9
BAB II
A. Kajian Teori
1. Kecepatan
a. Pengertian Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan bergerak dengan kemungkinan
kecepatan tercepat, ditinjau dari sistem gerak, kecepatan adalah
kemampuan dasar mobilitas sistem saraf pusat dan perangkat otot untuk
menampilkan gerakan-gerakan pada kecepatan tertentu. Dari sudut
pandang mekanika, kecepatan diekspresikan sebagai rasio antara jarak
dan waktu dalam buku Ismaryati (Bompa, 1990:57)
Menurut Sukadiyanto, (2010:174) kecepatan adalah kemampuan
otot atau sekelompok otot untuk menjawab rangsang dalam waktu
secepat (sesingkat) mungkin. Kecepatan sebagai hasil perpaduan dari
panjang ayunan tungkai dan jumlah langkah. Dimana gerakan panjang
ayunan dan jumlah langkah merupakan serangkaian gerak yang sinkron
dan kompleks dari sistem neuromuscular. Dengan bertambahnya panjang
ayunan dan jumlah langkah akan meningkatkan kecepatan bergerak.
Untuk itu dalam membahas unsur kecepatan selalu berpijak pada konsep
dasarnya yaitu : perbandingan antara waktu dan jarak, sehingga unsur
kecepatan selalu berkaitan dengan waktu reaksi, frekwensi gerak per unit
waktu, dan kecepatan menempuh jarak tertentu (kecepatan gerak).
Artinya, agar dapat bergerak cepat tergantung dari kecepatan reaksi saat
awal gerak, kemampuan tubuh menempuh jarak dengan waktu tertentu,
serta frekuensi langkah larinya.
Sedangkan menurut Sajoto (1995:9), Kecepatan (speed) adalah,
kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan
dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Seperti dalam lari cepat, pukulan dalam tinju, balap sepeda, panahan dan
lain-lain.
Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu
10
yang sesingkat-singkatnya. (Harsono:1988:216). Kecepatan adalah jarak
di bagi waktu (Kent, 1994 dalam tesis Slamet 2001 hal 2).
Bompa dan Haff (dalam syafruddin, 2012), mengatakan bahwa
kecepatan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu jarak
tertentu dengan cepat. Sedangkan menurut Sukadiyanto (2008) kecepatan
adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian
gerak secepat mungkin sebagai jawaban terhadap rangsang.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kecepatan,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecepatan adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan gerak-gerakan yang sejenis secara berturut-
turut dengan kecepatan tinggi untuk menempuh jarak tertentu dengan
waktu yang sesingkat-singkatnya.
b. Macam-macam Kecepatan
Secara umum kecepatan mengandung pengertian kemampuan
seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak secepat
mungkin sebagai jawaban terhadap rangsang. Dalam menjawab rangsang
dapat dalam bentuk gerak atau serangkaian gerak yang dilakukan secepat
mungkin. Menurut sukadiyanto (2010:174), Untuk itu ada dua macam
kecepatan, yaitu kecepatan reaksi dan kecepatan gerak. Kecepatan reaksi
adalah seseorang dalam menjawab suatu rangsang dalam waktu sesingat
mungkin. Kecepatan reaksi dibedakan menjadi reaksi tunggal dan reaksi
majemuk. Sedangkan kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang
melakukan gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin.
Kecepatan gerak dibedakan menjadi gerak siklus dan non siklus. Selain
kedua macam kecepatan tersebut masih ada istilah yang menggunakan
unsur kecepatan, yaitu ketahanan kecepatan atau stamina.
Kecepatan reaksi tunggal adalah kemampuan seseorang untuk
menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan sasarannya dalam
waktu sesingkat mungkin. Artinya, sebelum melaksanakan gerakan
dalam benak fikiran olahragawan sudah ada persepsi dan arah serta
sasaran rencana motorik yang akan dilakukan. Sehingga kondisi
rangsang sudah dapat diprediksi sebelum gerak dilakukan.
11
Sebagai contoh, apabila pluit berbunyi satu kali yang dilakukan
adalah lari cepat, berbunyi dua kali jalan, berbunyi tiga kali jogging.
Pada contoh ini peranan utama yang berfungsi menerima rangsang
adalah indera pendengar. Contoh lain, dimana rangsang yang diterima
melalui indera penglihatan, apabila tangan pelatih menunjuk kekanan
yang dilakukan adalah lari kesamping kiri olahragawan, bila menunjuk
kiri lari kesamping kanan olahragwan, menunjuk kebelakang lari
mundur, kedepan lari kedepan. Pada kedua contoh tersebut sebelum
melakukan gerakan olahragwan sudah mengetahui gerak yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan penjelasan dari pelatih, sehingga
membentuk gerak yang akan dilakukan sesuai dengan persepsi yang
diterimanya.
Kecepatan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk
menjawab rangsang yang belum diketahui arah dan sasaranya dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Artinya, sebelum melaksanakan gerakan
dalam dalam benak fikiran olahragawan sudah ada persepsi, tetapi belum
diketahui arah dan sasaran rencana motor (gerak) yang akan dilakukan.
Sebagai contoh, pelatih bola basket memegang dua bola ditangan kanan
dan kiri dengan kedua lengan diluruskan kekanan dan kiri, anak didik
berdiri menghadap ke pelatih dan tugasnya adalah menangkap bola yang
dijatuhkan oleh pelatih hanya satu, bias bola di tangan kanan atau bola di
tangan kiri pelatih. Dengan demikian persepsi yang diterima anak latih
adalah tentang tugasnya untuk meangkap bolabasket sebelum mantul dua
kali. Sedangkan gerak yang dilakukan belum dapat direncanakan karena
arahnya belum diketahui, bola yang berada ditangan kanan atau yang
ditangan kiri.
Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang melakukan gerak
atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Kecepatan gerak
dapat dibedakan menjadi gerak siklus dan non siklus. Kecepatan gerak
siklus atau sprint adalah kemampuan system neuromuskuler untuk
melakukan serangkaian gerak dalam waktu sesingkat mungkin. Gerak
siklus adalah satu macam aktivitas yang dilakukan secara
12
berkesinambungan atau gerak yang berangkai. Contohnya antara lain
dalam bentuk, jalan, berenang, lari, bersepeda.
Sedangkan kecepatan non siklus adalah kemampuan sistem
neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu sesingkat
mungkin. Bentuk dalam gerak non siklus adalah gerak yang dilakukan
hanya dalam satu kali gerak atau gerak tunggal. Contoh gerak tunggal,
antara lain dalam bentuk: melempar, menendang, melompat, dan
meloncat.
Ketahanan kecepatan atau orang awam lebih suka menyebutkan
dengan istilah stamina adalah kemampuan mempertahankan kecepatan
dalam jangka waktu yang relative lama. Stamina selalu diperlukan pada
hamper semua cabang Olahraga pertandingan atau perlombaan. Pada
latihan stamina unsur-unsur yang dapat ditingkatkan, diantaranya adalah
power anaerobic alaktik, power anaerobic glikolitik, dan kapasitas
anaerobik glikolitik.
Power anaerobik adalah kemampuan tubuh dalam bekerja secara
eksplosif dan mengambil oksigen secara maksimal untuk mencukupi
kebutuhan seluruh jaringan yang memerlukan. Power anaerobi alaktik
menjamin tingkat kualitas ketahanan khusus (jangka pendek) dan
kekuatan kecepatan. Selain itu power anaerobik glikolotik akan
menjamin pemeliharaan kecepatan yang tinggi dan untuk mengawali
gerak akselerasi. Kapasitas anaerobik glikolitik adalah kemampuan
seseorang untuk tetap dapat beraktivitas meskipun dalam keadaan
kekurangan oksigen dan tetap mampu memberikan toleransi terhadap
akumulasi (penimbunan) asam laktat.
c. Faktor-faktor yang membatasi kemampuan kecepatan
Kecepatan (speed) merupakan salah satu elemen kondisi fisik
yang tidak hanya sulit ditingkatkan, akan tetapi juga membutuhkan
proses latihan yang lama dan selain dari itu sulit dipertahankan jika telah
mencapai prestasi puncak. Hal ini disebabkan banyak faktor yang
mempengaruhi prestasi kecepatan seseorang atau atlet. Menurut
Jonath/krempel (1981:48-49) dalam buku Syafruddin 2012, mengatakan
13
bahwa kemampuan kecepatan dibatasi oleh factor-faktor sebagai berikut
ini :
a. Kekuatan otot
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa kemampuan
kecepatan tidak bisa berkembang tanpa kekuatan otot yang memadai
karena kekuatan otot merupakan suatu persyaratan mutlak dari kecepatan
gerakan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan suatu kecepatan maksimal
diperlukan pertama sekali otot yang kuat dan terlatih.
b. Viskositas otot
Perkembangan/peningkatan kecepatan gerakan yang dapat
dicapai secara maksimal berpengaruh negatif ketika otot dalam keadaan
dingin dengan viskositas yang tinggi. Dengan kata lain, kecepatan tidak
dapat berkembang ketika otot dalam keadaan tidak panas (dingin)
dengan viskositas yang tinggi.
c. Kecepatan reaksi
Kecepatan reaksi atau kemampuan reaksi merupakan kemampuan
seseorang menjawab/merespon suatu sinyal (stimulus) dengan kecepatan
tinggi.
d. Kecepatan kontraksi
Kecepatan kontraksi berhubungan dengan struktur dan
kemampuan otot secara fisiologis karena kecepatan kontraksi lebih
ditentukan oleh jenis serabut otot putih/cepat (fast twitch) dibandingkan
jenis serabut otot merah/lambat (slow twitch). Kecepatan gerakan dan
power ditentukan terutama oleh serabut otot cepat dan daya tahan lebih
ditentuka oleh serabut otot lambat (Syafruddin, 2012).
e. Koordinasi
Koordinasi disini dimaksudkan adalah kerjasama atau saling
pengaruh antara system persyarafan pusat atau central nervous system, di
singkat CNS dan otot yang bekerja, yang sangat berpengaruh terhadap
kecepatan gerak.
f. Ciri-ciri Anthropometri
14
Ciri-ciri bangunan tubuh manusia seperti perbandinagn panjang
tungkai dan badan, dan panjang lengan memegang peran penting dalam
meningkatkan kecepatan, akan tetapi tidak bisa dilatih. Hal ini
disebabkan anthropometri tubuh setiap orang tumbuh dan berkembang
secara alami sesuai dengan faktor genetik bawaan yang dimiliki.
g. Daya Tahan Anaerobik atau daya tahan kecepatan
Daya tahan kecepatan menentukan kesanggupan seseorang
mengatasi kerja intensif selama 20-30 detik. Kemampuan ini tergantung
dari kapasitas otot dan energy yang dihasilkan saat mengalami defisit
(kekurangan).
Menurut Owen Anderson (12 : 2013), kebanyakan pelari dan
pelatih menyadari bahwa faktor genetic mempengaruhi lari.
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang menentukan kecepatan motorik (Jonath/Krempel, 1981.
Dalam buku syafrudin, 2012)
d. Analisis mekanika Kecepatan Lari 100 Meter
Lari 100 meter pada dasarnya adalah gerak seluruh tubuh ke
depan secepat mungkin yang dihasilkan oleh gerakan dari langkah-
langkah kaki dalam menempuh jarak 100 meter, yang unsur pokoknya
adalah panjang langkah dan kecepatan frekuensi langkah hal ini sesuai
dengan pendapat Hay (1993: 396) bahwa kecepatan lari atlet tergantung
dari kedua faktor yang mempengaruhi, yaitu:
Kecepatan Motor
Kekuatan otot
Viskositas ototkoordinasi
Kecepatan reaksi
KecepatanKontraksi
CiriantropometriDaya tahan anaerobik umum
15
1.) Panjang langkah adalah jarak yang ditempuh oleh setiap langkah
yang dilakukan.
1) Frekuensi langkah jumlah langkah yang diambil pada suatu waktu
tertentu (yang disebut sebagai irama atau kecepatan langkah).
Kecepatan lari sangat tergantung kepada besarnya panjang langkah
dan frekuensi langkah, maka penting untuk mempertimbangkan faktor-
faktor yang menentukan ukuran tersebut.
1.) Panjang langkah
Panjang langkah yang dilakukan oleh seorang pelari dapat dianggap
sebagai jumlah dari ketiga jarak yang berbeda.
Gamabar 2.2 Kontribusi Total Panjang Langkah Pelari (Hay 1993: 398)
(a) Jarak tinggal landas (takeoff distance) adalah jarak
horizontal ketika pusat gravitasi menghadap ke ujung kaki
yang tinggal landas pada saat kaki tersebut meninggalkan
tanah.
(b) Jarak terbang (flight distance) adalah jarak
horizontal ketika pusat gravitasi berjalan pada saat pelari ada di
udara.
(c) Jarak pendaratan (landing distance) adalah jarak
horizontal ketika ujung kaki yang ada didepan menghadap ke
pusat gravitasi pada saat pelari mendarat Hay (1993: 398)
16
Yang pertama dari ketiga kontribusi tersebut tergantung kepada
kedudukan tubuh atlet pada saat tinggal landas (takeoff). Seberapa jauh
pelari menjulurkan kaki penopangnya sebelum kaki meninggalkan tanah,
dan sudut yang dibuat dengan horizontal pada saat itu memiliki arti penting
dalam kaitannya dengan kedudukan tubuh. Sudut yang dibuat oleh kaki
dengan garis horizontal pada saat kaki memutuskan hubungan dengan tanah
terkait dengan variasi yang besar.
Gambar 2.3 Jarak Pusat Gravitasi Pelari pada Saat Kaki
Meninggalkan Landasan dengan Sudut Kemeringan Badan
Bervariasi (Hay, 1993: 399)
Sudutnya bervariasi antara sekitar 30º ketika pelari meninggalkan
blok sampai mendekati 60º ketika ia mendekati langkah yang penuh. Jarak
horizontal dari ujung jari ke pusat gravitasi berkurang dari 90 cm menjadi 40
cm. pada bagian lari tersebut dimana atlet tidak menyentuh tanah, jarak
horizontal yang pelari tempuh ditentukan oleh faktor-faktor yang mengatur
terbangnya semua proyektil semacam itu, yaitu kecepatan, sudut, dan tinggi
pelepasan dan resistensi udara yang ditemui saat terbang (flight). Terpenting
dari hal ini adalah kecepatan pelepasan, sebuah jumlah yang pada dasarnya
ditentukan oleh kekuatan reaksi tanah yang dikerahkan pada atlet. Hal ini
nantinya merupakan hasil dari kekuatan (gaya), terutama dari juluran
pinggul, lutut, sendi pergelangan kaki, yang dikerahkan oleh pelari terhadap
tanah.
17
Jarak horizontal dari ujung jari kaki yang didepan sampai garis
gravitasi pada saat atlet mendarat adalah yang terkecil diantara kontribusi
panjang langkah keseluruhan. Ukurannya dibatasi oleh kebutuhan mendarat
seefisien mungkin. Saat mengayunkan kaki bawah kedepan tepat didepan
kaki yang mendarat tampaknya merupakan cara yang tepat bagi pelari untuk
mendambah panjang langkah, gerakan kaki kedepan ketika ketika pelari
menyentuh tanah menimbulkan reaksi kebelakang (sejenis reaksi baling-
baling atau mengerem) yang mengurangi kecepatan pelari kedepan (Hay,
1993: 399).
2.) Frekuensi Langkah
Jumlah langkah yang dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu
oleh beberapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu langkah,
semakin lama waktu yang diperlukan, maka semakin sedikit langkah yang
dapat dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu, dan sebaliknya.
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu langkah dapat dianggap
sebagai jumlah waktu ketika atlet (1) bersentuhan dengan tanah; dan (2) di
udara. Ketika pelari menghabiskan sekitar 67% waktu dari setiap langkah
pada sentuhan dengan tanah dalam beberapa langkah pertama, maka angka
ini turun menjadi 40-45% ketika kecepatan tertinggi didekati.
Waktu saat atlet bersentuhan dengan tanah diatur terutama oleh
kecepatan otot kaki sebagai penopang yang dapat mengarahkan tubuh
kedepan kemudian kedepan dan keatas ke fase terbang berikutnya. Waktu
yang dihabiskan oleh atlet di udara ditentukan oleh kecepatan dan ketinggian
pusat gravitasi pada saat tinggal landas dan oleh resistensi udara yang
ditemui pada saat terbang (Hay, 1993: 400).
Usaha untuk meningkatkan panjang langkah dan frekuensi langkah
dalam lari 100 meter dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang
paling efektif adalah dengan meningkatkan kondisi fisik yang menunjang
kecepatan lari 100 meter dan meningkatkan penggunaan efesiensi teknik lari
sprint.
18
e.) Teknik Lari Cepat 100 Meter
Kecepatan lari 100 meter dapat ditingkatkan melalui peningkatan
efesiensi dalam penggunaan teknik yang ada. Penggunaan teknik yang baik
dapat meningkatkan efesiensi gerakan sehingga kecepatan lari 100 meter
dapat meningkat. Gerakan lari jarak pendek (sprint) merupakan gerakan
mengais (pawing movement). Badan bergerak maju akibat dari gaya dorong
ke belakang terhadap tanah. Gaya maju ini dan efesiensi penggunaannya
merupakan kunci kecepatan yang dapat dikembangkan oleh pelari. Ada tiga
teknik dasar dalam lari jarak pendek (sprint), yaitu:
1) Teknik Start
Start merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam lari
cepat. Pelari harus dapat melakukan start dengan reaksi cepat. Untuk itu
pelari harus dapat menggunakan teknik start yang efisien selain itu unsure
yang tidak kalah penting dalam lari yaitu teknik gerakan lari cepat. Faktor
utama yang menetukan kecepatan lari adalah panjang langkah dan frekuensi
langkah. Pelari dapat mencapai prestasi jika frekuensi langkah larinya
bertambah cepat dan panjang. Agar frekuensi langkahnya bertambah cepat,
maka titik berat badan jatuh didepan telapak kaki, sehingga menimbulkan
reaksi yang lebih cepat untuk bergerak ke depan.
Pada aba-aba starter “diatas sasaran,” atlet bergerak kedepan dan
mengambil posisi dengan tangan tepat dibelakang garis start, kaki diatas blok
start, dan lutut kaki belakang bersandar ditanah (Gambar 2.3). Pada aba-aba
“siap”, atlet mengangkat lutut kaki belakang dari tanah, kemudian menaikan
pinggul dan menggeser pusat gravitasi kedepan (Gambar 2.3 [b]). Terakhir,
ketika senjata ditembakan, atlet mengangkat tangan dari lintasan,
mengayunkan tangan dengan giat (satu kedepan dan satu kebelakang), dan
dengan juluran kedua kaki yang kuat mendorong tubuh kedepan menjauh dari
blok dan menuju langkah lari yang pertama (Gambar 2.3[c] sampai [e].
19
Gambar 2.4 Teknik Start Lari Sprint (Hay, 1993: 403)
Ada jenis pokok start yaitu, bunch start, medium start, dan long start.
Perbedaan ketiga jenis tersebut terletak pada jarak longitudinal antar kaki yaitu,
pada jarak antar ujung jari salah satu kaki dengan ujung jari kaki yang lain,
seperti yang diukur pada arah lari. Pada bunch start, ujung jari kaki belakang
diletakkan hampir sejajar dengan tumit kaki depan. Jarak antar ujung ke ujung
jari adalah pada urutan 25-30. Pada medium start, lutut kaki belakang
diletakkan sehingga berlawanan satu titik didepan bagian kaki depan saat atlet
berada pada posisi “diatas tanda anda”. Penempatan semacam itu menghasilkan
jarak dari ujung jari ke ujung jari antara 40 cm dan 55 cm. long start yang
jarang digunakan, lutut kaki belakang diletakan sejajar dengan atau sedikit
dibelakang tumit kaki depan, pada posisi “diatas tanda anda”. Jarak dari ujung
ke ujung yang dihasilkan berada pada urutan 60-70 cm ( Hay 1993: 403).
Tiap-tiap teknik start memiliki perbedaan, yang membedakan antara
ketiga teknik tersebut adalah jarak antara posisi kaki depan dengan belakang,
menurut Jonath, Haag dan Kremple (1989: 45) jarak antara posisi tumit ke
tumit adalah sebagai berikut, (a) pendek: 14-28 cm, (b) sedang: 35-42 cm, (c)
panjang: 50-70 cm. penggunaan teknik start jongkok dalam lari cepat dapat
disesuaikan dengan postur tubuh dan panjang tungkai pelari. Pada setiap
perlombaan lari cepat, untuk start biasahnya digunakan start block. Pelari
tinggal mengatur jarak antara block depan dengan belakang sesuai dengan
teknik start jongkok mana yang akan digunakan.
20
2) Teknik Lari Cepat (Sprinting)
Gerakan dasar sprinting sangat penting bukan hanya dalam lintasan dan
lapangan melainkan juga dalam beberapa olahraga lainnya. Walaupun
kesuksesan dalam sprinting jelas tergantung kepada kemampuan sesorang atlet
untuk memadukan gerakan kaki, lengan, batang tubuh dan sebagainya,
kedalam suatu keseluruhan yang terkodinir secara lancar. Gerakan setiap
anggota badan dalam lari 100 meter sebagai berikut :
a. Gerakan kaki
Gerakan kaki saat lari adalah berulang-ulang (siklus). Setiap kaki secara
bergiliran mendarat di tanah, lewat dibawah dan dibelakang tubuh, dan
kemudian meninggalkan tanah untuk bergerak kedepan lagi siap untuk mendarat
berikutnya. Siklus ini dapat dibagi menjadi:
1. Fase topangan yang dimulai saat kaki mendarat dan berakhir ketika
pusat gravitasi atlet lewat didepannya.
2. Fase gerakan yang dimulai ketika fase topangan berakhir dan
berakhir saat kaki meninggalkan tanah.
3. Fase pemulihan dimana kaki menjauh dari tanah dan dibawah
kedepan mempersiapkan untuk pendaratan berikutnya. (Hay, 1993:
406)
b. Lengan
Fase gerakan kaki seseorang atlet, pinggul diputar kebelakang
kedepan pada sebuah bidang horizontal. Ketika lutut kiri dibawa
kedepan dan keatas pada fase pemulihan dalam siklus kaki kiri, maka
pinggul (yang dilihat dari atas) berputar searah jarum jam. Batas
putaran arah jarum jam dicapai ketika lutut mencapai titik tertingginya
didepan tubuh. Selanjutnya, ketika kaki kiri diturunkan kearah lintasan
dan kaki kanan memulai gerakannya kedepan dan keatas, maka
pinggul mulai berputar berlawanan dengan arah jarum jam dicapai
ketika lutut kanan mencapai titik tertingginya didepan tubuh.
Gerakan putaran pinggul menimbulkan reaksi berlawanan pada
tubuh bagian atas atlet karena, ketika lutut kiri mengayun kedepan dan
keatas, lengan kanan mengayun kedepan dan keatas dan lengan kiri
21
kebelakang dan keatas untuk mengimbangi gerakan kaki ini.
Selanjutnya, ketika kaki diturunkan, dan kaki kanan mulai bergerak
kedepan, gerakan lengan dibalik. Walaupun bahu juga dapat diputar
untuk mengimbangi gerakan pinggul, putaran semacam itu harus relatif
lambat. Untuk menghindari komplikasi yang mungkin diperkenalkan
oleh kelambatan ini, sprinter yang baik menggunakan sebuah gerakan
lengan dari jangkauan dan kekuatan tersebut sehingga tidak dibutuhkan
kontribusi dari bahu untuk mencapai kesetaraan (keseimbangan) yang
diperlukan antara gerakan pinggul dengan reaksi tubuh atas.
Pada gerakan lengan ini, lengan dijulurkan ke sudut kanan pada
siku dan diayunkan kebelakang dan kedepan dan sedikit kedalam
disekitar sumbu melalui bahu. Pada ayunan kedepan tangan berada
setingi bahu dan pada batas belakang sejajar dengan atau sedikit
debelakang pinggul (Hay, 1993: 410).
c. Tubuh
Pada fase topangan dan gerakan, atlet mengerahkan gaya
vertikal dan horizontal terhadap tanah. Reaksi yang sama dan
berlawanan yang ditimbulkan cendrung mempercepat atlet pada arah
dimana mereka bergerak dan, apabila mereka tidak bergerak melalui
pusat gravitasi, untuk mempercepat dirinya dengan sudut, dapat dilihat
pada gambar 2.4.
22
Gambar 2.5 kemiringan Tubuh Pelari (Hay, 1993: 411)
Melakukan penyesuaian yang tepat pada kemiringan tubuh dan
memodifikasi momen-momen yang terlibat, sprinter yang baik
mengontrol tubuh disekitar sumbu transversal (melintang). Ketika
sprinter bergerak kedepan dan kebelakang kearah blok start, maka
komponen horizontal dari gaya reaksi tanah sangat besar. Untuk
mencegah efek putaran kebelakang dari gaya yang menjadi sangat
dominan ini, sprinter miring kedepan, yang menjaga lengan reaksi
horizontal tetap kecil dan lengan reaksi vertikal tetap besar. Pada
langkah-langkah yang berurutan, kecepatan kedepan sprinter yang
lebih besar membuatnya semakin sulit untuk mengerahkan gaya
horizontal dengan ukuran yang sama seperti pada permulaan. Untuk
mencegah kecendrungan putaran kedepan pada reaksi vertikal yang
menjadi dominan dan mungkin menyebabkan sebuah sandungan, atlet
mengangkat tubuh ketika gaya horizontal berkurang ukurannya.
Pada saat sprinter telah mencapai kecepatan tertinggi, maka
gaya horizontal yang dikerahkan terhadap tanah telah berkurang pada
titik dimana efek akselerasi yang dihasilkan hanya cukup untuk
mengimbangi efek perlambatan dari resistensi udara. Kecendrungan
putaran kebelakang dari kedua gaya tersebut juga telah berkurang dan
kebutuhan akan kemiringan tubuh kedepan tidak ada lagi. Akan tetapi,
masih ada suatu kebutuhan untuk melawan kecenderungan resistensi
23
udara dan reaksi horizontal putaran kebelakang yang kecil. Jika hal ini
tidak dilakukan, maka tubuh pada akhirnya akan berputar kepada
posisi dimana atlet tidak dapat menerapkan gaya horizontal terhadap
tanah yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan (Hay, 1993:
412).
3) Teknik Finish
Unsur lari cepat tidak kalah pentingnya dengan teknik start dan teknik
lari (gerakan sprint) adalah masuk finish. Keberhasilan memasuki garis finish
sangat menentukan terhadap pencapaian prestasi dalam lari cepat. Hal ini
terutama nampak pula saat terjadi persaingan yang sangat ketat, dimana dua
orang pelari atau lebih memasuki garis finish dengan waktu yang bersamaan,
maka yang lebih berpeluang menjadi juara tentunya adalah pelari yang lebih
menguasai teknik memasuki garis finish.
Pada perlombaan lari penentuan kedatangan di garis finish berpedoman
pada posisi batang tubuh bagian atas yaitu, bahu atau dada. Saat memasuki garis
finish pelari harus berusaha membawa togok (tubuh) yaitu bahu atau dada
secepat mungkin untuk menyentuh pita finish, dengan cara merebahkan badan
atau memutar bahu ke depan dalam. Menurut Soegito, Bambang W dan
Ismaryati (1993: 101) dalam lari jarak pendek (sprint) dikenal tiga teknik
melewati garis finsh yaitu:
a. Berlari terus secepat mungkin, kalau mungkin bahkan menambah
kecepatan seakan-akan garis finish masih 10 meter di belakang garis finish
yang sesungguhnya.
b. Setelah sampai ± 1 meter di depan garis finsh merebahkan badan kedepan
seperti orang jatuh tersungkur tanpa mengurangi kecepatan.
c. Setelah sampai digaris finsh memutar bahu kanan atau kiri tanpa
mengurangi kecepatan.
Lari jarak pendek menuntut pengerahan kekuatan dan kecepatan
maksimal guna menempuh jarak dalam waktu sesingkat mungkin oleh karena
itu, atlet harus memiliki start yang baik, mampu menambah kecepatan dan
mempertahankan kecepatan maksimal untuk jarak yang tersisa. Lari jarak
24
pendek membutuhkan reaksi yang cepat, akselerasi yang baik dan teknik yang
efesien.
Keberhasilan pelari cepat 100 meter, terletak pada penggunaan tenaga
maksimal untuk mendorong tubuh ke depan, tinggi lutut, dan penempatan kaki
tepat dibawah titik berat tubuh. Kecepatan pelari jarak pedek, tergantung pada
kemampuan atlet untuk mengkombinasikan gerakan langkah kaki, lengan atas,
lengan bawah, telapak tangan, badan, dan lain-lain dalam satu kesatuan
koordinasi.
Menurut Nicholas Ratamess (383 : 2012) Fase berlari mulai dengan
posisi awal, akselerasi, dan kecepatan maksimum. Posisi awal adalah penting
untuk mencapai stabilitas yang optimal memungkinkan pasukan pendorong
maksimal untuk percepatan. Percepatan ditandai dengan peningkatan
kecepatan. Setelah atlet mulai mempercepat dan mencapai kecepatan puncak
atau kecepatan, beberapa fase dapat diidentifikasi yang membantu pelatih
dalam menekankan teknik yang tepat (Gambar. 2.6). berlari bisa ditandai
dengan dua fase utama: (a) fase penerbangan dan (b) fase dukungan. Fase
penerbangan menjelaskan gerak kaki yang tidak bersentuhan dengan tanah. Hal
ini dapat lebih lanjut dipecah menjadi awal, tengah, dan akhir fase
penerbangan. Tahap awal penerbangan menggambarkan pemulihan gerak kaki
kembali dari waktu ia meninggalkan tanah sampai ada fleksi lutut moderat dan
hip lanjut hiperekstensi. Pinggul dan lutut berkurang kecepatannya otot rotasi
mundur dari paha dan kaki bagian bawah / kaki. Tahap midflight
menggambarkan gerakan kaki belakang dengan meningkatnya fleksi lutut dan
posisi fleksi pinggul paha sejalan dengan batang tubuh. Tahap akhir
penerbangan menggambarkan gerak untuk persiapan kontak dengan tanah. Itu
hip flexes depan dan lutut meluas untuk mencapai optimal posisi landing
unilateral dan menandakan awal dari fase dukungan. Fase dukungan
menggambarkan gerak kaki yang bersentuhan dengan tanah. Bisa lanjut
dipecah menjadi fase dukungan awal dan akhir.
Tahap dukungan awal menggambarkan gerakan kaki seperti itu kontak
tanah. Pengereman dan penyerapan shock take menempatkan sebagai pinggul
meluas, lutut sedikit fleksi, dan dorsiflexes pergelangan kaki. Tahap dukungan
25
akhir menggambarkan tiga perpanjangan kaki untuk memaksimalkan kekuatan
pendorong selama push-off sehingga terus gerak pusat gravitasi (COG) ke
depan. ekstensi tiga melibatkan hip dan ekstensi lutut dan fleksi pergelangan
kaki plantar. Akhir segmen fase dukungan akhir menyimpulkan dengan leg
propulsi meninggalkan tanah menunjukkan awal dari fase penerbangan awal.
siklus berulang untuk durasi sprint.
Gambar 2.6 fase dalam lari sprint
1. Metode Latihan
a. Pengertian Latihan
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang tidak terlepas dari
aktifitas latihan, meskipun dalam meningkatkan kualitas fungsi sistem
organ tubuh, menjaga kondisi fisik, dan meningkatkan kebugaran atau
kesegaran jasmani pada masyarakat umum maupun para atlit. Istilah
latihan berasal dari kata dalam bahasa inggris yang dapat mengandung
beberapa makna seperti: practice, exercises, dan training. Dalam istilah
bahasa Indonesia kata-kata tersebut semuanya mempunyai arti yang
sama yaitu latihan. Namun, dalam bahasa inggris kenyataanya setiap kata
tersebut memiliki maksud yang berbeda-beda. Dari beberapa istilah
tersebut, setelah diaplikasikan dilapangan memang Nampak sama
kegiatannya yaitu aktifitas fisik.
Pengertian latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas
untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan
26
menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
cabang olahraganya. Artinya, selama dalam kegiatan proses berlatih
melatih agar dapat menguasai keterampilan gerak cabang olahraganya
selalu dibantu dengan menggunakan berbagai peralatan pendukung.
Sebagai contoh, apabila seorang pemain sepakbola agar dapat mengiring
bola dalam penguasaanya penuh, maka diperlukan practice dalam
menggiring bola. Untuk itu diperlukan alat bantu seperti pancang yang
disusun berjarak 1 meter sebanyak 10 pancang. Pemain tersebut berusaha
lari sambil menggiring bola dengan cara zig-zag melewati pancang-
pancang. Dalam proses berlatih melatih practice sifatnya sebagai bagian
dari proses latihan yang berasal dari kata exercises. Artinya, dalam setiap
proses latihan yang berasal dari kata exercises pasti ada bentuk latihan
practice.
Pengertian latihan yang berasal dari kata exercises adalah
perangkat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan
kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga mempermudah
olahragawan dalam penyempurnaan geraknya. Latihan exercises
merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh pelatih untuk
satu sesi latihan atau satu kali tatap muka dalam latihan. Misalnya,
susunan materi latihan dalam satu kali tatap muka pada umumnya
berisikan antara lain : (1) Pembukaan/pengantar latihan, (2) pemanasan
(warming up), (3) latihan inti, (4) latihan tambahan (suplemen), dan (5)
cooling down/penutup. Latihan yang dimaksudkan oleh kata exercises
tersebut adalah materi dan bentuk latihan yang ada pada latihan inti dan
latihan tambahan (suplemen). Sedangkan materi dan bentuk latihan
dalam pembukaan, pemanasan, dan cooling down pada umumnya sama,
bagi istilah practice maupun istilah exercises. Latihan exercises sifatnya
sebagai bagian dari istilah kata training yang dilakukan pada saat latihan
harian atau dalam satu kali tatap muka.
Pengertian latihan yang berasal dari kata Training adalah
penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan
berolahraga yang berisikan materi teori, dan praktik, metode, dan aturan
27
pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sarsan yang akan dicapai.
(Sukadiyanto, 2010). Sedangkan menurut Harre dalam dalam nossek
dalam sukadiyanto, (2010) latihan yang berasal dari kata training adalah
suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga dengan
pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang terencana dan
teratur, sehingga dapat meningkatkan kesiapan dan kemampuan
olahragwan. Dengan demikian pengertian latihan yang berasal dari kata
training dapat disimpulkan sebagai suatu proses penyempurnaan
kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktik,
menggunakan metode, dan aturan pelaksanaan dengan pendekatan
ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang terencana dan teratur, sehingga
tujuan latihan dapat tercapai tepat pada waktunya.
Salah satu ciri dari latihan, baik yang berasal dari practice,
exersices, maupun training, adalah adanya beban latihan. Oleh karena
diperlukan beban latihan selama proses berlatih melatih agar hasil latihan
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan
sosial olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dengan
waktu yang singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama. Khusus latihan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas fisik olahragwan secara
keseluruhan dapat dilakukan dengan cara latihan dan pembebanan yang
dirumuskan seperti berikut :
= +
Sasaran utama dari latihan fisik adalah untuk meningkatkan
kualitas kebugaran energy (energy fitness) dan kebugaran otot (muscular
fitness). Kebugaran energi meliputi peningkatan kemampuan aerobik dan
anaerobik baik yang alaktid maupun yang laktid. Untuk kebugaran otot
meliputi peningkatan kemampuan biomotor yang meliputi : kekuatan,
ketahanan, kecepatan, power, kelentukan, keseimbangan, koordinasi, dan
kelincahan.
Kualitas fisik latihan Beban
28
Beban latihan merupakan rangsang motor (gerak) yang dapat
diatur dan dapat dikontrol oleh pelatih maupun olahragawan untuk
memperbaiki kualitas fungsional berbagai peralatan tubuh. Ada 2 macam
beban latihan, yaitu beban luar dan beban dalam. Beban luar adalah
rangsang motor yang dapat diatur dan dikontrol oleh pelatih maupun
olahragwan dengan cara memvariasikan komponen-komponen latihan
(intetensitas, volume, recovery, dan interval). Sedangkan yang dimaksud
dengan beban dalam adalah perubahan fungsional yang terjadi pada
peralatan tubuh sebagai akibat dari pengaruh beban luar. Perubahan
fungsi peralatan tubuh yang dikarenakan pengaruh beban luar, antara lain
meliputi : a) perubahan morfologis (struktural) dari luas penampang
lintang otot, (b) perubahan faal dan biokimia, yakni sistem paru dan
sirkulasi darah sehingga proses metabolisme menjadi lebih baik, serta
kapasitas vital lebih besar, dan (c) perubahan psikologis, yakni
meningkatnya kemampuan olahragwan dalam menerima stress (tekanan),
tetap berkonsentrasi, dan dapat mengatasi tantangan (hambatan) yang
lebih berat.
Sebelum memulai latihan ada yang perlu di ingat bahwa sebelum
melakukan inti latihan harus adanya pemanasan atau warming up. Tujuan
dari pemanasan itu sendiri adalah agar meningkatkan suhu tubuh dan
meminimalisir cedera. Menurut David joyce dan Daniel lawindon
(2014:52) berjalan adalah salah satu cara terbaik untuk memulai kegiatan
Olahraga.
b. Ciri-ciri latihan
Berdasarkan uraian tentang pengertian latihan yang meliputi
practice, exercise, dan training, serta pendukung pencapaian tujuan
latihan yaitu dengan pembebanan, maka dapat disimpulkan maka tugas
utama dalam latihan adalah menggali, menyusun, dan mengembangkan
konsep berlatih melatih dengan memadukan antara pengalaman praktis
dan pendekatan ilmiah, sehingga proses berlatih melatih dapat
berlangsung tepat, cepat, efektif dan efesien. Untuk itu proses latihan
tersebut selalu bercirikan antara lain :
29
a. Suatu proses untuk mencapai tingkat kemampuan yang lebih baik
dalam berolahraga, yang memerlukan waktu tertentu (pentahapan),
serta memerlukan perencanaan yang tepat dan cermat.
b. Proses latihan harus teratur dan bersifat progresif. Teratur maksudnya
latihan harus dilakukan secara ajeg, maju, dan berkelanjutan
(kontinyu). Sedangkan bersifat progresif maksudnya adalah materi
latihan diberikan dari yang mudah ke yang suka, dari yang sederhana
ke yang lebih sulit (kompleks), dan dari yang ringan ke yang lebih
berat.
c. Pada setiap satu kali tatap muka (satu sesi/satu unit latihan) harus
memiliki tujuan dan sasaran
d. Materi latihan harus berisikan materi teori dan praktek, agar
pemahaman dan penguasaan keterampilan menjadi relative
permanen.
e. Menggunakan metode tertentu, yaitu cara paling efektif yang
direncanakan secara bertahap dengan memperhitungkan faktor
kesulitan, kompleksitas gerak, dan penekanan pada sasaran latihan.
c. Tujuan dan Sasaran Latihan
Objek dari proses latihan adalah manusia yang harus ditingkatkan
kemampuan, keterampilan, dan penampilannya dengan bimbingan
pelatih. Oleh karena anak latih merupakan satu totalitas system psikofisik
yang kompleks, maka proses latihan sebaiknya tidak hanya
menitikberatkan pada aspek fisik saja, melainkan juga harus melatihkan
aspek psikis secara seimbang dengan fisik. Untuk itu, aspek psikis harus
diberikan dan mendapatkan porsi yang seimbang dengan aspek fisik
dalam setiap sesi latihan, yang disesuaikan dengan periodesasi latihan.
Jangan sampai proses latihan yang berlangsung hanya “merobotkan
manusia”, akan tetapi harus “mamanusiakan manusia” yaitu
memandirikan olahragawan.
Tujuan latihan secara umum adalah membantu para Pembina,
pelatih, guru Olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan
30
konseptual serta keterampilan dalam membantu mengungkapkan
potetensi olahragawan mencapai puncak prestasi. Sedangkan sasaran
latihan secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan dan
kesiapan olahragwan dalam mencapai puncak prestasi. Rumusan tujuan
dan sasaran latihan dapat bersifat untuk yang jangka panjang maupun
yang jangka pendek. Adapun sasarn dan tujuan latihan secara garis besar,
untuk (a) meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan
meneyeluruh, (b) mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang
khusus, (c) menambah dan menyempurnakan teknik, (d)
mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, dan pola
bermain, (e) meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan
dalam bertanding.
a. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan
menyeluruh.
Setiap proses latihan selalu berorientasi untuk meningkatkan
kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh. Kualitas fisik dasar
ditentukan oleh tingkat kebugaran energi dan kebugaran otot. Kebugaran
energy meliputi system aerobik dan anaerobik baik yang lakitid maupun
alaktid.
b. Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus.
Latihan untuk meningkatkan potensi fisik khusus untuk setiap
cabang Olahraga, sasaranya berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal itu
antara lain disesuaikan dengan kebutuhan gerak, lama pertandingan, dan
predominan system energi yang digunakan oleh cabang Olahraga,
sehingga akan mendukung olahragawan dalam menampilkan potensi
kemampuan yang dimiliki.
c. Menambah dan menyempurnakan teknik.
Sasaran dari latihan di antaranya adalah untuk meningkatkan dan
menyempurnakan teknik agar menjadi benar. Sebab teknik yang benar
dari awal selain akan menghemat tenaga untuk gerak sehingga mampu
bekerja lebih lama dan berhasil baik, juga merupakan landasan dasar
menuju prestasi yang lebih tinggi.
31
d. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, dan
pola bermain.
Dalam latihan selalu mengajarkan startegi, taktik dan pola
bermain untuk dapat menyusun strategi diperlukan ketajaman dan
kejelian dalam menganalisis kelebihan dan kekurangan baik anak
latihnya sendiri maupun calon lawan. Sedankan untuk mengajarkan takti
harus didahului dengan penguasaan praktek tentang pola-pola bermain.
Dengan latihan semacam ini akan menambah kepandaian dan membantu
olahragawan dalam mengatasi berbagai situasi dilapangan, sehingga
melatih kemandirian olahragawan.
e. Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan
dalam bertanding.
Latihan harus melibatkan dan meningkatkan aspek kondisi psikis
olahragwan. Sebab aspek psikis merupakan salah satu faktor pendukung
dalam pencapaian prestasi maksimal, yang sering kali masih
mendapatkan porsi latihan yang relative sedikit dari pada latihan teknik
dan fisik. Aspek fisik juga memberikan sumbangan yang besar, tetapi
umumnya sudah dipersiapkan jauh sebelum kompetisi, sehingga bila
dites kemampuam fisik dan teknik sesuai parameter cabang olahraganya
menjelang pertandingan rata-rata baik. Namun, saat bertanding seringkali
hasilnya belum memuaskan seperti hasil tes fisik dan teknik sebelum
bertanding, hal itu disebabkan antara lain oleh perubahan keadaan psikis.
Sebab Pada saat pertandingan aspek psikis memberikan sumbangan yang
terbesar hingga mencapai 90%.
d. Efek dari latihan kecepatan
Efek psikologis dari latihan kecepatan belum banyak ditemukan,
hal ini berbeda dengan hal ketahanan. Tetapi beberapa perubahan yang
terjadi akibat latihan kecepatan (Mansur :2010) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan serabut otot, peningkatan yang terjadi pada ukuran serabut
otot, total isi Phospagen otot dan konsentrasi enzim untuk memisahkan
glikogen menjadi asam laktat dan menurunkan energi tinggi Phospagen.
32
Perbaikan ini berhubungan erat dengan peningkatan alactacit dan
kapasitas energi laktacid anaerobic.
2. Anaerobic Power, perbaikan pada kedua fungsi, pengerahan dan
kecepatan pada otot sudah diteliti secara umum. Hal ini telah
ditampakkan melalui perbaikan pada tenaga anaerobik dan kecepatan.
3. Tenaga Aerobik, Hanya sedikit peningkatan dalam VO2max setalah
latihan kecepatan. Pengaruh akan lebih signifikan ketika kegiatan sprint
jarak pendek dilakukan dengan periode recovery singkat, karena pada
saat itu system cardiorespiratory akan berperan lebih besar. Sekalipun
jarak sprint diperpanjang, biasanya volume tersebut tidak cukup untuk
menstimulasi adaptasi aerobic secara signifikan.
4. Penyadaran neuromuskuler (syaraf-otot), merupakan manifestasi
eksternal pada perbaikan mekanik. Program latihan sprint yang
dilakukan secara sistematis mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
panjang langkah, kecepatan perpindahan langkah an singkronisasi gerak.
Sistem syaraf otot bertanggungjawab atas penyempurnaan ekspresi
sprint.
Sedangkan menurut Giri Wiarto (2012 : 160) latihan Olahraga
yang dilakukan secara teratur dan kontinu akan memberikan manfaat
yang sangat besar bagi kesehatan tubuh. Hal ini karena dengan
melakukan latihan Olahraga akan terjadi banyak perubahan-perubahan.
Perubahan tersebut antara lain :
1. Efek latihan pada perubahan biokimia tubuh
a. Perubahan aerobik
- Meningkatnya kandungan myoglobin
- Meningkatnya oksidasi glikogen
- Meningkatnya jumlah dan ukuran mitokondria
- Meningkatnya aktifitas enzim-enzim pada siklus kreb’s dan system
transport elektron
- Meningkatnya glikogen otot
- Meningkatnya oksidasi lemak
- Meningkatnya simpanan trigliserida otot
33
- Meningkatnya ketersediaan lemak sebagai bahan bakar
- Meningkatnya aktifitas enzim yang terlibat dalam aktifitas, transport
dan pemecahan asam lemak
b. Perubahan anaerobik
- Meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC
- Meningkatnya simpanan ATP dan PC otot
- Meningkatnya aktifitas enzim yang memecah dan membentuk ATP
- Meningkatnya kapasitas glikolitik
- Meningkatnya aktifitas enzim glikolitik
c. Perubahan pada serabut otot cepat dan otot lambat
- Meningkatnya kapasitas aerobik yang sama pada kedua tipe serabut
otot
- Meningkatnya kapasitas glikolitik yang lebih besar pada serabut otot
cepat. Hypertrophy yang selektif, serabut otot cepat sprint training,
serabut otot lambat endurance training
- Tidak terjadi interkonvensi antar serabut otot
2. Perubahan Kardiovaskuler dan Respirasi
a. Perubahan pada sistem kardiovaskuler
- Meningkatnya ukuran jantung
- Menurunnya denyut jantung
- Meningkatnya isi sekuncup (SV)
- Meningkatnya volume darah dan hemoglobin
- Meningkatnya kepadatan kapiler dn hypertrophy otot
Sedangkan menurut nining W kusnanik, dkk (2011:144-145), otot juga
beradaptasi terhadap latihan anaerobik. Pada kegiatan intensitas tinggi, sprint
dan resistence, lebih banyak otot tipe II yang direkrut walaupun tipe I juga tetap
dipakai. Akibatnya, penampang serat otot baik tipe IIa atau tipe IIx meningkat
(terutama tipe IIa), sedangkan tipe I meningkat sedikit. Dengan latihan sprint
ada penurunan persentase serat otot tipe I dan peningkatan persentase serat otot
tipe II. Dalam suatu penelitian dimana subjek melakukan penelitian sprint 15
detik dan 30 detik all out (habis-habisan), otot tipe I menurun dari 57% menjadi
48% tipe IIa meningkat dari 32% menjadi 38%.
34
Adaptasi dalam hal sistem energi
Sebagaimana halnya latihan daya tahan merubah sistem energi aerobik,
maka latihan anaerobik juga merubah sistem energy anaerobik, yaitu ATP-PCr
dan glikolisis anaerobik. Perubahannya memang tidak sejelas seperti pada
perubahan yang dihasilkan oleh latihan daya tahan, tetapi tetap meningkatkan
kinerja anaerobik.
Pemulihan Oksigen
Menurut Foss dan Keteyian, 1998: 50 dalam tesis sylvana yaka :2016).
Pemulihan diperlukan karena selama kerja latihan terjadi oksigen debt. Banyak
yang keliru menginterpertasikan istilah hutang oksigen yang diartikan sebagai
oksigen ekstra yang dikonsumsi selama pemulihan digunakan untuk mengganti
oksigen yang dipinjam dari suatu tempat didalam tubuh selama melakukan
latihan. Sebenarnya, selama latihan dengan kerja yang maksimal terjadi
pengosongan simpanan oksigen di dalam otot dan dalam darah vena. Pada
hakekatnya hal ini yang menyebabkan terjadinya hutang oksigen.
Menurut Davis, Kimmet dan Auty (1992: 78) yang dikutip dalam tesis
sylvan yaka : 32-33 : 2016 mengemukakan bahwa, dua konsep mengenai hutang
oksigen, yaitu: 1) kekurangan oksigen adalah jumlah oksigen tambahan yang
diperlukan saat harus benar-benar diselesaikan secara aerobik, 2) hutang oksigen
adalah jumlah oksigen yang digunakan selama pemulihan melebihi jumlah yang
seharusnya digunakan pada saat istirahat pada waktu yang sama. Pemulihan
oksigen merupakan besarnya oksigen yang dikonsumsi saat istirahat pada kurun
waktu yang sama. Selama pemulihan kebutuhan energi sangat sedikit karena
exercise telah terhenti, namun demikian konsumsi oksigen berlanjut ketahap yang
relative tinggi dalam suatu kurun waktu yang lamanya tergantung pada intensitas
dan untuk tingkat yang lebih rendah, durasi dari latihan.
Pada periode awal sesaat latihan terhenti kebutuhan oksigen sangat tinggi,
kemudian menurun seiring dengan berjalannya waktu pemulihan. Kebutuhan
oksigen selama pemulihan cukup tinggi hal ini bukan hanya sekedar untuk
membayar atau menganti hutang oksigen yang dilakukan selama kerja dalam
latihan. Foss dan Keteyian (1998: 51) mengemukakan bahwa, oksigen yang
35
dikonsumsi selama pemulihan terutama digunakan untuk perbaikan/pemulihan
tubuh ke kondisi pre-exercise, termasuk pengisian kembali simpanan energi yang
dikosongkan dan perubahan asam laktat yang diakumulasikan selama exercise.
Pengisian simpanan energi yang dikuras selama kerja dan penggusuran
asam laktat diperlukan kerja secara aerobic sehingga di perlukan oksigen.
Besarnya jumlah oksigen yang diperlukan selama pemulihan tergantung pada
besarnya jumlah asam laktat yang terakumulasi dalam darah dan otot selama
latihan.
Pemulihan Energi
Pengisian energi merupakan pengisian kembali simpanan energi yang telah
dikuras atau dikosongkan selama periode kerja. Ada dua sumber energi yang
dihabiskan selama latihan yaitu, (1) phosphagen, atau ATP-PC, yang disimpan
dalam sel otot, dan (2) glikogen yang disimpan dalam jumlah besar baik dalam
hati dan otot yang berfungsi sebagai dua sumber bahan bakar yang penting pada
sebagian besar aktivitas latihan (Foss dan Keteyian, 1998: 52 dalam tesis sylvan
yaka : 2016).
Selama periode kerja anaerob, cadangan energi yang dikuras adalah ATP
dan PC. Pada latihan lari cepat, cadangan ATP dan PC habis setelah habis selama
beberapa detik dengan kecepatan maksimal. Setelah cadangan energi dalam otot
di gunakan maka diperlukan pemulihan energi. Pemulihan energi pada latihan
anaerob merupakan pengisian ATP dan PC dalam otot yang telah digunakan atau
dikosongkan selama periode kerja. Pada periode interval istirahat cadangan ATP
dan PC yang telah dihabiskan akan diisi kembali melalui sistem aerobik.
Pada periode awal, pemulihan ATP dan PC didalam otot berlangsung
dengan cepat. Periode pemulihan ATP dan PC dapat pula disebut sebagai
komponen pemulihan hutang oksigen alactasid. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar ATP dan PC yang dikuras
dalam otot pada waktu latihan (exercise) dengan sangat cepat diisi kembali (dalam
beberapa menit setelah exercise) (Foss dan Keteyian, 1998: 52 dalam tesis sylvan
yaka : 32-33 : 2016).
Sebagian besar ATP dan PC yang digunakan selama kerja dalam latihan
diisi kembali kedalam otot selama 2-3 menit. Setengah ATP dan PC dapat terisi
36
pada periode 30 detik. Menurut Pyke et al (1991: 45), subtansi ATP-PC segera
dibentuk kembali setelah 30 detik yaitu sebesar 50%. Untuk mendekati 100%
diperlukan waktu 2-3 menit. Foss dan Keteyian (1998: 54) menyatakan bahwa,
ATP-PC terbentuk kembali setelah istirahat 30 detik ½, selama 1 menit sebesar ¾
dan selama 3 menit sebesar 63/64. ATP-PC dalam tubuh terbentuk kembali
sebesar 50% setelah istirahat selama 30 detik dan pulih mendekati 100 setelah
istirahat 3 menit.
Berkaitan dengan pemulihan energi pada latihan interval, Davis et al
(1992: 79) menyetakan bahwa, phosphagen terbentuk kembali setelah istirahat
dengan rincihan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembentukan Phosphagen Setelah Istirahat
Waktu Pemulihan Besarnya Pembentukan Phosphgen
Kurang dari 10 detik Sangat kecil
30 detik 50%
60 detik 75%
90 detik 87%
120 detik 93%
150 detik 97%
180 detik 98%
Lamanya waktu yang diperlukan pada periode istirahat dalam latihan
interval bervariasi, tergantung pada jarak dan waktu tempuh tiap repetisi.
Lamanya waktu yang diperlukan periode istirahat dalam latihan interval lari juga
tergantung pada jenis kegiatan dan sistem energi yang digunakan selama latihan.
Lamanya pemulihan untuk kerja anaerob lactacid dengan penggunaan sistem
energi ATP-PC yaitu 2-3 menit. Setelah istirahat 2-3 menit, cadangan ATP-PC
didalam otot telah terisi hampir 100%, sehingga atlet siap untuk melakukan kerja
yang berat dengan intensitas maksimal.
37
e. Latihan Kecepatan
Kemampuan kecepatan lari yang didapat merupakan perpaduan dari
beberapa kemampuan biomotorik yang dibangun dalam waktu yang cukup lama
melalui suatu proses pelatihan yang dalam hal ini latihan lari cepat.
Menurut Soekarman (1989:129), Sepakbola adalah olahraga yang
memerlukan kecepatan. Maka dari itu seorang pesepak bola di wajibkan
menguasai teknik-teknik, dan fisik dalam permainan sepakbola. Sebagai mana
tujuan dari latihan (traning) adalah untuk membantu atlit meningkatkan
keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin.
Menurut Greg Gatz (2009 : 112) ada beberapa metode latihan kecepatan
yaitu, S-curve runs dan sprint in-out.
S-curve runs adalah latihan berlari dengan kecepatan tinggi dan keluar
dari tikungan. Latihan ini mensimulasikan pemain agar saling melengkapi untuk
mendapatkan posisi saat menyerang ke gawang lawan. Gunakan area berlari
antara 60-100 meter dengan jarak pembuat (kerucut tinggi atau tiang kelincahan)
antara 15-25 meter, dan pemain mulai mempercepat dengan kecepatan tinggi,
Condongkan dengan ledakan karena anda maju kelapangan untuk
memvariasikan latihan. Posisi rekan satu tim 5 meter, berdiri bahu membahu
tentukan salah satu dari pemain sebagai pemimpin dan lainya sebagai reaktor,
Mulai berlari ke lapangan dengan pemimpin menjalankan pola kurva dan reaktor
simulasi pola yang sama tanpa kehilangan jarak 5 meter antara anda. Ulangi
latihan secara bergantian. Berfokus pada pengembangan kecepatan sepakbola
spesifik dapat memberikan keuntungan tambahan ketika di tantang dalam
permainan. Meningkatkan kecepatan dapat meningkatkan bermain anda ke
tingkat yang baru dalam jangka waktu komponen lain juga. Latihan ini
dilakukan 2 set 4 repetisi dan 90 detik istirahat antar repetisi, dan istirahat 3
menit antar set. Gambar dibawah ini adalah arah lari yang disebut latihan s-
curve runs.
38
Gambar 2.7 S-curve runs
Latihan Sprint in-out menggunakan lapangan terbuka atau jalur 100 –
120 meter. Pastikan permukaan adalah bebas dari hambatan. Mengatur penanda
(cone) pada titik yang diukur dari 30 meter, 70 meter, 90 meter yang anda
tunjuk. Setelah anda pemanasan, posisikan diri diawal dan mulai dengan secara
bertahap membangun kecepatan sehingga pada saat anda sampai di cone (30
meter), anda telah mencapai kecepatan penuh. Lanjutkan ke zona berikutnya
(30-70 meter) dengan konsentrasi dan cepat dengan lengan dan kaki
menggunakan mekanika lari yang baik. Ketika anda melewati zona akhir, mulai
bertahap melambat menggunakan zona (70-90 meter) untuk berhenti dibawah
kontrol. Latihan ini dilakukan 4 sampai 6 repetisi dengan rasio 3:1 istrahat kerja.
Gambar dibawah ini adalah arah lari yang disebut latihan sprint in-out.
Gambar 2.8 Sprin in-out
39
Beberapa petunjuk untuk latihan kecepatan (syafrudin : 99):
1. Latihan kecepatan harus dilakukan dengan intensitas tinggi (80- 90%) karena
kecepatan tidak bisa berkembang dengan intensitas rendah
2. Pemansan dan latihan peregangan harus dilakukan sebelum latihan inti
karena latihan kecepatan menuntut elastisitas dan kemampuan releksasi otot
3. Durasi beban sangat pendek karena intensitas beban sangat tinggi
4. Waktu istirahat berlangsung relative lama karena diperlukan untuk
pemulihan secara sempurna/pulih
5. Jumlah repetisi sedikit karena intensitas tinggi
6. Kecepatan tidak bisa berkembang ketika tubuh mengalami kelelahan tinggi
karena kelelahan dapat mempengaruhi kerja system saraf.
Pada kecepatan gerakan siklik tidak terdapat perubahan struktur gerakan
selama gerakan berlangsung. Apabila gerakan siklik dimulai dengan nol, maka
waktu diukur dari respon terhadap signal seperi pada lari sprint. Dengan
demikian, gerakan siklik mengandung unsur sebagai berikut :
1. Kecepatan reaksi pada start, yaitu merespon signal dengan cepat,
2. Akselerasi gerakan, yaitu kemampuan percepatan yang ditandai dengan
peningkatan kecepatan gerakan,
3. Kecepatan dasar sebagai kecepatan maksimal
4. Daya tahan kecepatan atau speed endurance, yaitu kemampuan
mempertahankan kecepatan maksimal sampai akhir gerakan lari.
f. Prinsip-Prinsip Latihan
Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan, atau
dihindari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan
psikologis olahragawan. Dengan memahami prinsip-prinsip latihan, akan
mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas latihan. Selain itu, akan
menghindari olahragwan dari rasa sakit dan timbulnya cidera selama dalam
proses latihan.
40
Menurut Sukadiyanto (2010:19), ada 12 prinsip-prinsip latihan, sebagai
berikut :
1. Prinsip Kesiapan
2. Prinsip individual
3. Prinsip adaptasi
4. Prinsip beban lebih (overload)
5. Prinsip Progresif
6. Prinsip Spesifikasi
7. Prinsip Variasi
8. Prinsip pemanasan dan pendinginan (Warm-Up and Cool Down)
9. Prinsip latihan jangka panjang (long term training)
10. Prinsip berkebalikan (Reversibility)
11. Prinsip tidak berlebihan (moderat)
12. Prinsip sistematis
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Pada prinsip kesiapan, materi dan dosis latihan harus disesuaikan dengan
usia olahragawan. Oleh karena itu berkaitan erat dengan kesiapan kondisi secara
fisiologis dan psikologis dari setiap olahragwan. Artinya, pelatih harus
mempertimbangkan dan memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan
dari setiap olahragawan. Sebab kesiapan setiap olahragawan akan berbeda-beda
antara anak yang satu dengan yang lainya meskipun di antara olahragawan
memiliki usia yang sama. Hal itu dikarenakan perbedaan berbagai faktor seperti
gizi, keturunan, lingkungan, dan usia kalender.
Peningkatan keterampilan neuromuscular merupakan tugas dan tujuan
dari latihan, jadi keterampilan neuromuscular bukan saja karena dipengaruhi
oleh faktor usia dan kematangan anak. Latihan bagi lahragawan yunior lebih
ditekankan pada pengembangan keterampilan untuk pengayaan gerak dan yang
bersifat menyenangkan. Terutama lagi untuk mengembangkan kemampuan
fisiologi anak dalam menerima beban latihan. Berikut ini gambaran dari tujuan
latihan yang disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak.
41
Tabel 2.2 tujuan latihan yang disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak
2. Prinsip individual
Dalam merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan
berbeda-beda, sehingga beban latihan bagi setiap orang tidak dapat disamakan
antara orang yang satu dengan yang lainya. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan perbedaan kemampuan anak dalam merespon beban latihan
diantaranya adalah :
a. Keturunan
Faktor yang berkaitan dengan keturunan diantarnya adalah keadaan fisik,
jenis otot, ukuran jantug, dan paru. Dimana faktor-faktor tersebut sangat
berpengaruh terhadap kemampuan olahragawan dalam merespon beban latihan.
Tingkat kebugaran aerobik dan ketahanan merupakan faktor keturunan yang
kurang lebih sebesar 25% sedangkan sisanya dapat ditingkatkan melalui latihan
(martens 1990, dalam buku sukadiyanto 2010). Meskipun faktor warisan yang
dimiliki sejak lahir dapat dipengaruhi oleh proses latihan dan keadaan
lingkungan, tetapi kemampuan dalam merespon beban latihan akan berbeda-
beda untuk setiap orang.
b. Kematangan
Tingkat kematangan olahragawan memiliki pengaruh besar terhadap
kemampuanya dalam merespon beban latihan. Semakin matang kondisi
seseorang semakin mampu menerima intensitas beban latihan yang lebih tinggi.
usia 6-10 tahun1. Memba
ngunkemauan/interes
2. Menyenangkan
3. Belajarberbagaiketerampilangerakdasar
Usia 11-13 tahun
1. Pengayaanketerampilan gerak
2. Penyempurnaan teknik
3. Persiapanuntukmeningkatkan latihan
Usia 14-18 tahun1. Peningkatan
latihan2. Latihan khusus3. Frekuensi
kompetisidiperbanyak
Usia dewasa
1. Puncakpenampilan ataumasaprestasinya
42
c. Gizi
Latihan mengakibatkan perubahan dalam jaringan dan organ-organ
tubuh, dimana perubahan tersebut memerlukan protein, karbohidrat, lemak, dan
nutrisi-nutrisi lain. Makanan olahragwan yang tidak mengandung gizi cukup
akan mengakibatkan kegagalan dari tujuan latihan.
d. Waktu istirahat dan tidur
Para Olahraga yunior pada umumnya memerlukan waktu tidur kurang
lebih 8 jam sehari semalam. Selebihnya dari waktu tersebut digunaka untuk
kegiatan lain dan istirahat, terutama setelah melakukan latihan dengan intensitas
tinggi. Pada olahragwan yunior yang berusia muda masih dalam masa
pertumbuhan fisik, sehingga memerlukan waktu istirahat yang cukup.
e. Tingkat kebugaran
Latihan akan meningkatkan kebugaran secara drastis, bila tingkat
kebugaran awal anak masih rendah. Peningkatan memerlukan waktu yang cukup
lama dan variasi bentuk latihan yang banyak. Anak yang tidak bugar akan
mudah lelah dalam menerima beban latihan, sehingga jika dalam keadaan lelah
masih tetap melakukan latihan akan berbahaya karena dapat mengakibatkan
cidera dan rasa sakit.
f. Pengaruh lingkungan
Faktor-faktor lingkungan baik secara fisik maupun psikis akan
berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam merespon beban latihan. Contoh,
anak yang sedang mengalami permasalahan psikologis (tekanan emosi) baik
dirumah atau disekolah sebaiknya tidak diberi beban latihan yang berat, sebab
akan menambah tingkat ketegangan anak.
g. Rasa sakit dan cidera
Olahragwan yang mengalami sakit dan cidera tentu akan kesulitan
untuk merespon beban latihan. Untuk itu beban latihan yang dberikan pelatih
harus disesuaikan dengan melihat tingkat sakit dan cideranya agar tidak
menjadi lebih parah.
h. Motivasi
Olahragwan yang memiliki motivasi tinggi akan berlatih akan
bertanding denga usaha yang keras dan ampu tampil lebih baik. Bagi
43
olahragawan yang karena dorongan dari diri sendiri akan selalu bersemangat
dalam setiap latihan maupun bermain.
3. Prinsip Adaptasi
Organ tubuh manusia cenderung selalu mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingkungannya. Keadaan ini menguntungkan untuk proses berlatih-
melatih, sehingga kemampuan manusia dapat dipengaruhi dan ditingkatkan
melalui latihan.
Latihan akan menyebabkan perubahan jaringan didalam tubuh secara
bertahap sesuai dengan tingkat pembebanannya setiap harinya tingkat
perubahan yang terjadi sangat sedikit dan hamper tidak atau sulit diukur,
sehingga diperlukan pemantauan setiap latihan. Untuk itu, latihan harus
dilakukan secara progresif, artiya harus dilakukan secara ajeg maju
berkelanjutan, dari yang ringan ke berat, dari yang mudah ke sulit, agar
terjadi proses adaptasi.
4. Prinsip beban lebih (Overload)
Beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit diatas batas
ambang rangsang. Sebab beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tidak
mampu diadaptasi oleh tubuh, sedang bila terlalu ringan tdak berpengaruh
tehadap peningkatan kualitas fisik, sehingga beban latihan harus memenuhi
prinsip moderat.
5. Prinsip progresif (peningkatan)
Agar terjadi proses adaptasi pada tubuh, maka diperlukan prinsip
beban lebih yang diikuti dengan prinsip progresif. Latihan bersifat progresif
artinya, dalam pelaksanaan latihan dilakukan dari yang mudah ke yang
sukar, sederhana ke yang kompleks, umum ke khusus, bagian ke seluruhan,
ringan ke berat, dan dari kuantitas ke kualitas.
6. Prinsip Spesifikasi (kekhususan)
Setiap bentuk latihan yang dilakukan oahragwan memiliki tujaun
yang khusus. Oleh karena setiap bentuk rangsang akan direspon secara
khusus pula oleh olahragwan, sehingga materi latihan harus dipilih sesuai
dengan kebutuhan cabang olahraganya. Untuk itu, sebagai pertimbangan
44
dalam menerapkan prinsip spesifikasi, antara lain ditentukan oleh : (a)
spesifikasi kebutuhan energy, (b) spesifikasi bentuk dan model latihan, (c)
spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu
periodesasi latihan.
7. Prinsip Variasi
Program latihan yang baik harus disusun secara variatif untuk
menghindari kejenuhan, keenganan dan keresahan yang merupakan
kelelahan secara psikologis. Untuk itu program latihan perlu disusun lebi
variatif agar tetap meningkat ketertarikan olahragawan terhadap latihan,
sehinga tujun latihan tecapai. Komponen utama yang diperlukan untuk
memvariasi latihan menurut martens dalam sukadiyanto (2010:29) adalah
perbandingan antara (1) kerja dan istirahat, dan (2) latihan berat dan
ringan.
8. Prinsip pemanasan dan pendinginan (Warm-Up and Cooling Down)
Dalam satu unit latihan atau satu pertemuan latihan selalu terdiri
dari : (1) pengantar/pengarahan, (2) pemanasan, (3) latihan inti, (4) latihan
suplemen untuk kebugaran otot dan kebugaran energy, dan (5) cooling
down dan penutup. Tujuan pemanasan adalah untuk mempersiapkan fisik
dan psikis olahragawan memasuki latihan inti. Ada minimal 4 macam
kegiatan pada tahap pemanasan, antara lain : (1) aktivitas yang bertujuan
untuk menaikan suhu badan, (2) aktivitas peregangan (stretching) baik
yang pasif maupun yang aktif (kalestenik/balestenik), (3) aktivitas senam
khusus cabang olahraganya, (4) aktivitas gerak teknik cabang olahaganya.
9. Prinsip latihan jangka panjang (long term training)
Pretasi Olahraga tidak dapat dicapai ibarat orang menggigit cabai,
yaitu digigit langsung terasa pedasnya. Untuk meraih prestasi terbaik
diperlukan proses latihan dalam jangka waktu yang lama. Pengaruh beban
latihan tidak dapat diadaptasikan oleh tubuh secara mendadak, tetapi
memerlukan waktu dan harus bertahap serta kontinyu. Untuk itu
diperlukan waktu yang lama dalam mencapai kemampuan maksimal.
Pencapaian prestasi maksimal didukung oleh berbagai kemampuan dan
45
keterampilan gerak. Untuk menjadi gerak yang ototmatis diperlukan
proses dan dan memakan waktu yang lama. Persiapan yang dilakukan
oleh olahragawan melalui proses yang teratur, intensif dan progresif
membutuhkan waktu antara 4-10 tahun. Oleh karena itu, latihan untuk
jangka panjang selalu dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan
anak, peletakkan dasar gerak dan gerak dasar teknik cabang Olahraga,
penambahan keterampilan dan pengayaan gerak, serta strategi
pembelajaran. Hindari prinsip memperbanyak latihan dan pemaksaan
beban latihan yang tidak sesuai dengan tujuan latihan, karena akan
menghasilkan olaragwan yang matang sebelum waktunya.
10. Prinsip berkebalikan (Reversibilit)
Prinsip berkebalikan (reversibility)artinya, bila olahragawan
berhenti dari latihan dalam waktu tertentu bahkan dalam waktu lama,
maka kualitas organ tubuhnya akan mengalami penurunan fungsi secara
otomatis. Sebab proses adaptasi yang terjadi sebagai hasil dari latihan
akan menurun bahkan hilang, bila tidak dipraktekan dan dipelihara
melalui latihan yang kontinyu. Dengan demikian wajar jika ada
olahragawan yang mengalami cidera sehingga tidak dapat latihan secara
kontinyu akan menurun prestasi dan kemampuanya. Keadaan ini harus
disadari oleh para pelatih dan olahragawan, sehingga jangan memaksakan
untuk bertanding tanpa persiapan kepada olahragawan yang lama tidak
menjalankan latihan.
Olahragwan yang tidak latihan dan beristirahat total tanpa ada
aktivitas lain, tingkat kebugarannya akan mengalami penurunan rata-rata
10% setiap minggunya.
11. Prinsip tidak berlebihan (moderat)
Keberhasilan latihan jangka panjang sangat ditentukan oleh
pembebanan yang tidak berlebihan. Artinya, pembebanan harus
disesuaikan dengan tingkat kemampuan, pertumbuhan, dan
perkembangan olahragwan, sehingga beban latihan yang diberikan
benar-benar tepat (tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan).
Sebab, bila beban latihan terlalu ringan tidak akan mempunyai dampak
46
terhadap peningkatan kualitas kemampuan fisik, psikis, dan keterampilan
sebaliknya, bila beban latihan terlalu berat akan mengakibatkan cidera
dan sakit. Keadaan itu yang sering dinamakan overtraining. Hal itu akan
sangat merugikan para pelatih dan olahragwan itu sendiri. Untuk itu
perlunya dilakukan tes dan pengukuran kemampuan olahragawan pada
setiap periode waktu tertentu. Dengan cara tersebut dapat tepat sesuai
kemampuan dalam menentukan beban latihan setiap olahragawan.
12. Prinsip sistematik
Prestasi olahragawan sifatnya stabil dan sementara, sehingga
prinsip ini berkaitan dengan ukuran (dosis) pembebanan dan skala
prioritas sasaran latihan. Setiap sasaran latihan memiliki aturan dosis
pembebanan yang berbeda-beda. Skala prioritas latihan berhubungan
dengan urutan sasaran dan materi latihan utama yang disesuaikan dengan
prioritas latihan.
g. Komponen-komponen Latihan
Setiap aktivitas fisik (jasmani) dalam latihan Olahraga selalu
mengakibatkan terjadinya perubahan, antara lain pada keadaan anatomi,
fisiologi, biokimia, dan psikologis pelakunya. Latihan merupakan proses
pengakumulasian dari berbagai komponen kegiatan yang antara lain
seperti : durasi, jarak, frekuensi, jumlah ulangan, pembebanan, irama
melakukan, intensitas, volume, pemberian waktu istirahat, dan densitas.
Superkompensasi adalah proses perubahan kualitas fungsional peralatan
tubuh kea rah yang lebi baik, sebagai akibat dari pengaruh perlakuan
beban luar yang tepat. Komponen latihan yang menentukan proses
terjadinya superkompensasi, antara lain : intensitas, volume, recovery,
dan interval. Adapun beberapa macam komponen latihan beserta
pengertian da contohnya seperti berikut ini. (Sukadiyanto : 2010)
1. Intensitas
Intensitas adalah ukuran yang menunjukan kualitas (mutu) suatu
rangsang atau pembebanan. Untuk menentukan besarnya ukuran
intensitas antara lain ditentukan dengan cara menggunakan:
47
a. 1 RM (repetition maximum)
1 RM sebagai salah satu ukuran intensitas yang bentuknya
adalah yang mengukur kemampuan otot atau sekelompok otot
untuk mengangkat atau melawan beban secara maksimal dalam 1
kali kerja.
b. Denyut jantung permenit
Denyut jantung per menit sebagai ukuran intensitas
dihitung berdasarkan denyut jantung maksimal. Denyut jantung
maksimal orang kebanyakan biasanya dihitung mengunakan
rumus 220-usia. Namun dalam menghitung denyut jantung untuk
Olahraga prestasi, terutama yang memiliki denyut jantung sedikit
penggunaan rumus tersebut kurang sesuai. Bagi olahragawan
terlatih yang memiliki denyut jantung sedikit dengan
menggunakan rumu 220-usia tersebut mengakibatkan latihan
terlalu berat. Untuk itu rumus yang mendekati akurat dalam
menghitung denyut jantung maksimal sebagai ukuran intensitas
latihan kurang lebih sebagai berikut:
Tabel 2.3 : Prediksi rumus untuk menghitung denyut jantung maksimal
C
Contoh dua orang atlet A dan B berumur sama 20 tahun, A
memiliki denyut jantung istirahat 57x/ menit dan B 62x / menit. Dengan
menggunakan rumus 220-umur, maka perkiraan denyut jantung
maksimal keduanya adalah 200x/ menit. Namun dengan menggunakan
rumus tersebut diatas, untuk A yang memiliki denyut jantung istirahat 57
x/menit, maka rumusnya 210-umur, sehingga perkiraan denyut jantung
maksimalnya adalah 220-20 =190. Sedangkan untuk B yang denyut
Denyut jantung
istirahat
Denyut jantung
maksimal
orang awam < 60x / menit 220-usia
orang teratih 51 s/d 59x /menit 210-usia
sangat terlatih <50x/menit 200-usia
48
jantung istirahatnya 62 x/menit, maka rumusnya 220-umur, sehingga
perkiraan denyut jantung maksimalnya adalah 220-20=200.
c. Kecepatan (waktu tempuh)
Kecepatan dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu lamanya waktu
tempuh yang digunakan untuk mencapai jarak tertentu. Misalnya, pelari
berlari menempuh jarak 100 meter dengan lama waktu tempuh 12:50
detik. Untuk menentukan intensitas latihanya dengan cara jarak tempuh
dibagi waktu tempuh, menjadi 100/12:50 detik = 8 meter/detik. Artinya
kecepatan pelari tersebut setiap 8 meter memerlukan waktu tempuh 1
detik, sehingga intensitas latihannya adalah 8 meter/detik.
d. Jarak tempuh
e. Jumlah repetisi (ulangan) per waktu tertentu (menit/detik)
Jumlah repetisi dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu dengan cara
melakukan satu bentuk aktivitas dalam waktu tertentu dan mampu
melakukanya dalam beberapa ulangan.
2. Volume
Volume adalah ukuran yang menunjukkan kuantitas (jumlah)
suatu rangsang pembebanan. Adapun dalam proses latihan cara yang
digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat dilakukan dengan
cara latihan itu, (1) diperberat, (2) diperlama, (3) dipercepat, (4) atau
diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume dapat
dilakukan dengan menghitung, (a) jumlah bobot pemberat per sesi, (b)
jumlah ulangan per sesi, (c) jumlah set per sesi, (d) jumlah pembebanan
per sesi, (e) jumlah seri atau sirkuit per sesi, (f) lama-singkatnya
pemberian waktu recovery dan interval.
3. Recovery
Istilah recovery selalu terkait erat dengan interval, sebab kedua
istilah tersebut memiliki makna yang sama, yaitu pemberian waktu
istirahat. Recovery adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar
set atau antar repetisi (ulangan).
49
4. Interval
Pengertian antara waktu recovery dan interval adalah sama yaitu
pemberian waktu istirahat pada antar aktivitas. Interval adalah waktu
istirahat yang diberikan pada saat antar sesi, antar sirkuit atau antar sesi
per unit latihan.
5. Repetisi
Repetisi adalah jumlah ulangan yang dilakukan untuk setiap butir
atau item latihan. Dalam satu seri atau sirkuit biasanya terdapat beberapa
butir atau item latihan yang harus dilakukan dan setiap butirnya
dilaksanakan berkali-kali. Sebagai contoh item latihan yang macamnya
antara lain push ups 50 kali, dilanjutkan sit ups 50 kali, back ups 50 kali,
squat thrust 10 kali, squat jump 10 kali, lompat pagar 15 kali. Adapun
jumlah kali yang dilakukan (50x, 50x, 50x, 10x, 10x, 15x) tersebut yang
dinamakan repetisi atau pengulangan.
6. Set
Set dan repetisi memiliki pengertian yang sama, namun juga ada
perbedaanya. Set adalah jumlah ulangan untuk satu jenis butir latihan.
Contoh pada lari cepat 30 meter diatas, yang terbagi dalam 4 set dan
dalam setiap set terdiri dari 4 kali lari. Sedangkan repetisi adalah jumlah
ulangan yang digunakan untuk menyebutkan beberapa jenis butir latihan.
Jadi letak perbedaanya, kalau set dipakai untuk menyebutkan jumlah
ulangan pada macam latihan yang tunggal, sedangkan repetisi dipakai
untuk menyebutkan jumlah ulangan pada latihan terdiri dari beberapa
butir (macam) aktivitas.
7. Seri atau sirkuit
Seri atau sirkuit adalah ukuran keberhasilan dalam menyelesaikan
beberapa rangkaian butir latihan yang berbeda-beda. Artinya, dalam satu
seri terdiri dari beberapa macam latihan yng semuanya harus
diselesaikan dalam satu rangkaian.
8. Durasi
Durasi adalah ukuran yang menunjakan lamanya waktu
pemberian rangsang (lamanya waktu latihan). Sebagai contoh, dalam
50
sekali tatap muka (sesi) memerlukan waktu latihan selama 3 jam, berarti
durasi latihanya selama 3 jam tersebut.
9. Densitas
Densitas adalah ukuran yang menunjukkan padatnya pemberian
rangsang (lamamnya pembebanan).
10. Irama
Irama latihan adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan
pelaksanaan suatu perangsang atau pembebanan. Ada 3 macam irama
latihan, yaitu irama cepat, sedang dan lambat.
11. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode
waktu tertentu.
12. Sesi atau unit
Sesi atau unit adalah jumlah materi program latihan yang disusun
dan yang harus dilakukan dalam satu kali pertemuan.
3. Tipe Serabut Otot Pada Lari Cepat
Menurut (Giri Wiarto : 59), Secara umum serabut otot rangka serupa satu
dengan yang lain, tapi otot rangka merupakan jaringan yang sangat heterogen
yang tersusun dari serabut yang berbeda dalam aktifitas myosin ATPase,
kecepatan kontraktil dan sifat lain. Berdasarkan serabutnya, ada dua jenis otot
rangka yang ada didalam tubuh manusia yaitu :
a. Otot Putih (Otot kontraksi cepat)
Otot putih ini memiliki karakteristik bekerja secara anaerobik,
intensitasnya tinggi, mudah mencapai kelelahan dan kontraksinya dua kali lipat
lebih kuat. Konsumsi energy berasal dari glikolisis. Otot putih ini banyak
terdapat pada otot yang digunakan untuk beraktifitas yang kuat dan berat.
Contohnya ketika melakukan sprint 100 meter.
Menurut Jhon A Hawley (12 : 2000), komposisi serat otot pendorong
pelari memiliki pengaruh yang nyata dalam hasil lari, dengan proporsi tinggi
serat otot fast twitch atau otot cepat menguntungkan bagi atlet pelari 100 meter.
b. Otot merah (Otot kontraksi lambat)
51
Otot ini disebut merah karena disebabkan banyak mengandung
hemoglobin. Otot ini memiliki karakteristik bekerja secara aerobik, tidak mudah
lelah, kontraksinya yang lambat, aktifitasnya memerlukan waktu yang lama serta
mengandung hemoglobin dan enzim oksidasi. Otot ini digunakan untuk aktifitas
yang memerlukan daya tahan seperti, marathon, jalan cepat, dan lari jarak jauh.
Tabel 2.4 perbandingan otot lambat dan otot cepat
Tabel 2.5 karakteristik otot sprinter dan marathon
Sprinter MarathonTipe serabut Tipe II (glikolitik) Tipe I (oksidatif)Sumber energy utama Creatin phopsphat
(1-5 detikpermulaan)
Menggunakan ATP
Sumber bahan bakar Glukosa danGlikogen otot
Glukosa darah danasam lemak
Glikogen otot Tidak bertahanlama
Bertahan lama
Berdasarkan perbandingan dan karakteristik kedua otot tersebut, maka dalam
latihan kecepatan lari jenis serabut otot yang digunakan adalah serabut otot cepat
(otot putih) karena jenis serabut ini dapat melakukan kontraksi yang kuat dan cepat.
4. Sistem Energi Lari Cepat (Sprint)
Energi secara umum diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja.
Secara umum aktifitas dalam Olahraga terdiri dari dua jenis aktifitas yaitu aktifitas
aerobik dan aktifitas anaerobik. Contoh aktifitas Olahraga yang termasuk aktifitas
Otot cepat (serabut otot putih) Otot lambat (serabut otot merah)Serabut-serabutnya besar untuk kekuatanyang besar
Serabut-serabutnya lebih kecil
Reticulum sarkoplasma yang luas gunamempercepat lepasnya ion-ion kalsiumuntuk memulai kontraksi
Dipersarafi oleh serabut-serabut sarafyang kecil
Banyaknya enzim glikolisis untuk prosespelepasan energy pada proses glikolisis
Sistem pembuluh darah dan kapiler darahyang luas untuk menyediakan oksigenyang banyak
Darah yag disuplai tidak terlalu banyakkarena metabolisme oksidatif tidakterlalu penting
Mitokondria jumlahnya meningkat untukmendukung metabolisme oksidatif
Mitokondria berjumlah sedikit Serabut-serabutnya banyak mengandungmyoglobin
52
aerobik adalah jogging, jalan sehat, dan lainya. Sedangkan contoh aktifitas Olahraga
yang termasuk anaerobik adalah lari sprint 100 meter, lompat tinggi dan lainnya.
Aktivitas anaerobik merupakan aktifitas dengan intensitas tinggi yang
membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat tetapi tidak dapat
dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang lama. Aktifitas ini membutuhkan
recovery agar ATP dapat di regenerasi kembali sehingga dapat melakukan aktifitas
fisik kembali. (Syafruddin : 2012 :48)
Menurut Bower dan Fox (1992: 19-24), ada 3 sistem energi dalam
melakukan aktivitas Olahraga yaitu sistem phosphagen (Phosphagen System) atau
sistem ATP-PC (Adenosine Triphospate – Creatine Phosphate), sistem asam laktat
(The Lactid Acid System) dan sistem aerobik atau sistem oksigen (The Oxygen or
Aerobik system).
ATP dapat diberikan kepada sel otot dalam tiga cara. Dua cara diantaranya
secara anaerob yang berarti oksigen tidak mutlak diperlukan dalam proses
menghasilkan ATP, yaitu sistem ATP-PC dan sistem LA. Cara yang ketiga adalah
sistem aerob, yang memerlukan oksigen dalam menghasilkan ATP (Smith, N.J.
1983: 184).
1. Sistem Phosphagen atau sistem ATP-PC
Sistem Phosphagen merupakan merupakan energi tercepat bila dibandingkan
dengan kedua sistem energi lainnya karena sistem ini menggunakan Adenosine
Triphosphate (ATP) yaitu suatu bentuk energi kimia yang segera dapat digunakan
untuk kerja otot. Aktivitas yang berlangsung sangat cepat dengan tempo tinggi
seperti, lari cepat, tolak peluru, lompat tinggi didominasi oleh sistem ini. Bompa
(1999: 21) mengemukakan bahwa sistem phosphagen hanya mampu mensuplai
energy untuk waktu 8-10 detik. Sehingga lari cepat 100 meter mengunakan sistem
Phosphagen atau sistem ATP-PC.
Pada saat aktivitas dengan intensitas atau tempo tinggi, ATP akan digunakan
lebih cepat dari pada energi yang dapat dihasilkan secara aerobik. Dalam kondisi ini
ATP sangat diperlukan, maka untuk menutup kebutuhan yang mendesak tersebut
muncul senyawa kaya energi yang lain yang dikenal dengan creatine phosphate
(CP). Creatine phosphate berkaitan erat dengan ATP yang tersimpan dalam sel otot
dan bila dipecah akan menghasilkan energi dalam jumlah yang besar.
53
2. Sistem Asam Laktat
Sistem asam laktat dikenal dengan glikolisis anaerobik (anaerobik
Glycolisis), yang berarti penguraian/ pemecahan glucose menjadi asam piruvat
(pyruvic acid) tanpa oksigen. Sistem asam laktat ini sangat diperlukan pada
aktivitas yang berlangsung antara 1-3 menit, seperti pada lari 400 meter dan 800
meter, renang 100 meter sampai 200 meter yang energy ATP-nya sangat
tergantung dari sistem asam laktat. (Bower & Fox, 1992 : 22).
3. Sistem Aerobik (the oxygen or aerobic sytem)
Sistem aerobik merupakan sistem energi yang mekanisme pembentukan
energi selalu menggunakan oksigen (O2). Sistem lebih dominan diperlukan pada
aktivitas yang berlangsung di atas 3 menit seperti lari 5000 meter dan 10.000
meter, lari marathon, lari rintangan dan lain sebagainya. Rangkaian reaksi sistem
ini berlangsung dalam mitochondria (bagian sel otot yang spesifik), yaitu tempat
sistem ini menghasilkan energi.
Pada kerja otot yang berlangsung dengan intensitas tinggi seperti lari 100
meter atau angkat besi yang durasinya sangat singkat (dalam hitungan detik),
maka untuk aktivitas ini diperlukan sistem phosphagen atau sistem ATP-PC.
Berikut dapat dilihat empat pengelompokkan sistem energy berdasarkan durasi
unjuk kerja, sistem energi utamanya dan bentuk-bentuk kegiatannya.
Tabel 2.6 Pengelompokkan sistem energi utama berdasarkan durasi kerja
(Bower & Fox, 1992 : 48)
Area Durasi kerja Sumber energyutama
Contoh kegiatan
1 Kecil dari 30detik
ATP-PC Tolak peluru, lari 100 meter,golf dan ayunan tenis.
2 30 detik s/d 90detik
ATP-PC danlactid acid (LA)
Lari 200 meter, renang 200meter, speed skating
3 90 detik s/d 3menit
Lactid acid danoksigen
Lari 800 meter, renang 200meter
4 Besar dari 3menit
Oksigen Games dalam Olahraga,cross country dan marathon
5. Rasio Panjang telapak kaki dan tinggi badan
Prestasi lari cepat dapat dipengaruhi oleh proporsi tubuh (rasio
anthropometrik) dari atlet baik itu tinggi badan, berat badan, panjang tungkai
ataupun faktor anthropometrik yang lain. Istilah anthropometrik berasal dari kata
54
“anthro” yang berarti manusia sedangkan “metron” yang berarti ukuran. Verducci
(1980:215) menyatakan bahwa rasio anthropometrik merupakan pengukuran lebih
jauh mengenai bagian-bagian luar dari tubuh. Pengukuran anthropometrik
diantaranya meliputi pengukuran yang membedakan panjang telapak kaki dan tinggi
badan.
Ciri-ciri bangunan tubuh manusia seperti perbandinagn panjang telapak kaki
dan tinggi badan memegang peran penting dalam meningkatkan kecepatan, akan
tetapi tidak bisa dilatih. Hal ini disebabkan anthropometri tubuh setiap orang
tumbuh dan berkembang secara alami sesuai dengan faktor genetik bawaan yang
dimiliki.
Panjang telapak kaki bisa dikatakan relatif panjang apabila ditinjau dari segi
perbandingan dengan tinggi badan. Kondisi pertumbuhan yang bervariasi yang
dialami oleh setiap individu mengakibatkan bervariasinya proporsi ukuran bagian-
bagian tubuh yang dimiliki. Proporsi ukuran bagian-bagian tubuh ada hubungannya
dengan kapasitas kemampuan individu untuk melakukan keterampilan gerak
tertentu. Proporsi ukuran bagian-bagian tubuh tertentu akan menguntungkan untuk
bentuk gerakan tertentu dan sebaliknya bisa menguntungkan dalam melakukan
keterampilan gerak yang lain.
Bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan cabang olahraga yang dipelajari
merupakan salah satu syarat yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi
olahraga. M Sajoto (1988:11) menyatakan salah satu aspek untuk mencapai prestasi
dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh, yaitu:
1) ukuran tinggi badan dan panjang tungkai, 2) ukuran besar, lebar dan berat badan,
3) somatotype (bentuk tubuh). Tungkai manusia terbagi atas tiga segmen yaitu:
tungkai atas, tungkai bawah, dan telapak kaki. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi
badan secara biomekanika diduga dapat meningkatkan kecepatan lari.
a. Tinggi Badan
Badan manusia sebagai ciri khas untuk melakukan kombinasi dalam
beraktivitas, tanpa badan yang memiliki struktur yang baik satu gerak lari cepat yang
baik pula akan terhambat. Badan merupakan esensi yang penting untuk melakukan
gerak Olahraga, yang mampu mewujudkan kontraksi dengan lengkap. Seorang atlit
yang tinggi jelas mendapat keuntungan dibandingkan atlit yang kurang tingginya.
55
Bentuk badan pelari yang ideal pada umumnya adalah bentuk tubuh yang tinggi dan
langsing.
Tinggi badan menentukan keberhasilan dalam sejumlah cabang olahraga,
termasuk dalam hal kecepatan lari (lari 100 meter). Atlet yang memiliki tinggi
badan lebih tinggi akan lebih menguntungkan, yaitu jangkauan langkah akan
menjadi jauh. Atlet yang memiliki sifat dan karakteristik tinggi badan yang ideal
dimungkinkan akan mempunyai keuntungan secara mekanik.
Dalam pemilihan cabang olahraga tidak terlepas dari postur yang dimiliki
atlet, postur dikatakan baik apabila:
1) Bagian atau segmen tersusun rapi.
2) Tidak ada ketegangan pada persendian, tulang, ligamen dan otot di
sekelilingnya.
Postur mempunyai kaitan dengan proporsi tubuh yang khas menurut cabang
olahraganya sebagai berikut:
1) Kaki mengarah kedalam atau inversi saat berdiri dalam sikap sedia, dengan
lutut agak ditekuk dan badan membungkuk, stabilitasnya lebih besar dan
lebih mudah bergerak.
2) Sebaiknya kaki yang mengarah keluar atau eversi (duck feet), mempunyai
kemampuan di air untuk menyisir keluar.
3) Badan dengan ruas tulang belakang bagian pinggang yang agak melengkung
(sway back) atau tenggeng, disebabkan oleh karena pelvis condong ke depan.
Postur ini cocok untuk peloncat, pesenam, sprinter dan lompat jauh
b. Telapak kaki
Telapak kaki mempunyai dua fungsi utama, yaitu: 1) sebagai penyokong
berat badan, 2) berfungsi sebagai pengungkit untuk memajukan tubuh sewaktu
berjalan atau berlari (Snell, Richard S. 2006). Telapak kaki merupakan komponen
pembentuk ekstrimitas inferior, yang tersusun dari sekelompok tulang yaitu:
calcaneus, talus, navikular, cuboit, cuneiform, metatarsal, dan palanges. Telapak
kaki dapat menyokong berat badan dan berfungsi sebagai pengungkit yang kaku
untuk gerakan kedepan. Gerak maju seluruhnya akan tergantung pada aktivitas
m.Gastrocnemius dan m.soleus. Karena pengungkit ini terdiri atas segmen-segmen
dengan banyak sendi. Otot-otot flexor panjang dan otot-otot kecil kaki dapat
56
menggunakan fungsinya pada tulang-tulang kaki bagian depan dan jari-jari (sebagai
landasan maju kaki) dan sangat membantu gerakan maju kedepan m. Gastrocnemius
dan m. Soleus.
Mengenai data antropometri anggota tubuh yang diukur dapat dilihat
gambar :
Gambar 2. 9 Antropometri tubuh manusia
(Sumber : http://rayzaaulia.blogspot.comantropometri-selanjutnyamari-kita.html)
57
6. Kontrol Gerakan Motorik dan serebelum penting dalam eksekusi gerakan
volunter
Pola-pola tertentu keluaran unit motoric mengatur aktivitas motorik,
yang berkisar dari pemeliharaan postur dan keseimbangan hingaa gerakan
lokomotorik stereotipikal, misalnya berjalan, hingga aktivitas motoric terampil
individual, misalnya gymnastik. Kontrol gerakan motorik, apapun tingkat
kesulitannya, bergantung pada konvergensi masukan yang masuk ke neuron
motoric unit-unit motorik spesifik. Neuron-neuron motoric pada gilirannya
memicu kontraksi serat otot di dalam unit-unit motorik masing-masing melalui
proses-proses yang terjadi di taut neuromuscular. Keluaran unit motorik
dipengaruhi oleh berbagai masukan saraf :
Tiga tingkat masukan yang mengontrol keluaran neuron motorik.
1. Input dari neuron aferen, biasanya melalui antarneuron, ditingkat
medulla spinalis yaitu reflex spinalis
2. Masukan dari korteks motorik primer. Serat-serat yang berasal dari
badan sel neuron yang dikenal sebagai sel pyramid di korteks motorik
primer turun langsung tanpa interupsi sinaps untuk berakhir di neuron
motorik atau di antarneuron lokal yang berakhir di neuron motorik,
medulla spinalis. Serat-serat ini membentuk system motorik
kortikospinal atau pyramidal.
3. Masukan dari batang otak sebagai bagian dari system motorik
multineuron. Jalur-jalur yang menyusun system motorik multineuron
atau ekstrapiramidal mencakup sejumlah sinaps yang melibatkan
banyak regio otak atau ekstra artinya “di luar dari” pyramid merujuk
pada system pyramid. (Sherwood : 305)
Satu-satunya bagian otak yang secara langsung mempengaruhi neuron
motorik adalah korteks motoric primer dan batang otak, region-regio otak lain
berperan secara tak langsung mengatur aktivitas motorik dengan menyesuaikan
sinyal motorik dari korteks motorik dan batang otak. Reflex spinal yang
melibatkan neuron aferen penting untuk mempertahankan postur dan dalam
58
mengeksikusi gerakan-gerakan protektif dasar, misalnya reflex lucut. System
kortikspinal terutama memerantarai gerakan volunter diskret halus tangan dan
jari tangan, misalnya gerakan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
menjahit.
Daerah pramotorik dan motorik tambahan, dengan masukan dari
serebroserebelum, merencanakan perintah motorik volunter yang dikeluarkan ke
neuron motorik yang sesuai oleh korteks motorik primer melalui system
desendens ini. System multineuron, sebaliknya, terutama mengatur postur
tubuh keseluruhan yang melibatkan gerakan involunter kelompok-kelompok otot
besar badan dan ekstremitas. System kortikospinal dan multineuron
memperlihatkan banyak interaksi dan tumpang tindih fungsi. Dalam
memanipulasi sadar jari tangan anda untuk melakukan pekerjaan menjahit,
sebagai contoh anda secara bawah sadar meletakkan lengan anda alam posisi
tertentu sehingga anda mudah untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Gambar 2.10 Jalur traktus pyramidalis (Guyton : 2006)
59
Sebagian dari masukan yang berkonvergensi di neuron motorik bersifar
eksitatorik, sementara yang lain inhibitorik. Gerakan terkoordinasi bergantung
pada keseimbangan aktivitas kedua masukan tersebut. Jenis-jenis kelainan
motorik berikut terjadi akibat gangguan control motorik :
Jika suatu system inhibitorik yang berasal dari batang otak targanggu, maka
otot menjadi hiperaktif karena masukan eksitatorik ke neuron motorik tidak memiliki
imbangan. Keadaan ini, yang ditandai oleh peningkatan tonus otot dan reflex tungkai,
dikenal sebagai paralisis spastik.
Kerusakan neuron motorik baik badan sel atau serat eferen menyebabkan
paralisis flaksid dan hilangnya responsivitas reflex di otot yang terkena. Kerusakan
serebelum atau nucleus basal tidak menyebabkan paralisis tetapi timbulnya pola
gerakan yang tidak terkoordinasi dan canggung tidak sesuai. Daerah ini dalam keadaan
normal memperhalus gerakan volunter, terakhir kerusakan di bagian-bagian korteks
yang lebih tinggi dan berperan dalam perencanaan aktivitas motorik menyebabkan
gangguan pembentukan perintah motorik yang sesuai untuk menyelesaikan suatu
keinginan.
Serebelum merupakan bagian otak yang seukuran bola kasti dan sngat berlipat
serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung bagian atas
otak. Di serebelum ditemukan lebih banyak neuron individual daripada di bagian otak
lainnya, dan hal ini menunjukkan pentingnya struktur ini. Serebelum terdiri dari 3
bagain yang secara fungsional berbeda dengan peran berbeda yang utama berkaitan
dengan control bawah sadar aktivitas motorik secara spesifik, bagian-bagian serebelum
melakukan fungsi-fungsi berikut:
1. Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
gerakan mata.
2. Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan mengordinasi gerakan volunter
terampil. Bagian otak ini sangat penting dalam memastikan waktu yang tepat
kontraksi berbagai otot untuk mengoordinasi gerakan yang melibatkan banyak
sendi.
3. Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter
dengan memberikan masukan ke daerah motoric korteks. Ini juga merupakan
bagian serebelum yang menyimpan ingatan prosedural.
60
Serebelum beroperasi secara otomatis, di bawah kesadaran. Rangsang
motorik dari serebelum diorganisasikan dan dimodulasi sebelum diteruskan ke
otot. Ketika jaringan otot merespon, maka saraf sensorik aka mengembalikan
informasi ke serebelum. Jadi saat aktivitas fisik, serebelum mengatur kecepatan,
gaya dan faktor lain yang berkenaan dengan gerakan. Hasil akhirnya adalah
gerakan otot yang seimbang dan halus. Tonus otot juga dipengaruhi kerja
serebelum. (Nining W K :52)
B. Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti, sebagai
berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh I Kayan Agus widia Ambara (2011). Meneliti
tentang, Perbandingan pengaruh metode latihan acceleration sprint, hollow
sprint, dan repetitions sprint terhadap peningkatan prestasi lari 100 meter
ditinjau dari kekuatan otot tungkai. Adapun kesimpulan dari penelitian
tersebut adalah : Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode
latihan acceleration sprint, hollow sprint, dan repetitions sprint terhadap
peningkatan prestasi lari 100 meter. Pengaruh metode latihan acceleration
sprint lebih baik dibandingkan dengan metode latihan hollow sprint, begitu
juga pengaruh latihan hollow sprint lebih baik dibandingkan dengan metode
latihan repetitions sprint dalam peningkatan prestasi lari 100 meter.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Irfan (2014). Meneliti tentang, Perbedaan
pengaruh metode latihan terhadap peningkatan prestasi lari cepat 100 meter
ditinjau dari rasio panjang tungkai dan tinggi badan. (Studi eksperimen
metode latihan in-out sprint dan akselerasi pada siswa putra SMP negeri 1
sape kabupaten Bima). Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:
Pertama. tidak ada perbedaan yang signifikan antara latihan in-out sprint
dengan latihan akselerasi terhadap peningkatan prestasi kecepatan lari cepat
100 meter. Penerapan metode latihan tersebut dapat memberikan efek
peningkatan yang relatif sama terhadap lari cepat 100 meter.
Kedua, terdapat perbedaan peningkatan kecepatan lari cepat 100 meter yang
signifikan antara siswa yang memiliki rasio panjang tungkai dan tinggi
badan yang tinngi, sedang, dan rendah. Peningkatan prestasi kecepatan lari
61
100 meter pada siswa yang memiliki rasio panjang tungkai dan tinggi badan
sedang lebih baik dari siswa yang memiliki rasio panjang tungkai dan tinggi
badan tinggi dan rendah.
Ketiga, terdapat perbedaan peningkatan prestasi interaksi yang signifikan
antara metode latihan dengan rasio panjang tungkai dan tinggi badan
terhadap lari cepat 100 mete. Interaksi metode latihan dengan rasio panjang
tungkai dan tinggi badan, memberikan hasil yang baik terhadap
peningktanprestasi lari cepat 100 meter.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori diatas yang telah dikemukakan, dapat
dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut :
1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan S-curve runs dan Sprint in-
out terhadap kecepatan lari dalam permainan sepakbola
Untuk meningkatkan kecepatan lari dalam permainan sepakbola harus
memperhitungkan dengan cermat jarak dan intensitas latihan. Latihan kecepatan
agar memberikan efek pada latihan tersebut haruslah dengan intensitas
maksimal. Latihan ini mengembangkan berbagai komponen-komponen latihan
seperti set, repetisi dan waktu istirahat dalam latihan. Sehingga dengan
perbedaan waktu istirahat, set, repetisi dari latihan tersebut dapat mempengaruhi
hasil kecepatan lari dalam permainan sepakbola.
Latihan S-curve runs merupakan latihan kecepatan lari dalam permainan
sepakbola yang istirahatnya dalam repetisi 90s (1.5 menit) dan istirahat dalam
set 3 menit dan jarak yang di tempuh dengan kecepatan penuh 60 meter.
Sehingga ketika lari dilakukan berulang-ulang dengan jarak 60 meter dengan full
speed maka akan menimbulkan penumpukan asam laktat yang akhirnya akan
menimbulkan kelelahan otot. Otot yang mengalami kelelahan yang berarti tidak
akan dapat melaksanakan gerakan-gerakan lari yang maksimal, sehingga latihan
terganggu akibat otot yang sudah lelah.
Latihan sprint in-out merupakan latihan kecepatan dalam sepakbola
yang berlari dengan kecepatan penuh hanya dilakukan 40 meter dan lainnya
dengan lari kecepatan rendah. Latihan lari full speed dengan jarak 40 meter dan
kemudian lari dengan kecepatan rendah (jogging). artinya ketika melakukan lari
62
jogging maka waktu istirahat lebih panjang dari pada lari dengan full speed
tetapi waktu istirahatnya lebih pendek. Istirahat yang relatif lama memberikan
pemulihan yang mendekati sempurna, sehingga kualitas tugas kecepatan pada
tiap ulangan dapat dipertahankan. Persyaratan latihan kecepatan adalah adanya
pengulangan gerakan dengan kecepatan maksimal. Penampilan dengan
kecepatan maksimal yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus
menimbulkan superkompensasi otot dan syaraf untuk dapat melaksanakan tugas
kecepatan dengan lebih baik.
Latihan yang istirahatnya relative lama memungkinkan pemulihan ATP-
PC mendekati 100%. Untuk melaksanakan kerja berikutnya maka energi yang
digunakan sudah hampir 100%. Hal ini menghindari adanya akumulasi LA.
Latihan ini merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan
dihindari. Dengan pemulihan yang mendekati 100% maka kesempurnaan
gerakan dan kecepatannya dapat dipertahankan. Pelatihan lari dengan jarak
pendek dan istirahat yang cukup lama dapat meminimalkan timbulnya LA dan
timbulnya keletihan saat aktivitas. Selain itu jika kita perhatikan dari area latihan
sprint in-out lebih cocok untuk lari 100 meter, dan s-curve runs lebih mengarah
kelincahan.
Jika kita amati baik-baik dari pengaruh kedua metode latihan kecepatan
terhadap kecepatan lari dalam sepakbola, yaitu s-curve runs dan sprint in-out
dapat kita lihat kekurangan dan kelebihan dari masing-masing metode latihan
tersebut. Sprint in-out sangat efektif untuk meningkatkan kecepatan lari.
Sedangkan untuk latihan s-curve runs memang dapat meningkatkan kecepatan
tetapi tidak se-efektif latihan sprint in-out.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam latihan adalah bahwa
latihan harus dilaksanakan secara sistematik dan berulang-ulang. Latihan
kecepatan akan berdampak positive terhadap fisiologis tubuh manusia dan
neorology khususnya pada bagian tungkai, karena terjadinya adaptasi selama
latihan kecepatan lari itu dilaksanakan. Sehingga kecepatan lari dapat meningkat
karena pola gerakan lari dan sistem energi yang beradaptasi.
Dari uraian tersebut diatas dan mempertimbangkan kelebihan serta
kekurangan pada metode latihan kecepatan, maka dapat diduga bahwa latihan
63
sprin in-out akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kecepatan lari. Sedangkan latihan S-curve runs akan memberikan pengaruh
tetapi tidak seperti pada latihan sprin in-out.
2. Perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari antara yang memiliki rasio
panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang dan kecil
Rasio panjang telapak kaki dan tingi badan untuk masing-masing orang
sangatlah berbeda-beda, ada yang rasio besar, sedang dan kecil, nah ini tentunya
juga berpengaruh terhadap kecepatan lari seseorang. Salah satu penunjang prestasi
dalam cabang olahraga adalah proporsi tubuh (rasio anthropometrik), begitu juga
jika dilihat dari atlet sepakbola dalam menunjang peningkatan kecepatan larinya
terletak pada rasio antropometrik ditinjau dari rasio panjang telapak kaki dan tinggi
badan. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar merupakan yang ideal,
dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan kecil merupakan salah satu rasio
anthropometrik yang tidak ideal bagi atlet sepakbola yang ingin mempunyai
kecepatan lari yang baik.
Telapak kaki yang panjang disertai otot-otot yang baik mempunyai peran
yang penting untuk melakukan tolakan dalam usaha berlari kedepan secepat
mungkin. Telapak kaki yang panjang memungkinkan memiliki tumpuan kaki yang
lebih besar dan kuat untuk memindahkan kaki kedepan secepat mungkin, sehingga
hal ini akan mempengaruhi lari yang dilakukan. Sedangkan jika atlet yang
mempunyai ukuran telapak kaki yang pendek maka akan memiliki tolakan kaki
yang lebih kecil dan lemah sehingga hasil tolakan kaki untuk kedepan juga tidak
maksimal dibandingkan dengan atlet yang memilki telapak kaki yang panjang. Oleh
karena itu untuk memperoleh kecepatan lari lebih maksimal, maka seorang pelari
harus memanfaatkan telapak kakinya untuk menghasilkan kecepatan yang tinggi.
Bentuk tubuh yang ideal untuk pelari sprinter pada umumnya memiliki
tinggi badan yang baik dengan kecenderungan pada bentuk tubuh yang tinggi dan
langsing. Seorang pelari cepat dengan bentuk tubuh yang tinggi dan serta memiliki
tungkai yang panjang akan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan pelari
yang bentuk tubuhnya pendek.
64
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa rasio telapak kaki dan tinggi badan
besar akan memberikan peningkatan kecepatan lari yang tinggi dibandingkan
dengan rasio panjang telapak kaki : tinggi badan sedang dan rendah.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dengan rasio panjang
telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan didalam meningkatkan kecepatan
lari seseorang, salah satu diantaranya dengan menggunakan metode latihan yang
tepat, sehingga hasil yang diperoleh akan maksimal. Metode latihan untuk
meningkatkan kecepatan lari diantaranya adalah metode latihan s-curve runs, dan
sprint in-out yang ditinjau dari rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan.
Panjang telapak kaki dan tinggi badan mempunyai peranan yang penting
dalam cabang lari cepat 100 meter, rasio panjang telapak kaki: tinggi badan terdiri
dari dua bagian yaitu panjang telapak kaki dan tinggi badan. Kedua bagian anggota
tubuh tersebut mempunyai peranan penting dalam gerakan lari cepat.
Dalam proses teknik lari cepat ukuran antropometri saling mempengaruhi
untuk mendapatkan lari yang cepat. Tinggi badan yang ideal mempunyai tungkai
yang panjang dan panjang telapak kaki merupakan proporsi tubuh yang dapat
mendukung langkah lari cepat untuk mencapai titik terjauh kedepan. Rasio panjang
telapak kaki; tinggi badan yang besar memungkinkan memiliki tumpuan yang lebih
kuat dan memindahkan kaki kedepan, sehingga hal ini akan mempengaruhi
kecepatan lari yang lebih maksimal, dengan memiliki rasio panjang telapak kaki:
tinggi badan yang besar sangat cocok digunakan untuk latihan s curve runs, dan
sprint in out dari pada seseorang yang memiliki rasio panjang telapak kaki: tinggi
badan sedang atau kecil.
Pada latihan s-curve runs bentuk areanya seperti huruf S yang mempunyai 4
cones pembatas atau marka sedikit berliku-liku, ketika atlet berlari dengan
kecepatan tinggi dari start dan bertemu cones/marka maka ada pengurangan
kecepatan atau deselerasi dan akan kembali lari dengan kecepatan tinggi, sehingga
dari analisa kajian teori rasio panjang telapak dan tinggi badan yang rendah akan
lebih menguntungkan dari pada rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar.
Sedangkan pada metode latihan sprint in-out area latihannya lurus kedepan tidak
ada area latihan yang berbelok atau berliku sehingga tidak ada pengurangan
65
kecepatan atau deselerasi. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besarlah
yang akan lebih menguntungkan dari pada rasio panjang telapak kaki dan tinggi
badan rendah. Sehingga latihan s-curve runs cocok digunakan untuk atlet yang
mempunyai rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan kecil, dan latihan sprint in-
out cocok digunakan atlet yang mempuyai rasio panjang telapak kaki dan tinggi
badan besar.
Jadi berdasarkan uraian diatas, diperkirakan terdapat pengaruh interaksi
antara penerapan latihan kecepatan dan rasio panjang telapak kaki: tinggi badan
terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.
Gambar 2.10 Kerangka Konsep
D. Hipotesis
1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan S-curve runs dan Sprint in-
out terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Metode latihan Sprint in-
out yang mempunyai pengaruh lebih baik dari pada s-curve runs.
2. Ada perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter antara yang memiliki
rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan. Rasio panjang telapak kaki dan
tinggi badan besar yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan
kecepatan lari 100 meter.
KECEPATAN LARI
S-CURVE RUNS SPRINT IN-OUT
RASIO PTK & TB. BESAR, SEDANG DAN KECIL
66
3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan dengan rasio panjang telapak
kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.