1. Apakah yang dimaksud dengan vector?
Vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan atau memindahkan dan atau menjadi
sumber penular penyakit terhadasp manusia. (Permenkes RI No.
374/MENKES/PER/III/2010)
2. Sebutkan macam macam vector dan penyakit yang ditularkan pada scenario kasus
diatas !
Sebutkan vector penular penyakit yang lainnya !
Beberapa vektor yang dapat teridentifikasi serta penyakit yang dapat ditularkan melalui
vektor tersebut menurut skenario diatas adalah
1. Kecoa
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Kecoa
addalah vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen; sebagai inang perantara
bagi beberapa spesies cacing; dapat menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti
dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan kelopak mata.
Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain
Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran
penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Hepatitis A, Polio pada anak, dan lain-lain.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang
terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki
atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme
sebagai bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan.
Hubungan kecoa dengan berbagai penyakit belum jelas, tetapi menimbulkan gangguan
yang cukup serius, karena dapat merusak pakaian, buku-buku dan mencemari makanan.
Kemungkinan dapat menularkan penyakit secara mekanik karena pernah ditemuka telur
cacing, protoza, virus dan jamur yang patogen pada tubuh kecoa.
2. Nyamuk
Nyamuk adalah vektor yang termasuk ordo Diphtera dimana beberapa jenisnya adalah
pembawa agent penyakit seperti nyamuk anopheles sebagai vektor penyakit malaria yang
membawa agent Plasmodium, nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
yang membawa agent Dengue, dan sebagainya.
Nyamuk memiliki empat stadia dalam siklus kehidupannya dimana 3 stadium
berkembang di dalam air—yakni telur, larva, dan pupa—dan satu stadium hidup dialam
bebas—yakni nyamuk dewasa itu sendiri. Dalam perkembang biakan nyamuk selalu
memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak, tempat untuk
mendapatkan unpan atau darah, dan tempat untuk beristirahat.
Tempat berkembang biak nyamuk berbeda-beda setiap jenisnya seperti nyamuk culex
dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan aedes hanya dapat berkembang
biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang
berkembang biak di kolam-kolam, rawa-rawa danau yang banyak tanaman airnya dan
lain-lain.
Kebiasaan mengigit nyamuk juga berbeda-beda setiap jenisnya misalnya nyamuk yang
aktif pada malam hari mengigit adalah anopheles dan culex, sedangkan nyamuk yang
aktif pada siang hari mengigit adalah aedes. Pada umumnya nyamuk yang menghisap
darah manusia adalah nyamuk betina.
Setelah menggigit biasanya nyamuk akan beristirahat selama dua hingga tiga hari
misalnya di bagian dalam rumah sedangan diluar rumah seperti gua, lubang lebab, tempat
yang berwarna gelap dan lain-lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
berisitrahat.
3. Lalat
Lalat dikatakan sebagai salah satu vektor penyakit karena kegiatannya yang terbang ke
berbagai tempat, termasuk tempat-tempat yang kotor dan membawa patogen dari tempat-
tempat tersebut lalu menyebarkannya ke makanan manusia. Penyakit yang dapat
ditransmisikan oleh lalat umumnya berupa penyakit dengan jenis foodborne atau
waterborne disease seperti kolera dengan membawa agent Vibrio cholera, demam tifus
dengan membawa agnet Salmonella typhi, dan disentri dengan membawa agent Sygella
dysentriae.
Lalat melewati tahap metamorfosis lengkap dengan empat stadia yakni stadium telur,
stadium larva, stadium pupa, dan stadium lalat dewasa. Siklus hidupnya sekitar kurang
lebih tiga puluh hari. Suhu dapat mempengaruhi panjang lama waktu hidup lalat dan
perkembangan biakkan lalat seperti pada suhu rendah—sekitar 13 hingga dibawah 12
derajat celcius—telur lalat tidak akan menetas.
Lalat memiliki kebiasaan (1)dimana saat hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan tinja
yang membentuk titik hitam; (2)istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listrik
dibawah dari lima meter; (3)berkembang biak di sekitar sumber makanannya;
(4)menyukai tempat dengan kelembaban tinggi (sekitar sembilan puluh persen);
(5)bergerombol atau berkumpul di siang hari.
Sumber ; pengendalian vektor lalat Tikus
Tikus dan mencit adalah hewan mengerat atau rondensia yang belum banyak diketahui
dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan
berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Penyakit yang
ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus,
rickettsia, bakteri, protozoa dan caning. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada
manusia secara langsung oleh ludah, urun dan fesenya atau melalui gigitan ektoparasitnya
(kutu, pinjal, caplak dan tungau). Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke
manusia antara lain
a. Pes
Penyakit pes disebabkan oleh gigitan pinjal yakni ektoparasit dari tikus yang
membawa agent pes, Yersinia pestis.
b. Leptospirosis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira melalui selaput lendir atau luka
dikulit bila terpapar oleh air yang tercemar dengan urin tikus.
c. Demam gigitan tikus disebabkan oleh bakteri Spirillum atau Stretobakcillus melalui
luka gigitan tikus
3. Bagaimanakah penyebaran penyakit oleh vector pada manusia?
Penyebaran secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu
A. Penyebaran Mekanik ( Pasif )
Pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan
manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia
maka timbul penyakit. Jadi pada penyebaran secara mekanik agen penyakit dalam
tubuh vektor tidak mengalami perkembangan. Contohnya adalah penyakit disentri
(gosokan pada tangan dengan selaput lendir ).
B. Penyebaran Biologi ( Aktif )
Bibit penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor
tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga
timbul penyakit.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor yang termasuk penyebaran secara
biologi adalah arthropodborne disease. Pada arthropodborne disease terdapat 3 jenis
penularan yaitu,
1) Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu
orang ke orang lain melalui kontak langsung. Contoh skabies dan pedikulus.
2) Transmisi secara mekanis
Agen penyakit ditularkan secara mekanis oleh arthropoda, misalnya penularan
penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat. Secara
karakteristik, arthropoda sebagai vektor mekanis membawa agens penyakit
dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus superfisial atau eksudat.
Kontaminasi bisa terjadi pada permukaan tubuh arthropoda saja, tetapi bisa
juga berasal dari agen yang ditelan dan lkemudian dimuntahkan atau
dikeluarkan melalui kotoran arthropoda.
3) Transmisi secara biologis
Agens penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa mulitiplikasi.
Ada 3 macam transmisi biologis, yaitu
a) Propagative
Agens penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi bermultiplikasi
di dalam tubuh vektor. Contoh, plague bacilli pada pinjal tikus.
b) Cyclo-propagative
Agens penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam
tubuh vektor. Contoh, parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c) Cyclo-developmental
Agens penyakit mengalami perubahan siklus,tetapi tidak bermultiplikasi di
dalam tubuh arthropoda. Contoh, parasit filaria pada nyamuk culex dan
cacing pita pada cyclops.
(Azwar, 1995):
1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini. Contoh : nyamuk.
2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni. Contoh : lalat
4. Apa yang dimaksud dengan pengawasan vector ?
1. Vektor penyakit
Mengakut agen penyakit patogen baik virus, bakteri, hewan
Hewan yg memindahkan parasit stadium infektif dari penderita ke hewan/manusia
penerima
Organisme yg berperan sbg vektor adalah arthropoda
Vektor mekanis: hewan pengangkut dimana parasit yg ada di dlm tbh vektor tersebut tdk
mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan
Vektor biologis: mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Pengertian vektor penyakit adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent
penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada
manusia melalui vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra,
2007).
Vektor penyakit adalah organisme yang dapat memindahkan/menularkan agent infeksi
dari sumber infeksi kepada host yang rentan.
2. P e n y a k i t y g d i t u l a r k a n d g p e r a n t a r a nyamuk (mosquitos-borne disease)
>>culex (filariasis), anopheles (malaria),aedes (DBD, chikungunya)
Pen ya k i t yg d i t u l a rkan dg pe ran t a r a l a l a t (fly-borne disease)>> kolera,
disentri, tifus,relapsing fever
Pen ya k i t yg d i t u l a rkan dg pe ran t a r a p in j a l / tikus (flea-borne
disease)>> pest
P e n y a k i t y g d i t u l a r k a n d g p e r a n t a r a k u t u / t u n g a u ( l o u s e - b o r n e
d i s e a s e ) > > scabies, toxoplasmosis, rickettsia
P e n y a k i t y g d i s e b a b k a n o l e h upas/bisa yg dikeluarkan oleharthropoda
(venomouse arthropods)>> kalajengking, lipan
3. Penyebaran vector :
- Penyebaran mekanik = pasif
Yaitu pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor pada bahan makanan yang
digunakan manusia.
Contoh : melalui makanan (penyakit dysentri), melalui gosokan tangan ke selaput
lendir.
- Penyebaran biologi = aktif
Kuman penyakit hidup dan berkembangbiak dalam tubuh vektor
Contoh : Melalui gigitan ditularkan pada manusia
4. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan vektor :
Siklus kehidupan vektor
Ekologi vektor
Tingkah laku vektor
Cara berpindahnya bibit penyakit
Cara transmisi vector
Pengawasan vector adalah semua upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau
menurunkan tingkay populasi vector sampai serendah-rendahnya sehingga tidak
membahayakan manusia.
Konsep dasarnya :
Dapat menekan densitas vector
Tidak membahayakan manusia
Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan
U s a h a p e n c e g a h a n ( p r e v e n t i o n ) > > mencegah kontak dg vektor >>
pemberantasan nyamuk, kelambu
U s a h a p e n e k a n a n ( s u p p r e s s i o n ) > > menekan populasi vektor shg tdk
membahayakan kehidupan manusia
U s a h a p e m b a s m i a n ( e r a d i c a t i o n ) > > menghilangkan vektor sampai habis
5. Sebutkan macam-macam pengawasan vector !
1. Macam pengawasan vektor
Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut :
a. Metode pengendalian fisik dan mekanis adalah upaya-upaya untuk mencegah,
mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor
secara fisik dan mekanik.
contohnya :
- Modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan
lumut, penanaman bakau, pengeringan, pengaliran/drainase, dan lain-lain)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (Cattle barrier)
- Pemasangan kawat
b. Metode pengendalian dengan menggunaan agen biotik
- predator pemakan jentik (ikan, mina padi dan lain-lain)
- bakteri, virus, fungi
- manipulasi gen (penggunaan jantan mandul, dll)
c. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- Larvisida
- Space spray (pengkabutan panas/fogging dan dingin/ULV)
- Insektisida rumah tangga (penggunaan repelen, anti nyamuk bakar,
liquid vaporizer, paper vaporizer, mat, aerosol
6. Jelaskan mengenai pengawasan dan pengendalian nyamuk !
Pengawasan dan pengendalian nyamuk
Terdapat beberapa cara pengendalian vektor nyamuk. Beberapa usaha pencegahan
dan pengendalian terhadap serangan nyamuk demam berdarah dengue tidak akan berjalan
jika dilakukan secara simultan dan terpadu. Jika salah satu lingkungan saja tidak ikut
berpatisipasi, lingkungan tersebut bisa menjadi sumber infeksi serangan nyamuk demam
berdarah.
Usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang bisa dilakukan sebagai berikut
(Kardinan, 2007):
Pencegahan
Usaha ini dilakukan dengan menggunakan repellent atau pengusir, misalnya
lotion yang digosokkan ke kulit sehingga nyamuk takut mendekat. Banyak bahan
tanaman yang bisa dijadikan lotion anti nyamuk. Hal ini yang dapat dilakukan untuk
mengusir nyamuk adalah menanam tanaman yang tidak disukai serangga, termasuk
nyamuk Ae. aegypti. Tanaman ini bisa diletakkan di sekitar rumah atau di dalam.
Pengendalian
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan atau
menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat
(Kusnoputranto, 2000). Menurut data dari Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, keberhasilan pencegahan penyakit DBD
sangat bergantung pada pengendalian vektornya, yaitu Ae. aegypti/ Ae. albopictus
(Bermawie, 2006).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat, yaitu :
Secara Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), misalnya sarang nyamuk dengan cara
mengeringkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya, membakar
sampah yang menjadi tempat lalat bertelur dan tempat-tempat persembunyian serangga
pengganggu. Termasuk dalam pengendalian serangga adalah mencegah terjadinya kontak
antara serangga dengan manusia, misalnya dengan memasang kawat kasa atau kawat
nyamuk (insect-screen) di jalan angin, pintu atau jendela rumah (Soedarto, 1992).
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan
penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan
penyebaran vektor.
Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M+1T (Wikipedia, 2008),
yaitu:
1. Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di
dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
2. Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke
tempat itu unutk bertelur.
3. Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat
nyamuk bertelur.
4. Telungkupkan barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan
tempat nyamuk bertelur.
Secara Biologi
Pengendalian secara biologi adalah pengendalian serangga dengan menggunakan
predator (binatang pemangsa serangga), menyebarkan parasit penyebab penyakit pada
serangga dengan tujuan untuk menurunkan populasinya secara alami tanpa mengganggu
ekologi (Soedarto, 1992). Contoh Predator tersebut terdiri dari Ikan pemakan larva yaitu
ikan kepala timah, cupang dan gambus yang sudah semakin banyak digunakan untuk
mengendalikan nyamuk Ae. aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air
yang besar, bakteri penghasil endotoksin yaitu Bacillus Thuringies serotipe H-14 (Bt: H-
14) dan Bacillus sphaericus(Bs) adalah efektif untuk mengendalikan nyamuk.
Secara Kimia
Bahan kimia yang banyak digunakan dalam pemberantasan Ae. aegypti ialah
golongan organophospat. Malathion digunakan untuk memberantas nyamuk dewasa,
sedangkan temephos digunakan untuk jentiknya. Malathion digunakan dengan cara
pengasapan (fogging), karena kebiasaan beristirahat Ae. aegypti ialah pada benda yang
bergantungan. Temephos yang biasa digunakan berebentuk butiran pasir (sandgranules)
dan ditaburkan di tempat penampungan air. Penggunaan larvasida ini dalam posisi 1 ppm
mampu mencegah infestasi jentik Ae. aegypti selama 2 - 3 bulan. Pengaruh residu
temephos ini disebabkan karena bahan aktifnya dilepas secara perlahan (slow release)
dan menempel pada pori – pori dinding sebelah dalam dari tempat penampungan air.
Upaya lain dalam memutus mata rantai kehidupan nyamuk yakni dengan
perangkap telur (ovitrap). Ovitrap adalah alat pemancing nyamuk untuk bertelur di
dalamnya. Ketika telur berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan terperangkap
di dalam ovitrap, dan akhirnya mati (Anonimous, 2008). Ovitrap dapat berupa bejana,
misalnya, cangkir (cup) kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang
dinding sebelah dalamnya di cat hitam, dan ember kemudian diberi air secukupnya. Ke
dalam bejana tersebut dimasukkan paddle berupa potongan kayu, bilah bambu atau kain
yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi
nyamuk.
7. Jelaskan mengenai pengawasan dan pengendalian lalat !
Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen, biologi,
mekanik dan kimia.
Kontrol manajemen
Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik
pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat
perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit
penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak
(melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat.
Kontrol biologi
Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini relatif
jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam
mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak
bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat telah
dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga
keseimbangan ekosistem kandang.
Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia
nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa
lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian
puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat
(pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae dan
Fuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga
merupakan “lawan” lalat.
Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif
sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu,
hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun
demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di
kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah
organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.
Kontrol mekanik
Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada
umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat,
biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal
(aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk
mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat
penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.
Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya
tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke arah
pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga bisa
digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik
pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka
populasi lalat banyak.
Kontrol kimiawi
Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit
terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat.
Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak
akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut.
Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?
Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol
kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi
penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi
kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan
pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga
harus dilakukan dengan tepat.
Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan
(Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup
lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan
membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis
obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja
obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk
membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif
yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat
dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan
begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat).
Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang seperti fenomena
gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di dalam kandang hanya 20%
sedangkan lalat yang “tersembunyi” (telur, larva dan pupa) sesungguhnya jauh lebih
banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa akan menjadi lebih sulit karena
mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan lalat untuk menghindar (mata majemuk).
Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah
langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat.
8. Jelaskan mengenai pengawasan dan pengendalian kecoa !
Kecoa termasuk ke dalam phyllum Arthropoda, klas Insekta. Kecoa merupakan serangga
yang hidup di dalam rumah, restoran, hotel, rumah sakit, gudang, kantor, perpustakaan, dan lain-
lain. Seranga ini sangat dekat kehidupannya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat,
lembab dan banyak terdapat makanan. Hidupnya berkelompok, dapat terbang, aktif pada malam
hari seperti di dapur, di tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor,
umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi
dicela-cela. Serangga ini dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan
dalam keadaan terganggu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Makanya kadang jika
saat kita sedang tidur, kecoa melintas di dekat kita suka tercium bau prengus. Berdasarkan
pengalaman, kecoa sangat aktif dalam keadaan gelap, dalam keadaan yang sedikit cahaya
aktivitas kecoa ini luar biasa, terbang kesana-kemari, kadang juga aktivitas kawin dilakukan.
Siklus Hidup
Mula-mula, telur kecoak akan menetas menjadi nimfa. Nimfa ialah tahapan tubuh hewan muda.
Nimfa pada kecoak memiliki bentuk tubuh yang hampir serupa dengan kecoak dewasa, tetapi
ukuran nimfa lebih kecil dan belum bersayap. Dalam perkembangannya, nimfa akan mengalami
pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali hingga menjadi kecoak dewasa. Setelah dewasa, kecoak
tersebut akan bertelur. Telur tersebut akan menetas. Tahapan perubahan bentuk akan terulang
lagi.
Di alam bebas, ia menjadi santapan predatornya seperti burung, mamalia kecil, dan binatang
amfibi. Namun kecoak kota (kecoak di perkotaan) nyaris tidak punya musuh, kecuali ya kita ini
yang mati-matian berusaha untuk membunuh kecoak itu. Faktanya, kecoak memiliki pelindung
yang kuat di punggungnya yang membuat ia tidak mudah mati dipukul. Jangan kira kecoak
langsung mati ketika dipukul, beberapa menit kemudian kecoak itu akan kembali berjalan dan
kabur entah kemana.
Kecoak bisa menghasilkan 40 ekor kecoak Junior dalam sebulan. Mereka adalah kaum
Omnivora yang bisa memakan Feses, lem, sisa makanan di dapur, organisme mati (termasuk
mayat manusia), bahkan keturunannya sendiri.
Pengawasan kecoa :
Dilakukan dengan cara memeriksa secara rutin pada tempat-tempat yang disenangi kecoa seperti
kolong meja, sudut lemari, tempat cucian piring. Untuk lokasi yang sulit dijangkau, digunakan
alat bantu seperti cermin bertangkai dan senter. Diperiksa apakah tampak telur kecoa maupun
wujud dewasanya.
Pengendalian kecoa :
A. SURVEILANS
1. Tujuan
Untuk melihat keberadaan kecoa di Rumah Sakit. Keberadaan kecoa ini dilihat
dengan adanya tanda-tanda kecoa seperti kotoran, kapsul dan adanya kecoa itu
sendiri.
2. Pelaksanaan
Surveilans kecoa dilakukan dengan cara melihat secara visual tanda-tanda yang
menyatakan adanya kecoa seperti adanya kotoran (fecal) dan kasul (ootheca)
kecoa. Disamping itu dengan melihat ada (hidup atau mati) dan tidak adanya
kecoa disetiap ruangan.
a) Keberadaan Kotoran dan kapsul
- Bentuk fisik : kapsul Blattella Germanica dapat berisi 30-40 telur, Blatta
orientalis sekitar 16 telur, Supella longipalpa 13-18 telur dan Periplaneta
americana sekitar 14 telur
- Tempat : kotoran, pada lantai, pada tempat-tempat yang tersembunyi, pada
tempat-tempat yang sering dilalui, sedangkan kapsul pada sudut-sudut
bagian dari meja, almari, celah-celah pada dinding.
- Cara : Visual dan perabaan.
- Alat : Senter serta formulir pencatatan pengamatan.
- Waktu : Untuk melihat kecoa dilakukan pada malam hari, mulai pukul 18.00
s/d 20.00 WIB , pukul 23.00 s/d 1.00 WIB, pukul 04.00 s/d 06.00 WIB
.frekwensi pelaksanaan pengamatan setiap 2 (dua) minggu.
b) Keberadaan kecoa
- Bentuk Fisik : Tergantung Jenisnya.
- Tempat : Kecoa dilihat dibawah rak, dibagian bawah daun meja, dilipatan
tempat tidur, pada celah-celah dinding dengan almari, pada celah-celah yang
terdapat pada dinding itu sendiri.
- Cara : Visual.
- Alat : Cermin bertangkai dan senter formulir pencatatan pengamatan.
- Waktu : Untuk melihat kecoa dilakukan pada malam hari, mulai pukul 18.00
s/d 20.00 WIB, pukul 23.00 s/d 1.00 WIB, pukul 04.00 s/d 06.00 WIB.
Frekwensi pelaksanaan pengamatan setiap 2 (dua) minggu.
3. Pencatatan
Hasil pengamatan dicacat kedalam formulir seperti pada lampiran 1.
4. Analisis hasil pengamatan
- Tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa, baik dari kotoran, kapsul
maupun kecoanya sendiri.
- Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera dilakukan upaya
pemberantasan.
B. PEMBERANTASAN
Upaya pemberantasan ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa.
1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnakan dengan membakar/
dihancurkan.
2) Pemberantasan Kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.
Secara fisik atau mekanis dengan :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan'
- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.
- Menutup celah-celah dinding.
Secara Kimiawi :
- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan),
dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).
Cara menghitung kepadatan kecoa di rumah :
Dilakukan dengan cara memasang pellet pada lem lalat. Kemudian lem ditempatkan di ujung
dapur atau lemari atau tempat yang disukai kecoa selama 24 jam.
Bila jumlah kecoa tertangkap <2 = kondisi normal
Jumlah kecoa tertangkap >2 = perlu diwaspadai
Jumlah kecoa tertangkap >5 = perlu tindak lanjut
9. Jelaskan mengenai pengawasan dan pengendalian tikus !
Tikus dan mencit merupakan masalah rutin di Rumah Sakit, karena itu
pengendaliannya harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini menimbulkan
kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak bahan pangan, instalasi medik, instalasi
listrik, peralatan kantor seperti kabel-kabel, mesin-mesin komputer, perlengkapan
laboratorium, dokumen/file dan lain-lain, serta dapat menimbulkan penyakit. Beberapa
penyakit penting yang dapat ditularkan ke manusia antara lain, pes, salmonelosis,
leptospirosis, murin typhus.
Kemampuan alat indera
1) Mencium
Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluarsarangnya ia
akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiridan kekanan. Mengeluarkan
jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan
sekresi genital yang memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti
olehtikus lainnya. Bau penting untuk Rodensia karena dari bau ini dapat membedakan
antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau juga memberikan tanda akan bahaya yang
telah dialami.
2) Menyentuh
Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia komensal, ini untuk
membantu pergerakannya sepanjang jejak dimalam hari.Sentuhan badan dan kibasan
ekor akan tetap digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan
benda lain yang dekat sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini
terhadap ada atau tidaknya rintangan didepannya.
3) Mendengar.
Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu rondesia
dapat mendengar suara ultra. Mengirim suara ultrapun dapat.
4) Melihat.
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus dapat mendekteksi
gerakan pada jarak lebih dari 10 meter.
Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping)
Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan
pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi sebagai berikut. Core
perangkap diletakan dilantai pada lokasi dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan
tikus, di Inner Bound perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam
semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan jumlah
perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut : Untuk setiap ruangan dengan
luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah
satu perangkap. Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk
memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap dan diperiksa
setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang tertangkap.Perangkap bekas terisi
tikus dan mencit harus dicuci dengan air dan sabun dan dikeringkan segera. Pemasangan
perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan beracun
Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan
beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau perangkap
berumpan racun mempunyai efek sementara, racun perut (Rrodentisia campuran,
antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan digunakan
didaerah/tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan Domestik dan anak-anak.
Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak
teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat bangkai
tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus juga sangat berbahaya bagi
manusia hewan/binatang lainnya. Ada 2 macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu
racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena kalautidak
maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang beracun sejenis.
Sedangkan kalau racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati dalam setengah
jam kemudian. Menurut Departemen Pertanian (2001) Pestisida untuk pengendalian
tikus (Rrodentiisida).
10. Bagaimanakah pengukuran kepadatan vector ?
Menghitung kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti
Menurut Ditjen P2M dan PL tahun 2007, kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti dapat
diketahui dengan cara :
1. Survei nyamuk
Pada survei ini penangkapan nyamuk dilakukan di dalam maupun di luar rumah dalam
kurun waktu masing-masing 20 menit. Penangkapan nyamuk ini menggunakan alat yang
dinamakan aspirator.
Indeks-indeks nyamuk yang digunakan yaitu :
a. Landing Rate
Jumlah Aedes aegyptibetina tertangkapumpanJumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan
b. Resting per rumah
Jumlah Aedesaegyptibetina pada penangkapan nyamuk hinggapJumlah rumah yangdilakukan penangkapan
2. Survei jentik
a. Memeriksa semua tempat maupun bejana yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui adanya jentik.
b. Pada tempat penampungan air yang berukuran besar sebaiknya menunggu kira-kira ½
- 1 menit untuk memastikan adanya jentik apabila pada penglihatan pertama tidak
menemukan adanya jentik.
c. Pada tempat-tempat penampungan air yang berukuran kecil seperti vas bunga, pot
tanaman air, botol yang airnya keruh, dan lain-lain sebaiknya dipindahkan terlebih
dahulu ke wadah yang agak luas sehingga bisa dilihat ada tidaknya jentik.
d. Pada saat memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh, sebaiknya
menggunakan bantuan senter.
Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes
aegypti yaitu :
1. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumlahrumah yang tidak ditemukan jentikJumlahrumah yangdiperiksa
x100 %
Perhitungan ini dilakukan untuk menggambarkan luasnya persebaran nyamuk di
suatu wilayah.
2. House Index (HI)
Jumlahrumah yang ditemukan jentikJumlahrumah yang diperiksa
x100 %
3. Container Index (CI)
Jumlahcontainer dengan jentikJumlahcontainer yang diperiksa
x100 %
Container adalah tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti.
4. Breteau Index (BI)
Nilai ukuran ini dapat diketahui dengan melihat jumlah kontainer yang terdapat
jentik dalam 100 rumah.
3. Survei perangkap telur (ovitrap)
Survei ini dilakukan dengan memasang ovitrap, yaitu wadah yang berupa bejana seperti
potongan bambu, kaleng, gelas plastik, dan lain-lain yang bagian dalamnya diberi cat
warna hitam kemudian diberi air secukupnya. Setelah itu dimasukkan padel berupa
potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap ke dalam
bejana sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk. Ovitrap dapat diletakkan di dalam
dan di luar rumah pada tempat yang gelap dan lembab. Pemeriksaan ada tidaknya telur
nyamuk di padel dapat dilakukan 1 minggu kemudian.
Ovitrap index dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :
jumlah padel yangmengandung telurJumlah padel yangdiperiksa
x100 %
Kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui secara lebih tepat dengan
mengumpulkan telur-telur yang terdapat pada padel dan menghitung jumlahnya dengan
perhitungan sebagai berikut :
Jumlah telurJumlahovitrap yangdigunakan
=…telur per ovitrap
Menghitung kepadatan populasi tikus
Pada perhitungan kepadatan populasi tikus, maka dilakukan beberapa pengamatan yaitu :
- Core : Pemeriksaan secara visual. Yaitu dengan melihat adanya tanda-tanda keberadaan
tikus berupa kotoran tikus dan/atau jejak kaki tikus. Selain itu harus diperhatikan tanda-
tanda lain seperti : sisa keratan pada pintu/kasa/buku dan kawat kasa yang berlubang
bekas lewat tikus.
- Inner Bound : Pemeriksaan secara visual, yaitu lubang di tanah, bangkai tikus, kotoran
tikus, serpihan bekas keratan tikus.
Dalam melakukan pengamatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti :
a. Saat pengamatan
Secara visual dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 wib dan pada malam hari
dilakukan antara pukul 22.00-24.00 wib.
b. Lama pengamatan
Pemeriksaan dilakukan selama 5- 10 menit per tempat per orang sehingga petugas dapat
melakukan pemeriksaan minimum 12 tempat per orang.
Lama pengamatan= Jumlah tempat12 x jumlah petugas
Keterangan : 12 adalah pemeriksaan minimum dalam 2 jam.
c. Periode pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap dua bulan pada setiap tahunnya dengan dasar
pertimbangannya adalah masa reproduksi tikus.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 374/MENKES/PER/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor, pengendalian vektor yaitu semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan
untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi
berisikio untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari
kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah.
Sedangkat pengendalian vektor terpadu (PVT) yaitu pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas
dan efektivitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
Prinsip-prinsip PVT meliputi :
a. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,
dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku masyarakat yang bersifat spesifik
lokal.
b. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program
terkait, LSM, organisasi profesi, dunia usaha/swasta serta masyarakat.
c. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metode non kimia dan
menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana.
d. Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidan ekologi dan prinsip ekonomi yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan,agnesa.2011.Pengendalian vector epidemiologi. Di akses di
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf pada tanggal 18
mei 2013
Chandra, Budiman.2006 .Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Repbik Indonesia. 2011. Pedoman Penendalian Tikus di akses di
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf pada tanggal 20
Mei 2013
Gandahusada ,srisasi ,et al. 2006. Parasitologi kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta
Purnama, Sang Gede. 2010. Pengendalian vector DBD: materi Kuliah Prodi IKM.