6
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pendahuluan
Beban yang diterima tanah pada prinsipnya dikelompokkan ke dalam 2 (dua)
jenis yaitu beban statik dan beban dinamik. Gempabumi merupakan sumber
terbesar beban dinamik yang menyebarkan gerakan/gelombang acak kesegala
arah. Setiap gempabumi berhubungan dengan pelepasan sejumlah besar energi
yang dinyatakan dengan bilangan magnitude (M). (Kramer, Steven L., 1996)
Sebagai medium perambatan gelombang gempa, bumi dimodelkan sebagai
medium semi tak hingga dengan permukaan datar dan mengabaikan efek
kelengkungan permukaan. Besar beban gempa yang tiba di permukaan tanah
akan berbeda untuk setiap medium rambat yang berbeda, yang dilalui gelombang
gempa sepanjang perambatannya. Hal ini berhubungan dengan faktor damping
(material damping) dan kekakuan dari setiap medium rambatan. (Kramer, Steven
L., 1996)
Bangunan konstruksi berdasarkan letaknya terhadap permukaan tanah dapat
dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu strukutur atas (upper structure) dan struktur
bawah (sub-structure). Kedua bagian bangunan ini memiliki beberapa perbedaan
dalam metoda analisis untuk keperluan desain. Perbedaan tersebut diakibatkan
oleh perbedaan keadaan lingkungan di sekitar kedua bagian bangunan tersebut.
Untuk struktur atas, keadaan tanah tidak berpengaruh secara langsung dalam
proses analisis dan desain. Sedangkan untuk struktur bawah atau struktur
tertanam, keadaan tanah sangat berperan dalam desain terhadap gaya-gaya luar
yang bekerja sehingga interaksi antara tanah dan strukutur tertanam perlu
diperhitungkan. Hal ini dinyatakan oleh Denny Tami, Hendriyawan dan Meddi
Rinaldi pada tahun 1999 dalam penelitian yang diberi judul ”Interaksi Tanah
Struktur pada Struktur Tertanam Tanah akibat Bebab Gempa” ini. Penelitian ini
7
melakukan analisis terhadap basement sebagai struktur tertanam tanpa
melibatkan pondasi dan struktur atas.
Metode-metode dalam analisis terhadap beban dinamik yang menimbulkan
respon pada tanah – pondasi – struktur akibat dari beban yang ditimbulkan oleh
gempabumi, dituangkan oleh G. Gazetas, K. Fan, T. Tazoh, K. Shimizu, M.
Kavvadas, N. Markis dalam karya tulis berjudul ‘Seismic Pile-Group – Structure
interaction” melalui Getechnical Special Publication No. 34 tahun 1992. Hal
yang senada diungkapkan oleh George Gazetas dan George Mylonakis yang
dituangkan dalam judul ’Seismic – Soil – Structure Interaction: New Evidence
and Emerging Issues” yang dipublikasikan pada tahun 1998 melalui Geotechnical
Special Publication No. 75.
Jenis material di atas batuan dasar, dengan karakteristik massa dan kekakuan
tertentu, akan menentukan seberapa besar beban gempa dari batuan dasar akan
mengalami perubahan ketika tiba di permukaan tanah.
Analisis akan dilakukan dengan mempergunakan bantuan program elemen
hingga, Plaxis Dynamic versi 8.2 untuk menganalisis interaksi tanah – pondasi
grup – basement.
II.2 Gempabumi
Gempabumi adalah suatu gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan gerakan tiba-tiba
dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas dan
menyebar dari titik tersebut ke segala arah (M.T. Zein). Menurut pada definisi ini
maka gempabumi dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori,
1. Gempabumi runtuhan.
Adalah gempabumi yang disebabkan oleh keruntuhan yang terjadi baik di
atas maupun di bawah permukaan tanah. Beberapa contoh penyebab
8
gempabumi runtuhan adalah tanah longsor, salju longsor, batu jatuhan dan
semacamnya.
2. Gempabumi vulkanik.
Adalah gempabumi yang disebabkan oleh kegiatan gunung berapi baik
sebelum maupun pada saat meletusnya gunung berapi tersebut.
3. Gempabumi tektonik.
Adalah gempabumi yang terjadi karena pergeseran antar kerak bumi
(lithosphere) dan pada umumnya terjadi di daerah patahan kerak bumi. Pada
kenyataannya, gempabumi jenis ini menyebabkan kerusakan paling luas bila
dibandingkan dengan jenis gempabumi yang lain. Kerusakan yang
ditimbulkan merupakan akibat dari energi yang dikandung gempa melebihi
energi yang dapat diterima oleh kulit bumi (Irsyam, Masyhur, 2006). Kerak
bumi (lithosphere) yang kaku ini dapat bergerak karena letaknya yang
mengambang di atas lapisan mantel/asthenosphere yang bersifat plastis dan
menyebabkan timbulnya gelombang gempa yang dirambatkan hingga
mencapai permukaan tanah. Gelombang gempa ini dapat menimbulkan
kerusakan di permukaan bumi karena gempabumi adalah juga sebuah proses
pelepasan sejumlah energi (Kramer, Steven L., 1996). Sehubungan dengan
gempabumi tektonik, maka dikenal beberapa mekanisme gerakan antar kerak
bumi di daerah patahan kulit bumi yang menyebabkan terjadinya pelepasan
energi, yaitu:
a. Subduction
Adalah interaksi antar lempeng yang tebalnya hampir sama, dimana lempeng
pertama berada dibawah lempeng kedua (tenggelam). Mekanisme semacam
ini umumnya terjadi di sepanjang busur pulau.
b. Transcursion
Adalah interaksi antar dua lempeng, dimana kedua lempeng tersebut dapat
berupa lempeng laut atau antara lempeng laut dengan lempeng benua yang
bergerak horizontal satu terhadap lainnya.
c. Extursion
Adalah interaksi antara dua lempeng tipis yang bergerak saling menjauh
(Irsyam, Masyhur, 2006).
9
II.3 Gelombang Gempa
Ketika terjadi gempabumi (tektonik) maka terbentuk gelombang gempa yang
dikelompokkan kedalam 2 (dua) jenis: gelombang badan (body waves) dan
gelombang permukaan (surface waves). Gelombang permukaan terdiri dari 2
(dua) jenis, gelombang-p (p-waves) dan gelombang-s (s-waves). Gelombang-p
dikenal sebagai gelombang utama, gelombang compressional atau gelombang
longitudinal dan berperilaku seperti gelombang suara yang berarti bahwa gerakan
partikel-partikel tanah yang dilalui adalah paralel terhadap arah gerakan
gelombang. Gelombang-s dikenal sebagai gelombang secondary, gelombang
geser (shear) atau gelombang transverse. Gelombang-s menyebabkan deformasi
geser sepanjang material yang dilalui. Partikel yang dilalui bergerak dalam arah
tegak lurus dengan arah gerak gelombang. Berdasar pada arah gerak partikel,
gelombang-s tersusun dari 2 (dua) komponen, yaitu: SV (vertical plane
movement) dan SH (horizontal plane movement). Sementara itu, dikenal Dua
macam gelombang permukaan yang sangat penting untuk keperluan ilmu
rekayasa gempa yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love. Gelombang
Rayleigh dihasilkan sebagai interaksi antara gelombang-p dan SV dengan
permukaan tanah. Gelombang Love merupakan interaksi antara gelombang SH
dengan lapisan tanah lunak. Gelombang permukaan bergerak sepanjang
permukaan tanah dengan amplitudo yang berkurang secara eksponensial terhadap
kedalaman. (Kramer, Steven L., 1996).
II.4 Teori Perambatan Gelombang
Analisis interaksi tanah – pondasi grup – basement akibat beban gempa selain
dipengaruhi oleh parameter dinamik tanah dan geometri bangunan juga
dipengaruhi oleh karakteristik gelombang gempa seperti percepatan maksimum,
kandungan frekuensi dan durasi. Sehingga untuk memperoleh hasil yang optimal
maka analisis interaksi tanah – pondasi grup – basement yang optimal maka
analisis interaksi harus memperhitungkan perilaku tanah yang non-linier, variasi
10
pergerakan tanah sebagai fungsi dari kedalaman dan karakteristik gelombang
gempa (Denny Tami, Hendriyawan dan Meddi Rinaldi, 1999).
II.4.1 Perambatan Gelombang pada Medium Tak Hingga
Mekanisme perambatan gelombang dapat dipahami secara lebih mudah dengan
menggambarkan sebuah gelombang yang bergerak pada medium yang tak
terbatas/tak hingga, yaitu sebuah batang dengan panjang yang tak terhingga.
Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan gaya dan kompatibilitas
perpindahan, hubungan regangan – perpindahan dan tegangan – regangan, maka
persamaan gelombang satu dimensi dapat dipecahkan (Kramer, Steven L., 1996).
II.4.2 Perambatan Gelombang pada Medium Satu Dimensi
Dalam teori perambatan gelombang pada medium satu dimensi, dikenal 3 (tiga)
jenis getaran yang mungkin terjadi,
a. Getaran longitudinal pada sumbu memanjang batang dan berkontraksi tanpa
perpindahan lateral.
b. Getaran torsional, dimana batang berotasi terhadap sumbu memanjang tanpa
perpindahan lateral.
c. Getaran lentur, dimana sumbu memanjangnya bergerak secara lateral
(Kramer, Steven L., 1996)..
Dalam permasalahan dinamik, getaran lentur jarang ditemui sehingga dalam
penelitian ini, getaran lentur tidak akan dibahas lebih lanjut.
Bentuk dari persamaan gelombang satu dimensi merupakan persamaan
diferensial parsial seperti:
11
2
22
2
2
xuv
tu
p ∂∂
=∂∂ (II.1)
dimana
vp adalah kecepatan perambatan gelombang ρM
= , yaitu kecepatan dari
gelombang tekanan sepanjang batang. Hal ini tidak sama dengan maksud dari
kecepatan partikel.
Lebih lanjut, Kramer, Steven L., 1996 dalam bukunya Geotechnical Earthquake
Engineering, meyampaikan solusi untuk persamaan tersebut sebagai berikut,
)()(),( xvtgxvtftxu ++−= (II.2)
dimana,
- Gelombang )( xvtf − bergerak dengan kecepatan v pada arah sumbu x positif.
- Gelombang )( xvtg + bergerak dengan kecepatan sama pada arah sumbu x
negatif.
Apabila pada batang diberikan tegangan harmonik tunak tt ωσσ cos)( 0= dimana
σ0 adalah amplitudo tegangan gelombang dan ω adalah frekwensi sirkular
tegangan harmonik, maka solusi persamaan gelombang satu dimensi dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan kompleks sebagai berikut, )()(),( kxtikxti DeCetxu +− += ωω (II.2)
II.4.3 Perambatan Gelombang pada Medium Tiga Dimensi
Persamaan gelombang untuk medium elastik tiga dimensi diturunkan dengan cara
serupa seperti halnya pada persamaan gelombang untuk medium satu dimensi,
namun demikian, prinsip kesetimbangan harus dipenuhi untuk ketiga arah sumbu,
yaitu sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z. Dengan memperhatikan gambar dibawah
ini dan hukum Hooke tiga dimensi untuk material isotropik, linear dan elastik,
12
Kramer, Steven L., memberikan persamaan gelombang pada medium 3 (tiga)
dimensi, sebagai berikut:
Gambar II-1. Tegangan-tegangan dalam arah x pada kubus infinitesimal
Pada arah sb. x,
uxt
u 22
2
)( ∇+∂∂
+=∂∂ μεμλρ
(II.3)
Pada arah sb. y,
vxt
v 22
2
)( ∇+∂∂
+=∂∂ μεμλρ
(II.4)
Pada arah sb. z,
wxt
w 22
2
)( ∇+∂∂
+=∂∂ μεμλρ
(II.5)
Solusi untuk jenis gelombang longitudinal diperoleh dengan mendiferensiasikan
persamaan (II.3) terhadap sumbu-x, persamaan (II.4) terhadap sumbu-y dan
persamaan (II.5) terhadap sumbu-z. Ketiga hasil diferensiasi tersebut kemudian
dilakukan operasi penjumlahan, sehingga dihasilkan:
ερ
μλερ 22
2 2∇
+=
∂∂
t (II.6)
dimana ε adalah regangan volumetrik.
13
Hal ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi tidak berupa geser atau rotasi.
Oleh karena itu, persamaan gelombang ini dikenal sebagai gelombang irotasional
atau dilatasional.
Dari persamaan di atas, diperoleh cepat rambat gelombang dilatasional, vp adalah
ρμλ 2+
=pv (II.7)
Atau dapat juga dinyatakan dalam fungsi modulus shear (geser), G, dan Pisson’s
Ratio, v,
)21()22(
υρυ
−−
=Gv p (II.8)
Jenis gelombang ini disebut sebagai p-wave (primary wave) dimana vp adalah
cepat rambat gelombang-p pada material tertentu.
Sedangkan solusi untuk jenis gelombang torsional diperoleh dengan
mendiferensiasikan persamaan (II.4) terhadap y dan persamaan (II.5) terhadap z,
kemudian mengurangkan satu terhadap yang lainnya:
)()( 22 z
vyw
zv
yw
t ∂∂
−∂∂
∇=∂∂
−∂∂
∂∂ μρ (II.9)
xx
tΩ∇=
∂Ω∂ 22
2
ρμ (II.10)
Persamaan diatas merupakan persamaan gelombang equivoluminal atau
distorsional dengan rotasi terhadap sumbu-x. Cara yang sama dapat pula
digunakan untuk rotasi terhadap sumbu-y dan sumbu-z.
Adapun cepat rambat gelombang distorsional adalah,
ρρμ Gvs == (II.11)
Jenis gelombang ini dikenal sebagai s-wave (shear waves) dan vs disebut sebagai
cepat rambat gelombang-s pada material tertentu.
14
II.4.4 Perambatan Gelombang pada Medium Semi Tak Hingga
Pada pemaparan sebelumnya, gelombang dimodelkan bergerak pada medium
yang tidak hingga. Sementara itu, bumi kita dimodelkan sebagai medium semi
tak hingga dengan permukaan datar dan dengan mengabaikan efek kelengkungan
permukaan bumi.
Solusi untuk persamaan gelombang yang merambat di dekat permukaan bumi
(disebut gelombang permukaan), yang bergerak pada medium semi tak hingga
adalah dengan menggunakan kondisi batas pada permukaan bumi. Terdapat 2
(dua) jenis gelombang permukaan yang penting di dalam ilmu gempa, yaitu
gelombang Rayleigh dan gelombang love. Dengan mengasumsikan bahwa
gelombang permukaan merupakan gelombang harmonik dengan frekwensi ω
dan bilangan gelombang kR sehingga cepat rambat gelombang rayleigh vR = Rk
ω ,
maka diperoleh kondisi batas pada permukaan tanah adalah sebagai berikut,
( )01
22 22
2
1 =−−+
skiq
AA
R
Rkμ
λμλ (II.12)
01222
2
1 =++ k R
R
siqk
AA (II.13)
(Kramer, Steven L., 1996)
II.5 Menentukan Kekuatan Gempabumi
Mengacu pada pernyataan dari National Research Council Committee on
Earthquake Engineering Research (Housner, 1982) “Pencatatan kekuatan
gempabumi memberikan informasi mendasar yang dibutuhkan dalam rekayasa
gempabumi.” Beberapa peralatan dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan
pergerakan tanah ini, seperti Seismograph yang digunakan untuk menentukan
getaran gempa yang relatif lemah dan accelerographs yang dipakai untuk
mencatat getaran gempa yang relatif kuat.
15
Pada penelitian ini, akan lebih banyak dipaparkan mengenai seismographs
mengingat bahwa penelitian yang dilakukan bersumber dari data yang dicatat
oleh seismograph.
Kramer S.L., 1996 secara sederhana menggambarkan Seismograph sebagai
sebuah massa-spring-damper pada keadaan single-degree-of-freedom (SDOF)
system, seperti ditampilkan dalam gambar berikut ini,
Gambar II-2 Tipe seismograph simple mass-spring-dashpot
Peralatan seismograph yang umum dipakai memiliki 3 (tiga) seismograms (hasil
pencatatan seismograph) dengan orientasi untuk mencatat gerakan dalam arah
vertikal dan dua pencatatan dalam arah horisontal yang saling tegaklurus.
Seismographs seperti gambar diatas mencatat respons gerakan gempa dengan
persamaan gerak
gumkuucum &&&&& −=++ (II.14)
dimana,
u adalah pergeseran trace seismograph.
ug adalah pergeseran permukaan tanah.
Gambar II.3 menunjukkan hubungan antara ratio respon displacement dan ratio
dari respon percepatan (ratio dari amplitudo displacement trace terhadap
amplitudo percepatan tanah) terhadap frekuensi dan damping.
16
Gambar II-3 (a) Ratio Respon Displacement; (b) Ratio Respon Acceleration untuk sistem
SDOF terhadap beban harmonik sederhana
II.6 Analisis Respons Permukaan
Analisis respons permukaan digunakan untuk memperkirakan gelombang
permukaan dengan tujuan,
1. Melakukan perencanaan respons spektra
2. Melakukan evaluasi tegangan dan regangan dinamis terhadap kemungkinan
terjadinya likuifaksi
17
3. Menentukan besar gaya gempa yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan
pada tanah dan struktur.
II.6.1 Analisis Respons Permukaan Satu Dimensi
Analisis respons permukaan satu dimensi dilakukan berdasarkan asumsi
bahwa batas lapisan tanah membentang tak hingga dalam arah horisontal dan
respons deposit tanah dipengaruhi secara dominan oleh gelombang SH yang
merambat dalam arah vertikal dari batuan dasar.
Beberapa pendekatan yang dipakai dalam menganalisis respon permukaan satu
dimensi, diuraikan oleh Kramer, Steven L., sebagai berikut,
a. Pendekatan Linear
b. Pendekatan Linear Ekivalen
Pendekatan linear ekivalen dilakukan untuk mendekati perilaku tegangan--
regangan histeresis nonlinear yang terjadi apabila tanah diberikan beban
siklik.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan properti tanah linear ekivalen yaitu
modulus geser linear ekivalen, G, yang diambil sebagai modulus geser secant,
dan rasio redaman linear ekivalen, ξ, sebagai rasio redaman yang memberikan
kehilangan energi yang sama pada satu periode di dalam siklus histeresis
aktual.
Karena parameter G dan ξ pada pendekatan linear dianggap konstan untuk
masing-masing lapisan tanah, maka perlu ditentukan nilai yang konsisten
terhadap tingkat regangan yang terjadi pada masing-masing lapisan.
Oleh karena tingkat regangan bergantung pada nilai yang diperoleh dari
properti tanah linear ekivalen, maka diperlukan prosedur iterasi untuk
memastikan bahwa properti tanah yang digunakan, bersesuaian dengan
tingkat regangan pada seluruh lapisan tanah.
c. Pendekatan Nonlinear
Pendekatan nonlinear terhadap respons permukaan dilakukan dengan
menggunakan integrasi numerik secara langsung dalam domain waktu.
18
Dengan mengintegrasikan persamaan gelombang dalam time step yang kecil,
maka model tegangan-regangan linear, nonlinear, maupun advanced
constitutive dapat digunakan. Pada masing-masing akhir time step, hubungan
tegangan-regangan diperiksa untuk memperoleh properti tanah yang sesuai
untuk time step berikutnya. Sebagian besar metode menggunakan interval
waktu (time step) yang sama yaitu Δ t, 2 Δ t, 3 Δ t, ...N Δ t.
II.6.2 Analisis Respons Permukaan Dua Dimensi dengan Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga memodelkan medium kontinu sebagai kumpulan elemen-
elemen kecil/elemen diskrit dimana batas--batas elemennya disebut titik-titik
nodal dimana setiap titik nodal memiliki derajat kebebasan tertentu, dan dengan
mengasumsikan bahwa respons medium yang kontinu tersebut dapat diperoleh
dari respons pada titik-titik nodal.
Perpindahan pada suatu titik dalam suatu elemen, {v}T = {u v}, diekspresikan
dengan perpindahan titik nodal,
{q}T = {u1 u2 u3 u4 v1 v2 v3 v4}
Gambar II-4 Transformasi elemen kuadrilateral yang tidak beraturan pada sistem
koordinat x-y menjadi elemen bujurangkar pada sistem koordinat s-t
Dengan mengubah sistem koordinat lokal, (s, t), yang memetakan elemen
quadrilateral menjadi bujursangkar seperti terlihat pada Gambar II.4, dan
dengan menggunakan hubungan regangan – perpindahan serta tegangan –
regangan, maka matriks kekakuan elemen dapat ditulis sebagai berikut,
19
[ ] [ ] [ ][ ]∫ ∫− −
=1
1
1
1
dtdsJBDBk Te (II.15)
Dengan mengasumsikan kepadatan konsisten pada seluruh elemen, maka
matriks elemen massa konsisten dapat ditulis
[ ] [ ] [ ]∫ ∫− −
=1
1
1
1
dtdsJNNm Te ρ (II.16)
Untuk analisis respons permukaan nonlinier, redaman diperoleh dari perilaku
histeresis tanah dan oleh karena itu memperhitungkan variasi matriks kekakuan
pada kondisi pembebanan siklis. Selain itu juga diperhitungkan redaman
viskos pada respons permukaan dua dimensi untuk memperoleh redaman pada
regangan yang sangat kecil dan untuk meminimasi masalah numerik yang dapat
muncul akibat tidak adanya redaman. Matriks redaman konsisten diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan,
[ ] [ ] [ ][ ]∫ ∫− −
=1
1
1
1
dtdsJBBc Te ηρ (II.17)
Sehingga persamaan perpindahan untuk elemen dapat ditulis sebagai
[ ]{ } [ ]{ } [ ]{ } ( ){ }tQqkqcqm eee =++ &&& (II.18)
dimana,
{W} = vektor gaya badan
{T} = vektor traksi eksternal yang bekerja pada suatu permukaan, S
Setelah diperoleh persamaan perpindahan untuk elemen, maka persamaan tersebut
dikombinasikan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat kompatibilitas
perpindahan untuk memperoleh persamaan perpindahan global, yakni:
{ } [ ]{ } [ ]{ } ( ){ }tRuKuCuM =++ &&& (II.19)
20
II.7 Interaksi Tanah – Struktur Beban Dinamik
Denny Tami, Hendriyawan, Meddi Rinaldi, (1999) dalam karya tulis “Interaksi
Tanah Struktur pada Struktur Tertanam Tanah Akibat Beban Gempa”
menyatakan bahwa analisis konstruksi tertanam akibat beban dinamik gempa,
dapat ditinjau menurut 2 (dua) hal, yaitu berdasarkan kekuatan dan berdasarkan
deformasinya. Analisis struktur tertanam berdasarkan kekuatannya secara umum
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisisi struktur yielding dan analisis
struktur non-yielding. Struktur non-yielding adalah struktur yang didesain tidak
mengalami translasi lateral yang cukup jauh, seperti basement, abutment
jembatan, terowongan bawah tanah dan pondasi. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan asumsi utama dari struktur penahan tanah yielding, seperti turap
kantilever, dinding fleksibel atau rigid dan dinding turap yang diberi angkur.
Sehingga jika metode yielding digunakan untuk menganalisis struktur ini akan
memberikan hasil yang tidak menggambarkan kondisi sebenarnya.
Kekakuan dinamik dari pondasi grup tiang pada bermacam jenis getaran dihitung
dengan menghubungkan antara kekakuan dinamik dari tiang tunggal yang dengan
faktor interaksi dinamik. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Poulos untuk
beban statik dan diolah untuk beban dinamik oleh Kaynia & Kausel (1982);
Sanchez-Salinero (1983) dan Rousset (1984), yang cukup memadai untuk
menganlisis grup dengan jumlah tiang kurang dari 50 (lima puluh).
Kramer, 1996, menyampaikan 2 (dua) cara yang dapat dipakai dalam
menganalisis interaksi tanah – struktur, yaitu metode langsung (direct method)
dan metode bertahap (multistep method). Pada metode langsung, keseluruhan
sistem interaksi tanah – pondasi – struktur dimodelkan dan dianalisis pada satu
tahap. Input motion free-field ditetapkan sepanjang batuan dasar dan pada kedua
sisi model. Respons sistem dirumuskan sebagai berikut:
)}t(u]{M[}u*]{K[}u]{M[ ff&&&& −=+ (II.20)
dimana
)}t(u{ ff&& adalah percepatan free-field pada batas titik nodal.
21
Sementara itu, Metode Bertahap menggunakan prinsip superposisi untuk
mengisolasi dua penyebab utama interaksi tanah – struktur, yaitu
1. Ketidakmampuan pondasi untuk menyesuaikan deformasi free-field.
2. Pengaruh respon dinamis sistem struktur-pondasi pada pergerakan tanah yang
mendukungnya.
Oleh karena metode ini berdasarkan pada prinsip superposisi maka metode ini
digunakan terbatas pada analisis sistem linear (atau linear ekivalen).
Pendekatan dengan Superposisi untuk menganalisis tiang terhadap beban
dinamik, dilakukan pula oleh El-Marsafawi, H., Kaynia, A.M., Novak, M., pada
1992, melalui ”The Superposition Approach to Pile Group Dynamics”.
Sementara itu, G. Gazetas, K. Fan, T. Tazoh, K. Shimizu, M. Kavvadas, N.
Markis dalam karya ilmiah dengan judul ”Seismic Pile-Group – Structure
Interaction” dalam Geotechnical Special Publication No. 34 tahun 1992
menyampaikan langkah-langkah dalam menganalisis perilaku dinamik secara
Metode Bertahap, yaitu:
1. Menentukan motion dari pondasi dimana sturuktur atas dianggap tidak ada.
Keadaan ini disebut juga dengan istilah ”Foundation Input Motion” yang
mengandung komponen-komponen translational dan rotational.
2. Menentukan gangguan beban dinamik (the dynamic impedances), berupa
“pegas” dan “dashpots” yang berhubungan dengan swaying (Kx atau Ky),
rocking (Kry atau Krx) dan cross – swaying – rocking (Kx-ry atau Ky-rx) yang
ber-oskilasi sebagai pondasi.
3. Menghitung respon gempa dari struktur atas yang didukung oleh ”pegas” dan
”dashpots” yang diperoleh dari langkah 2 dan mengacu pada teori
”Foundation Input Motion” dari langkah 1.
Hal yang senada terungakap dalam buku ”Dynamic Soil Structure Interaction”,
1985 oleh John P. Wolf. Secara ringkas, langkah-langkah tersebut diuraikan di
bawah ini.
22
II.7.1 Interaksi Kinematik
Deformasi pada interaksi kinematik dapat dihitung dengan asumsi bahwa pondasi
memiliki kekakuan tetapi tidak memiliki massa. Persamaan gerak untuk mewakili
keadaan ini dinyatakan oleh Kramer, S.L., dalam bukunya ”Geotechnical
Earthquake Engineering”, 1996, sebagai berikut:
)}t(u]{M[}u*]{K[}u]{M[ bsoilKIKIsoil &&&& −=+ (II.21)
Sementara itu, N. Makris, G. Gazetas dan E. Delis dalam “Dynamic Soil-Pile-
Foundation-Structure Interaction: Records and Predictions” menyebutkan bahwa
untuk getaran gempa dengan frekwensi yang tidak tinggi, analisis kinematiknya
akan mendekati atau sama dengan keadaan free-field.
II.7.2 Interaksi Inersial
Pada kondisi sesungguhnya, struktur bangunan dan pondasi mempunyai massa,
dimana massa tersebut menyebabkan struktur dan pondasi merespon beban
gempa secara dinamis. Jika tanah yang mendukung beban dinamis cukup lentur,
gaya yang ditransfer ke tanah oleh pondasi akan menghasilkan pergerakan
pondasi yang tidak terjadi pada struktur yang tertanam kaku pada dasar tanah.
Pengaruh kelenturan tanah pada respons yang dihasilkan tersebut disebabkan oleh
interaksi inersial. Deformasi yang diakibatkan oleh interaksi inersial dapat
dirumuskan sebagai:
( )})(]{[}*]{[}]{[ tutuMuKuM bKIstrukturIIII &&&&&& +−=+ (II.22)
dimana,
[Mstruktur] adalah matriks massa struktur dengan asumsi bahwa tanah tidak
memiliki massa.
Ruas kanan dari persamaan (II.22) merupakan pembebanan inersial pada sistem
struktur – pondasi. Pada analisis interaksi inersial, pembebanan inersial
23
diaplikasikan hanya pada struktur, sedangkan batuan dasar tidak mengalami
pergerakan. (Kramer, S.L., 1996).
II.7.3 Dynamic Impedances Dan Respon dari Srtuktur Atas
Analisis interaksi kinematis menghasilkan pergerakan (relatif terhadap batuan
dasar) sistem pondasi – struktur yang tidak memiliki massa yang diakibatkan oleh
interaksi kinematis. Pergerakan ini dikombinasikan dengan pergerakan batuan
dasar untuk memperoleh pergerakan kinematis total dari sistem pondasi –
struktur. Apabila pembebanan inersial yang dihasilkan dari pergerakan kinematis
ini diaplikasikan pada sistem pondasi – struktur pada tanah yang tidak memiliki
massa, maka persamaan (II.22) memberikan perhitungan pergerakan relatif
(terhadap pergerakan kinematis total).
Dengan menjumlahkan persamaan (II.21) dan persamaan (II.22) maka diperoleh,
( )( ) }]{[}{]][[
}{}{*][}]{[}]{[
KIstrukturbstruktursoil
IIKIIIKIsoil
uMuMMuuKuMuM&&&&
&&&&
−+−=+++
(II.23)
Karena {uKI} + {uII} = {u} dan
[Msiol] + [Mstruktur] = [M], maka
persamaan (II.23) akan ekivalen dengan persamaan dasar pergerakan,
)}(]{[}*]{[}]{[ tuMuKuM b&&&& −=+ (II.24)
Hal ini membuktikan bahwa solusi terhadap keseluruhan permasalahan interaksi
tanah-struktur sama dengan penjumlahan solusi hasil analisis interaksi kinematis
dan inersial (Kramer, S.L., 1996).
II.7.4 Pengaruh Interaksi Tanah-Struktur
Untuk menganalisis pengaruh dari interaksi tanah-struktur, Kramer, S.L., dalam
bukunya ”Geotechnical Earthquake Engineering”, 1996 menguraikan pendekatan
24
yang dilakukan oleh Wolf (1985) yang mempertimbangkan peristiwa pada sistem
Single Degree of Freedom (SDOF) yang sederhana yang bekerja pada pondasi
yang kaku, tanpa massa dan berbentuk L yang berada pada lapisan tanah elastik.
Kartawijaya, Paulus, (2007), menyebutkan bahwa interaksi tanah-struktur
menyebabkan pada interface tanah-struktur timbul gaya interaksi yang
menimbulkan gelombang scattered yang menyebar menuju ke tak hingga.
Kehilangan energi karena gerakan gelombang scattered yang menuju tak hingga
ini dinamakan redaman radial. Sementara itu, material tanah sendiri, memberikan
redaman yang dinamakan redaman material.
Pengaruh dari penggunaan teori interaksi tanah – struktur secara mudah
ditampilkan oleh Kramer S.L., dalam bentuk-bentuk parameter tanpa dimensi
dibawah ini:
Stiffness ratio:
svh
s 0ω=
vs adalah kecepatan gelombang geser tanah
Slenderness
ratio: ahh =
a adalah karakteristik panjang dari pondasi (radius,
untuk pondasi berbentuk lingkaran)
Mass ratio: 3a
mmρ
=� adalah kerapatan massa tanah
Kondisi fixed – base berada pada keadaan stiffness ratio bernilai 0 (nol).
Koefisien damping dan koefisien kekakuan pondasi adalah frequency dependent.
Untuk menggambarkan pengaruh penggunaan interaksi tanah – struktur, ekspresi
dalam frekuensi independent dapat dipakai untuk menentukan koefisien
kekakuan dan koefisien damping dari pondasi lingkaran yang kaku dengan radius
sebesar a.
vGakx −
=28 2
26.4 avv
c sx ρ−
=
)1(38 3
vGak
−=θ 4
14.0 avv
c sρθ −=
25
Grafik pada gambar II.5 dan II.6 dibawah ini menunjukkan pengaruh dari
interaksi tanah – struktur pada frekuensi natural, ratio damping, dan karakteristik
displacement dari sistem SDOF ekuivalen. Membandingkan karakteristik respon
dari sistem ekuivalen dengan sistem fixed – base akan menunjukkan pengaruh
dari interaksi tanah – struktur.
Gambar II.5a menunjukkan bagaimana frekuensi natural dari sistem SDOF
ekuivalen berada dibawah sistem dengan fixed – base sebagai penambahan ratio
kekakuan. Pengaruh dari interaksi tanah – struktur pada frekuensi natural berada
sedikit di bawah ratio kekakuan, i.e., saat kekakuan tanah relatif bernilai besar
terhadap kekakuan struktur.
Gambar II-5 Pengaruh dari rasio kekakuan dan rasio massa pada (a) frekuensi natural,
dan (b) rasio damping dari sistem tanah – struktur ( 05.0,025.0,33.0,1 ==== gvh ξξ ). (Setelah Wolf, 1985.)
Untuk kondisi fixed – base ( 0=s ), frekuensi natural dari sistem ekuivalen
adalah sama dengan frekuensi natural pada kondisi fixed – base.
Gambar II.5b menunjukkan pengaruh dari interaksi tanah – struktur pada rasio
damping untuk sistem SDOF ekuivalen. Untuk kondisi fixed – base, rasio
damping dari sistem ekuivalen adalah sama dengan rasio damping struktur, tetapi
selama rasio kekakuan bertambah, pengaruh dari radiation dan damping tanah
akan menjadi lebih tampak.
26
Pada rasio kekakuan yang tinggi, damping struktur hanya sebagian kecil dari total
damping dalam sistem tersebut.
Pengaruh dari interaksi tanah-struktur pada displacements ditampilkan pada gb.
II.6. Respon maksimum adalah untuk artificial input motion yang dihasilkan oleh
spektra respon NRC terskala dengan amax = 1.0 g. Pada keadaan ini, pengaruh dari
interaksi tanah-struktur akan mengurangi distorsi struktur maksimum, umax,
dengan sejumlah nilai yang bertambah dengan bertambahnya ratio kekakuan dan
akan meningkatkan displacement keseluruhan (relatif terhadap free-field) dengan
sejumlah nilai yang meningkat dengan meningkatnya ratio kekakuan.
Gambar II-6 Respon dari sistem tanah – struktur terhadap artificial time history
( 05.0,025.0,33.0,3,1 ===== gvmh ξξ ): (a) distorsi struktur maksimum; (b) displacement maksimum massa relatif terhadap kondisi free-field
27
II.8 Plaxis Dinamik versi 8.2
Prosedur untuk melakukan analisis dinamik menggunakan Plaxis serupa dengan
prosedur untuk analisis statik. Prosedur ini memerlukan pembuatan model
geometri, penyusunan jaring elemen, perhitungan tegangan awal, penentuan dan
pelaksanaan perhitungan, serta evaluasi dari hasil yang diperoleh.
Pada analisis dinamik, inersia lapisan tanah dan variasi beban dinamik terhadap
waktu dimasukkan kedalam model dinamik. Vibrasi akan semakin melemah
seiring bertambahnya jarak terhadap sumber getaran yang disebabkan oleh efek
redaman geometris. Ekses tekanan air pori juga diperhitungkan apabila perilaku
tanah diasumsikan undrained.
II.8.1 Masukan Program Plaxis
Sebuah proyek baru yang menggunakan analisis menurut Plaxis Dynamics 8.2,
diawali dengan melakukan Pengaturan Global, dengan tujuan untuk menentukan
kondisi dasar dari proyek tersebut.
Dalam permasalahan gempa, sumber beban dinamis umumnya diberikan
sepanjang dasar dari model untuk menghasilkan gelombang geser yang merambat
ke permukaan tanah. Jenis permasalahan seperti ini umumnya disimulasikan
dengan menggunakan model regangan-bidang/plane-strain, dimana pada model
ini tidak memperhitungkan redaman geometris. Oleh karena itu, redaman
material perlu dipergunakan untuk memperoleh hasil yang realistis.
Parameter elastik dimasukkan didalam menu Material Properties dengan
menggunakan model material Mohr-Coulomb atau model material linear elastis,
dimana pada kedua model material ini dapat dimasukkan nilai cepat rambat
gelombang tekan, vp, dan gelombang geser, vs, atau dengan memasukkan nilai
modulus elastisitas, R, dan rasio Poisson, v. Apabila parameter yang dimasukkan
28
adalah modulus elastisitas dan rasio Poisson, maka secara otomatis program akan
menghitung cepat rambat gelombang tekan dan geser sebagai berikut
ρoed
PE
V =
ρGVs =
(II.25)
dimana
( )( )( )υυ
υ211
1−+
−=
EEoed ( )υ+=
12EG
Gγρ =
II.8.2 Perhitungan Dinamik pada Plaxis
Pada tahap perhitungan, pemilihan opsi Dynamic Analysis secara otomatis akan
memberikan opsi perhitungan Automatic Time Stepping. Dengan program Plaxis,
dapat dilakukan analisis dinamik setelah rangkaian perhitungan plastik.
Meskipun demikian, terdapat beberapa batasan sebagai berikut,
a. Analisis dinamik tidak dapat dilakukan sebagai tambahan pada perhitungan
updated mesh.
b. Pada analisis dinamik, tidak dapat dipilih tipe pembebanan Staged
Construction.
Parameter analisis dinamik yang dapat diatur dalam program adalah
1. Time Stepping
Time step yang digunakan pada perhitungan dinamik adalah konstan dan
didefinisikan sebagai ( )mntt */Δ=δ , dimana tΔ adalah durasi pembebanan
dinamik (time interval), n adalah jumlah Additional Steps dan m adalah
jumlah Dynamic sub Steps.
2. Time Interval
Untuk setiap tahap perhitungan, harus ditentukan Time Interval pada tab sheet
Parameter. Estimasi waktu akhir akan dihitung secara otomatis dengan
29
menambahkan interval waktu pada eluruh tahap secara berurutan. Apabila
seluruh perhitungan telah selesai, maka dapat diperoleh waktu akhir
perhitungan.
3. Additional Steps
Plaxis menyimpan hasil perhitungan pada beberapa steps. Secara default, nilai
Additional Steps adalah 100, tetapi dapat pula dimasukkan nilai antara 1
hingga 250.
4. Delete Intermediate Steps
Pada program plaxis, dapat ditampilkan animasi hasil perhitungan dari
analisis dinamik. Apabila yang ingin ditampilkan tidak hanya kondisi awal
dan akhit perhitungan, maka seluruh steps harus tetap disimpan. Sebaliknya
apabila yang ingin ditampilakn hanya kondisi awal dan akhir, maka opsi ini
tidak dipilih.
Parameter prosedur iterasi yang perlu dikonfigurasi secara manual adalah
1. Dynamic Sub Steps
Untuk setiap Additional Steps, Plaxis menghitung jumlah sub steps yang
dibutuhkan untuk mencapai waktu akhir yang telah diestimasi dengan akurasi
yang berdasarkan pada mesh yang dibangkitkan dan criticaltδ (critical time
step) hasil perhitungan. Oleh karena metode integrasi waktu yang digunakan
dalam plaxis adalah metode integrasi implisit, maka time step yang digunakan
pada perhitungan memiliki keterbatasan.
2. Rayleigh alpha dan beta
Redaman material pada tanah disebabkan oleh properti viskositas, friksi dan
plastisitas. Pada model tanah dalam Plaxis, viskositas tidak dimasukkan ke
dalam model, oleh karena itu diasumsikan redaman material berupa redaman
global (global damping), yang proporsional terhadap massa dan kekakuan
sistem (redaman rayleigh):
[ ] [ ] [ ]KMC βα += (II.26)
Dimana α (alpha) dan β (beta) merupakan koefisien redaman rayleigh.
30
Rayleigh alpha adalah parameter yang menentukan pengaruh massa terhadap
redaman sistem. Semakin tinggi nilai alpha, maka frekuensi yang rendah akan
teredam. Rayleigh beta adalah parameter yang menetukan pengaruh kekakuan
terhadap redaman sistem. Semakin tinggi nilai beta, maka frekuensi yang
lebih tinggi akan teredam.
3. Newmark alpha dan beta
Parameter Newmark alpha dan beta adalah konfigurasi prosedur iterasi untuk
integrasi waktu secara numerik berdasarkan skema integrasi implisit
Newmark. Untuk mencapai solusi yang stabil, maka parameter ini harus
memenuhi kondisi sebagai berikut: Newmark β≥ 0.5 dan Newmark α ≥ 0.25
(0.5+β)2.
a. Untuk skema percepatan rata-rata dapat digunakan konfigurasi standar,
yaitu α = 0.25 dan β = 0.5.
b. Untuk skema redaman Newmark dapat digunakan nilai α = 0.3025
dan β = 0.6.
4. Boundary C1 dan C2
C1 dan C2 adalah koefisien relaksasi yang digunakan untku meningkatkan
penyerapan gelombang pada batas penyerap (absorbent boundaries). C1
merupakan koreksi terhadap disipasi pada arah normal terhadap batas model,
sedangkan C2 pada arah tangensial. Jika pada batas model hanya merambat
gelombang tekan dengan arah tegak lurus terhadap batas tersebut, maka
relaksasi tidak dibutuhkan (C1 = C2 = 1). Apabila terdapat juga gelombang
geser (yang pada umumnya terjadi), maka koefisien C2 harus disesuaikan
untuk menambah penyerapan gelombang. Nilai default C1 = 1 dan C2 = 0.25.
II.8.3 Keluaran Program Plaxis
Plaxis Dinamik menyediakan berbagai pilihan khusus untuk menampilkan hasil
dari suatu perhitungan dinamik.
1. Dengan pilihan menu Buat animasi dalam menu Tampilan, dapat ditampilkan
gerakan aktual dari geomertri terhadap waktu. Jumlah langkah dalam animasi
31
dapat dipengaruhi oleh jumlah Langkah tambahan yang ditentukan dalam
tahap perhitungan.
2. Untuk langkah dinamik tersedia beberapa pilihan kecepatan dan percepatan
dalam menu Deformasi. Sehingga dapat dilakukan pemilihan terhadap
kecepatan total, percepatan total, komponen horisontal dan komponen
vertikal.