MODUL AJAR
Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis
ETNOSAINS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc.
Almubarak, M.Pd.
Khairiatul Muna, M.Pd.
i
MODUL AJAR
INOVASI PEMBELAJARAN
KIMIA BERBASIS
ETNOSAINS
Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc.
Almubarak, M.Pd.
Khairiatul Muna, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
ii
Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis ETNOSAINS.
Penyunting : Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc.
Penata Letak : Almubarak, M.Pd. & Khairiatul Muna, M.Pd.
Perancang Kover : Almubarak, M.Pd.
Cetakan I, Maret 2018
Penerbit:
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP ULM
Jl. Brigjen H. Hasan Basri No.3, RW.02, Pangeran, Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan 70124.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas selesainya Modul Inovasi
Pembelajaran Berbasis ETNOSAINS untuk mahasiswa Program
Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Modul ini merupakan salah satu sumber referensi dan
membawa manfaat dalam implementasinya di kelas. Selain buku
rujukan, modul ini merupakan bahan kajian yang tidak hanya
sekedar mempelajari bagaimana suatu inovasi secara konten, tetapi
bagaimana inovasi-inovasi dibuat dengan tidak meninggalkan
budaya atau nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Inovasi
pendidikan yang tercipta melalui modul ini, diharapkan mampu
memperbaiki kualitas pembelajaran sehingga menghasilkan
lulusan yang unggul dan berkarakter.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu dan memberikan masukan, serta
arahan dalam penyusunan bahan ajar (modul) ini.
Semoga segala hal yang tertuang dalam modul ini dapat
membawa kebermanfaatan. Amin.
Banjarmasin, Februari 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................... i
Balik Halaman Judul ........................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................. iv
Tinjauan Inovasi Pembelajaran Kimia ................................. v
A. Deskripsi Mata Kuliah ................................................ v
B. Manfaat Mata Kuliah .................................................. vi
C. Luaran Mata Kuliah ................................................... vii
D. Susunan Modul Ajar ................................................... vii
E. Petunjuk Penggunaan Modul ...................................... viii
BAB I KONSEP DASAR INOVASI ......................................... 1
BAB II ADOPSI INOVASI ...................................................... 22
BAB III KEPUTUSAN INOVASI ............................................. 54
BAB IV INOVASI KURIKULUM ............................................. 80
BAB V INOVASI PEMBELAJARAN ........................................ 182
BAB VI ETNOSAINS ............................................................. 223
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 245
v
A. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA merupakan matakuliah landasan keahlian wajib bagi seluruh mahasiswa
program studi pendidikan kimia. Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman dalam
menganalisis permasalahan dalam pembelajaran kimia, menemukan atau mengadopsi objek (ide/gagasan/media/dll), merancang difusi atau adopsi suatu pembaharuan (inovasi) serta
menganalisis dampak inovasi yang diadopsi.
Materi perkuliahan yang disajikan meliputi pentingnya
pengertian inovasi, pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan (khusunya pendidikan kimia), mengkaji permasalahan-
permasalahan dalam bidang pendidikan, upaya atau inovasi yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah serta pengembangan inovasi baru, dan menonjolkan kearifan lokal dalam belajar sains
(kimia) melalui pembaharuan (inovasi) yang dikembangkan sebagai wujud habituasi nilai-nilai budaya untuk mengahsilkan sumber
daya manusia yang unggul, kreatif, inovatif, profesional, dan berkarakter di lahan basah.
Pada perkulihaan ini secara umum dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, mahasiswa mengkaji secara teoritis tentang inovasi, difusi inovasi, dan diseminasi. Kemudian tahap kedua,
mahasiswa menganalisis berbagai kajian inovasi dalam dunia pendidikan (system pendidikan, kurikulum, model dan stretgi
pembelajaran, evaluasi, serta lainnya), serta diharapkan mampu menyusun/memodifikasi ide untuk menyelesaikan salah satu
masalah pembelajaran kimia. Analisis yang dilakukan tidak hanya seputar dunia pendidikan, namun kajian inovasi yang berhubungan dengan nilai-nilai kearifan lokal sehingga eksplorasi ilmu
pengetahuan tidak hanya terbatas pada pendidikan tetapi bagaimana mengangkat budaya lokal sebagai literasi sains agar
penyelesaian masalah tidak hanya datang dari satu perspektif keilmuan. Dan, tahap tiga, mahasiswa memiliki kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk bisa menghasilkan suatu ide/gagasan (inovasi) yang bisa digunakan dalam belajar sains (kimia) seperti mengembangkan modul/bahan ajar, media
pembelajaran, mendesain suatu model pembelajaran berbasis
TINJAUAN INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA
vi
ETNOSAINS yang mengangkat tentang kedaerahan, dan penelitian sebagai media penyebarluasan ilmu pengetahuan terhadap generasi
berikutnya serta wujud keberlanjutan inovasi yang telah dibuat.
Pendekatan pembelajaran pada mata kuliah ini
menggunakan pendekatan konstruksivisme yang bertujuan supaya mahasiswa memiliki kesempatan untuk menggali pengetahuan
secara mandiri berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, sehingga mampu menyusun mengembangkan ide-ide baru dan mampu merancang difusinya. Adapun metode
pembelajarannya adalah pemecahan masalah, ekspositori, inkuiri, penugasan, diskusi. Media pembelajaran yang digunakan pada
mata kuliah ini adalah disuksi online melalui Padlet App, Pembelajarn melalui e-learning Schoology, mendesain Platrform
berbasis awan, pemanfaatan berbagai aplikasi sebagai bahan refleksi dan evaluasi pembelajaran, Pembuatan bahan ajar berbasis
Flipbook, Pengoptimalan bahan presentasi melalui Prezi App, dan media lainnya yang berhubungan dengan pengembangan dan peningkatan kompetensi lulusan yang inovatif.
B. MANFAAT MATA KULIAH
Adapun manfaat mata kuliah INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA,
yaitu mahasiswa:
Memperoleh pemahaman bagaimana teori dan implikasi
mengenai inovasi pembelajaran secara benar sesuai pedoman dan sumber belajar yang tepat.
Memperoleh pengetahuan mengenai inovasi dari berbagai
rujukan dan sumber belajar sebagai foundation of knowledge dalam membentuk pola pikir yang benar dalam menganalisis
permasalahan yang terjadi saat ini.
Mengenali nilai-nilai kearifan lokal yang berada di sekitar
mereka yang mengantar mereka bukan hanya pemahaman bagaimana belajar kimia, namun mengaitkannya dengan
kultur yang berlaku di masyarakat seperti pembelajaran berbasis ETNOSAINS, implementasi Scientific Approach dalam belajar kimia, dan pemanfaatan lahan basah dalam
melakukan riset dan pengabdian masyarakat.
Memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam
mengembangkan dan mencipta suatu karya kreatif dan inovatif yang bermuara pada penyelesaian masalah-masalah
yang dialami dalam dunia pendidikan (pembelajaran kimia).
vii
Memiliki potensi dalam mengeksplorasi kemampuan mereka secara bebas, tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat sebagai wujud kepedulian sebagai manusia terhadap alam dan manusia itu sendiri.
Memperbaiki pola pikir dan mental lulusan sebagai generasi masa depan dalam menghadapi berbagai tantangan teknologi
yang bersifat dinamis dan tanpa batas.
C. LUARAN MATA KULIAH (Learning Outcomes)
Melalui mata kuliah INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA ini
mahasiswa diharapkan mampu:
Memahami teori dan implikasi Inovasi, Difusi Inovasi, dan
Diseminasi terhadap dunia pendidikan khususnya dalam belajar kimia.
Menganalisis berbagai macam kajian inovasi pendidikan dari berbagai sumber seperti jurnal nasional dan internasional, modul, hasil penelitian, dan kajian budaya lokal seperti untuk
mengangkat nilai-nilai kearifan lokal sebagai bentuk kepedulian terhadap alam dan masyarakat.
Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan nilai-nilai budaya Kalimantan Selatan yang berdampak pada pola pikir
dalam belajar.
Mencipta atau menghasilkan suatu ide/gagasan yang kreatif dan inovatif dalam pembelajaran kimia yang bertujuan tidak
hanya untuk menyelesaikan masalah pembelajaran kimia, namun juga mengaitkannya dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil karya kreatif dan inovatif dalam forum atau diskusi terbatas sebagai proses
difusi inovasi dan proses keberlanjutan inovasi melalui proses diseminasi yang dibuat.
Mengevaluasi inovasi sebagai bentuk penilaian terhadap
kebermanfaatan inovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Menunjukkan sikap dan perilaku sopan, bertanggung jawab, religius, disiplin, kerja sama, nasionalisme, dan anti korupsi
selama proses kreasi inovasi.
D. SUSUNAN BAHAN AJAR
Modul Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis ETNOSAINS
terdiri dari 6 Bab dinataranya:
viii
Gambar 1. Susunan Bahan Ajar (Modul Inovasi
Pembelajaran Kimia).
E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Modul Inovasi Pembelajaran Kimia ini memiliki petunjuk penggunaan agar memudahkan pembaca memahami konten
dan bentuk evaluasi yang terdapat dalam modul yakni:
1 - Modul ini berisi 6 Bab yang didalamnya berhubungan
dengan kajian-kajian mengenai teori inovasi dan kaitannya dengan dunia pendidikan.
2 - Setiap Bab dalam modul ini memuat pengetahuan yang
berhubungan dengan inovasi dan implikasinya pada dunia pendidikan, dimana setiap babnya telah dibagi
menjadi beberapa bagian sehingga pembaca menjadi mudah mengikuti alur konten modul yang disajikan.
3 – Di akhir bacaan setiap bab, terdapat penugasan yaitu membuat resume terhadap setiap materi yang telah dipelajari. Resume ini bertujuan untuk melatih retension
(daya ingat) pembaca sehingga mendukung penguatan konten materi dan memudahkan proses konstruksi
pengetahuan terkait proses pengembangan karya kreatif dan inovatif pembaca.
4 - Kemudian, setelah proses resume terdapat tes formatif disetiap bab yang berisi sebanyak delapan nomor beserta
kunci jawabannya. Tujuannya, untuk menilai sejauh
Susu
nan
Bah
an A
jar
BAB I - Konsep Dasar Inovasi
BAB II - Adopsi Inovasi
BAB III - Keputusan Inovasi
BAB IV - Inovasi Kurikulum
BAB V - Inovasi Pembelajaran
BAB VI - Etnosains
ix
mana kontribusi modul dalam membentuk pemahaman pembaca mengenai pentingnya suatu inovasi.
5 – Di akhir bab, terdapat penugasan (tindak lanjut) yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
pembaca mengeksplorasi pemahaman mereka dalam mengembangkan ide/gagasan kreatif dan sebagai bentuk
evaluasi terhadap modul yang dikembangkan.
6 – Di akhir bab, juga terdapat upman balik yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
terhadap materi yang disajikan.
7 - Daftar Pustaka terdapat disetiap akhir bab dalam
modul ini untuk memudahkan pembaca dalam mendeteksi sumber referensi dan sebagai rujukan dalam
mengembangkan karya kreatif dan inovatif.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 1
BAB I
KONSEP DASAR INOVASI
PENDAHULUAN
Bab ini berisi pembahasan tentang pengertian inovasi,
karakteristik inovasi, pentingnya inovasi serta difusi dan diseminasi
inovasi
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. menjelaskan pengertian inovasi;
2. menyebutkan karakteristik inovasi;
3. menjelaskan pentingnya suatu inovasi, serta dapat
menunjukkan bukti pentingnya suatu inovasi melalui telusur
berita baik di majalah ataupun koran (fisik ataupun elektronik);
dan
4. menjelaskan difusi dan diseminasi inovasi
1.1 Pengertian Inovasi
Inovasi dan praktik inovasi menjadi hal yang lebih penting
dalam masyarakat modern (Mota, 2009, 2011). Konsep dan praktik
telah berubah seiring berjalannya waktu. Pada pertengahan abad,
istilah inovasi lebih sering dikaitkan dengan kebaruan yang timbul
dari kreativitas manusia. Seperti konsep yang sekarang dipahami,
inovasi ternyata jauh lebih luas daripada sekedar inovasi teknologi,
walaupun teknologi terus menjadi pendorong perubahan yang
signifikan, terutama dalam dua abad terakhir.
Godin (2008) memahami inovasi secara dialektik, sehingga
peristiwa dan kejadian-kejadian di dunia memunculkan kategori
baru. Hal tersebut pada gilirannya berkontribusi, dan
memungkinkan perubahan material dan sosial di dunia, yang dapat
menghasilkan makna baru yang diberikan pada konsep seperti
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 2
inovasi. Selama Renaisans, pengrajin menyetujui bahwa imitasi
(peniruan) adalah praktik yang menguntungkan, terkait erat
dengan gagasan inovasi baru, dan sangat penting bagi gagasan
penemuan itu sendiri. Bagi Newman (2011), inovasi adalah seni
meniru alam, seperti yang dinyatakan para ahli kimia. Imitasi
(peniruan) dianggap membutuhkan suatu kerja, eksperimen,
penilaian dan juga imajinasi. Pada awal revolusi industri di Inggris,
imitasi (peniruan) dikaitkan dengan penemuan karena
menghasilkan produksi komoditas baru, memperkenalkan tidak
hanya kemungkinan nyata untuk memenuhi permintaan melalui
difusi, namun juga meningkatkan kualitas dan desain. Akibatnya,
inovasi dengan meniru, meski tidak utama, menjadi terkait dengan
inovasi turunan dan inovasi tambahan. Konsep dan praktik inovasi
selanjutnya berkembang dari sekadar penyalinan.
Perbedaan antara diskoveri (discovery) dan invensi (invention)
selalu menjadi inti gagasan yang berarti bahwa masyarakat yang
memberikan ide inovasi. Diskoveri biasanya mengarah pada proses
menemukan sesuatu, sementara invensi lebih sering dikaitkan
dengan sintesis, penggabungan atau membuat sesuatu yang baru,
seperti benda, proses atau teori baru. Selama abad ke 18 dan 19,
invensi awalnya terkait dengan ilmu pengetahuan, tapi juga terkait
dengan imajinasi dalam sastra dan seni visual, dan kemudian
menjadi semakin teridentifikasi dengan penemuan mekanis atau
teknologi (Engell, 1981). Namun, selama abad ke-20, terdapat
penekanan pada komodifikasi, kepemilikan dan penilaian
utilitarian, sehingga inovasi teknologi telah menjadi sinonim dari
invensi, yang selanjutnya sering disebut sebagai inovasi
(innovation).
Guna memahami lebih lanjut mengenai definisi inovasi,
berikut disajikan definisi inovasi dari beberapa ahli, diantaranya:
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 3
1. An innovation is an idea for accomplishing some recognition social
and in a new way or for a means of accomplishing some social
(Donald, 1982).
2. An innovation is any idea, practice or mate artifac perceived to be
new by the relevant unit of adopt (Zaltman, 1977).
3. Innovation is....the creative selection, organization and unilization
of human and material resources in new and unique ways which
will result in the attainment of a higher level of achievement for
the defined goals and objectives (Huberman, 1973).
4. An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as
new by an individual or other unit of adoption. The perceived
newness of the idea for the individual determines his or ger
reaction to it. If the idea seems new to the individual, it is an
innovation (M. Rogers, 1983).
Gambar 1.1 Definisi inovasi
Berdasarkan beberapa definisi inovasi yang dikemukakan oleh
para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan lain.
Perbedaan mendasar tersebut terlihat dari susunan kalimat atau
penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama.
Semua definisi yang ada tersebut menyatakan bahwa inovasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 4
merupakan sesuatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang
(masyarakat). Hal baru tersebut dapat berupa hasil invensi atau
diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan masalah.
Inovasi memiliki beberapa fitur sebagai berikut (Mota & Scott,
2014):
1. merupakan sesuatu yang disengaja, pengenduran sementara
dari suatu aturan, norma dan pengaturan sumber daya yang
disengaja untuk mengeksplorasi kemungkinan alternatif;
2. merupakan suatu eksperimen dan oleh karena itu
memungkinkan adanya kegagalan dalam eksperimen tersebut;
3. terdiri dari visualisasi ulang, pemodelan ulang, representasi
ulang dan pembentukan kembali objek dan praktik sehari-hari;
4. mendorong dan melegitimasi eksplorasi melintasi batas-batas
epistemis, etis, disiplin dan praktek;
5. memiliki potensi untuk memperluas pemahaman tentang diri
sendiri dan orang lain, dan membiarkan representasi diri
terhadap kemungkinan masa lalu, masa depan dan kontra-
taktis;
6. memungkinkan pengembangan dunia fiktif dan pemahaman
tentang bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada dunia
dan jalur kehidupan;
7. merupakan produksi kegiatan pengetahuan trans-disiplin,
pemecahan masalah, heterarkis;
8. memiliki potensi untuk memperluas pemahaman tentang
kemungkinan fungsi dan penggunaan suatu objek; serta
9. suatu bentuk keberhasilan dalam penerapan gagasan.
Saat kita membayangkan sesuatu, kita pertama-tama
membentuk citra atau representasi mental dari apa yang kita
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 5
bayangkan. Kreativitas atau inovasi kemudian merupakan tindakan
imajinatif, yang melibatkan generasi produk baru atau ide serta
transformasi dari yang sudah ada. Chavez (2004) dalam kaitannya
dengan inovasi, telah mengembangkan sebuah asosiasi-elaborasi-
komunikasi yang merupakan model kreativitas fenomologis. Tahap
pertama dari proses ini adalah asosiasi dimana pengalaman batin
dan luar yang sebelumnya tidak terkait secara sadar digabungkan
membentuk asosiasi baru di antara sensasi, pemikiran, ingatan,
gagasan dan emosi. Langkah-langkah tersebut adalah tahap
integrasi asosiasi, yang kemudian digambarkan sebagai proses
inkubasi, melibatkan kombinasi elemen yang sadar dan
menyenangkan (Torrance dan Safter, 1999).
Tahap kedua adalah tahap penjabaran, dan disinilah
penggabungan elemen imajinatif kemudian berubah menjadi karya
nyata dan produk nyata. Dengan kata lain, asosiasi dibuat nyata
pada tahap penjabaran (elaborasi). Tahap terakhir adalah tahap
diseminasi dimana pekerjaan atau produk dibagi, dan selama
proses ini, disesuaikan, diubah dan dijabarkan agar sesuai dengan
kondisi aktual dunia. Gaya berpikir divergen dibutuhkan dalam
ketiga tahapan tersebut. Meskipun sifat pedagogis atau elemen
pembelajaran tersirat dalam tahapan-tahapan yang dilaksanakan,
tetapi tetap dibutuhkan suatu cara bagaimana mengoperasikan
asosiasi-elaborasi-komunikasi dari model kreativitas
fenomenologis. Kebutuhan-kebutuhan ini selanjutnya ditambah
dengan meluasnya penggunaan teknologi digital termasuk di
lingkungan belajar, proses rekonstruksi imajinatif, pemecahan
masalah masa depan, bermain peran kreatif dan elaborasi dari
hubungan antara ide-ide dimediasi melalui sistem yang
memungkinkan portabilitas, fleksibilitas, kemampuan transfer,
inter-changeability, peningkatan kemampuan otonomi siswa,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 6
hiperteksualitas, kesadaran metakognitif, dan informasi
penyimpanan dan pengambilan keputusan.
1.2 Karakteristik Inovasi
Inovasi sebagai suatu keterbaruan memiliki karakteristik yang
dapat mempengaruhi tingkat adopsi seseorang terhadap inovasi.
Rogers (1971) menyatakan terdapat lima karakteristik dari inovasi,
yaitu:
1. Keunggulan relatif (relative advantage)
2. Kompatibilitas (compatibilty: keterhubungan Inovasi dengan
Situasi Klien)
3. Kerumitan (complexity)
4. Kemampuan diuji cobakan (trialability)
5. Kemampuan diamati (observability)
Pembahasan lebih lanjut terkait karakteristik inovasi dapat dibaca
dan dipelajari pada Bab II Adopsi Inovasi.
1.3 Pentingnya Inovasi
Selama dekade 1980-an, terjadi luapan laporan tentang
pendidikan yang mengungkapkan kekecewaan besar atas janji yang
tak terpenuhi dan meminta perubahan yang serius dalam
pendidikan . Luapan laporan ini terlihat jelas tidak hanya di negara-
negara industri tetapi juga di seluruh dunia. Laporan ini tidak
hanya mengungkapkan kekecewaan pada hasil pendidikan, namun
juga menimbulkan momok kemungkinan kegagalan dalam
pendidikan. "A Nation at Risk" dalam laporannya memperingatkan
bahwa terus menurunnya kualitas pendidikan akan menyebabkan
stagnasi ekonomi dan angkatan kerja yang tidak memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi
global (National Commission on Excellence in Education, 1983).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 7
Keyakinan bahwa pendidikan bisa menjadi wahana perubahan
sosial telah terkikis, dan euforia tahun 1960an telah lenyap (Husen,
1980). Hal terpenting dari beberapa laporan ini menunjukkan
adanya kekhawatiran tentang terbatasnya kemampuan untuk
perubahan nyata dalam pendidikan. Seseorang menggunakan
metafor dari sebuah kapal tanker besar yang sedang menyusuri
tengah kanal "rocking a bit side to side as it attends to one slight
current and then to the other" (Kaestle, 1985), yang menyiratkan
bahwa reformasi pendidikan seperti arus, memindahkan sistem dari
satu sisi ke sisi yang lain sampai benar-benar bergerak maju.
Pengembangan sistem pendidikan sering dilakukan dalam
berbagai tahap pembentukan dan memungkinkan terlibat dalam
situasi yang berbeda sama sekali dengan apa yang dikembangkan,
mengatasi berbagai masalah dan tantangan yang berbeda.
Pertanyaan yang muncul sebagai bagian dalam pengembangan
sistem pendidikan adalah “bagaimana mengembangkan
pendekatan yang unik, menggunakan gagasan kreatif dan inovatif
untuk meningkatkan laju pengembangan, dan secara inovatif
menerjemahkan pengalaman orang lain untuk menanggapi
keadaan lokal dan budaya yang unik. Terakhir, bagaimana rencana-
rencana semacam itu bisa terhindar dan tidak mengimpor masalah
ke dalam sistem “pengembangan”?
Pendidikan terjebak dalam paradok konstan: guru, kurikulum
dan muatan materi, dipersiapkan dan dirumuskan di masa lalu,
terlibat dan bekerja pada saat ini dalam mengajar dan mendidik
siswa yang akan menjalani kehidupan mereka di masa depan
(Inbar, 1996). Pendidikan terlibat dalam upaya tanpa henti untuk
menjembatani kesenjangan antara masa sekarang dan masa depan.
Untuk mencapai hal tersebut pendidikan harus beradaptasi dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 8
perubahan situasi, kebutuhan baru, harapan yang muncul, dan
mempersiapkan lulusan yang bisa melakukan hal yang sama.
Perubahan dalam pendidikan dapat ditemukan pada struktur
populasi sekolah, tujuan, organisasi, kurikulum yang disusun, cara
pengajaran yang dilakukan, dan penyelesaian cara belajar.
Perubahan ini tidak akan cukup untuk mendorong sistem
pendidikan ke arah yang cukup baru untuk memenuhi persyaratan
abad kedua puluh satu. Perubahan mendasar memerlukan
penekanan lebih pada jalur inovatif, dimana kreativitas dan
spontanitas terjadi (Lewin; Stuart, 1991). Inovasi harus dianggap
sebagai proses penting dalam pendidikan yang tidak bisa dibiarkan
"terjadi" begitu saja. Hal ini memerlukan pendekatan sistematis,
upaya perencanaan terus menerus untuk menghadapi perubahan,
promosi inovasi, pengembangan gagasan, metode, struktur, proses,
dan memastikan penerapannya (Inbar, 1996).
1.4 Difusi dan Diseminasi Inovasi
1.4.1 Pengertian Difusi dan Diseminasi Inovasi
Difusi (diffusion) adalah proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di
antara anggota sistem sosial (Rogers, 1971). Hal tersebut
merupakan jenis komunikasi khusus, karena pesan-pesan dalam
komunikasi tersebut berkaitan dengan gagasan baru.
Komunikasi adalah proses dimana peserta menciptakan
berbagi informasi satu sama lain untuk tercapainya suatu
pengertian. Definisi ini menyiratkan bahwa komunikasi adalah
proses konvergensi (atau divergensi) karena dua atau lebih individu
saling bertukar informasi untuk bergerak ke arah satu sama lain
(atau terpisah) dalam suatu kejadian tertentu. Komunikasi sebagai
proses dua arah dari konvergensi, dan bukan sebagai tindakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 9
linier satu arah, di mana satu individu berusaha untuk mentransfer
pesan ke pesan yang lain (Rogers dan Kincaid, 1981). Konsepsi
sederhana komunikasi manusia yang secara akurat
menggambarkan tindakan atau kejadian komunikasi tertentu yang
terlibat dalam difusi, seperti ketika agen perubahan berusaha
meyakinkan klien untuk mengadopsi sebuah inovasi. Jadi, difusi
adalah jenis komunikasi khusus, di mana pesan yang
dikomunikasikan berkaitan dengan ide baru. Hal tersebutlah yang
menjadi karakter dari difusi.
Proses difusi inovasi terdiri atas lima tahap menurut Everett M.
Rogers, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Bagan Model Proses Difusi Inovasi Menurut Everett M. Rogers
1. Tahap pengetahuan (knowledge)
Tahap pengetahuan merupakan tahap penyebaran informasi
tentang inovasi baru, dengan saluran komunikasi yang
digunakan berupa media massa sebagai saluran yang paling
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 10
efektif. Terdapat tiga macam pengetahuan yang dicari
masyarakat dalam tahap ini, yaitu:
a. kesadaran bahwa inovasi itu ada;
b. pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut; dan
c. pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi
tersebut bekerja.
2. Tahap persuasi (persuasion)
Tahap persuasi ini menuntut individu dalam hal ini adalah
masyarakat untuk membentuk sikap atau memiliki sifat yang
menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Perbedaan
dengan tahap pengetahuan adalah pada tahap persuasi ini
aktifitas mental mempengaruhi afektif individu.
3. Tahap pengambilan keputusan (decision)
Tahap ini melibatkan individu dalam aktifitas yang membawa
pada suatu pilihan untuk mengadopsi suatu inovasi atau tidak
sama sekali. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
keputusan inovasi, yaitu praktik sebelumnya, perasaan akan
kebutuhan, keinovatifan, norma dalam sistem sosial.
Pembahasan lebih lanjut terkait keputusan inovasi dapat dilihat
dan dibaca pada Bab III Keputusan Inovasi.
4. Tahap pelaksanaan (implementation)
Tahap pelaksanaan ini akan ada jika individu atau masyarakat
pada tahap sebelumnya memilih untuk mengadopsi suatu
inovasi baru. Pada tahap ini proses yang terjadi adalah ke arah
perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide
baru tersebut.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 11
5. Tahap konfirmasi (confirmation)
Tahap konfirmasi merupakan tahap terakhir, dimana individu
atau masyarakat akan melakukan evaluasi dan memutuskan
untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau
menyudahinya. Apabila individu tersebut menghentikan
penggunaan inovasi, hal itu dikarenakan oleh hal yang disebut
disenchantment discontinuance dan atau replacement
discontinuance. Disenchantment discontinuance disebabkan oleh
ketidakpuasan pengguna inovasi, sedangkan replacement
discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih
baik.
Terkait dengan sistem difusi, Rogers (1971) membedakan
sistem difusi menjadi sistem difusi sentralisasi dan sistem difusi
desentralisasi. Pada sistem difusi sentralisasi, penentuan tentang
berbagai hal seperti: kapan dimulainya difusi inovasi, dengan
saluran apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainya,
dilakukan oleh sekelompok kecil orang tertentu atau pimpinan agen
pembaharu. Sedangkan dalam sistem difusi desentralisasi,
penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat) bekerja
sama dengan beberapa orang yang telah menerima inovasi. Dalam
pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrim tidak
perlu ada agen pembaharu. Warga masyarakat itu sendiri yang
bertanggungjawab terhadap terjadinya difusi inovasi.
Beragam difusi inovasi telah terjadi di masyarakat, seperti yang
dituliskan pada www. kompasiana.com tertanggal 5 Desember
2009, yaitu keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program
tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana,
dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 12
saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa
media massa kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat
Indonesia. Komunikasi tersebut terjadi dalam kurun waktu tertentu
agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana dapat dimengerti,
dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh
masyarakat Indonesia.
Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan
dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi
inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan,
bukan produk. Hampir semua inovasi, apakah berupa ide atau
produk, memerlukan proses difusi agar bisa diadopsi. Contoh lain
seperti, pembuatan traktor agar petani bisa berpindah dari pola
tradisional ke pola pertanian modern; metode pembelajaran aktif
agar guru berpindah dari metode pembelajaran tradisional ke
metode pembelajaran modern; dibuatnya kompor gas agar para ibu
rumah tangga, bahkan di pedesaan dapat berpindah dari pola
kompor minyak atau kayu ke kompor gas.
Semua contoh difusi inovasi yang telah disebutkan di atas
melibatkan teknik komunikasi tertentu agar dapat diterima oleh
suatu sistem sosial tertentu. Semua inovasi, memiliki karakteristik
yang berbeda baik dari sisi inovasi itu sendiri maupun sistem sosial
dimana inovasi tersebut akan diberlakukan. Sehingga, pendekatan
komunikasi yang harus digunakan juga akan berbeda satu sama
lain.
Pembahasan selanjutnya dalam konsep dasar inovasi adalah
diseminasi. Diseminasi merupakan proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Jadi, kalau difusi terjadi
secara spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam
perencanaan ini dapat juga terjadinya difusi. Misalnya dalam
penyebaran inovasi penggunaan pendekatan keterampilan proses
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 13
dalam belajar mengajar. Setelah diadakan percobaan, ternyata
dengan pendekatan keterampilan proses, belajar mengajar dapat
berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar. Sehingga hasil
percobaan itu perlu didesiminasikan. Penyebarluasan dapat
dilakukan dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan
akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-
masing. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi
kesaman pendapat antara guru tentang inovasi tersebut.
1.4.2 Elemen Difusi Inovasi
Rogers (1971) menyatakan bahwa terdapat empat elemen
pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi; (2) komunikasi dengan
saluran tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota
sistem sosial).
1. Inovasi
Inovasi adalah gagasan, praktik, atau objek yang dianggap baru
oleh individu sekelompok masyarakat. Jika suatu ide atau
gagasan nampak baru bagi individu, maka hal itu adalah
sebuah inovasi. Aspek "kebaruan" sebuah inovasi diartikan
mengandung ketidaktentuan (uncertainty), artinya sesuatu yang
mengandung berbagai alternatif serta dapat diungkapkan dalam
bentuk pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk
mengadopsi. Adanya informasi berarti mengurangi
ketidaktentuan tersebut, karena dengan informasi berarti
memperjelas arah pada satu alternatif tertentu.
Rogers membedakan dua macam informasi, pertama informasi
yang berkaitan dengan pertanyaan “Apa inovasi (hal yang baru)
itu?”, “Bagaimana menggunakannya?”, “Mengapa perlu itu?”.
Informasi yang kedua berkaitan dengan penilaian inovasi atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 14
berkaitan dengan pertanyaan “Apa manfaat menerapkan
inovasi?, “Apa konsekuensi menggunakan inovasi?”
Jika anggota sistem sosial yang menjadi sasaran inovasi dapat
memperoleh informasi yang dapat menjawab berbagai
pertanyaan tersebut dengan jelas, maka akan hilanglah
ketidaktentuan terhadap inovasi.
2. Komunikasi dengan saluran tertentu
Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang
mencipta dan berbagi informasi satu sama lain untuk
tercapainya suatu pengertian. Difusi adalah jenis komunikasi
tertentu dimana informasi yang dipertukarkan berkaitan
dengan gagasan baru. Inti dari proses difusi adalah pertukaran
informasi dimana seseorang mengkomunikasikan ide baru ke
satu atau beberapa lainnya. Kegiatan komunikasi dalam proses
difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2)
individu atau kelompok yang telah memilliki pengetahuan dan
pengalaman tentang inovasi, (3) individu atau kelompok yang
belum mengenal tentang inovasi, dan (4) saluran komunikasi
yang menghubungkan kedua pihak tersebut.
Saluran komunikasi adalah sarana yang memungkinkan
tersampainya pesan dari satu orang ke orang lain. Kondisi ke
dua pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan
atau penggunaan saluran yang tepat utuk mengefektifkan
proses komunikasi. Saluran media massa digunakan untuk
menyampaikan informasi dari seseorang atau sekelompok orang
kepada orang banyak (massa), sedangkan saluran interpersonal
(hubungan secaara langsung antar individu) lebih efektif untuk
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 15
mempengaruji atau membujuk seseorang agar mau menerima
inovasi. Dalam penggunaan saluran interpersonal dapat juga
terjadi hubungan untuk beberapa orang, dengan kata lain
saluran interpersonal dapat dilakukan dalam suatu kelompok.
Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan
prinsip homophily (Kesamaan), yaitu: komunikasi akan lebih
efektif jika dua orang yang berkomunikasi itu memiliki
kesamaan seperti asal daerah, bahasa, kepercayaan, tingkat
pendidikan, dan sebagainya.
3. Waktu
Waktu adalah elemen penting dalam proses difusi. Waktu
adalah aspek yang jelas dari setiap proses komunikasi. Waktu
tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian,
tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan.
Keterlibatan elemen waktu dalam proses difusi dapat dilihat
pada tiga hal berikut: (1) proses keputusan inovasi, (2) kepekaan
seseorang terhadap inovasi, dan (3) tingkat adopsi inovasi dalam
sebuah sistem, biasanya diukur sebagau jumlah anggota sistem
yang mengadopsi inovasi ada waktu tertentu
4. Warga masyarakat (anggota sistem sosial)
Sistem sosial didefinisikan sebagai seperangkat unit yang saling
terkait dan terlibat dalam pemecahan masalah untuk mencapai
tujuan bersama. Anggota atau unit sistem sosial dapat berupa
individu, kelompok informal, organisasi, dan/ atau subsistem.
Contohnya: petani di pedesaan, dosen, dan pegawai di
perguruan tinggi, kelompok dokter di rumah sakit, dan
sebagainya. Proses difusi melibatkan hubungan antar individu
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 16
RANGKUMAN
EVALUASI
dalam sistem sosial, maka jelaslah bahwa individu akan
terpengaruh oleh sistem sosial dalam menghadapi suatu
inovasi. Berbeda sistem sosial akan berbeda pula proses difusi
inovasi, walaupun mungkin dikenalkan dan diberi fasilitas
dengan cara dan perlengkapan yang sama.
Pembahasan lebih lanjut terkait dengan difusi inovasi dapat dibaca
dan dipelajari pada Bab II Adopsi Inovasi.
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 1 modul ini!
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat!
1. An innovation is an idea for assomplishing some recognition social
and in a bew way or for a means of accomplishing some social,
adalah definisi inovasi menurut ....
a. Zaltman, 1977
b. Donald, 1982
c. Huberman , 1973
d. Rogers, 1983
2. Berikut adalah fitur-fitur inovasi, kecuali ....
a. terdiri dari visualisasi ulang, pemodelan ulang, representasi
ulang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 17
b. tidak meluasnya pemahaman tentang diri sendiri dan orang
lain
c. suatu eksperimen yang memungkinkan adanya kegagalan
d. memungkinkan pengembangan dunia fiktif
3. Termasuk dalam karakteristik inovasi, kecuali ....
a. objektif
b. keuntungan relatif
c. kompleksitas
d. trialabilitas
4. Rogers (1971) membedakan sistem difusi menjadi 2 jenis
yaitu....
a. difusi terbuka dan difusi tertutup
b. difusi up-down dan difusi down-up
c. difusi bebas dan difusi tidak bebas
d. difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi
5. Termasuk perbedaan difusi dan diseminasi adalah....
a. difusi terjadi secara terencana, diseminasi terjadi secara
spontan
b. difusi terjadi secara spontan, diseminasi terjadi secara
terencana
c. difusi dilakukan secara mandiri, diseminasi dilakukan
secara bersama-sama
d. difusi dilakukan secara bersama-sama, diseminasi
dilakukan secara mandiri
6. Termasuk dalam elemen difusi inovasi, kecuali ....
a. anggaran dana
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 18
KUNCI JAWABAN EVALUASI
b. komunikasi dengan saluran tertentu
c. waktu
d. warga masyarakat (sistem sosial)
7. Termasuk cakupan hal dalam kegiatan komunikasi proses
difusi adalah....
a. individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan atau
pengalaman tentang inovasi
b. ketersediaan waktu
c. ketersediaan anggaran
d. sarana dan prasarana yang memadai
8. Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan
prinsip ....
a. togetherness
b. homophily
c. heterophily
d. individualization
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. B
2. B
3. A
4. D
5. B
6. A
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 19
TINDAK LANJUT
UMPAN BALIK
7. A
8. B
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
Carilah minimal 3 berita baik dari majalah ataupun koran (fisik
dan/atau elektronik) berkenaan dengan inovasi dalam kehidupan,
khususnya dalam dunia pendidikan. Kemudian dari berita tersebut
analisislah “mengapa penting untuk dilakukan suatu inovasi,
khususnya dalam dunia pendidikan”
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 20
DAFTAR PUSTAKA
Chavez, R. A. (n.d.). On the Neurobiology of Creative Process. Bull.
Psychol, Arts 5, 29-35. National Commission on Excellence in Education. (1983). A Nation
at Risk. Washington D.C: U.S. Government Printing Office.
Engell, J. (1981). The Creative Imagination: Enlightenment to
Romanticism. Cambridge (Mass.): Harvard University Press.
Godin, B. (2008). Innovation, the History of a Category. Project on the
Intellectual History of Imitation. Quebec: Working Paper No. 1, INRS.
Huberman, A. M. (1973). Understanding Change in Education. New York: IBE.
Husen, T. (1980). Foreword. In J. Simmons, The Education Dilemma. Policy Issues for Developing Countries in the 1980s. Oxford:
Pergamon Press.
Inbar, D. E. (1996). Planning for Innovation in Education. Paris:
UNESCO: International Institute for Educational Planning.
Kaestle, C. F. (1985). Education Reform and the Swinging Pendulum. Phi Delta Kappan, 66, 422-423.
Lewin, K. M., & Stuart, J. S. (1991). Educational Innovation in Developing Countries. Case Studies of Changemakers. London:
Macmillan.
Lia, R. M. (n.d.). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia
Berorientasi Etnosains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit Kelas X MA Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Walisongo. Semarang: Unpublished.
Mota, R. (2009). Inovação Tecnológica: Desafios e Perspectivas.
Educação Brasileira, 31, 61-80.
Mota, R. (2011). Papel da Inovação na Sociedade e na Educação. In:
Colombo, Sonia, Rodrigues, Gabriel M. (Eds.), Desafios da Sociedade Contemporânea. Porto Alegre: ARTMED.
Mota, R., & Scott, D. (2014). Eduvation for Innovation and Independent Learning. Rio de Janeiro, Brazil: Elsevier Inc.
Newman, W. (2011). Technology and Alchemical Debate in the Late Middle Ages. ISIS, 80(3), 425-445.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 21
Rogers, E. M. (1971). Diffusion of Innovation, Rev. Ed. of: Communication on Innovations. 2nd Ed. New York: The Free
Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free
Press.
Rogers, E. M., & Kincaid, D. L. (1981). Communication Nerwors:
Toward a New paradigm for Research. New York: Free Press.
Ryan, B., & Gross, N. C. (1943). The Diffusion of Hybrid Seed Corn
in Two Iowa Communities. Rural Sociology, 8, 15-24.
Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan
Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan
Pembelajaran Sains). Semarang: FMIPA, Unnes.
Torrance, E. P., & Safter, H. P. (1999). Making the Creative Leap
Beyond. New York: Creative Education Foundation Press, Buffalo.
Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic Educational Change. New York: The Free Press A Division of
Macmillan Publishing Co. Inc.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 22
BAB II
ADOPSI INOVASI
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi saat ini merupakan perkembangan
yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Bahkan teknologi hampir
mempengaruhi segala aspek, tak terkecuali dunia pendidikan.
Pesatnya perkembangan teknologi membuat dunia pendidikan mau
tidak mau harus menyesuaikan perkembangan tersebut. Hal ini
karena pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan dunia,
selain ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecerdasan, sikap dan
perilaku para generasi mudalah yang akan menentukan, membuka,
dan meneruskan perkembangan zaman yang sedang terjadi saat ini.
Sehingga, melalui sebuah pembaharuan (inovasi), generasi muda
mampu bereksplorasi dengan apa yang mereka miliki dan
dampaknya terhadap dunia, khususnya kehadiran teknologi yang
bisa berdampak banyak terhadap eksplorasi yang dilakukan
generasi muda.
Gambar 2.1 Burj Khalifa in Dubai merupakan salah satu bukti kecanggihan sains dan
teknologi (https://www.khaleejtimes.com/nation/dubai/Dubais-Burj-
Khalifa-turns-8:-50-facts-you-didnt-know-).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 23
Bab ini berisi pembahasan tentang proses inovasi pendidikan,
model proses inovasi pendidikan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan inovasi.
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. menjelaskan proses inovasi pendidikan;
2. menjelaskan model proses inovasi pendidikan; dan
3. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
inovasi.
2.1 Proses Inovasi Pendidikan
Proses inovasi pendidikan merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi, yang dimulai dari
mengetahui, menyadari tentang inovasi dan kemudian menerapkan
inovasi pendidikan (implementasi). Kata proses diartikan bahwa
kegiatan yang dilakukan membutuhkan waktu yang tidak sedikit
dan pada kondisi tertetntu akan mengalami perubahan. Kepekaan
yang dimiliki oleh seseorang atau organisasi yang mengadopsi suatu
inovasi akan berbeda dalam hal waktu. Artinya, waktu yang
digunakan dalam proses inovasi yang dilakukan setiap organisasi
akan berbeda dan diikuti oleh perubahan-perubahan yang hadir
sampai akhirnya proses itu dinyatakan berakhir.
Inovasi pendidikan selain dipahami sebagai suatu ide,
pemikiran atau berupa praktik-praktik yang kemudian di terapkan
melalui tahapan tertentu, kehadiran inovasi pendidikan ini juga
dinilai sebagai suatu cara bagiaman mengatasi dan memperbaiki
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
sedangkan, difusi inovasi pendidikan dipahami sebagai bentuk
penyebarluasan suatu inovasi melalui proses komunikasi.
Komunikasi yang terjadi menggunakan saluran tertentu dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 24
waktu tertentu pula yang berada ditengah sistem sosial
masyarakat. kesimpulannya bahwa, difusi inovasi pendidikan
merupakan proses penyebarluasan informasi melalui komunikasi
antar sistem sosial yang berperan di dalamnya membahas terkait
inovasi pada bidang pendidikan dan dengan waktu tertentu.
2.2 Model Proses Inovasi Pendidikan
Para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja yang
dilakukan individu selama proses inovasi tersebut berlangsung
serta perubahannya yang terjadi. Berikut adalah pentahapan
proses inovasi dari berbagai model.
1. Model proses inovasi yang berorinetasi pada individual antara
lain:
a. Levidge & Steiner (1961):
Menyadari
Mengetahui
Menyuka
Memilih
Mempercayai
Membeli
b. Colley (1961):
Belum menyadari
Menyadari
Memahami
Mempercayai
Mengambil tindakan
c. Rogers (1962):
Menyadari
Menaruh perhatian
Menilai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 25
Mencoba
Menerima (Adoption)
d. Robertson (1971):
Persepsi tentang masalah
Menyadari
Memahami
Menyikapi
Mengesahkan
Mencoba
Menerima
Disonansi
e. Rogers & Shoemakers (1971):
f. Klonglan & Coward (1970)
1. Pengetahuan
2. Persuasi (Sikap)
3. Keputusan
#(Menerima/
Menolak)
Konfirmasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 26
g. Zaltman & Brooker (1971):
2. Model proses inovasi yang berorientasi pada organisasi, antara
lain:
a. Milo (1971):
Konseptualisasi
Tentatif adopsi
Penerimaan sumber
Implementasi
1. Menyadari
2. Informasi
3. Evaluasi (Menerima/Menolak
Simbolik)
4. Mencoba (Percobaan Diterima/Ditolak)
5. Menggunakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 27
Institusionalisasi
b. Shepard (1967):
Penemuan ide
Adopsi
Implementasi
c. Hage & Aiken (1970):
Evaluasi
Inisasi
Implementasi
Routinisasi
d. Wilson (1966):
Konsepsi perubahan
Pengusulan perubahan
Adopsi dan implementasi
e. Rogers (1983):
Tahap-tahap Proses
Inovasi
Kegiatan pokok pada tiap
tahap proses inovasi
I. Inisiasi (Permulaan)
1. Agenda Setting
2. Penyesuaian
(Matching)
Kegiatan pengumpulan informasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima
inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan
menerima inovasi.
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan dnegan tujuan untuk menentukan
kebutuhan inovasi yang kemudian dilakukan studi
lapangan. Studi lapangan ini untuk menilai potensial inovasi
bagi organisasi pengadopsi. Diadakan penyesuaian antara maslaah yang dialami
organisasi dengan inovasi yang akan diadopsi. Kemudian,
dibuat rencana dan desain yang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 28
Tahap-tahap Proses
Inovasi
Kegiatan pokok pada tiap
tahap proses inovasi
sesuai dengan permasalahan yang dialami organisasi.
Keputusan untuk menerima inovasi
II. Implementasi
3. Re-defenisi/Re-strukturisasi
4. Klarifikasi
5. Rutinisasi
Anggota atau pengguna inovasi
dilibatkan dalam semua rangkaian kegiatan, kejadian dan keputusan.
a. Inovasi dimodifikasi dan re-invensi yang
disesuaikan dengan permasalahan dan
kondisi organisasi b. Struktur organisasi
disesuaikan dengan
inovasi yang telah dimodifikasi agar
menunjang inovasi.
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan jelas sehingga inovasi yang
diadopsi dapat mengatasi permasalahan organisasi.
Kegiatan rutin organisasi
akibat inovasi yang diadopsi, kemungkinan akan menyebabkan inovasi tersebut
kehilangan identitasnya karena dinilai sudah tidak baru lagi.
f. Zaltman, Duncan & Holbek (1973):
Tahap Permulaan (Inisiasi), 1) langkah pengetahuan dan
kesadaran, dan 2) langkah pembentyukan sikap
terhadap inovasi.
Tahap implementasi, 1) langkah awal implementasi, dan
2) langkah kelanjutan pembinaan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 29
Poin berikutnya akan dibahas secara spesifik mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan adopsi inovasi berdasarkan
model Rogers (1983).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan
Inovasi.
Proses difusi inovasi pendidikan menjadi tidak mudah ketika
melihat dari sisi pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan terdapat hal
pemisah antara produk difusi inovasi dengan memungkinkannya
suatu inovasi tersebut dapat diadopsi. Karena, pengadopsian
inovasi menjadi hal yang cukup sulit baik pemahaman masyarakat
mengenai inovasi itu sendiri, juga aspek implenetasinya di
lapangan. Sehingga, difusi inovasi membutuhkan waktu yang tak
tentu (Unpredictable).
Proses difusi merupakan tujuan utama dari teradopsinya
suatu inovasi. Namun, dalam proses difusi terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi proses keputusan dalam adopsi ini dan disebut
proses keputusan inovasi. Di bawah ini merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses keputusan inovasi (Rogers, 1983).
a. Esensi Inovasi
Inovasi pendidikan merupakan bagian dari makna inovasi yang
dijelaskan sebelumnya yaitu suatu ide, gagasan, praktik atau obyek
yang disadari dan diterima sebagai sesuatu hal yang dianggap baru
oleh seseorang atau kelompok/golongan yang kemudian mampu
diadopsi. Faktanya, proses pengadopsian oleh masyarakata tidak
terjadi begitu saja. Sehubungan dengan Innovation Essential
terdapat tiga hal yang berkaitan erat yakni, 1) teknologi, 2) informasi
& pertimbangan ketidakpastian, dan 3) reinovasi.
Inovasi terkadang di dientikan dengan teknologi. Kata teknologi
diartikan sebagai “a design for instrumental action that reduces the
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 30
uncertainty in the cause effect relationship involved in achieving in
desired outcomes”. Teknologi adalah suatu Sebuah desain untuk
tindakan instrumental yang mengurangi ketidakpastian dalam
hubungan sebab akibat yang terlibat dalam pencapaian hasil yang
diinginkan. Teknologi beradsarkan kamus Merriam-Webster yakni
diartikan sebagai the practical application of knowledge especially in
a particular area and a capability given by the practical application of
knowledge. Artinya, penerapan prakris suatu pengetahuan,
khususnya dalam ruang lingkup tertentu dan kemampuan yang
diberikan oleh penerapan praktis pengetahuan. Istilah teknologi
mulai berubah arti setelah abad ke-20 yang sebelumnya diartikan
sebagai pengkajian seni terapan.
Gambar 2.2 ScienceAdvances merupakan platform yang memiliki berbagai
macam informasi tentang inovasi sains dan teknologi (http://advances.sciencemag.org/)
Tahun 1930-an teknologi tidak hanya merujuk pada
“pengkajian” seni-seni industri, tapi pada seni industri itu sendiri
lalu sosiolog Amerika Read Bain (1937) menulis bahwa technologi
includes all tools, machines, utensils, weapon, instrumens, housing,
clothing, communicating and transporting devices and yhe skills by
which we produce and use them. Bahwa, teknologi semua alat,
mesin, aparat, perkakas, senjata, perumahan, pakaian, alat
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 31
transportasi dan komunikasi, dan keterampilan yang
memungkinkan kita meghasilkan semua itu. Saat ini selain secara
makna yang luas, teknologi juga diidentikan dengan perangkat
keras dan perangkat lunak.
Kehadiran teknologi termasuk pemanfaatan teknologi
informasi dalam proses difusi inovasi dimana, pemanfaatannya
adalah mejawab persoalan yang bersifat tidak pasti di masa depan.
Misalnya, hadirnya proses pembelajaran berbasis online atau
belajar jarak jauh melalui komunikasi internet, sehingga proses
yang terjadi hanya mengikuti mekanisme yang ditentukan melalui
pembelajaran yang diberlakukan yang efektif dan akuntabel.
Gambar 2.3 Google Classroom by Google merupakan Learning Management
System terkait proses pembelajaran berbasis online.
Gambar diatas merupakan salah satu contoh pembelajaran
berbasis online. Seperti dilansir oleh wikipedia bahwa Google
Classroom adalah sistem pengelolaan pembelajaran yang
dikembangkan oleh Google dengan untuk sekolah yang bertujuan
membuat proses pendidikan lebih mudah dan proses penugasan
yang sederhana yang dikenal dengan istilah paperless. Program ini
bagian dari produk yang dikeluarkan oleh Google sebagai inovasi
baru yang hadir untuk mempermudah proses pendidikan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 32
Google Classroom ini diperkenalkan sebagai fitur G Suite for
Education pada tanggal 6 Mei 2014, diikuti oleh rilis publiknya pada
tanggal 12 Agustus 2014. Pada bulan Maret 2017, Google membuka
Kelas untuk mengizinkan pengguna Google pribadi masuk kelas
tanpa persyaratan memiliki akun G Suite for Education, dan pada
bulan April, menjadi mungkin bagi pengguna Google pribadi untuk
membuat kelas pengajaran sendiri sebagai pengajar.
Contoh lain pembelajaran berbasis e-learning yakni SCHOOLOGY
seperti gambar di bawah. Schoology merupakan e-learning yang
juga banyak digunakan oleh pengajar untuk membuat suatu kelas
online karena tampilannya yang unik dan sistem pengelolaannya
yang mudah.
Gambar 2.4 Visualisasi konten e-learning SCHOOLOGY (Founder: Jeremy
Friedman, Bill Kindler, Ryan Hwang, Timothy Trinidad, Tim
Trinidad).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 33
b. Karakteristik Inovasi
Roger (1983) mengemukakan terdapat lima karakteristik
inovasi yakni:
1) Keunggulan Relatif (Relative Advantage)
Keunggulan relatif adalah tingkatan atau derajat suatu inovasi
yang dinilai jauh lebih unggul/baik dari yang pernah ada
sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa aspek seperti aspek
ekonomi, prestis sosial, kenyamanan, kepuasaan, efisiensi,
keefektifan dsb. Semakin besar keunggulan relatif yang ada pada
produk inovasi atau yang dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat
pula inovasi tersebut diadopsi.
Keuntungan relatif juga merupakan suatu ide baru yang
mungkin lebih terlihat dengan adanya suatu kondisi seperti
penyelidikan yang dilakukan oleh Fathul Zannah dkk (2016)
tentang “pemanfaatan tumbuhan obat tradisional oleh masyarakat
suku dayak di lingkungan lahan basah Kalimantan Tengah”.
Berdasarkan penjelasana bahwa Indonesia memiliki sumber adya
alam yang melimpah dna diperkirakan 9.600 spesis tanaman yang
telah dimanfaatkan oleh 400 etnis untuk pengobatan berbagai
macam penyakit (Wiwaha, et al, 2012).
Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa di
Kalimantan Tengah memiliki 66 jenis tanaman yang berpotensi
sebagai obat seperti sapapulut, bajei, sirih, dan cocor bebek yang
mana berada disekitar tempat mereka tinggal. Masyarakat di sana
telah lama menggunakan tanaman tersebut sebagai obat
tradisional, hal ini digunakan masyarakat karena alasan sejarah
dan budaya meski obat kimia banyak tersedia (Coady & Boylan,
2014).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 34
Gambar 2.5 Bukit Rawi Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Penemuan jenis tanaman ini sebagai obat merupakan bentuk
inovasi dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil
penelitian ini berpotensi sebagai media penyebarluasan knowledge
kepada masyarakat bahwa menjaga dan mempertahankan
kelestarian keanekaragaman hayati di Kalimantan Tengah perlu
dilakukan. Atau, penelitian ini memotivasi peneliti lainnya untuk
menemukan suatu kajian berbasis keunggulan lokal yang
bermanfaat bagi masyarakat. Sesuatu yang bersifat lokal konten
dengan sentuhan inovasi dan teknologi akan menambah nilai
tersendiri dalam kehidupan masyarakat.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 35
Gambar 2.6 Masyarakat Kab.Katingan, Kalteng.
Contoh lain pada aspek pembelajaran yakni, saat suatu
institusi memperkenalkan pembelajaran Blended Learning atau
penerapan E-Learning, maka penerapan tersebut memiliki
keunggulan dan keuntungan dibandingkan pola pembelajaran di
kelas sebelumnya. Jika benar hal ini, maka inovasi yang ditawarkan
akan cepat mendapat respon dari institusi lainnya untuk segera
mengimplementasikan. Blended Learning merupakan pembelajaran
yang mengkombinasikan berbagai macam metode dalam suatu
tatap muka dengan online.
Blended learning secara estimologi terdiri dari dua kata yaitu
blended dan learning. Kata blended artinya campuran, penyelarasan
kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze &
Procter, 2006 dalam Rusman, 2011). Kemudian, learning memiliki
makna yaitu belajar, jadi bisa dikatakan bahwa Blended Learning
memiliki makna suatu pola pembelajaran dengan unsur campuran,
perpaduan atau penggabungan suatu pola dengan pola lainnya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 36
Perpaduan yang dimaksud tertuju pada fokus pembelajaran di kelas
dengan online learning (Elenena, 2006 dalam Rusman, 2011).
Perpaduan seperti penggunaan media belajar online di kelas
(diskusi online dengan aplikasi), penerapan e-learning, buku
panduan dalam bentuk buku elektronik (e-book), video audio-
visual, penggunaan berbagai metode, pendekatan, strategi dan
evaluasi dengan menggunakan paltform seperti google form. Unsur-
unsur yang disebutkan tersebut menjadi unsur pendukung dalam
mengatur pola blended learning yang dimaksud.
Gambar 2.7 Visualisasi Penerapan Blended Learning
(https://en.wikipedia.org/wiki/Blended_learning).
Pemaparan Blended Learning di atas memberikan gambaran
khususnya bagi pengajar bagimana pembelajaran ini bisa
diterapkan. Jika, Blended Learning ini dalam penerapan
memberikan kontribusi dan meningkatkan hasil belajar, motivasi
dan kualitas generasi muda (siswa), maka Blended Learning ini
berpotensi untuk bisa diadopsi oleh para pengajar karena dianggap
unggul dan dinilai lebih baik dari pola pembelajaran yang sudah
ada.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 37
2) Kompatibilitas (Compatibilty: Kesesuaian Inovasi dengan Situasi
Klien)
Kompatibiltas adalah tingkatan atau derajat kesesuaian
inovasi terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Inovasi
atau ide baru yang kemudian tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, maka proses adopsi terhadap inovasi tersebut
menjadi tidak mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang
sesuai (compatible). Kompetibel memberi jaminan lebih besar dan
resiko kecil bagi pengadopsi dan membuat ide tersebut lebih berarti
bagi pengadopsi. Suatu inovasi mungkin kompetibel dengan 1) nilai-
nilai dan kepercayaan sosiokultur, 2) ide-ide yang telah
diperkenalkan lebih dulu, 3) kebutuhan klien terhadap inovasi.
Inovasi yang kompetibel seperti sejauh mana inovasi tersebut
konsisten terhadap nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat
dan memenuhi kebutuhan mereka (klien). Salah satu strategi bagi
agen peubah yaitu menganalisis nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat dan menentukan kebutuhan klien (masyarakat)
beradasarkan analisa tersebut. Kebutuhan yang dimaksud yakni
bagaimana inovasi bisa menjadi sebuah pembaharuan tanpa
meninggalkan nilai-nilai di masyarakat. Kesulitan yang akan
ditemui oleh agen peubah adalah bagaimana mengetahui
kebutuhan-kebutuhan klien yang terdapat di lingkungan klien.
Maka, agen tersebut harus memiliki tingkat empati yang tinggi dan
dekat atau akrab dengan klien mereka secara tepat. Kontak-kontak
interpersonal secara informal merupakan tekni-teknik yang bisa
digunakan dalam penyelidikan untuk menentukan kebutuhan
mereka terhadap inovasi yang direncanakan.
Kasus terkait karakteristik ini seperti penelitian yang
dilakukan oleh Syarifuddin, dkk (2017) yang meneliti tentang
“Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemampuan untuk Pengendalian
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 38
Banjir di SUB-DAS Martapura, Kabupaten Banjar”. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kelas kemampuan lahan dan
menentukan arahan penggunaan lahan untuk
pengendaliankerawanan banjir. Sedangkan, manfaat yang
diharapkan agar dapat menjadi acuan pengendalian kerawanan
banjir untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Peneliti menilai bahwa penggunaan lahan yang dilakukan tidak
sesuai dengan kemampuan dan peruntukannya dapat
meningkatkan resiko bencana banjir. Artinya, peneliti telah
melakukan observasi dan diskusi dengan masyarakat setempat,
sehingga penenliti ingin melakukan suatu inovasi terhadap kondisi
lingkungan masyarakat di sana. Analisis yang dilakukan meliputi
unit lahan, tekstur tanah, kelerengan, drainase, kedalaman tanah,
erosi, ancaman banjir dll. Hasil penelitian menyarankan bahwa
tindakan konservasi perlu dilakukan pada unit lahan yang
memerlukan, sehingga tingkat bahaya erosi (TBE) dapat diperkecil.
Dan, hasil research ini bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan
regabilitasi hutan dan lahan di sub-DAS Riam Kiwa Martapura.
Sentuhan inovasi yang dilakukan oleh peneliti di atas dinilai
tidak mengganggu nilai dan norma yang ada pada masyarakat.
Karena, analisis lahan yang dilakukan justru membantu
masyarakat untuk memiliki pengetahuan tenatng rehabilitasi lahan
yang baik dan sesuai aturan. Analisis yang telah dilakukan ini
menunjukkan kesediaan masyarakat terkait perbaikan lahan
lingkungan mereka. Situasi klien dengan inovasi yang dibawa
memiliki kesesuaian, sehingga research ini telah sesuai dengan
karakteristik inovasi yakni Compatibility.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 39
Gambar 2.8 Banjarmasin ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan yang juga
dijuluki kota serbu sungai dan pasar terapung adalah salah satu kearifan lokal yang dimiliki (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin).
3) Kerumitan (Complexity)
Kerumitan adalah suatu inovasi yang muncul dan dinilai
menjadi sulit untuk dipahami serta sulit diimplementasikan.
Beberapa inovasi bersifat sangat mudah dipahami dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Jadi, semakin
mudah dipahami oleh pengadopsi terhadap inovasi yang muncul
maka semakin cepat suatu inovasi tersebut dapat diadopsi.
Sebagai contoh, melakukan program analisis terhadap jenis
kecerdasan siswa sebelum belajar, katakanlah “Kecerdasan
Majemuk atau Multiple Intelligences”. Selain mengetahui jenis
kecerdasan siswa berdasarkan konsep kecerdasan majemuk, hasil
analisis ini juga membantu pengajar dalam mendesain
pembelajaran yang cocok sesuai kecerdasan siswa. Hasil analisis
kecerdasan juga membantu siswa dalam mengenali dirinya dalam
belajar sehingga siswa berpotensi dalam mengembangkan dirinya.
Tingkat kesulitan dan kompleksitas program ini akan menjadi
acuan dalam proses adopsi, jika program ini bisa dipahami atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 40
tidak begitu sulit, maka program ini akan mendapat perhatian dan
kemudian diadopsi.
Berhubungan dengan pembelajaran, seorang guru di tingkat
menengah wajib mengenali karakter siswa mereka. Menurut
Gadner berdasarkan konsep multple intelligence bahwa, setiap anak
memiliki jenis kecerdasannya masing-masing namun terdapat
kecerdasan yang dominan. Artinya, setiap siswa memiliki cara
pandang sendiri dalam belajar. Sehingga, dengan mengetahui jenis
kecerdasan siswa di sekolah, guru akan mudah mendesain suatu
pembelajaran yang cocok dan guru mampu mengoptimalkan
potensi para siswa. Kerumitan konsep kecerdasan ganda ini mampu
dipelajari oleh guru dengan mudah karena multiple intelligence ini
juga telah dijadikan sebagai dasar dalam mendesain pembelajaran.
Gambar 2.9 Komponen-komponen kecerdasan ganda
(http://alumnaspimm.wixsite.com/learnme/multiple-intelligences).
4) Kemampuan diujicobakan (Trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu
inovasi bisa diujicoba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat
diujicobakan dalam aturan, prosedur dan visual yang real,
umumnya akan jauh lebih cepat diadopsi. Kesimpulannya adalah
suatu inovasi sebaiknya harus mampu ditunjukkan baik konsep
ataupun penggunaannya (keunggulan).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 41
Dalam bidang pendidikan misalnya, pengenalan sains (materi
kimia) dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis
Contextual Teaching and Learning (CTL). Jika CTL ini diadopsi, maka
CTL ini akan dilakukan dalam proses pengajaran di kelas. Mudah
atau tidak penerapan CTL di kelas tergantung mudah atau tidak
dalam mengujicobakannya di kelas. Belajar kimia dengan CTL ini
membantu siswa dalam mengenali sains secara dekat sehingga
knowledge yang diperoleh tidak hanya sekedar menjadi konsep di
otak, tetapi siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
5) Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan diamati adalah derajat di mana suatu inovasi
dapat disaksikan atau dilihat orang lain yaitu hasil yang kemudian
dibawa oleh suatu inovasi tersebut. Jadi semakin mudah hasil dari
suatu inovasi tersebut dilihat maka besar kemungkinan orang
ataupun kelompok mengadospinya.
Berdasarkan pemaparan karakter inovasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa jika karakteristik-karakteristik tersebut dapat
terpenuhi dalam suatu inovasi yang akan diimplementasikan di
masyarakat, akan mudah juga bagi masyarakat untuk bisa
mengadoopsi inovasi yang dimaksud. Misalnya, program Moving
Class di mana masing-masing siswa dalam satu kelas akan
berpindah kelas dari satu kelas ke kelas yang lain berdasarkan
jadwal mata pelajaran. Kelas yang dituju merupakan kelas mata
pelajaran seperti kelas “Biologi” pada pukul 10.30, maka pelajaran
berikutnya siswa harus menuju ke kelas Biologi. Moving Class
dengan tujuan ingin melihat efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pembelajaran, sehingga semakin mudah suatu inovasi diamati,
semakin tinggi peluang inovasi tersebut diadopsi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 42
c. Saluran Komunikasi
Rogers (1983) mengungkapkan bahwa saluran komunikasi
adalah media yang dapat dimanfaatkan oleh setiap individu atau
kelompok yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan.
Sedangkan, Berlo (1960) mengartikan dalam beragam pengertian
yaitu, a) sebagai alat pembawa pesan, b) media/wahana yang
memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui jalan atau saluran
yang harus diulaluinya, dan c) media/wahana yang dapat dijadikan
sarana untuk berkomunikasi dalam satu kelompok/golongan
tertentu.
Tujuan komunikasi adalah tecapainya suatu pemahaman
bersama dalam suatu sistem dua atau lebih partisipan terhadap
pesan yang disampaikan (dalam hal ini adalah ide baru), proses ini
disebut dengan istilah mutual understanding. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa agar suatu ide baru (inovasi) dapat diadopsi,
maka mutual understanding secara langsung dipengaruhi oleh, 1)
partisipan komunikasi, dan 2) saluran komunikasi itu sendiri. Dari
sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa
terwujudnya derajat kesamaan atribut (kepercayaan, pendidikan,
status, sosial, dan lain-lain) antara individu yang melakukan
interaksi akan berpengaruh terhadap proses difusi inovasi.
Semakin besar derajat kesamaan atribut partisipan komunikasi,
akan semakin efektif komunikasi yang terjadi atau disebut
homophily. Hal ini dikarenakan bahwa dalam satu komunikasi
(yakni membahas mengenai ide yang akan disebarluaskan), penting
memiliki satu pemahaman utuh tentang tujuan pembicaraan.
Kemudian. Kesamaan tersebut dinilai sebagai jalan yang mampu
memudahkan suatu pemahaman tersebut terorganisir dan
terwujud sesuai yang diinginkan sistem dalam saluran komunikasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 43
yang terjadi. Jadi, kesamaan atribut yang dominan akan
mempermudah proses komunikasi dalam saluran komunikasi
inovasi.
Heterophily sendiri merupakan kebalikan dari homophily yakni
perbedaan atau derajat perbedaan atribut partisipan. Konsep
heterophily menilai bahwa proses komunikasi akan semakin tidak
efektif jika atribut perbedaan partisipan semakin besar pula.
Artinya, jika dalam suatu sistem membahas sebuah ide (inovasi)
yang kemudian pada prosesnya mengalami berbagai halangan
karena banyaknya perbedaan disetiap anggotan sistem. Perbedaan
ini yang kemudian akan membawa pembicaraan menjadi tidak
terarah karena tidak bertemunya pemikiran yang sama, sehingga
komunikasi yang terjadi dalam saluran komunikasi dinilai tidak
efektif. Konsep yang terdapat dalam salauran komunikasi yaitu
homophily dan heterophily memberikan pemahaman bahwa
karakteristik dan sifat adopter merupakan hal yang mesti mejadi
perhatian besar. Perhatian besar tersebut sebagai bentuk potensi
suatu ide (inovasi) dapat berjalan dan teradopsi dengan berbagai
pertimbangan antar partisipan.
Terkait saluran komunikasi, dalam tahap-tahap tertentu dari
proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran
komunikasi tertentu memainkan peran lebih penting dibandingkan
dengan jenis saluran komunikasi lain. Hasil penelitian berkaitan
dengan saluran komunikasi menunjukkan beberapa prinsip
sebagai berikut:
1) Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap
pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif
lebih penting pada tahap persuasi;
2) Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan
saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 44
3) Saluran media relatif lebih penting dibandingkan dengan
saluran antar pribadi bagi adoper awal (early adopter)
dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter);
4) Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan dengan
saluran lokal bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan
adopter akhir (late adopter).
d. Karakteristik Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan suatu perkumpulan yang terkait
kerja sama dalam memecahkan masalah untuk mencapai tujuan
bersama (Rogers, 1983). Partisipan yang tergabung dalam sistem
sosial akan memiliki hubungan yang saling timbal balik dan relatif
konstan yang kemudian berlangsung terus menerus terkait
kegiatannya. Perilaku manusia akan dipengaruhi oleh sistem sosial
karena suatu sistem sosial akan diatur oleh norma-norma di
dalamnya terkait aturan bagi anggota sistem sosial. Setiap sistem
sosial pada tingkat-tingkat tertentu akan mempertahankan batasan
yang memisahkan dan membedakan antar sistem satu dan lainnya.
Kemudian, dalam sistem sosial juga terdapat mekanisme-
mekanisme yang mampu mempertahankan sistem sosial yang
dianutnya (Widjajati, 2010).
Proses difusi inovasi yang dikemukakan sebelumnya
merupakan bagian dari sistem sosial. Sistem sosial adalah tempat
di mana difusi inovasi tersebut terjadi. Sistem sosial terdiri dari
struktur sosial, individu atau kelompok dengan membawa norma-
norma tertentu. Rogers (1983) mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi yakni 1) struktur sosial
(social structure), 2) norma sistem (system norms), 3) pemimpin opini
(opinion leader), dan 4) agen perubah (change agent).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 45
Struktur sosial (social structure) adalah susunan unit sistem
yang memiliki bentuk dan pola tertentu. Pola yang dibentuk oleh
suatu sistem sosial akan berfungsi dalam menjaga kestabilan dan
keteraturan sistem sosial yang dibentuk, pola tersebut khususnya
buat anggota yang termasuk di dalam sistem sosial tersebut.
Anggota sistem sosial yakni individu yang dibagi atas kelompok
berdasarkan norma sistem yakni kelompok adopter (penerima
inovasi) yang sesuai dengan tingkat keinovatifannya. Tingkat
keinovatifan anggota bisa menjadi rujukan atau bahan kajian dalam
menentukan kelompok berdasarkan kurva adopsi (Rogers, 1983).
Kemudian, interaksi antar anggota sistem merupakan bagian dari
struktur sosial ini. Struktur sosial bisa menjadi fasilitas ataupun
unsur yang menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem.
Rogers mengungkapkan individu dinilai kurang cermat ketika
mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari
adopter potensialnya. Hal ini sama dengan meneliti sirkulasi darah
tanpa menganalisa secara mendalam pengetahuan yang cukup
tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang
dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukkan
bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu
itu sendiri dan sistem sosial di mana individu tersebut berada.
Norma sistem (system norms) adalah suatu pola perilaku
standar yang diberlakukan oleh sistem sosial yang kemudian
menjadi pedoman atau panduan terhadap setiap anggotanya.
Norma-norma yang diberlakukan dalam sistem sosial tertentu juga
akan menjadi faktor penghambat dalam proses penerimaan suatu
ide baru. Pernyataan ini berkaitan dengan derajat kesesuaian
(compatibility) inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat
dalam suatu sistem sosial. Jadi, besarnya derajat ketidaksesuaian
suatu ide baru (inovasi) dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 46
berlaku dalam sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan
suatu inovasi. Norma itu sendiri bisa bercirikan budaya lokal,
bernafas keagamaan, ataupun ciri khusus dari masyarakat tersebut
yang memberi warna dalam budaya masyarakat. Disisi lain, norma
ini bisa menjadi penghalang (barries) suatu perubahan seperti yang
dikemukakan sebelumnya. Contohnya adalah beberapa provinsi di
Negara India bahwa sapi peliharaan dianggap suci sehingga muncul
hal tabu masyarakat untuk menyembelihnya, padahal masyarakat
setempat rawan gizi dan rawan protein hewani.
Terkait norma sistem, pada aspek pendidikan menilai bahwa
inovasi yang dilakukan dalam bidang pendidikan jauh lebih baik
ketika direncanakan dan diorganisasikan dengan baik dan seksama
sehingga sesuai dengan sistem sosial yang dianut oleh masyarakat.
Sistem sosial pendidikan misalnya, 1) lembaga sekolah (dasar,
menengah, pendidikan tinggi), dan 2)masyarakat pendidikan, dan
atau mencakup layanan pendidikan seperti dewan pendidikan di
tingkat kabupaten/kota, dewan sekolah, organisasi profesi guru
PGRI, dsb.
Peran pemimpin (opinion leaders) adalah sosok atau figur yang
memiliki pengaruh besar terhadap anggota yang terlibat dalam
suatu sistem sosial. Individu yang memiliki posisi sebagai pemimpin
dalam suatu sistem sosial akan menjadi pendukung dalam proses
keputusan inovasi ataupun sebaliknya. Figur tersebut berperan di
mana perilakunya (mendukung atau tidak mendukung) diikuti oleh
anggota sistem.
Agen perubahan (change agent) adalah suatu bagian yang
berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah bagian yang
bisa mempengarui sikap orang lain agar menerima ide (inovasi) yang
ditawarkan. Kemudian, change agent ini merupakan agen yang
bersifat resmi atau formal. Artinya, ia memperoleh tugas untuk
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 47
RANGKUMAN
menyebarluaskan informasi mengenai inovasi yang dibuat
kemudian agen tersebut mempengaruhi orang lain yang berada di
sistem sosial mereka. Penerimaan atau penolakan yang terjadi pada
inovasi yang dibawa oleh agen tertumpu pada kemampuan dan
keterampilan agen perubahan tersebut dalam melakukan
pengaruh. Misalnya, dalam suatu institusi pendidikan,
memungkinkan ditolaknya suatu inovasi dalam sistem sosial yang
ada didalamnya walaupun secara ilmiah inovasi terbukti lebih
unggul dibandingkan yang telah berjalan saat itu. Konkritnya yakni,
pengaruh teknologi dalam proses pembelajaran, implementasi e-
learning diberbagai lembaga pendidikan dan non pendidikan telah
mencapai pada tingkat yang tinggi seperti, Malaysia, Singapura dan
Australia bahkan Amerika telah mengintegrasi e-learning dalam
proses pengajaran.
Disisi lain, Negara Indonesia menurut lembaga riset pasar
eMarketter bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 112
juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk indonesia harus
akan akses informasi yang cepat, efektif dan mudah. Namun, e-
learning masih dinilai sesuatu hal yang baru di Negara Indonesia
dan masih kurang efektif untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, serta belum 100% mengadopsi e-learning dalam
pengajaran secara utuh.
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 2 modul ini!
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 48
EVALUASI
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat!
1. Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
organisasi, yang dimulai dari mengetahui, menyadari tentang
inovasi dan kemudian menerapkan inovasi pendidikan
(implementasi). Pernyataan ini merupakan pengertian dari...
a. Inovasi
b. Inovasi pendidikan
c. Proses inovasi pendidikan
d. Perubahan inovasi
2. Tahap akhir yang dilakukan dalam proses keputusan inovasi
menurut Colley (1961) adalah...
a. Membeli
b. Mengambil tindakan
c. Menerima (adoption)
d. Disonansi
3. Tahapan proses keputusan inovasi menurut Milo (1971)
adalah...
a. Konseptualisasi, tentatif adopsi, penerimaan sumber,
implementasi, institusionalisasi
b. Konseptualisasi, penerimaan sumber, tentatif adopsi,
implementasi, institusionalisasi
c. Konseptualisasi, tentatif adopsi, penerimaan sumber,
implementasi, institusionalisasi
d. Konseptualisasi, penerimaan sumber, tentatif adopsi,
implementasi, institusionalisasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 49
4. Di bawah ini yang termasuk model proses inovasi berorientasi
pada organisasi adalah, kecuali...
a. Shepard (1967)
b. Milo (1971)
c. Wilson (1966)
d. Rogers & Shoemakers (1971)
5. Routinisasi merupakan tahap akhir proses keputusan inovasi
menurut...
a. Shepard (1971)
b. Hage & Aiken (1970)
c. Wilson (1966)
d. Rogers (1983)
6. Karakteristik inovasi yang menekankan pada tingkatan atau
derajat di mana inovasi yang ada konsisten terhadap nilai-nilai
yang berlaku dimasyarakat adalah...
a. Kompabilitas (Compability)
b. Keunggulan relatif (Relative Advantages)
c. Kerumitan (Complexity)
d. Kemampuan diuji cobakan (Trialibility)
7. Ahli yang mejadikan “Persepsi tentang masalah” menjadi tahap
pertama dalam proses keputusan inovasi adalah...
a. Rogers & Shoemakers (1971)
b. Robertson (1971)
c. Klonglan & Coward (1970)
d. Zaltman & Brooker (1971)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 50
KUNCI JAWABAN EVALUASI
UMPAN BALIK
EVALUASI
8. Media yang dapat dimanfaatkan oleh setiap individu atau
kelompok yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-
pesan merupakan pengertian dari...
a. Inovasi
b. Saluran komunikasi
c. Sistem sosial
d. Agen perubah
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. C
2. B
3. A
4. D
5. B
6. A
7. B
8. B
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 51
TINDAK LANJUT
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
Worsheet #1: Analisis Jurnal
Jurnal di atas merupakan jurnal terkait penerapan
Pembelajaran dengan Brainstorming. Berdasarkan jurnal di atas
Kompatibilitas
Kerumitan
Kemampuan Diuji Cobakan
Kemampuan Diobservasi
Keunggulan Relatif
advantage)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 52
DAFTAR PUSTAKA
maka (1) lakukanlah analisis dengan tujuan mengetahui apakah
terdapat inovasi atau tidak. Analisis yang dilakukan dengan melihat
karakteristik inovasi yaitu: a. Keunggulan Relatif (Relative
advantage), b. Kemampuan Diobservasi (Observability), c.
Kemampuan Diuji Cobakan (Trialibility), d. Kerumitan (Complexity),
e. Kompatibilitas (Compatibility). (2) Carilah jurnal International
khususnya Jurnal yang berkaitan dengan Sains, Teknologi,
Pendidikan dan Pembelajaran. Kemudian, analisis Jurnal Tersebut
berdasarkan karakteristik inovasi yang disebutkan sebelumnya.
REKOMENDASI AKSES JURNAL
http://www.sciencedirect.com/
http://emeraldinsight.com/ https://eric.ed.gov/?journals
advances.sciencemag.org
Abraham, F. (1980). Perspective on Modernization toward General Theory of Third World Development. Washington: University
Press of America.
Havelock, R. G., & Huberman, A. M. (1978). Solving Educational
Problems. New York: Praegar Publisher, A Division of Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc.
Hawkins, H. S., & Van den Ban, A. W. (2012). Penyuluhan Pertanian.
Yogyakarta: Kanisus.
Miles, M. B. (1964). Innovation in Education. New York: Columbia
University.
Miles, M. B. (1973). Innovation in Education. New York: Teacher
College, Columbia University.
Nicholls, A. (1993). Managing Educational Innovations. London:
Geogre Allen & Unwin.
Plomp, T., & Ely, D. P. (1996). International Ecyclopedia of
Educational Technology. Cambridge, UK: Elsevier Science Ltd.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 53
Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free Press.
Rogers, E. M., & Floyd, S. F. (1971). Communication of Innovation. New York: Macmillan Publishing.
Rusman, d. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi dan Komunikasi. Bandung: PT. Rajagrafindo Persada.
Sallisbury, D. F. (2001). Five Technology for Educational Change. New Jersey: Educational Technology Publication.
Udin, S. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Zaltman, G., Duncan, R., & Holbek, J. (1973). Innovation and
Organization. London, Sydney, Toronto: A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons.
Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic Eduvcational Change. New York: The Free Press A Division of
Macmillan Publishing Co. Inc.
Zaltman, G., Kolter, P., & Kaufman, I. (1977). Creating Social
Change. New York: Holt Rinegart & Winston.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 54
BAB III
TAHAP PENGAMBILAN
KEPUTUSAN INOVASI
PENDAHULUAN
Bab ini berisi pembahasan tentang tahapan pengambilan
keputusan inovasi, yang terdiri dari tahap keputusan inovasi, tipe
keputusan inovasi, serta hambatan inovasi.
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. memahami dan menjelaskan tahapan pengambilan keputusan
inovasi;
2. membedakan tipe-tipe keputusan inovasi;
3. memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan inovasi.
Gambar 3.1 Penerapan “Lesson Study” merupakan salah satu keputusan inovasi untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, “Lesson Study for Teaching Development” (http://www.achievementnetwork.org/anetblog/teaching-
study).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 55
3.1 Tahap Keputusan Inovasi
Tahap keputusan inovasi dinilai sebagai suatu kegiatan
individu dengan tujuan mencari kemudian menganalisis mengenai
suatu inovasi. Tujuannya, memotivasi diri individu dalam
memahami keunggulan dan kelemahan dari suatu inovasi sehingga
mampu mengambil keputusan untuk mengadopsi atau tidak suatu
inovasi. Berikut merupakan tahapan dalam proses keputusan
inovasi:
Gambar 3.2 Tahap Keputusan Inovasi Menurut Rogers & Shoemakers (1971)
Gambar di atas merupakan ilustrasi tahapan seseorang dalam
mengambil keputusan terkait pengadopsian suatu inovasi. Dimana
tahapan pertama yakni tahap pengetahuan (Knowledge).
1. Pengetahuan (Knowledge)
Knowledge Stage atau pengetahuan merupakan tahapan
pertama dalam pengambilan suatu inovasi. Tahapan ini seseorang
belajar mengenai keberadaan dan informasin mengenai suatu
inovasi. Pencarian informasi dan keberadaan inovasi itu
berhubungan dengan apa, bagaimana dan mengapa. Hal tersebut
merupakan dasar penting pada tahap Knowledge Stage ini.
1
Pengetahuan
Knowledge
2
Bujukan
Persuation
3
Pengambilan Keputusan
Decision Making
4
Implementasi
Implementatio
5
Conformation
Konfirmasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 56
Tahapan ini akan menuntun individu menemukan suatu
pemahaman yang komprehensif dan terpadu berkaitan dengan apa
inovasi itu, mengapa inovasi itu harus diadopsi, dan bagaimana
inovasi itu berproses. Sehingga, pada tahapan ini akan memperjelas
pemahaman individu tersebut terkait inovasi yang terjadi. Rogers
berpendapat bahwa pertanyaan tersebut akan membentuk tiga
jenis pengetahuan yaitu:
a. Awareness Knowledge
Awareness Knowledge merupakan pengetahuan
mengenai keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan ini akan
memotivasi individu mencari tahu secara mendalam tentang
seperti apa inovasi tersebut dan proses pengadopsiannya.
Pengetahuan pada kondisi ini bahwa, inovasi yang hadir
ditengah-tengah masyarakat belum membawa banyak informasi
sehingga inovasi tersebut dinilai masih kurang efektif.
Dampaknya, masyarakat menilai bahwa inovasi tersebut tidak
diperlukan sebagai alternatif pemecahan masalah, sehingga
inovasi ini akan menghilang dengan sendirinya karena tidak ada
proses adopsi.
Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan
keberadaan suatu inovasi akan lebih efektif disampaikan
melalui media massa seperti radio, televisi, koran, majalah atau
berbagai media online yang mampu memberikan informasi
secara sistematis, efektif, dan cepat. Hasilnya, masyarakat akan
lebih mudah mengetahui dna memperoleh informasi akan
keberadaan suatu inovasi.
b. How to Knowledge
Istilah How to Knowledge merupakan pengetahuan tentang
bagiamana cara menggunakan inovasi dengan baik dan benar.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 57
Hal ini sangat penting khususnya dalam proses pengambilan
keputusan terhadap suatu inovasi. Individu yang memiliki
pengetahuan ini secara memadai maka akan meningkatkan
peluang atau potensi dalam menggunakan dan
mengimplementasi suau inovasi yang ada. How to knowledge
secara tidak langsung membimbing seseorang untuk tidak
hanya sekedar paham mengenai inovasi yang hadir, namum
tahu bagaimana menggunakan inovasi tersebut.
Gambar 3.3 Digital Learning Project merupakan program inovatif yang
dikeluarkan oleh Australian National University sebagai
penyelerasan dunia pendidikan dengan perkembangan
teknologi. Program ini bisa menjadi pengetahuan awal bagi seseorang terkait pengadopsian suatu inovasi.
c. Principle Knowledge
Istilah Principle Knowledge adalah prinsip-prinsip keberfungsian
suatu pengetahuan yang menadasari suatu inovasi khususnya
mengenai bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja.
Contohnya adalah teori kuman, teori tersebut yang mendasari
penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan
dan kampanye kesehatan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 58
2. Tahap persuasi (Persuation Stage)
Tahap persuasi merupakan tahap di mana seseorang memiliki
sikap yang positif atau negatif terhadap inovasi yang terjadi. Sikap
yang timbul pada diri seseorang tidak secara langsung
mempengaruhi seseorang secara penuh untuk menerima ataupun
menolak suatu inovasi. Maka, pembentukan sikap diri sesorang
dilakukan setelah melalui tahap pengetahuan (knowledge)
sebelumnya dengan berbagai pengetahuan yang diperoleh. Rogers
menyatakan bahwa tahap pengetahuan dinilai sebagai sesuatu
yang bersifat kognitif (pengetahuan), sedangkan persuasi
(Persuation stage) bersifat afektif. Afektif ini yang akan membawa
seseorang terlibat lebih mendalam terhadap suatu inovasi karena
menyangkut sikap dan perasaan. Perasaan yang dialami seseorang
bisa berdampak pada keyakinan setiap individu terhadap fungsi
inovasi dan dukungan sosial. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-
fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi opini dan
kepercayaan seseorang terhadap suatu inovasi.
3. Tahap keputusan (decision stage)
Tahapan ini, individu membuat suatu keputusan mengenai
apakah ia menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers
bahwa jika seseorang menerima suatu inovasi maka ia akan
menerapkan inovasi tersebut secara penuh, namun jika seseorang
menolak suatu inovasi berarti, “No to adopt an innovation” atau tidak
akan mengadopsi suatu inovasi itu. Kajadian yang sering terjadi
adalah seseorang menerima suatu inovasi setelah ia melakukan uji
coba terhadap inovasi tersebut. Uji coba yang dilakukan bisa
melalui tahap uji sebagian kecil, kemudian menerapkan suatu
inovasi tersebut secara keseluruhan. Inovasi yang memiliki potensi
untuk bisa diuji cobakan dari bagian per bagiannya, maka akan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 59
lebih mudah untuk diterima atau diadopsi. Namun, tidak semua
inovasi bisa diimplementasikan atau diujicobakan seperti yang
dijelaskan yakni uji coba bagian per bagian.
Uji coba terhadap suatu inovasi juga bisa dilakukan pada
kelompok kecil untuk memastikan keputusan seseorang dalam
mengadopsi suatu inovasi. Berhubungan dengan hal tersebut,
bahwa penolakan suatu inovasi tidak hanya terjadi pada tahapan
ini, namun bisa saja suatu inovasi itu bisa mengalami penolakan
pada tahap pengetahuan (Knowledge), karena memiliki pemahaman
yang mendalam terhadap inovasi yang ada. Kemudian, mungkin
penolakan tersebut juga bisa terjadi pada tahap persuasi, sehingga
tahap ini (Decision Stage) tidak menjadi dasar utama seseorang
mengalami proses penolakan terhadap suatu inovasi. Penolakan
terhadap suatu inovasi terdapat dua macam yaitu, 1) Penolakan
Aktif yaitu penolakan terhadap suatu inovasi karena inovasi
tersebut telah diujicobakan berdasarkan pertimbangan (mencoba
terlebih dahulu), namun keputusan akhirnya memutuskan untuk
menolak inovasi yang telah diterapkan sebelumnya, dan 2)
Penolakan Pasif yaitu melakukan penolakan terhadap inovasi tanpa
mengalami pertimbagan apapun atau menolak inovasi secara
langsung dan bersifat pasti.
Berdasarkan penjelasan di atas, tahap pengetahuan, persuasi
dan tahapan pengambilan keputusan memiliki keterkaitan yang
kuat. Sehingga, pada jenis inovasi dan kondisi tertentu urutan di
atas bisa saja mengalami pertukaran, mislanya tahap pengetahuan,
lalu tahap pengambilan keputusan, baru mengalami tahapan
persuasi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 60
4. Tahap implementasi (implementation stage)
Tahapan implementasi ini terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk menerapkan inovasi. Keterlibatan mental
ataupun perbuatan sangat dibutuhkan pada tahap ini agar proses
penerapan inovasi terlaksana secara konkrit. Tahapan
implementasi menandai bahwa, seseorang telah menerima dan
mengadopsi suatu gagasan inovasi dengan menerapkan atau
mempraktikkan. Adapun seseorang menerima suatu inovasi tapi
tidak mengimplementasikannya, hal ini dikarenakan
ketidaktersediaan fasilitas penerapan terhadap praktik inovasi yang
dilakukan.
Faktor lain seperti ketidakpastian suatu hasil inovasi yang
kemudian menjadi masalah, maka pengguna memerlukan teknis
dari agen perubahan agar penerapan inovasi berjalan sesuai aturan.
Implementasi ini akan terdapat masalah jika pengadopsi
merupakan organisasi (komunitas), karena dalam implementasi
yang dilakukan perlu keputusan bersama, waktu yang panjang, dan
penyatuan visi. Hal ini disebabkan bahwa, dalam suatu komunitas
atau organisasi memiliki banyak karakter yang berbeda-beda pada
setiap anggota organisasi tersebut, sehingga keputusan yang
diambil mengalami beberapa proses.
Inovasi kemudian dianggap berakhir apabila penerapannya
sudah bersifat melembaga atau telah menjadi hal-hal yang rutin,
sehingga inovasi tidak dianggap baru lagi. Kondisi tersebut bahwa
suatu inovasi telah berlangsung lama, tergantung kondisi dari
inovasi yang ada sehingga akhir suatu inovasi ditandai berdasarkan
pernyataan sebelumnya. Istilah re-invensi juga dibahas dalam
tahapan ini, yaitu kondisi inovasi yang mampu memecahkan
masalah. Anggapan ini muncul karena pemahaman bahwa inovasi
yang yang hadir dinilai kompleks dan sukar dimengerti. Kemudian,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 61
penerima (pengadopsi) inovasi menjadi sulit untuk menemui agen
pembaharu sebagai teknis dalam memecahkan masalah.
Pemecahan masalah oleh suatu inovasi pada daerah tertentu
akan menimbulkan kebanggaan terhadap inovasi yang diadopsi.
Rogers berpendapat bahwa penemuan (Invention) dan pembaharuan
(Innovation) merupakan dua hal yang berbeda, dimana invention
merupakan proses dimana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan.
Sedangkan, inovasi merupakan proses penggunaan ide yang sudah
ada sehingga disimpulkan bahwa semakin banyak terjadi suatu
penemuan maka akan semakin cepat suatu inovasi dilaksanakan.
5. Tahap konfirmasi (confirmation stage)
Tahap konfirmasi ini berarti keputusan telah dibuat oleh
pengadopsi sehingga seseorang mencari dukungan atas keputusan
yang dibuat. Dengan kata lain, seseorang mencari penguatan
terhadap keputusan yang diambil dan kemudian keputusan
tersebut bisa ditarik kembali jika informasi yang diperoleh
bertentangan dengan informasi sebelumnya. Tahapan ini telah
terjadi suatu keputusan bahwa inovasi diterima atau ditolak oleh
pengadopsi. Maka, tahapan ini sebenarnya telah berlangsung
secara berkelanjutan sejak inovasi diputuskan dengan waktu yang
tak terbatas. Selama tahapan konformasi, seseorang akan
menghindari terjadinya disonansi dan berusaha menguranginya.
Disonansi merupakan proses terjaidnya perubahan tingkah
laku seseorang yang disebabkan ketidakseimbangan internal dalam
dirinya. Seseorang tersebut merasa adanya hal-hal yang tidak
sesuai atau tidak selaras sehingga merasa tidak enak. Jika
disonansi ini terjadi pada diri seseorang, maka seseorang tersebut
akan melakukan upaya untuk menghilangkan atau paling tidak
mengurangi dengan cara mengubah pengetahuannya, sikap dan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 62
perilakunya. Disonansi berhubungan dengan difusi inovasi dimana
usahan mengurangi disonansi dapat terjadi:
Apabila seseorang menyadari akan suatu kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya mencari
suatu inovasi yang cocok bagi kebutuhannya. Hal ini terjadi
pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
Seseorang telah menerima dan menyenangi suatu inovasi, tetapi
belum melakukan penerapan terhadap inovasi tersebut.
Sehingga, ia akan betusaha untuk menerimanya, tujuannya
yakni mengurangi disonansi antara apa yang disenangi dan
diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap
keputusan inovasi dan tahap implementasi dalam proses
keputusan inovasi.
Seseorang telah melakukan keputusan bahwa ia menerima dan
ingin menerapkan suatu inovasi, kemudian diajak untuk
menolaknya. Sehingga, untuk mengurangi disonansi adalah
seseorang tidak menerapkan inovasi tersebut (discontinuing).
Kemudian, terdapat kondisi dimana seseorang menetapkan
menolak suatu inovasi, tetapi diajak unutk menerimanya. Maka,
disonansi dikurangi dengan menerima innovasi tersebut dan
menerapkannya (mengubah keputusan awal). Perubahan yang
terjadi pada diri seseorang yakni menerima dan menolak inovasi
terjadi di tahap konformasi dalam proses keputusan inovasi.
Pernyataan di atas merupakan cara untuk mengurangi
disonansi yang terjadi. Sehingga antara sikap, perilaku, dan pikiran
memiliki hubungan yang erat atau tak terpisahkan. Hal ini
dikarenakan antara unsur satu dengan yang lainnya saling
mempengaruhi. Kemudian, jika terjadi disonansi maka seseorang
akan mencari penguatan terhadap apa yang diyakininya dengan
tujuan memperkuat keputusan yang telah diambil. Hal ini disebut
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 63
sebagai Selective Exposure yaitu, adanya proses seleksi informasi
yang dilakukan orang yang mengalami disonansi. Disonansi akan
terjadi jika peran agen pembaharu (Monitoring) tidak dominan
sehingga pengaruh negatif akan mudah masuk dalam proses
penerimaan suatu inovasi.
3.2 Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi yang diterima atau ditolak oleh seseorang sebagai
sistem sosial, atau keseluruhan anggota sosial dilakukan secara
bersama atau kekuasaan. Berikut merupakan tipe keputusan
inovasi:
1. Keputusan inovasi opsional, penetapan menerima atau menolak
suatu inovasi berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh
individu itu sendiri. Hal ini disebut keputusan secara mandiri
karena dilakukan tanpa melihat anggota sistem sosial yang lain.
Keputusan yang diambil oleh individu ini telah sesuai dengan
norma yang diberlakukan oleh sistem soial dan disertai hasil
komunikasi interpersonal dengan anggota lainnya. Jadi,
hakekatnya adalah individu memiliki peran yang dominan
dalam menetapkan suatu keputusan terhadap suatu inovasi.
2. Keputusan inovasi kolektif, yaitu melakukan suatu keputusan
menerima atau menolak suatu inovasi berdasarkan keputusan
bersama (anggota sistem sosial) secara keselutuhan, sehingga
ini dinilai sebagai keputusan yang pasti. Implementasi suatu
model pembelajaran di kelas dengan berpedoman pada sintaks
model tersebut. Meskipun, pengajar bisa melakukan inovasi
dalam pembelajaran tetapi ada hal-hal yang mejadi aturan
tersendiri dalam pelaksanaan dengan model tersebut. Sehingga,
semua anggota yang terlibat melakukan keputusan dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 64
mentaati aturan yang diberlaukan selama proses pembelajaran
berlangsung.
3. Keputusan inovasi otoritas, keputusan yang dibuat oleh
individu atau sekelompok orang yang memiliki kedudukan,
wewenang, dan kuasa terhadap sesuatu. Seseorang tersebut
juga memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan anggota sistem sosial lainnya yang terlibat dalam
pengambilan keputusan. Anggota pada sistem sosial tertentu
hanya berperan dalam melaksanakan apa yang mejadi aturan
dan mereka tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan.
Tipe-tipe keputusan inovasi di atas merupakan rentangan
keputusan inovasi yang dilakukan oleh setiap individu atau
kelompok sistem sosial. Keputusan kolektif dan otoritas banyak
digunakan dalam suatu organisasi formal, seperti sekolah,
pergutuan tinggi, organisasi pemerintahan, perusahaan dan
sebagainya. Sedangkan, keputusan inovasi opsional memiliki target
masyarakat seperti petani, konsumen, dan anggota masyarakat
sebagi individu bukan sebagai anggota sosial.
Tipe keputusan inovasi ini digunakan untuk menyebarluaskan
suatu inovasi yang bersifat dinamis, yaitu mudah berubah setiap
waktu. Misalnya, implementasi kurikulum di lingkungan sekolah
ataupun di oerguruan tinggi. Katakanlah implementasi kurikulum
mulanya digunakan “Rencana Pelajaran 1947” yang merupakan
kurikulum pertama yang lahir pada zaman kemerdekaan dengan
istilah leer plan. Namun, kurikulum ini baru diberlakukan pada
tahun 1950 sehingga kalangan masyarakat menyebut sejarah
perkembangan kurikulum di awali dari kurikulum 1950. Pada
tahun 1952 kurikulum kemudian dibuat lagi dengan nama
“Rencana Pelajaran Terurai 1952”, dimana kurikulum ini dinilai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 65
lebih merinci dengan istilah bahwa setiap mata pelajaran disebut
rencana pelajaran terurai, kata Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar
Depdiknas periode 1991-1995. Kemduian di penghujung era
presiden Soekarno, muncul kurikulum “Rencana Pendidikan 1964
atau Kurikulum 1964” dengan fokus pada peengembangan daya
cipta, rasa, karya, karsa, dan moral (Pancawardhana).
Kurikulum 1968 menjadi kurikulum yang lahir setelah
Kurikulum 1964 dengan tujuan membentuk manusia pancasila.
Kemudian, mengalami perubahan dengan membuat kembali
kurikulum 1975, kurikulum 1984 (CBSA: Cara Belajar Siswa Aktif),
kurikulum 1998 dengan penambahan suplemen kurikulum 1999
sebagai bentuk kombinasi antara kurikulum 1975 dan 1984 saat
kurikulum 1994 bergulir lebih kepada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Hasilnya, pembaharuan
(inovasi) kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Kurikulum 2004 merupakan bagian pembaharuan kurikulum
di Indonesia setelah kurikulum 1994. Kurikulum 2004 dengan
menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual ataupun klasikal dan berorientasi hasil belajar.
Kurangnya manusia yang potensial dalam menjabarkan KBK
(Kurikulum 2004) karena adanya tuntutan bagi pengajar untuk
kreatif dalam menjalankan pendidikan. Pernyataan tersebut
didasari bahwa masih rendahnya kualitas pengajar terkait tujuan
pengimpelementasian KBK dalam pembelajaran. Awal 2006, uji
coba KBK dihentikan dan kemudian muncul kurikulum tingkat
satuan pendidikan. Dibandingkan dengan Kurikulum 2004,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 66
Kurikulum KTSP tidak memiliki banyak perbedaan dengan KBK
yakni ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi. Namun, minimnya
sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung
pendidikan, khsuusnya kesiapan guru dan sekolah untuk
menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.
Setelah KTSP, maka hadirlah kurikulum yang sampai saat ini
digunakan meskipun masih ada ebberapa sekolah yang
menggunakan KTSP. Kurikulum yang dimaksud adalah K13 atau
Kurikulum 2013, dimana siswa dituntut untuk aktif, kreatif, dan
inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di
sekolah. K13 juga melakukan sistem penilaian bagi siswa bukan
hanya diperoleh dari nilai ujian saja tetapi didapat dari nilai
kesopanan, religi, praktek, sikap dan sebagainya. Disamping
keunggulan dari K13, kesiapan dan belum meratanya implementasi
K13 merupakan salah satu kelemahan dari kurikulum ini. Alasan
lain yaitu, penerapan model pembelajaran yang dinilai sulit seperti
discovery learning, inquiry learning, dan problem based learning
sehingga beberapa sekolah masih menerapkan pembelajaran
dengan model pembelajaran langsung. Namun, K13 merupakan
bentuk inovasi yang dibuat untuk meningkatkan kualitas manusia
pada bidang pendidikan.
Mantan Rektor Universitas Paramadina, Anis Baswedan
menambahkan bahwa secara ide, K13 sangatlah bagus. Namun,
karena langsung diterapkan tanpa uji terlebih dahulu serta
diterapkan sebagai kurikulum nasional, maka mendatangkan
banyak persoalan dan banyak sekolah yang menolak penerapan
kurikulum itu. Ide atau gagasan yang muncul di setiap
pembaharuan kurikulum tentunya mengalami diskusi yang
panjang dari pihak pemerintah. Kemudian, perubahan-perubahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 67
yang terjadi dari penerapan kurikulum termasuk dalam keputusan
opsional. Analoginya, Pemerintah mengeluarkan suatu ide atau
gagasan (kurikulum) yang kemudian diusulkan untuk diterapkan,
namun berdasarkan penjelasan di atas bahwa perubahan yang
terjadi pada kurikulum, ada yang mengalami uji coba dan ada yang
tidak dalam implementasinya. Sehingga, Pemerintah mengeluarkan
keputusan bahwa Kurikulum tersebut harus diterapkan di sekolah.
Fakta di lapangan, dimana masyarakat baik yang menerima
ataupun menolak kurikulum yang diberlakukan merupakan reaksi
mereka terhadap peraturan yang ada. Misalnya, Kurikulum 2013
atau K13 mendapat reaksi negatif (menolak) terhadap inovasi yang
diberikan K13, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk
kembali kepada peraturan sebelumnya atau pengimplementasian
kurikulum sebelumnya, katakanlah Kurikulum KTSP (Keputusan
Opsional).
4. Keputusan inovasi kontingensi (Contingent), yaitu pemilihan
menerima atau menolak suatu inovasi yang kemduian baru
dapat diterapkan hanya setelah adanya keputusan inovasi yang
mendahuluinya. Contohnya, di sebuah perguruan tinggi,
seorang Dosen tidak mungkin memutuskan secara opsional
bahwa, setiap Dosen harus menggunakan pembelajaran
berbasis e-Learning sebelum didahului keputusan oleh
pimpinan fakultas atau pada tingkat universitas untuk
memperkuat sinyal wifi atau server yang akan mendukung
terlaksananya pembelajaran e-Learning. Jadi, ciri pokok dari
keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya satu atau
dua keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani
suatu difusi inovasi, tergantung keputusan yang mana yang
akan digunakan opsional, kolektif, atau otoritas. Sistem sosial
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 68
terlibat langsung dalam proses keputusan kolektif, otoritas dan
kontingen, tetapi mungkin tidak dilibatkan dalam proses
keputusan inovasi opsional.
3.3 Hambatan Inovasi
Penerapan suau inovasi di lingkungan masyarakat tidak begitu
saja terjadi. Dalam penerapannya, mungkin saja menimbulkan
ketidakcocokan dan tidak menyatunya suatu prinsip inovasi yang
diterapkan terhadap prinsip yang berlaku pada masyarakat.
Penerimaan atau penolakan terhadap suatu inovasi tidak hanya
datang dari faktor apa yang dibawa oleh inovasi itu sendiri, tapi
kesesuaian dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku pada
masyarakat. Sehingga, inovasi yang diterapkan menjadi sebuah
solusi tanpa mengabaikan prinsip dan sistem yang sedang berlaku
di masyarakat. Penolakan atau hambatan akan selalu hadir dalam
setiap perubahan yang dibawa oleh suatu inovasi. Anggota-anggota
sistem sosial baik secara internal ataupun eksternal tidak bisa
mengalami ketidaksukaan penerapan inovasi yanga ada, sehingga
mereka akan melakukan perlawanan, sabotase, bahkan upaya
mencegah perubahan yang terjadi. Di bawah ini merupakan
hambatan dalam konteks inovasi yang dibagi menjadi empat
kategori yaitu:
1. Hambatan psikologis
Hambatan ini bisa mejadi suatu pemicu seorang individu
melakukan penolakan terhadap suatu inovasi yang terjadi di
lingkungannya. Hambatan secara psikologis masyarakat telah
dan masih menjadi kunci munculnya suatu penolakan terhadap
upaya pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh
sekelompok sistem. Contohnya, maraknya penerapan
pembelajaran dengan menggunakan e-learning, dimana peserta
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 69
didik tidak hanya sekedar belajar dalam bentuk tatap muka di
kelas, tapi bisa melakukan tatap muka secara online dengan
rekan-rekannya. Namun, disisi lain penerapan e-learning yang
menjadi suatu hal yang tak biasa dikerjakan khsuusnya bagi
pengajar, terlebih penerapan e-learning ini sedikit banyak
pengajar mesti menguasai beberapa teknik dan pengetahuan
tentang teknologi. Karena berangkat dari ketidakbiasaan
pengajar dengan unsur-unsur (internet, emailing, diskusi
online, dan aplikasi pendukung e-learning) yang ditawarkan
oleh e-learning, maka secara tidak langsung inovasi ini tidak
akan diadopsi oleh masyarakat.
Kaitannya dengan hambatan psikologi, bahwa penolakan
yang trejadi terhadap penerapan e-learning ini disebabkan
karena rasa enggan dan merasa sudah cukup dengan
penerapan pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya,
mempermasalahkan kerumitan inovasi yang ditawarkan, dan
tidak adanya pengetahuan mengenai penerapan e-learning itu
sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat berasumsi
bahwa dalam suatu sistem sosial, organisasi, atau kelompok,
beberapa anggotan yang terhimpun didalamnya ada yang
memiliki pengalaman masa lalunya yang negatif. Dampaknya,
hal ini mempengaruhi keberaniannya untuk bisa menghadapi
dan menerima perubahan yang terjadi. Kemudian, secara
psikologi akan terbawa yang akhirnya mempengaruhi anggota
sistem sosial yang lain dan ini juga berpengaruh terhadap
rencana sistem sosial atau organisasi tersebut kedepannya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 70
2. Hambatan praktis
Hambatan praktis secara eksplisit dideskripsikan mejadi tiga
faktor yaitu.
a) Waktu
Mencegah dan memperlambat suatu perubahan dalam
organisasi atau sistem sosial merupakan faktor yang sering
ditunjukkan dari sisi hambatan praktis (waktu). Seperti
program-program pengembangan kompetensi pengajar
atau pelatihan terhadap pengajar (guru) dan proses
pengajaran yang sering dialami banyak orang, dimana hal-
hal yang dinilai bersifat praktis akan menghambat
perkembangan dan pembaharuan praktek. Pernyataan ini
didasari oleh alasan ketidakcukupan sumber daya
ekonomi, teknis, dan materi pun masuk dalam alasan
tersebut. Dampaknya, mucnul tanggapan bahwa semakin
praktis sifat suatu bidang maka semakin mudah orang
meminta penjelasan tentang penolakan praktis tersebut.
b) Sumber Daya
Rencana terkait pengimplementasian suatu inovasi
memerlukan banyak pertimbangan khususnya tingkat
pengetahuan dan jumlah dana. Hal ini berkaitan erat
dengan suatu inovasi yang akan dilakukan dan inovasi
tersebut jauh berbeda dengan praktek inovasi di masa lalu.
Sehingga, hal ini dinilai sebagai perubahan besar yang
kemudian mendatangkan banyak pemikiran,
pertimbangan, dan rencana dalam mengimplementasi
inovasi tersebut. Sumber daya dalam bentuk keahlian dan
keuangan menjadi pendukung utama terlaksananya suatu
inovasi. Awal penyebarluasan suatu gagasan inovasi akan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 71
membutuhkan banyak sumber daya seperti dana.
Terkadang dan menjadi hal ini yang tidak dianggarkan dan
direncanakan karena proses cipta inovasi berfokus pada
projek gagasan itu sendiri tanpa mempertimbangakn
kecukupan dana dan berbagai kemungkinan bantuan yang
datang, sehingga hal ini bisa menjadi suatu hambatan
khsuusnya dalam fase awal penyebarluasan inovasi.
c) Sistem
Peran sistem disini menggambarkan bahwa dana yang
didiskusikan sebelumnya bahwa, kecukupan dana tidak
menjamin terlaksananya gagasan inovasi yang
dikembangkan. Artinya, kecerdasan suatu sistem sosial
untuk bisa menggunakan sumber daya keahlian seperti
pengetahuan dan keterampilan anggota-anggota yang
terlibat dalam suatu proyek inovasi mejadi faktor penting.
Dengan kata lain, kurangnya dan tidak cermatnya dalam
pemilihan sumber daya terkait implementasi inovasi yang
dibuat akan menjadi hambatan. Sehingga sistem yang
dibuat haruslah terencana dan berpotensi memprediski
keterlaksanaan inovasi tersebut.
d) Hambatan Kekuasaan dan Nilai
Nilai merupakan bagian yang sering terseret dalam menilai
sutau inovasi yang pada akhirnya berkaitan dengan
hambatan. Sehingga, hambatan nilai menjadi hal yang
esensi dalam proses penerimaan atau penolakan terhadap
suatu inovasi. Jika suatu inovasi selaras dengan nilai dan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat maka besar
peluang inovasi tersebut diadopsi. Namun, sebaliknya jika
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 72
RANGKUMAN
EVALUASI
bertentangan terhadap nilai-nilai yang dianut,
kemungkinan besar terjadi penolakan terhadap
pembaharuan yang hadir. Pada beberapa kasus juga
menunjukkan bahwa inovator banyak mengalami konflik
terhadap suatu sistem sosial tempat dimana pembaharuan
akan dilakukan. Namun, proses eksplorasi yang mendalam
terhadap hal yang terjadi melalui suatu kesepakatan dan
aliansi. Kesepakatan dan aliansi ini dinilai penting dalam
pengimplementasian suatu inovasi, khususnya untuk
mengatasi konflik. Sehingga, prosesnya bisa saja
memperbaharui inovasi yang sudah ada agar jauh lebih
bersinergi terhadap nilai dan norma-norma yang berlaku
dimasyarakat, meskipun terkadang aliansi yang terjadi
kurang menoleh dengan nilai itu sendiri.
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 3 modul ini!
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat!
1. Seseorang belajar mengenai keberadaan suatu inovasi yang
kemudian mencari berbagai informasi terkait suatu inovasi
merupakan tahapan proses keputusan inovasi yaitu...
a. Pengetahuan
b. Persuasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 73
c. Pengambil Keputusan
d. Implementasi
2. Penolakan terhadap suatu inovasi terdapat dua macam, salah
satunya adalah melakukan penolakan terhadap inovasi tanpa
mengalami pertimbagan apapun atau secara langsung menolak
inovasi tersebut secara pasti. Pernyataan ini pengertian dari
penolakan...
a. Aktif
b. Pasif
c. Pengetahuan
d. Konkrit
3. Tahap implementasi terjadi apabila...
a. Penolakan terhadap suatu inovasi karena inovasi tersebut
telah diujicobakan berdasarkan pertimbangan (mencoba
terlebih dahulu), namun keputusan akhirnya memutuskan
untuk menolak inovasi yang telah diterapkan sebelumnya
b. Seseorang mencari dukungan atas keputusan yang dibuat
c. Seseorang telah menerima dan mengadopsi suatu gagasan
inovasi dengan menerapkan atau mempraktikkan
d. Seseorang menyadari akan suatu kebutuhan dan berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut
4. Proses terjaidnya perubahan tingkah laku seseorang yang
disebabkan ketidakseimbangan internal dalam dirinya.
Seseorang tersebut merasa adanya hal-hal yang tidak sesuai
atau tidak selaras sehingga merasa tidak enak. Pernyataan ini
adalah pengertian dari...
a. Disonansi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 74
b. Konfirmasi
c. Pengadopsi
d. Informasi
5. Suatu keputusan menerima atau menolak suatu inovasi
berdasarkan keputusan bersama anggota sistem sosial secara
keselutuhan sehingga ini dinilai sebagai keputusan yang pasti.
Pernyataan ini merupakan pengertian dari...
a. Keputusan inovasi opsional
b. Keputusan inovasi kolektif
c. Keputusan inovasi otoritas
d. Keputusan inovasi kontingensi
6. Keputusan inovasi Otoritas adalah...
a. Penolakan terhadap inovasi tanpa mengalami pertimbagan
apapun atau secara langsung menolak inovasi tersebut
secara pasti
b. Proses terjaidnya perubahan tingkah laku seseorang yang
disebabkan ketidakseimbangan internal dalam dirinya
c. Penetapan menerima atau menolak suatu inovasi
berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh indivodu itu
sendiri
d. Keputusan yang dibuat oleh individu atau sekelompok orang
yang memiliki kedudukan, wewenang, dan kuasa terhadap
sesuatu dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya yang
terlibat dalam pengambilan keputusan
7. Pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi yang
kemduian baru dapat diterapkan hanya setelah adanya
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 75
KUNCI JAWABAN EVALUASI
keputusan inovasi yang mendahuluinya merupakan pengertian
dari...
a. Keputusan inovasi opsional
b. Keputusan inovasi kolektif
c. Keputusan inovasi otoritas
d. Keputusan inovasi kontingensi
8. Arti dari pernyataan “No to adopt an innovation” adalah...
a. Menerima inovasi
b. Menerapkan inovasi
c. Memperbaiki inovasi
d. Tidak mengadopsi inovasi
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. A
2. B
3. C
4. A
5. B
6. D
7. D
8. D
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 76
UMPAN BALIK
EVALUASI
TINDAK LANJUT
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif
1. Pikirkanlah suatu ide atau gagasan mengenai inovasi dalam
pengajaran di sekolah.
2. Bentuklah kelompok 4-5 orang perkelompok
3. Buatlah suatu desain pembelajaran berdasarkan Kurikulum
2013 yang saat ini sedang berlaku. Kemudian, integrasikan ke
dalam desain pembelajaran tersebut seperti strategi, metode,
model, teknis atau teori belajar yang anda nilai mampu
mengubah pemahaman peserta didik dalam belajar sains
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 77
(khususnya kimia). Konten kimia yang menjadi materi bisa
dihubungan dengan kearifan lokal seperti “tingkat keasaman
sungai Banjarmasin”, sehingga ilmu kimia memiliki perspektif
lain secara keilmuan.
4. Pengenalan nilai kearifan lokal ke dalam pembelajaran sains
merupakan hal yang akan sangat berkontribusi terhadap
pengetahuan peserta didik ke depan dan menjadi suatu
pembaharuan (inovasi). Selain berdaya saing, peserta didik bisa
menjadi unggul khususnya dalam kajian kearifan lokal yang
diangkat dalam belajar sains.
5. Lakukanlah proses-proses 1 sampai 4 berdasarkan tahapan
inovasi yang telah dijelaskan di atas. Tahapan yang dilalui akan
menentukan desain seperti apa dan inovasi apa yang akan
terlihat berdasarkan ide yang kita bawa sebagai pondasinya.
6. Lakukan validasi dan konsultasi dengan pakar, kemudian
evaluasi proses yang anda lakukan secara keseluruhan dan
interpretasikan hasil ide atau gagasan anda sebagai bentuk
difusi dan diseminasi terhadap ide (inovasi) yang anda buat.
7. Berikut contoh kajian terkait pembaharuan (inovasi) yang
diterapkan dalam pembelajaran.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 78
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3.4 Kajian Pembelajaran Inovatif berbasis Reasearch.
Abraham, F. (1980). Perspective on Modernization toward General
Theory of Third World Development. Washington: University
Press of America.
Havelock, R. G., & Huberman, A. M. (1978). Solving Educational
Problems. New York: Praegar Publisher, A Division of Holt,
Rinehart and Winston, CBS, Inc.
Hawkins, H. S., & Van den Ban, A. W. (2012). Penyuluhan Pertanian.
Yogyakarta: Kanisus.
Miles, M. B. (1964). Innovation in Education. New York: Columbia
University.
Miles, M. B. (1973). Innovation in Education. New York: Teacher
College, Columbia University.
Nicholls, A. (1993). Managing Educational Innovations. London:
Geogre Allen & Unwin.
Plomp, T., & Ely, D. P. (1996). International Ecyclopedia of
Educational Technology. Cambridge, UK: Elsevier Science Ltd.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 79
Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free
Press.
Rogers, E. M., & Floyd, S. F. (1971). Communication of Innovation.
New York: Macmillan Publishing.
Rusman, D. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi dan
Komunikasi. Bandung: PT. Rajagrafindo Persada.
Sallisbury, D. F. (2001). Five Technology for Educational Change.
New Jersey: Educational Technology Publication.
Udin, S. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Zaltman, G., Duncan, R., & Holbek, J. (1973). Innovation and
Organization. London, Sydney, Toronto: A Wiley-Interscience
Publication John Wiley & Sons.
Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic
Eduvcational Change. New York: The Free Press A Division of
Macmillan Publishing Co. Inc.
Zaltman, G., Kolter, P., & Kaufman, I. (1977). Creating Social
Change. New York: Holt Rinegart & Winston.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 80
BAB IV
INOVASI KURIKULUM
PENDAHULUAN
Bab ini berisi pembahasan tentang inovasi kurikulum. Pada
bagian ini akan dijelaskan tentang hakikat dan ciri-ciri inovasi
kurikulum, berbagai macam inovasi kurikulum seperti Kurikulum
berbasis kompetensi, Kurikulum berbasis masyarakat, dan
Kurikulum terpadu beserta berbagai jenis dan contohnya.
Pemahaman tentang inovasi kurikulum sangat penting bagi seorang
guru atau calon guru, karena dapat membantu guru dalam
melaksanakan tugasnya
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan:
1. pengertian inovasi kurikulum;
2. hambatan-hambatan yang terdapat dalam penerapan inovasi
kurikulum;
3. perbedaan karakteristik berbagai macam inovasi kurikulum,
Kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum berbasis
masyarakat, dan kurikulum berbasis keterpaduan; dan
4. berbagai jenis inovasi kurikulum dengan memberikan contoh-
contoh implementasinya.
4.1 Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum merupakan pedoman dalam melaksanakan proses
belajar mengajar. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 81
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Merujuk pada definisi inovasi dan kurikulum di atas, maka
inovasi kurikulum dapat diartikan sebagai ide, gagasan atau
tindakan dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang
dianggap baru untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi
dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari
adanya keresahan pihak-pihak tertentu tentang penyelenggaraan
pendidikan. Misalnya, keresahan guru tentang pelaksanaan proses
belajar-mengajar yang dianggap kurang berhasil. Upaya untuk
memecahkan masalah tersebut memunculkan gagasan dan ide-ide
baru sebagai suatu inovasi.
Kurikulum bersifat dinamis sehingga selalu disesuaikan
dengan berbagai aspek perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dinamika masyarakat, serta teori-teori belajar yang terus
berkembang. Pembaharuan kurikulum biasanya dilakukan jika
kondisi pembelajaran di kelas dianggap tidak sesuai lagi dengan
tuntutan masyarakat dan dunia kerja. Sebagai contoh peluncuran
pesawat ulang alik Sputnik oleh Soviet pada bulan Oktober 1957
menjadi salah satu pemicu pembaharuan kurikulum di Amerika
Serikat. Merasa tertinggal dengan saingat terberatnya kala itu, Uni
Soviet, Amerika Serikat berusaha mengejar ketertinggalan tersebut
dengan melakukan inovasi kurikulum yang memperkuat
pengajaran sains dan matematika melalui proyek inovasi kurikulum
yang dikenal sebagai “the course content improvement projects”
(Tyler, 1981).
Indonesia melakukan hal yang sama dengan memperbaharui
kurikulum yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) pada tahun 2011. Keberadaan Kurikulum
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 82
mengacu KKNI dirasa perlu ketika output yang dihasilkan dari
dunia pendidikan dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan dunia kerja yang semakin mengglobal. Dengan demikian,
inovasi kurikulum menjadi suatu keharusan ketika keadaan sudah
tidak sesuai lagi dengan harapan. Aspek pembelajaran menjadi
salah satu komponen pendidikan yang mendapat imbas paling
besar dalam inovasi kurikulum. Salah satu inovasi kurikulum yang
mempengaruhi aspek pembelajaran di Indonesia adalah penerapan
pendekatan saintifik pada Kurikulu 2013 yang melatih
keetrampilan 5 M (mengamati, menanya, mengeksplore, mengkaji,
mengkomunikasikan).
4.2 Hambatan-Hambatan dalam Penerapan Inovasi Kurikulum
Inovasi pendidikan dalam bidang kurikulum tidak berhenti
hanya dalam permasalahan di atas saja. Dengan melihat konsep
dan kerangka kurikulum, dapat diketahui mengenai arah atau
tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum harus senantiasa
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, agar peserta
didik juga dapat dengan mudah menyesuaikan dengan
perkembangan yang ada. Namun demikian perkembangan
kurikulum sering kali menemukan banyak masalah yang
memerlukan pertimbangan dan pemecahan tersendiri. Semua
masalah tersebut disebabkan oleh berbagai kondisi yang ada,
disesuaikan pula dengan tuntutan dan prinsip kebutuhan yang
perlu dipenuhi.
Pada umumnya, faktor penghambat inovasi di lapangan
muncul dalam bentuk penolakan atau resistensi dari calon adopter.
Sebagai contoh penerapan Kurikulum 2013 di lapangan ternyata
mengalami penolakan dari para guru akibat ketidaksiapan guru
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 83
menerapkan metode pembelajaran dan teknik evaluasinya,
sehingga harus ditunda masa berlakunya.
Penolakan (resistance) dapat diartikan sebagai upaya melawan
sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah, atau
tidak mau menerima perubahan tersebut. Ditolaknya inovasi oleh
para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah biasanya
disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a) Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,
penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga
ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah
bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang
tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan
atau kondisi sekolah mereka.
b) Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang biasa
mereka lakukan, karena sistem atau metode tersebut sudah
mereka laksanakan selama bertahun-tahun. Di samping itu
sistem yang berlaku selama ini dianggap sudah baik,
memberikan rasa aman dan kepuasan sesuai pikiran mereka
(Day dkk, 1987).
c) Inovasi yang dibuat pihak lain (seperti Depdiknas) belum
sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh
guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36)
yang mengatakan bahwa "mismatch between teacher's intention
and practice is important barrier to the success of the innovatory
program".
d) Inovasi yang berasal dari pusat cenderung berbasis proyek,
dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi
tersebut. Inovasi seperti ini bisa berhenti jika proyek selesai atau
keuangannya sudah tidak tersedia lagi. Dengan demikian pihak
sekolah atau guru terpaksa melakukan perubahan sesuai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 84
dengan kehendak para inovator tanpa memiliki wewenang
untuk mengubahnya.
Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas,
maka guru, sebagai komponen penting dalam inovasi pendidikan
perlu mendapatkan perhatian. Sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan, guru merupakan pihak yang sangat berpengaruh
dalam proses belajar mengajar. Karakter guru sangat menentukan
kelangsungan proses belajar mengajar di kelas serta dampaknya di
luar kelas. Guru yang memiliki self efikasi tinggi membuat siswa
termotivasi untuk belajar (Maguire, 2011; Eberlee, 2011). Agar
inovasi pendidikan dapat diterima, guru harus diberikan
pemahaman yang benar dan menyeluruh tentang inovasi yang akan
dilakukan. Selain sosialisasi, diperlukan juga pelatihan dan
simulasi untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang mungkin
terjadi terkait inovasi yang akan diterapkan.
Selain guru, keberhasilan belajar juga tergantung pada faktor
siswa. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah
pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa
sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama
teman, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam
memperkenalkan inovasi pendidikan dan penerapannya, siswa
perlu dilibatkan sehingga mereka bukan saja mau menerima dan
melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga dapat mengurangi
resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
4.3 Beberapa Inovasi Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia, sudah
beberapa kali dilakukan perubahan dan perbaikan kurikulum.
Semua itu bertujuan tidak lain adalah untuk menyesuaikannya
dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 85
yang maksimal. Tentu saja kurikulum tidak bisa dirubah secara
serta merta. Perubahan kurikulum membutuhkan proses yang
cukup panjang dan pemikiran yang matang.
Sebelum mengubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian
tentang kurikulum yang sedang dijalankan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan-tujuan yang
tercantum dalam kurikulum tersebut. Dalam menilai kurikulum
harus dilakukan penilaian terhadap komponen-komponennya,
yaitu : (1) tujuan kurikulum, (2) pengalaman-pengalaman belajar
untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
murid, (3) organisasi pengalaman belajar, urutan pengalaman dan
hubungannya dengan pengalaman lain, (4) cara-cara mengevaluasi
hasil belajar murid. Berdasarkan penilaian tersebut, dilakukanlah
perubahan dan inovasi terhadap kurikulum yang berlaku. Berikut
ini adalah beberapa inovasi kurikulum yang pernah diterapkan di
Indonesia.
1. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Latar Belakang
Munculnya inovasi kurikulum di Indonesia dilatarbelakangi
oleh tantangan untuk menjawab berbagai masalah krusial
dalam pendidikan. Keresahan guru akan pelaksanaan
kurikulum yang dianggap menyulitkan, serta keresahan
masyarakat tentang kualitas pendidikan yang semakin
merosot, merupakan contoh permasalahan yang menjadi
alasan lahirnya inovasi kurikulum. Selain menjawab keresahan
masyarakat, inovasi kurikulum dapat pula lahir ketika sistem
yang lama dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi
masyarakat saat itu, sehingga perlu dicari metode lain yang
lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 86
Salah satu bentuk inovasi kurikulum yang diterapkan di
Indonesia adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Kurikulum ini hadir seiring munculnya semangat reformasi
pendidikan, yang diawali dengan munculnya kebijakan otonomi
daerah (Undang-Undang Nomor 22 tahun l999). Kelahiran
kebijakan pemerintah ini didorong oleh perubahan dan
tuntutan kebutuhan masyarakat dalam dimensi globalisasi
yang ditandai pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mengakibatkan terjadinya persaingan dalam
segala bidang. Hanya individu yang mampu bersainglah
yang akan dapat berbicara dalam era globalisasi ini. Untuk itu,
setiap individu harus memiliki kompetensi yang handal dalam
berbagai bidang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan
nyata (Sanjaya, 2008).
Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan untuk
membekali peserta didik dengan keahlian dan keterampilan
sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan untuk
meningkatkan daya saing di tengah persaingan global. Adanya
kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan hasil
lulusan menjadi lebih terampil dan kompeten sesuai tuntutan
masyarakat sekitarnya.
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi merupakan kemampuan mengerjakan sesuatu
yang berbeda dengan sekedar mengetahui sesuatu.
Kompetensi harus didemonstrasikan sesuai dengan standar
yang ada di lapangan kerja ( Hamalik, 2009). Rumusan lain
tentang kompetensi menurut McAshan (l979) adalah suatu
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 87
kapabilitas yang dimiliki seseorang yang telah menjadi bagian
dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotornya. Ini berarti bahwa kompetensi bukan
hanya ada dalam tataran pengetahuan akan tetapi sebuah
kompetensi harus tergambarkan dalam pola perilaku, artinya
bagaimana implementasi pengetahuan itu diwujudkan dalam
pola tindakan yang dilakukan siswa sehari-hari. Jadi,
kompetensi pada hakekatnya merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang direfleksikan
dalam bentuk kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang merefleksikan kebiasaan berfikir dan
bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten
setiap saat akan memungkinkan bagi seseorang untuk
berkompeten, artinya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Kompetensi juga
dapat diartikan suatu kemampuan untuk menstrasfer dan
menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
seseorang pada situasi yang baru.
Menurut Depdiknas (Mulyasa, 2004) Kurikulum Berbasis
Komptensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus
dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dan mengembangkan
sekolah. Dari rumusan tersebut, KBK lebih menekankan
pada kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki
siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu,
sedangkan masalah bagaimana cara mencapainya, secara
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 88
teknis operasional diserahkan kepada guru di lapangan.
D alam KBK apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai
kompetensi tertentu tidak dijelaskan secara detail. KBK hanya
memberikan petunjuk secara universal tentang bagaimana
seharusnya pola pembelajaran diterapkan oleh setiap guru.
Menurut KBK pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
bukan hanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual,
tetapi juga untuk mewarnai perilaku yang ditampilkan sehari-
hari.
Kompetensi yang harus dicapai oleh KBK dijelaskan
Sanjaya (2008) sebagai berikut:
1. Kompetensi akademik, yaitu peserta didik harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
mengatasi tantangan dan persoalan hidup.
2. Kompetensi okupasional, artinya peserta didik harus
memiliki kesiapan dan mampu beradaptasi terhadap dunia
kerja.
3. Kompetensi kultural, artinya peserta didik harus mampu
menempatkan diri sebaik- baiknya dalam sistem budaya
dan tata nilai masyarakat.
4. Kompetensi temporal, yaitu peserta didik tetap eksis dalam
menjalani kehidupannya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman.
Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi memiliki ciri utama sebagai
berikut; Pertama, memuat sejumlah kompetensi dasar sebagai
kemampuan standar minimal yang harus dikuasai dan
dicapai siswa. Kedua, implementasi pembelajaran dalam KBK
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 89
menekankan pada proses pengalaman dengan memperhatikan
keberagaman setiap individu. Ketiga, evaluasi dalam KBK
menekankan pada evaluasi dan proses belajar.
Karakteristik KBK secara lebih rinci dijabarkan Depdiknas
(Mulyasa, 2004) sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi baik secara
individual maupun klasikal, artinya isi KBK intinya
sejumlah kompetensi yang harus dicapai siswa, dan
kompetensi inilah sebagai standar minimal atau
kemampuan dasar.
2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman, artinya
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh
indikator hasil belajar. Indikator inilah yang dijadikan
acuan kompetensi yang diharapkan. Proses pencapaian
tentu saja bergantung pada kemampuan dan kecepatan
yang berbeda setiap siswa.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi sesuai dengan
keberagaman siswa
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber
belajar lain yang memenuhi unsur edukatif, sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
Guru berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah
siswa belajar dari berbagai macam sumber belajar.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar
dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi. KBK menempatkan hasil dan proses belajar
sebagai dua sisi yang sama pentingnya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 90
Penerapan KBK yang memberikan serangkaian pengalaman
belajar bermakna diharapkan memberi dampak positif pada
diri peserta didik. KBK memberikan peluang sesuai dengan
keberagaman yang dimiliki masing-masing individu. Dalam
KBK, siswa tidak sekedar dituntut untuk memahami
sejumlah konsep, tetapi juga bagaimana a ga r konsep yang
dipelajari t e rsebu t berdampak t e rhadap perilaku dan
pola pikir mereka sehari-hari. KBK menghargai bahwa setiap
siswa memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda
sehingga diberikan peluang kepada siswa tersebut untuk
belajar sesuai dengan keberagaman dan kecepatan masing-
masing. Oleh karena itu dalam KBK, proses pembelajaran
harus didesain agar dapat melayani setiap keberagaman
tersebut.
Yang ingin dicapai dalam implementasi kurikulum berbasis
kompetensi adalah mengembangkan peserta didik untuk
menghadapi perannya di masa mendatang dengan cara
mengembangkan sejumlah kecakapan hidup (life skill). Life
skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki seseorang
untuk terbiasa berani menghadapi masalah kehidupan
secara wajar kemudian secara kreatif mencari solusi
untuk mengatasinya. Adapun tujuan kecakapan hidup
adalah mengaktualisasikan potensi peserta didik
sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi; memberikan kesempatan kepada sekolah
untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai
dengan prinsip pendidikan berbasis luas (broad based
education), serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
lingkungan sekolahz dengan memberikan peluang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 91
pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai
dengan manajemen berbasis sekolah (School Based
Management)
Sasaran KBK adalah pada penguasaan kompetensi bidang-
bidang praktis terutama pekerjaan keahlian baik kompetensi
teknis, vokasional maupun profesional. Suatu bidang pekerjaan
yang tugas utamanya berkenaan dengan kompetensi
perbuatan, perilaku, performans yang menunjukan
kecakapan, kebisaan, keterampilan melakukan tugas, atau
peranan secara standar seperti yang dituntut oleh suatu
okupasi (Sukmadinata, 2009).
Implikasi KBK terhadap Aspek Pembelajaran
1. Pengembangan rancangan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam KBK diarahkan untuk
menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak
didik. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus beroreantasi
pada siswa sebagai subjek bukan sebagai objek pembelajaran.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
merancang kegiatan pembelajaran. Pertama, rancangan
kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan peluang bagi
siswa untuk mencari, mengolah, menemukan sendiri
pengetahuan. Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang
agar siswa dapat mengembangkan keterampilan dasar mata
pelajaran yang bersangkutan. Kedua, Rancangan
pembelajaran harus disesuaikan dengan ragam sumber
belajar dan sarana pembelajaran yang tersedia. Ketiga,
Pembelajaran harus dirancang dengan mengordinasikan
berbagai pendekatan belajar. Keempat, Pembelajaran harus
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 92
dapat memberikan pelayanan terhadap kebutuhan
individual siswa seperti bakat, minat, kemampuan, latar
belakang sosial ekonomi dll.
2. Pengembangan proses pembelajaran
KBK sebagai sebuah kurikulum yang menekankan
kepada pencapaian kompetensi memiliki implikasi terhadap
proses pembelajaran. Konteks pembelajaran yang diinginkan
KBK mengharapkan agar guru bertindak dan berusaha
menyediakan waktu dan tempat agar siswa belajar. Belajar
bukan aktivitas mengumpulkan ilmu pengetahuan, tetapi
merupakan proses perubahan perilaku melalui pengalaman
belajar yang dapat mengembangkan berbagai aspek dalam
individu masing-masing pembelajar.
Implikasi terhadap proses pembelajaran menurut KBK
ini sangat penting sebab akan mempengaruhi berbagai
tindakan guru dalam pengelolaan pembelajaran, baik dalam
pengembangan strategi pembelajaran maupun dalam
menggunakan berbagai sumber belajar. Dengan demikian,
proses pembelajaran tidak diarahkan semata-mata agar
siswa mampu menguasai sejumlah materi pembelajaran akan
tetapi pembelajaran lebih diarahkan kepada penguasaan
kompetensi tertentu sesuai dengan kurikulum.
3. Pengembangan evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses memberikan
pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang
dipertimbangkan seperti orang, benda, kegiatan, keadaan
kesatuan tertentu. Karakteristik evaluasi meliputi, pertama
evaluasi merupakan suatu proses atau tindakan, kedua proses
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 93
tersebut dilakukan untuk memberi makna atau nilai. Sebagai
suatu proses, evaluasi terdiri atas serangkaian kegiatan
seperti pengumpulan data dan informasi tentang pencapaian
hasil belajar siswa, s e r t a pembuatan keputusan tentang
hasil belajar siswa berdasarkan informasi yang telah diperoleh.
Menurut Bloom (Krathwohl, 2002) kriteria keberhasilan
belajar siswa hendaknya meliputi ketiga aspek; kognitif,
afektif dan psikomotor. Sebagai bentuk kurikulum yang
menghendaki ketercapaian kompetensi, maka alat dan
bentuk penilaian harus seimbang baik dari aspek bentuk
tes maupun non tes, maupun dari aspek fungsi sebagai
fungsi formatif maupun sumatif.
Melalui pelaksanaan KBK, guru bertindak memfasilitasi
bagaimana peserta didik belajar, sehingga perencanaan,
pelaksanaan hingga penilaian harus berorientasi pada
aktivitas peserta didik yang beragam dalam rangka
memperoleh banyak pengalaman belajar.
2. Kurikulum Berbasis Masyarakat
Pendidikan berkembang seiring dengan berkembangnya
dinamika masyarakat. Pengaruh perkembangan teknologi,
komunikasi dan telekomunikasi menyebabkan lahirnya
beberapa kelompok masyarakat, baik kelompok masyarakat
yang berkembang sangat cepat, maupun masyarakat yang
lambat berkembang. Efek perubahan di masyarakat ini akan
berimbas pada setiap individu warga masyarakat, baik
pengetahuan, kecakapan, sikap, kebiasaan bahkan pola-pola
kehidupan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 94
Dalam konteks global, kurikulum yang diadopsi di suatu
Negara akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
falsafah yang dianut, kondisi sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pengertian
Kurikulum berbasis masyarakat disebut juga sebagai
kurikulum berbasis wilayah. Kurikulum berbasis masyarakat,
yang bahan dan objek kajiannya a d a l a h kebijakan dan
ketetapan yang dilakukan di daerah, haruslah disesuaikan
dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan
kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh
siswa di daerah tersebut. Bagi siswa, hal ini berguna untuk
menumbuhkan keakraban dengan lingkungan dimana mereka
tinggal, mencegah dari keterasingan lingkungan, membiasakan
diri dengan budaya dan adat istiadat setempat, serta
menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan hidup.
Secara umum kurikulum berbasis masyarakat bertujuan
untuk:
1. Memperkenalkan siswa terhadap lingkungannya, ikut
melestarikan budaya termasuk kerajinan dan keterampilan
yang bernilai ekonomi tinggi di daerah tersebut.
2. Membekali siswa dengan kemampuan dan keterampilan
yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat jika
mereka tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
3. Membekali siswa untuk hidup mandiri dan membantu
orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 95
Kurikulum berbasis masyarakat memiliki beberapa
keunggulan/kelebihan antara lain: (1) Sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat; (2)
Dapat disesuaikan dengan tingkat dan kemampuan sekolah,
baik kemampuan finansial, profesional maupun manajerial;
(3) Mudah dilaksanakan karena disusun sendiri oleh guru-
guru di daerah tersebut; (4) Menumbuhkan kompetisi dalam
pengembangannya karena sekolah dan guru t e rmo t i vas i
untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan
kurikulum yang sebaik-baiknya.
Karakteristik Kurikulum Berbasis Masyarakat
Model pengajaran yang berpusat pada masyarakat adalah
suatu bentuk kurikulum yang memadukan antara sekolah
dan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam
masyarakat atau membawa masyarakat ke dalam sekolah guna
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamalik
(2009) merinci karakteristik kurikulum berbasis pada
masyarakat yang meliputi:
1. Pembelajaran berorientasi pada masyarakat, dengan
kegiatan belajar bersumber pada buku teks
2. Disiplin kelas berdasarkan tanggungjawab bersama bukan
berdasarkan paksaan atau kebebasan.
3. Metode mengajar terutama dititikberatkan pada
pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan
perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok.
4. Bentuk hubungan atau kerjasama sekolah dan
masyarakat adalah mempelajari sumber-sumber terkait
aspek masyarakat dan menggunakannya untuk
memperbaiki masyarakat.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 96
5. Strategi pembelajaran meliputi karyawisata, survei
masyarakat, berkemah, kerja lapangan, pengabdian
masyarakat, kuliah kerja nyata, proyek perbaikan
masyarakat dan sekolah pusat masyarakat dengan
menggunakan manusia sebagai nara sumber.
Agar penjabaran dan penyesuaian dengan tuntutan
kewilayahan tidak meluas dan melebar, maka ada beberapa
kriteria materi yang perlu diajarkan, yaitu (1) valid, artinya
materi tersebut telah teruji kebenaran dan kesahihannya; (2)
memiliki tingkat kepentingan tinggi, artinya benar-benar
diperlukan oleh siswa; (3) bermanfaat, baik secara akademik
maupun non akademik untuk pengembangan kecakapan
hidup (life skill) dan kemandirian; (4) layak dipelajari, dengan
bahan ajar yang layak dan sesuai dengan tuntutan kondisi
masyarakat sekitar; (5) menarik minat,
menumbuhkembangkan rasa ingin tahu dan dapat memotivasi
siswa untuk mempelajari lebih lanjut; (6) alokasi waktu
terkait dengan keleluasan dan kedalaman materi logis; serta
(7) memiliki sarana dan sumber belajar (media atau alat
peraga) yang mendukung dan memberikan kemudahan
terjadinya proses pembelajaran.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat
Berdasarkan komponen-komponen kurikulum berbasis
masyarakat, maka langkah-langkah pengembangan
kurikulum ini terdiri atas:
1. Penentuan tujuan pendidikan berdasarkan filsafat dan
psikologi pendidikan juga berdasarkan spesifikasi
kebutuhan masyarakat dan kebutuhan siswa.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 97
2. Analisis kebutuhan masyarakat sekitar, siswa dan
mata ajar.
3. Spesifikasi tujuan kurikulum baik tujuan umum
maupun tujuan khusus.
4. Pengorganisasian dan implementasi kurikulum dan
struktur program.
5. Spesifikasi kompetensi, indicator dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
6. Seleksi strategi pembelajaran meliputi kegiatan,
model, dan metode pembelajaran yang akan
digunakan.
7. Seleksi awal teknik evaluasi.
8. Seleksi akhir teknik evaluasi.
9. Implementasi strategi pembelajaran secara aktual.
10. Evaluasi pengajaran untuk menilai keberhasilan
siswa dan efektivitas pembelajaran dan perbaikan
evaluasi.
11. Evaluasi program kurikulum
3. Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Ada kecenderungan bahwa selama ini pengalaman belajar siswa
diperoleh melalui kegiatan belajar yang terpisah-pisah antara
satu bidang studi dengan bidang studi yang lain. Biologi -
Bahasa Indonesia – Kimia – Matematika diajarkan dalam
ranahnya ilmunya masing-masing Pembelajaran yang
memisahkan penyajian mata-mata pelajaran semacam ini akan
mengakibatkan kesulitan belajar siswa karena pengalaman
belajar siswa menjadi bersifat artifisial. Padahal teori Gestalt
(Hergenhahn, 2009) percaya bahwa pengetahuan yang dipelajari
siswa dimulai dari keseluruhan baru kemudian menuju bagian-
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 98
bagian. Dengan kata lain siswa melihat dirinya sebagai pusat
lingkungan yang merupakan keseluruhan yang belum jelas
unsur-unsurnya dengan pemaknaan secara holistik yang
berangkat dari sesuatu yang bersifat konkrit. Sukmadinata
(2009) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Oleh
karena itu guru harus mampu memilih model pembelajaran
yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik siswa dan
tuntutan kurikulum.
Kurikulum terpadu diperkenalkan oleh Robin Fogarty dalam
bukunya yang berjudul “How To Integrate the Curricula”.
Kurikulum terpadu merupakan kurikulum yang
memungkinkan siswa baik secara individual maupun klasikal
aktif menggali dan menemukan konsep dan prinsip secara
holistik bermakna dan otentik (Fogarty, 2009). Melalui
pertimbangan itu, maka terdapat banyak pandangan dan
pendapat tentang pembelajaran terpadu, tapi semuanya
menekankan pada cara menyampaikan pelajaran yang
bermakna dengan melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu diharapkan siswa
memperoleh pengetahuan secara menyeluruh dengan cara
mengaitkan satu pelajaran dengan pelajaran lain.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 99
Gambar 4.1 Model Kurikulum Terpadu (Fogarty,2009)
Pengertian
Konsep keterpaduan pada hakekatnya menunjuk pada
keseluruhan, kesatuan, kebulatan, kelengkapan, kompleks,
yang ditandai oleh interaksi dan interpendensi antara
komponen-komponennya.
Ini berarti organisasi kurikulum secara terpadu merupakan
suatu bentuk kurikulum yang meniadakan batas-batas antara
berbagai mata pelajaran menyajikan bahan pelajaran dalam
bentuk unit atau keseluruhan (integrated curriculum). Dengan
demikian, kurikulum terpadu mengintegrasikan komponen-
komponen mata pelajaran sehingga batas-batas mata pelajaran
tersebut sudah tidak nampak lagi, dikarenakan telah
dirumuskan dalam bentuk masalah atau unit.
Kurikulum yang dirancang berdasarkan sistem keterpaduan
mempertimbangkan komponen-komponen masukan, proses
dan produk secara seimbang. Pada komponen masukan,
kurikulum dititikberatkan pada mata pelajaran logis dan
sistematis agar siswa menguasai struktur pengetahuan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 100
tertentu. Pada komponen proses, kurikulum dititikberatkan
pada pembentukan konsp berfikir dan cara belajar yang
diarahkan kepada pengembangan peta kognitif. Pada komponen
produk, kurikulum dititikberatkan pada pembentukan tingkah
laku spesifik. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dalam
kurikulum secara terpadu, sehingga tujuan kurikulum terpadu
untuk mengembangkan kemampuan yang merupakan gejala
tingkah laku berkat pengalaman belajar.
Untuk mencapai perubahan-perubahan perilaku, sistem
keterpaduan dikembangkan berdasarkan prisip-prinsip sebagai
berikut: suasana lapangan (field setting) yang memungkinkan
siswa menampilkan kemampuannya di dalam kelas,
pengembangan diri sendiri (self development), pengembangan
potensi yang dimiliki masing-masing individu (self actualization),
proses belajar secara kelompok (social learning), pengulangan
dan penguatan (reinforcement), pemecahan masalah-masalah
(heuristik learning), dan sikap percaya diri (self confidence)
(Fogarty, 2009).
Komponen-Komponen Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Kurikulum Berbasis Keterpaduan meliputi berbagai komponen
yang saling berkaitan. Sub sistem masukan terdiri atas
komponen siswa, subsistem proses terdiri atas komponen
metode, materi dan masyarakat, sub sistem produk yakni
lulusan yang dikaitkan dengan komponen evaluasi dan umpan
balik. Masing-masing komponen saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Komponen lulusan adalah produk sistem kurikulum yang
memenuhi harapan kuantitas yakni jumlah lulusan sesuai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 101
dengan kebutuhan dan harapan kualitas yakni mutu lulusan
ditinjau dari segi tujuan instrinsik dan tujuan ekstrinsik.
Tujuan instrinsik berorientasi pada dihasilkannya lulusan
menjadi insan-insan terdidik, berbudaya dan
berahlakulkarimah. Tujuan ekstrinsik, berorientasi pada
terpenuhinya kompetensi lulusan sesuai tuntutan lapangan
pekerjaan.
Komponen metode terdiri dari program pembelajaran, metode
penyajian, bahan dan media pendidikan. Sedangkan komponen
materi terdiri dari fasilitas, sarana dan prasarana,
perlengkapan, dan biaya. Komponen ini disediakan dalam
jumlah dan kualitas yang memadai dan berfungsi sebagai unsur
penunjang proses pendidikan. Khusus media pendidikan adalah
bagaimana media tersebut menggunakan lingkungan sekolah
tempat belajar dan selalu memudahkan dan menyederhanakan
materi sehingga menyenangkan situasi belajar siswa.
Komponen evaluasi dilaksanakan untuk menilai keberhasilan
proses kurikulum dan ketercapaian tujuan kurikulum. Evaluasi
dilaksanakan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi
summatif. Hasil evaluasi memberikan informasi untuk
membuat keputusan tentang tingkat produktivitas kurikulum
dan derajat performansi yang dicapai oleh siswa. Komponen
balikan berguna untuk memberikan informasi dalam rangka
umpan balik demi perbaikan sistem kurikulum. Sumber
informasi diperoleh dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan
sekolah dan lembaga tempat para lulusan bekerja. Komponen
masyarakat merupakan masukan eksternal dalam bidang sosial
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 102
dan budaya, yang berfungsi sebagai faktor penunjang dan turut
mewarnai pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
Karakteristik Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Ciri-ciri bentuk organisasi kurikulum terpadu (Integrated
Curriculum) diantaranya adalah: (a) berbasis psikologi belajar
Gestalt dan field theory (b) berdasarkan landasan sosiologis dan
sosiokultural, (c) berdasarkan kebutuhan, minat dan tingkat
perkembangan pertumbuhan peserta didik, (d) ditunjang oleh
semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada, (e) sistem
penyampaiannya dengan menggunakan sistem pengajaran unit
yakni unit pengalaman dan unit mata pelajaran dan (f) peran
guru sama aktifnya dengan peran peserta didik, bahkan peran
siswa lebih menonjol dan guru cenderung berperan sebagai
pembimbing atau fasilitator.
Keunggulan atau manfaat kurikulum terpadu di antaranya,
adalah: (a) segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian
erat, (b) kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat
modern tentang belajar, (c) memungkinkan hubungan yang erat
kaitannya antara sekolah dengan masyarakat, (d) sesuai dengan
faham domakratis, (e) mudah disesuaikan dengan
minat,kesanggupan, dan kematangan pesera didik.
Untuk melaksanakan bentuk organisasi kurikulum terpadu,
Fogarty (2009), memperkenalkan sepuluh model pembelajaran
terpadu yang dikelompokan menjadi tiga tipe, ketiga tipe
tersebut adalah: Pertama, tipe pembelajaran terpadu dalam satu
disiplin ilmu yakni fragmented, connected dan nested. Kedua,
tipe pembelajaran terpadu antar disiplin ilmu yakni squenced,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 103
shared, webbed, threaded dan integrated. Ketiga, tipe
pembelajaran terpadu yang mengutamakan keterpaduan faktor
peserta didiknya yakni immersed dan networked. Kurikulum
terpadu yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah
model connected, webbed, dan integrated. Kurikulum ini
dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di tingkat dasar, terutama dalam rangka
mengimbangi gejala penjejalan kurikulum yang sering terjadi
dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah.
1. Model Connected
Model connected atau model keterhubungan pada
prinsipnya mengupayakan adanya keterkaitan antara konsep,
keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada
penerapan model ini siswa dilatih untuk melihat suatu fakta
dari satu sudut pandang saja, karena pada model ini
keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi.
Gambar 4.2 Model Connected
Model connected mengupayakan adanya hubungan antara
satu topik dengan topik yang lain, antara satu konsep dengan
konsep yang lain, antara satu skill dengan skill lain yang
relevan, atau antara tugas satu dengan tugas yang lain dalam
suatu bidang studi. Melalui cara saling menghubungkan antara
satu hal dengan hal yang lain ini, diharapkan siswa dapat
memandang satu bidang studi dengan wawasan yang lebih luas.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 104
Meskipun demikian, karena model connected hanya diterapkan
dalam sutu bidang studi saja, maka kelemahan model ini adalah
tidak mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap
keterkaitan antar bidang studi.
Contoh Penerapan Model Connected
Contoh connected bisa dilihat pada pembelajaran materi Ilmu
Kimia, di mana dalam menjelaskan materi Ikatan Kimia guru
menghubungkannya dengan konfigurasi elektron dan system
periodik unsur. Tugas-tugas yang dibuat guru untuk materi
Konfigurasi elektron dan SPU sudah dipersiapkan untuk
mempelajari materi Ikatan Kimia yang akan dipelajari
kemudian.
2. Model Webbed
Model webbed atau model jaring laba-laba merupakan
model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai
dasar pembelajaran. Model webbed memadukan multi disiplin
ilmu atau berbagai mata pelajaran yang diikat oleh satu tema
(Fogarty, 2009). Webbed diterapkan dengan menggunakan
pendekatan tematik yang dimulai dengan tema pokok kemudian
dikembangkan menjadi sub-sub tema dengan memperhatikan
kaitannya dengan bidang-bidang studi terkait. Tema pokok
digunakan sebagai tema yang mendasari semua mata pelajaran
terkait yang berbeda satu sama lain. Setelah tema telah
disepakati maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema
dengan memperhatikan kaitannya dengan matapelajaran yang
lain. Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang
harus dilakukan siswa.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 105
Gambar 4.3 Hubungan antara tema dan mata pelajaran dalam model
Webbed
Model Webbed memiliki karakteristik khusus yaitu (1)
Berpusat pada siswa. Pendekatan ini lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru
lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu dengan
memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk
melakuakan aktivitas belajar. (2) Memberi pengalaman
langsung, di mana dengan pengalaman langsung, siswa
dihadapkan pada sesuatu yang nyata/konkrit sebagai dasar
untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. (3) Pemisahan
mata pelajaran yang tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran
diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa. (4) Menyajikan konsep dari
berbagai mata pelajaran. (5) Menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
Dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep
tersebut secara utuh untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari. (6) Bersifat
Fleksibel. Guru dapat mengkaitkan bahan ajar dari satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lain, bahkan mengkaitkan
mata pelajaran dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan sekolah dimana mereka berada.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 106
Penerapan model webbed memiliki beberapa kelebihan,
sepeti misalnya penyeleksian tema sesuai dengan minat akan
memotivasi anak untuk belajar, mudah dilakukan oleh guru
yang belum berpenga-laman, memudahkan perencanaan kerja
tim untuk mengembangkan tema kesemua bidang isi pelajaran,
pendekatan tematik dapat memotivasi siswa, memberikan
kemudahan bagi anak didik dalam kegiatan-kegiatan dan ide-
ide berbeda yang terkait.
Adapun kelemahan model webbed yaitu sulit dalam
menyeleksi tema yang beragam, cenderung untuk merumuskan
tema yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa.
Selain itu dalam pembelajaran guru lebih memusatkan
perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep. Oleh
karena itu penerapan model webbed memerlukan
keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi
pelajaran. Penerapan pembelajaran terpadu model webbed yang
menggunakan pendekatan tematik di sekolah dasar akan sangat
membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan
siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan
(holistik).
Langkah untuk membuat rancangan pembelajaran
terpadu dengan model webbed yaitu:
1. Mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator
setiap bidang pengembangan untuk masing-masing
kelompok usia.
2. Mengidentifikasi tema dan subtema dan memetakannya
dalam jaring tema.
3. Mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang
pengembangan melalui tema dan subtema.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 107
4. Menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan
dengan menga-cu pada indikator yang akan dicapai dan
subtema yang dipilih.
5. Menyusun Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana
Kegiatan Harian.
Contoh Penerapan Model Webbed
Contoh penerapan model webbed dimulai dengan menentukan
tema, misalnya tema “Sungai Bersih”. Dari tema ini
dikembangkan dan dipadukan menjadi sub-sub tema yang ada
pada beberapa mata pelajaran, misalnya mata pelajaran IPA,
IPS, Matematika, PKn dan Bahasa Indonesia. Pembahasan
tentang sungai, ciri-ciri sungai yang bersih, perbedaan sungai
bersih dan tercemar, kehidupan dan kebiasaan masyarakat
yang hidup di sekitar sungai, menghitung luas dan volume air
sungai, baik sungai yang masih bersih maupun sungai yang
dipenuhi sampah untuk menentukan pengaruh sampah
terhadap debit air sungai, mengidentifikasi dan
mengembangkan karakter positif siswa dalam menjaga
kebersihan dan kelestarian sungai, merupakan sub tema pada
masing-masing mata pelajaran yang dapat dipadukan sehingga
mendukung tema yang sudah ditetapkan.
3. Model Immersed
Immersed dapat diartikan sebagai tercelup atau terbenam.
Pembelajaran terpadu model immersed dirancang agar setiap
individu dapat memadukan semua data dari beberapa bidang
ilmu untuk menghasilkan pemikiran yang sesuai bidang
minatnya. Pembelajaran immersed ini memerlukan kemampuan
berpikir tingkat tinggi, di mana siswa diharapkan mampu
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 108
menyaring sendiri seluruh konsep yang dipelajari menurut
sudut pandang mereka sendiri, kemudian meleburkan atau
membenamkan diri mereka dalam pengalaman melalui kegiatan
yang dijalaninya. Pembelajaran ini tidak lagi berfokus pada mata
pelajaran, tetapi berfokus pada para siswa sebagai individu-
individu yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang
berbeda-beda serta sebagai individu yang membentuk jaringan
kerja sama.
Gambar 4.4 Ilustrasi Model Immersed
Pembelajaran terpadu model Immersed memiliki kelebihan
sebagai berikut:
a. Dampak positif dari membenamkan ide-ide dari beberapa
bidang studi adalah siswa dapat memadukan semua data
dari setiap bidang ilmu dan menghasilkan pemikiran sesuai
dengan minatnya.
b. Siswa mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus
menerus sehingga terjadi proses internalisasi.
c. Membenamkan ide-ide beberapa bidang studi
memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi,
memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus
menerus sehingga memudahkan terjadinya proses transfer
ide-ide bidang studi tersebut.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 109
Adapun beberapa kelemahan yang mungkin dijumpai pada
pembelajaran terpadu tipe immersed diantaranya adalah:
a. Penyaringan semua gagasan melalui cara pandang tunggal
yang sempit dapat menimbulkan terlalu prematur atau
terlalu tajamnya sebuah fokus.
b. Agar dimensi sudut pandang siswa menjadi lebih dalam,
diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang luas.
Keadaan ini tentu cukup sulit dipenuhi oleh siswa pada
jenjang pendidikan dasar.
c. Model pembelajaran terpadu tipe immersed, menekankan
pada penggabungan pengetahuan pada beberapa bidang
studi berbeda untuk membahas suatu masalah khusus.
Keadaan ini berpotensi untuk mempersempit cakupan
pemikiran siswa terhadap bidang-bidang studi tertentu.
d. Pada jenjang pendidikan dasar, keluasan wawasan
pemikiran siswa merupakan hal semestinya ditekankan,
tidak perlu terburu-buru untuk mengkhususkannya.
Contoh Penerapan Model Immersed
Pembelajaran menggunakan model immersed dapat dilakukan
dengan cara menggali tema yang tidak terlalu luas, namun
dapat digunakan dengan mudah untuk memadukan beberapa
mata pelajaran. Misalkan seorang anak memiliki minat besar
terhadap cara kerja kapal, maka tema yang dapat dibuat adalah
tentang: “Mempelajari cara kerja Kapal Motor untuk Menyusuri
Sungai Martapura”. Langkah pembelajaran terpadu dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan jenis mata pelajaran yang dipadukan: misalkan
yang sesuai untuk tema tersebut mata pelajaran yang cocok
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 110
adalah adalah pelajaran Geografi, Fisika, Matematika, dan
Bahasa Inggris.
b. Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi
dasar dan indikator. Langkah ini akan mengarahkan guru
untuk menentukan sub-keterampilan dari masing-masing
keterampilan dalam satu unit pelajaran.
c. Menentukan sub-keterampilan yang dipadukan. Secara
umum, keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai
meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan
sosial (social skill), dan keterampilan mengorganisasi
(organizing skill) yang masing-masing terdiri atas sub-sub
keterampilan.
d. Berdasarkan kompetensi dasar dan sub-keterampilan yang
telah dipilih, dirumuskan sejumlah indikator.
e. Menentukan langkah-langkah pembelajaran. Langkah ini
diperlukan sebagai strategi guru untuk memadukan setiap
sub-keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah
pembelajaran.
4. Model Networked
Tidak seperti model-model sebelumnya, pada
model networked (jaringan), siswa mengarahkan proses
integrasi melalui ruang pemilihan jaringan yang mereka
butuhkan. Hanya pembelajar sendiri yang mengetahui seluk-
beluk dan dimensi bidang mereka serta dapat menargetkan
sumber daya yang diperlukan. Model ini, seperti model yang
lain, berkembang dan tumbuh sebagai kebutuhan tambahan
yang dapat mendorong peserta didik ke arah yang baru.
Model networked merupakan suatu model kurikulum
terpadu yang mengandalkan kemungkinan pengubahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 111
konsep, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk
keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan
dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda – beda.
Belajar disikapi sebagi proses yang berlangsung secara terus –
menerus karena adanya hubungan timbal balik antara
pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa.
Pada model networked terjadi kerjasama antara siswa
dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau
lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya
atau yang diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung
mencari tahu dari berbagai sumber. Sumber dapat berupa buku
bacaan, internet, saluran radio, TV, atau teman, kakak,
orangtua atau guru yang dianggap ahli olehnya. Siswa
memperluas wawasan belajarnya sendiri artinya siswa
termotivasi belajar karena rasa ingin tahunya yang besar dalam
dirinya.
Gambar 4.5 Ilustrasi Model Networked
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 112
Penerapan model ini dalam pembelajaran akan
memberikan bekal kepada siswa untuk mampu memfilter
(memilih) seluruh kegiatan belajar melalui kacamata keahlian
dan kemampuan membuat hubungan internal dan mampu
memandu ke jaringan kerja eksternal dari para ahli di lapangan
atau bidang-bidang terkait. Sebagai contoh yaitu seorang arsitek
ketika mengadaptasi sebuah program ia bekerja sama dengan
ahli teknik pemrograman, dan ahli interior desain. Ia bekerja
secara lintas bidang dan bekerjasama dengan keahlian pelajar
lain untuk memperoleh keterampilan yang sempurna. Seorang
peserta didik membuat jaringan dengan orang lain baik dalam
bidang yang mereka tekuni maupun di luar bidang tersebut dan
mereka menghubungkan ide-ide baru ke dalam ide-ide lama
secara kontinu atau terus-menerus. Peserta didik menyaring
semua yang mereka pelajari melalui kajian para ahli dan
membuat koneksi internal yang mengarah ke jaringan eksternal
ahli di bidang terkait.
Implementasi model networked bertujuan untuk
memperluas cakrawala para pelajar atau memberikan perspektif
yang diperlukan. Sebagai jaringan berkembang, koneksi atau
suatu hubungan terkadang muncul secara kebetulan di
sepanjang proses pembelajaran. Seringkali, tanpa sengaja hal
ini mendorong peserta didik menemukan kedalaman
pengetahuan baru di suatu bidang atau sebenarnya mengarah
kepenciptaan bidang yang lebih khusus. Salah satu contoh,
bidang genetika telah mengembangkan sebuah penemuan baru
yang dikenal sebagai rekayasa genetik. Ini berlangsung dari
lapangan yang merupakan hasil dari pengembangan model
jaringan seorang pelajar yang berbakat dengan pelajar lainnya
yang mendalami keahliannya tersebut.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 113
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Terpadu Tipe
Networked
Langkah-langkah pengembangan model networked adalah
sebagai berikut.
1. Analisis perkembangan anak. Tentukan konten kurikulum
berdasarkan perkembangan anak dengan membuat standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan hasil belajar.
Buat rancangan kegiatan mingguan (RKM). Tentukan tema
dan subtemanya, kaitkan dengan aspek-aspek
perkembangan anak. Kemudian tentukan indikator yang
akan dikembangkan disetiap aspek kemampuan.
2. Desain model networked, lalu masukkan minat-minat anak
sesuai dengan aspek perkembangan anak. Hasil dari
rancangan model networked dimasukkan dalam Rancangan
Kegiatan Harian dengan berpijak pada tema dan subtema.
3. Tentukan media, fasilitas, strategi, pendekatan maupun
metode langkah- langkah kegiatan dalam pelaksanaan
(pembukaan, kegiatan inti, dan penutup). Langkah evaluasi
terhadap kegiatan tersebut dengan menggunakan RKH yang
telah dibuat.
Kelebihan dari model networked ini sangat beragam.
1. Model pembelajaran ini sangat pro-aktif dan alami, dengan
model ini peserta didik memulai pencarian dan mengikuti
jalan yang baru dia temukan dengan kemampuanya sendiri.
Peserta didik dirangsang dengan informasi yang relevan,
keterampilan, atau konsep yang diberikan di sepanjang
proses pembelajaran.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 114
2. Nilai tambahan dari model ini bagaimanapun tidak bisa
dipaksakan pada peserta didik melainkan harus muncul
dari dalam diri masing-masing peserta didik.
3. Pada model networked ini peserta didik terstimulasi oleh
informasi, ketrampilan atau konsep-konsep baru.
Kelemahan model networked adalah motivasi anak akan
berubah sehingga kedalaman materi pelajaran menjadi dangkal
secara tidak sengaja karena mendapat hambatan dalam
mencari sumber.
Contoh Penerapan Model Networked
Seorang anak yang tertarik dengan keunikan rumah lanting
yang berada di daerah pinggiran sungai, memiliki minat yang
besar terhadap kehidupan penghuni rumah lanting tersebut.
Minat itu membuat dia senang bertanya-tanya tentang
kehidupan rumah lanting, melihat-lihat daerah sekitar rumah
lanting, serta membaca buku-buku yag berkaitan dengan hal
tersebut. Sadar dengan ketertarikan anaknya, keluarganya
kemudian mengajak anak tersebut mengunjungi rumah lanting
untuk merasakan langsung kehidupan di rumah lanting serta
menggali pengalaman penghuni rumah lanting tersebut.
Dengan ditemani keluarganya, anak tersebut kemudian
menjumpai para pakar di sejumlah bidang seperti arsitek, ahli
lingkungan, petugas kebersihan, dan petugas kesehatan untuk
mencari informasi tentang rumah lanting agar dapat membuat
disain rumah lanting yang lebih baik. Jaringan yang dimiliki
peserta didik ini sudah mulai terbentuk. Ketertarikan secara
alami yang dimilikinya telah menyebabkan dia belajar dari orang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 115
RANGKUMAN
lain di bidang yang menawarkan berbagai tingkat pengetahuan
dan wawasan yang memperluas jangkauan belajarnya.
Gambar 4.6 Rumah Lanting
Sebagai jaringan yang berkembang, koneksi atau suatu
hubungan terkadang muncul secara kebetulan di sepanjang
proses pembelajaran. Seringkali, tanpa sengaja hal ini
mendorong peserta didik menemukan kedalaman pengetahuan
baru di suatu bidang atau sebenarnya mengarah ke penciptaan
bidang yang lebih khusus. Contoh penerapan model networked
pada siswa SMA yang bermaksud memperlihatkan jalannya
sinar pada lensa serta menyelesaikan persoalannya
menggunakan program power point dan flash. Pelajar tersebut
harus mendalami serta menguasai materi yang ia senangi
misalnya fisika mengenai lensa tapi juga harus mencari
tambahan informasi lain yang mendukung tercapainya tujuan
tersebut dari para ahli computer dan matematika.
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 4 modul ini!
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 116
EVALUASI
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat.
1. Suatu gagasan atau ide dikatakan inovatif jika….
a. Jauh berbeda dari gagasan sebelumnya yang pernah ada
b. Jauh berbeda dengan pengalaman sebelumnya dengan si
penerima inovasi
c. Terlihat rumit, semakin rumit semakin inovatif
d. Dapat diujicoba dalam setting sesungguhnya
2. Penggunaan media teknologi informasi merupakan bentuk
inovasi yang mudah diterima masyarakat karena…
a. Masyarakat sudah pernah memiliki pengalaman
sebelumnya yang berhubungan dengan teknologi
b. Diiklankan secara luas di media massa
c. Memberikan keuntungan relative yang jelas bagi
penggunanya
d. Penggunanya merasa modern jika menggunakan teknologi
informasi
3. Di bawah ini merupakan alasan ditolaknya inovasi kurikulum,
kecuali….
a. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses
penyusunan hingga pelaksanaan inovasi tersebut.
b. Inovasi yang ditawarkan tidak berbasis proyek
c. Tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan
d. Guru sudah merasa puas dengan kurikulum yang berlaku
saat ini
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 117
4. Ciri khas Kurikulum berbasis Kompetensi adalah, kecuali….
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi baik secara
individual maupun klasikal.
b. Berorientasi pada proses pembelajaran dan perkembangan
individual siswa.
c. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber
belajar lain yang memenuhi unsur edukatif.
d. Kompetensi merupakan sebagai standar minimal atau
kemampuan dasar.
5. Karakteristik Kurikulum Berbasis Masyarakat, kecuali….
a. Pembelajaran berorientasi pada masyarakat, dengan
kegiatan belajar bersumber pada buku teks
b. Disiplin kelas berdasarkan tanggungjawab bersama bukan
berdasarkan paksaan atau kebebasan.
c. Metode mengajar dititikberatkan pada pemecahan
masalah
d. Keberhasilan belajar siswa dinilai oleh masyarakat
6. Manakah pernyataan yang benar tentang Model Kurikulum
berbasis Keterpaduan?
a. Kurikulum yang memadukan sub kompetensi beberapa
mata pelajaran untuk mempelajari suatu konsep.
b. Kurikulum terpadu dilakukan untuk mengintegrasikan
beberapa mata pelajaran dalam mempelajari suatu tema
atau konsep.
c. Kurikulum terpadu selalu digunakan untuk memadukan
banyak mata pelajaran, tidak bias hanya satu mata
pelajaran saja.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 118
d. Penerapan model webbed dapat membuat motivasi siswa
akan berubah sehingga materi pelajaran menjadi dangkal
karena mendapat hambatan dalam mencari sumber.
7. Manakah yang merupakan contoh penerapan model
pembelajaran terpadu tipe webbed?
a. Siswa belajar pelajaran olah raga, matematika dan biologi
dengan tema”Tubuh yang sehat”.
b. Siswa belajar tentang air sejak SD sampai perguruan tinggi
dari pembahasan yang sederhana hingga semakin komleks
c. Siswa menyelidiki tentang tejadinya musibah banjir di
suatu daerah dengan melibatkan petugas kesehatan,
lingkungan hidup, dan meteorology dan geofisika.
d. Sekelompok guru SMA menyusun ulang urutan materi
pelajaran dalam rumpun IPA (Fisika, Biologi, Kimia) agar
penjelasannya dapat menunjang satu sama lain.
8. Manakah yang merupakan contoh penerapan model
pembelajaran terpadu tipe immersed?
a. Siswa belajar tentang air sejak SD sampai perguruan tinggi
dengan pembahasan yang semakin mendalam.
b. Siswa belajar pelajaran olah raga, matematika dan biologi
dengan tema”Tubuh yang sehat”.
c. Siswa belajar tentang cara kerja kapal selam dengan
mengaitkan beberapa konsep dalam mata pelajaran Fisika,
Matematika, dan Biologi serta memadukan keterampilan
berpikir kritis, keterampilan sosial, dan keterampilan
mengorganisasi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 119
UMPAN BALIK
EVALUASI
KUNCI JAWABAN EVALUASI
d. Sekelompok guru SMA menyusun ulang urutan materi
pelajaran dalam rumpun IPA (Fisika, Biologi, Kimia) agar
penjelasannya dapat menunjang satu sama lain
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. D
2. C
3. B
4. B
5. D
6. C
7. A
8. D
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 120
TINDAK LANJUT
DAFTAR PUSTAKA
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
Setelah anda membaca modul ini, diskusikan dengan teman anda
beberapa kegiatan latihan di bawah ini untuk memperdalam
pemahaman materi yang telah dipelajari!
1. Coba diskusikan dengan teman anda, pengertian, tujuan dan
manfaat dari Kurikulum Berbasis Keterpaduan bagi
pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
2. Buatkan rencana pembelajaran dengan tema pencemaran air.
Pilih salah satu tipe model pembelajara terpadu yang sudah
anda pelajari sebagai model untui materi tersebut.
Day, C.P., Whitaker, and D. Wren. (1987). Appraisal and
Professional Development in the Primary Schools. Philadelphia : Open University Press.
Eberlee, W. M. (2011). "Teacher Self-Efficacy and Student Achievement as Measured by North Carolina Reading and Math
End-Of-GradeTests.". Electronic dissertation. Accessed in http://dc.etsu.edu/cgi/viewcontent.
cgi?article=2433&context=etd
Fogarty, R. (2009). How To Integrate the Curricula 3rd Edition.
California: Corwin A Sage Company.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 121
Hamalik, O. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hergenhahn, B. R. and Olson, M.H. (2009). Theories of Learning (Teori Belajar). Dialihbahasakan oleh Tri Wibowo. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom Taxonomy: An
overview. Theory into Practice. 41(4). 212-218.
Maguire, K. (2011). The Role of Teacher Efficacy in Student Academic
Achievement in Mathematics. ProQuest LLC, Ed.D. Dissertation, Walden University.
McAshan,H.(1979). Competency-based education and Behavior objectives. Englewood Cliffs, New Jersey: Educational
Technology Publishing,Inc.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
Munro. R.G. (1987) Innovation Success or Failure?. Bristol: J.W.
Sanjaya,W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kharisma Putra Utama.
Sukmadinata, N. S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tyler, R. W. (1981). Curriculum Development Since 1900.
Educational Leadership. The Association for Supervision and Curriculum Development. 599-601.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 182
BAB V
INOVASI PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Bab ini berisi pembahasan tentang pentingnya inovasi
pembelajaran, strategi pembelajaran inovatif, dan building blocks
untuk lingkungan pembelajaran inovatif.
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. menjelaskan pentingnya inovasi dalam pembelajaran;
2. merancang pembelajaran yang inovatif berdasarkan strategi-
strategi pembelajaran yang telah dijelaskan; serta
3. menjelaskan building blocks untuk lingkungan pembelajaran
inovatif.
5.1 Inovasi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan inti dari pendidikan. Perwujudan
pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari hasil belajar peserta
didik, namun proses pembelajaran juga menjadi bagian penting
untuk menjadikan generasi yang kreatif dan kompetitif.
PP No. 19 tahun 2005 pasal 19 ayat (1) menyatakan: proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Ayat (2) menyatakan: setiap satuan pendidikan
melakukan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 183
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Kualitas pembelajaran yang baik menghendaki seluruh
komponen pembelajaran terintegrasi dalam suatu sistem, serta
adanya perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada
guru menjadi berpusat pada siswa. Pencarian pendekatan atau
strategi baru yang tepat dalam pembelajaran menghasilkan
berbagai macam inovasi dalam pembelajaran. Inovasi dalam
pembelajaran memiliki tujuan umum yaitu terwujudnya suatu
proses pembelajaran yang berkualitas sehingga dapat
meningkatkan kompetensi, kemampuan, keterampilan, serta daya
saing lulusan. Inovasi pembelajaran dapat digambarkan melalui
pembelajaran dengan menerapkan strategi-strategi tertentu dalam
pembelajaran. Berkut dijelaskan beberapa strategi pembelajaran
yang dapat diadopsi atau diadaptasi dan dimodifikasi sesyai dengan
lingkungan belajar peserta didik
5.2 Strategi Pembelajaran Inovatif
5.2.1 Strategi Pembelajaran
Strategi dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu untuk
digunakan, kerena dapat mempermudah proses pembelajaran yang
berlangsung, sehingga mencapai hasil yang optimal. Berikut adalah
definsi strategi pembelajaran oleh para ahli yang disajikan
Burhanuddin (2012) dalam tulisannya tentang Pembelajaran
Inovatif:
1. suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien (Kemp, 1995)
2. setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan
fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan pembelajaran tententu (Kazma dalam Sanjaya, 2007)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 184
3. merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa startegi
pembelajaran dimaksud meliputi sifat, lingkup dan urutan
kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman
belajar kepada peserta didik (Gerlach dan Ely, 1980)
4. seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau
tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam
rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan
belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau
paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada
peseta didik (Dick dan Carey, 1990)
5. merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapau. Setiap
tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik
dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan (Cropper
dalam Wiryawan dan Noorhadi, 1990).
Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan
bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi
siswa, pengguna strategi pembelajaran dapat mempermudah
belajar (mempermudah dan mempercepat memaham isi
pembelajaran, karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk
mempermudah proses belajar siswa. Hubungan strategi
pembelajaran guru-siswa-hasil belajar dapat dilihat pada Gambar
5.1.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 185
Gambar 5.1 Hubungan strategi pembelajaran guru-siswa-hasil belajar (Wena, 2014)
5.3.2 Penerapan Strategi Pembelajaran
Keberhasilan guru dalam menerapkan suatu strategi
pembelajaran, sangat tergantung dari kemampuan guru dalam
menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan
pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber belajar, dan
karakteristik bidang studi. Hasil analisis tersebut selanjutnya dapat
menjadi acuan bagi guru dalam menentukan dan menerapkan
strategi pembelajaran.
1. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang berbeda-beda akan berimplikasi
pada adanya perbedaan strategi pembelajaran yang harus
diterapkan dalam pembelajaran. Menurut taksonomi Bloom,
secara teoretis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga kategori,
yaitu (1) tujuan pembelajaran ranah kognitif, (2) tujuan
pembelajaran ranah afektif, dan (3) tujuan pembelajaran ranah
psikomotorik. Pada kurikulum 2013, ketiga tujuan
pembelajaran tersebut disebut dengan istilah sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan ketiga tujuan
pembelajaran tersebut, maka jelas dalam penerapan suatu
strategi pembelajaran tidak dapat mengabaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Strategi Pembelajaran
Bagi guru
Bagi siswa
Peningkatan hasil belajar siswa
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 186
2. Karakteristik siswa
Karakteristik siswa amat kompleks dan berhubungan dengan
aspek-aspek yang melekat pada diri siswa, seperti motivasi,
bakat, minat, kemampuan awal, gaya belajar, kepribadian dan
sebagainya. Penerapan strategi pembelajaran tertentu tidak
akan bisa mencapai hasil belajar secara maksimal jika tidak
mempertimbangkan karakteristik siswa. Oleh karena itu,
seseorang guru hendaknya harus dapat memahami secara
benar karakteristik siswa yang mengikuti proses pembelajaran.
3. Kendala sumber/media belajar
Ketersediaan sumber/media belajar, baik berupa manusia
maupun nonmanusia (hardware dan software), sangat
mempengaruhi proses pembelajaran (Wina, 2014). Penyampaian
pembelajaran dalam kelas besar menuntut penggunaan jenis
media yang berbeda dari kelas kecil, demikian juga untuk
pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri. Mengingat
pentingnya keberadaan sumber belajar, maka setiap guru
sudah seharusnya memiliki kemampuan dalam
mengembangkan sumber belajar/media pembelajaran. Guna
membuat dan mengembangkan produk media pembelajaran,
maka dapat digunakan model pengembangan media
pembelajaran yang diajukan Sadiman (1990) seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 5.2.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 187
Gambar 5.2 Model Pengeembangan Media Pembelajaran (Sadiman, 1990)
4. Karakteristik/struktur bidang studi
Karakteristik/struktur bidang studi terkait dengan hubungan-
hubungan di antara bagian-bagian suatu bidang studi.
Karakteristik bidang studi mata pelajaran matematika tentu
berbeda dengan bidang studi kimia. Karakteristik mata
pelajaran kimia sama dengan IPA, yang meliputi objek kimia,
cara memperoleh, serta kegunaanya. Berdasarkan
Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, mata
pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik (siswa)
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa;
2. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet,
kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
Identifikasi
kebutuhan
Perumusan
tujuan
Perumusan butir-butir materi
Perumusan alat
pengukur
keberhasilan
Penulisan naskah
media
Tes/uji coba
Revisi
Naskah siap
produksi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 188
3. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah
melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik
melakukan pengujian hipotesis dengan merancang
percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis;
4. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat
bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat,
dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan
melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat;
dan
5. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta
saling keterkaitannya dan penerapannya untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
teknologi.
Perbedaan karakteristik/struktur antar bidang studi
menyebabkan dibutuhkannya strategi pembelajaran yang
berbeda pula, sehingga pemahaman seorang guru terhadap
karaktersitik/struktur bidang studi yang diajar sangat penting
dalam penetapan strategi pembelajaran yang digunakan.
5.3.3 Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah
Pada dasarnya tujuan akhir dari pembelajaran adalah
meghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat.
Kemampuan pemecahan masalah sangat benting artinya bagi siswa
dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa
kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu dapat
dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan
(Suharsono, 1991).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 189
Idealnya, aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada
upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan
juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat
untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan maslah-masalah
khhusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari.
Beragam strategi pemecahan masalah dapat digunakan dalam
pembelajaran, guna tercapainya tujuan dan agar siswa memiliki
pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi. Diantara strategi pembelajaran pemecahan masalah
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi pemecahan masalah Soslo
Soslo (dalam Wankat & Oreovocz, 1995) mengemukakan enam
tahap dalam pemecahan masalah. Berikut dijabarkan secara
umum kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran
menggunakan strategi pemecahan masalah Soslo (Wena, 2014):
Tabel 5.1 Kegiatan Guru dan Siswa dengan Strategi Pemecahan Masalah Soslo
No.
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Identifikasi
permasalahan (identification the
problem)
Memberi
permasalahan pada siswa
Memahami
permasalahan
Membimbing
siswa dalam melakukan identifikasi
permasalahan
Melakukan
identifikasi terhadap masalah yang
dihadapi
2 Representasi/penyajian
permaslahan (representation of
the problem)
Membantu siswa untuk
merumuskan dan memahami
masalah secara benar
Merumuskan dan pengenalan
permasalahan
3 Perencanaan pemecahan
masalah (planning the solution)
Membimbing siswa melakukan
perencanaan
Melakukan perencanaan
pemecahan masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 190
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
pemecahan masalah
4 Menerapkan/men
gim-plementasikan
perencanaan (execute the plan)
Membimbing
siswa menerapkan
perencanaan yang telah dibuat
Menerapkan
rencana pemecahan
masalah
5 Menilai perencanaan
(evaluate the plan)
Membimbing siswa dalam
melakukan penilaian
terhadap perencanaan
pemecahan masalah
Melakukan penilaian
terhadap perencanaan
pemecahan masalah
6 Menilai hasil pemecahan
(evaluate the solution)
Membimbing siswa melakukan
penilaian terhadap hasil
pemecahan masalah
Melakukan penilaian
terhadap hasil pemecahan
masalah
2. Strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz
Strategi pemecahan masalah Wankat dan Orevocz (1995) terdiri
dari tujuh tahapan. Secara operasional dan ringkas, kegiatan
guru dan siswa selama pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah Wankar dan Oreovocz dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 5.2 Kegiatan Guru dan Siswa dengan Strategi
Pemecahan Masalah Wankat dan Oreovocz
No.
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Saya
mampu/bisa (I can)
Membangkitkan
motivasi dan membangun keyakinan diri
siswa
Menumbuh-
kembangkan motivasi belajar dan keyakikan
diri dalam menyelesaikan
permasalahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 191
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
2 Mendefinisikan (define)
Membimbing membuat daftar
hal yang diketahui dan
tidak diketahui dalam suatu permasalahan
Menganalisis dan membuat
daftar hal yang diketahui dan
tidak diketahui dalam suatu permasalahan
3 Mengeksplorasi
(explore)
Merangsang siswa
untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan
membimbing untuk menganalisis
dimendi-dimensi permasalahan
yang dihadapi
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pada
guru, untuk melakukan
pengkajian lebih dalam terhadap permasalahan-
permasalahanyang dibahas
4 Merencanakan (plan)
Membimbing mengembangkan cara berpikir logis
siswa untuk menganalisis
masalah
Berlatih mengembangkan cara berpikir
logis untuk menganalisis
masalah yang dihadapi
5 Mengerjakan (do it)
Membimbing
siswa secara sistematis untuk memprediksi
jawaban yang mungkin untuk
memecahkan masalah yang
dihadapi
Mencari berbagai
alternatif pemecahan masalah
6 Mengoreksi
kembali (check)
Membimbing
siswa untuk mengecek kembali
jawaban yang dibuat
Mengecek
tingkat kebenaran
jawaban yang ada
7 Generalisasi
(generalize)
Membimbing
siswa untuk mengajukan pertanyaan:
Memilih/menent
ukan jawaban yang paling tepat
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 192
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
- Apa yang telah saya pelajari
dalam pokok bahasan ini?
- Bagaimanakah agar pemecahan
masalah yang dilakukan bisa
lebih efisien? - Jika
pemecahan masalah yang dilakukan
masih kurang benar, apa
yang harus saya lakukan?
Dalam hal ini dorong siswa untuk
melakukan umpan
balik/refleksi dan mengoreksi
kembali kesalahan yang mungkin ada
3. Strategi pemecahan masalah sistematis (systemmatic approach
to problem solving)
Pemecahan masalah sistematis secara umum terdiri dari empat
fase utama, yaitu (1) analisis soal, (2) perencanaan proses
penyelesaian soal, (3) operasi perhitungan, dan (3) pengecekan
jawaban serta interpretasi hasil.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 193
Penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis pada
dasarnya untuk membantu sswa dalam belajar memecahkan
masalah secara bertahap. Gagne dalam Wena (2014)
menyatakan bahwa cara terbaik yag dapat membantu siswa
dalam pemecahan masalah adalah memecahkan masalah
selangkah demi selangkah dengan menggunakan aturan
tertentu. Penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis
dalam menyelesaikan suatu masalah dilengkapi dengan Key
Relation Chart (KR Chart), yaitu lembaran yang berisi catatan
tentang persamaan, rumus, dan hukum dari materi yang
dipelajari.
Tahap-tahap pemecahan masalah dengan strategi pemecahan
masalah sistematis dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Operasional Tahap-Tahap Pemecahan Masalah
dengan Strategi Pemecahan Masalah Sistematis
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Analisis soal/masalah
Membimbing siswa secara
bertahap untuk melakukan
analisis soal
Membaca seluruh soal yang
diberikan secara seksama
Mentransformasi
soal ke bentuk skema yang menggambarkan
situasi soal
Menulis hal-hal yang ditanyakan
Memperkirakan
jawaban
2 Transformasi
soal
Membimbing
siswa melakukan
transformasi soal
Mengecek,
apakah soalnya sudah berbentuk
standar? Jika ya siswa
melanjutkan ke fase 3, jika tidak
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 194
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
siswa mengikuti langkah
selanjutnya
Menulis rumus/hubungan
antar variabel dari soal: - Menulis
hubungan antar variabel
yang bersumber dari
KR-chart - Mengecek
apakah
hubungan yang ditulis relevan
dengan soal yang sedang
dihadapi
Mengubah soal ke
bentuk standar: - Menulis rumus
yang berhubungan
dengan soal - Menyederhana
kan soal
dengan asumsi-asumsi atau
dengan meninjau soal
dari titik pandang yang berbeda
3 Operasi
perhitungan
Membimbing
siswa melakukan
operasi hitungan
Mensubstitusikan
data yang diketahui ke
dalam bentuk standar yang
telah diperoleh, kemudian
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 195
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
melakukan perhitungan
Mengecek apakah
tanda dan satuan sudah sesuai
4 Pengecekkan dan interpretasi
Membimbing siswa
melakukan pengecekan
terhadap hasil penyelesaian
soal
Mengecek jawaban dengan
cara membandingkan
dengan perkiraan jawaban yang
dibuat pada fase 1
Mengecek apakah jawaban sudah sesuai dengan
yang ditanyakan
Menelusuri kesalahan-
kesalahan apa yang telah dilakukan
4. Strategi pemecahan masalah IDEAL
Strategi pembelajaran pemecahan masalah IDEAL terdiri dari
lima tahap pembelajaran, yaitu identify the problem, define the
problem, explore solution, act on the strategy, lock back and
evaluate the effect. Secara operasional kegiatan proses
pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah IDEAL,
dapat dijelaskan seperti pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Operasional Tahap-Tahap Pemecahan Masalah dengan Strategi Pemecahan Masalah IDEAL
No. Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Identifikasi
masalah (identify the
problem)
Memberikan
permasalahan
Memahami
permasalahan secara umum
Membimbing
siswa memahami
Mencermati
aspek-aspek yang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 196
No. Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
aspek-aspek permasalahan
terkait dengan permasalahan
Membimbing
isiswa mengembangkan
/menganalisis permasalahan
Mengembangkan/
menganalisis permasalahan
Membimbing siswa mengkaji
hubungan antardata
Melakukan pengkajian
hubungan antar data
Membimbing
siswa dalam memetakan masalah
Melakukan
pemetaan permasalahan
Membimbing
siswa mengembangkan
hipotesis
Mengembangkan
hipotesis
2 Mendefinisikan masalah (define the problem)
Membimbing siswa melihat data/variabel
yang sudah diketahui
maupun belum diketahui
Mencermati data/variabel yang sudah
diketahui
Membimbing siswa mencari
dan menelusuri berbagai
informasi dari berbagai sumber
Mencari dan menelusuri
berbagai informasi dari
berbagai sumber
Membimbing
siswa melakukan penyaringan berbagai
informasi yang telah terkumpul
Melakukan
penyaringan berbagai informasi yang
telah terkumpul
Membimbing
siswa melakukan perumusan masalah
Merumuskan
masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 197
No. Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
3 Mencari solusi (explore
solution)
Membimbing siswa mencari
berbagai alternatif
Mencari berbagai alternatif
pemecahan masalah
Membimbing
siswa mengkaji setiap alternatid pemecahan
masalah dari berbagai sudut
pandang
Melakukan
pengkajian terhadap setiap alternatif
pemecahan masalah dari
berbagai sudut pandang
Membimbing siswa mengambil
keputusan untuk memilih
satu alternatif pemecahan
masalah yang paling tepat
Memutuskan memilih satu
alternatif pemecahan
masalah yang paling tepat
4 Melaksanakan strategi (act on
the strategy)
Membimbing siswa
melaksanakan pemecahan
masalah secara bertahap
Melakukan pemecahan
masalah secara bertahap
5 Mengkaji kembali dan
mengevaluasi pengaruhnya
(lock back and evaluate the
effect)
Membimbing siswa
melihat/mengoreksi kembali cara-
cara pemecahan masalah
Melihat/mengo-reksi kembali
cara-cara pemecahan
masalah
Membimbing
siswa melihat/mengka-ji pengaruh
strategi yang digunakan
dalam memecahkan
masalah
Melihat/mengkaji
pengaruh strategi yang digunakan dalam
memecahkan masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 198
5. Strategi belajar berbasis masalah
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran dengan strategi belajar berbasis masalah, dapat
dijabarkan seperti pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Strategi Berbasis Masalah
No.
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Menemukan
masalah
Memberikan
permasalhan yang diangkat
dari latar kehiduppan sehari0hari
siswa. Berikan masalah yang
bersifat tidak terdefinisikan
dengan jelas (illdefined)
Berusaha
menemukan permasalahan
dengan cara melakukan kajian dan analiss secara
cermat terhadap permasalahan
yang diberikan
Memberikan sedikit fakta di
seputar konteks permasalahan
Melakukan analisis terhadap
fakta sebagai dasar dalam
menemukan permasalahan
2 Mendefinisikan
masalah
Mendorong dan
membimbing siswa untuk menggunakan
kecerdasan intrapersonal
dan kemampuan awal (prior
knowledge) untuk
memahami masalah
Dengan
menggunakan kecerdasan intrapersonal dan
kemampuan awal (prior knowledge)
berusaha memahami
masalah
Membimbing siswa secara
bertahap untuk mendefinisikan
masalah
Berusaha mendefinisikan
permasalahan dengan
menggunakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 199
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
parameter yang jelas
3 Mengumpulkan
fakta
Membimbing
siswa untuk melakukan
pengumpulan fakta
Melakukan
pengumpulan fakta dengan
menggunakan pengalaman-pengalaman yang
suudah diperolehnya.
Membimbing
siswa melakukan pencarian informasi dnegan
berbagai cara/metode
Melakukan
pencarian informasi dengan berbagai cara
serta dengan menggunakan
kecerdasan majemuk yang
dimiliki
Membimbing siswa melakukan pengelolaan
informasi
Melakukan pengelolaan/pengatur-an informasi
(information management) yang
telah diperoleh, dengan
berpatokan pada: a. know, yaitu
informasi apa yang diketahui b. need to
know, yaitu informasi apa
yang dibutuhkan c. need to do,
apa yang akan dilakukan dengan
informasi yang ada
4 Menyusun hipotesis
(dugaan sementara)
Membimbing siswa untuk
menyusun jawaban/hipote-
Membuat hubungan-
hubungan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 200
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
sis (dugaan sementara)
terhadap permasalahan
yang dihadapi
antarberbagai fakta yang ada
Membimbing siswa untuk menggunakan
kecerdasan majemuk dalam
menyusun hipotesis
Menggunakan berbagai kecerdasan
majemuk untuk menyusun
hipotesis
Membimbing siswa untuk
menggunakan kecerdasan
interpersonal dalam
mengungkapkan pemikirannya
Menggunakan kecerdasan
interpersonal untuk
mengungkapkan pemikirannya
Membimbing siswa untuk
menyusun alternatif
jawaban sementara
Berusaha menyusun
beberapa jawaban sementara
5 Melakukan penyelidikan
Membimbing siswa untuk
melakukan penyeidikkan
terhadap informasi dan
data yang telah diperolehnya
Melakukan penyelidikan
terhadap data dan informasi yang
telah diperoleh
Dalam membimbing
siswa melakukan penyelidikan,
guru membuat struktur belajar
yang memungkinkan siswa dapat
Dalam melakukan penyelidikan
siswa menggunakan
kecerdasan majemuk yang
dimilikinya untuk memahami dan memberi makna
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 201
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
menggunakan berbagai cara
untuk mengetahui dam
memahami dunianya
data dan informasi yang
ada
6 Menyempurna-kan
permasalahan yang telah
didefinisikan
Membimbing siswa melakukan
penyempurnaan terrhadap
masalah yang didefinisikan
Melakukan penyempurnaan
masalah yang telah dirumuskan
7 Menyimpulkan alternatif
pemecahan masalaj secara
kolaboratif
Membimbing siswa untuk
menyimpulkan alternati
pemecahan masalah secara
koaboratif
Membuat kesimpulan
alternatif pemecahan
maslah secara kolaboratif
8 Melakukan pengujian hasil (solusi)
pemecahan masalah
Membibing siswa melakukan pengujian hasil
(sokusi) pemecahan
masalah
Melakukan pengujian hasil (solusi)
pemecahan masalah
Pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang bagi
siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk siswa (Gardner,
1999)
5.3.4 Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif, Pembelajaran
Berbasis Proyek dan Pembelajaran Kuantum
Bagi guru penting untuk menciptakan pembelajaran yang
efektif dan efisian. Terdapat tiga strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan
efisien, serta dapat meningkatkan kreativitas dan motivasi siswa.
Selain itu, tiga strategi pembelajaran yang akan dijabarkan berikut
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 202
ini juga dapat meningkatkan rasa senang dan keseriusan siswa
dalam mengikuti pembelajaran.
1. Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif
Strategi pembelajaran kreatif-produktif diasumsikan mampu
memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan,
sehingga siswa merasa tertantang dalam menyelesaikan tugas-
tugasnya (Wena, 2014).
Beberapa karakteristik yang membedakan strategi
pembelajaran kreatif-produktif dengan strategi pembelajaran
lainnya, antara lain:
a. Siswa terlibat secara intelektual dan emosional dalam
pembelajaran;
b. Siswa didorong untuk menemukan/mengkonstruksi sendiri
konsep yang sedang dikaji;
c. Siswa mendapatkan kesempatan untuk bertanggung jawab
terhadap penyelesaian tugas bersama; dan
d. Siswa menjadi bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias
serta percaya diri.
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran dengan strategi pembelajaran kreatif-produktif
dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan
Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif
No.
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Orientasi Mengkomunikasikan tujuan,
materi, waktu, langkah-langkah
pembelajaran, hasil yang diharapkan dan
penilaian
Menanggapi/mendiskusikan
langkah-langkah pembelajaran,
hasil yang diharapkan dan penilaian
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 20
3
No
.
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
2 Eksplorasi Fasilitator, motivator,
mengarahkan dan memberi
bimbingan belajar
Membaca, melakukan
observasi, wawancara,
melakukan percobaan, browsing lewat
internet, dan sebagainya
3 Interpretasi Membimbing,
fasilitator, mengarahkan
Analisis, diskusi,
tanya jawab, atau berupa percobaan
kembali
4 Re-kreasi Membimbing, mengarahkan, memberi
dorongan, menumbuhkemb
angkan daya cipta
Mengambil kesimpulan, menghasilkan
sesuatu/produk yang baru
5 Evaluasi Melakukan evaluasi,
memberi balikan
Mendiskusikan hasil evaluasi
2. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah strategi
pembelajaran yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar
kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD,
2001; Thomas, Mergendoller & Michhaelson, 1999); Moss, Van-
Duze, Carol, 1998). Pembelajaran berbasis proyek memiliki
karakteristik sebagai berikut (Buck Institute for Education,
1999):
a. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja;
b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan
sebelumnya;
c. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 204
d. Siswa bertanggungjawab untuk mendapatkan dan
mengelola informasi yang dikumpulkan;
e. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu;
f. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka
kerjakan;
g. Hasil akhir berupa produk dan dievakuasi kualitasnya; dan
h. Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan
dan perubahan.
Moursund (1977) menyebutkan beberapa keuntungan dari
pembelajaran berbasis proyek antara lain sebagai berikut:
a. Increased motivation
b. Increased problem-solving ability
c. Improved library research skills
d. Increases collaboration
e. Increased resource-management skills
Terdapat enam langkah/tahap dalam menerapkan
pembelajaran berbasis proyek (Steinberg, 1997), yaitu: (1)
authenticity (keautentikan), (2) academic rigor (ketaatan
terhadap nilai akademik), (3) applied learning (belajar pada
dunia nyata), (4) active exploration (aktif meneliti), (5) adultd
relationship (hubungan dengan ahli) dan (6) assessment
(penilaian).
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis proyek
dapat dilihat pada Tabel 7.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 205
Tabel 5.7 Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek
No
.
Prinsip Pengertian Aplikasi
1 Keautentikan - Proyek yang dikerjakan siswa
harus mengacu pada permasalahan
yang bermakna bagi siswa
- Proyek/masalah tersebut harus secara nyata
dapat digunakan oleh siswa
- Dari kegiatan
proyek tersebut,
siswa harus dapat menciptakan atau
menghasilkan sesuatu, baik
sebagai pribadi maupun kelompok di luar
lingkungan sekolah
- Proyek yang dikerjakan
harus berguna baik secara praktis
maupun teoretis bagi
siswa
- Proyek tersebut harus dapat dikerjakan oleh
siswa dalam rentang waktu
yang ditentukan (1
semester) - Proyek harus
menghasilkan
produk (pengetahuan/
keterampilan baru)
2 Ketaatan
terhadap nilai-nilai
akademik
- Kegiatan proyek
harus dapat membantu atau
mengarahkan siswa untuk memperoleh dan
menerapkan pokok
pengetahuan dalam satu atau
lebih disiplin ilmu - Proyek tersebut
harus
- Dalam kegiatan
proyek siswa dapat
mengaplikasi-kan pengetahuan
bidang studi pokok yang
dipelajari
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 206
No
.
Prinsip Pengertian Aplikasi
dapat/mampu memberi
tantangan pada siswa untuk
menggunakan metode-metode penemuan
(ilmiah) dalam satu atau lebih
disiplin ilmu (contoh: berpikir
dan bekerja seperti ilmuwan)
- Proyek harus
mampu mendorong siswa
mengembangkan keterampilan dan
kebiasaan berpikir tingkat tinggi (contoh:
pencarian fakta, memandang
sesuatu masalah dari berbagai
sudut)
- Kegiatan proyek tersebut
harus dapat merangsang
siswa menggunakan metode-metode
penemuan (ilmiah) dalam
satu atau lebih disiplin ilmu
yang dipelajari
- Kegiatan
proyek tersebut harus dapat
merangkasng siswa menggunakan
keterampilan dan kebiasaan
berpikir tingkat tinggi
3 Belajar pada dunia nyata
- Apakah kegiatan belajar yang dilakukan siswa
berada dalam konteks
permasalahan semi terstruktur,
mengacu pada kehidupan nyata, dan bekerja/
berada pada dunia lingkungan
luar sekolah? - Apakah proyek
dapat mengarahkan untuk menguasai
- Proyek harus mengacu pada kehidupan
nyata/permasalahan yang ada
di masyarakat
- Proyek harus
merangsang siswa untuk bekerja secara
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 207
No
.
Prinsip Pengertian Aplikasi
dan menggunakan
unjuk kerja yang dipersyaratkan
dalam organisasi kerja yang menuntut
persyaratan tinggi? (contoh:
kerja tim, menggunakan
tekhnologi yang tepat, pemecahan masalah dan
komunikasi) - Apakah pekerjaan
tersebtu mempersyaratkan
siswa mampu untuk melakukan pengembangan
organisasi dan mengelola
keterampilan pribadi?
tim, menggunakan
tekhnologi yang tepat
- Proyek tersebut
mampu merangsang
siswa untuk melakukan pengembangan
organisasi dan mengelola
keterampilan pribadi
4 Aktif meneliti - Apakah siswa menggunakan sejumlah waktu
secara signifikan untuk
mengerjakan bidang utama
pekerjaannya? - Apakah proyek
tersebut
mempersyaratkan siswa untuk
mampu melakukan
penelitian nyata, dan menggunakan
- Proyek harus diselesaikan tepat waktu
- Proyek harus
merangsang
siswa untuk mampu
melakukan penelitian
nyata, dan menggunakan berbagai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 208
No
.
Prinsip Pengertian Aplikasi
berbagai macam metode, media
dan berbagai sumber lainnya?
- Apakah siswa
diharapkan dapat
mampu untuk berkomunikasi
tentang apa yang dipelajari, baik
melalui presentasi maupun unjuk kerja?
macam metode, media dan
berbagai sumber lainnya
- Siswa harus
mampu untuk
berkomunikasi tentang apa
yang dipelajari baikmelalui
presentasi maupun unjuk kerja
5 Hubungan dengan ahli
- Apakah siswa menemui dan
mengamati (belajar dari)
teman/ orang sebaya (dewasa) yang memiliki
pengalaman dan kecakapan yang
relevan?
- Apakah siswa dapat kesempatan untuk
bekerja/berdiskusi secara teliti
dengan paling tidak seorang
teman? - Apakah orang
dewasa (di luar
siswa) dapat bekerja sama
dalam merancang dan menilai hasil
kerja siswa?
- Siswa harus mampu belajar
dari teman/orang
sebaya (dewasa) yang memiliki
pengalaman dan kecakapan
yang relevan
- Siswa harus dapat bekerja/berdis
kusi secara teliti dengan
paling tidak seorang teman
- Siswa harus
dapat bekerja sama dalam
merancang dan menilai hasil
kerja siswa
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 209
No
.
Prinsip Pengertian Aplikasi
6 Penilaian - Apakah siswa dapat merefleksi
secara berkala proses belajar
yang dilakukannya dengan
menggunakan kriteria proyek
yang jelas, yang kiranya dapat
membantu dalam menentukan kinerjanya
- Apakah orang luar dapat
membantu siswa mengembangkan
pengertian tentang standar kerja dunia nyata
dalam suatu jenis pekerjaan?
- Apakah ada kesempatan
secara reguler untuk menilai kerja siswa,
terkait dengan metode yang
digunakan, termasuk melalui
pameran dan portofolio
- Siswa harus mampu menilai
unjuk kerjanya
- Siswa harus mampu bekerja
sama dengan orang luar
(ahli/praktisi yang sebidang dengan
kegiatan proyek)
- Ada sistem penilaian
reguler untuk menilai kerja siswa, terkait
dengan metode yang
digunakan, termasuk
melalui pameran dan portofolio
3. Strategi Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran kuantum dibagi atas dua kategori, yaitu konteks
dan isi (DePorter, Reardon & Nourie, 2001). Konteks meliputi (1)
lingkungan, (2) suasana, (3) landasan, dan (4) rancangan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 210
Sedangkan isi mencakup masalah penyajian dan fasilitas
(mempermudah proses belajar).
Pelaksanaan pembelajaran kuantum dikenal dengan singkatan
“TANDUR” yang merupakan kepanjangan dari: Tumbuhkan,
Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter
Reardon & Nourie, 2001). Pembelajaran kuantum dengan
unsur-unsur pelaksanaan “TANDUR” tadi dapat dijelaskan
seperti pada Tabel 5.8 (Wena, 2014).
Tabel 5.8 Pembelajaran Kuantum dengan Unsur Pelaksanaan
TANDUR
No.
Rancangan Penerapan dalam PBM
1 Tumbuhkan Tumbuhkan mengandung makna
bahwa pada awal kegiatan pembelajaran pengajar harus berusaha
menumbuhkan/mengembangkan minat siswa untuk belajar
2 Alami Alami mengandung makna bahwa
proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami
secara langsung atau nyata materi yang diajarkan
3 Namai Namai mengandung makna bahwa penamaan adalah saatnya untuk
mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar.
Penamaan mampu memuaskan hasrat alami otak untuk memberi identitas, mengurutkan, dan
mendefinisikan
4 Demonstrasi Demonstrasi berarti bahwa memberi peluang kepada siswa
untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka
ke dalam pembelajaran lain atau ke dalam kehidupan mereka. Kegiatan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 211
No
.
Rancangan Penerapan dalam PBM
ini akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
5 Ulangi Ulangi berarti bahwa proses
pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dapat memperkuat
koneksi saraf dan menumbuhkan rasa tahu atau yakin terhadap kemampuan siswa. Pengulangan
harus dilakukan secara multimodalitas dan
multikecerdasan
6 Rayakan Rayakan mengandung makna pemberian peghormataan pada siswa atas usaha, ketekunan, dan
kesuksesannya. Dengan kata lain perayaan berarti pemberian umpan
balik yang positif pada siswa atas keberhasilannya, baik berupa
puian, pemberian hasiah atau bentuk lainnya
5.3.5 Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber
belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga
sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003). Pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman
sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan
sumber belajar yang lainnya.
Nurhadi & Senduk (2003), serta Lie (2002) menyatakan ada
berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling ketergantungan positif
(positive interdependence); (b) interaksi tatap muka (face to face
interaction); (c) akuntabilitas individual (individual accountability),
dan (d) keterampilan untuk menjalin hubungan antarprobadi atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 212
keterampilan sosial yang secara sengaja doajarkan (use of
collaboration/ social skill).
Terdapat beberapa model dalam pembelajaran kooperatif,
diantaranya:
1. Model STAD (Student Team Achievement Division)
2. Model Jigsaw
3. Model GI (Group Investigation)
4. Model TAI (Team Accelereted Instruction)
5. Model kooperatif tipe TSTS
5.3.6 Strategi Pembelajaran Berbasis Elektronik (E-Learning)
Pembelajaran e-learning telah diterapkan sejak tahun 1970-an.
Terdapat beberapa hal penting sebagai persyaratan umum dalam
pelaksanaan e-learning , yaitu sebagai berikut (Wena, 2014):
a. Kegiatan proses pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan
jaringan;
b. Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu
siswa apabila mengalami kesulitan belajar;
c. Adanya lembaga penyelenggara/pengelola e-learning;
d. Adanya sikap positif dari siswa dan tenaga pendidik terhadap
tekhnologi komputer dan internet;
e. Tersedianya rancangan sistem pembelajaran yang dpaat
dipelajari/diketahui oleh setiap siswa; serta
f. Adanya sistem evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa dan
mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga
penyelenggara.
Terdapat beberapa manfaat terkait pembelajaran elektronik (e-
learning), diantaranya:
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 213
a. Bagi siswa memungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar
yang optimal;
b. Bagi guru memudahkan untuk melakukan pemutakhiran
bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai
dengan perkembangan kurikulum;
c. Bagi sekolah mendorong menumbuhkan sikap kerjasama
antara guru dengan guru dan guru dengan siswa dalam
memecahkan masalah pembelajaran.
Pembelajaran berbasis elektronik (e-learning) pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan aplikasi web. Berbagai aplikasi
web yang dapat digunakan untuk e-learning diantaranya (Hafidah,
2015):
a. Edmodo;
b. Chamilo (E-Learning & Collaboration Software);
c. Claroline;
d. E-front;
e. Moodle;
f. Docebo LMS;
g. TCExam;
h. ATutor;
i. Dokeos;
j. Omeka; dan
k. Schology
5.4 Building Blocks untuk Lingkungan Belajar Inovatif
Inovasi dalam pembelajaran dapat tercipta jika didukung
dengan adanya lingkungan pembelajaran yang inovatif. Building
blocks (unsur-unsur penting) untuk membangun lingkungan
pembelajaran inovatif, diantaranya (OECD, 2012):
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 214
1. Layanan pembelajaran
Pendidikan menggerakkan siswa dalam komunitas layanan
yang terintegrasi dengan materi pembelajaran dari kurikulum
inti akademik. Pendekatan pengalaman dapat diterapkan dalam
layanan pembelajaran ini dan didasarkan pada penyediaan
pengalaman belajar kontekstual kepada siswa berdasarkan
situasi nyata dalam komunitas siswa.
2. Pembelajaran kooperatif
Siswa bekerja bersama-sama dan bertanggung jawab satu
dengan yang lain terhadap pembelajaran sebagaimana siswa
belajar mandiri. Pembelajaran kooperatif menekankan pada
pemikiran dan pembelajaran tingkat tinggi. Pembelajaran
kooperatif membawa manfaat dalam pendidikan, termasuk
diantaranya adalah kemampuan dalam pengelompokkan dan
sebagai cara untuk mempersiapkan siswa dalam lingkungan
kerja yang semakin kolaboratif.
3. Pembelajaran dengan tekhnologi
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta
berbasis teknologi dapat memberdayakan siswa dan
memberikan pengalaman belajar yang belum pernah diperoleh
siswa. Pembelajaran dnegan tekhlonogi juga memberikan
manfaat berharga terhadap unsur-unsur penting lainnya dalam
lingkungan belajar, termasuk personalisasi, pembelajaran
kooperatif, pengelolaan penilaian formatif dan banyak metode
berbasis inkuiri.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 215
4. Kemitraan rumah-sekolah
Rumah adalah lingkungan belajar pertama dan memberikan
pengaruh yang tinggi, sehingga membangun hubungan antara
rumah dan sekolah sangat penting bagi kesuksesan pelajar
(siswa). Membangun hubungan antara rumah dan sekolah
dapat dilakukan dengan cara proaktif melibatkan keluarga
dalam permasalahan berkenaan dengan siswa, memperluas
pelaporan hasil personalisasi kepada orang tua siswa,
melibatkan orang tua siswa dalam program sekolah dan
kegiatan ekstra kurikuler, serta menawarkan cara untuk
berhubungan dengan keluarga dan memberikan hubungan
yang lebih baik antara rumah dan sekolah.
5. Pendekatan inkuiri
Siswa membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan kognitif tingkat tinggi. Konteks penting untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan pendekatan
inkuiri secara kompleks, proyek-proyek yang bermanfaat yang
disusun (dirancang) secara berkelanjutan, kolaborasi,
penelitian, manajement sumber-sumber serta pengembangan
kinerja atau produk yang ambisius. Pendekatan-pendekatan
yang relevan dengan pendekatan inkuiri ini meliputi:
PjBL (Project Based Learing)
PBL (Problem Bases Learning)
Pembelajaran melalui desain
6. penilaian formatif
Evaluasi formatif mengarahkan siswa untuk mendapatkan
luaran yang lebih baik melalui penyediaan umpan balik kepada
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 216
RANGKUMAN
EVALUASI
siswa, guru, dan proses pembelajaran itu sendiri. Evaluasi
formatif mengarah kepada tiga pertanyaan kunci, yaitu:
Where are the learners in their learning?
Where are the learners going?
What needs to be done to get them there?
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 5 modul ini!
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat!
1. Berikut adalah definisi strategi pembelajaran dari para ahli,
diantara definisi tersebut yang merupakan definisi strategi
pembelajaran menurut Gerlach dan Ely (1980) adalah ....
a. suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien
b. setiap kegiatan yang dipilih untuk mencapai tujuan
pembelajaran
c. merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran
tertentu, meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan
pembelajaran
d. seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau
tahapan kegiatan belajar
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 217
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam
menerapkan suatu strategi pembelajaran adalah....
a. tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala
sumber/media belajar, dan karakteristik/struktur bidang
studi
b. anggaran dana, kendala sumber/media belajar, kesiapan
guru dan waktu
c. karakteristik/struktur bidang studi, kesiapan siswa,
kesiapan guru, waktu
d. tujuan pembelajaran, materi, media pembelajaran, dan
waktu
3. Berikut adalah tahapan dalam strategi pemecahan masalah,
yaitu:
Identification the problem
Representation of the problem
Planning the solution
Execute the plan
Evaluate the plan
Evaluate the solution
Tahapan yang disebutkan tersebut adalah tahapan dari strategi
pemecahan masalah menurut ....
a. Wankat
b. Soslo
c. Wena
d. Polya
4. Termasuk dalam tahapan pemecahan masalah IDEAL adalah....
a. identify the problem, execute the problem, evaluate the
solution
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 218
b. define the problem, plan the solution, execute the solution,
evaluate the solution
c. identify the problem, define the problem, explore solution, act
on the strategy, lock back and evaluate the effect
d. identify the problem, define the problem, execute the solution,
evaluate the solution
5. Yang termasuk ke dalam karakteristik pembelajaran berbasis
proyek adalah....
a. Terdapat masalah yang pemecahannya telah ditentukan
sebelumnya
b. Siswa tidak melakukan evaluasi secara kontinu
c. Hasil akhir proyek bukannlah suatu produk
d. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
6. Istilah yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
kuantum adalah....
a. TANUR
b. TANDUR
c. TERATUR
d. TRILOGI
7. Salah satu elemen dalam pembelajaran kooperatif, yaitu....
a. interaksi individual
b. akuntabilitas individual
c. tidak ada ketergantungan
d. persaingan kelompok
8. Syarat dalam pelaksanaan e-learning, diantaranya adalah....
a. Meniadakan evaluasi kemajuan belajar
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 219
KUNCI JAWABAN EVALUASI
UMPAN BALIK
b. Siswa tidak harus melek tekhnologi
c. Adanya lembaga penyelenggara/pengelola e-learning
d. Jaringan internet yang stabil
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. C
2. A
3. B
4. C
5. D
6. B
7. B
8. C
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 220
TINDAK LANJUT
DAFTAR PUSTAKA
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
Guna lebih memahami mengenai inovasi pembelajaran yang
berhubungan dengan penggunaan strategi-strategi pembelajaran
pada materi kimia khususnya, dan IPA pada umumnya, maka:
1. Carilah minimal 3 jurnal penelitian (baik nasional maupun
internasional) yang membahas tentang penggunaan strategi-
strategi pembelajaran inovatif! Analisislah kelebihan dan
kekurangan dari penggunaan strategi-strategi tersebut dalam
pembelajaran!
2. Rancanglah langkah-langkah pembelajaran untuk materi kimia
kelas X, XI atau XII sesuai dengan strategi pembelajaran inovatif
yang telah Anda pilih (minimal 3 strategi pembelajaran, dan
dengan materi yang berbeda)! Hubungkan materi kimia yang
akan Anda bahas dengan kearifan lokal dan/atau kebudayaan
yang ada di daerah Anda!
Burhanuddin, A. (2012). Pembelajaran Inovatif. Diambil kembali dari
https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/pembelajaran-inovatif.pdf
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 221
CORD. (2001). Contextual Learning Resource. Diambil kembali dari http://www.cord.org/lev2.cfm/65
DePorter, B., Reardon, M., & Nourie, S. (2001). Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum LEarning di Ruang-Ruang Kelas.
Penerjemah: Ary Nolandari. Bandung: Kaifa.
Education, B. I. (2001). Project Base Learning Overview: Differences
from Traditional Instruction. Diambil kembali dari http://www.bie.org/pbl/everview/diffstraditional..html
Gardner, E. (1999). Intelligence Refarmed: Multiple Intelligences for the 21th Century. New York: Masic Books.
Hafidah, S. (2015). Aplikasi-Aplikasi yang Bisa Digunakan Selain Edmodo. Diambil kembali dari
http://sitihafidah258.blogspot.co.id/2015/01/aplikasi-aplikasi-yang-bisa-digunakan.html
Lie, A. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Moss, D., & Van-Duzer, C. (1998). Project Base Learning for Adult
English Language Learner. ERIC Gigest, ED427556. Diambil kembali dari http://www/ed.gov/database/ERIC-
Digest/Ed427556/html
Moursund, D. (1997). Project: Road a Head (Project Based Learning).
Diambil kembali dari http://www.iste.org/research/roadhead/pbl.html
Nurhadi, & Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: Penerbit UM.
OECD. (2012). The Nature of Learning, Using Reserach to Inspire
Practice, Innovative Learning Environtment Project. OECD.
Sadiman, A. (1990). Media Pendidikaan: Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali.
Suharsono, N. (1991). Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah di Bidang Akutansi. Malang: Disertasi S3
IKIP Malang.
Thomas, J. W., Mergendoller, J. R., & Michaelson, A. (1999). Project
Base Learning: A Handbook of Middle and High School Teacher. Novato, CA: The BUck Institute for Education.
Wankat, P. C., & Oreovocz, F. Z. (1995). Teaching Engineering. New York: McGraw-Hill, Inc,.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 222
Wena, M. (2014). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo, A. T. (2011). Pembelajaran Inovatif Bidang Sains. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 223
BAB VI
ETNOSAINS
PENDAHULUAN
Bab ini berisi pembahasan tentang hakikat etnosains, dimensi
etnosains, sains asli masyarakat dan sains ilmiah, etnosains dalam
pembelajaran, etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan
kaitannya dengan pembelajaran kimia, model pembelajaran sains
berbasis etnosains.
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. menjelaskan hakikat etnosains;
2. menjelaskan dimensi etnosains;
3. membedakan sains asli masyarakat dan sains asli ilmiah;
4. menjelaskan etnosains dalam pembelajaran;
5. menjelaskan etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan
kaitannya dengan pembelajaran kimia; serta
6. menerapkan model pembelajaran sains berbasis etnosains dan
merancang pembelajaran sains khususnya kimia berbasis
etnosains
6.1 Hakikat Etnosains
Etnosains telah dirasakan dari berbagai perspektif, termasuk
kaitannya dengan sistem rakyat (Roberts, 1990), sistem klasifikasi
budaya (Hunter & Whiter, 1990), persepsi budaya tentang dunia
fisik (Ogumbunmi & Olaitan, 1988) dan waktu tradisional untuk
mengeksplorasi dan menggabungkan pengetahuan dan nilai
masyarakat (Carrasio, 2006).
Perehonock dan Werner (1969) menganggap etnosains sebagai
ilmu yang berfokus pada penemuan dan deskripsi sistem rakyat.
Menurut Perehonock dan Werner, etnosains hanya terkait dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 224
prinsip klasifikasi seperti yang dinyatakan oleh penutur asli bahasa,
tidak seperti yang ditentukan melalui pengamatan antropologis.
Sebagian besar peneliti percaya bahwa etnosains merupakan
pengekspresian fakta ilmiah dalam bahasa asli atau bahasa ibu.
Penggunaan bahasa asing dalam penyampaian fakta-fakta ilmiah
merupakan suatu bentuk penyimpangan dari prinsip-prinsip
etnosains.
Etnosains (ethnoscience) berasal dari kata ethnos dari bahasa
Yunani yang berarti bangsa dan kata scientia dari bahasa Latin yang
berarti pengetahuan. Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan
yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku
bangsa atau kelompok sosial tertentu (Sudarmin, 2015).
Sturtevant (Ahimsa, 1998) mendefinisikan etnosains sebagai
system of knowledge and cognition typical of a given culture.
Penekanannya disini adalah pada sistem atau perangkat
pengetahuan, yang merupakan pengetahuan yang khas dari suatu
masyarakat (kearifan lokal), karena berbeda dengan pengetahuan
masyarakat lain. Sebagai sebuah paradigma etnosains
menggunakan definisi kebudayaan yang berbeda dengan paradigma
lain dalam antropologi budaya. Menurut Goodenough (1964) bahwa
kebudayaan merupakan salah satu buah pikiran baik berupa benda
maupun tindakan yang mana senantiasa perlu kita lestarikan guna
menjaga sejarah yang telah ada.
Berdasarkan serangkaian pengertian dari etnosains di atas,
Sudarmin dkk. (2014) berpendapat bahwa etnosains dapat
didefinisikan sebagai perangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh suatu masyarakat/suku bangsa yang diperoleh dengan
menggunakan metode tertentu serta mengikuti prosedur tertentu
yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat tertentu, dan
kebenarannya dapat diuji secara empiris.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 225
Lloyed dalam Abonyi (1999) selanjutnya menyebutkan alasan
penggunaan etnosains. Lloyed mencatat bahwa etnosains
membantu untuk menghapus anggapan bahwa sains adalah ilmu
pengetahuan modern dan metodologi yang percaya dengan apa
yang mereka jalankan. Studi dalam etnosains membantu
merefleksikan tradisi intelektual yang berbeda dari berbagai budaya
serta masalah ilmiah yang masyarakat ingin pecahkan. Dengan
demikian, penerapan etnosains dalam pengajaran dan
pembelajaran mungkin dapat melindungi dampak dari keterasingan
dan konflik yang sering menyertai pengenalan sains konvensional
kepada anak-anak muda kita yang telah diperoleh dan disesuaikan
dengan pendidikan non-formal budaya kita.
Baker, dkk. (1995) menyatakan, bahwa jika pembelajaran
sains di sekolah tidak memperhatikan budaya anak, maka
konsekuensinya siswa akan menolak atau menerima hanya
sebagian konsep-konsep sains yang dikembangkan dalam
pcmbelajaran. Stanley & Brickhouse (2001) menyarankan agar
pembelajaran sains di sekolah menyeimbangkan antara sains Barat
(sains normal, sains yang dipelajari dalam kelas) dengan sains asli
(sains tradisional) dengan menggunakan pendekatan lintas budaya
(cross-culture). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Cobern dan
Aikenhead (1996), yang menyatakan jika subkultur sains modern
yang diajarkan di sekolah harmonis dengan subkultur kehidupan
sehari-hari siswa, pengajaran sains akan berkecenderungan
memperkuat pandangan siswa tentang alam semesta, dan hasilnya
adalah enkulturasi. Jika enkulturasi terjadi, maka berpikir ilmiah
siswa tentang kehidupan sehari-hari akan meningkat.
Sebaliknya, jika subkultur sains yang diajarkan di sekolah
berbeda atau bahkan bertentangan dengan subkultur keseharian
siswa tentang alam semesta, seperti yang terjadi pada kebanyakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 226
siswa (Costa, 1995; Ogawa, 2002), maka pengajaran sains akan
berkecenderungan menghancurkan atau memisahkan pandangan
siswa tentang alam semesta, sehingga mereka meninggalkan atau
meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui dan
rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan
(scientist). Hasilnya adalah asimilasi (Cobern & Aikenhead; 1996;
MacIvor, 1995) dan dianggap sebagai “hegemoni pendidikan” atau
“imperialisme budaya”. Pada umumnya siswa menghambat
asimilasi, misalnya dengan cara kurang memperhatikan pelajaran.
Jika hal ini terjadi, tentu hasil belajar sains tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan.
6.2 Dimensi Etnosains
Etnosains mencakup sejumlah disiplin ilmu yaitu etnobiologi,
etnokimia, etnofisika, etnomatematika, etnomedisin, dan
serangkaian praktik pertanian dan teknologi pengolahan makanan.
Prinsip dasar dalam aspek sistem pengetahuan asli masyarakat ini
adalah bahwa konsep dan praktik dasar diabadikan melalui
pengetahuan, mitos, dan supernatural yang bergantung pada
lingkungan dan budaya (Abonyi, 1999).
Meskipun konsep etnosains tidak berjalan beriringan dengan
metode konseptual Barat, namun memiliki hubungan yang sama,
yang telah digunakan secara bertahap dalam kelas sains
konvensional untuk mencapai konsep sains dan hibridisasi
berkelanjutan yang lebih baik (Abonyi, 1999). Manifestasi penuh
dari sistem pengetahuan asli masyarakat terungkap dalam
sejumlah program terpadu internasional seperti:
1. Taman Obat Keluarga (TOGA): obat tradisional Indonesia untuk
kemandirian;
2. Eksperimen On-Farm Filipina;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 227
3. Pembuatan baja Kpelle;
4. Teknologi sabun hitam Igbo;
5. Konsep CTTA dan studi Niger.
Kelas sains berbasis etnosains melibatkan perancangan model
praktis yang terintegrasi dengan sistem pengetahuan asli dan
modern serta melihat proses pembangunan dan perubahan yang
lebih seimbang. Warren dkk. (1995) menyatakan bahwa, studi
tentang etnosains telah mencakup setidaknya lima aspek utama:
1. penilaian historis terhadap komunitas atau masyarakat tertentu
dalam lingkungan alam dan budayanya;
2. referensi istilah dari kebudayaan spesifik atau kebudayaan
terikat;
3. pendekatan holistik terhadap masuknya berbagai subsistem
pengetahuan dan teknologi di sektor seperti kedokteran,
pertanian, lingkungan, pendidikan dll;
4. penilaian konsep budaya yang lebih dinamis dalam kaitannya
dengan konfigurasi dari interaksi sistem pengetahuan barat dan
non-barat;
5. komparatif bukan orientasi normatif, inspirasi Barat dan Non-
Barat, serta orientasi terhadap proses pembangunan di wilayah
atau budaya tertentu.
6.3 Sains Asli Masyarakat dan Sains Ilmiah
Pengetahuan sains asli masyarakat yang terdapat di
lingkungan masyarakat tradisional berbentuk pesan simbol,
budaya dan adat istiadat, upacara keagamaan, dan sosial yang
kesemuanya terkandung konsep-konsep sains ilmiah yang belum
terformulakan (Duitt, 2007). Pengetahuan sains asli ini diturunkan
secara terus menerus antara generasi, tidak terstruktur dan tidak
sistematik dalam suatu kurikulum, dan umumnya merupakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 228
pengetahuan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena alam
tertentu (Battiste, 2005; Porsanger, 1999). Sedangkan pengetahuan
sains ilmiah hanya dapat dipahami secara ilmiah dan berbasis pada
kerja ilmiah serta cara pemerolehannya yang menggunakan metode
ilmiah, sehingga bersifat objektif, universal, dan proses bebas nilai
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karakteristik pengetahuan sains asli masyarakat terletak pada
belum terformalkan sebagai sumber belajar, bersifat pengetahuan
berdasarkan pengalaman, dan pengetahuan belum pernah dikaji
secara ilmiah untuk menemukan hubungan fakta konkrit dengan
penyebabnya (Snively & Corsiglia, 2000; Ogawa, 2002).
Pembelajaran yang memadukan pengetahuan sains asli
masyarakat dan sains ilmiah mampu meningkatkan pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep sains ilmiah dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna (Okebukola, 1986). Transformasi
pengetauan sains asli masyarakat menjadi sains asli ilmiah
diperlukan untuk mengubah citra dan persepsi masyarakat
terhadap sains asli yang terkesan sebagai pengetahuan mitos,
takhayul, dan berbagai persepsi negatif menjadi pengetahuan
fruitful dan dapat dipertanggungjawabkan (Sudarmin, 2015).
6.4 Etnosains dalam Pembelajaran
Beragam penelitian terdahulu telah menggunakan etnosains
sebagai basis (dasar) dalam inovasi pembelajaran. Berikut adalah
hasil yang diperoleh dari penggunaan etnosains sebagai dasar
dalam pembelajaran, yaitu:
1. penerapan model pembelajaran kimia berbasis etnosains
(MPKBE) dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan berpikir
kritis karena model pembelajaran mengkaitkan pembelajaran di
kelas dengan apa yang siswa temui dalam kehidupan sehati-hari
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 229
dan juga mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses
belajarnya (Arfianawati, dkk. 2016);
2. pengembangan model, metode dan perangkat pembelajaran
yang berbasis etnosains diperlukan untuk mendukung
terbentuknya minat siswa terhadap sains (Shidiq, 2016);
3. penggabungan praktik etnokimia dalam pembelajaran kimia
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
sikap siswa terhadap kimia. Sikap siswa sekolah menengah
terhadap kimia menjadi sangat meningkat dan umumnya
menjadi postif (Singh dan Chibuye, 2016);
4. pendekatan etnosains dalam modul dengan tema zat aditif
efektif meningkatkan hasil belajar dan jiwa kewirausahaan
siswa (Sudarmin dkk. 2016).
5. model pembelajaran berbasis etnosains lebih unggul dari pada
metode ceramah dalam menumbuhkan minat dan prestasi di
kalangan siswa (Ugwuanyi, 2015).
6. modul pembelajaran berorientasi etnosains pada materi larutan
elektrolit dan non elektrolit layak digunakan sebagai sarana
belajar mandiri siswa (Lia, 2016). Berikut adalah contoh dari
modul pembelajaran berorientasi etnosains yang dikembangkan
oleh Lia (2016):
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 230
PENDAHULUAN
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang Harus Dikuasai Peserta Didik
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator
1. Menghargai dan
menghayati ajaran agama
yang dianutnya
1.1 Menyadari adanya
keteraturan struktur partikel
materi sebagai wujud kebesaran
Tuhan YME dan
pengetahuan tentang struktur
partikel materi sebagai hasil
pemikiran kreatif manusia yang
kebenarannya
bersifat tentatif yang diwujudkan
dengan belajar berpendekatan
budaya.
a. Mengakui
kebesaran Allah atas keteratiuran
struktur partikel materi.
b. Mensyukuri
anugerah Tuhan Yang Maha Esa
berupa kekayaan khazanah budaya
Indonesia, dan mensyukuri karena
dapat belajar 2 hal
dalam sekaligus, yakni belajar kimia
dan budaya khas dimana peserta
didik tinggal.
2. Menghayati dan mengamalkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif, dan
pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan
dalam berinteraksi
secara efektif
dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah
(memiliki rasa ingin
tahu, disiplin, jujur, objektif,
terbuka, mampu membedakan fakta
dan opini, ulet, teliti,
bertanggungjawab, kritis, kreatif,
inovatif,
demokratis, komunikatif) dalam
merancang dan melakukan
percobaan serta berdiskusi yang
diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
2.2 Menunjukkan
erilaku kerjasama, santun, toleransi,
cinta damai dan peduli lingkungan
serta hemat dalam
a. Memiliki rasa ingin taji terhadp materi
larutan elektrolit
dan non-elektrolit dengan mengikuti
pembelajaran secara atusias dan
penuh semangat. b. Mengubah pola
pikir peserta didik untuk bersikap
terbuka dalam
merancang dan melakukan
percobaan larutan elektrolit dan non-
elektrolit serta komunikatif dalam
kunjungan batik. c. Menunjukkan
perilaku kerjasama
dalam kunjungan batik dan dalam
praktikum percobaan larutan
elektrolit dan non-elektrolit.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 231
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator
cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
memanfaatkan sumber daya alam.
3. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan
faktual,
konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni,
budaya dan
humaniora denngan
wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban
terkait penyebab
fenomena dan kejadian, sera
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik
sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan
masalah
3.8 Menganalisis sifat larutan elektrolit
dan larutan non-elektrolit
berdasarkan daya
hantar listriknya.
a. Mengakaji literatur tentang larutan
elektrolit dan non-elektrolit.
b. Mengelompokkan
larutan berdasarkan jenis
ikatan dan menjelaskannya.
c. Menyimpukan bahwa larutan
elektrolit dapat berupa senyawa
ion atau senyawa
kovalen polar. d. Menganalisis
penyebab larutan elektrolit dapat
menghantarkan arus listrik.
e. Mengelompokkan
larutan elektrolit dan non-elektrolit
serta larutan elektrolit kuat dan
elektrolit lemah berdasarkan data
percobaan.
4. Mengolah, menalar, dan
menyaji dalam
ranah konkret dan ranah
abstak terkait dengan
pengembangan dari yang
dipelajarinya di
4.8 Merancang, melakukan dan
menyimpulkan
serta menyajikan hasil percobaan
untuk mengetahuo sifat larutan
elektrolit dan larutan non
elektrolit serta
a. Terampil dalam melakukan
percobaan untuk
mengetahui sifat larutan elektrolit
dan non-elektrolit. b. Terampil dalam
membuat laporan percobaan dan
kunjungan batik.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 232
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator
sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan
terampil dalam merancang
kunjungan kerja pembuatan batik.
c. Mempresentasikan hasil kunjungan
batik.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 233
Gambar di atas merupakan deskripsi tentang “Sejarah Batik
Pekalongan”, agar mengenal dekat budaya batik pekalongan,
karena selain belajar kimia tujuan model ini juga bagian dari
pelestarian batik di kota Pekalongan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 234
Gambar di atas adalah pembuka Materi yakni mengamati
kasus: Kaitan materi (Larutan Elektrolit & Non Eleltrolit) dan
hubungannya dengan Batik. Dan, gambar di bawah adalah
“Renungan” agar peserta didik bersyukur kepada Allah dan
implementasi dari KI.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 235
Gambar di atas merupakan contoh bagian dari pembelajaran dengan
Etnosains. Kemudian, gambar di bawah menunjukkan contoh aktivitas
etnosains pada modul.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 236
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 237
PETA KONTENS
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 238
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 239
Langkah-langkah tepat yang harus dilakukan secara
berkelanjutan untuk inovasi pembelajaran sains dan teknologi
berbasis etnosains, diantaranya (Abonyi dkk., 2014):
1. merancang jaringan konsep hibrid dengan integrasi dan
keterkaitan yang tepat melintasi batas-batas.
Transfer harus dilihat sebagai seperangkat komunikasi/
informasi/ proses pendidikan yang saling terkait dan bukan
sebagai kegiatan eksklusif beberapa struktur formal atau entitas
(Constance dkk., 1995). Program sains sekolah harus dirancang
untuk memastikan hibridisasi konsep dan proses lintas batas
budaya. Pengembangan modul instruksional pendidikan sains
masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli.
Hubungan antara sekolah dan badan-badan tertentu akan
memastikan arus informasi, dokumentasi pengetahuan asli
lintas budaya dan mendorong penelitian tentang hibridisasi
dengan pengetahuan ilmiah maju lainnya. Dengan demikian,
kelas sains akan menjadi inkubator teknologi dan inovasi
perintis untuk pembangunan berkelanjutan.
2. pengembangan modul instruksional pembelajaran sains
masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli.
Berdasarkan hasil jaringan global dan keterkaitan antara pusat
lokal dan internasional mengenai pengetahuan asli, sebuah
modul kelas baru akan dihasilkan. Sistem pengetahuan yang
lebih terpadu akan muncul. Ini akan mengelompokkan dan
memperluas kelompok pelajar sains yang cenderung diisolasi
oleh hambatan institusional dan sektoral (Guus, Liebenstein,
Slikkerveer dan Warren, 1995).
3. pembangunan ruang kelas sains dengan fokus khusus pada
kewirausahaan lokal dengan tujuan meningkatkan dan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 240
menginternasionalisasikan. Inovasi dalam sains harus
mengarah pada kewirausahaan.
4. pengenalan modul multibahasa pembelajaran sains untuk
memfasilitasi akses dan pemanfaatan pengetahuan asli
masyarakat lintas budaya dan memastikan kemitraan antar
benua.
6.5 Etnosains Masyarakat Kalimantan Selatan dan Kaitannya
dengan Pembelajaran Kimia
Berikut disajikan pada Tabel 6.1 hasil analisis studi literatur
tentang beberapa etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan
kaitannya dengan pembelajaran Kimia. Bentuk hasil analisis yang
disajikan mengadaptasi dengan modifikasi dari penelitian yang
dilakukan Sudarmin dkk. (2009).
Tabel 6.1 Etnosains Masyarakat Kalimantan Selatan dan
Kaitannya dengan Sains Ilmiah dalam Pembelajaran
Kimia
No. Etnosains Konten dan Konteks Sains Ilmiah pada Pembelajaran
Kimia
1. Pembuatan hintalu jaruk, telur asin versi masyarakat banjar.
(Fathilal, Y. 2015)
Kimia larutan: asam, basa, dan garam serta pemanfaatannya
dalam kehidupan.
2. Mandai sebagai produk
biokimia Kalimantan Selatan. (Fatma, L. 2014)
Biokimia: fermentasi.
3. Wadi, fermentasi ikan ala
Dayak dan Banjar.
(Agung, Y. 2013)
Biokimia: fermentasi.
4. Tradisi manginang masyarakat Banjar.
(Yoes, 2014)
Kimia bahan alam dan manfaatnya dalam
kehidupan/kesehatan.
5. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional oleh masyarakat
etnis Banjar Pesisir.
(Fithria, A. dkk. 2014)
Kimia bahan alam dan manfaatnya dalam
kehidupan/kesehatan.
Kimia larutan: pemisahan dan
pemurnian zat/larutan,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 241
No. Etnosains Konten dan Konteks Sains
Ilmiah pada Pembelajaran
Kimia
evaporasi, filtrasi, rekristalisasi, dan aktivitas zat.
6. Pembuatan dendeng itik oleh
masyarakat Kab. Hulu Sungai Utara.
Biokimia: fermentasi
Teknologi pangan: pengasapan
7. Penggunaan jeruk nipis dan
abu gosok untuk mencuci piring berminyak yang biasa
dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Selatan.
Klasifikasi zat/materi, atau
larutan.
Kimia larutan: asam, basa, dan garam serta pemanfaatannya
dalam kehidupan.
8. Pemanasan gula pasir atau gula jawa untuk pembuatan dodol
Kandangan.
Sifat dalam perubahan fisika dan kimia melalui percobaan
sederhana.
9. Pembuatan gula aren (gula
habang) di Kec. Lampihong.
Sifat dalam perubahan fisika
dan kimia melalui percobaan sederhana.
10. Pembuatan kain sasirangan
khas Kalimantan Selatan.
Kimia larutan.
Fiksasi pada kain sasirangan
untuk mengikat warna
digunakan tawas Al2(SO4)3, kapur tohor (CaCO3) dan
tunjung (FeSO4). Penggunaan larutan fiksasi dalam proses
pewarnaan kain akan membuat warna menjari tidak
mudah pudar serta tahan terhadap gosokan. Hasil dari
penggunaan bahan fiksasi
yang berbeda memberikan warna akhir yang dihasilkan
juga berbeda.
11. Pemilihan lahan atau tanah oleh petani lahan gambut
setempat di Kalimantan (termasuk Kalimantan Selatan)
berdasarkan kedalaman
lumpur, bau tanah, dan jenis gulma.
(Noor, M. 2011)
Kimia lingkungan: pencemaran lingkungan.
Kimia gambut dan batu bara.
Kimia larutan.
12 Pembuatan tahu di wilayah Guntung Payung, Banjarbaru
Biokimia: terjadi reaksi kimia yaitu reaksi pemecahan
glukosa (C6H12O6) menjadi etanol (2C2H5OH) dan karbon
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 242
No. Etnosains Konten dan Konteks Sains
Ilmiah pada Pembelajaran
Kimia
diosida (CO2) yang bertujuan untuk melunakkan kedelai.
Kimia bahan makanan dan
kimia terapan: dasar pembuatan tahu adalah
melarutkan protein yang
terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air
sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut,
diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan
bahan pengendap (koagulan)
sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan
menjadi tahu.
Beberapa contoh koagulan yang dapat digunakan, yaitu:
Asam sitrat (C6H8O7), asam cuka/asam asetat, batu
tahu/sioko, biang tahu/whey,
kalsium fosfat murni (CaSO4), glucono delta lacton (GDL).
Pelarut yang biasa digunakan adalah air dan zat tambahan
berupa garam.
6.6 Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains (MPSBE)
Model pembelajaran sains berbasis etnosains (MPSBE)
dikembangkan oleh Sudarmin (2015) dengan tujuan agar
pembelajaran sains dalam hal ini adalah kimia dapat sesuai dengan
kebutuhan lapangan dan untuk memanfaatkan budaya sebagai
sumber belajar sains. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru
berkenaan dengan pengimplementasian pembelajaran sains
berbasis etnosains di sekolah (Sudarmin, 2015), yaitu:
1. guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang
sains asli. Identifikasi ini bertujuan untuk menggali pikiran-
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 243
pikiran siswa dalam rangka mengakomodasi konsep-konsep,
prinsip-prinsip atau keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar
pada budaya masyarakat di mana mereka berada;
2. pembelajaran dalam kelompok. Pembelajaran dan belajar dalam
bentuk kelompok merupakan satuan pendidikan yang bersifat
indigenous (asli), yang timbul sebagai kesepakatan bersama
para warga belajar untuk saling membeajarkan secara sendiri
maupun dengan mengundang narasumber dari luar kelompok.
3. guru berperan sebagai penegosiasi yang cerdas dan arif, seperti
memberi kesempatan kepada siswa untuk untuk
mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi
konsep-konsep atau keyakinan yang dimiliki siswa yang beraar
pada sains asli (budaya), mendorong siswa untuk aktif bertanya
dan memotivasi siswa agar menyadari pengaruh positif dan
negatif sains Barat dan tekhnologi bagi kehidupan.
Model pembelajaran sains berbasis etnosains yang
dikembangkan Sudarmin (2015) dapat dilihat pada Gambar 6.1
Gambar 6.1 Pengembangan Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 244
RANGKUMAN
EVALUASI
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah
dijabarkan dalam bab 6 modul ini!
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang
paling tepat!
1. Etnosains menurut Perehonock & Werner (1969) merupakan
ilmu yang berfokus kepada ....
a. sistem teknologi
b. sistem kebudayaan
c. penemuan dan deskripsi sistem rakyat
d. penemuan dan teknologi sistem teknologi
2. Etnosains berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang
berarti .....
a. bangsa
b. budaya
c. etos
d. ilmu
3. Diantara aspek cakupan dari studi tentang etnosains, kecuali
....
a. penilaian historis
b. referensi istilah dari kebudaayan spesifik dan kebudayaan
terikat
c. pendekatan holistik terhadap masuknya berbagai subsistem
pengetahuan dan teknologi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 245
d. berorientasi normatif
4. Termasuk dalam karakteristik pengetahuan sains asli
masyarakat, kecuali ....
a. bersifat pengetahuan tetapi tidak berdasarkan pengalaman
b. bersifat pengetahuan berdasarkan pengalaman
c. belum terformalkan sebagai sumber belajar
d. pengetahuan belum pernah dikaji secara ilmiah
5. Diantara manfaat menggunakan etnosains sebagai basis (dasar)
dalam inovasi pembelajaran, kecuali ....
a. penurunan kemampuan berpikir kritis siswa
b. peningkatan kemampuan kognitif dan berpikir kritis siswa
c. mendukung terbentuknya minat siswa terhadap sains
d. peningkatan jiwa kewirausahaan siswa
6. Termasuk ke dalam langkah-langkah yang tepat diberlakukan
untuk keberlanjutan dari inovasi pembelajaran berbasis
etnosains, yaitu ....
a. merancang jaringan konsep non hibrid dengan integrasi dan
keterkaitan yang tepat melitasi batas-batas
b. pengembangan modul instruksional pembelajaran sains
masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli
c. inovasi yang dikembangkan baik dalam modul instruksional
ataupun dalam suasana kelas tidak mengarah pada
kewirausahaan
d. modul instruksional yang dikembangkan disusun dalam
satu bahasa
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 246
KUNCI JAWABAN EVALUASI
7. Contoh keterkaitan etnosains masyarakat dengan pembelajaran
kimia, kecuali ....
a. mandai sebagai produk biokimia Kalimantan Selatan terkait
dengan materi proses fermentasi
b. tradisi manginang masyarakat Banjar, terkait dengan materi
kimia bahan alam dan manfaatnya dalam
kehidupan/kesehatan
c. pembuatan kain sasirangan khas Kalimantan Selatan
terkait dengan materi kimia larutan dan ikatan kimia
tentang fiksasi
d. pemilihan lahan atau tanah oleh petani lahan gambut
setempat di Kalimantan (termasuk Kalimantan Selatan)
berdasarkan kedalaman lumpur, bau tanah, dan jenis
gulma, hal tersebut terkait dengan materi biokimia
8. Termasuk ke dalam hal yang dapat dilakukan guru berkenaan
dengan pengimplementasian pembelajaran sains berbasis
etnosains di sekolah adalah ....
a. mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli
b. membangun pembelajaran secara individual
c. bertindak sebagai pusat pembelajaran
d. menutup kesempatan siswa untuk mengekspresikan
pikiran-pikirannya
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah
disusun:
1. C
2. A
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 247
UMPAN BALIK
3. D
4. A
5. A
6. B
7. D
8. A
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan
hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam
materi kegiatan belajar di atas.
Rumus:
Jumlah Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = x 100%
8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Sedang
< 70% = Kurang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 248
TINDAK LANJUT
DAFTAR PUSTAKA
1. Amatilah kehidupan masyarakat di daerah Anda yang meliputi
tradisi dan kebudayaan, kemudian hubungkan kehidupan
masyarakat (tradisi dan kebudayaan) tersebut dengan materi
IPA dan/atau Kimia yang Anda pelajari (perkuat dengan telusur
kepustakaan)!
2. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis Anda pada point (1),
rancanglah pembelajaran berbasis etnosains lengkap dengan
perangkat pembelajaran (misalnya lembar kerja siswa) untuk
materi IPA dan/atau Kimia kelas X/XI/XII. Guna memudahkan
pembuatan rancangan pembelajaran, bacalah kembali
pembahasan pada bab V!
Abonyi, O. S. (1999). Effects of An Ethnoscience-Based Instructional Package on Students' Conception of Scientifix Phenomena and
Interest in Science. Unpublished Ph.D Thesis, University of Nigeria.
Agung, Y. (2013). Wadi, Fermentasi Ikan ala Dayak dan Banjar. Retrieved Juni 12, 2017, from www.kompos.com
Ahimsa-Putra, H. S. (n.d.). Antropologi Ekologi: Beberapa Teori dan Perkembangannya. Jurnal Antropologi, 1(1 ).
Arfianawati, S., Sudarmin, & Sumarni, W. (2016). Model Pembelajaran Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pengajaran MIPA,
21(1), 46-51.
Baker, D., & al., e. (1995). The Effect of Culture on the Learning of
Science in non-Western Countries: The Results of a Integrated Reserach Review. International Journal Science Education,
17(6).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 249
Battiste, M. (2002). Indegenous Knowledge: Foundation for First Nations. Canada: University of Saskatchewan.
Carrasio, R. L., & Riegelhanpt, F. (2006). Language Culture, SCience and the Sacred: Issues and Concerns in Curriculum
Development for Indigenous American. Journal of Educatin Sociology, 60(3), 511-523.
Cobern, W. W., & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspect of Learning Science. SLCSP Working Paper #121.
Costa, V. B. (1995). When Science is "Another World": Relationships between Worlds of Family, Friends, School, and Science.
Journal Science Education, 79(3), 313-333.
Duitt. (2007). Science Education Research Internationally: Conception, Research Methods, Domains of Research.
Eurasia.
Fathilal, Y. (2015). Hintalu Jaruk, Telur Asin Versi Orang Banjar.
Retrieved Juni 12, 2017, from www.kompas.com
Fatma, L. (2014). Mandai Sebagai Produk Biokimia Kalimantan
Selatan. Retrieved Juni 12, 2017, from http://fatmaisme21.blogspot.com
Fithria, M., Sari, N. M., & Nisa, K. (2014). Pengetahuan Lokal Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional oleh Masyarakat
Etnis Banjar Pesisir. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri Ke-5, Pengelolaan Lanskap Agroforestri Wilayah Kepulauan Menghadapi Efek Perubahan Iklim. Ambon: Ambon, 21
November 2014.
Goodenough, W. H. (1964). Cultural Anthropology and Linguistic. In
L. i. Society, & D. Hymes (Ed.). New York: Harper and Row.
Hunter, D. E., & Whitter, P. (1990). Encyclopedia of Anthropology.
Oxford: Oxford University Press.
Lia, R. M. (n.d.). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia
Berorientasi Etnosains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Kelas X MA Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang: Unpublished.
Noor, M. (2011). Kearrifan Lokal dalam Pengelolaan Lahan Gambut.
Makalah yang disampaikan pada Workshop Monitorin Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim.
Surakarta, 8 Desember 2011, Surakarta.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 250
Ogawa, M. (2002). Science as the Culture of Scientist: How to Cope with.
Ogumbunmi, S., & Olaitan, H. (1988). Elements of Physics in Yoruba Culture. Jornal of African Philosophy and Studies, 5(8), 716-
823.
Okebukola, P. A. (1989). Influence of Social-Cultural Factor on
Secondary Student' Attitude toward Science. Research in Science Education, 19, 155-164.
Perchonock, N., & Werner, O. (1979). Naraho Systems of Classification. Some Implications for Ethnoscience
(Ethnobiology).
Porsanger, J. (1999). An Essay about Indegeneous Methodology. Article.
Shidiq, A. S. (2016). Pembelajaran Sains Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Siswa. FKIP,
UNS. Surakarta: Unpublished.
Singh, I. S., & Chibuye, B. (2016). Effect of Ethnochemistry Practise
on Secondary School Students' Attitude toward Chemistry. Journal of Education and Practice, 7(17), 44-56.
Snively, G., & Corsiglia, J. (2000). Discovering Indegenous Science: Implication for Science Education. USA: John Wiley & Sons,
Inc.
Stanley, W. B., & Brickhouse, N. W. (2001). The Multicultural
Question Revisited. Journal Science Education, 85(1), 35-48.
Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan
Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang: FMIPA, Unnes.
Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan
Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang: CV. Swadaya Manunggal.
Sudarmin, Febu, R., Nuswowati, M., & Sumarni, W. (2017). Development of Ethnoscience Approach in the Module Theme
Substance Additive to Improve the Cognitive Learning Outcome and Student's Entrepreneurship. IOP Conf. Sereis:
Journal of Physics: Cof. Series 824 (2017) 012024.
Sudarmin, Hartono, & Sumarni, W. (2009). Merekonstruksi
Pengetauan Sains (Etnosains) Berbasis Budaya Jawa dalam
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 251
Upaya Memperkaya Pengetahuan Sains dan Meningkatkan Sumber Belajar Sains. Semarang: Unpublished.
Sudarmin, Subekti, N., & Priyono, A. (2014). Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains (MPSBE) untuk Menanamkan Nilai
Karakter Konservasi dan Literasi Sains bagi Siswa Sekolah Menengah. Semarang: Laporan Penelitian Hibah PPs Unnes.
Ugwuanyi, E. C. (2015). Effects of Ethnoscience Based Instructional Model on Students' Academic Achievement and Interest in
Senior Secondary School Boilogy. A Project Submitted to the Departement of Science Education, University of Nigeria,
Nsukka.
Yoes. (2014). Tradisi Manginang yang Mulai Pudar. Retrieved Juni
12, 2017, from http://tropsinborneoind.blogspot.co.id