1
LAPPORAN
PENELITIAN DPP
TAHUN ANGGARAN 2013
KONVERSI LIMBAH SERBUK GERGAJI KAYU AKASIA
(Acacia mangium Willd) KE BRIKET ARANG DAN ARANG
AKTIF
Tim Peneliti : Dr. Ir. J. P. Gentur Sutapa, M.Sc.
Dr. Deny Irawati,S.Hut, M.Si. Prihono Hadi, S.Hut
Aji Nur Rakhmat, S.Hut. Ahmad Harun Hidayatullah
LABORATORITUM ENERGI BIOMASSA
BAGIAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................... 3
ABSTRAK ........................................................................................ 4
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 5
II. STUDI PUSTAKA .................................................................... 7
III. METODE PENELITIAN .......................................................... 11
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 14
V. KESIMPULANDAN SARAN .................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 19
3
ABSTRAK
Potensi pemanfaatan limbah Acacia mangium sebagai sumber energi biomasa
sebagai energi terbarukan belum digunakan secara optimal. Sumber energi terbarukan
merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi krisis energi. Pada saat ini cadangan
sumber energi fosil semakin menipis. Melihat kenyataan ini banyak orang beralih
menggunakan sumber energi yang dapat diperbaharui. Manusia mulai menggunakan
sumber energi yang berasal dari kayu maupun bagian tumbuhan. Penelitian ini dilakukan
untuk mengungkap potensi pemanfaatan limbah biomasa dari A. mangium sebagai
alternatif pengembangan energi terbarukan serta kemungkinan pemanfaatan lain sebagai
arang aktif.
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Syafii (1996), di antara biomas yang terdapat di muka bumi, persentase
terbesar adalah biomas dalam bentuk kayu atau hutan, dimana biomas yang dihasilkan
sekitar 90 milyar ton per tahun. Pada saat ini cadangan sumber energi fosil yang paling
banyak dimanfaatkan manusia semakin menipis. Melihat kenyataan ini manusia mulai
menggunakan sumber energi yang berasal dari kayu maupun bagian tumbuhan lain,
termasuk limbah di hutan sebagai salah satu sumber energi yang digunakan untuk
berbagai keperluan hidup.
Seiring dengan waktu maka di masyarakat telah dikembangkan tanaman A.
mangium sebagai sumber pemenuhan kebutuhan kayu perkakas serta pulp. Di dalam
pemanfaatan kayu acacia mangium maka terdapat limbah yang cukup banyak dalam
berbagai bentuk. Di dalam industri pengolahan kayu maka limbah yang paling dominan
ialah serbuk gergajian kayu A. mangium. Studi ini diharapkan dapat mengungkap
potensi limbah biomasa sehingga dapat dikembangkan alkternatif pemanfaatan limbah
biomasa tersebut serta kemungkinan pengembangannya di masa depan.
Sebagai sumber energi, karbon dalam biomasa adalah unsur utama yang
memberikan nilai pembakaran yang tinggi. Proses karbonisasi dapat meningkatkan nilai
kalor dari biomasa serta menurunkan keruahan dari biomasa dalam bentuk serbuk seperti
limbah serbuk gergaji A. mangium. Konversi limbah serbuk gergajian A. mangium ke
briket arang dapat meningkatkan kualitasnya untuk bahan bakar serta memudahkannya
dalam pengangkutan. Selain itu pemanfaatan karbon selain untuk bahan bakar dapat juga
digunakan sebagai absorben berbagai polutan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kualitas limbah A. mangium sebagai sumber energi terbarukan serta
konversi menjadi arang sebagai sumber energi.
2. Mengetahui kualitas limbah A. mangium sebagai bahan baku arang aktif sebagai
absorben
5
C. Urgensi Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan jenis pemanfaatan limbah A. mangium pada saat ini
2. Memberikan informasi tentang alternativ cara pemanfaatan limbah A. mangium
sebagai sumber energi.
3. Memberikan bahan pertimbangan pengembangan limbah biomasa sebagai sumber
energi dan bahan baku arang aktif.
6
BAB II
STUDI PUSTAKA
Sumber energi terbarukan merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi krisis
energi. Pada saat cadangan sumber energi fosil semakin menipis seperti sekarang
pengembangan teknologi dan penggunakan sumber energi yang dapat diperbaharui
merupakan kearifan yang sangat tepat. Dalam proses pemanfaatan kayu selalu terjadi
limbah kayu yang sebanding dengan jumlah biomasa yang diolah. Dengan asumsi
rendemen 60 % maka potensi limbah yang terjadi 40% dari jumlah bahan baku potensi
limbah biomasa sangat melimpah
Karakteristik tanaman Acacia mangium
Pohon Acacia mangium tampak selalu hijau, denghan tinggi bebas cabang hingga
30 m. Porsi tinggi batang bebas cabang dapat lebih dari setengah tinggi pohon; bentuk
batang silindris pada batang bawah dan diameter jarang lebih dari 50 cm. Permukaan
kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat (Jeker, 2011).
Pada tempat tumbuh yang tandus atau tidak subur, pohon mangium bisa
menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan tinggi rata-rata antara 7 sampai 10 m.
Batang pohonnya beralur memanjang. Pohon yang masih muda umumnya berkulit mulus
dan berwarna kehijauan; celah-celah pada kulit mulai terlihat pada umur 2–3 tahun.
Pohon yang tua biasanya berkulit kasar, keras, bercelah dekat pangkal, dan berwarna
coklat sampai coklat tua (Haruni dkk., 2011).
Warna kayu akasia mangium adalah berwarna coklat pucat sampai coklat tua,
coraknya polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang, teksturnya halus sampai
agak kasar, kayunya agak keras sampai keras. Kayu akasia berpori soliter dan berganda
radial 2-3 pori, parenkim tipe selubung, kadang-kadang berbentuk sayap pada pori
berukuran kecil, jari-jari sempit, pendek dan agak jarang. Berat jenis (BJ) rata-rata 0,61
(0,43-0,66) dengan Kelas Awet III dan Kelas Kuat II-III (Mandang dan Pandit, 1997).
Penyebaran dan Tempat Tumbuh Acacia mangium
Akasia mangium tumbuh secara alami di hutan tropis lembap di Australia bagian
timur laut, Papua Nugini dan Kepulauan Maluku kawasan timur Indonesia. Setelah
berhasil diintroduksikan ke Sabah, Malaysia, pada pertengahan tahun 1960-an, mangium
7
banyak diintroduksikan ke berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Papua
Nugini, Bangladesh, Cina, India, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Di
Indonesia, jenis ini pertama kali diintroduksikan ke daerah lain selain Kepulauan Maluku
pada akhir tahun 1970-an sebagai jenis pohon untuk program reboisasi (Haruni dkk.,
2011).
Akasia tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang tinggi baik terhadap tanah
dan iklim. Jenis ini biasa tumbuh pada tanah yang kurang subur maupun iklim yang
kering pada dataran rendah ketinggian 600 m dpl. Jenis ini juga dapat tumbuh dengan
kondisi lembah, tropis dan tumbuh pada temperatur tahunan dari 26ºC sampai 30ºC.
Akasia Menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi
Papua dan Maluku. Cepat tumbuh, pohon berumur pendek (30-50 tahun), beradaptasi
terhadap tanam asam (pH 4.5-6.5) di dataran rendah tropis yang lembab. Tidak toleran
terhadap musim dingin dan naungan. Tumbuh baik pada tanah subur yang baik drainasenya
tetapi tahan terhadap tanah yang tidak subur dan jelek drainasenya (Jeker, 2011).
Penggunaan Kayu Acacia mangium
Kayu akasia mangium dapat digunakan untuk pulp, kertas, papan partikel, krat
dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu juga berpotensi untuk kayu gergajian, molding,
mebel dan vinir. Karena memiliki nilai kalori sebesar 4.800–4.900 kkal/kg, kayunya
dapat digunakan untuk kayu bakar dan arang. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan
ternak. Cabang dan daun-daun kering yang berjatuhan dapat digunakan untuk bahan
bakar (Haruni dkk., 2011).
Menurut Jeker (2011), pemanfaatan kayu akasia mangium antara lain meliputi
kayu bakar, kayu konstruksi dan mebel, kayu tiang, pengendali erosi, naungan dan
perlindungan. Nilai lebih lain adalah kemampuan untuk bersaingi dengan alang-alang
(Imperata cylindrica).
Kegunaan kayu Acacia mangium untuk bahan konstruksi berupa ringan sampai
berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang
pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan
batang korek api, papan partikel, papan serat, vener dan kayu lapis, pulp dan kertas,
selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang dan Pandit, 1997).
8
Beberapa parameter kualitas biomasa
Beberapa parameter kualitas biomasa serta arang sebagai sember energi
merupakan kriteria yang banyak digunakan untuk menentukan nilai biomasa tersebut
parameter kualitas tersebut antara lain :
1. Kadar Air
Haygreen dan Bowyer (1989) mendefinisikan kadar air kayu sebagai berat air
yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Salah satu
cara yang paling lazim untuk menentukan kandungan air adalah dengan menimbang
sampel basah, mengeringkannya dalam tanur pada suhu 103 ± 2 oC untuk mengeluarkan
semua air kemudian ditimbang sampai konstan.
2. Berat jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan berat jenis bahan dengan berat
jenis air (Haygreen dan Bowyer, 1989). Berat jenis merupakan perbandingan antara
kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kadar air yang telah
ditentukan) dengan kerapatan air pada suhu 4oC karena air memiliki kerapatan 1 gr/cm
3
atau 1000 kg/cm3 pada suhu standar tersebut.
3. Nilai Kalor
Nilai kalor didefinisikan sebagai jumlah satuan panas yang dihasilkan per satuan
bobot dari proses pembakaran yang cukup oksigen dari suatu bahan yang mudah
terebakar. Nilai kalor dinyatakan dalam satuan British Thermal Unit (BTU) atau kalori
dimana 1 BTU sama dengan 252 kalori. Komponen kimia kayu terdiri dari 50% karbon,
6% hydrogen, dan 43% oksigen yang sangat berpengaruh terhadap keragaman nilai
kalor. Besarnya nilai kalor setara dengan jumlah komponen yang terdapat dalam kayu.
Nilai kalor kayu terutama ditentukan oleh berat jenis dan kadar air kayu, tetapi berubah-
ubah juga karena kadar lignin dan ekstraktif, seperti resin dan tanin. Nilai kalor
ditentukan pula oleh kerapatan kayu, kadar air, kadar karbon, lignin dan kadar ekstraktif.
Nilai kalor yang dihasilkan oleh kayu akan membrikan nilai yang berbeda untuk masing-
masing jenis kayu. Umumnya kayu jarum lebih tinggi nilai kalornya daripada kayu daun
lebar. Hal ini disebabkan oleh kandungan resin yang terdapat pada kayu jarum dapat
meningkatkan nilai kalor tersebut.
4. Kadar Zat Mudah Menguap
Kadar zat mudah menguap merupakan komponen penyusun kayu. Sebagai bahan
bakar zat mudah menguap akan mempermudah terbakarnya kayu. Besarnya kadar zat
9
mudah menguap berbanding terbalik dengan besarnya kadar karbon terikat, dimana
semakin tinggi kadar zat mudah menguap maka semakin rendah kadar karbon terikat,
dan sebaliknya.
5. Kadar Abu
Abu adalah bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan hingga berat yang
konstan. Kadar abu ini sebanding dengan kandungan kadar bahan organik di dalam kayu.
Fengel dan Wagener (1984) mendefinisikan abu sebagai jumlah sisa setelah bahan
organik dibakar yang komponen utamanya berupa zat mineral Ca, Mg, K dan silika.
Kayu memiliki persentase kadar abu yang sangat rendah, misalnya untuk kayu dari
daerah sedang mengandung 0,1-1,0% sedangkan untuk daerah tropika sedikit lebih tinggi
yaitu 1-5%. Abu yang dikandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak
dapat terbakar yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan-perubahan atau
reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Salah satu unsur utama abu adalah silika dan
pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
6. Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat berhubungan dengan nilai kalor bahan dimana semakin
tinggi kadar karbon terikat, maka semakin tinggi nilai kalornya karena setiap ada reaksi
oksidasi akan menghasilkan kalor. Jenis kayu sangat mempengaruhi nilai karbon dalam
briket karena perbedaan kandungan kimia dalam jenis kayu. Kandungan selulosa dalam
kayu akan mempengaruhi besarnya kadar karbon terikat dalam bahan. Kadar selulosa
yang tinggi menyebabkan kadar karbon terikat juga tinggi sebab komponen penyusun
selulosa sebagian besar adalah karbon. Kadar karbon terikat yang tinggi menunjukkan
kualitas yang baik, sedangkan kadar karbon terikat yang rendah menunjukkan kualitas
bahan yang kurang baik.
Briket Arang
Arang adalah residu yang berbentuk padat dari pembakaran biomass atau limbah
biomass pada kondisi yang terkontrol. Pengontrolan ini dilakukan agar asap yang keluar
selama pembakaran tidak banyak dan biomass tidak menjadi abu (Soeparno, 1999).
Menurut Hartoyo dan Nurhayati (1976), arang adalah residu yang sebagian besar
komponennya adalah karbon dan terjadi karena peruraian biomass akibat perlakuan
10
panas. Peristiwa ini terjadi pada pemanasan langsung dan tidak langsung dalam kiln atau
retort baik dengan atau tanpa udara terbatas.
Briket didefinisikan sebagai suatu perubahan bentuk dari bentuk serbuk menjadi
bentuk padat yang dihasilkan dari pemampatan komponen penyusunnya yang disertai
dengan panas (Soeparno, 1995). Hartoyo dan Nurhayati (1978) menyatakan bahwa briket
arang adalah arang yang diubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara
mengempa serbuk arang yang dicampur dengan perekat. Pembuatan briket arang ini
dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain: kerapatan arang dapat ditingkatkan,
bentuk dan ukuran arang dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mudah dalam
penyimpanan, nilai kalor lebih tinggi dibandingkan dengan arang kayu, tidak kotor,
mudah dalam pengangkutan dan praktis untuk bahan bakar rumah tangga.
Arang Aktif
Arang aktif (mempunyai bentuk amorf) adalah arang yang telah diberi perlakuan
untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi yang tinggi. Pada Encyclopedia of Chemistry
(Anonimus, 1966) arang aktif didefinisikan sebagai arang yang telah diaktivasi sehingga
memiliki permukaan yang luas dan mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi
terhadap uap, gas dan zat-zat yang berada dalam suatu larutan. Menurut kriteria SNI
(1995), arang aktif merupakan arang yang telah diaktifkan sehingga mempunyai daya
serap yang besar terhadap warna, bau, zat-zat beracun dan zat-zat kimia lainnya.
Mengolah arang menjadi arang aktif pada prinsipnya adalah membuka pori-pori arang
agar menjadi luas yaitu dari luas 2 m2/g pada arang yang sifatnya relatif inert menjadi
300-2000 m2/g pada arang aktif (Sudradjat dan Salim,1994).
Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon baik berasal
dari tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut antara
lain berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, tempurung kelapa, tulang binatang,
batubara dan lain-lain.
Menurut Sudradjat dan Salim (1994), ada dua cara mengaktifkan arang yaitu
melalui proses oksidasi lemah dengan menggunakan uap air pada suhu 900-1000ºC,
selain itu dapat juga dilakukan dengan proses dehidrasi dengan bahan kimia atau garam-
garam CaCl2, ZnCl2, H3PO4, NaOH dan Na2SO4. Banyak perusahaan arang aktif kini
menggabungkan kedua proses tadi. Perendaman dengan bahan kimia dapat dilakukan
11
sebelum proses karbonisasi yang dilanjutkan dengan pengaktifan menggunakan uap air
atau setelah proses karbonisasi bersamaan dengan pengaktivan. Kunci dari suksesnya
pembuatan arang aktif adalah penggunaan suhu karbonisasi serta suhu uap air yang
tinggi 900-1000ºC.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan bahan limbah Acacia mangium dari penggergajian di
Banjarmasin secara langsung sebagai sampel penelitian. Bahan kemudian dikeringkan
sampai kadar air seimbang (12%) untuk selanjutnya dibuat arang. Dari arang yang
diperoleh dikembangkan menjadi produk briket arang dan arang aktif.
C. Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut :
1. Alat tulis
2. Tape recorder
3. Alat hitung/kalkulator
4. Parang/pisau besar
5. Plastik
6. Perangkat bom kalorimeter
7. Oven
8. Timbangan
9. Cawan porselin
10.Thermolin
Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut :
1. Sampel limbah penggergajian A. mangium di Banjarmasin
2. Peralatan pembuatan dan pengujian kualitas arang di Lab. Energi Biomasa Fak.
Kehutanan UGM
D. Cara Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan data primer
tentang butir butir berikut berikut;
1. Pengambilan Data umum:
1.1. Jenis limbah A. mangium
1.2. Potensi limbah A. mangium
1.3. Pemanfaatan limbah A. mangium pada saat ini
13
2. Konversi Limbah A. mangium menjadi arang
Konversi dilakukan di Laboratorium Energi Biomasa sebagai bagian studi pemanfaatan
biomasa sebagai sumber energi. Pengujian nilai kalor dilakukan menggunakan alat
oksigen bom kalorimeter. Cara pengujian nilai kalor mengikuti metode ASTM 2015,
dengan prosedur pengujian sebagai berikut:
1. Tahap persiapan alat
a) Mengambil sebagian contoh uji dan menimbangnya dengan berat ± 1 gram,
kemudian cuplikan diletakkan di mangkok pembakaran dan ditimbang sebagai
berat m1
b) Memasang nikel sepanjang 10 cm pada elektrode dan disentuhkan pada cuplikan
tanpa menyinggung mangkok pembakaran
c) Mengisi silinder bom dengan air aquades setinggi 1 mm dan memasang kepala
bom pada silinder bom dan mengisi oksigen murni 99,5% hingga tekanannya,
mencapai 30 atm
d) Mengisi panci silinder dengan air sebanyak 2 liter dan dimasukkan dalam mantel
silinder
e) Memasukkan bom silinder ke dalam panci silinder dan memasang 2 chop beserta
kabelnya untuk aliran listrik AC 23 volt yang terangkai pada tutup mantel
silinder
f) Menutup mantel silinder dengan penutupnya sehingga pengaduk dapat berputar
secara bebas dan termometer (ketelitian 0,1 oC) menghadap ke depan pengukur
selain itu juga mempersiapkan stopwatch untuk mengukur waktu.
g) Mempersiapkan tabel pengukuran
2. Tahap pengukuran
a) Menjalankan pengaduk selama 5 menit, dimana selama waktu tersebut tiap satu
menit dicatat perubahan suhunya, untuk pengukuran nilai a, r1, ta
b) Pada saat waktu a tercapai, saklar (23 volt) dihidupkan sesaat (2 detik),
selanjutnya mulai mencatat t30”=a, t45” + a, t75” + a, t90” + a, t105” + a
(perubahan suhu tiap 15 detik). Pengukuran suhu pada selang waktu tersebut
untuk tujuan penentuan nilai 60% dari dt (total pembakaran) dan selanjutnya
nilai 60% dt tersebut tercapai pada titik suhu yang mana pada selang waktu t30”
hingga t105” sebagai nilai tb dan waktu b ditentukan dari hasil interpolasi tb
14
c) Selanjutnya setelah t105” + a, pengukuran suhu dilakukan tiap 1 menit. Jika titik
suhu tidak terjadi perubahan lagi maka setelah 5 menit dari titik tersebut proses
pengukuran dihentikan dengan cara menghentikan putaran pengaduk. Titik suhu
adalah nilai tc dan titik waktunya adalah nilai c.
3. Tahap pembongkaran
a) Melepas sabuk pemutar dan membuka mantel silinder serta mengeluarkan
silinder bom dari dalam panci silinder
b) Membebaskan tekanan gas yang ada dalam silinder bom dan membuka silinder
bom dengan memutar dan mengangkat kepala bom
c) Mengambil mangkok pembakaran dan menimbangnya sebagai berat m2
d) Mencuci dengan aquades semua permukaan baja yang ada dalam silinder bom
dan kepala bom bagian dalam. Kemudian airnya ditampung dalam gelas piala
(±50 ml). Hasil tampungan ini kemudian ditetesi dengan larutan indikator
methyl orange 3 tetes (warna cairan akan berubah menjadi merah muda) dan
dititrasi dengan larutan Na2CO3 (3,84 gr/l) yang terdapat pada buret (50 ml)
sampai warna merah muda berubah menjadi merah pucat/bening. Pada saat itu
dilihat skala buretnya menunjukkan berapa ml. Jumlah ml yang tercapai setara
dengan jumlah kalor (1 ml~1 kalori) sebagai koreksi asam (e1)
e) Mengambil kawat pembakar yang tidak ikut terbakar dan meletakkan pada skala
pengukuran kalor yang telah dikonversi dari panjang kawat (1cm~1 kalori),
sebagai koreksi dari panjang sisa kawat yang tidak terbakar (e2)
f) Dengan langkah yang sama dilakukan pembakaran asam benzoat untuk peneraan
kondisi alat bom kalorimeter sebagai nilai w.
Selanjutnya dilakukan pula pengujian lain terhadap sampel, berupa pengujian kadar air,
berat jenis, kadar abu, kadar zat mudah menguap dan kadar karbon terikat.
3. Konversi arang limbah A. mangium menjadi arang aktif
Dilakukan pengujian kualitas Arang aktif yang dihasilkan dan hasilnya dibandingkan
dengan standar kualitas arang aktif
Selanjutnya dari data yang diperoleh dilakukan :
1. Pengembangan alternatif pemanfaatan limbah biomasa A.mangium yang tepat
2. Pembuatan rekomendasi pengembangan limbah A. mangium di Banjarmasin
15
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Ragam Bentuk Limbah Acacia mangium
Limbah Acacia mangium berupa limbah penebangan dalam bentuk potongan
batang, tonggak, ranting serta cabang yang sebagian besar ditinggal di hutan. Pada
industri pengolahan maka limbah berupa sebetan potongan log serta paling dominan
adalah limbah dalam bentuk serbuk gergajian. Sampai saat ini pemanfaatan limbah
tersebut belum optimal. Pada beberapa industri penggergajian kayu di Kalimanatan
selatan limbah menjadi milik pekerja sehingga berfungsi sebagai insentif bagi pekerja
pada industri terebut. Pada akhirnya limbah dijual pada pedagang sebagai bahan bakar
ataudalam jumlah terbatas bahan pembuat obat nyamuk.
B. Potensi Limbah Serbuk Gergajian di Kalimantan Selatan
Kebijakan Kementerian Kehutanan berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan
khsusunya kayu adalah memanfaatkan kayu seoptimal mungkin dan menekan jumlah
limbah (zero waste). Namun demikian kenyataan di lapangan, umumnya pada industri
pengolahan kayu terutama industri penggergajian memiliki kendala dalam hal
peningkatan rendemen kayu olahan dan meminimalisir produksi limbah kayu. Rendemen
kayu gergajian di Indonesia rata-rata masih rendah yaitu berkisar antara 50-60%, dengan
jumlah limbah kayu gergajian berupa serbuk gergajian kayu adalah sebesar 15-20%
(Sudrajat dan Pari, 2011).
Menurut Sudrajat dan Pari (2011) kapasitas industri penggergajian kayu di
Indonesia adalah 360-1.800 ribu m3/tahun yang berasal dari 96 buah pabrik berkapasitas
antara 1.000-5.000 m3/tahun/pabrik. Kapasitas tersebut setiap tahunnya menghasilkan
limbah sekitar 180-900 ribu m3/tahun, dengan kontribusi limbah berupa serbuk gergaji
sebesar 15% (135 ribu m3), sebetan 10% (90 ribu m
3), dan potongan ujung 25% (225
ribu m3).
Di provinsi Kalimantan Selatan jumlah produksi kayu olahan khususnya kayu
gergajian untuk pemasaran dalam negeri pada tahun 2009 dan 2010 tercatat sebesar
10.638 M3 dan 17.228 M3 (Dishut, 2011). Dari jumlah tersebut, maka diperkirakan
16
jumlah serbuk gergajian yang dihasilkan dari produk olahan kayu gergajian di Provinsi
Kalimantan Selatan pada tahun 2009 dan 2010 adalah 4.307,0 M3 dan 2.659,5 M3.
Melihat dari kondisi tersebut, dan sejalan dengan kebijakan yang diterapkan
kementerian kehutanan, penanganan limbah gergajian kayu yang jumlahnya cukup besar
sangat penting untuk dilakukan dengan memanfaatkan limbah serbuk gergajian kayu
secara lebih optimal menjadi suatu produk yang lebih memiliki nilai dan bermanfaat.
C. Kualitas limbah gergajian A. mangium sebagai bahan baku energi terbarukan
Limbah serbuk gergajian yang ditemukan di industri dalam jumlah sangat
melimpah. Sampai saat ini tidak ada perlakuan pengeringan terhadap limbah sehingga
limbah akan mengering secara alami sampai kadar air kering angin 13,480% . Tidak
adanya perlakuan terhadap ini adalah cermin bahwa limbah belum dipandang sebagai
bahan yang bernilai ekonomis serta akibat pengembangan industri secara parsial. Kondisi
ideal ialah diupayakan pengembanghan industri terpadu sehingga limbah akan manjadi
bahan baku utama pada proses industri berikutnya. Tabel berikut adalah parameter
kualitas limbah yang ada dilapangan. Sebagai sumber energi limbah dengan nilai kalor
4138 kalori merupakan bahan baku yang baik untuk pengembanghan energi terbarukan.
Tabel 1. Parameter Kualitas serbuk Gergajian A. mangium
Kode
Kadar air
(%)
Kadar
Abu(%) Volatile(%)
Karbon
Terikat(%)
Nilai Kalor
( kalori)
Serbuk
Gergajian A 13,480 2,489 64,200 33,311
4138
Gambar Log sebagai bahan baku utama industri penggergajian
17
Gambar Limbah serbuk gergajian yang terjadi pada proses produksi
Gambar Produk gergajian kayu
D. Konversi Limbah Gergajian Menjadi Arang
Pengarangan limbah atau serbuk gergajian yang telah dilakukan menghasilkan
rendeman rata rata 26,79 %. Pengolahan serbuk menjadi arang merupakan langkah
strategis untuk mengurangi berat limbah sehingga mempermudah pengangkutan.
Tabel 2. Rendemen konversi serbuk kayu menjadi arang
Bahan Kode Waktu
Karbonisasi Rendemen
Arang
B1 3 Jam 28,070
B2 4 Jam 27,100
B3 5 Jam 25,210
Rata rata
26,793
18
Dari Pengarangan yang telah dilakukan maka didapatkan arang serbuk dengan
karakteristik sebagai berikut:
Tabel 3. Karakteristik Arang Serbuk
Kode
Perlakuan Kadar Air Kadar Abu Volatile
Karbon
Terikat
B1 6,585 13,406 41,553 45,041
B2 6,554 14,056 42,895 43,049
B3 7,502 13,263 42,830 43,907
Rata Rata 6,880 13,575 42,426 43,999
E. Nilai Kalor Serbuk Gergajian Kayu dan Briket Arang
Dengan bahan baku serbuk kayu maka arang yang dihasilkan berupa serbuk
arang. Dalam bentuk serbuk arang maka pengujian nilai kalor dilakukan dengan
membuat serbuk tersebut menjadi briket arang terlebih dahulu dengan penambahan
bahan perekat pati sebanyak 5% dari berat arang serta pengenceran dengan air menjadi
perekat dengan perbandingan perekat : air sebesar 1:16. Hasil pengujian nilai kalor
arang yang dilakukan dalam bentuk briket arang adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Nilai kalor Serbuk Gergajian Kayu dan Briket Arang A. mangium
Bahan
Nilai Kalor (kalori/gram) Rata rata
Peningkatan
nilai kalor
(%)
Serbuk
kayu 4002 4271 4275
4006
4138
Briket
Arang 6927 7002 6987
7272
7047
70,29
Dari evaluasi nilai kalor arang serta briket arang maka didapatkan peninhkatan
nilai kalor dari 4138 menjadi 7047. Hal ini adalah keuntungan dari proses konversi
serbuk menjadi arang disamping pengurangan berat juga terjadi kenaikan nilai kalor
yang akan berdampak pada capaian suhu pembakaran.
F. Konversi Arang Menjadi Arang Aktif
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa arang yang didapatkan
dengan waktu pengharangan.karbonisasi 4 jam memberikan hasil paling optimal apabila
19
dilakukan suhu aktivasi 900°C dengan waktu aktivasi 60 menit. Hasil tersebut dapat
diihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Kualitas Arang Aktif A. mangium
Suhu Aktivasi
Waktu Aktivasi
Rende-men
Kadar air
Kadar Abu
Volatile Karbon Terikat
Daya
serap
Benzena
Daya
serap
Iodine
Daya
serap Metilen
Biru
900°C
30 Menit
78,503 4,157 8,143 19,720 72,137 10,710 753,636 120,754
60
Menit 72,507 4,067 8,331 18,293 73,375 10,850 774,617 120,385
90 Menit
74,457 4,106 8,247 19,966 71,787 10,150 750,079 121,321
SNI
65 >25 750 120
Dari evaluasi kualitas arang aktif A. mangium maka dapat diketahui bahwa
kondisi terbaik pembuatan arang aktif dengan suhu 900°C serta waktu aktivasi 60 menit.
Dari evaluasi kualitas serbuk arang arang serta arang aktif maka penanganan limbah
serbuk gergajian A. mangium merupakan peluang besar untuk mendapatkan nilai tambah
serta perlu ada kebijakan penanganan limbah pada industri perkayuan.
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN :
Dari penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Limbah gergajian acacia mangium merupakan bahan baku yang baik untuk
pembuatan arang sebagai sumber energi, dengan nilai kalor 7047 kalori
2. Pembuatan arang aktif dari arang acacia mangium akan menghasilkan arang aktif
dengan kualitas yang baik dengan kondisi aktivasi 900oC dan waktu aktivasi 60
menit.
SARAN :
1. Perlu kebijakan penanganan limbah serbuk gergajian sebagai sumber energi
terbarukan.
2. Perlu upaya rintisan pembuatan industri arang aktif dengan bahan baku serbuk
gergajiann acacia mangium
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1966. Activated Carbon In The Encyclopedia of Chemistry. Reinhold
Publishing Corporation. New York.
________, 1995. Mutu dan Cara Uji Arang Aktif Teknis. Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06-3730-1995. Dewan Standarisasi. Jakarta.
Dinas Kehutanan. 2011. Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2010. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
Fengel, D. dan G. Wegener. 1984. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi . Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Hartoyo dan Nurhayati, 1976. Rendemen dan Sifat Arang dari Beberapa Jenis Kayu
Indonesia. Laporan Penelitian No.62 Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
___________________, 1978. Percobaan Pembuatan Briket Arang dari Lima Jenis
Kayu. Laporan Penelitian No.103 Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Haruni K., M. Kallio, dan M. Kanninen. 2011. Acacia mangium Willd. Ekologi,
Silvikultur dan Produktivitas. Center for International Forestry Research. Bogor.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar.
Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Jeker, D. DFSC. 2011. Acacia mangium Willd. Direktorat Perbenihan Tanman Hutan.
Indonesia Forest Seed Project. Bandung.
Mandang, Y dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Di lapangan.
Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia
Kehutanan. Bogor
Soeparno, 1995. Pengolahan Arang Secara Sederhana dan Nilai Panas dari Setiap Arang
yang Dihasilkan. Laporan Penelitian. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
_______, 1999. Pengolahan Arang di Pedesaan Sebagai Usaha Meningkatkan Manfaat
Kayu dan Pendapatan Petani. Prosiding Seminar 70th Prof. Soenardi. Yogyakarta.
Sudradjat dan Salim, 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Sudrajat, R. dan Pari, G. 2011. Arang Aktif : Teknologi Pengolahan dan Masa
Depannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Syafii, W. 1996. Tantangan Menghadapi Problema Kebutuhan Energi Masa Depan.
Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol.IX.No.1.
22
Nilai Kalor Rata-Rata STD CV
1 4002
2 4271
3 4275
4 4006
1 7038
2 7110
3 7267
4 7331
1 6927
2 7002
3 6987
4 7272
1 7336
2 7469
3 7074
4 7318
Sampel
(A3B1)
Bahan Baku
(A3B2) 7047 153,3702
4138
7187
155,7534
135,7844
2,176474
(A3B3) 7299 164,7791 2,257479
1,889402
3,763541