YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era global dewasa ini, suatu batas-batas negara dalam hubungan

internasional sangat dinamis sehingga batas nasional dengan mudah dan cepat

dapat ditembus. Dalam era globalisasi ini, masyarakat internasional telah

didukung dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi,

telekomunikasi, dan transportasi. Tidak hanya dampak positif yang ditimbulkan

oleh era global ini namun dampak negatif juga timbul. Timbulnya kejahatan-

kejahatan yang mencakup ruang internasional semakin meningkat baik secara

kuntitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama yang terpadu

baik secara bilateral maupun multilateral dalam mengatasi kejahatan-kejahatan

tersebut. Dengan demikian juga diakui dapat mengajukan klaim atau tuntutan di

hadapan badan pengadilan internasional dan sebaliknya dapat dibebani tanggung

jawab secara langsung atas tindakan atau kejahatan-kejahatan (tertentu) yang

dilakukannya yang melanggar ketentuan-ketentuan internasional.1

Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan yang menunjukan

bahwa batas-batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik

dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada

1 I Wayan Parthiana, 1987, Beberapa masalah dalam hukum Internasional dan Hukum

Nasional, Binacipta, bandung, h.167.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

2

dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan

tidak dapat lagi dipandang sebagai yurisdiksi kriminal suatu negara, akan tetapi

sering diklaim termasuk yurisdiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara,

sehingga dalam pekembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik

yurisdiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antar negara yang

berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas

teritorial. Masyarakat internasional yang tergabung dalam wadah Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui bahwa perkembangan tindakan pidana lintas

batas territorial tersebut semakin mempertinggi tingkat kesulitan kerjasama antar

negara dalam upaya pencegahan dan pemberantasanya terutama jika dalam tindak

pidana tersebut melibatakan warga negara asing seperti peredaran narkotika.2

Peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya penanggulangan

dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat

diperlukan, karena kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh

perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama yaitu

berupa jaringan yang dilakukan oleh sindikat clandestine yang terorganisasi,

sistematis, rapi dan sangat rahasia. Kejahatan semacam ini jelas menunjukan

perbedaan dengan kejahatan atau tindak pidana khusus lainnya dalam pengertian

nasional sedangkan dari sifat internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena

aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, aspek publik dan privat

yang nampak adalah sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua

2 Romli Atmasamita, 2006, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama,

Bandung, h. 5.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

3

aspek baik nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik atau

bukan politik. Oleh karena itu akan lebih tepat untuk menyebutkan kejahatan

semacam ini sebagai kejahatan transnasional.3

PBB memberikan karakteristik kejahatan apa saja yang dapat

dikategorikan sebagai kejahatan transnasional, yaitu:

1. Dilakukan dalam lebih dari satu negara.

2. Dilakukan di suatu negara namun bagian penting dari persiapan,

perencanaan, pengarahan atau pengendalian dilakukan di negara lain.

3. Dilakukan dalam suatu negara namun melibatkan suatu kelompok kriminal

terorganisasi yang terlibat dalam aktivitas kejahatan lebih dari satu negara,

atau

4. Dilakukan dalam satu negara namun memiliki efek penting dalam negara

lainnya.

Kejahatan narkotika yang bersifat transnasional dilakukan dengan

menggunakan modus operandi yang modern dan teknologi canggih, termasuk

pengamanan hasil-hasil kejahatan narkotika. Perkembangan kualitas kejahatan

narkotika tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan

umat manusia.4

Kejahatan organisasi transnasional merupakan suatu ancaman terhadap

negara dan masyarakat internasional. Salah satu bentuk permasalahan kejahatan

3 I Wayan Parthiana, op.cit. h.168.

4 Mahmud Syaltout, 2013, Kompendium Hukum tentang Kerjasama Internasional Di Bidang

Penegakan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional ( Kementrian HAM RI), Jakarta, h.109.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

4

yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di

dalam memberantas kejahatan memberantas kejahatan transnasional dimana

pelakunya adalah individu timbul gagasan untuk mendirikan suatu organisasi

yang bersifat universal dengan tujuan agar memelihara keamanan dan perdamaian

dunia.

Pentingnya kerjasama untuk mencegah dan memberantas kejahatan

transnasional yang terorganisasi dijadikan suatu bahan pertimbangan untuk

meratifikasi United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

(UNTOC) sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009

tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized

Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana

Transnasional yang Terorganisasi). Tujuan dari konvensi yang tercantum dalam

Pasal 1 UNTOC tersebut telah selaras dengan konsideran dari beberapa undang-

undang.

Narkotika diperlukan oleh manusia yang digunakan untuk pengobatan,

maka diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus untuk para

penderita untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan. Dalam dasar

menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang

bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan

ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan

pengawasan yang ketat dan saksama.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

5

Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan

sesuai dengan standar pengobatan terlebih jika disertai dengan peredaran

narkotika secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan

perorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda bahkan dapat

menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya

bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Pro dan kontra terhadap penjatuhan pidana mati masih diperdebatkan di

dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku narkotika dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional narkotika masih menjadi

suatu masalah. Pada pokoknya pidana mati dalam memorie van toelichting dibela

dengan mengajukan apa yang dikatakan oleh menteri kehakiman modderman

dalam parlemen bahwa negara berhak untuk menjalankan semua itu tanpa hak-hak

mana negara tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya dan termasuk ini

pertama menjamin ketertiban hukum5

Pada umumnya telah diakui bahwa hukuman mati adalah merupakan jenis

hukuman yang paling berat jika dibandingkan dengan jenis-jenis hukuman lainnya

yang dikenal di dalam pelbagai sistem hukum pidana negara-negara di dunia.

Sebab hukuman mati merupakan pencabutan nyawa yang dengan sengaja

dilakukan terhadap si terhukum untuk selama-lamanya. Hukuman mati telah

dikenal dan (pernah) dianut di dalam pelbagai sistem hukum baik dalam sistem

hukum masyarakat modern maupun sistem hukum masyarakat tradisional.

5 Andi Hamzah dan A. Sumangelipu,1984, Pidana Mati Di Indonesia,Ghalia Indonesia,

Jakarta, h.24.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

6

Hak asasi manusia internasional mengakui hak negara untuk menerapkan

hukuman mati sebagai hukuman utama untuk kejahatan yang berat, setelah sah

keyakinan oleh pengadilan yang berwenang. Hari ini, bagaimanapun hukum

internasional muncul tegas dalam kutukannya terhadap hukuman mati. Sebagai

abad kedua puluh menarik untuk dekat, iklim politik adalah sedemikian rupa

sehingga sebagian besar badan-badan internasional mengadopsi protokol dan

konvensi penghapusan hukuman mati. Sampai sekarang, langkah tersebut belum

didukung oleh semua negara. Sebagai contoh, hukuman mati masih merupakan

bentuk sah dari hukuman di beberapa bagian negara-negara bersatu Amerika,

Arab Saudi, dan Cina. Perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik

itu sendiri adalah indikasi dari pandangan internasional terhadap hukuman mati,

untuk berhati-hati dalam melaksanakan hukuman ini. Pasal 6 ayat (6)

International Covenat on Civil and Political Rights menjelaskan bahwa Tidak ada

dalam pasal ini diminta untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman

mati oleh negara pihak pada perjanjian ini. Komite hak asasi manusia mencatat

dari laporan negara bahwa kemajuan sedang dibuat menuju penghapusan

hukuman mati. Panitia juga berpendapat bahwa meskipun negara tidak diwajibkan

untuk menghapuskan hukuman mati total, mereka wajib membatasi

penggunaannya hanya kejahatan yang paling serius Penggunaan hukuman mati

harus `aquite measure` biasa. Dengan pengamanan yang memadai diamati untuk

pengampunan percobaan atau peringanan hukuman . Tentu, seperti mengeluh

sebelum komisi Afrika telah telah dibuktikan, hak untuk hidup akan dilanggar

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

7

ketika seseorang dijalankan sesuai dengan keyakinan disampaikan dalam keadaan

yang melanggar hak untuk urusan pengadilan.6

Masyarakat Indonesia khususnya para yuris terbelah dalam menyikapi

pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, sebagian mendukung pelakasanaan

hukuman mati dan sebagian lagi menentangnya. Pada umumnya masyarakat yang

menolak pemberlakuan hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati

bertentangan dengan Hak Asasi Manusi (HAM) seperti yang selalu disuarakan

oleh Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan) dalam

menentang pemberlakuan hukuman mati.

Untuk menilai secara objektif tentang pemberlakuan hukuman mati di

Indonesia, ada baiknya untuk mencermati pertanyaan yang dilontarkan oleh

Sahetapy tentang pelaksanaan hukuman mati Indonesia, beliau mengatakan,

dapatkah secara ilmiah dijalin suatu hubungan timbal balik antara pidana mati dan

pancasila dan apakah kesadaran hukum dari bangsa Indonesia masih dapat

mengizinkan dan atau mempertahankan pidana mati. Roeslan Saleh, berpendapat

tidak setuju adanya pidana mati di Indonesia karena beberapa alasan, pertama,

putusan hakim tidak dapat diperbaiki lagi kalau ada kekeliruan, kedua,

mendasarkan landasan falsafah Negara pancasila, maka pidana mati itu

bertentangan dengan prikemanusiaan. Sebagaimana Roeslan Saleh, Sahetapy, juga

6 Rhona K. M. Smith,2010, Textbook on International Human Rights, Oxford University

Pres, New York, h. 215

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

8

mempunyai pendapat yang sama, beliau menyatakan, hukuman mati bertentangan

dengan Pancasila.7

Sejalan dengan pendapatnya Roeslan Saleh tersebut, Arief Sidharta, juga

menolak pemberlakuan hukuman mati di Indonesia, beliau mendasarkan

pendapatnya terhadap Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

bahwa, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apa pun, beliau menegaskan “hak untuk hidup” masuk ke dalam kelompok hak

nonderogable, berdasarkan asas lex superior derogate legi inferior.8

Pada masa sekitar abad ke 18 dan 19 timbul kesadaran akan hak-hak asasi

manusia yang salah satu di antaranya adalah hak untuk hidup. Perjuangan untuk

melindungi dan menghormati hak-hak asasi manusia, terus semakin berkembang

dan mencapai puncaknya pada abad ke 20 ini. Deklarasi-deklarasi dan konvensi

internasional serta seruan-seruan tentang hak-hak asasi manusia mulai

bermunculan, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional seperti

PBB dan organ-organ lainnya maupun oleh negara-negara secara kolektif dan

individual, bahkan ada juga oleh organisasi-oranisasi internasional yang anggota-

anggotanya terdiri dari individu-individu seperti International commission of

7 Hukum Pedia, 2015, Pro dan Kontra Hukuman Mati Di Indonesia, Serial Online April, URL

: http://www.hukumpedia.com/keluarga/pro-kontra-pidana-mati-di-indonesia, diakses pada

tanggal 5 Agustus 2015.

8 Ibid.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

9

jurist and Amnesty International. Demikian perundang-undangan nasional negara-

negara hak-hak asasi manusia ini sudah mulai mendapat tempat yang layak.9

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk menulis

Skripsi dengan judul “HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN

NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN

HUKUM NASIONAL”.

Pengambilan judul dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat secara

teoritis maupun praktis. Secara teoritis kajian ini diharapkan mampu

pengembangankan ilmu hukum.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, terdapat beberapa

permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun

permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan hukuman mati terhadap kejahatan di bidang

narkotika dalam perspektif hukum internasional ?

2. Bagaimanakah pengaturan hukuman mati terhadap kejahatan narkotika

dalam perspektif sistem hukum Indonesia ?

1.3 Ruang lingkup masalah

Ruang lingkup penelitian merupakan bingkaian penelitian, yang

menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi

9 Ibid.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

10

areal penelitian. Untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok

permasalahan, diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan

yang akan dibahas. Sehingga kiranya mendapat hasil yang memuaskan sesuai

maksud dan tujuan penelitian. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan di

bahas adalah sebagai berikut :

1. Akan diuraikan tentang aspek-aspek yang melatar belakangi pemikiran

mengenai pengaturan hukuman mati terhadap kejahatan transnasional

narkotika dalam konvensi internasional yaitu United Nations

Convention Against Transnational Organized Crime 2000, Single

Convention on Narcotic Drugs 1961, United Nations Conventions

Against Illict Traffic in Narcotic Drugs and Pasychotropic Substances

1988.

2. Penelitian ini hanya dibatasi pada tinjauan hukuman mati (death

Penalty) dalam konvensi internasional yaitu, Universal Declaration of

Human Rights 1948, International Convenant on Civil and Political

Rights 1966.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan dilakukannya penulisan

skripsi ini adalah :

a. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hukuman mati terkait kejahatan narkotika dalam

perspektif hukum internasional dan hukum nasional.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

11

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tinjuan hukuman mati dalam hukum

internasional beserta pengaturannya dalam upaya mencegah

dan memberantas kejahatan transnasional narkotika.

2. Untuk mengetahui tinjuan hukuman mati dalam sistem hukum

Indonesia beserta pengaturannya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

atau kontribusi dalam aspek teoritis (keilmuan) sering dengan berkembangnya

masyarakat serta permasalahan-permasalahan yang ada dimsyarakat. Serta juga

diharapakan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian di bidang okum

internasional. Sehingga, melalui penelitian ini dapat dilihat perkembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang okum internasional, khususnya mengenai penjatuhan

hukuman mati dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan

transnasional narkotika di Indonesia

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini bukan hanya ditujukan pada penulis

sendiri tetapi juga bermanfaat bagi institusi penegak hukum dalam menjatuhkan

hukuman mati kepada pelaku kejahatan transnasional narkotika yang diputuskan

oleh hakim, serta bermanfaat bagi masyarakat khususnya mahasiswa fakultas

hukum untuk mendalami hukum internasional terkait dengan penjatuhan hukuman

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

12

mati dalam upaya pencegahan dan pemebrantasan kejahatan transnasional

narkotika di Indonesia. Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat untuk

membantu penulis mengetahui, memahami serta mengkaji lebih dalam mengenai

tinjauan hukum internasional khususnya terhadap penjatuhan hukuman mati

dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional narkotika di

Indonesia. Serta bagi masyarakat penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

serta masukan pengetahuan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan

pemberantasan kejahatan transnasional narkotika di Indonesia .

1.6 Landasan Teoritis

a. Teori Penegakan Hukum

Untuk menganalisis mengenai penegakan hukum narcotics crime yang

melewati lintas batas Negara Indonesia dalam anatomi kejahatan transnasional

maka digunakan teori penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu

usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan

sosial menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi

kenyataan. Jadi penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan

banyak hal.10

Secara konsepsional, inti dari penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto

terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di

10

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, h. 32.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

13

dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan serta sikap tindak

sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara

dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum bukanlah

semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan namun juga sebagai

pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.11

Soerjono Soekanto mengemukakan ada 5 faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-

undang saja;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan; dan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 12

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya karena merupakan

esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas

11

Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 7.

12

Ibid, h. 8.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

14

hukum.13

Efektivitas perundang-undangan tergantung pada beberapa faktor,

antara lain:

1. Pengetahuan tentang substansi atau isi perundang-undangan;

2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut;

3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam

masyarakatnya; dan

4. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh

dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang

diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang

sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakatnya. 14

Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada

ketidakserasian antara nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan ini meliputi

ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam

kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang

mengganggu kedamaian pergaulan.15

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan

penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemanfaatan

sosial, dan sebagainya. Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau

13 Ibid, h. 9.

14

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h. 378-379.

15

Soerjono Soekanto, loc.cit.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

15

kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan

hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara

konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam

kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.

Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:16

1. Ditinjau dari sudut subyeknya

Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum

dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada

norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan

aturan hukum.

Sedangkan dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai

upaya aparat penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa

suatu aturan hukum berjalan bagaimana seharusnya.

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan

yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan

yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya

menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

c. Teori Pemidanaan

16

Dellyana Shant, op.cit. h. 34.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

16

Pemberian sanksi pidana terhadap para pelaku kejahatan narkotika sangat

berkaitan dengan teori pemidanaan. Pemidanaan pada dasarnya merupakan suatu

penderitaan atau nestapa yang sengaja dijatuhkan negara kepada mereka atau

seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Dalam Hukum Pidana

beberapa teori penjatuhan pidana / strafrenrenchts theorien yang pada umumnya

dibagi dalam 3 golongan teori yaitu;

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut Dr. Andi Hamzah tujuan pembalasan (vergelding) disebut

juga sebagai tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik

masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban

kejahatan. Hal ini bersifat primitif, tetapi kadang – kadang masih

terasa pengaruhnya pada zaman modern ini.17

Dalam teori Absolut pemidanaan merupakan akibat hukum yang

mutlak harus ada sebagai suatu bentuk pembalasan kepada orang yang

telah melakukan kejahatan karena kejahatannya yang telah

menimbulkan penderitaan bagi orang lain, maka penderitaan tersebut

juga harus dibalaskan dengan penderitaan yang berupa pidana. Teori

absolut tidak memandang pelaku kehajatan, akibat – akibat yang

mungkin dapat ditimbulkankan ataupun kerugian yang mungkin

dialami oleh masyarakat. Pokok dari teori ini terletak pada kesalahan

pelaku.

17.

Tolib Setiady, 2010, Pokok – Pokok Hukum Penitensier Indonesia,Alfabeta, Bandung,

h.53.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

17

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Menurut teori relative atau teori tujuan menyatakan pidana itu

bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan,

melainkan mempunyai tujuan – tujuan tertentu yang bermanfaat.

Mengenai tujuan pidana terdapat beberapa pendapat yaitu;

a. Tujuan pidana untuk menentramkan masyarakat yang gelisah

karena akibat dari telah terjadi kejahatan.

b. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang dapat

dibedakan atas pencegahan umum (general preventive) dan

pencegahan khusus (special preventive.18

Pencegahan umum

didasarkan pada pemikiran bahwa pidana itu dimaksudkan untuk

mencegah setiap orang yang akan melakukan kejahatan.

Pencegahan khusus didasarkan pada pemikiran pidana itu

dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan tidak

mengulangi kembali kejahatan.

3. Teori Gabungan

Teori gabungan merupakan penggabungan dari teori absolut dan teori

relatif. Teori ini pertama kali diajukan oleh Pellegrino Rossie, ia

menganggap pembalasan sebagai suatu asas dari pidana bahwa

beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil,

namun pidana mempunyai berbagai pengaruh antara lain perbaikan

sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general.Jadi, dasar

18 Ibid, h. 56.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

18

pembenaran pidana dari teori gabungan meliputi dasar pembenaran

pidana dari teori absolut dan teori relatif.

c. Teori Hak Asasi Manusia

Sanksi pidana yang berupa hukuman mati yang ditujukan kepada pelaku

kejahatan narkotika harus disesuaikan dengan teori-teori Hukum Hak Asasi

Manusia (selanjutnya disingkat HAM). Menurut Jerome J. Shestack, istilah

`HAM` tidak ditemukan dalam agama-agama tradisional. Namum demikian,

ilmu tentang ketuhanan (theology) menghadirkan landasan bagi suatu teori

HAM yang berasal dari hukum yang lebih tinggi daripada negara dan yang

sumbernya adalah Tuhan (Supreme Being). Tentunya, teori ini mengandaikan

adanya penerimaan dari doktrin yang dilahirkan sebagai sumber dari HAM.

Ada beberapa teori yang penting dan relevan dengan persoalan HAM, antara

lain yaitu : 19

1) Teori hak-hak kodrati (natural rights theory)

Menurut teori kodrati, HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua

orang setiap saat dan di semua tempat oleh karena manusia dilahirkan

sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan

dan harta kekayaan seperti yang diajukan oleh John Locke. Pengakuan

tidak diperlukan bagi HAM, baik dari pemerintah atau dari suatu sistm

hukum, karena HAM bersifat universal

2) Teori positivisme (positivist theory)

19

Andrey Sujatmoko, 2015, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Rajawali Pers, Jakarta, h. 7.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

19

Menurut teori positivisme, suatu hak mestilah berasal dari sumber yang

jelas, seperti dari peraturan perundang-undangan atau konstitusi yang

dibuat oleh negara. Penganut teori ini berpendapat, bahwa mereka secara

luas dikenal dan dipercaya bahwa hak harus berasal dari suatu tempat.

Kemudian hak seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi, hukum

atau kontrak.20

3) Teori relativisme budaya (cultural relativist theory)

Menurut teori relativisme budaya, manusia selalu merupakan produk dari

beberapa lingkungan sosial dan budaya dan tradisi-tradisi budaya dan

peradaban yang berbeda yang memuat cara-cara yang berbeda menjadi

manusia. Oleh karena itu, hak-hak yang dimiliki oleh seluruh manusia

setiap saat dan di semua tempat merupakan hak-hak yang mejadikan

manusia terlepas secara sosial (desocialized) dan budaya (deculturized).21

1.7 Metode Penelitian

Dalam rangka memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisis data yang

bersifat ilmiah, tentu dibutuhkan suatu metode penelitian dengan tujuan agar suatu

karya ilmiah memiliki susunan yang sistematis, terarah dan konsisten. Adapun

metode penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.7.1 Jenis Penelitian

20

Ibid, h. 9.

21

Ibid, h. 10.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

20

Adapun jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian hukum

normative (legal research). Menganalisis pengaturan hukuman mati terhadap

kejahatan narkotika dalam perspektif hukum internasional dan hukum nasional.

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka.22

Penelitian hukum normatif, terdiri dari :

1. penelitian inventarisasi hukum positif

2. penelitian asas-asas hukum

3. penelitian hukum klinis

4. penelitian hukum yang mengkaji sistematika peratran perundang-

undangan

5. penelitian yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan

perundang-undangan

6. penelitian perbandingan hukum

7. penelitian sejarah hukum. 23

1.7.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan

(Statute Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and

Conseptual Approach) dan Pendekatan Perbandingan Hukum (Comparative

Approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti

22

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.13.

23

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo

Persada,Jakarta, h.29-30

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

21

adalah berbagai aturan hukum yangmenjadi fokus sekaligus tema sentral dalam

penelitian ini.24

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

studi kepustakaan (library research) yaitu dengan menelaah buku-buku dan karya

ilmiah di bidang hukum guna menemukan teori-teori manapun pendapat sarjana

yang relevan dengan permasalahan tersebut diatas.25

Sumber data tersebut terdiri

dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sumber bahan hukum primer terdiri atas asas-asas, kaidah hukum yang

dalam perwujudannya berupa peraturan perundang-undangan, kovensi-

konvensi internasional dan hukum tidak tertulis yang berkaitan dengan

tindak pidana narkotika yang bersifat mengikat. Adapun sumber-

sumber bahan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Single

Convention on Narcotic Drug 1961

2. United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotropic Drugs 1988

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan United

Nation Convention Against Transnational Organized Crime

24 Ibrahim dan Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, h. 302.

25

Bambang Sanggono, 1996, Metodelogi Penelitian Hukum. PT. Rajawali GrafindoPersada,

Jakarta, h. 36

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

22

4. Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia

6. International Convenant on Civil and political Rights 1966

7. Universal Declaration of Human Rights 1948

b. Bahan Hukum Sekunder

sumber bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai nahan

hukum primer seperti buku-buku tentang tindak pidana narkotika dan

peraturannya, buku-buku tentang hukuman mati, jurnal-jurnal, majalah

dan surat kabar serta media internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Sumber bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum sekunder seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus

Hukum Black Law Dictionary.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan faktor penting dalam

menentukan keberhasilan dari penulisan skripsi ini, kerena jenis penelitian yang

digunakan adalah normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

penelitian kepustakaan (Library Research), baik untuk memperoleh bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan adalah setelah bahan-bahan hukum

terkumpul kemudian diidentifikasikan, dikumpulkan untuk dijadikan sumber

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

23

utama didalam membahas pokok permasalahan. Bahan hukum yang telah

terkumpul tersebut diolah dan dianalisis dengan tahap-tahap:

a. Deskripsi, yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder apa adanya.

b. Analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang

didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan.

Teknik deskriptif analisis dengan menggunakan metode evaluatif, metode

sistematis, metode interprestatif dan metode argumentatif. Teknik deskriptif

analisis adalah penjabaran data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang nantinya

akan menjawab permasalahan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · yang terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking). Di ... dunia ini, sehingga hukuman mati terhadap pelaku

24


Related Documents