BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1. ADE
6.2. Diagnosis Banding Pada Skenario
1. TBC (Tuberkulosis)
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex, infeksi menular langsung yang biasanya menyerang paru-
paru, bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk spora dan termasuk bakteri
aerob.
Epidemiologi :
Morfologi dan Struktur Bakteri :
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
– 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks,
terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding
sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi.
Asam
mikolat
merupakan asam
lemak berantai
panjang (C60 –
C90) yang
dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding
sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.
tuberculosisbersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat
diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigenM. tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.
Klasifikasi TB
Klasifikasi Tuberculosis :
a. TB paru Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer
atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c) Menyebar Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
d) Penyebaran secara bronkogen.
e) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
b. TB paru Post primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti
salah satu jalan sebagai berikut :
a) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b) Sarang akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan
akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
c) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Gambaran klinik
1) Gejala respiratorik :
a) Batuk > 2 minggu
b) Batuk darah
c) Sesak napas
d) Nyeri dada
2) Gejala sistemik :
a) Demam
b) Malaise
c) Keringat malam
d) Anoreksia
e) Berat badan menurun
Gejala tuberkulosis ekstraparu:
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
6.3. Penegakan Diagnosis
1) Penegakan diagnosis TB
TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk
darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise. Gejala respiratorik ini sangat
bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung
dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada gejala
batuk.
Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak keluar. Pada awal perkembangan penyakit sangat
sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan
fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum. Untuk yang
diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu
sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional,
diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB
(BTA). Sedangkan pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya dan tidak
dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks.
Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak BTA TB paru di bagi dalam:
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spektrum luas
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M.tuberculosis positif
3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis
BTA belum diperiksa
b) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas
indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis
memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks. Gambaran
radiologis yang ditemukan dapat berupa :
1) Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah
2) Bayangan berawan atau berbercak
3) Adanya kavitas tunggal atau ganda
4) Bayangan bercak milier
5) Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
6) Destroyed lobe sampai destroyed lung
7) Kalsifikasi
Schwarte.
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses
yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut :
1) Lesi minimal (Minimal Lesion):
2) Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian
kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dengan volume paru yang terletak diatas
chondrosternal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau
korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai
kavitas.
3) Lesi luas (FarAdvanced)
4) Kelainan lebih luas dari lesi minimal.
Gambar 1 : Bercak berawan
Gambar 2 : Bayangan TB milier
Gambar 3 : Bayangan efusi pada cavum pleura
c) Pemeriksaan khusus.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat
mendeteksi kuman TB seperti :
1) BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang
dihasilkan dari metabolisme asam lemak M.tuberculosis
dideteksi growth indexnya.
2) Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi
DNA dari M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam
pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.
3) Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot.
4) Pemeriksaan laboratorium
Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi
jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya
meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator
yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi
yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis
penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
kepositifan yang didapat besar sekali. (PPDI, 2006)
2) Penegakan Diagnosis Pneumonia
Penegakkan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan terhadap terapi yang
akan diberikan kepada penderita mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat
penyakit. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada
pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat. Diagnosis pneumonia dapat
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan khusus.
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
pneumonia. beberapa gejala yang didapatkan pada saat anamnesis antara lain dapat
berupa demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40⁰C, batuk
dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan
nyeri dada.
Pada pemeriksaan fisik, hasilnya bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan
klinis. Perlu diperhatikan keadaan klinis yang mengarah pada keadaan klinis yang
mengarah pada tipe kuman dan tingkat berat penyakit. Awitan akut biasanya
disebabkan oleh kuman patogen seperti S. Pneuminae, Strepstococcus spp,
Staphylococcus. Pneumonia yang disebabkan virus ditandai dengan mialgia, malaise,
batuk kering dan nonproduktif. Pada awitan ringan pada orang tua/ imunitas
menurun akibat kuman yang kurang patogen, misalnya Pseudomonas,
Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumonia
klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda konsolidasi paru (pada
perkusi didapatkan pekak, auskuktasi didengar ronki nyaring, dan suara napas
bronkial). Warna, konsistensi dan jumah sputum sangat penting untuk diperhatikan.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan dari pemeriksaan radiologis. Pola
radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram
(airspace disease) misallnya oleh Streptococcus pneumoniae. Distribusi infiltrat pada
segmen apikal lobus inferior atau sugestif untuk kuman aspirasi. Namun pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Pada lobus inferior dapat terjadi infiltrat
yang disebabkan oleh Klebsiella spp, atau amiloidosis. Bentuk lesi berupa kavitas
dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif atau
amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S.pneumoniae, dapat
juga oleh kuman anaerob. Foto ulang dapat dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya infeksi sekunder/ tambahan. Pada pasien yang mengalami
perbaikan klinis, foto ulang yang dilakukan dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4-12 minggu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis karena adanya infeksi
bakteri. Namun dapat didapatkan negatif/normal karena disebabkan oleh
virus/mikroplasma atau pada infeksi yang sudah terlalu berat. Adanya leukopenia
menunjukan adanya depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negatif atau S.aureus pada pasien keganasan dan gangguan kekebalan.
Pemeriksaan bakteriologis dapat dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torskosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dapat dilakukan pemeriksaan dengan apus Gram, Burri Gin, Quelung test
dan Z. Nielsen. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utam apra terapu dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
Pemeriksaan khusus dilakukan dengan titer antibodi terhadap virus, legionella,
dan mikoplasma. Diagnosis dapat ditegakkan apabila nilai titer tinggi dan atau
kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah juga diperlukan untuk menilai tingkat
hipoksia dan kebutuhan oksigen. (Sudoyo, 2009)
6.4. Penatalaksanaan Penumonia
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan yaitu :
a. Keadaan klinisnya
b. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah
c. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik
misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin
Yang termasuk dalam faktor modifikasi yaitu :
Gambar 1 : Faktor Modifikasi
Gambar 2 : Pilihan antibiotik
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi :
1. Penderita rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simptomatik
a) Istirahat di tempat tidur
b) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi, bila panas tinggi
perlu dikompres atau minum obat penurun panas
c) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan Ekspektoran
b. Pemberian antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
a. Pengobatan suportif / simptomatik
a) Pemberian terapi oksigen
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
a. Pengobatan suportif / simptomatif
a) Pemberian terapi oksigen
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Gambar 3 : Bagan penatalaksanaan penumonia