BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronchial adalah suatu penyakit pada jalan napas. Asma
Bronkhial sering disebabkan oleh debu, spora dan allergen-alergen
yang lain. Di Indonesia, banyaknya pekerja kasar menyebabkan
peningkatan penderita Asma Bronhial karena penyakit ini juga dipicu
oleh kegiatan tubuh yang berlebihan.Di dalam makalah ini, kami akan
membahas seputar gangguan pernapasan mengenai Asma
bronhial yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan dan teori asuhan
keperawatan appendicitis. Penyakit Asma Bronkial dapat menyerang
semua golongan usia, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa
maupun anak-anak. Dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun
negara berkembang prevalensi asma meningkat. Asma merupakan
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini
tergambar dari data studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai provinsi di Indonesia.Asma dapat timbul pada berbagai usia,
gejalanya bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat dikontrol
dengan berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai
rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara,
bahan kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-bauan yang
merangsang dan emosi.Prevalensi asma di seluruh dunia adalah
sebsar 80% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun
terakhir ini meningkat sebesar 50%. Selain di Indonesia prevalensi
asama di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali disbanding di tahun
1960 yaitu dari 1,2 % menjadi 3,14 %.Penyebab pada asma sampai
saat ini belum diketahui namun dari hasil penelitian terdahulu
menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai sifat
yang sangat khas yaitu sangat peka terhadap rangsangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asma Bronkhial?
2. Apa saja etiologi dari Asma Bronkhial?
3. Bagaimana patofisiologi Asma Bronkhial?
ASMA BRONKHIALPage 1
4. Bagaimana pathway asma Bronkhial?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Asma Bronkhial?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
klien Asma Bronhial?
7. Bagaimana penatalaksanaan Asma Bronkhial?
8. Apa saja komplikasi dari Asma Bronkhial?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori pada klien Asma
Bronkhial?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu untuk memahami tentang teori dan
asuhan keperawat tentang Asma Bronkhial
1.3.2 Tujuan Khusus:
Mahasiswa mampu memahami pengertian Asma Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami etiologi Asma Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Asma
Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami pathway Asma Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Asma
Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang
Asma Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Asma
Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami komplikasi Asma Bronkhial
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Asma
Bronkhial
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar,selain itu
makalah ini dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi
dalam melakukan asuhan keperawatan dalam ruang lingkup
epiepsi.
1.4.2 Dosen
Dapat di jadikan salah satu sarana untuk mengukur
kemampuan mahasiswa dalam membuat sebuah makalah
ASMA BRONKHIALPage 2
tentang asuhan keperawatan pada ruang lingkup asma
bronkial.
1.4.3 Institusi
Dapat di jadikan salah satu karya tulis ilmiah dan dapat di
jadikan referensi dalam acuan belajar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan (The
American Thoracic Society, 1962).
ASMA BRONKHIALPage 3
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang
ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan
obstruktif aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak &
Gallo, 1997).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermite, revesibel
dimana trakea dan bronci berspon dalam secara hiperaktif terdapat
stimuli tertentu (Smeltzer, 2002:611).
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi
ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif
(Reeves, 2001 : 48).
2.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu
hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena
hipereaktifitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun nonimunologi oleh karena
sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan
baik fisik, metabolic, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya.
Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat meungkin menghindari
rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung
sari rerumputan.
2. Iritan seperti asap, bau – bauan dan polutan
3. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh
parainfluenza virus
4. Perubahan cuaca yang ekstrem
5. Kegiatan jasmani yang berlebihan
6. Lingkungan kerja
7. Obat-obatan
8. Emosi
9. Fisik: cuaca dingin, perubahan temperatur
ASMA BRONKHIALPage 4
10. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
(Suriadi, 2001).
2.3 Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara
antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.
Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airborne
dan agar dapat menginduksi keadaan sensitifitas, allergen tersebut
harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu.
Akan tetapi, sekali sensitifisasi telah terjadi, klien akan
memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil
allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode
akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis
beta-adrenergi, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif-aspirin
khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun kedaan ini juga
dapat dilihat pada masa kanak – kanak. Masalah ini biasanya berawal
dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal baru kemudian muncul asma
progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi
dengan pemberiaan obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi
ini , toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi
nonsteroid lain. Mekanisme yang menyebabkan brokospasma karena
penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara
khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergi biasanya menyebabkan obstruksi jalan
napas pada klien asma, sama halnya dengan klien lain dapat
menyebabkan peningkatan reaktifias jalan napas dan hal tersebut
harus dihindarkan. Obat sulfat seperti kalium mtabisulfit, kalium dan
ASMA BRONKHIALPage 5
natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida yang secara luas
digunakan oleh industry makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi
serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada
klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan
makanan atau caira yang mengandung senyawa ini, seperti salad,
buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus
lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan
substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme
tubuh dalam menghadai serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa
histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut
adalah timbulnya 3 gejala, yaitu berkontraksinya otot polos,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan secret mucus.
2.4 Pathway
ASMA BRONKHIALPage 6
Pencetus serangan (alergen,emosi
dan stres,obat-obatan,dan infeksi )
Reaksi antigen dan antibodi
Dikeluarkanya substansi vasoaktif
(histamin,bradikinin dan
anafilatoksin )
Kontraksi otot polosSekresi mukus
Pemeabilitas kapiler
2.5 Manifestasi klinis
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan ke dua atau ketiga
sifatnya hilang timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
a. Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
ASMA BRONKHIALPage 7
Kontraksi otot polos Edema mukos hipersekresi
Obtruksi saluran nafas
Produksi mukusbertambahbronkospasme
HipoksemiaHiperkapnea
HipoventilasiDistribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi
darah paru-paruGangguan difusi gas di alveoli
Pola Nafas tidak efektif
Ketidak Efektifan Bersihan Jalan Nafas
Gangguan Pertukaran Gas Intoleransi Aktifitas
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut atau kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk di keluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tidak terdengar (silent chest)
e. Torak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis resoiratorik
(Halim Danukusumo, 2000)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik peningkatan FEV atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosa asma.
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya
gangguan di paru-paru, saluran pernafasan dan digunakan
untuk mengukur fungsi paru.
Tujuan pemeriksaan spirometri:
1. Menilai status faal atau fungsi paru: normal, restriksi,
obstruksi, campuran
2. Menentukan diagnose penyakit: asma, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK)
3. Menilai manfaat pengobatan: memadai atau belum
4. Memantau jalan penyakit apakah mengalami perbaikan
atau perburukan
ASMA BRONKHIALPage 8
5. Menentukan prognosis memprediksi kondisi penyakit
dimasa mendatang
6. Menentukan toleransi atau resiko tindakan bedah atau
anastesi umum
Indicator tindakan pemeriksaan spirometri:
1. Pasien yang menjalani medical check-up
Spirometri dapat mengetahui secara dini berbagai
penyakit paru restriktif atau obtruktif sehingga dapat di
lakukan penangan yg lebih dini dan tepat
2. Pasien yang mendreita asma
Spirometri penting di lakukan untuk melakukan diagnosis
dan tatalaksana asma atau PPOK yang lebih baik
memilah respon pengobatan serta memprediksi kondisi
penyakit tersebut di masa mendatang
3. Pasien yang memiliki kebiasaan merokok atau riwayat
merokok di masa lampau
Spriromerti dapat di lakukan untuk mengetahui diagnosis
PPOK pada pasien perokok (aktif maupun pasif)atau
bekas perokok
4. Pasien dengan riwayat pekerjaan atau terpapar dengan
udara yang terkena polusi udara
Lingkungan udara yang penuh polusi dapat dialami oleh
pekerja pabrik pekerja di lapangan, pengguna kendaraan
bermotor ,dll
5. Pasien yang akan menjalanin prosedur pembedahan dan
operasi atau anstesi umum
Spirometri dilakukan untuk memprediksi toleransi atau
risiko pasien terhadap prosedur pembedahan atu anastesi
umum
2. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung
80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan
penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi lgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
ASMA BRONKHIALPage 9
Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisa Gas Darah (AGD atau Astrup) Hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik.
2) Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang menyembabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian di ikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
3) Sel eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus
dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat. 4. pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena
adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan
kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasis, dan lain-lain.
Pemeriksaan radiografi thorax atau sering di sebut chest x-ray
(CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ
pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada.
Indikasi pemeriksaan foto thoraks
a. Infeksi traktus respiratorius bawah, misalnya: TBC paru,
bronchitis, pneumoni
b. Batuk kronis
c. Batuk berdarah
d. Trauma dada
e. Tumor
f. Nyeri dada
ASMA BRONKHIALPage 10
g. Metastase neoplasma
h. Penyakit paru akibat kerja
i. Aspirasi benda asing
2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan Nonfarmakologi:
a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara
sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya,
diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
temasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi
dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi:
Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali
semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah
10 menit.
Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari.
Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap hari. Pemberian
steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka
klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan
ketat.
Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin
merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak.
ASMA BRONKHIALPage 11
Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari
(kee dan Hayes, 1994).
Terapi Nebulizer adalah tindakan pembersihan jalan napas
dengan menggunakan alat nebulizer.
Tujuan dilakukan pemberian nebulizer menggunakan obat
ventolin adalah untuk mengencerkan serta menghancurkan
lender atau secret atau dahak, membantu mobilisasi lendir ,
melebarkan jalan nafas, menurunkan edema mukosa,
membantu mengendalikan proses inflamasi dan mencegah
dan mengatasi wheezing, nafas pendek dan masalah
pernafasan lain yang disebabkan oleh asma.
Penyakit sistem pernafasan yang disertai adanya
penumpukan sekret di jalan nafas ataupun penyempitan
jalan nafas. Indikasi klinisnya adalah sebagai berikut:
a. PPOK (asma, bronchitis kronis, emfisema).
b. Bronkiektasis
c. Bronkiotitis
d. Fibrosis kistik
e. Sinusitis
2.8 Komplikasi
Dehidrasi
Gagal nafas
Infeksi saluran nafas
PPOK
Pneumothorak
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA BRONKHIALPage 12
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu
dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini
memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status
atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor
non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui
pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan
asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul
dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus
serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya pernapasan bahan alergen. Hal lain
yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan,dan
diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas
terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan
mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing,penggunaan ototbantu pernapasan, kelelahan,
gangguan kesadaran, sianosis,dan perubahan tekanan darah.
Seragam asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala
dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan
bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus
yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusahaa
untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi
(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan
pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah,dan warna kulit
mulai membiru. Stadium tiga ditandai dengan hampir tidak
terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada
batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksia. Perawat perlu mengkaji
ASMA BRONKHIALPage 13
obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali
setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asama atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersesitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood,
Alsagaf,1993).
e. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektid sering didapatkan pada
klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi berdampak pada
asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam
keluarga Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah
satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari
rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja.
Seorang dengan beban hidyp yang berat lebih berpotensial
mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu,
mengalamai ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain.
Sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan
seperti semula.
f. Pola resepsi Dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup
normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gays
hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimmbulkan serangan
asma.
g. Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani
kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan
rumah tangga,masyarakat, ataupun lingkungan kerja sercara
ASMA BRONKHIALPage 14
perubahan peran yang terjadi seteleah klien mengalami serangan
asma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi
yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri klien.
Cara memandang diri yang slaah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada
kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan
serangan asma berulang.
i. Pola penanggulangan stress
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab
terjadinya stres. Frekuensi dan pengarus stres terhadap
kehidypan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
j. Pola sensorik dan kognitif
Kelain pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep
diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stresor yang dialami
klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun
akan semakain tinggi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya
dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap
Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif.
l. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Perawat juga perlu mengkaji tentang
kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk
dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
b. Tingkat kesadaran: composmentis
c. Kepala: adakah tanda-tanda mikro bentuk kepala tanda-
tanda kjenaikan tekanan intracranial yaitu ubun-ubun besar
cembung. Bagaiman keadaan ubun-ubun besarnenutup atau
belum
ASMA BRONKHIALPage 15
d. Rambut: di mulai dari warna, ketebalan apakah rambut
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mydah di jabut
tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien
e. Muka: asimetris wajah, anjurkan klien untuk menangis dan
tertawa sehingga waajah tertarik kesisi sehat
f. Mata: simetris atau tida, warnaslera putih atau tidak, ketika di
beri rangsanga cahaya pupil mengecil atau tidak, di lihat
konjungtiva annemis atau tidak
g. Telinga: periksa fungsi teliga, kebersihan telinga serta tand-
tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di
daerah belakang, telinga keluar cairan dan telinga
mengalamipenurunan pendengaran
h. Hidung: apakah ada pernafasan cuping hidung, ada secret
atau tidak
i. Mulut: apakah ada tanda-tanda lidah merah, berupa jumlah
bintik-bintik
j. Tenggorokan: ada atau tidaknya pembengkakan atau
amandel
k. Leher: ada benjolan atau tidak, ada lesi atau tidak, ada vena
jugularis atau tidak
l. Thorax:
1) Inspeksi:
Amati bentuk thorax
Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya
Amati tipe pernapasan: Pursed lip breathing,
pernapasan diapragma, penggunaan otot Bantu
pernapasan
Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi
suprastenal
Gerakan dada
Adakan tarikan didinding dada , cuping hidung,
tachipnea
Apakah daa tanda tanda kesadaran meenurun
Adanya deformitas
ASMA BRONKHIALPage 16
2) Palpasi
a. Gerakan pernapasan
b. Raba apakah dinding dada panas
c. Kaji vocal premitus
d. Penurunan ekspansi dada
3) Auskultasi
a. Adakah terdenganr stridor
b. Adakah terdengar ronchi
c. Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan
suara tambahan
4) Perkusi
Suara Sonor atau Resonans merupakan
karakteristik jaringan paru normal
Hipersonor , adanya tahanan udara
Pekak atau flatness, adanya cairan dalan rongga
pleura
Redup atau Dullnes, adanya jaringan padat
Tympani, terisi udara.
m. Jantung: keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya,
adanya bunyi tambahan atau tidak
n. Abdomen: amati bentuk abdomen simetris atau tidak,
apakah ada edema atau tidak, terdapat nyeri tekan atau
tidak, apakah ada pembesaran organ atau tidak, apakah ada
bising usus atau gerak peristaltic atau tidak
o. Kuku: amati bentuk kuku simetris atau tidak, bersih atau
tidak, CRT <2 detik atau tidak, amati warnanya
p. Ekstremitas atas atau bawah: jari-jari lengkap atau tidak,
suhu meningkat atau tidak terdapat edema atau lesi apa
tidak, hitung RR apakah ada peningkatan pernafasan atau
tidak normalnya 16-20x/menit
3.2 Diagnosa Keperawatan
ASMA BRONKHIALPage 17
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
obstruksi saluran nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi
karbondioksida
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan hipoksemia
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot pengunyah
3.2 Rencana intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
obstruksi saluran nafas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidan merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal)
Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing (-)
Pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya
penggunaan otot bantu nafas
Intervensi:
Pastikan kebutuhan oral atau tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
ASMA BRONKHIALPage 18
Minta klien nafas dalam sebelum suctioning dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal kanul untuk memfasilitasi
suction nasotrakeal
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi
karbondioksida
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola nafaskembali efektif.
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
kuat
Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda
ditress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara yang bersih
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
Buka jalan nafas, gunakan tekhnik chin lift atau jaw thrust bila perluPosisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasiIdentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatanPasang mayo bila perluLakukan fisioterapi dadaKeluarkan secret dengan batuk atau suctionAuskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahanLakukan suction mayoBerikan pelembab udaraAtur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan Monitor respirasi dan status O2
ASMA BRONKHIALPage 19
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan
Tujuan:
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pertukaran gas kembali membaik
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan bauk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sinosis dan dyspneum (maupun mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Intervensi:
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrus bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suara nafas
Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
ASMA BRONKHIALPage 20
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan hipoksemia
Tujuan:
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari
Kriteria hasil:
Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, RR dan nadi
Mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
Intervensi:
Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi dalam merencanakan program
terapi yang tepatBantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukanBantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisikBantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktifitas yang di inginkanBantu untuk mendapatkan alat alat bantuan aktifitas seperti kursi rodaBantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
Bantu pasien untuk mengmbangkan motivasi diri dan penguatan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot pengunyah
ASMA BRONKHIALPage 21
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam diharapkan adanya
peningkatan berat badan
Kriteria Hasil:
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkanAnjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkanBerikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ASMA BRONKHIALPage 22
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan. Tipe-
tipe Asma diantaranya Asma alergik atau ekstrinsik, Ideopatik atau
nonalergik asma atau intrinsic, dan Mixed Asma atau Asma
Campuran.
Penyebab asma yaitu seperti debu rumah, spora jamur,
rerumputan., asap, bau – bauan, Infeksi saluran napas terutama yang
disebabkan oleh virus, perubahan cuaca yang ekstrem, kegiatan
jasmani yang berlebihan, lingkungan kerja dan lain-lain.
4.2 Saran
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan (The
American Thoracic Society, 1962). Pengobatan secara dini untuk
setiap jenis infeksi merupakan tindakan yang paling tepat. Semoga
makalah ini menjadi salah satu referensi untuk mengetahui tentang
Asma Bronkhial sehingga angka kejadian asma Bronkhial berkurang.
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E dkk.1993. Rencana Asuhan Keperawatan.
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
ASMA BRONKHIALPage 23
Pasien. Dalam Monica Ester (Ed.). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Nanda NIC-NOC. 2013. Rencana asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
ASMA BRONKHIALPage 24