BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan dan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi oleh semua orang dan termasuk dalam lima kebutuhan dasar dalam
hierarki kebutuhan Maslow. Keamanan dapat diartikan sebagai suatu keadaan
dimana seseorang terbebas dari cedera fisik dan psikologis. Sedangkan rasa
nyaman adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan sensasi
menyenangkan dalam berespon terhadap lingkungan atau rangsangan.
Proses penuaan mengakibatkan lansia mengalami berbagai perubahan
fisiologis yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik, psikologis dan
kognitif. Hal itu menyebabkan lansia mengalami keterbatasan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari, termasuk kebutuhan keamanan dan kenyamanan.
Perubahan fungsi fisiologis sebagai konsekuensi dari penuaan, kondisi patologis,
efek pengobatan dan faktor lingkungan merupakan beberapa faktor yang
menyebabkan munculnya masalah dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dan
rasa nyaman pada lansia. Penyakit stroke merupakan salah satu kondisi patologis
yang menyebabkan penurunan fungsi neurologis pada lansia dan memiliki
dampak sistemik bagi tubuh. Oleh karena itu, stroke mempengaruhi kualitas
hidup seseorang karena stroke merupakan penyakit yang dapat menimbulkan
kecacatan atau disabilitas pada penderitanya.
Lansia yang menderita stroke beresiko mengalami masalah dalam
kebutuhan rasa aman dan nyaman, terutama bagi mereka yang mengalami
kondisi hemiparesis post stroke. Masalah yang sering terjadi pada kebutuhan
keamanan lansia dengan stroke yaitu resiko cedera atau jatuh. Selain itu,
penurunan kemampuan self-care menyebabkan lansia dengan stroke mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rasa nyaman, terutama dalam hal
kebersihan diri. Oleh karena itu, lansia membutuhkan bantuan dan dukungan
untuk tetap dapat mempertahankan kesehatan dan kualitas hidupnya.
1
Masalah dan komplikasi lebih lanjut dari penyakti stroke dan
terganggunya kebutuhan keamanan dan kenyamanan pada penderitanya dapat
diidentifikasi dengam melakukan pengkajian yang holistik dan komprehensif.
Pengkajian dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosa yang sesuai, untuk
kemudian dapat dilakukan intervensi keperawatan yang tepat. Intervensi
keperawatan untuk lansia post stroke dapat melibatkan keluarga karena keluarga
merupakan support system yang paling utama bagi lansia. Selain itu,
pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama anggota
keluarga. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga
sangat membantu dalam menyelesaikan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
keamanan dan rasa nyaman pada lansia post stroke
Berdasarkan uraian tersebut, maka melalui makalah ini, penyusun akan
membahas beberapa aspek penting yang harus diketahui mahasiswa keperawatan
atau perawat untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman terkait kebutuhan
keamanan dan rasa nyaman pada lansia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep keamanan dan kenyamanan pada lansia?
2. Apa definisi dan gangguan terkait keamanan dan kenyamanan yang umum
terjadi pada lansia?
3. Bagaimana pengkajian holistik dan komprehensif dalam pemenuhan
kebutuhan keamanan dan rasa nyaman pada lansia?
4. Bagaiaman diagnosa, perencanaan, intervensi dan implementasi keperawatan
pada lansia yang mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan keamanan
dan rasa nyaman?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep keamanan dan rasa nyaman pada lansia.
2. Mengetahui definisi dan gangguan terkait keamanan dan rasa nyaman yang
umum terjadi pada lansia.
3. Mengetahui pengkajian holistik dan komprehensif untuk pemenuhan
kebutuhan keamanan dan rasa nyaman pada lansia.
2
4. Mengetahui diagnosa, perencanaan, intervensi dan implementasi keperawatan
pada lansia yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan keamanan dan
rasa nyaman
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengambil sumber data dari
buku-buku dan artikel dari internet sesuai topik bahasan. Pada pembuatan
makalah ini juga, penyusun menggunakan metode studi pustaka dan melakukan
studi kelompok. Melalui studi pustaka, penyusun mendapatkan pengetahuan
yang jelas mengenai bahasan sedangkan melalui diskusi kelompok, penyusun
membahas dan mendiskusikan materi masing-masing di dalam kelompok.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab. Bab I yaitu pendahuluan, yang
mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II yaitu tinjauan pustaka
terkait pemenuhan kebutuhan keamanan dan rasa nyaman pada lansia. Bab III
yaitu analisa kasus yang mengemukakan pembahasan kasus pemicu dan proses
keperawatan klien dengan masalah pada pemenuhan keamanan dan rasa
nyaman. Bab terakhir yaitu Bab IV berisi simpulan dan saran dikemukakan
penulis pada bab-bab sebelumnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Jenis Gangguan Keamanan dan Rasa Nyaman
Keamanan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan terbebas dari
cedera fisik, kecelakaan atau kondisi psikologis yang menganggu. Sedangkan
kenyamanan merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia seperti kebutuhan akan ketentraman, rasa puas/lega, dan terbebas dari
masalah-masalah fisik yang mengganggu. Keduanya dibutuhkan setiap
individu untuk dapat melangsungkan kehidupan. Konsep keamanan dan
kenyamanan dipandang secara holistik yang meliputi empat katagori yaitu
fisik, sosial, psikospritual, dan lingkungan. Konteks fisik berhubungan dengan
sensasi tubuh seperti terbebas dari rasa nyeri atau penyakit yang mengganggu
kondisi fisik seseorang. Adapun konteks sosial berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain (interpersonal).
Keamanan dan kenyamanan dalam konteks psikospritual berhubungan dengan
kewaspadaan dari dalam diri seseorang meliputi harga diri, seksualitas dan
penilaian terhadap kehidupan. Konteks terakhir yaitu lingkungan, berhubungan
dengan latar belakang pengalaman eksternal individu dan keadaan lingkungan
yang terbebas dari bahaya lingkungan (Potter & Perry, 2006)
Dalam memberikan perawatan pada klien lansia, perawat perlu
memperhatikan beberapa standar yang mendukung terpenuhinya kebutuhan
keamanan dan kenyamanan pada lansia dengan tanpa mengabaikan hak-hak
individu lansia untuk mengambil keputusan perawatannya. Tugas utama
perawat selain membantu lansia terhindar dari bahaya yang mengancam
keamanan dan kenyamanan adalah dengan memberikan pendidikan/informasi
kepada klien atau keluarga atau sebagai advokasi bagi klien lansia terkait
beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan. Beberapa masalah-masalah yang umum terjadi
pada lansia terkait keamanan dan kenyamanan seperti: jatuh, penggunaan
restrain, luka kecelakaan, kriminal, penganiayaan, dan keamanan lingkungan
(Leuckenotte & Meiner, 2006).
4
2.2 Mekanisme Perubahan Patofisiologi
Miller (2004) membagi faktor resiko jatuh berdasarkan 4 katagori yaitu
perubahan akibat proses penuaan, kondisi patologis, gangguan fungsional,
dampak pengobatan dan faktor lingkungan. Gabungan dari keempat faktor
tersebut menjadi faktor resiko terjadinya jatuh pada lansia.
Perubahan akibat penuaan yang mempengaruhi resiko jatuh pada lansia
antara lain nokturia, osteoporosis, penurunan fungsi penglihatan, gangguan
keseimbangan, hipotensi ortostatistik, penurunan kekuatan otot, dan perubahan
sistem saraf pusat seperti penurunan waktu reaksi yang menimbulkan resiko
jatuh. Penyakit seperti osteoporosis juga menambah parah luka yang
diakibatkan oleh jatuh. Beberapa kondisi medis yang neningkatkan resiko jatuh
pada lansia meliputi:
1. Kondisi medis yang memerlukan pengobatan sehingga memicu lansia
untuk jatuh
2. Penyakit yang menyebabkan gangguan fungsional seperti gangguan
penglihatan, dan keterbatasan mobilitas.
3. Penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolik dan fisiologis
4. Jatuh merupakan manifestasi dari penyakit akut atau perubahan dari
penyakit kronik (Miller, 2004)
Kondisi gangguan kognitif dan gangguuan fungsi psikososial juga
meningkatkan resiko jatuh pada lansia. penyakit dimensia dan depresi misalnya
memiliki dampak menurunkan kesadaran lansia terhadap lingkungan
sekitarnya. Dimensia juga akan mempengaruhi kemampuan lansia untuk
memproses informasi terhadap stimulus lingkungan (Miller, 2004).
Efek pengobatan tertentu juga mempengruhi resiko jatuh pada lansia.
obat-obatan seperti benzodiazepam, golongan sedatif, obat antihipertensi bisa
mempengaruhi fungsi psikomotorik dan kognitif sehingga meningkatkan
resiko jatuh. Interkasi antara satu obat dengan obat lainnya, reaksi pengobatan
dengan alkohol atau jumlah dosis dan waktu pemberian obat juga
mempengaruhi resiko jatuh (Miller, 2004).
5
Faktor lingkungan juga meningkatkan resiko jatuh pada lansia. beberapa
keadaan lingkungan seperti lantai yang licin, tangga, kamar mandi dan
peralatan rumah lainnya merupakan beberapa pemicu terjadinya jatuh pada
lansia. Oleh sebab itu, aspek keamanan dan kenyamanan rumah/lingkungan
perlu dikaji oleh perawat melalaui edukasi baik pada klien dan keluarga lansia
bergantung dari lokasi perawatan lansia ( Stanley & Beare, 2006).
2.2.1 Stroke
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) merupakan kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke biasanya disebabkan oleh salah satu dari empat kejadian: 1)
trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah darah otak atau leher), 2)
embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh lain), 3) iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), 4) hemoragi
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak).
a. Trombosis
Trombosis serebral merupakan penyebab stroke paling sering ditemukan
(Stanley & Bare, 2007). Trombosis serebral biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi, klien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intraserebral dan embolisme serebral. Secara umum, trombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara sementara, hemiplagia
atau paralisis setengah tubuh merupakan awitan paralisis berat pada beberapa
jam atau hari.
b. Iskemia Serebral
Iskemia serebral merupakan penyebab stroke yang disebabkan penurunan
suplai darah ke otak. Penurunan suplai darah ke otak ini terutama terjadi karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Berikut ini
merupakan skema stroke akibat iskemia serebral:
6
Skema 1.1 Stroke Iskemia
c. Embolisme Serebral
Embolisme serebral biasanya disebabkan oleh abnormalitas patologis
pada jantung kiri seperti endokarditis, infeksi, penyakit jantung reumatik, dan
infark miokard serta infeksi pulmonal. Selain itu juga pemasangan katup
jantung prostetik, kegagalan picu jantung, dan fibrilasi atrium merupakan
penyebab emboli serebral dan stroke. Embolus biasanya akan menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang pada akhirnya akan
menymbat sirkulasi serebral (Smeltzer & Bare, 2002).
d. Hemoragi
Berikut skema patofisiologi strok hemoragik:
Skema 1.2 Stroke Hemoragik
7
Defisit neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial
edema
Gangguan Keseimbangan asam basa dan elektrolit
Metabolisme anaerob
Hipoxia Serebral
Iskemia
Oklusi
Defisit neurologis mendadak
Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan volume atau massa intrakranial
Ruptur pembuluh darah serebral
Stroke Hemoragik
2.2.2 Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko seseorang mengalami stroke, diantaranya:
a. Hipertensi: Faktor resiko utama pada penyakit koroner dan stroke. Efek
jangka panjang peningkatan tekanan darah adalah kerusakan dinding arteri
yang menyebabkan arteri lebih rentan terhadap tekanan, penyempitan atau
ruptur.
b. Penyakit kardiovaskuler: kerusakan jantung yang terjadi pada penyakit
kardiovaskuler dapat mengakibatkan lepasnya bekuan yang akan mengalir
ke otak sehingga menyebabkan sumbatan.
c. Kolesterol tinggi: tingginya kolesterol beresiko aterosklerosis.
d. Obesitas dan inaktivitas: meningkatkan resiko hipertensi, penyakit jantung
dan diabetes.
e. Peningkatan hematokrit: meningkatkan resiko infark serebral.
f. Diabetes: dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
g. Kontrasepsi oral (terutama dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
h. Merokok: beresiko tinggi menghasilkan sumbatan atau emboli.
i. Penyalahgunaan obat seperti kokain dan amphetamine
j. Usia
k. Genetik
2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak dibagi menjadi tiga area, yaitu: batang otak, serebelum, dan
serebrum. Batang otak berfungsi mengontrol fungsi dasar seperti: bernapas,
mengunyah, menelan, dan pergerakan mata. Serebelum berfungsi
mengkoordinasi pergerakan dan keseimbangan. Sedangkan serebrum dibagi
menjadi dua bagian, yaitu hemispare kanan dan kiri. Secara umum, bagian
kanan menerima sensasi dari bagian kiri tubuh dan mengontrol pergerakan
tubuh bagian kiri. Jadi ketika stroke merusak bagian kanan otak, akan
mengakibatkan kelemahan pada tubuh bagian kiri. Hal ini terjadi sebaliknya.
Jika stroke merusak bagian kiri otak, akan terjadi kelemahan pada tubuh
bagian kanan. Gambar 1.1 merupakan gambar bagian otak dan fungsinya.
8
Gambar 1.1 Gambar Bagian Otak dan Fungsinya
Dari masing-masing sisi dari serebrum dibagi menjadi empat (4) lobus,
yaitu: lobus frontalis, lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus oksipitalis.
Lobus frontalis berfungsi mengontrol fungsi motorik, perencanaan dan
ekspresi bahasa. Lobus temporalis berhubungan dengan pendengaran,
memori dan kebiasaan. Lobus parietalis menginterpretasikan sensasi dan
kontrol terhadap pemahaman bahasa. Lobus oksipitalis merasa dan
menginterpretasikan penglihatan.
2.3 Pengkajian Holistik dan Komprehensif
Lansia memiliki perubahan pada struktur dan postur tubuhnya. Perawat
harus mengkaji tinggi badannya saat ini, tulang belakang lansia sudah memiliki
penipisan sehingga tinggi lansia tersebut bisa saja berkurang sekitar 1,2 cm tiap
20 tahun begitu pula dengan panjang abdomen. Massa tulang juga akan
berkurang karena penyerapan kalsium dan pembaharuan sel-sel pada tulang
mulai menurun. Struktur dan postur tubuh akan berubah seiring dengan
kehilangan kalsium dan proses atropi pada otot dan kartilago. Perawat perlu
memeriksa apakah klien mengalami kyphosis atau osteoporosis.
9
Pemeriksaan terhadap klien dapat dilanjutkan dengan menggunakan
Morse Fall Scale. Form pengkajian ini digunakan dalam perawatan akut. Pada
form sudah terdapat variabel dan nilai numerik yang apabila ditotal setelah
pengkajian dilakukan maka akan menentukan berapa besar resiko/ kemungkinan
klien jatuh. Hal yang dikaji yaitu:
1. Riwayat jatuh
Hal pertama yang dikaji yaitu riwayat jatuh klien, klien akan langsung
mendapat 25 poin jika selama perawatan di rumah sakit klien pernah jatuh
yang misalnya disebabkan oleh kejang atau cara berjalan yang tidak sesuai.
Namun jika klien belum pernah jatuh maka klien akan mendapat poin 0 di
dalam form. Jika klien jatuh pada hari pertama perawatan maka klien akan
langsung mendapatkan 25 poin.
2. Diagnosis sekunder
Klien mendapatkan 15 poin jika memiliki lebih dari satu diagnosa medis di
dalam statusnya, apabila tidak maka poinnya adalah 0.
3. Bantuan rawat jalan
Klien mendapat poin 0 jika klien mampu berjalan tanpa alat bantu walaupun
diawasi oleh perawat, menggunakan kursi roda, atau bed rest atau tidak dapat
bangkit dari tempat tidur sama sekali. Namun apabila menggunakan kruk,
tongkat, atau walker klien mendapat poin 15. Jika klien berjalan dengan
merembet atau mencengkram benda lain sebagai bantuan maka poinnya
adalah 30.
4. IV atau akses IV
Klien mendapat 20 poin jika klien mendapat terapi saline/heparin via
intravena, jika tidak maka poin 0.
5. Gaya berjalan
Terdapat tiga tipe gangguan gaya berjalan terlepas dari kecacatan fisik
maupun penyebab yang mendasari
a. Gaya berjalan normal merupakan gaya jalan yang apabila klien berjalan
dengan kepala tegak, lengan bergerak bebas disamping tubuh dan
melangkah tanpa ragu, maka poin 0.
10
b. Gaya berjalan tidak biasa (10 poin). Apabila klien membungkuk tetapi
mampu mengangkat kepala sambil berjalan tanpa kehilangan
keseimbangan. Klien mungkin membutuhkan bantuan untuk
mencengkram perabot, dan mungkin langkahnya lebih pendek dan acak.
c. Gaya berjalan tidak sesuai (poin 20). Klien mungkin akan sulit untuk
berdiri dari kursi, dapat bangun dari tempat duduk dengan mendorong
lengan kearah kursi. Kepala tertunduk dan melihat ke arah lantai.
Kesimbangan sangat kurang, menggenggam perabot sekitarnya, dan tidak
dapt berjalan tanpa ada pendamping. Langkah pendek dan acak.
d. Apabila klien berada pada kursi roda, pengambilan nilai dilakukan pada
saat pemindahan klien dari kursi roda ke tempat tidur.
6. Status mental
Saat menggunakan pengukuran ini, status mental dikaji dengan pertanyaan
seperti : “Apakah anda dapat pergi ke kamar mandi sendiri atau dengan
bantuan orang lain?”. Apabila klien menjawab sesuai dengan apa yang
tertulis di kardex maka klien tergolong “normal” (poin 0). Apabila jawaban
klien tidak sesuai maka klien mendapat poin 15.
2.4 Intervensi keperawatan dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan lansia
Intervensi keperawatan dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan keamanan
dan kenyamanan lansia dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.
Cedera dan jatuh sering dialami oleh lansia sebagai konsekuensi dari proses
penuaan, seperti penurunan kemampuan fisik dan kemampuan mempertahankan
keseimbangan. Selain perubahan fisiologis akibat penuaan, berbagai riwayat
masalah medis lansia juga perlu mendapatkan perhatian. Hal ini bertujuan untuk
menentukan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan keamanan
dan kenyamanan lansia. Beberapa intervensi keperawatan yang dapat digunakan
untuk membantu memenuhi kebutuhan keamanan dan kenyamanan pada lansia,
yaitu: Berg Balance Test (BBT), Balance Exercise (BE), Range of Motion
(ROM), penggunaan alat bantu, modifikasi lingkungan untuk mencegah jatuh
dan meningkatkan kenyamanan lansia.
11
1. Berg Balance Test (BBT)
BBT merupakan alat yang digunakan untuk mengukur risiko jatuh pada
lansia sebelum menentukan intervensi keperawatan yang tepat. BBT terdiri
dari 14 perintah yang ditujukan pada lansia. Perintah yang diberikan meliputi
perintah untuk menampilkan kemampuan duduk, berdiri, bersandar, berbelok,
dan posisi berdiri tegak pada satu kaki. Skor yang didapatkan kemudian
dijumlahkan dan dari skor tersebut pasien dikelompokkan ke dalam salah satu
dari tiga level atau tingkatan risiko jatuh. Skor terendah yaitu 0 dan skor
tertinggi yaitu 56. Skor 0-20 menunjukkan bahwa lansia berisiko tinggi
mengalami jatuh. Skor 21-40 menunjukkan bahwa lansia berisiko sedang
mengalami jatuh. Skor 41-56 menunjukkan bahwa lansia berisiko rendah
mengalami jatuh (Sirven & Malamut, 2008).
2. Balance Exercise (BE)
Balance exercise atau latihan keseimbangan merupakan latihan khusus
yang ditujukan untuk membantu meningkatkan kekuatan otot dan untuk
meningkatkan kesimbangan tubuh. Latihan keseimbangan pada lansia penting
untuk dilakukan karena latihan tersebut dapat meningkatkan keseimbangan
sehingga dapat mencegah jatuh dan cedera pada lansia. Latihan
keseimbangan sederhana yang dapat dilakukan oleh lansia sehat terdiri dari 5
gerakan utama, yaitu berjalan ke samping (sideway walking), selentingan
sederhana (simple grapevine), berjalan tumit ke ujung kaki (heel to toe walk),
berdiri satu kaki (one leg stand), dan naik (step up) (NHS, 2012). Adapun
langkah-langkah melakukan gerakan tersebut akan dijelaskan dalam uraian
berikut ini:
a. Berjalan ke samping (sideway walking)
12
1) 2) 3)
1) Berdiri dengan kedua kaki dengan kaki sedikit menekuk
2) Langkahkan satu kaki ke samping secara perlahan dan terkontrol.
3) Pindahkan kaki yang lain dan satukan posisi kaki kembali seperti posisi
awal.
Gerakan dilakukan sebanyak 10 langkah atau melangkah dari satu sisi ruang
ke sisi ruang yang lain. Selain itu, saat melakukan gerakan, sebisa mungkin
hindari menurunkan pinggul.
b. Selentingan sederhana (simple grapevine)
Gerakan ini meliputi gerakan melangkah ke samping dengan menyilangkan
satu kaki di depan kaki yang lain.
1) Gerakan dimulai dengan menyilangkan kaki kanan di depan kaki kiri.
2) Pindahkan dan satukan kaki kiri di samping kaki kanan.
Gerakan dilakukan sebanyak 5 kali langkah menyilang pada masing-masing
kaki. Lansia yang kesulitan dapat berpegangan pada dinding saat melakukan
gerakan. Pada gerakan selentingan sederhana, semakin kecil langkah maka
usaha mempertahankan keseimbangan semakin baik.
c. Berjalan tumit ke ujung kaki (heel to toe walk)
13
1) 2)
1) 2)
1) Berdiri tegak, tempatkan tumit kanan pada lantai tepat di depan kaki kiri.
2) Kemudian pindahkan kaki kanan di depan kaki kiri dan tumit kaki kanan
menempel kaki kiri. Pastikan klien tetap melihat ke depan.
Saat melakukan gerakan ini, lansia dapat mele takkan jarinya
pada dinding agar gerakan stabil. Gerakan ini dilakukan setidaknya sebanyak
lima langkah dan apabila kemampuan melakukan gerakan sudah meningkat,
lepaskan jari tangan dari dinding.
d. Berdiri satu kaki (one leg stand)
1) Gerakan dimulai dengan menghadap ke dinding kemudian tangan
direntangkan dan jari-jari kedua tangan menyentuh dinding.
2) Angkat kaki kiri, pertahankan posisi atau tinggi pinggul, pertahankan
sedikit lengkungan pada kaki yang berlawanan. Kemudian letakkan kaki
kembali ke lantai secara perlahan.
Saat melakukan gerakan tersebut, kaki yang diangkat ditahan selama 5-10
detik dan gerakan mengangkat kaki dilakukan 3 kali untuk masing-masing
kaki.
e. Naik (step up)
Gerakan ini sebaiknya dilakukan dekat dinding untuk pendukung gerakan.
14
1) 2)
1) Langkahkan kaki kanan naik.
2) Pindahkan dan langkahkan kaki kiri naik hingga bergabung dengan kaki
kanan.
3) Melangkah turun kembali ke posisi awal.
Kunci untuk mencapai peningkatan keseimbangan adalah dengan menaik-
turunkan kaki secara perlahan-lahan dan terkontrol. Gerakan dilakukan
sebanyak lima langkah untuk tiap kaki.
Kondisi stroke menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan pada lansia dan
menjadi faktor risiko lansia mengalami jatuh dan cedera. Pada penderita
stroke sedang maupun ringan, keseimbangan tubuh saat duduk terganggu dan
menjadi salah satu target rehabilitasi stroke. Latihan keseimbangan untuk pasien
stroke dalam posisi duduk menjadi penting untuk dilakukan karena tanpa
keseimbangan dalam posisi duduk, klien dengan stroke tidak dapat melakukan
latihan keseimbangan dalam posisi berdiri. Adapun gerakan latihan
keseimbangan tersebut, yaitu:
a. Weight Shift Side to Side (pergeseran berat badan dari satu sisi ke sisi yang
lain)
Gerakan dilakukan dengan menggeser berat badan di atas pinggul kanan
kemudian pinggul kiri. Tulang rusuk harus bergerak dari satu sisi ke sisi
yang lain dan pinggul harus diangkat dari dari permukaan. Pada saat
melakukan gerakan, bagian pinggang tetap dalam posisi yang lurus dan tidak
bersandar. Gerakan diulangi sebanyak 10 kali. Buku ditempatkan di bawah
tangan sambil duduk agar berat badan melewati tangan dan untuk menjaga
tangan tidak terlepas dari permukaan tempat duduk (Stroke-rehab.com,
2010).15
1) 2) 3)
b. Weigt Sift Forward and Back (pergeseran berat badan ke depan dan ke
belakang)
Gerakan dilakukan dengan menggeser berat badan ke depan dan belakang
dengan melengkungkan dan membulatkan punggung bawah. Gerakan
dilakukan dan diulangi sebanyak 10 kali.
c. Leaning down on elbow (condong turun di atas siku)
Gerakan dilakukan dengan mencondongkan tubuh ke kiri di atas siku kiri,
kemudian kembalikan tubuh ke posisi semula (tegak). Selanjutnya,
condongkan tubuh ke kanan di atas siku kanan, kemudian kembali ke posisi
semula (tegak). Gerakan dilakukan sebanyak lima kali.
d. Reaching Toward Weak Side (menjangkau ke arah sisi yang lemah)
Gerakan dilakukan dengan menjangkau menggunakan tangan normal ke arah
bagian tubuh yang lemah dengan meletakkan berat badan ke bagian tangan
yang lemah. Gerakan dilakukan sebanyak 5 sampai 10 kali.
16
e. Reaching Forward with Clasped Hands (menjangkau ke depan dengan
tangan terkatup)
Gerakan dilakukan dengan menggenggam tangan kemudian menjangkaukan
tangan ke depan dan kembali pada posisi semula atau posisi tegak. Gerakan
dilakukan sebanyak 10 kali.
f. Sit to Stand with Clasped Hands (duduk dan berdiri dengan tangan terkatup)
Gerakan dilakukan dengan menggenggam kedua tangan kemudian
menjangkaukan tangan ke depan. Selanjutnya, angkat tubuh perlahan hingga
posisi tubuh berdiri tegak. Apabila klien tidak dapat berdiri tegak, maka
klien dapat mengangkat tubuh hingga dapat berdiri parsial sesuai
kemampuan. Selanjutnya, kembali ke posisi duduk seperti semula. Gerakan
dilakukan sebanyak 5 sampai 10 kali.
17
3. Range of Motion (ROM)
ROM atau latihan rentang gerak dibutuhkan oleh klien dengan
keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma
untuk mengurangi bahaya imobilisasi. baik aktif maupun pasif memiliki
keuntungan yang berbeda (Potter & Perry, 2006). Latihan rentang gerak dibagi
menjadi 3, yaitu latihan rentang gerak aktif (AROM), latihan rentang gerak pasif
(PROM), dan latihan rentang gerak aktif asistif. Pada latihan rentang gerak aktif,
klien menggerakkan semua rentang gerak sendinya sendiri tanpa bantuan.
Latihan rentang gerak aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi
dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sedangkan pada
latihan rentang gerak pasif, klien tidak dapat menggerakkan sendinya secara
mandiri sehingga perawat menggerakkan setiap sendi dengan rentang gerak.
Latihan rentang gerak sendi pasif berfungsi meningkatkan fleksibilitas (Potter &
Perry, 2006; Stanley & Beare, 2007). Latihan rentang gerak aktif asistif
dilakukan jika klien masih dapat menggerakkan sendi namun membutuhkan
bantuan sehingga sebagian rentang gerak dibantu oleh perawat. Untuk
mempertahankan rentang gerak, sendi-sendi harus dilatih dua sampai tiga kali
pengulangan per hari. Latihan rentang gerak pasif menurunkan edema dan
kontraktur pada klien setelah stroke sehingga latihan rentang gerak pasif tepat
utuk diterapkan pada klien pasca stroke sebagai terapi rehabilitasi (Stanley &
Beare, 2007).
Beberapa cara melatih rentang gerak sendi yaitu: fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan dan siku. Gerakan selanjutnya yaitu pronasi dan supinasi
lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi lengan, serta rotasi
bahu. Gerakan rentang gerak sendi selanjutnya yaitu gerakan pada bagian
ekstremitas bawah, yaitu fleksi dan ekstensi jari-jari kaki, infersi dan efersi kaki,
fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut. Gerakan
selanjutnya pada ekstremitas bawah yaitu rotasi pangkal paha serta abduksi dan
adduksi pangkal paha (Potter & Perry, 2006).
4. Penggunaan Alat Bantu
Alat bantu gerak merupakan alat yang digunakan untuk membantu klien
dalam mempermudah mobilisasi. Beberapa tujuan penggunaan alat bantu gerak
18
yaitu untuk meningkatkan kekuatan otot, menurunkan resiko komplikasi
immobilisasi, menurunkan ketergantungan klien dan meningkatkan rasa percaya
diri klien. Pencegahan komplikasi dari tindakan serta pertimbangan aspek
keamanan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Perawat terlebih
dahulu mengkaji toleransi aktivitas, kekuatan nyeri, koordinasi, dan
keseimbangan klien untuk menentukan jumlah bantuan yang diberikan. Perawat
memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan di jalan klien
(Potter & Perry, 2006).
Keseimbangan klien harus stabil sebelum berjalan menggunakan alat bantu
jalan. Perawat harus memberikan sokongan pada pinggang sehingga pusat
gravitasi klien tetap berada di garis tengah. Untuk mencegah hipotensi ortostatik,
klien harus dibantu untuk duduk di sisi tempat tidur dan harus istirahat selama 1-
2 menit sebelum berjalan. Klien yang terlihat tidak siap atau pusing harus
dikembalikan ke tempat tidur atau kursi terdekat (Potter & Perry, 2006).
Ada bermacam-macam alat bantu jalan. Masing-masing alat bantu jalan
mempunyai indikasi dan kontraindikasi penggunaan dan cara penggunaan yang
berbeda. Pemilihan alat bantu jalan harus disesuaikan dengan kondisi klien.
Adapun alat bantu jalan yang dapat digunakan untuk membantu mobilisasi klien,
yaitu:
a. Tongkat (Canes)
Tongkat merupakan alat ringan, membantu pergerakan dengan
mudah, terbuat dari kayu atau besi. Tongkat dapat membantu menjaga
keseimbangan badan, biasanya diberikan pada klien dengan hemiparesis dan
digunakan untuk menurunkan ketegangan. Tongkat tidak direkomendasikan
untuk klien dengan kelemahan kaki bilateral. Terdapat tiga tipe tongkat
yang umum digunakan, meliputi: tongkat standar, memberikan dukungan
minimal dan digunakan oleh klien yang membutukan sedikit bantuan untuk
berjalan. Tongkat bertangkai, terdapat pegangan atau gagang untuk
dipegang sehingga memudahkan untuk memberikan stabilitas lebih besar
dari tongkat standar, khususnya berguna untuk klien dengan kelemahan
tangan. Tipe tongkat selanjutnya yaitu tongkat segiempat yang mempunyai
3 atau 4 kaki yang memberikan dukungan keseimbangan lebih besar. Alat
19
ini digunakan bagi klien dengan parsial unilateral atau paralisis penuh pada
kaki.
b. Tongkat penopang (kruk)
Kruk terbuat dari kayu atau besi sepanjang ujung mencapai aksila.
Kruk digunakan untuk memindahkan berat dari satu atau kedua kaki.
Terdapat 3 macam atau jenis kruk, yaitu: kruk aksila, lofstrand, dan kruk
platform. Kruk aksila kebanyakan digunakan oleh klien dengan semua
golongan umur, kruk lofstrand mempunyai suatu pegangan tangan diatur
sesuai dengan ketinggian klien. Kruk tipe ini sangat berguna untuk klien
yang mengalami ketidakmampuan permanen seperti paraplegia. Kruk
platform digunakan oeh klien yang tidak dapat menahan berat dipergelangan
tangannya.
c. Walkers (alat bantu jalan)
Alat ini memiliki dasar yang lebar sehingga dapat memberikan
keseimbangan dan keamanan. Terdiri dari tangkai besi dengan pegangan
20
Kruk Aksila Kruk Lofstrand Kruk Platform
tangan, 4 kaki yang kuat dan satu tempat/permukaan terbuka. Alat bantu ini
dapat digunakan bagi klein yang mengalami masalah keseimbangan.
5. Modifikasi Lingkungan untuk Mencegah Jatuh
Modifikasi lingkungan diperlukan untuk membantu meningkatkan dan
memenuhi kebutuhan keamanan dan kenyamanan lansia. Intervensi keperawatan
untuk mengatasi jatuh dan cedera akibat jatuh penting untuk dilakukan. Akan
tetapi, karena jatuh dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga tindakan
pencegahan menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan. Tindakan pencegahan
itu sendiri berfokus pada faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian jatuh
pada lansia (Miller, 2004).
Modifikaasi lingkungan yang dilakukan diantaranya mengatur suhu ruangan
supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing. Selain itu,
barang-barang yang memang seringkali diperlukan diletakkan pada tempat yang
berada dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu. Selain itu, karpet digunakan
agar lansia tidak terpeleset di kamar mandi. Kualitas penerangan di rumah juga
perlu diperhatikan dan disesuaikan. Untuk menghindari hazard, letak kabel
listrik pada lantai yang biasa untuk melintas harus dihindarkan.
Klien lansia dengan penurunan kemampuan fisik dan keseimbangan
memerlukan bantuan saat berjalan. Oleh karena itu, pegangan tangan pada
tangga perlu dipasang dan bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah
tangga. Barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas. Selain itu, gunakan lantai yang tidak licin. Pengaturan letak
furnitur perlu diperhatikan supaya jalan untuk melintas mudah tanpa
21
halangan. Selain itu, untuk mencegah jatuh, pegangan tangan perlu dipasang
ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar mandi.
22
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Gambaran Kasus
Seorang laki-laki berumur 64 th post stroke 1 bulan yang lalu dan mengalami
hemiparesis kanan. Perawat yang datang berkunjung ke rumah mendapati klien
terbaring di kasur yang lembab dengan ruangan tanpa ventilasi dan tercium bau
tidak sedap dari klien. Keluarga mengatakan klien tidak dapat duduk tegak
sendiri, selama ini klien hanya berbaring di kasur karena tidak memiliki kursi
roda. Buang air kecil dan besar dilakukan dengan pispot, mandipun hanya di lap
dengan handuk basah saja. Klien mengatakan merasa sangat bosan dan tidak
nyaman dengan kondisinya sekarang.
3.2 Pengkajian (Friedman)
I. Data Umum
1. Nama Kepala Keluarga (KK) : Bapak Y
2. Usia Kepala Keluarga : 39 tahun
3. Alamat : Jl. Mulyasari no. 3, RT 01/RW 03
Depok
4. Pendidikan Kepala Keluarga : SMK
5. Pekerjaan Kepala Keluarga : Karyawan Manufaktur
6. Komposisi keluarga :
No NamaJenis
KelaminHubungan dengan KK
Usia Pendidikan Pekerjaan
1. Kakek D Laki-lakiAyah
Mertua64 th SD Petani
2. Ibu M Perempuan Istri 36 th SMPIbu rumah
tangga
3. Anak Z Perempuan Anak 11 th SD Pelajar
23
Genogram :
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
7. Tipe keluarga : Keluarga besar (extended family). Istri Kakek D
meninggal 2 tahun yang lalu akibat penyakit hipertensi.
8. Suku : Keluarga Bapak Y berasal dari suku Jawa. Saat ini Kakek D
menempati rumahnya bersama keluarga Bapak Y. Ibu M bertanggung
jawab merawat Kakek D di rumah. Bapak Y dan keluarga biasa
menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan orang
lain. Bahasa Jawa hanya digunakan untuk berkomunikasi antar
anggota keluarga. Bapak Y bisa berbahasa Sunda karena teman kerja
nya banyak yang orang Sunda.
9. Agama : Kepercayaan yang dianut Bapak Y adalah Islam sehingga
nilai-nilai yang diyakini dalam keluarga ini adalah nilai-nilai Islam.
Keluarga Bapak Y selalu menjalankan ibadah sholat berjamaah di
rumah dan di mushola dekat rumah. Dahulu sebelum sakit, Kakek D
selalu sholat berjamaah di mushola dan aktif mengikuti kegiatan
keagaamaan di kampungnya seperti pengajian dan panitia hari-hari
besar keagamaan. Namun, semenjak post stroke dan mengalami
24
Anak V, 20 thAnak B, 15 th
Ibu S, 38 thBpk Y, 39 th Ibu M, 36 th Bpk G, 40 th
Anak Z, 11 th
Nenek J, 60 thKakek D, 64 th
hemiparesis kanan, Kakek D hanya melaksanakan ibadah di rumah
karena sulit untuk berjalan.
10. Status sosial ekonomi keluarga : Keluarga Bapak Y termasuk keluarga
dengan status ekonomi menengah ke bawah. Penghasilan suami hanya
sebesar Rp 1.500.000, 00 sesuai standar UMR. Bapak Y bekerja di
pabrik manufaktur dan selalu pulang pada sore hari. Untuk menambah
penghasilan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ibu M
berjualan kue dan sering menerima pesanan untuk acara dari para
tetangganya. Rumah yang keluarga tempati sekarang ini adalah rumah
dari Kakek D. Keluarga memutuskan untuk tetap tinggal di rumah ini
karena keluarga Bapak Y tidak ingin meninggalkan Kakek D untuk
tinggal sendiri di rumah apalagi sejak meninggalnya istri Kakek D.
Keluarga Bapak Y khawatir jika Kakek D tidak ada yang mengurus.
Selain itu, keputusan tersebut juga dianggap dapat membantu
mengurangi biaya hidup keluarga dan membantu biaya pendidikan
Anak Z.
11. Aktivitas rekreasi keluarga : Keluarga biasanya suka menonton TV di
rumah untuk menghibur diri dan menghilangan kepenatan seusai
beraktivitas. Keluarga jarang pergi ke tempat hiburan. Jalan-jalan
hanya dilakukan jika berkunjung ke rumah kakak Ibu M yang tinggal
di Bogor. Komunikasi keluarga baik dan terbuka antar anggota
keluarga.
II. Riwayat dan Tahapan Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini: Kelarga berada pada tahap
perkembangan keluarga dengan lansia.
2. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenhi : Menurut Carter
dan McGoldrick (1988) dalam Maryam, et al (2008) ada 6 tugas
perkembangan keluarga dengan lansia yaitu m tugas tersebut, pada
keluarga Bapak Y tugas yang belum terpenuhi yaitu:
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
25
Kakek D tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
sejak terkena stroke 1 bulan yang lalu. Kakek D mengalami
hemiparesis pada bagian tubuh sebelah kanan sehingga mengalami
keterbatasan dalam mobilisasi. Kakek D juga hanya dapat
berbaring di kasur dan tidak dapat duduk tegak sendiri sehingga
semua aktivitas dan pemenuhan kebutuhannya perlu dibantu oleh
keluarga, termasuk kebutuhan kebersihan diri dan eliminasi. Kakek
D mengatakan merasa sangat bosan dan tidak nyaman dengan
kondisinya sekarang.
b. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Kakek D sudah tidak memiliki penghasilan sebagai petani sejak 5
tahun yang lalu karena sawahnya sudah dijual. Kakek D saat ini
hanya mendapatkan penghasilan dari kedua anaknya setiap bulan.
Selain tu jika membutuhkan uang untuk berobat, Kakek D sering
menggunakan uang tabungan dari sisa hasil penjualan sawahnya.
Kakek D memiliki kartu Jamkesmas yang akan digunakan untuk
meringankan biaya perawatan di pelayanan kesehatan.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
Istri Kakek D sudah meninggal dunia sejak 2 tahun yang lalu.
d. Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan
Kakek D sudah dapat melakukan penyesuaian diri terhadap
kehilangan istrinya. Namun, terkadang Kakek D sedih jika teringat
dengan istrinya apalagi semenjak dia menderita post stroke dan
hanya bisa berbaring di tempat tidur.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi
Hubungan Kakek D dengan cucu dan anaknya terjalin dengan baik.
Kakak dari Ibu M yaitu Bapak G dan keluarganya yang tinggal di
Bogor sering datang menjenguk ayahnya.
f. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut
Kakek D merasa kurang dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan pada usia lanjut yang terjadi pada dirinya
terutama dengan penyakit stroke yang dideritanya.
26
3. Riwayat keluarga inti: Keluarga Bapak Y tidak mengalami sakit yang
parah. Hanya saja Anak Z pernah dirawat di rumah sakit karena
menderita DHF.
4. Riwayat keluarga sebelumnya: Menurut Bapak Y, orang tua dan
keluarganya tidak pernah menderita penyakit yang serius
sebelumnya. Sementara menurut Ibu M, ibunya meninggal dunia 2
tahun yang lalu karena sudah menderita hipertensi selama 8 tahun dan
meninggal dunia karena telah mengalami komplikasi penyakit
jantung. Sementara itu, Kakek D memiliki riwayat hipertensi sudah 5
tahun
III. Lingkungan
1. Karakteristik rumah : Rumah Bapak Y yang ditempati saat ini adalah
rumah pribadi. Tipe bangunan rumah Bapak Y adalah rumah permanen
pada lahan berukuran 6 m x 10 m yang terdiri dari 5 ruang yaitu ruang
tamu sekaligus ruang keluarga, 2 kamar tidur, dapur serta toilet.
Lingkungan rumah tampak gelap. Ventilasi kurang karena hanya ada 2
ventilasi yaitu di ruang tamu dan di dapur.
Kamar tertutup dan pencahayaan hanya berasal dari lampu sehingga
lembab. Lantai rumah terbuat dari ubin. Lantai kamar mandi terbuat
dari semen dan sedikit berlumut. Sumber api yang digunakan sehari-
hari berasal dari tabung gas. Sumber air yang digunakan berasal dari
sumur. Jarak sumur dengan septic tank lebih dari 10 meter. Jalan depan
rumah Bapak Y cukup ramai. Jarak antar rumah di kampung Bapak Y
sangat dekat dan beberapa tidak memiliki jarak dan saling menempel
Denah rumah :
27
Keterangan: Jendela/ ventilasi Pintu
Kamar
Kamar
Kamar mandi
Dapur
Ruang tamu dan ruang keluarga
Teras
2. Karakteristik tetangga dan komunitas: Rumah keluarga Bapak Y berada
di perkampungan yang agak padat. Jarak antar rumah dekat dan
beberapa tidak memiliki jarak dan saling menempel. Warga biasanya
menggunakan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Klinik atau Rumah
Sakit terdekat untuk berobat. Warga memiliki kegiatan pengajian,
arisan dan kerja bakti rutin. Di pemukiman ini terdapat lapangan yang
biasanya digunakan oleh warga untuk kegiatan seperti senam jantung
sehat. Selain itu juga terdapat Poskamling yang dibangun warga secara
swadana dan warga juga mengadakan tugas ronda malam bergiliran
walaupun sudah ada hansip.
3. Mobilitas grafis keluarga : Keluarga Bapak Y memiliki satu motor dan
satu sepeda. Motor digunakan oleh Bapak Y untuk bekerja. Sedangkan
sepeda digunakan Anak Z untuk bersekolah. Kakek D dan Keluarga
Bapak Y sudah menetap di wilayah tersebut dari dulu dan tidak pernah
pindah rumah.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat : Semua
anggota keluarga pada malam hari. Selain itu, keluarga dengan keluarga
yang lain biasanya berkumpul sebulan sekali. Karena Kakek D tinggal
di rumah bersama Ibu M, rumah keluarga Ibu M lah yang paling sering
disinggahi keluarga yang lain untuk berkumpul bersama. Interaksi
keluarga dengan masyarakat juga cukup baik karena masing-masing
menjalani perannya dengan baik dan terlihat aktif di lingkungan sosial.
Perkumpulan yang sering diikuti anggota keluarga adalah pengajian dan
arisan kelompok ibu-ibu di sekitar rumah.
5. Sistem pendukung keluarga : Jarak fasilitas kesehatan terdekat yaitu
klinik yang jaraknya dan puskesmas yang berjarak ± 1 km. Selain itu
rumah sakit terdekat berjarak ± 1,5 km dan buka 24 jam. Apabila
memerlukan bantuan kesehatan, tetangga atau keluarga yang lain juga
bersedia membantu.
28
IV. Struktur Keluarga
1. Struktur peran (Formal dan Informal)
a. Bapak Y berperan sebagai kepala keluarga, pencari nafkah dan
pengambil keputusan di keluarga
b. Ibu M berperan sebagai pencari nafkah, pengatur rumah tangga dan
pengambil keputusan.
2. Pola komunikasi : Anggota keluarga bebas dan terbuka untuk saling
berkomunikasi satu sama lain. Antar anggota keluarga terjalin
hubungan yang harmonis. Setiap masalah dibicarakan bersama dan
keputusan diambil melalui musyawarah dengan mendengarkan terlebih
dahulu pendapat dari masing-masing anggota keluarga. Keluarga
biasanya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa untuk
berkomunikasi dalam keluarga.
3. Struktur kekuatan keluarga : Pengambil keputusan dalam keluarga ini
adalah Bapak Y. Namun Bapak Y juga meminta pertimbangan dari Ibu
M sebelum akhirnya mengambil keputusan. Biasanya Ibu M sepakat
dengan keputusan yang diambil dari Bapak Y.
4. Nilai atau norma keluarga : Nilai dan norma budaya keluarga ini sesuai
dengan nilai dari suku dan agama yang mereka anut. Selain itu keluarga
juga menyesuaikan diri dengan nilai dan norma masyarakat sekitarnya.
Keluarga memiliki peraturan tentang batas jam keluar malam untuk
anak yaitu jam 21.00.
V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif: Keluarga cukup rukun. Ibu M tampak sangat
memperhatikan keseluruhan kondisi keluarga. Tugas penjagaan dan
perawatan Kakek D banyak dilakukan oleh Ibu M dan dibantu oleh
Bapak Y. Masing-masing anggota keluarga saling memperhatikan
kebutuhan anggota yang lain.
2. Fungsi sosialisasi: Keluarga Bapak Y bersosialisasi aktif di lingkungan
sekitar tempat tinggal. Bapak Y dan keluarga sering mengikuti kegiatan
yang dibuat oleh RT setempat. Keluarga ini juga merupakan orang yang
29
senang mengobrol dengan tetangga-tetangganya. Dahulu sebelum sakit,
Kakek D juga sering melakukan aktivitas di luar rumah dan mengobrol
dengan tetangga. Namun sejak sakit, Kakek D hanya berada di dalam
kamar. Tetangga terkadang datang berkunjung untuk menjenguk Kakek
D.
3. Fungsi perawatan keluarga: Keluarga sepertinya belum terlalu
memahami masalah masalah kesehatan pada lansia. Keluarga
memutuskan untuk merawat Kakek D di rumah dan belum memutuskan
untk membelikan alat bantu jalan bagi Kakek D karena melihat kondisi
Kakek D yang belum dapat duduk tegak sendiri. Keluarga hanya
melakukan perawatan dasar sekadarnya saja pada Kakek D dan belum
melakukan perawatan khusus terkait stroke yang diderita Kakek D
karena belum tahu perawatan khusus untuk stroke. Keluarga juga belum
pernah melakukan modifikasi lingkungan pada anggota keluarga
dengan masalah kesehatan. Keluarga akan membawa Kakek D ke
fasilitas pelayanan kesehatan apabila kondisi Kakek D melemah.
Tingkat ekonomi dan transportasi yang dimiliki keluarga Bapak Y
mencukupi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Fungsi ekonomi : Penghasilan keluarga berasal dari Bapak Y yang
bekerja di pabrik manufaktur dan Ibu M yang berjualan kue. Keluarga
tidak mempunyai dana khusus untuk kesehatan. Apabila ada anggota
keluarga yang sakit, keluarga menggunakan dana yang ada. Selain itu,
keluarga juga mendapatkan bantuan dari keluarga yang lain. Keluarga
ini menggunakan fasilitas kesehatan dengan Jamkesmas serta biaya
pribadi.
5. Fungsi Reproduksi : Kakek D memiliki dua anak dan satu orang cucu
dari anak
pertama dan dua orang cucu dari anak kedua.
VI. Stress dan Koping Keluarga
1. Stressor yang dimiliki: Stressor yang dimiliki Kakek D adalah kondisi
tubuhnya yang mengalami hemiparesis kanan dan membuat Kakek D
30
kesulitan melakukan segala hal sendiri termasuk memenuhi kebutuhan
dasarnya sendiri. Selain itu, Kakek D merasa bosan dengan kondisinya
saat ini yang hanya bisa berbaring di kasur. Terkadang Kakek D juga
merasa kesepian. Kakek D juga merasa tidak nyaman karena kasurnya
lembab dan tercium bau tidak sedap dari badannya.
2. Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi/ stresor: Keluarga
memiliki empati yang besar antara satu anggota keluarga dengan
anggota keluarga lainnya. Menurut keluarga, mereka sudah merawat
Kakek D dengan baik dan semampu mereka.
3. Strategi koping yang digunakan: Anak Kakek D merasa sedih dengan
kondisi Kakek D. Mereka selalu berusaha merawat dan memenuhi
kebutuhan Kakek D sebaik dan semampu mereka. Keluarga menghibur
Kakek D dengan mengajaknya mengobrol dan membelikan radio agar
Kakek D tidak bosan.
31
VII. Pemeriksaan Fisik
No Pemeriksaan
Fisik
Kakek D Bapak Y Ibu M Anak Z
1. TTV TD: 140/90 mmHgR : 18 x/menitN : 83 x/menitS : 37oC
TD : 130/80 mmHgR : 20 x/menitN : 80 x/menitS : 37oC
TD : 110/90 mmHgR : 16 x/menitN : 72 x/menitS : 37oC
TD : 100/80 mmHgR : 16 x/menitN : 80 x/menitS : 37oC
2. Kondisi Umum › Kesadaran kompos mentis› Terlihat lemas› Kebersihan dan kerapihan
kurang› Tercium bau tidak sedap
› Kesadaran kompos mentis› Kondisi umum baik
› Kesadaran kompos mentis› Kondisi umum baik`
› Kesadaran kompos mentis› Kondisi umum baik
3. Kepala › Rambut sebagian putih› Konjungtiva mata tidak
anemis, penglihatan sedikit rabun dekat› Hidung tidak ada sumbatan› Telinga bersih,
pendengaran baik› Bibir dan mukosa sedikit
kering› Mulut tidak ada kelainan› Lidah merah muda,
permukaan berbintik
› Rambut hitam› Konjungtiva mata tidak› anemis, penglihatan jelas› Hidung tidak ada
sumbatan› Telinga bersih,
pendengaran baik› Bibir dan mukosa lembab› Mulut tidak ada kelainan› Lidah merah muda,
permukaan berbintik› Gigi bersih, satu gigi
› Rambut hitam› Konjungtiva mata tidak› anemis, penglihatan jelas› Hidung tidak ada
sumbatan› Telinga bersih,
pendengaran baik› Bibir dan mukosa lembab› Mulut tidak ada kelainan› Lidah merah muda,› permukaan berbintik› Gigi bersih
› Rambut hitam› Konjungtiva mata agak› anemis, penglihatan jelas› Hidung tidak ada
sumbatan› Telinga bersih,
pendengaran baik› Bibir dan mukosa
lembab› Mulut tidak ada kelainan› Lidah merah muda,› permukaan berbintik
32
› Gigi kuning, 2 gigi geraham tanggal, ada karies
geraham berlubang › Gigi bersih
4. Leher › Tidak ada pembengkakankelenjar tiroid› Denyut jugularis teraba› Tidak terlihat adanya
peningkatan tekanan vena jugularis
› Tidak ada pembengkakankelenjar tiroid› Denyut jugularis teraba› Tidak terlihat adanya
peningkatan tekanan vena jugularis
› Tidak ada pembengkakankelenjar tiroid› Denyut jugularis teraba› Tidak terlihat adanya
peningkatan tekanan vena jugularis
› Tidak ada pembengkakankelenjar tiroid› Denyut jugularis teraba› Tidak terlihat adanya
peningkatan tekanan vena jugularis
5. Dada › Pergerakan dada terlihat simetris› Suara jantung S1 dan S2,
murmur (+)› Suara napas vesikuler,
ronchi (+), wheezing (-)
› Pergerakan dada terlihat simetris› Suara jantung S1 dan S2,
murmur (-)› Suara napas vesikuler,
ronchi (-), wheezing (-)
› Pergerakan dada terlihat simetris› Suara jantung S1 dan S2,
murmur (-)› Suara napas vesikuler,
ronchi (-), wheezing (-)
› Pergerakan dada terlihat simetris› Suara jantung S1 dan S2,
murmur (-)› Suara napas vesikuler,
ronchi (-), wheezing (-)6. Abdomen › Perut terlihat bersih
› Tidak ada lesi› Warna kulit kecoklatan› Tidak ada pembesaran
organ› Bising usus 5 x/ menit
› Perut terlihat bersih› Tidak ada lesi› Warna kulit kecoklatan› Tidak ada pembesaran
organ› Bising usus 6 x/ menit
› Perut terlihat bersih› Tidak ada lesi› Warna kulit kecoklatan› Tidak ada pembesaran
organ› Bising usus 5 x/ menit
› Perut terlihat bersih› Tidak ada lesi› Warna kulit kecoklatan› Tidak ada pembesaran
organ› Bising usus 5 x/ menit
7. Genitalia › Normal › Normal › Normal › Normal8. Rektal › Tidak ada impaksi fekal › Tidak ada impaksi fekal › Tidak ada impaksi fekal › Tidak ada impaksi fekal9. Ekstremitas › Warna kulit kecoklatan
› Akral hangat› Warna kulit kecoklatan› Tangan kanan dan kiri
› Warna kulit kecoklatan› Tangan kanan dan kiri
› Warna kulit kecoklatan› Tangan kanan dan kiri
33
› Tidak ada clubbing finger› Tangan simetris.› Tidak terdapat varises di
kaki› Tonus dan elastisitas
kurang› Teraba arteri brakhialis.› Kulit sedikit kering› Kaki kanan atropi› Kekuatan otot klien 4343 5544 3333 4555
simetris.› Kaki kanan dan kiri
simetris› Tidak terdapat varises di
kaki› Tidak ada clubbing finger› Akral hangat› Tonus dan elastisitas baik› Teraba arteri brakhialis.› Tidak terdapat edema› Kulit lembab dan elastis› Tidak menderita
kelumpuhan (kekuatan otot baik)5555 5555
5555 5545
simetris.› Kaki kanan dan kiri
simetris› Tidak terdapat varises di
kaki› Tidak ada clubbing finger› Akral hangat› Tonus dan elastisitas baik› Teraba arteri brakhialis.› Tidak terdapat edema› Kulit lembab dan elastis› Tidak menderita
kelumpuhan (kekuatan otot baik) 5555 5555
5555 5555
simetris.› Kaki kanan dan kiri
simetris› Tidak terdapat varises di
kaki› Tidak ada clubbing
finger› Akral hangat› Tonus dan elastisitas
baik› Teraba arteri brakhialis.› Tidak terdapat edema› Kulit lembab dan elastis› Tidak menderita
kelumpuhan (kekuatan otot baik) 5555 5555
5555 5555
VIII. Harapan Keluarga
Kehadiran perawat dapat membantu keluarga untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, dan perawatan keluarga
yang sakit terutama perawatan stroke untuk Kakek D. Keluarga juga berharap semua anggota keluarga bisa lebih sehat dengan
berperilaku sehat.
34
3.3 Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. DS:
› Klien mengatakan merasa sangat bosan
dan tidak nyaman dengan kondisinya
sekarang.
› Keluarga mengatakan klien tidak dapat
duduk tegak sendiri, selama ini klien
hanya berbaring di kasur
DO:
› Kamar tertutup tanpa ventilasi dan
pencahayaan hanya berasal dari lampu
› Klien terbaring di kasur yang lembab
› Tercium bau tidak sedap dari klien.
› Kegiatan sehari-hari klien hanya tiduran
di kasur dan mendengarkan radio
Gangguan rasa nyaman
2. DS :
Keluarga mengatakan klien tidak dapat
duduk tegak sendiri, selama ini klien hanya
berbaring di kasur
DO:
› Klien post stroke 1 bulan yang lalu dan
mengalami hemiparesis kanan
› Buang air kecil dan besar dilakukan
dengan pispot
› Mandi hanya di lap dengan handuk basah
saja
› Tercium bau tidak sedap dari klien
› Penampilan terlihat kurang rapi
Defisit perawatan diri
3. DS :
› Klien mengatakan merasa sangat bosan Gangguan mobilitas fisik
35
dan tidak nyaman dengan kondisinya
sekarang.
› Keluarga mengatakan bahwa Kakek D
tidak dapat duduk tegak sendiri, selama
ini Kakek D hanya berbaring di kasur
karena tidak memiliki kursi roda
› Kakek D merasa kesulitan melakukan
segala hal sendiri termasuk memenuhi
kebutuhan dasarnya.
DO:
› Kakek D mengalami hemiparesis kanan
› Tampak lemah
› Kaki kanan atropi
› Kekuatan otot klien
4343 5544
3333 4555
3.4 Skoring Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik pada keluarga Bapak Y khususnya Kakek D
No
.
Kriteria Skoring Pembenaran
1. Sifat masalah:
Skala: Aktual
3/3 x 1 = 1 Kakek D mengeluh bosan dan merasa
tidak nyaman dengan kondisinya saat ini
yang hanya dapat berbaring di kasur
yang lembab. Kakek D tidak dapat duduk
tegak sendiri serta tidak memiliki kursi
roda.
2. Kemungkinan
masalah untuk
diubah: mudah
2/2 x 2 = 2 Kakek D masih memiliki 2 orang anak
dan 3 orang cucu. Anak kedua yaitu Ibu
M tinggal bersama Kakek D dengan
suami dan anaknya. Anak dan menantu
36
Kakek D sama-sama memiliki
penghasilan. Kakek D pun memiliki
masih memiliki tabungan dari sisa hasil
penjualan sawahnya. Ibu M sebagian
besar waktunya dihabiskan di rumah
sebagai ibu rumah tangga sambil
menerima pesanan kue. Rumah Kakek D
tidak jauh dari fasilitas pelayanan
kesehatan.
3. Potensial masalah
untuk dicegah
Skala : tinggi
3/3 x 1 = 1 Hemiparesis yang dialami Kakek D
hanya pada bagian tubuh sebelah kanan.
Ibu M bertanggung jawab terhadap
perawatan Kakek D sehari-hari
4. Menonjolnya
masalah
Skala: segara diatasi
2/2 x 1 = 1 Kondisi Kakek D saat ini berdampak
negatif terhadap kualitas hidupnya
sehingga Kakek D tidak dapat
melakukan aktifitas. Kelurga juga selalu
mendengar keluhan Kakek D atas
masalahnya sehingga menginginkan
masalah tersebut untuk diatasi
TOTAL 5
2. Defisit perawatan diri (mandi dan toileting) pada keluarga Bapak Y
khususnya Kakek D
No
.
Kriteria Skoring Pembenaran
1. Sifat masalah
Skala: Aktual
3/3 x 1 = 1 Tercium bau tidak sedap dari tubuh
Kakek D. Pemenuhan kebutuhan
kebersihan diri Kakek D seperti mandi
dan toileting dibantu oleh kelurga. Mandi
hanya dengan dilap dengan kain basah
saja.
37
2. Kemungkinan
masalah untuk
diubah: mudah
2/2 x 2 = 2 Anak yang tinggal bersama Kakek D di
rumah lebih banyak berada di rumah dan
tidak terlalu sibuk bekerja kecuali jika
sedang banyak pesanan. Tingkat
ekonomi Kakek D dan anak-anaknya
cukup untuk melakukan perawatan
3. Potensial masalah
untuk dicegah
Skala : sedang
2/3 x 1 =
2/3
Kondisi kamar dan kasur lembab belum
coba untuk diatasi oleh keluarga. Kakek
D sudah mengalami kondisi post stroke
dengan hemiparesis kanan selama 1
bulan dan keluarga belum melakukan
perawatan khusus untuk Kakek D
4. Menonjolnya
masalah
Skala: ada masalah,
tetapi tidak perlu
segera ditangani
1/2 x 1 =
1/2
Menurut keluarga, mereka sudah
melakukan perawatan pada Kakek D
semampu mereka sehingga masalah
belum perlu segera ditangani.
TOTAL 4 1/6
3. Gangguan rasa nyaman pada keluarga Bapak Y khususnya Kakek D
No
.
Kriteria Skoring Pembenaran
1. Sifat masalah:
Skala: Aktual
3/3 x 1 = 1 Kakek D mengeluh bosan dan merasa
tidak nyaman dengan kondisinya saat ini.
Ia tidak dapat melakukan aktifitas lain
dan hanya berbaring. Hiburan Kakek D
yaitu mendengarkan siaran radio
2. Kemungkinan
masalah untuk
diubah: sebagian
1/2 x 2 = 1 Anak yang tinggal bersama Kakek D di
rumah lebih banyak berada di rumah dan
tidak terlalu sibuk bekerja kecuali jika
sedang banyak pesanan. Tingkat
ekonomi Kakek D dan anak-anaknya
38
cukup untuk melakukan perawatan
3. Potensial masalah
untuk dicegah
Skala : sedang
2/3 x 1 =
2/3
Kondisi Kakek D sudah berlangsung
selama 1 bulan, dan selama itu Kakek D
tidak pernah keluar rumah
4. Menonjolnya
masalah
Skala: ada masalah
tetapi tidak perlu
segera ditangani
1/2 x 1 = 1 Menurut keluarga masalah belum perlu
segera ditangani.
TOTAL 4
3.5 Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik pada keluarga Bapak Y khususnya Kakek D
2. Defisit perawatan diri (mandi dan toileting) pada keluarga Bapak Y khususnya
Kakek D
3. Gangguan rasa nyaman pada keluarga Bapak Y khususnya Kakek D
39
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA BAPAK Y KHUSUSNYA KAKEK D
DENGAN POST STROKE HEMIPARESIS KANAN
Diagnosa
KeperawatanTujuan Umum Tujuan Khusus
Kriteria EvaluasiIntervensi
Kriteria Standar
Ganggungan
mobilitas
fisik pada keluarga
Bapak Y,
khususnya
Kakek D
Setelah dilakukan
pertemuan 3 x 30
menit, Kakek D
menunjukkan
peningkatan
kekuatan dan
kemampuan
fungsional
mobilisasi,
terutama pada
bagian tubuh yang
mengalami
kelemahan
Setelah dilakukan
pertemuan 1 x 30 menit,
keluarga:
1. Mampu mengenal masalah
stroke dengan:
› Menyebutkan pengertian
dan jenis stroke
Respon
verbal
Stroke adalah gangguan fungsi
otak yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah ke otak.
Stroke ada 2 jenis:
1. Stroke hemoragik:
diakibatkan pecahnya
pembuluh darah di otak
sehingga terjadi perdarahan
di jaringan atau ruang
sekitar otak
2. Stroke iskemik: diakibatkan
penurunan aliran darah ke
otak karena adnya
sumbatan seperti bekuaan
darah atau gelembung
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang
diketahui keluarga mengenai
pengertian dan jenis stroke
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang
pemahaman keluarga yang benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai pengertian dan jenis
stroke.
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti.
40
udara. f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan.
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
› Menyebutkan faktor resiko
penyakit stroke
Respon
verbal
Keluarga dapat
menyebutkan minimal 4 faktor
resiko yang dapat dimodifikasi
atau tidak dapat dimodifikasi
berikut:
• Faktor resiko dapat
dimodifikasi :
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Merokok
- Diabetes
- Kolesterol tinggi
- Alkohol
- Kegemukan
- Kurang aktivitas fisik
• Faktor resiko tidak dapat
dimodifikasi :
- Usia
- Jenis kelamin
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang
diketahui keluarga mengenai faktor
resiko dari penyakit stroke
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang
pemahaman keluarga yang benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai faktor resiko penyakit
stroke yang dapat dimodifikasi dan
tidak dapat dimodifikasi
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya
tentang materi yang disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi
yang belum dimengerti.
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan.
41
- Ras
- Keturunan
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
› Menyebutkan tanda dan
gejala awal stroke.
Respon
verbal
Keluarga dapat
menyebutkan 3 dari
7 tanda gejala awal stroke
berikut:
- Pandangan kabur
- Baal, kelemahan,
kelumpuhan (hemiparesis)
pada wajah, ekstremitas atau
salah satu sisi tubuh secara
mendadak
- Sulit berbicara
- Sulit menelan
- Nyeri kepala hebat
- Penurunan tingkat kesadaran
- Kejang
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
tanda dan gejala awal stroke
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai tanda dan gejala awal
stroke
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti.
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan.
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
2. Mampu mengambil
keputusan dalam merawat
anggota keluarga dengan
42
masalah kesehatan stroke,
dengan:
› Menyebutkan dampak
dari stroke (kondisi pasca
stroke)
Respon
verbal
Keluarga mampu menyebutkan
minimal 5 dari akibat stroke
berikut:
- Hemiparesis (kelumpuhan)
- Keterbatasan aktifitas
(mandi, berpakaian, makan,
toileting, mobilisasi)
- Keterbatasan komunikasi
- Gangguan keseimbangan dan
koordinasi
- Gangguan kognitif dan
psikologis
- Gangguan sensori
- Inkontinensia
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
dampak dari stroke
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai dampak dari stroke atau
kondisi yang dialami pasca stroke
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti.
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan.
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
›Menyebutkan komplikasi
dari stroke
Respon
verbal
Keluarga mampu menyebutkan
minimal 5 dari komplikasi
stroke berikut:
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
komplikasi dari stroke
43
- Depresi / Ansietas
- Emosional
- Jatuh
- Malnutrisi
- Nyeri
- Infeksi dan kerusakan
integritas kulit (luka)
- Recurrent stroke
(kekambuhan stroke)
- Kekakuan
- Lelah dan linglung
- Kontraktur
- Aspirasi
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai komplikasi dari stroke
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti.
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan.
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
›Mengambil keputusan
untuk mengatasi kondisi
post stroke
Respon
verbal
Keluarga mengatakan akan
mengatasi masalah mobilitas
dan keterbatasan aktifitas
akibat hemiparesis pasca stroke
a. Bantu keluarga untuk mengenal dan
menyadari akan adanya masalah
mobilitas dan keterbatasan aktifitas
pasca stroke
b. Bantu keluarga untuk memutuskan
merawat anggota keluarga yang
sakit.
c. Berikan reinforcement atas
keputusan yang telah diambil.
44
3. Mampu melakukan
perawatan sederhana untuk
anggota keluarga dengan
post stroke dengan :
› Menyebutkan cara
mencegah kekambuhan
(recurrent) stroke atau
preventif sekunder
Respon
verbal
Keluarga mampu menyebutkan
3 dari 5 cara mencegah
kekambuhan (recurrent) stroke
berikut:
- Kontrol tekanan darah dan
cek rutin minimal sekali
dalam setahun
- Berhenti merokok
- Kontrol kolesterol darah
- Kontrol berat badan
- Manajemen diabetes
termasuk kontrol gula darah
- Olahraga teratur selama 30
menit sebanyak 5 kali tiap
minggu misal dengan
olahraga ringan (jalan kaki,
bersepeda, jogging, renang)
- Diet rendah lemak dan garam
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
cara mencegah kekambuhan stroke
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar.
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai cara mencegah
kekambuhan stroke
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan.
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti.
f. Motivasi keluarga untuk
mengulangi materi yang telah
dijelaskan.
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga.
45
› Menyebutkan perawatan/
rehabilitasi untuk
anggota keluarga yang
mengalami hemiparesis
pasca stroke
Respon
verbal
Keluarga mampu menyebutkan
minimal 3 dari cara rehabilitasi
dan perawatan pasca stroke
berikut:
- Pemberian posisi yang aman
dan nyaman (therapeutic
positioning)
- Latihan Range of Motion
(ROM)
- Penggunaan alat bantu jalan
- Membantu dalam pemenuhan
ADL (activities of daily
living) termasuk kebutuhan
kebersihan diri
a. Dorong keluarga untuk menceritakan
apa yang dilakukan untuk merawat
anggota keluarga pasca stroke dan
bagaimana hasilnya
b. Diskusikan dengan keluarga cara
perawatan dan rehabilitasi pasca
stroke
c. Beri kesempatan keluarga untuk
bertanya.
d. Berikan reinforcement positif pada
keluarga.
Setelah dilakukan pertemuan
kedua, selama 1 x 30 menit,
anggota keluarga mampu
melakukan:
› Theraputic positioning Respon
psikomotor
Anggota keluarga mampu
melakukan memberikan posisi
terapeutik untuk memberikan
kenyamanan, mendukung
pemulihan yang optimal
a. Diskusikan dengan keluarga cara
memposisikan dengan tepat untuk
memberikan kenyamanan,
mendukung pemulihan yang optimal
dan mencegah komplikasi
b. Motivasi keluarga untuk menjelaskan
c. kembali cara memberikan posisi
46
dengan modulasi tonus otot,
memberikan informasi sensorik
yang tepat, meningkatkan
kesadaran spasial dan
mencegah komplikasi seperti
luka tekanan, kontraktur, rasa
sakit, aspirasi dan masalah
pernapasan. Posisi yang perlu
diberikan yaitu:
- Lima posisi utama
dianjurkan: berbaring miring
(side lying) ke sisi yang tidak
mengalami kelemahan,
fowler (30-45), semi fowler
(15-30), upright dengan
bersandar di tempat tidur atau
kursi.
- Elevasikan lengan atau kaki
yang mengalami kelemahan
(hemiparesis) untuk
mencegah edema
- Pasang footboard pada
tempat tidur untuk
terapeutik
d. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga
47
menyangga telapak kaki agar
tidak terjadi foot drop
- Posisikan jari dan telapak
tangan dengan menggenggam
bola atau handuk untuk
mencegah kontraktur
- Posisikan tubuh dengan tepat
dan selaras untuk mencegah
deformitas dan kontraktur
- Ubah posisi bergantian
miring kanan-telentang-
miring kiri setiap 2 jam
› Latihan Range of Motion
(ROM) pasif
Respon
psikomotor
Anggota keluarga mampu
melakukan latihan ROM pasif
untuk meningkatkan kekuatan
dan kelenturan otot serta
mencegah kontraktur dan
kekakuan pada persendian,
yaitu:
- Berbaring dalam posisi yang
nyaman.
- Anjurkan bernapas normal
selama latihan.
a. Diskusikan cara latihan ROM pasif
untuk meningkatkan kekuatan dan
kelenturan otot serta mencegah
kontraktur dan kekakuan pada
persendian.
b. Motivasi keluarga untuk menjelaskan
kembali cara melakukan latihan
ROM pasif untuk meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot serta
mencegah kontraktur dan kekakuan
pada persendian.
48
- Lakukan gerakan fleksi
(menekuk persendian),
ekstensi (meluruskan
persendian), abduksi (satu
anggota tubuh ke arah
mendekati aksis tubuh),
adduksi (satu anggota tubuh
ke arah menjauhi aksis
tubuh), rotasi (memutar atau
menggerakkan satu bagian
melingkari aksis tubuh),
pronasi (memutar ke bawah),
supinasi (memutar ke atas),
inverse (gerakan ke dalam),
dan eversi (gerakan ke luar).
- Latihan dilakukan minimal 4
kali sehari.
c. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga.
› Penggunaan alat bantu jalan
(kursi roda)
Respon
psikomotor
Anggota keluarga mampu
melakukan penggunaan alat
bantu jalan (kursi roda) yaitu:
- Kunci roda kursi roda,
naikkan pijakan kaki, da
pindahkan lansia ke kursi
a. Diskusikan cara penggunaan alat
bantu jalan (kursi roda)
b. Motivasi keluarga untuk menjelaskan
kembali cara penggunaan alat bantu
jalan (kursi roda)
c. Berikan reinforcement positif
49
roda
- Periksa kesejajaran tubuh
lansia dan berikan penyangga
jika tidak dapat
mempertahankan kesejajaran
tubuhnya sendiri
- Minta lansia untuk duduk
bersandar pada tempat duduk
- Atur posisi penyangga betis,
turunkan pijakan kaki dan
letakkan kaki di atasnya
- Pasang sabuk pengaman bila
perlu
- Lepas rem ketika akan
mendorong kursi roda
- Jangan meninggalkan lansia
sendirian jika tidak dapat
menggerakkan kursi roda
secara mandiri.
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga.
›Membantu dalam
pemenuhan ADL
Respon
psikomotor
Anggota keluarga mampu
melakukan pemenuhan ADL
yaitu :
1. Makan
a. Diskusikan dengan keluarga cara
memenuhi dan melatih pemenuhan
ADL secara bertahap untuk
mendukung pemulihan yang optimal
50
- Bantu menyuapi ketika
makan
- Dorong dan latih
sementara untuk makan
dengan tangan kiri
- Dampingi saat waktu
makan
- Siapkan makanan dengan
tekstur lembut atau
potongan yang kecil
- Posisikan tubuh dengan
benar saat makan
- Tempatkan atau dekatkan
makanan pada sisi tubuh
yang tidak sakit
- Beri waktu yang cukup
untuk makan
- Bersihkan mulut dan gigi
setelah makan, minta
untuk berkumur
2. Mandi dan toileting
- Bantu untuk mandi
dengan menggunakan
b. Motivasi keluarga untuk menjelas
kan kembali cara memenuhi dan
melatih pemenuhan ADL
a. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga
51
sabun (non parfum)
- Dorong untuk melakukan
mandi sendiri dengan
anggota gerak yang tidak
sakit
- Berikan lotion setelah
mandi agar kulit tidak
kering
- Bantu BAB/BAK dengan
pispot dan bersihkan anus
serta genitalia dengan lap
basah setelah BAB/BAK
- Dorong latihan otot dasar
panggul dan otot anus
secara bertahap untuk
mengontrol BAB/BAK
- Pantau daerah pantat dan
kemaluan apakah
kemerahan atau ada lesi
- Pastikan tempat tidur atau
alas selalu kering dan
bersih serta tidak berlipat.
- Ganti baju, seprei, atau
52
alas 3 hari sekali atau
segera jika kotor dan
basah.
› Melakukan cara
perawatan dan
rehabilitasi untuk post
stroke
Respon
afektif
Keluarga melakukan cara
perawatan dan rehabilitasi post
stroke
a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga dengan
hemiparesis post stroke
b. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
oleh keluarga.
3. Memodifikasi lingkungan
yang sesuai untuk
penderita hemiparesis post
stroke, dengan :
› Menyebutkan cara
modifikasi lingkungan
untuk penderita
hemiparesis post stroke
Respon
verbal
Anggota keluarga mampu
menyebutkan minimal 3 dari
modifikasi lingkungan yang
sesuai untuk penderita
hemiparesis berikut:
- Meningkatkan pencahayaan
ruangan dengan
menambahkan lampu.
- Memasang pegangan tangan
ditempat yang diperlukan
a. Diskusikan cara memodifikasi
lingkungan untuk penderita
hemiparesis post stroke
b. Jelaskan cara memodifikasi
lingkungan untuk penderita
hemiparesis post stroke
c. Motivasi keluarga untuk menjelaskan
kembali cara memodifikasi
lingkungan.
d. Tanyakan kepada keluarga materi
53
seperti misalnya dikamar
mandi.
- Memasang foot board dan
side rail pada kasur
- Memindahkan kasur di lantai
dengan diberi alas agar tidak
lembab untuk menghindari
jatuh
- Tempatkan barang/
kebutuhan perawatan lansia
di lokasi yang sama dan
dalam jangkauan pada sisi
yang tidak sakit
yang belum jelas.
e. Jelaskan kepada keluarga materi yang
belum dimengerti.
f. Berikan reinforcement terhadap
kemampuan yang dicapai keluarga.
› Mendemonstrasikan
penempatan barang
dalam jangkauan lansia
pada sisi yang tidak sakit
Respon
psikomotor
Keluarga dapat
mendemonstrasikan cara
modifikasi lingkungan dengan
menempatkan barang/
kebutuhan lansia di lokasi yang
sama dan dalam jangkauan sisi
yang tidak sakit
a. Diskusikan dengan keluarga cara
penempatan barang dalam jangkauan
lansia
b. Demonstrasikan cara menempatkan
barang/kebutuhan perawatan dalam
jangkauan sisi tubuh yang tidak sakit
c. Motivasi keluarga untuk
mendemonstrasikan kembali apa
yang diajarkan
d. Redemonstrasi jika keluarga masih
54
memerlukan.
e. Berikan reinforcement positif atas
upaya keluarga
› Melakukan cara
modifikasi lingkungan
Respon
psikomotor
Keluarga melakukan cara
modifikasi lingkungan
a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam
memodifikasi lingkungan untuk
anggota keluarga yang hemiparesis
post stroke
b. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
oleh keluarga.
4. Mampu menggunakan
fasilitas kesehatan yang
ada untuk melakukan
perawatan post stroke,
dengan:
› Menyebutkan tempat
pelayanan kesehatan
untuk dirujuk
Respon
verbal
Keluarga dapat menyebut kan
fasilitas kesehatan
yang dapat dikunjungi:
- Puskesmas
- Rumah sakit
- Klinik dokter
a. Diskusikan bersama keluarga
mengenai fasilitas kesehatan yang
ada di sekitar tempat tinggal.
b. Motivasi keluarga untuk
menyebutkan kembali fasilitas
kesehatan yang dapat dikunjungi.
c. Berikan reinforcement positif atas
usaha keluarga
55
› Menyebutkan manfaat
fasilitas kesehatan
Respon
verbal
Keluarga dapat menyebut kan
manfaat kunjungan ke fasilitas
kesehatan, yaitu mendapatkan
pemeriksaan, mendapatkan
perawatan, mendapatkan
penyuluhan atau pendkes
a. Diskusikan bersama keluarga
mengenai manfaat fasilitas kesehatan
yang ada di sekitar tempat tinggal.
b. Berikan reinforcement positif atas
usaha keluarga.
› Mengunjungi fasilitas
pelayanan kesehatan
Respon
afektif
Keluarga memanfaatkan
pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan dan pengobatan
post stroke dengan
menunjukkan kartu
kesehatan.
a. Motivasi keluarga untuk berkunjung
ke fasilitas kesehatan.
b. Berikan reinforcement positif atas
usaha keluarga untuk mengguna kan
fasilitas pelayanan kesehatan.
Diagnosa
KeperawatanTujuan Umum Tujuan Khusus
Kriteria EvaluasiIntervensi
Kriteria Standar
Defisit perawatan
diri: mandi,
toileting pada
keluarga Bapak Y,
khususnya pada
Kakek D
Setelah dilakukan
pertemuan 1 x 60
menit keluarga
mampu membantu
melakukan
perawatan diri pada
anggota keluarga
yang mengalami
Setelah dilakukan pertemuan
1x 60 menit, keluarga:
1. Mampu mengenal masalah
defisit perawatan diri
dengan:
› Menyebutkan
pengertian defisit
Respon
verbal
Defisit perawatan diri adalah
kondisi ketika individu
mengalami hambatan
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
56
keterbatasan
aktivitas akibat
post stroke serta
keluarga dapat
memahami
pentingnya
perawatan diri
perawatan diri kemampuan untuk melakukan
beberapa aktivitas atau
mendapatkan layanan yang
penting untuk mengelola
rumah tangga
defisit perawatan diri
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai pengertian defisit
perawaratan diri
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga
› Menyebutkan penyebab
terjadinya defisit
perawatan diri
Respon
verbal
Keluarga dapat menyebutkan 2
dari 4 penyebab terjadinya
defisit perawatan diri, yaitu:
Kurangnya motivasi dalam
melakukan perawatan diri
Kehilangan orang yang
disayanginya
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
penyebab terjadinya defisit perawatan
diri
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar
57
Keterbatasan fisik/
imobilitas yang
menghalangi untuk
melakukan perawatan diri
Mendapatkan stressor dari
luar
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai penyebab defisit perawatan
diri
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga
› Menyebutkan tanda-
tanda defisit perawatan
diri
Respon
verbal
Keluarga dapat menyebutkan 3
dari 5 tanda defisit perawatan
diri, yaitu:
Tidak berpenampilan baik
dalam berpakaian
Kondisi tubuh yang kotor
Tercium bau yang kurang
sedap ketika didekati
Tidak mau/ malas
melakukan mandi
Tidak mau/ malas
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
tanda defisit perawatan diri
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga
mengenai tanda defisit perawatan diri
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai tanda-tanda defisit
perawatan diri
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
58
melakukan perawatan gigi Mdisampaikan
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga
› Menyebutkan jenis-
jenis defisit perawatan
diri
Respon
verbal
Keluarga menyebutkan 2 dari
4 jenis defisit perawatan diri
berikut:
- Makan
- Mandi
- Toileting
- Berpakaian
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
jenis defisit perawatan diri
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai jenis defisit perawatan diri
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
disampaikan
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan
g. Berikan reinforcement atas usaha
59
keluarga
› Mengidentifikasi
anggota keluarga yang
mengalami defisit
perawatan diri
Respon
verbal
Keluarga mengidentifikasi
Kakek D mengalami defisit
perawatan diri ditunjukkan
dengan adanya tanda-tanda
defisit paerawatan diri
a. Tanyakan kepada keluarga apakah
tanda-tanda defisit perawatan diri
dialami oleh anggota keluarga
b. Berikan reinforcement positif atas
apa yang dikemukakan keluarga
2. Mampu mengambil
keputusan dalam merawat
anggota keluarga dengan
masalah defisit perawatan
diri, dengan:
› Menyebutkan akibat
dari defisit perawatan
diri
Respon
verbal
Keluarga mampu menyebutkan
2 dari 4 akibat defisit
perawatan diri:
Timbulnya bau yang tidak
sedap
Memunculkan penyakit
Beresiko terjadi kerusakan
integritas kulit
Berisiko dihindari/ dijauhi
oleh orang lain
Berisiko harga diri rendah
a. Diskusikan bersama keluarga apa
yang diketahui keluarga mengenai
akibat defisit perawatan diri
b. Berikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang
benar
c. Berikan informasi kepada keluarga
mengenai akibat defisit perawatan
diri
d. Berikan kesempatan keluarga
bertanya tentang materi yang
60
disampaikan
e. Berikan penjelasan ulang tentang
materi yang belum dimengerti
f. Motivasi keluarga untuk mengulangi
materi yang telah dijelaskan
g. Berikan reinforcement atas usaha
keluarga
› Mengambil keputusan
untuk mengatasi defisit
perawatan diri
Respon
verbal
Keluarga mengatakan akan
mengatasi defisit perawatan
diri pada Kakek D
a. Bantu keluarga untuk mengenal dan
menyadari akan adanya masalah
defisit perawatan diri dalam keluarga
b. Diskusikan dengan keluarga
mengenai cara melakukan perawatan
diri yang tepat pada anggota
keluarga yang mengalami defisit
perawatan diri
c. Berikan kesempatan kepada
keluarga untuk bertanya
d. Bantu keluarga untuk memutuskan
merawat anggota keluarga yang sakit
e. Berikan reinforcement atas
keputusan yang telah diambil
f. Berikan motivasi kepada keluarga
dalam merawat anggota keluarga
61
yang sakit
3. Mampu melakukan
perawatan sederhana untuk
mengatasi defisit
perawatan diri dengan:
› Menyebutkan cara
merawat anggota
keluarga dengan defisit
perawatan diri
Respon
verbal
Keluarga mampu membantu
melakukan perawatan diri pada
anggota keluarga yang sakit
yaitu :
1. Makan :
- Bantu menyuapi ketika
makan
- Dorong dan latih
sementara untuk makan
dengan tangan kiri
- Dampingi saat waktu
makan
- Siapkan makanan dengan
tekstur lembut atau
potongan yang kecil
- Posisikan tubuh dengan
benar saat makan
- Tempatkan atau dekatkan
a. Diskusikan dengan keluarga cara
membantu perawatan diri pada
anggota keluarga yang sakit
b. Motivasi keluarga untuk menjelas
kan kembali cara membantu
perawatan diri pada anggota keluarga
yang sakit
c. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga
62
makanan pada sisi tubuh
yang tidak sakit
- Beri waktu yang cukup
untuk makan
- Bersihkan mulut dan gigi
setelah makan, minta
untuk berkumur
2. Mandi dan toileting
- Bantu untuk mandi
dengan menggunakan
sabun (non parfum)
- Dorong untuk melakukan
mandi sendiri dengan
anggota gerak yang tidak
sakit
- Berikan lotion setelah
mandi agar kulit tidak
kering
- Bantu BAB/BAK dengan
pispot dan bersihkan anus
serta genitalia dengan lap
basah setelah BAB/BAK
- Dorong latihan otot dasar
a. Diskusikan dengan keluarga cara
membantu perawatan diri pada
anggota keluarga yang sakit
b. Motivasi keluarga untuk menjelas
kan kembali cara membantu
perawatan diri pada anggota keluarga
yang sakit
c. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
keluarga
63
panggul dan otot anus
secara bertahap untuk
mengontrol BAB/BAK
- Pantau daerah pantat dan
kemaluan apakah
kemerahan atau ada lesi
- Pastikan tempat tidur atau
alas selalu kering dan
bersih serta tidak berlipati
- Ganti baju, seprei, atau
alas 3 hari sekali atau
segera jika kotor dan
basah.
› Mendemonstrasikan cara
perawatan diri yaitu
mandi pada anggota
keluarga dengan defisit
perawatan diri
Respon
psikomotor
Keluarga dapat
mendemonstrasikan cara
memandikan anggota keluarga
yang mengalami hemiparesis
post stroke
f. Diskusikan dengan keluarga cara
cara memandikan anggota keluarga
yang mengalami hemiparesis post
stroke
g. Demonstrasikan cara memandikan
anggota keluarga dengan benar
h. Motivasi keluarga untuk
mendemonstrasikan kembali apa
yang diajarkan
i. Berikan reinforcement positif atas
64
upaya keluarga
› Melakukan perawatan
untuk mengatasi defisit
perawatan diri pada
anggota keluarga
Respon
afektif
Keluarga melakukan perawatan
untuk mengatasi defisit
perawatan diri pada anggota
keluarga yang mengalami
hemiparesis post stroke
a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga dengan
hemiparesis post stroke
b. Berikan reinforcement positif
terhadap kemampuan yang dicapai
oleh keluarga.
65
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keamanan dan kenyamanan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
pada setiap tahap perkembangan, termasuk lansia. Konsep keamanan dan
kenyamanan dipandang secara holistik yang meliputi empat katagori yaitu fisik,
sosial, psikospritual, dan lingkungan. Dari semua aspek, lansia memiliki resiko
tinggi mengalami gangguan kenyamanan dan keamanan. Hal ini disebabkan karena
perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan.
Jatuh merupakan gangguan keamanan yang sering dialami lansia. Perubahan
akibat penuaan mengakibatkan lansia beresiko mengalami jatuh. Perubahan akibat
penuaan yang mempengaruhi resiko jatuh pada lansia antara lain nokturia,
osteoporosis, penurunan fungsi penglihatan, gangguan keseimbangan, hipotensi
ortostatistik, gangguan kignitif seperti demensia, penurunan kekuatan otot, dan
perubahan sistem saraf pusat seperti penurunan waktu reaksi yang menimbulkan
resiko jatuh.
Perawat mempunyai peran yang sangat besar dalam membantu lansia
memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman. Tindakan yang dapat dilakukan
perawat dalam memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada lansia dengan
memberikan pendidikan/informasi kepada klien atau keluarga atau sebagai advokasi
bagi klien lansia terkait beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan.
4.2 Saran
Perawat harus memperhatikan kebutuhan keamanan dan kenyamanan pada lansia.
Perawat harus teliti dalam mengkaji kebutuhan rasa aman dan nyaman sehingga
dapat membantu lansia terhindar dari bahaya yang mengancam keamanan dan
kenyamanan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Brass, L. M. Stroke. http://www.iristrial.org/teleforms/documents/stroke.pdf, diakses
pada tanggal 19 Februari 2013
Ebersole, P., Hess, P. (1990). Toward healthy aging: human needs and nursing
response. St. Louis: Mosby.
Hughes-hart, S. (2001). Patient Personal Freedoms and Security, Fall Prevention and
Management. VHA National Center for Patient Safety.
Lueckenotte, A. (2000). Gerontologic nursing. Philadelphia: Mosby.
Leuckenotte, A.G & Meiner, S.E. (2006). Gerontologic Nursing. Third Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Miller, C. (2004). Nursing for Wellness Older Adults: Theory and practice. 4th Edition.
USA: Lippincott.
National Health Service. (2012). Balance exercise for older people.
http://www.nhs.uk/Livewell/fitness/Pages/balance-exercises-for-older-
people.aspx, diakses tanggal 20 Februari 2013
Potter, P.A & Perry, A.G. (2006). Fundamental of nursing: Concepts, process and
practice.4th Ed. St.Louis: Mosby Year Book
Sirven, J. I., & Malamut, B. L. (2008). Clinical neurology of the older adult.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Sirven, J. I. & Malamut, B. L. (2008). Clinical neurology of the older adult. 2nd Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Medical surgical nursing. 8th ed. Philadelphia:
Lippincott-Raven Publisher
Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Alih
bahasa: Juniati, N. & Kurnianingsih, S. Jakarta: EGC
Stanley, M., & Beare, P. G. (2007). Gerontological nursing: A health
promotion/protection approach. 2rd ed. Philadelphia: FA Davis Company.
Stroke-rehab.com. (2010). Balance exercise. http://www.stroke-rehab.com/balance-
exercises.html, diakses tanggal 20 Februari 2013
67