham, sengketa antara dua pihak tentang hak dan kewajiban pada
saat dan keadaan yang sama. Secara umum konflik atau perselisihan paham,
sengketa, diartikan dengan pendapat yang berlanan antara diua pihak mengenai
masalah tertentu pada saat dan keadaan yang sama. (Muchsan, 1992 : 42).
Menurut Robbins (2006), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar
belakanginya. Kondsi tersebut yang disebut juga sebagai sumber terjadinya
konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu komunikasi, structural, dan variable
peribadi.Sedangkan menurut Kreps, Konflik senantiasa berpusat pada beberapa
penyebab utama, yakni tujuan yang ingn dicapai, alokasi sumber-sumber yang
dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaiakan ketidakpuasan
kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukan perbedaan pendapat, maka terjadilah
apa yang dinamakan dengan sengketa. Menurut Nurnaningsih (2012 ; 2), dalam
konteks hukum terutama hukum kontrak, yang dimaksud dengan sengketa adalah
perselisihan yang terjadi antara para pihak karena ada pelanggaran terhadap
kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu kontrak, baik sebagian maupun
keseluruhan. Dengan kata lain terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu
pihak.
Dalam sebuah kontrak, tentunya diawali dengan prasyarat sehingga tercapai
suatu kesepakatan terhadap obyek yang halal untuk diperjanjikan. Terhadap apa
77
yang sudah disepakati, manakala dalam proses pelaksanaan kontrak tersebut terdapat
salah satu pihak yang tidak menjalankan segala sesuatu sesuai dengan kontrak
maka akan terjadi konflik atas dasar wanprestasi. Tindakan wanprestasi itulah
sebagai titik awal lahirnya sebuah sengketa/konflik.
Menurut Takdir Rahmadi (2011 ; 1), konflik atau sengketa merupakan situasi
dan kondisi dimana orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat
factual maupun perselisihan-perselisihan yang ada pada persepsi mereka. Kondsi
yang terjadi adalah masing-masing orang mempertahankan persepsinya, dimana
perselisihan dapat terjadi karena adanya suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak
atau salah satu pihak dalam perjanjian.
2.2. Faktor Penyebab Sengketa Pertanahan
Menurut Takdir Rahmadi (2011 : 8-10), dalam teori konflik, terdapat
beberapa teori yang menjelaskan sebab-sebab timbulnya sengketa, termasuk
dalam lahirnya sengketa pertanahan, antara lain :
a. Teori hubungan masyarakat
Pada teori ini menitikberatkan pada adanya ketidakpercayaan dan rivalisasi
kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori ini memberikan solusi-solusi
terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara peningkatan komunikasi dan
saling pengertian antar kelompok-kelompok yang mengalami konflik, serta
pengembangan toleransi agar masyarakat bias saling menerima keberagaman
dalam masyarakat.
b. Teori negosiasi prinsip
Pada teori ini menitikberatkan pada konsep bahwa konflik terjadi karena
adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak.Para penganjur teori ini
berpendapat bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan, maka pelaku harus
mampu memisahkan perasaan peribadinya dengan masalah-masalah dan mampu
melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah
tetap.
8
c. Teori identitas
Teori ini menyatakan bahwa konflik terjad karena sekelompok orang merasa
identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori ini mengusulkan penyelesaian
konflik karena identitas yang terancam dilakukan melalui fasilitasi lokakarya dan
dialog antara wakil-wakil kelompok yang mengalami konflik dengan tujuan
mengidentifikasi ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang mereka rasakan serta
membangun empati dan rekonsiliasi. Tujuan akhirnya adalah pencapaian
kesepakatan bersama yang mengakui identitas pokok semua pihak.
d. Teori kesalahpahaman antar budaya
Teori ini menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam
berkomunikasi diantara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda.
Untuk itu, diperlukan dialog antara orang-orang yang mengalami konflik guna
mengenal dan memahami budaya masyarakat lainnya, mengurangi stereotipe yang
mereka miliki terhadap pihak lain.
e. Teori transformasi
Teori ini menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya masalah-
masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta kesenjangan yang terwujud dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat baik social, ekonomi maupun politik.
Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui
beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang para pihak yang
mengalami konflik, serta pengembangan proses-proses dan system untuk
mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi, dan pengakuan keberadaan
masing-masing.
f. Teori kebutuhan atau kepentingan manusia
Teori ini menitikberatkan pada konsep bahwa konflik dapat terjadi karena
kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi/terhalangi atau merasa
dihalangi oleh orang/pihak lain. Kebutuhan dan kepentingan manusia dapat
9
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu subtantif, procedural, dan psikologis.Kepentingan
substantif berkaitan dengan kebutuhan manusia yang berhubungan dengan
kebendaan seperti uang, sandang, pangan, papan/rumah, dan kekayaan.Kepentingan
procedural berkaitan dengan tata dalam pergaulan masyarakat, sedangkan
kepentingan psikologis berkaitan dengan non-materiil atau bukan kebendaan seperti
pengharagaan dan empati.
2.3. Konsep Penyelesaian Sengketa Tanah
a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)
Jalur litigasi adalah jalur penyelesaian resmi melalui lembaga kehakiman
yaitu pengadilan.Dalam jalur litigasi terdapat pihak yang bertindak sebagai
penggungat atau yang berkeberatan dan pihak tergugat atau pihak teradu. Dalam
proses ini kemudian para pihak menyampaikan dalil-dalil yang mendukung
kebenaran apa yang mereka sampaikan didepan pengadilan.
Proses penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi adalah mekanisme
penyelesaian melalui jalur peradilan umum. Prosedur ini sifatnya lebih formal dan
tekhnis yang menghasilkan kesepakatan menang kalah, senderung menimbulkan
masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak
responsive dan menimbulkan permusuhan diantara para pihak yang bersengketa.
Kondisi ini cenderung menyebabkan masyarakat mencari alternatif lain diluar
pengadilan atau biasa disebut dengan alternative dispute resolution atau ADR
(Yahya Harahap, 2008 : 234).
Menurut Nurnaningsih Amriani (2012 : 35), jalur litigasi merupakan proses
penyelesaian sengketa dipengadilan yang mana semua pihak yang bersengketa saling
berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya dimuka pengadilan.
Hasil akhir dalam penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang
menyatakan win-lose solution.
b. Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Non-Litigasi
Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi dapat ditempuh dengan
metode sebagai berikut :
10101
1. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Ketentuan mengenai pengertian arbitrase diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan Penyelesaian
Sengketa. Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30
tahun 1999 menyatakan bahwa arbitrase (wasit) adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
2. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi.
Menurut pendapat Ficher dan Ury dalam Nurnaningsih Amriani
(2012 : 23) menyatakan bahwa negosiasi adalah komunikasi dua arah
yang dirancang untuk mecapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda.
3. Penyelesaian sengketa melalui mediasi
Menurut Nurnaningsih Amriani (2012 : 28), Mediasi adalah
negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai
prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk
mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif dalam
proses tawar menawar.
Menurut I Made Widnyana (2009 : 2), Mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa alternative dimana pihak ketiga yang dimintakan
bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif
dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu
masukan.
4. Penyelesain sengketa melalui konsiliasi.
Konsiliasi adalah tindak lanjut dari mediasi.Mediator berubah
fungsi menjadi konsiliator. Konsiliator menjalankan fungsi yang lebih
aktif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaan sengketa dan
menawarkannya kepada para pihak. (Nurnanningsih Amriani, 2012 : 34).
10
11111
5. Penyelesaian sengketa melalui Penilaian ahli.
Penyelesaian model ini merupakan cara penyelesaian sengketa oleh
para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian oleh ahli terhadap
perselisihan yang sedang terjadi.(Takdir Rahmadi, 2011 : 19).
6. Penilaian sengketa melalui pencari fakta.
Model ini adalah sebuah cara penyelesaan sengketa oleh para pihak
dengan meminta bantuan sebuah tim yang biasanya terdiri atas para ahli
dengan jumlah ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau
penemuan fakta-fakta yang diharapkan memperjelas duduk persoalan dan
dapat mengakhiri sengketa. (Takdir Rahmadi, 2011 : 17).
2.4. Konsep Tentang Pertambagan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang (Kementerian ESDM tahun 2014).
2.5. Roadmap Penelitian
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang (Kementerian ESDM tahun 2014).
a. Penelitian Estevina Pangemanan
Penelitian berjudul Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas
Tanah (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konflik sengketa
kepemilikan hak atas tanah dan bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa hak atas
tanah. Penelitian ini dapat disimpulkan dalam dua hal yaitu pertama, upaya
penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pemerintah atas sengekta kepemilikan hak
atas tanah adalah dilakukan lewat procedural administrasi lembaga pemerintah dalam
11
12121
hal ini untuk Badan Pertanahan Nasional. Kedua, apabila suatu sengketa
kepemilikan tanah tidak dapat diselesaikan dengan bantuan pemerintah, dalam hal ini
Direktorat Agraria lewat jalur mediasi, maka upaya lewat lembaga pengadilan umum
maupun badan arbitrase dapat menjadi jembatan dari pihak yang bersengketa untuk
mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang menjadi objek sengketa.
(https:journal.unsar.ac.id/index.php/lexprivatum/article/…/2607, tanggal 3 Juli
2017).
b. Penelitian H. Salim H.S.” dan Idrus Abdullah”
Penelitian berjudul Penyelesaian Sengketa Tambang: Studi Kasus
Sengketa antara Masyarakat Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara
Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi antara
masyarakat etnis Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa factor penyebab terjadinya sengketa antara masyarakat etnis
Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dan antara Pemerintah
Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara bervariasi. Factor-faktor tersebut,
meliputi (1) belum terpenuhinya permintaan ganti rugi oleh PT. Newmont Nusa
Tenggara (83%) dan 92) belum jelasnya status hukum wilayah Elang Dodo,
Kecamatan Ropang, Kecamatan Ropang Kabupaten Sumbawa dengan PT. Newmont
Nusa Tenggara adalah karena tidak terpenuhinya permintaan masyarakat
terhadap proposal yang diajukan oleh masyarakat Desa Ropang, Kecamatan Rpang,
Kabupaten Sumbawa kepada PT. Newmont Nusa Tenggara (100%). Nilai proposal
yang diajukan oleh masyarakat Desa Ropang sebesar Rp. 10 milyar. Faktor
penyebab timbulnya sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia
dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dalam melaksanakan kontrak karya (57%) dan
adanya pihak ketiga (43%). Persepsi masyarakat tentang cara atau pola untuk
mengakhiri atau menyelesaiakn sengketa antara masyarakat etnis Samawa dengan
PT. Newmont Nusa Tenggara dan antara Pemerintah Indonesia dengan PT.
Newmont Nusa Tenggara, meliputi hukum Negara (4%), hukum adat (86%), dan
12
13131
arbitrase internasional (10%) . pola penyelesaian sengketa yang paling dominan
adalah menggunakan hukum adat. Cara-cara itu, meliputi (1) tumaq barema atau
tumaq basuan, dan (2) saling basabalong atau basasai atau yasasapah.
(https://jurnal.ugm.ac.id > article > viewFile, tanggal 4 Juli 2017).
c. Penelitian Sulastrino
Penelitian berjudul Penyelesaian Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berbasis Pranata Adat. Penelitian ini bertujuan sebagai pengetahuan dasar (milestone)
dalam penemuan obat modern. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat
hukum adat melaksanakan pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidup para anggota baik, orang tua, anak-anak, maupun pemuda.
Impleimentasi pengelolaan sumber daya alam sering ada perbedaan kepentingan
sehingga muncul konflik. Upaya penyelesaian konflik pengelolaan sumber daya
alam dikatakan berbasis pranata adat merupakan impleimentasi model
penyelesaian konflik melalui jalur non litigasi. Penyelesaian konflik pengelolaan
sumber daya alam dikatakan berbasis pranata adat apabila konflik diselesaikan
berdasarkan sistem peradilan adat dalam suatu forum/kerapatan adat dengan
menerapkan aturan adapt masyarakat hukum adat setempat. Agar pranata adat dapat
berkontribusi sebagai basis dalam penyelesaian pengelolaan sumber daya alam
maka perlu ada upaya serius dan sungguh-sungguh untuk memberdayakan pranata
adat dari pihak pemerintah, masyarakat hukum adat, dan pihak swasta.
(journal.umy.ac.id > article > download, tanggal 4 Juli 2017).
13
14141
3.1. Tipe Peneltian
BAB III
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan adalah empiris yuridis. Penelitian yuridis
empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi
ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi dalam masyarakat. Dalam penelitian ini akan menganalisis secara yuridis
peraturan perundang-undangan berkaitan dengan model, strategi dan kebijakan
pemerintah provinsi dalam penyelesaian konflik pertanahan pada wilayah
pertambangan, Selanjutnya membuat strategi dan kebijakan pemerintah yang dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
3.2. Bahan Hukum Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data
sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara menelaah sumber-sumber tertentu
yang terkait dengan judul penelitian. Untuk data primer dilakukan dengan
pengamatan (observasi partisipatif), survei, wawancara mendalam dan Focus Group
Discussion (FGD) (Mikkelsen, 2001). Dalam penelitian ini metode yang akan
digunakan adalah Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara pengamatan langsung di lapangan terkait dengan objek penelitian.
Sedangkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan adalah penelitian yang data-datanya diperoleh dengan
cara menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, serta
tulisan- tulisan lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian.
b. Studi dokumen dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan objek penelitian.
3.3. Alat Pengumulan Data
a. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat, tokoh masyarakat, pemuda,
aparat pemerintahan dan penegak hukum.
14
1515
b. Angket diberikan kepada masyarakat.
c. Dokumentasi : Fakta hukum Model, Strategi dan Kebijakan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penyelesaian konflik pertanahan pada
wilayah pertambangan
3.4. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini membedakan antara Responden dan Informan.
Responden adalah warga masyarakat, sedangkan informan adalah pihak tertentu,
meliputi aparat pemerintah, aparat penegak hukum. tokoh masyarakat adat.
Pengambilan sample dilakukan secara Purpossive sampling, yakni sample akan
dikualifikasi secara kategoris dengan prosentase hingga 30 % sample.
3.5. Analisis Data
Data yang berhasil dirampaungkan akan dianalisis baik pada saat
penelitian sedang berlangsung maupun usai penelitian dilapangan. Teknik analsis
data yang bersifat kualitatif interpretatif yang diproses melalui upaya penelaahan
data, reduksi data, kategorisasi data, pemeriksaaan keabsahan hingga penafsiran data
(Milles dan Huberman, 1988).
Bagan alur peneltian
16
171719
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Bentuk Penyelesaian Konflik Sengketa Pertanahan
Menurut Thomas dalam Huczynski dan Buchanan (2005) dan Spangler (2003)
telah membedakan antara dua dimensi kunci kepribadian: ketegasan dalam mengejar
tujuan sendiri, dan kegotong-royongan dalam mengejar tujuan bersama. Kedua ahli
ini telah mengidentifikasi lima pendekatan penyelesaian konflik atau resolusi konflik
utama berdasarkan kontinum dari asertif (kompetitif) ke kooperatif:
a. Pendekatan pemaksaan/bersaing: tinggi pada ketegasan dan rendah dalam
kerjasama. Orang-orang yang memiliki kecenderungan terhadap cara
kompetitif mengambil sikap tegas, dan mengenali apa yang mereka inginkan.
Mereka biasanya bertujuan dari posisi kekuasaan, yang diambil dari hal-hal
seperti posisi, pangkat, keahlian, atau kemampuan persuasif. Metode ini
dapat membantu ketika ada situasi yang mendesak dan keputusan harus
dibuat cepat; ketika keputusan tidak diterima; atau ketika membela seseorang
yang mencoba menggunakan situasi itu dengan egois. Namun, itu dapat
mengecewakan atau melukai para pihak, tidak yakin dan kesal ketika
digunakan dalam situasi yang kurang mendesak.
b. Pendekatan akomodatif: sesuatu yang bersifat rendah pada ketegasan dan
tinggi dalam kerjasama. Pendekatan ini menunjukkan keinginan untuk
menyatukan kebutuhan orang lain pada pengeluaran kebutuhan orang itu
sendiri. Sang akomodator secara teratur mengakui kapan harus memberikan
kepada orang lain, tetapi dapat diyakinkan untuk menyerahkan situasi bahkan
ketika itu tidak perlu. Pihak tersebut tidak percaya diri tetapi sangat
akomodatif. Akomodasi cocok ketika masalah lebih banyak menjadi masalah
bagi pihak tambahan, ketika harmoni lebih berharga daripada menyenangkan,
atau ketika keinginan berada di suatu tempat untuk menyatukan "belokan
yang baik" ini yang diberikan. Sebaliknya, orang mungkin tidak akan
17
181819
kembali, dan secara keseluruhan langkah ini menuju ke arah yang diragukan
untuk menyajikan hasil yang paling baik.…
c. Pendekatan penghindaran: sifatnya rendah pada ketegasan dan kegotong-
royongan. Perhatian komunitas terhadap pendekatan ini terlihat untuk
menghindari konflik sepenuhnya. Pendekatan ini dicirikan dengan
menyerahkan keputusan yang kontroversial, mengakomodasi resolusi
kegagalan, dan tidak kekurangan untuk menyakiti perasaan siapa pun. Ini
bisa menjadi tepat ketika penaklukan tidak mungkin, ketika argumen itu tidak
penting, atau ketika seseorang berada dalam situasi yang baik untuk
menyelesaikan dilema. Namun demikian, dalam banyak kondisi, ini adalah
pendekatan yang lemah dan tidak produktif untuk diperoleh.
d. Pendekatan kolaboratif: posisinya tinggi pada ketegasan dan kegotong-
royongan. Kelompok-kelompok ini cenderung melakukan upaya bersama
untuk memenuhi persyaratan semua kelompok yang terlibat. Kelompok ini
dapat sangat percaya diri selain lawan yang berbeda, mereka meminjamkan
bantuan secara efisien dan mengakui bahwa setiap kelompok adalah
signifikan. Cara ini sangat membantu ketika kebutuhan membawa
keberagaman sudut pandang untuk mendapatkan solusi yang paling unggul;
ketika hadir sebelum konflik dalam suatu kelompok; atau ketika keadaannya
terlalu penting yang dirancang untuk pertukaran yang lugas.
e. Pendekatan kompromistis: posisinya moderat pada kedua ketegasan dan
kebersamaan. Kelompok yang menyukai penemuan cara tengah yang
mencoba mendapatkan solusi terbaik yang setidaknya membuat sebagian
motivasi puas untuk semua pihak. Setiap pihak dapat diprediksi untuk
mengalah dan mengesankan serta pendekatan kompromi mempunyai berniat
menyerahkan sesuatu. Kompromi berguna ketika muatan konflik tinggi
daripada muatan latar belakang posisi ketika lawan kekuatan yang setara
berada dalam keadaan diam dan ketika ada batas yang mengancam bagi
kedua belah pihak.
18
191919
(Upa
yaU
ntuk
Mem
uask
anK
epen
ting
anP
ihak
)
Jika menyimak pernyataan Thomas dan Kenneth menggambarkan model
Prilaku Organisasi/Institusi dan Tampilan Masyarakat. Model ini mengilustrasikan