72
BAB IV
BATUAN PIROKLASTIK
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Tinjauan Materi
Pada kuliah ini akan diuraikan mengenai pengertian batuan piroklastik, struktur
dan tekstur, karakter fisik dan kimia serta klasifikasi dan jenis jenis batuan
piroklastik. Selain itu akan dibahas tentang tipe erupsi gunungapi dan material
material hasil dari proses pembentukan gunungapi.
4.1.2 Sasaran Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
definsi/pengertian dari batuan piroklastik beserta proses proses
pembentukannya, mengetahui jenis jenis erupsi gunungapi dan material yang
dihasilkan, menggunakan klasifikasi untuk membedakan berbagai macam batuan
piroklastik serta membedakan batuan piroklastik dengan batuan beku dan
batuan sedimen.
4.2. Uraian Bahan Pembelajaran
4.2.1. Pengertian
Piroklastik berasal dari bahasa yunani yaitu pyro yang berarti api (magma yang
dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), dan
clast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Batuan piroklastik sendiri diartikan
sebagai batuan yang terbentuk akibat akumulasi dari material yang berasal dari
hasil ledakan gunungapi yang bersifat eksplosif. Material material tersebut dapat
berupa fragmen dari batuan dalam bentuk mineral, kristal ataupun gelas.
Dibeberapa pustaka, batuan piroklastik banyak digolongkan kedalam batuan
beku mengingat proses pembentukannya yang erat dengan proses magmatisme.
Namun ada pustaka yang menggolongkan batuan piroklastik terutama yang
telah mengalami proses sedimentasi kedalam batuan sedimen. Dalam buku ini,
73
batuan piroklastik dikelompokkan secara khusus dan tidak digabung kedalam
pembahasan bab batuan beku ataupun bab batuan sedimen agar pembahasan
mengenai batuan ini lebih spesifik mengingat batuan ini merupakan batuan yang
mempunyai penyebaran yang sangat luas di Indonesia.
4.2.2 Lingkungan Tektonik Pembentukan Gunungapi
Proses pembentukan batuan piroklastik sangat erat kaitannya dengan proses
vulkanisme atau proses pembentukan gunungapi baik yang bersifat eksplosif
maupun efusif. Oleh karena itu, sebelum membahas lebih detail tentang batuan
piroklastik maka pemahaman umum tentang proses mengenai pembentukan dan
produk atau hasil yang dihasilkan oleh gunungapi sangat diperlukan.
Proses pembentukan gunungapi mempunyai kesamaan dengan proses
pembentukan magma yang telah dijelaskan pada bab selanjutnya. Seperti
diketahui bahwa proses pembentukan gunungapi sangat berkaitan dengan
dinamika lempeng sehingga penyebaran gunungapi selalu berasosiasi dengan
batas batas lempeng seperti yang diperlihatkan gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1. Pembentukan gunungapi hubungannya dengan batas lempeng
Proses pembentukan gunungapi dapat dibedakan dari kedudukan tektonik
lempengnya, yaitu:
1. Zona divergen atau pemekaran
74
Pada daerah batas lempeng divergen, magma naik keatas permukaan dan keluar
melalui celah pada zona zona lemah dan kemudian membentuk punggungan
punggungan ditengah samudera. Pemekaran ini menghasilkan sifat magma
berupa mafik hingga ultramafik. Sifat magma yang cenderung basa dikarenakan
mantel dari lempeng samudera sendiribersifat basa hingga ultrabasa. Tipe batuan
yang dihasilkan bersifat basa. Pada kerak kontinen juga dapat terjadi proses
pemekaran dan menghasilkan tipe batuan dengan sifat batuan dengan sifat basa
sama dengan magma yang keluar dari pemekaran kerak samudera. Contoh dari
gunungapi ini yaitu gunungapi yang dijumpai ditengah samudera.
Gambar 4.2. Pembentukan gunungapi yang berasosiasi dengan batas lempeng
divergen.
2. Batas lempeng konvergen
Batas lempeng konvergen adalah batas lempeng dimana terjadi penunjaman
salah satu lempeng kebawah lempeng yang lain. Umumnya lempeng samudera
menyusup dibawah lempeng samudera mempunyai berat jenis yang lebih besar
dari pada berat jenis lempeng benua. Daerah ini dapat menghasilkan sifat magma
yang beragam mulai dari asam hingga basa. Variasi sifat magma ini dipengaruhi
dari besar sudut penunjaman terutama proses tumbukan lempeng samudera
dengan lempeng benua. Semakin kecil sudut penunjaman maka akan
75
menghasilkan magma yang bersifat asam sementara semakin besar sudut
penunjaman maka akan menghasilkan magma yang bersifat basa. Contoh dari
gunungapi ini adalah gunungapi yang ada di Pegunungan Andes, Amerika
Selatan.
Gambar 4.3 Pembentukan gunungapi yang berasosiasi dengan batas lempeng
konvergen.
3. Hot spot (Intraplate volcanism)
Pembentukan gunungapi dari aktifitas hot spot dikarenakan adanya terobosan
magma dari atmosfer menuju ke lithosfer dan pada bagian bawah kerak lithosfer
magma ini melewati celah yang mempunyai kedudukan lateral. Komposisi
magma bila keluar di lempeng samudera akan bersifat basa, hal ini sama dengan
produk magma yang keluar dari pemekaran lempeng samudera, bila magma
keluar di kontinen maka sangat berpotensial menjadi magma yang bersifat sama.
76
Pembentukan gunungapi daerah ini berbeda dengan proses pemebntukan
daerah subduksi dan pemekaran, karena daerah ini mempunyai pusat magma
yang tetap. Contoh dari gunungapi yang terbentuk dari proses ini adalah
gunungapi Hawaii seperti gambar 4.4.
Gambar 4.4. Pembentukan gunungapi pada daerah intraplate
4.2.3. Erupsi dan Hasil letusan gunungapi
4.2.3.1 Erupsi Gunung Api
Erupsi gunung api terjadi ketika larutan magma yang bercampur dengan batuan
yang masih dalam wujud cair, debu, dan uap muncul keatas permukaan melalui
suatu saluran yang disebut dengan vent. Proses ini terjadi disebabkan adanya
perpindahan energi dari bagian dapur magma menuju ke arah permukaan akibat
adanya tekanan. Sifat erupsi gunung api dapat terjadi karena adanya tekanan dari
dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan tekanan beban
diatasnya. Berdasarkan sumber kejadiannya, erupsi vulkanik dapat dibedakan:
1. Erupsi piroklastik
Erupsi piroklastik adalah erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu akibat
adanya pemisahan gas (degassing) dari fase magma dan naiknya tekanan ruang
magma hingga melebihi tekanan beban sumbat gunungapi hingga menyebabkan
terjadinya ledakan/erupsi.
77
2. Erupsi hidrovulkanik
Erupsi hidrovulkanik adalah erupsi yang terjadi akibat adanya interaksi antara
magma dan air bawah tanah mauoun air permukaan. Dalam hal ini ada beberapa
syarat agar adanya kontak antara air dengan magma tersebut menghasilkan
letusan, yaitu :
a. Proses Superheating yaitu adanya proses pemanasan air oleh magma atau
sumber panas lain seperti aliran lava, aliran piroklastik dan sebagainya.
Superheating menyebabkan pondidihan air yang menghasilkan penguapan
total di seluruh bagian air yang terpanaskan. Penguapan ini disertai ekepansi
gelombang gas, sehingga tekanan gas naik dengan cepat. Hasil akhir dari
rangkaian proses ini adalah kenaikan tekanan yang dapat menimbulkan
ledakan sebagai reaksi keseluruhan sistem untuk mencapai kesetimbangan.
b. Lapisan Penahan. Proses superheating akan menghasilkan tekanan tinggi bila
kenalkan suhu berada pada kondisi isovolume. Kondisi semacam ini bisa
dicapai bila air berada pada tempat dengan volume ruang yang konstan. Di
alam tempat tersebut terjadi bila air berada dalam lapisan porous
impermeabel. Bila tekanan yang dihasilkan melampaui besamya tekanan
litostatis lapisan penahan maka akan terjadi letusan.
c. Perbandingan Air dengan Magma.
Timbulnya larutan hidrovulkanik dikontrol oleh perbandingan air dan magma
yang berpengaruh pada jumlah pemanasan dan derajat fragmentasi yang
dihasilkan oleh peralihan energi. Jika perbandingan air dengan magma terlalu
besar menyebabkan superheating tidak berlangsung sempurna sehingga
hanya diperoleh energi yang kecil.
4.2.3.2 Material hasil erupsi gunungapi
Secara umum material atau produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas:
a. Gas Volkanik
Gas volkanik terbentuk pada waktu erupsi gas dikeluarkan dalam jumlah
besar dengan gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses
degassing sebelum terjadi erupsi.
78
b. Aliran Lava
Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi. Tingkat keenceran
lava akan mempengaruhi morfologi dari aliran lava yang dibentuknya. Lava
dengan viskositas rendah akan meleleh dengan pelamparan luas tapi tidak
tebal. Sedang lava yang agak kental maka pemekarannya berjalan lambat
dengan penyebaran tidak begitu luas tapi sangat tebal. Lava kental akan
membentuk morfologi "volcanic dome" yaitu penimbunan ke atas dari celah
ke sisi tebing. Dan jika magmanya sangat kental akan membentuk "plug
dome".
4.2.4 Tipe erupsi gunungapi
Masing masing gunungapi mempunyai tipe letusan yang khas yang disesuaikan
dengan kondisi fisika dan kimia gunungapi tersebut. Erupsi bisa terbentuk secara
efusif ataupun secara eksplosif. Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk
membedakan tipe erupsi gunungapi, beberapa diantaranya dinamakan
berdasarkan tempat gunungapi tersebut berada dan beberapa lainnya
dinamakan berdasarkan bentuk hasil letusan yang dihasilkan.
4.2.4.1 Erupsi Hawaiian Tipe erupsi Hawian terbentuk oleh larutan magma yang bersifat basaltik yang
terlempar ke udara dari sebuah saluran (vent) pada bagian puncak atau lereng
sebuah gunungapi. Semburan api tersebut bisa berlangsung dalam waktu
beberapa jam sampai dengan hitungan hari. Terkadang semburan api akan
membentuk suatu kenampakan menyerupai air mancur akibat semburan yang
terjadi berkali kali.
4.2.4.2 Erupsi Strombolian Tipe erupsi ini terjadi akibat adanya semburan lava dengan komposisi basal
sampai dengan basal andesitik dari mulut conduit atau saluran magma. Letusan
biasanya terjadi secara teratur maupun tidak dalam hitungan menit. Tipe letusan
ini dicirikan dengan letusan lava yang tinggi mencapai ratusan meter yang
disebabkan oleh akumulasi gas dalam jumlah yang banyak pada bagian dalam
dan leher mulut yang kemudian tertekan dan meletus ketika sampai pada mulut
gunungapi. Letusan ini menghasilkan lava dengan tekstur gelas dan scoria serta
lava bomb. Material hasil erupsi secara eksplosive ini dikatakan sebagai tephra.
Erupsi Strombolian berasal dari nama sebuah gunungapi yaitu Stromboli di Italia.
79
4.2.4.3 Erupsi Vulcanian Erupsi vulcanian merupakan tipe erupsi yang singkat namun sangat eksplosive
yang umumnya disusun oleh magma yang bersifat andesit, dacite atau rhyolite.
Letusan ini dihasilkan oleh adanya fragmentasi dan ledakan dari lava yang berada
pada saluran gunungapi atau juga bisa dihasilkan adanya runtuhan dari kubah
vulkanik. Erupsi vulkanian dapat menghasilkan sebuah ledakan yang sangat
hebat dimana material yang meledak dapat terlempar dengan kecepatan lebih
dari 350 meter/jam dan mencapai ketinggian sampai dengan beberapa kilometer
diudara. Erupsi ini menghasilkan tephra, awan debu dan awan panas yang
menggulung. Nama vulcanian diambil dari sebuah pulau di Italia gunungapi di
Italia, yaitu pulau Vulcano dimana dijumpai gunungapi dengan letusan seperti
yang dijelaskan diatas.
4.2.4.4 Erupsi Plinian Tipe erupsi gunungpai yang paling tinggi daya ledak dan paling luas cakupannya
adalah tipe erupsi Plinian. Letusan ini dihasilkan akibat adanya fragmentasi dari
magma dengan kandungan gas yang sangat tinggi dan biasanya berasosiasi
dengan magma yang bersifat viskos yaitu berkomposisi riolitik dan dasitik.Erupsi
ini akan menghasilkan energi ledakan yang sangat besar yang disertai dengan
terbentuknya kolom energi yang disusun oleh gas dan debu yang menjulang
mencapai ketinggian 50 km dan kecepatan yang sangat tinggi yaitu mencapai
ratusan meter per jam. Debu yang dihasilkan dari tipe letusan ini dpat
menjangkau jarak ratusan bahkan ribuan kilometer dari sumbernya. Kolom yang
dibentuk oleh erupsi ini biasanya akan berbentuk mushroom atau jamur yang
mirip dengan ledakan bom nuklir. Karena dahsyatnya ledakan yang ditimbulkann,
erupsi ini bisa menghancurkan bagian atas dari sebuah gunungapi. Seperti yang
terjadi pada gunungapi St Helen pada tahun 1980.
4.2.4.5 Erupsi Pelean Tipe erupsi ini sering juga disebut dengan Nuee Ardent yang berarti gumpalan
awan, terbentuk akibat adanya magma yang sangat kental yang biasanya
berkomposisi riolitik atau andesitik terlempar ke udara dan jatuh kembali lalu
membentuk sebuah gumpalan yang bercampur dengan material hasil erupsi
lainnya. Erupsi ini mempunyai karakteristik utama yaitu adanya kehadiran
gumpalan awan panas yang terdiri dari material piroklastik dan debu vulkanik
yang panas bergerak menjauh dari pusat erupsi. Selain itu tipe erupsi ini juga
dicirikan dengan adanya pembentukan kubah lava
80
Gambar 4.5. Macam macam tipe erupsi gunungapi (atas) dan klasifikasi
sederhana dari tipe erupsi berdasarkan jumlah gas, material padat dan cair yang
dikeluarkan.
81
4.2.5 Endapan Material Piroklastik Pada umumnya material piroklastik atau material hasil erupsi gunungapi dapat
dibagi menjadi tiga; yaitu endapan piroklastik jatuhan (pyroclastic fall), endapan
piroklastik aliran (pyroclastic flow) dan endapan piroklastik surge (pyroclastic
surge) (gambar 4.6).
Gambar 4.6. Tiga jenis endapan piroklastik yaitu fall atau jatuhan, flow atau aliran
dan surge
4.2.5.1 Endapan Jatuhan Piroklastik (Pyroclastic Fall)
Endapan jatuhan piroklastik adalah endapan yang disusun oleh material vulkanik
yang tertransportasi melalui medium udara selama proses erupsi gunungapi yang
membentuk tephra atau material hasil erupsi gunungapi yang merupakan produk
utama dari gunungapi (gambar 4.7).
82
Gambar 4.7. Gambar proses pembentukan endapan jatuhan piroklastik
Tephra dikelompokkan berdasarkan ukuran dan bentuk seperti pada tabel 4.1 dan
gambar 4.8 dibawah ini.
Tabel 4.1. Tabel pembagian tephra atau material hasil gunungapi
> 32 mm blocks, bombs
>4 mm > 0.32 mm lapilli, pumice, scoria, etc.
<4 mm > 0,25 mm Ash
<0.025 mm fine ash, dust
Gambar 4.8. Kenampakan dan ukuran dari bomb, lapilli dan ash
83
Bomb adalah fragment dari batuan yang berbentuk seperti teteasn air mata
dengan ekor yang terpuntir. Biasanya bomb memiliki sebuah inti dengan
komposisi basalt, peridotite, batuan asal atau juga kumpulan dari kristal kristal
seperti olivine.
Fragment batuan yang berukuran sama dengan bomb tetapi mempunyai bentuk
yang menyudut disebut dengan block. Block disusun oleh batuan yang berasal
dari erupsi sebelumnya dan terbentuk akibat ledakan eksplosif yang membuat
saluran gunungapi terbuka dan mengeluarkan fragmen fragmen batuan ke
udara.
Apabila block block ini bersatu maka akan terbentuk batuan yang disebut dengan
agglomerat. Keterdapatan material bomb dan block dalam jumlah yang
melimpah menandakan bahwa material tersebut tidak terendapkan jauh dari
sumbernya. Sebagian besar material tersebut kemudian jatuh kebagian lereng
dari gunungapi dan secara tidak beraturan akan bercampur yang kemudian
membentuk apa yang diistilahkan dengan agglomerat atau breksi volcanic.
Batuan ini mengandung material berukuran dari lapilli sampai dengan bomb dan
block serta mengandung matrix yang berukuran sangat halus yang terbentuk
setelah pengendapan. Batuan ini memeiliki sortasi yang sangat buruk karena
pendekanya jarak dari sumber. Apabila batuan ini tertransportasi lebih jauh,
maka fragmen fragmen menjadi lebih membulat yang kemudian diistilahkan
dengan konglomerat vulkanik yang dapat mengindikasikan adanya kehadiran air
dilingkungan sekitar gunungapi tersebut.
Lapilli biasanya dijumpai bersama dengan bomb dan block pada batuan
agglomerate dan tufa. Lapilli yang berkomposisi basalt dan memiliki tekstur
vesicular disebut dengan scoria. Gunungapi yang bersifat asam akan
menghasilkan fragmen yang berukuran lapilli dengan tekstur vesicular yang
disebut dengan pumice.
Sebagian besar material yang dihasilkan oleh gunungapi secara intensif akan
terpanaskan dan membentuk abu (ash). Bersama dengan debu gunungapi atau
dust, abu vulkanik merupakan material hasil erupsi gunungapi yang akan
terendapkan terakhir setelah erupsi yang biasanya akan terbawa sampai dengan
ratusan bahkan ribuan kilometer sebelum terendapkan.
Sifat dari material abu atau ash (juga semua material hasil dari erupsi volkanik),
adalah akan terendapkan mengikuti kemiringan topografi dan akan menutupi
permukaan baik itu pegunungan maupun lembah sebuah gunungapi. Apabila
material abu vulkanik ini dijumpai menindih material material yang dapat di
tentukan umurnya berdasarkan metode dating seperti carbon, umur yang akurat
84
akan dapat ditentukan dari endapan abu tersebut tersebut.
Keberdaan abu vulkanik menjadi sangat penting, karena dapat memberikan
berbagai informasi yang sangat penting yaitu antara lain: (1) menghitung
kecepatan sedimentasi dari suatu cekungan sedimen, (2) kecepatan
pembentukan kipas aluvial, (3) studi tentang erosi dimana ketidakhadiran debu
vulkanik pada suatu lereng gunungapi menandakan adanya proses erosi, (4) studi
tentang perubahan muka air laut, dimana endapan tephra dijumpai menutupi
gumuk pasir yang ada dipantai yang menandakan garis pantai purba dan adanya
proses progradasi ke arah laut, (5) korelasi undak alam dan kronologi, (6)
arkeologi dan (7) tektonik.
Adanya pelepasan dari gas yang berasal dari lava yang cair akan menyebabkan
lava terdisintegrasi menjadi kepingan kepingan gelas dan fragment yang
menyudut yang berukuran halus dan disebut dengan debu atau dust. Debu
vulkanik ini juga dapat terbentuk dari adanya penggerusan dari material material
padat yang dihasilkan selama proses letusan gunungapi. Halusnya ukuran dari
debu dan cepatnya proses ledakan yang terjadi dapat menyebabkan
terbentuknya apa yang disebut dengan awan debu yang kompak, yang pada
akhirnya akan terendapkan pada jarak ratusan kilometer dari sumbernya. Contoh
yang paling terkenal adalah erupsi gunung Krakatau yang mengeluarkan material
berupa debu vulkanik sampai dengan lapisan atmosfer dan kembali ke bumi
selama berbulan bulan sebelum akhirnya terendapkan dan tersebar.
4.2.5.2 Endapan Aliran Piroklastik (Pyroclastic Flow)
Endapan aliran piroklastik sebagian besar terbentuk ketika material panas yang
terfragmentasikan menjadi terapung oleh adanya gas panas yang mengalir dalam
bentuk aliran fluida. Proses ini disebut dengan fluidisasi . Prose ini terjadi akibat
keluarnya material material hasil erupsi gunungapi oleh gas yang panas yang
diserta dengan udara yang terjebak dan gas yang dihasilkan oleh material ejecta
pada saat proses vesikulasi, membentuk celah udara diantara setiap partikel yang
membuatnya tidak terhubung satu sama lainya. Hal ini menyebabkan semua
partikel akan bersifat seperti fluida dengan viskositas yang rendah yang
memungkinkannya untuk berpindah dengan jauh kebawah lereng. Gambar
ilustrasi dari aliran piroklastik dapat dilihat pada gambar 4.9.
Gumpalan gas yang dibentuk melalui mekanisme ini dapat terjadi dalam
beberapa cara. Awan gas akan tertumpah dari bibir gunungapi dan mengalir
kebawah dalam bentuk arus yang deras; atau erupsi awan terbentuk lalu runtuh
85
akibat beban material piroklastik yang cukup berat yang akan membentuk aliran
piroklastik; atau material material hasil erupsi gunungapi akan berkumpul pada
pinggir lereng gunungapi dan lalu meluncur kebagian bawah dan membentuk
sebuah aliran seperti yang diilustrasikan pada gambar 4.10.
Terdapat beberap jenis aliran fluidisasi. Adapun istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkannya yaitu aliran abu atau ash flow, aliran pumice (pumice
flow) dan nue`e ardente atau gumpalan awan panas. Isitilah nu`e ardente sendiri
merupakan istilah yang berasal dari letusan gunung Pele`e di tahun 1902 yang
kemudian menjadi contoh klasik dari aliran piroklastik.
Gambar 4.10. Mekanisme pembentukan aliran piroklastik
Aliran piroklastik dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu dense,
intermediate dan vesicular flow; dan ash flow sampai dengan tipe vesicular.
Adapun pembagian aliran piroklastik dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
86
Gambar 4.11. Mekanisme pembentukan aliran piroklastik yang membentuk
gumplan awal panas.
Tabel 4.2. Klasifikasi aliran piroklastik
Dense Nue'e Ardente
1. Pelee' type (flow from side of dome)
2. Merapi type (flow from collapsing dome)
3. Lakurajiima type (flow from open crater)
0.001 - 0.3
Km3
Intermediate Intermediate 0.05 - 1
Km3
Vesicular Ash Flow
1. St. Vincent (Vert. eruption from crater)
2. Krakotoa (as St. Vincent but > magnitude)
Valley of Ten Thousand Smokes (magma discharge
through fissures)
0.1 - 90
Km3
87
Isitilah yang digunakan untuk menggambarkan endapan yang dibentuk oleh
aliran piroklastik disebut dengan ignimbrite. Istilah seperti ash flow deposit,
welded tuff, tuff flow deposit and nue`e ardente deposit juga kerap kali
digunakan. Ignimbrite sendiri meruapakn sitilah umum yang secara khusus
digunakan untuk menggambarkan satuan batuan (rock unit). Jenis ignimbrite
yang paling umum dijumpai adalah silisic ignimbrite, namun ignimbrite juga
sangat bervariasi dari yang sifatnya riolitik sampai dengan basaltic. Luas dari
endapan ini sangat tergantung dengan kondisi topografi dan biasanya ignimbrite
akan terendapkan pada daerah dengan topografi landai seperti pada lembah
dikarenakan densitas dari aliran tidak memungkinkan untuk terendapakan pada
daerah ketinggian. Hal ini membuat endapan aliran piroklastik berbeda dengan
endapan jatuhan piroklastik yang umumnya akan menutupi semua permukaan
bumi. Endapan ignimbrite umumnya terdiri dari tiga lapisan utama (gambar
4.12) yaitu; lapisan dasar (basal layer) yang dicirikan dengan absennya fragmen
fragmen yang berukuran besar yang diakibatkan adanya gaya gesek. Lapisan ini
ditandai dengan ukuran material yang berukuran halus dengan gelas dan
fragment pumice yang menunjukkan warna putih atau abu-abu. Lapisan tengah
dicirikan dengan kehadiran lapisan yang terlas kan (welded) dan tersortasi buruk.
Lapisan ini sering menunjukkan susunan block block pumice yang terbalik dan
susunan normal dari fragment lithic dan memiliki variasi warna dari coklat sampai
dengan hitam. Lapisan tengah biasanya akan menyatu dengan lapisan atas yang
mengandung unwelded ash tuff.
Gambar 4.12 Gambar dari endapan ignimbrite
88
4.2.5.3 Endapan Surge Piroklastik (Pyroclastic Surge)
Tipe endapan aliran piroklastik lainnya adalah endapan surge atau surge deposit.
Endapan ini terbentuk dari material hasil erupsi gunungapi yang tertransportasi
dan secara gravitasi akan mengalir dan kemudian terendapkan (gambar 4.7)
biasa juga disebut dengan density current. Endapan ini biasanya berukuran
kurang dari 10 m dan tersusun oleh percampuran antara juvenil magma,
fragment lithic dan kristal. Biasanya endapan ini erat kaitannya dengan suatu
ledakan yang sangat eksplosive seperti ledakan phreatomagmatic (ledakan
gunungapi yang disertai dengan air). Surge terbagi menjadi dua yaitu Maar
deposit yang juga disebut dengan base surge deposit dan ground surge deposit.
Base surge atau juga disebut cold or wet surge yang dicirikan oleh adanya
stratifikasi internal yang bagus dan ukuran butir yang bervariasi diantara
perlapisan. Ground surge juga sering disebut dengan hot atau dry surge yang
tidak menunjukkan adanya perlapisan internal yang baik, tersortasi dengan baik,
menunjukkan ukuran partikel yang relatif halus dan adanya kesan panas.
Gambar 4.13. Perbandingan dari jatuaha piroklasti, aliran piroklastik dan surge.
Selain itu juga dikenal endapan lahar atau endapan yang disusun oleh material
gunungapi yang bercampur dengan lumpur yang sangat umum dijumpai pada
daerah dengan curah hujan yang tinggi. Endapan in terbentuk oleh material
89
gunungapi (ejecta) yang masih fresh dan panas, bercampur dengan air hujan
ataupun air permukaan. Endapan ini sangat mobile, tidak menunjukkan adanya
perlapisan yang baik dan terkadang menunjukkan adanya lapisan silang siur
dengan sortasi yang buruk, berukuran beberapa meter sampai dengan puluhan
meter dengan bagian tengah yang disusun oleh bongkahan bongkahan. Bagian
bawah dari lahar disusun oleh material yang relatif halus yang membedakannya
dengan endapan ignimbrite. Secara umum aliran lahar yang mengandung
kandungan air lebih dari 10% disebut dengan aliran lumpur atau mud flow dan
yang mengandung air kurang dari 10% disebut dengan aliran debris.
Pengetahuan tentang jenis endapan piroklastik ini sangat penting, tidak hanya
karena aspek keekonomiannya tetapi juga aspek lingkungannya.
4.2.6 Klasifikasi Penamaan Batuan Piroklastik
Klasifikasi untuk menggolongkan batuan piroklastik telah banyak dibuat oleh
para ahli yang didasarkan pada beberapa kriteria tertentu. Pada umumnya
klasifikasi batuan piroklastik disusun berdasarkan beberapa kriteria seperti
dibawah ini:
- Asal - usul fragmen
- Ukuran fragmen
- Komposisi fragmen
Adapun klasifikasi yang disusun berdasarkan asal - usul fragmen adalah sebagai
berikut:
- Essential : fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar
- Accessor : fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang terdapat pada
kerucut volkanik
- Accidental : fragmen yang berasal dari batuan lain yang tidak
menunjukkan gejala pembekuan, metamorfisme
Selain itu ada juga klasifikasi yang didasarkan pada ukuran dari fragmen yaitu :
- > 2,5 mm : Rudyte
- 2,5 - 0,5 mm : Arenyte
- < 0,5 mm : Lutyte
Klasifikasi batuan piroklastik yang dikemukakan oleh Wenworth dan Williams
(1932) dalam Pettijohn (1975) dan Fisher (1966) yang didasarkan pada ukuran
fragmen umum digunakan oleh beberapa ahli yaitu:
90
- Breksi volkanik : Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32 mm,
bentuk fragmen meruncing (gambar 4.14).
Gam bar 4.14 Kenampakan dari breksi vulkanik
- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32 mm
Gambar 4.15 Kenampakan lapangan dari agglomerate
- Lapili/tufa lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran antara 4 mm
-32 mm
91
Gambar 4.16 Kenampakan tufa lapilli
- Tufa kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran
butir terletak antara 0,25 mm - 4 mm
Gambar 4.17 Kenampakan tufa kasar
- Tufa halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus dengan ukuran <
0,25 mm
92
Gambar 4.18. Kenampakan tufa halus
Gambar 4.19 Klasifikasi batuan piroklastik menurut (a) Pettijohn (1975) dan
Schmid (1981) (a) dan (b) klasifikasi batuan piroklastik menurut Fisher (1966).
Tufa selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tufa (gambar
4.20):
- Vitric Tuff : yaitu tufa dengan penyusun utama terdiri dari gelas. Menurut
Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tufa vitrik merupakan
hasil endapan primer material letusan gunungapi. Komposisi umumnya
bersifat riolitik, meskipun jugs dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik,
andesitik dan basaltik. Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk
meruncing. Inklusi-inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas
93
biasanya tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwama
kuning sampai coklat.
- Lithic Tuff : yaitu tufa dengan penyusun utama terdiri dari fragmen batuan.
Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas dijumpai dalam
jumlah yang relatif sedikit, Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen
batuapung, skoria, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipo- abisik
bertekstur porfiritik atau halus.
- Crystal Tuff : yaitu tufa dengan penyusun utama kristal dan pecahan pecahan
kristal. Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai
berjumlah sedikit. Biasanya tufa kristal bersifat riolitik, yang terdiri dari kristal
kuarsa, sanidin, biota, hornblende, lain yang terkadang dijumpai seperti
augit.
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tufa, dengan membandingkan prosentase
gelas dengan kristal, yaitu:
- Vitric Tuff. Tuf mengandung gelas antara 75% -100% dan kristal 0% - 25%.
- Vitric crystal tuff. Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% -
50%.
- Crystal vitric tuff Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% 75%.
- Crystal tuff : Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% - 100%.
94
Gambar 4.20 Klasifikasi pembagian tufa (Pettijohn, 1975)
Tabel 4.3. Penamaan batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir. Dimodifikasi
dari Fisher (1966) & Schmidt (1981).
95
Tabel 4.4. Klasifikasi material piroklastik berdasarkan ukuran butir
Tabel 4.5. Isitilah istilah yang digunakan dalam penamaan batuan piroklastik yang
bercampur dengan epiklastik (Schmid, 1981).
96
Tabel 4.6. Klasifikasi dan penamaan material piroklastik dan endapan piroklastik
yang tersortasi baik berdasarkan ukuran butir
Tabel 4.7. Perbandingan ukuran material piroklastik dengan material sedimen
4.3 Penutup
4.3.1 Tugas
1. Sebutkan pengertian dari piroklastik ?
2. Sebtukan dan jelaskan macam macam tipe erupsi ?
3. Sebutkan macam macam jenis endapan piroklastik ?
97
4. Buat makalah tentang batuan piroklastik per kelompok.
5. Presentase per kelompok
4.3.2 Daftar Pustaka
Fisher, H.F., Schminke, H.U. 1984. Pyroclastic Rock, Springer Verlag, New York.
Schminke, H.U. 2004. Volcanism, Springer Verlag, Berlin.
Fisher, R.V. 1966. Rock composed of volcanic fragments and their classification.
Earth Science Review, 1, 287-298.
Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock, 3rd Edition, Harper and Row, New York.
Scmid, R. 1981. Descriptive nomenclatur and classification of pyroclastic deposits
and fragments. Recommendation and suggestion of the IUGS subcommission on
the systematic of igenous rocks. Geology, 9, 40-43.