7
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengolahan Citra Digital
2.1.1. Pengertian pengolahan citra digital
Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan
gambardua dimensi menggunakan komputer.Dalam konteks yang lebih luas,
pengolahan citra digital mengacu pada pemprosesan setiap data dua dimensi. Citra
digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun
kompleks yangdirepresentasikan dengan deretan bit tertentu. Citra digital dapat
didefinisikan secara matematis sebagai fungsi intensitas dalam 2 variable x dan y,
yang dapat dituliskan f(x,y), dimana (x,y) merepresentasikan koordinat spasial
pada bidang 2 dimensi dan f(x,y) merupakan intensitas cahaya pada kordinat
tersebut. Citra digital merupakan representasi citra asal yang bersifat kontinyu.
Untuk mengubah citra yang bersifat kontinu diperlukan sebuah cara untuk
mengubahnya dalam bentuk data digital. Komputer menggunakan sistem bilangan
biner untuk memecahkan masalah ini.Dengan menggunakan sistem bilangan biner
ini, citra dapat diproses dalam komputer dengan sebelumnya mengekstrak
informasi citra analog asli dan mengirimnya ke komputer dalam bentuk biner.
Proses ini disebut dengan digitalisasi. Titik koordinat dapat dilihat pada gambar
2.1. berikut:
8
0 1 2 .........N-1 y
1 Satu piksel
2
M-1
x
Gambar 2.1. Sistem koordinat yang dipergunakan untuk mewakili citra
2.2. Citra
2.2.1. Pengertian Citra
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari
suatu objek.Citra terbagi 2 yaitu citra yang bersifat analog dan ada citra yang
bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat continue seperti gambar
pada monitor televisi, foto sinar X, dan lain-lain. Sedangkan pada citra digital
adalah citra yang dapat diolah melalui komputer. Citra dapat didefinisikan
sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah
koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas
atau tingkat keabuan dari citra pada citra tersebut (Richard E. Wood. 2004).
2.3. Perbedaan Citra Analog dan Citra Digital
2.3.1. Citra Analog
Citra analog adalah citra yang bersifat continue, seperti gambar pada
monitor televisi, foto sinar X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan,
9
pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset,
dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer,
sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung.Oleh sebab itu, agar ini
dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan
terlebih dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, seperti video kamera
analog, kamera foto analog, cam, CT scan, sensor rontgen untuk foto thorax,
sensor gelombang pendek pada sistem radar, sensor ultrasound pada sistem USG,
dan lain-lain (Richard E. Wood. 2004).
2.3.2. Citra Digital
Citra digital merupakan representatif dari citra yang diambil oleh mesin
dengan bentuk pendekatan berdasarkan sampling dan kuantisasi.Sampling
menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom. Dengan
skata lain, sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran pixel (titik)
pada citra, dan kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang
dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jurnlah bit biner
yang digunakan oleh mesin, dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan
jumlah warna yang ada pada citra (Richard E. Wood. 2004).
2.4. Jenis-Jenis Citra digital
2.4.1. CITRA BINER
Citra biner (binary image) adalah citra digital yang hanya memiliki 2
kemungkinan warna, yaitu hitam dan putih. Citra biner disebut juga dengan citra
W&B (White&Black) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk
mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. Pembentukan citra biner memerlukan
nilai batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai patokan. Piksel dengan
10
derajat keabuan lebih besar dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya
piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas akan diberi nilai 0. Citra
biner sering sekali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan, seperti
segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Fungsi dari binerisasi
sendiri adalah untuk mempermudah proses pengenalan pola, karena pola akan
lebih mudah terdeteksi pada citra yang mengandung lebih sedikit warna.
Gambar 2.2. Citra Biner
Pada Model Citra CAHAYA, JIKA ada cahaya (=1) maka
warna putih sedangkan JIKA tidak ada cahaya (=0) maka
warna hitam.
Pada Model Citra TINTA / CAT, JIKA ada cat (=1) maka
warna hitam, sedangkan JIKA tidak ada cat (=0) maka
warna putih.
2.4.2. Citra Grayscale
Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai
kanal pada setiap pikselnya, artinya nilai dari Red = Green = Blue. Nilai-nilai
tersebut digunakan untuk menunjukkan intensitas warna. Citra yang ditampilkan
dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada
bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra
11
grayscale berbeda dengan citra ”hitam-putih”, dimana pada konteks komputer,
citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu ”hitam” dan ”putih” saja.
Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna
diantaranya sangat banyak. Citra grayscale seringkali merupakan perhitungan dari
intensitas cahaya pada setiap piksel pada spektrum elektromagnetik single band.
Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample piksel, yang
memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Untuk mengubah citra berwarna yang
mempunyai nilai matrik masing-masing R, G dan B menjadi citra grayscale
dengan nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari
nilai R, G dan B sehingga dapat dituliskan menjadi:
X = (R+G+B)/3 ....................................... (2.1)
Warna = RGB(X, X, X) ....................................... (2.2)
Gambar 2.3. Citra Grayscale
2.4.3. Citra RGB
Red (Merah), Green (Hijau) dan Blue (Biru) merupakan warna dasar yang
dapat diterima oleh mata manusia. Setiap piksel pada citra warna mewakili warna
yang merupakan kombinasi dari ketiga warna dasar RGB. Setiap titik pada citra
warna membutuhkan data sebesar 3 byte. Setiap warna dasar memiliki intensitas
tersendiri dengan nilai minimum nol (0) dan nilai maksimum 255 (8 bit). RGB
didasarkan pada teori bahwa mata manusia peka terhadap panjang gelombang
630nm (merah), 530 nm (hijau), dan 450 nm (biru).
12
Gambar 2.4. Citra Warna pada RGB
Pada gambar di atasdapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. RGB terdiri dari tiga warna utama, yaitu merah, hijau, dan
biru.
2. Campuran dua warna pada RGB menghasilkan warna baru,
yaitu kuning = merah + hijau, cyan = hijau + biru, dan
magenta = biru + merah.
3. Bila seluruh warna merah, hijau, dan biru dicampur akan
menghasilkan warna putih.
4. Bila warna merah, hijau, dan biru tidak dicampur maka
akan menghasilkan warna hitam.
5. Jenis warna lain akan dihasilkan oleh variasi campuran
warna dan intensitas campuran setiap warna.
2.5. Operasi Pengolahan Citra
2.5.1. Macam-macam operasi pengolahan citra :
1. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan
caramemanipulasi parameter-parameter citra.Dengan operasi ini, ciri-ciri
13
khusus yangterdapat didalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh
operasi perbaikan citra :
1. Perbaikan kontras gelap/terang
2. Perbaikan tepian objek (edge enhancement)
3. Penajaman (sharpening)
4. Penapisan derau ( noise filtering)
2.Perbaikan citra (image restoration)
Operasi ini bertujuan menghilangkan / meminimumkan cacat pada
citra.Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra,
bedanyapada pemugaran citra penyebab degredasi gambar diketahui:
1. Penghilang kesamaran (debluring)
2. Penghilang derau (noise)
3. Pelembutan citra (smooting)
3. Pemampatan citra (image compression)
Jenis operasi ini agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang
lebihkompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit.Hal penting
yang harusdiperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah
dimampatkan harustetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.Ukuran
citra 258 kb (kilo byte) dapat direduksi menjadi 49 kb.
4. Segmentasi Citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra kedalam
beberapasegmen dengan suatu kriteria tertentu.Jenis ini berkaitan erat
dengan pengenalanpola.
14
5. Analisis citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya.Proses segmentasi kadang kala diperlukan
untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya.
2.6. Teknik-Teknik Pengolahan Citra Digital
2.6.1. Secara umum, teknik pengolahan citra digital dibagi menjadi tiga tingkat
pengolahan, yakni sebagai berikut:
1. Pengolahan Tingkat Rendah (Low-Level Processing).
Pengolahan ini merupakan operasional-operasional dasar dalam
pengolahan citra, seperti pengurangan noise (noise reduction),
perbaikan citra (image enhancement) dan restorasi citra (image
restoration).
2. Pengolahan Tingkat Menengah (Mid-Level Processing).
Pengolahan ini meliputi segmentasi pada citra, deskripsi objek, dan
klasifikasi objek secara terpisah.
3. Pengolahan Tingkat Tinggi (High-Level Processing).
Pengolahan ini meliputi analisis Citra.
2.6.2. Dari ketiga tahap pengolahan citra digital di atas, dapat dinyatakan suatu
gambaran mengenai teknik-teknik pengolahan citra digital dan macam-
macamnya, antara lain sebagai berikut :
1. Image enhancement, berupa proses perbaikan citra dengan
meningkatkan kualitas citra, baik kontras maupun kecerahan.
15
Gambar 2.5.Image enhancement
2. Image restoration, yaitu proses memperbaiki model citra,biasanya
berhubungan dengan bentuk citra yang sesuai.
Gambar 2.6.Image restoration
3. Color image processing, yaitu suatu proses yang melibatkan citra
berwarna, baik berupa image enhancement, image restoration, atau
yang lainnya.
Gambar 2.7. Color image processing
4. Wavelet dan multiresolution processing, merupakan suatu proses
yang menyatakan citra dalam beberapa resolusi.
16
Gambar 2.8. Wavelet dan multiresolution processing
5. Image compression, merupakan proses yang digunakan untuk
mengubah ukuran data pada citra.
Gambar 2.9. Image compression
6. Morphological processing, yaitu proses untuk memperoleh
informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu bentuk pada citra.
Gambar 2.10. Morphological processing
7. Segmentation, merupakan proses untuk membedakan atau
memisahkan objek-objek yang ada dalam suatu citra, seperti
memisahkan objek dengan latar belakangnya.
17
Gambar 2.11. Segmentation
8. Object recognition, yaitu suatu proses yang dilakukan untuk mengenali
objek-objek apa saja yang ada dalam suatu citra.
Gambar 2.12. Object recognition
2.7. Pixel
2.7.1. Pengertian Pixel
Pixel adalah unsur gambar atau representasi sebuah titik terkecil dalam
sebuahgambar grafis yang dihitung per inci.Pixel sendiri berasal dari akronim
bahasa Inggris Picture Element yang disingkat menjadi Pixel. Pada ujung tertinggi
skala resolusi, mesincetak gambar berwarna dapat menghasilkan hasil cetak yang
memiliki lebih dari 2.500titik per inci denga pilihan 16 juta warna lebih untuk
setiap inci, dalam istilah komputer berarti gambar seluas satu inci persegi yang
bisa ditampilkan pada tingkat resolusitersebut sepadan dengan 150 juta bit
informasi.Monitor atau layar datar yang sering kita temui terdiri dari ribuan pixel
yang terbagidalam baris-baris dan kolom-kolom. Jumlah pixel yang terdapat
dalam sebuah monitor dapat kita ketahui dari resolusinya. Resolusi maksimum
18
yang disediakan oleh monitor adalah 1024x768, maka jumlah pixel yang ada
dalam layar monitor tersebut adalah 786432 pixel. Semakin tinggi jumlah pixel
yang tersedia dalam monitor, semakin tajamgambar yang mampu ditampilkan
oleh monitor tersebut.
Gambar 2.13. Pixel
2.8. Watermarking
2.8.1. Pengertian Watermarking
Watermarking atau tanda air dapat diartikan sebagai suatu teknik
penyisipan dan atau penyembunyian informasi yang bersifat rahasia pada suatu
data lainnya untuk "ditumpangi" (kadang disebut dengan host data), tetapi orang
lain tidak menyadari adanya kehadiran data tambahan pada data host-nya (Istilah
host digunakan untuk data atau sinyal digital yang disisipi), sehingga seolah-olah
tidak ada perbedaan berarti antara data host sebelum dan sesudah proses
watermarking. Disamping itu data yang sudah diberi watermark harus tahan
(robust) terhadap segala perubahan baik secara sengaja maupun tidak, yang
bertujuan untuk menghilangkan data watermark yang terdapat di data utamanya.
19
Watermark juga harus tahan terhadap berbagai jenis pengolahan atau proses
digital yang tidak merusak kualitas data yang diberi watermark.
2.8.2. Jenis-jenis watermarking
Pada digital watermarking terdapat empat jenis berdasarkan media
digitalyang disisipi, yaitu :
1. Text watermarking
Watermark disisipkan pada media digital seperti dokumen atauteks.
2. Image watermarking
Watermark disisipkan pada citra digital.
3. Audio watermarking
Watermark disisipkan pada file audio digital, seperti mp3, mpeg, dan
sebagainya.
4. Video watermarking
Watermark disisipkan pada gambar bergerak atau disebut dengan
video digital.
2.8.3. Digital watermark Citra
Dikembangkannya teknik penyembunyian data pada citra digital didorong
oleh kebutuhan terhadap perlindungan kepemilikan originalitas citra digital. Pada
watermarking proses penyisipan watermark ke dalam citra host atau citra digital
disebut encoding. Encoding menerima masukan berupa citra, watermark. Setelah
proses encoding didapatkanlah citra yang berwatermark. Perbedaan antara citra
asli dan citra berwatermark hampir tidak dapat terlihat oleh mata telanjang.
Gambar 2.1 adalah suatu blok diagram dari proses penyisipan watermark pada
citra digital.
20
Gambar 2.14.Proses Penyisipan Watermark
Pada proses watermarking, selain encoding juga terdapat istilah
decoding.Decoding itu sendiri adalah proses ekstraksi dari citra yang
berwatermark yang bertujuan untuk mendapatkan kembali citra digital asli dan
watermark yang sebelumnya disisipi pada citra yang berwatermark. Pada
dasarnya proses ekstraksi adalah membandingkan citra digital asli dengan citra
berwatermark untuk mendapatkan watermark yang disisipkan. Sedangkan untuk
ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung terhadap
metode-metode yang digunakan dalam pembentukan watermarking.
2.8.4. Discrete wavelet transform(DWT)
Transformasi wavelet (wavelet transform) memberikan kemudahan dalam
kompresi, transmisi dan analisis citra. Wavelet transform berbasis pada
Citra Asli
Encoding
Citra
Berwatermark
Watermark
21
gelombang kecil yang disebut ‘wavelet’.DWT menyediakan informasi tentang
frekuensi maupun waktu (lokasi) dari sinyal dan DWT bekerja secara
multiresolusi.Transformasi DWT-2D dilakukan menggunakan filter wavelet
secara horizontal (baris) kemudian diikuti dengan filtering secara vertikal
(kolom). Jenis filter wavelet yang biasa digunakan adalah low pass filter (LPF)
dan high pass filter (HPF). Analisis sinyal dilakukan terhadap hasil filterisasi
highpass filter dan lowpass filter di mana highpass filter digunakan untuk
menganalisis frekuensi tinggi dan lowpass filter digunakan untuk menganalisis
frekuensi rendah. Analisis terhadap frekuensi dilakukan dengan cara
menggunakan resolusi yang dihasilkan setelah sinyal melewati filterisasi. Analisis
frekuensi yang berbeda dengan menggunakan resolusi yang berbeda inilah yang
disebut dengan multi-resolution analysis, seperti yang telah disinggung pada
bagian transformasi wavelet.Pembagian sinyal menjadi frekuensi tinggi dan
frekuensi rendah dalam proses filterisasi highpass filter dan lowpass filter disebut
sebagai dekomposisi. Setelah filterisasi, setengah dari sample atau salah satu
subsample dapat dieliminasi.Sehingga sinyal dapat selalu di-subsample oleh 2(
↓2 ) dengan cara mengabaikansetiapsample yang kedua. Proses dekomposisi ini
dapat melalui satu atau lebih tingkatan. Dekomposisi satu tingkat ditulis dengan
ekspresi matematika pada persamaan berikut :
………........................... (2.3)
………........................... (2.4)
22
уtinggi[k] dan уrendah[k] yang merupakan hasil dari highpass filter dan
lowpass filter, x[n] merupakan sinyal asal, h[n] adalah highpass filter, dan g[n]
adalah lowpass filter.Untuk dekomposisi lebih dari satu tingkat, prosedur pada
persamaan dapat digunakanpada masing-masing tingkatan.
Gambar 2.15.Dekomposisi wavelet tiga tingkat
Pada gambar diatas, ytinggi [k] dan yrendah[k] yang merupakan hasil
dari highpass filter dan lowpass filter, ytinggi[k] disebut sebagai koefisien
DWT.Ytinggi[k] merupakan detil dari informasi sinyal, sedangkan yrendah [k]
merupakan taksiran kasar dari fungsi penskalaan. Dengan menggunakan koefisien
DWT ini maka dapat dilakukan proses Inverse Discrete Wavelet transform
(IDWT) untuk merekonstruksi menjadi sinyal asal.
X[n] =◻k(ytinggi[k] h[-n + 2 k] + yrendah[k] g[-n + 2 k] )............................. (2.4)
proses rekontruksi merupakan kebalikan dari proses dekomposisi sesuai
dengan tingkatan pada proses dekomposisi. DWT menganalisis sinyal pada
frekuensi berbeda dengan resolusi yang berbeda melalui dekomposisi sinyal
sehingga menjadi detil informasi dan taksiran kasar. DWT bekerja pada dua
kumpulan fungsi yang disebut fungsi penskalaan dan fungsi wavelet yang masing-
23
masing berhubungan dengan lowpass filter dan highpass filter.frekuensi
komponen sample harus kurang atau sama dengan setengah dari frekuensi
sampling.
2.8.5. Wavelet
Gelombang (wave) adalah sebuah fungsi yang bergerak naik turun ruang
dan waktu secara periodik.Sedangkan wavelet merupakan gelombang yang
dibatasi atau terlokalisasi atau dapat dikatakan sebagai gelombang
pendek.Wavelet ini menkonsentrasikan energinya dalam ruang dan waktu
sehingga cocok untuk menganalisis sinyal yang sifatnya sementara saja.
`
Gambar 2.16.(a) Gelombang (Wave), (b) Wavelet
Wavelet pertama kali digunakan dalam analisis dan pemrosesan digital
dari sinyal gempa bumi, Penggunaan wavelet pada saat ini sudah semakin
berkembang dengan munculnya area sains terpisah yang berhubungan dengan
analisis wavelet dan teori transformasi wavelet.Dengan munculnya area sains ini
wavelet mulai digunakan secara luas dalam filtrasi dan pemrosesan data,
pengenalan citra, sintesis dan pemrosesan berbagai variasi sinyal, kompresi dan
pemrosesan citra, dll.
24
2.8.6. Transformasi wavelet (wavelettransform)
Transformasi wavelet adalah sebuah transformasi matematika yang digunakan
untuk menganalisis sinyal bergerak.Sinyal bergerak ini dianalisis untuk
didapatkan informasi spektrum frekuensi dan waktunya secara bersamaan. Salah
satu seri pengembangan transformasi wavelet adalah Discrete Wavelet transform
(DWT).Transformasi sinyal merupakan bentuk lain dari penggambaran sinyal
yang tidak mengubah isi informasi dalam sinyal tersebut. Transformasi wavelet
(wavelet transform) menyediakan penggambaran frekuensi waktu dari sinyal.
Pada awalnya, transformasi wavelet digunakan untuk menganalisis sinyal
bergerak (non-stationary signals).Sinyal bergerak ini dianalisis dalam
transformasi wavelet dengan menggunakan teknik multi-resolution analysis.
Secara umum teknik multi-resolution analysis adalah teknik yang digunakan
untuk menganalisis frekuensi dengan cara frekuensi yang berbeda dianalisis
menggunakan resolusi yang berbeda. Resolusi dari sinyal merupakan ukuran
jumlah informasi di dalam sinyal yangdapatberubah melaluioperasifilterisasi.
wavelet merupakan perbaikan daritransformasi fourier. Pada transformasi
fourier hanya dapat menentukan frekuensi Transformasi yang muncul pada suatu
sinyal, namun tidak dapat menentukan kapan (dimana) frekuensi itu muncul.
Dengan kata lain, transformasi fourier tidak memberikan informasi tentang
domain waktu (time domain). Kelemahan lain dari transformasi fourier adalah
perubahan sedikit terhadap sinyal pada posisi tertentu akan berdampak atau
mempengaruhi sinyal pada posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena transformasi
fourierberbasis sin-cos yang bersifat periodik dan kontinyu.
25
Transformasi wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi yang
muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau waktu.Wavelet dapat
digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang (sinyal) sebagai kombinasi
dari waktu (skala) dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi
tertentu tidak akan berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi-posisi yang
lainnya. Dengan wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dibandingkan
dengan fourierdan lebih baik dalam hal melakukan aproksimasi terhadap real-
word signal.Transformasi wavelet memiliki dua seri dalam pengembangannya
yaitu Continous Wavelet Transform (CWT) dan Discrete Wavelet Transform
(DWT). Semua fungsi yang digunakan dalam transformasi CWT dan DWT
diturunkan dari mother wavelet melalui translasi atau pergeseran dan penskalaan
atau kompresi.Mother wavelet merupakan fungsi dasar yang digunakan dalam
transformasi wavelet. Karena mother wavelet menghasilkan semua fungsi wavelet
yang digunakan dalam transformasi melalui translasi dan penskalaan, maka
mother wavelet juga akan menentukan karakteristik dari transformasi wavelet
yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu pencatatan secara teliti terhadap penerapan
wavelet dan pemilihan yang tepat terhadap mother wavelet agar dapat
menggunakan transformasi wavelet secara efisien.
Seri pengembangan Continuous Wavelet transform (CWT) dipaparkan
pada persamaan (2.3):
......................................(2.5)
x(t) merupakan sinyal yang akan dianalisis, ψ(t) adalah mother wavelet atau
fungsi dasar yang dipilih. τ merupakan parameter translasi yang berhubungan
26
dengan informasi waktu pada transformasi wavelet. Parameter skala s
didefinisikan sebagai (1/frekuensi) dan berhubungan dengan informasi
frekuensi.Dengan adanya penskalaan ini sinyal dapat diperbesar atau dikompresi.
Penskalaan besar (frekuensi rendah) menyebabkan sinyal diperbesar dan dapat
memberikan informasi detil yang tersembunyi di sinyal, sedangkan penskalaan
kecil (frekuensi tinggi) menyebabakan kompresi sinyal dan memberikan informasi
global dari sinyal. Seri pengembangan kedua dari transformasi wavelet adalah
Discrete Wavelet transform (DWT). Seri pengembangan ini merupakan seri CWT
yang didiskritkan.Dengan pendiskritan CWT ini maka perhitungan dalam CWT
dapat dibantu dengan menggunakan computer.
2.8.7. Discrete Cosine Transform (DCT)
Metode Discrete Cosine Transform (DCT) biasa digunakan untuk
mengubah sebuah sinyal menjadi komponen frekuensi dasarnya. DCT adalah
sebuah transformasi yag mengubah sebuah kawasan spasial menjadi kawasan
frekuensi dan sebaliknya kawasan frekuensi dapat dikembalikan ke kawasan
spasial dengan menggunakan invers DCT. DCT pertama kali diperkenalkan oleh
Ahmed, Natarajan dan Rao pada tahun 1974 dalam makalahnya yang berjudul
"On image processing and a discrete cosine transform" (A.B Watson, 1994).
Discrete Cosine Transform (DCT) adalah teknik kompresi citra digital ke
dalam format JPEG. Pada kompresi JPEG, DCT menerima masukan berupa
matriks citra berukuran 8x8, yang kemudian mengubahnya menjadi matriks
frekuensi dengan ukuran sama. Perubahan blok 8x8 piksel menjadi 64 koefisien
DCT dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Metode ini juga digunakan secara
umum untuk penyisipan watermark ke dalam frekuensi tertentu. Sedangkan proses
27
Invers DCT (IDCT) yang merupakan kebalikan dari DCT, akan mengembalikan
koefisien pada matriks frekuensi menjadi matriks citra. Inverse DCT ini
digunakan untuk ekstraksi watermark dari cover image. Persamaan DCT dan
IDCT dapat dilihat pada persamaan (2.6) dan (2.7) berikut :
..................................... (2.6)
..................................... (2.7)
2.9. Metode Perhitungan Kualitas Citra
Metode yang digunakan pada Watermarking digital memiliki kelebihan
dan kekurangan dalam hal kualitas gambar yang dihasilkan. Cara yang dapat
digunakan untuk menghitung kualitas citra yaitu dengan:
2.9.1. Menghitung Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)
PSNR merupakan pembanding antara kualitas citra hasil rekonstruksi
dengan citra asal. Semakin besar nilai PSNR, semakin baik juga kualitas sinyal
yang dihasilkan.
Untuk menghitung PSNR, pertama kali kita harus menghitung nilai Mean
Squared Error (MSE) dari suatu citra hasil rekonstruksi. Root Mean Squared
Error (RMSE) adalah akar dari MSE.
28
.................................................................... (2.8)
..................................................................... (2.9)
dimana:
Cmax adalah nilai pixel terbesar pada keseluruhan citra.
x dan y adalah koordinat suatu titik pada citra.
M dan N adalah dimensi dari citra.
S adalah citra tersisipi (stego-citra)
C adalah citra asli (cover citra)
PSNR sering dinyatakan dalam skala logaritmik dalam decibel (dB). Nilai PSNR
jatuh dibawah 30 dB mengindikasikan kualitas yang relative rendah, dimana
distorsi yang dikarenakan penyisipan terlihat jelas. Akan tetapi kualitas stego-citra
yang tinggi berada pada nilai 40dB dan diatasnya.
2.9.2. SC (Structural Content)
.............................................................(3.0)
Nilai SC mendekati satu atau lebih, berarti citra setelah diproses
kualitasnya mendekati citra sebelum diproses.