ANALISIS RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIAZINON DAN
KLORPIRIFOS) PADA PETSAI (Brassica chinensis L)
SECARA KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
SARI MUTIARA GINTING
142401163
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIAZINON DAN
KLORPIRIFOS) PADA PETSAI (Brassica chinensis L)
SECARA KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar
Ahli Madya
SARI MUTIARA GINTING
142401163
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Analisis Residu Pestisida Organofosfat (Diazinon
dan Klorpirifos) Pada Petsai (Brassica chinensis L)
Secara Kromatografi Gas
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Sari Mutiara Ginting
Nomor Induk Mahasiswa : 142401163
Program Studi : Diploma III (D3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Juli 2017
Disetujui Oleh
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
Dr. Minto Supeno, MS Drs. Darwis Surbakti, MS
NIP. 196105091987031002 NIP. 195307071983031001
Diketahui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si
NIP.197404051999032001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
ANALISIS RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIAZINON DAN
KLORPIRIFOS ) PADA PETSAI (Brassica chinensis l) SECARA
KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2016
SARI MUTIARA GINTING
142401163
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih
dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini
dengan judul ʺAnalisis Residu Pestisida Organofosfat (Diazinon dan Klorpirifos)
Pada Sayur Petsai (Brassica chinensis l) Secara Kromatografi Gasʺ.
Tugas akhir ini merupakan hasil kerja praktek lapangan di Laboratorium
Pengujian Mutu dan Residu Pestisida UPTD. Perlindungan Tanaman Pangan Dan
Hortikultura Dinas Provinsi Sumatera Utara. Karya Ilmiah ini merupakan salah
satu persyaratan akademi mahasiswa/i untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Diploma III untuk program studi Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai
pihak maka penulis tidak dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dengan tulus
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih penulis kepada :
1. Kepada Orang Tua penulis, Ayahanda Hendri Ginting dan Ibunda
Rostiur Sibarani untuk dukungan, moral serta materi.
2. Bapak Drs.Darwis Surbakti, MS selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta masukkan yang
berguna dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr. Ir. Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Studi D-3
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
5. Dekan dan pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh staff dan Dosen
Kimia FMIPA USU.
6. Kepada pemimpin, seluruh pegawai dan staff serta analis Laboratorium
Pengujian Mutu dan Residu Pestisida UPTD. Perlindungan Tanaman
Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara
Medan, yang telah mengizinkan dan memberi fasilitas terhadap penulis
untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan sebagai bahan dasar
penulisan karya ilmiah ini.
7. ADAMORA serta teman-teman seperjuangan D-3 KIMIA 2014
khususnya Erni Situmorang dan Riama Sitorus yang memberikan
semangat dan kerja sama yang baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Kakak vivi dan adik penulis (gita, eni, mia) serta keluarga besar
penulis yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa.
9. Teman-teman PKL saya (hariyati, ayu dan lili) yang memberikan doa
dan semangat.
Dalam hal ini, penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun sebagai masukkan bagi penulis. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Tuhan Memberkati.
Medan, Juli 2017
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT (DIAZINON
DAN KLORPIRIFOS) PADA PETSAI (Brassica chinensis l)
SECARA KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Telah dilakukan Analisis Residu Pestisida Organofosfat (Diazinon dan
Klorpirifos) pada Petsai (Brassica chinensis L) dari pasar Berastagi dan pasar
Kaban Jahe Secara Kromatografi Gas. Residu pestisida yang diperoleh dari 2
tempat berbeda yaitu pada pasar Berastagi residu pestisida Diazinon 0,0915
mg/kg, dan Klorpirifos 0,21 mg/kg. Sedangkan pada pasar Kaban Jahe kandungan
Diazinon 0,05 mg/kg dan Klorpiripos 0,1135 mg/kg. Hasil dari analisis residu
pestisida pada petsai menunjukkan adanya pemakaian pestisida yang tidak
melebihi batas yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional SNI
7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil pertanian.
Kata kunci : Pestisida, Diazinon, Klorpirifos, Kromatografi Gas, Batas
Maksimum Residu Pestisida, petsai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALYSIS OF ORGANOPHOSPHATE PESTICIDE RESIDUES
(DIAZINON AND CHLORPYRIFOS) IN PETSAI (Brassica chinencis L)
BY GAS CHROMATOGRAPHIC
ABSTRACT
Analysis of Organophosphate Pesticide Residues has been (Diazinon and
Chlorpyrifos) in Petsai (Brasicca chinencis L) from the market Berastagi and the
market Kabanjahe by Gas Chromatographic. Has been done pesticide residues
obtained from two different place are the market Berastagi content Diazinon of
0,0915 mg/kg and Chlorpyrifos 0,21 mg/kg. While from market Kaban Jahe
content Diazinon of 0,05 mg/kg and Chlorpyrifos of 0,01135 mg/kg. The result of
analisys of pesticide residue in petsai indicates the use of pesticide that the value
does not exceed limits decision by the National Agency for Standardization SNI
7313 : 2008 on maximum limits of pesticide residues on crops.
Key Word: Pesticide, Diazinon, Chlorpyrifos, Gas Chromatographic, Maximum
Residues Limits of Pesticide, Petsai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Tujuan 4
1.4 manfaat 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida 5
2.1.1 Pengertian 5
2.1.2 Klasifikasi Pestisida 7
2.1.3 Penggolongan pestisida berdasarkan 7
bentuk Formulasinya
2.1.4 Penggolongan Pestisida Berdasarkan 9
Struktur kimia
2.2. Insektisida Organofosfat 10
2.2.1 Diazinon 11
2.2.2 Klorpirifos 12
2.3 Residu Pestisida 12
2.4 Batas maksimum residu pestisida 13
2.5 Sekilas Mengenai Petsai 14
2.5.1 Mengenai petsai 14
2.5.2 Sejarah Petsai 15
2.5.3 Klasifikasi Petsai 15
2.6 Kromatografi Gas (KG) 16
2.6.1 pengertian 16
2.6.2 Petunjuk Cara Kerja 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat-alat 20
3.2 Bahan-bahan 20
3.3 Prosedur penelitian 21
3.3.1 Pembuatan Standar Campuran Bahan 21
Aktif
3.3.1.1 Bahan Aktif Diazinon 21
3.3.1.2 Bahan Aktif Klorpirifos 22
3.3.2 Preparasi Sampel petsai 22
3.3.3 Penginjekkan Ke Alat Kromatografi Gas 23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 24
4.2 Perhitungan 25
4.2.1 Bahan Aktif 25
4.2.1.1 Diazinon 26
4.2.1.2 klorpirifos 28
4.2.2 Sampel 30
4.2.2.1 Petsai dari Pasar Berastagi 31
Kabupaten Karo
4.2.2.1.1 Diazinon 31
4.2.2.1.2 Klorpirifos 32
4.2.2.2 Petsai dari Pasar Kaban Jahe 33
Kabupaten Karo
4.2.2.2.1 Diazinon 33
4.2.2.2.2 Klorpirifos 34
4.3 Pembahasan 35
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 36
5.2 Saran 36
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel
2.1
Judul
Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT
Sasarannya
Halaman
7
2.2 Batas Maksimum Residu Pada Tanaman Petsai
Menurut SNI 7313:2008
13
2.3
2.4
Komposisi Zat Gizi Sayur Petsai
Ukuran cuplikan dan jenis detektor
16
19
4.1 Data Hasil Analisis Residu Pestisida
Organofosfat pada Sampel Petsai dari Pasar
Berastagi Kabupaten Karo
24
4.2 Data Hasil Analisis Residu Pestisida
Organofosfat pada Sampel petsai dari Pasar
Berastagi Kabupaten Karo
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
2.2.2
2.2.3
2.5.1
Judul
Diazinon
Klorpirifos
Mengenai petsai
Halaman
11
12
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini permintaan pasar dalam dan luar negeri terhadap komoditi hortikultura
khususnya buah-buahan dan sayuran mengalami peningkatan sehingga peluang
untuk memposisikan komoditi tersebut semakin berarti dalam perekonomian
Indonesia. Permintaan terhadap komoditi hortikultura daerah tropis di pasar
internasional terus meningkat namun ekspor di Indonesia masih sangat kecil atau
kurang dari 1% dari keseluruhan permintaan (Gunawan.,1993).
Dalam setiap usaha akan selalu berhadapan dengan suatu resiko.
Demikian juga usaha dibidang pertanian khususnya usaha tani Tanaman Pangan
dan Holtikultura akan dijumpai risiko karena gangguan hama, penyakit, gulma
dan perubahan iklim. Resiko yang terjadi dapat bervariasi dan berupa kerugian
mulai dari tingkat kerusakan ringan sampai dengan gagal panen, yang tergatung
kepada lingkungan baik lingkungan mikro maupun lingkungan makro antara lain
waktu dan tempat. Dalam menangani berbagai gangguan OPT, Indonesia telah
memiliki konsep dasar yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Konsep dasar
ini merupakan landasan strategi dan langkah–langkah operasional di lapangan.
Landasan hukum PHT secara nyata telah ada yaitu dengan adanya Undang-
Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang
Undang tersebut juga telah diikuti adanya PP No. 6 tahun 1995 tentang
Perlindungan Tanaman. Dalam era globalisasi persaingan bisnis akan sangat ketat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mutu suatu produk termasuk produk pertanian merupakan suatu tuntutan
agar menang dalam persaingan. Mutu suatu produk pertanian termasuk di
dalamnya bagaimana aspek kesehatannya, yang dicerminkan dari kandungan
residu bahan berbahaya (termasuk pestisida). Batas Maksimum Residu (BMR)
pestisida merupakan syarat utama untuk memenuhi mutu suatu produk yang
tinggi. PHT apabila diterapkan dengan sempurna akan dapat menjawab tantangan
tersebut, karena PHT berprinsip penggunaan pestisida adalah pilihan terakhir
(Rasahan,k., 1999).
Sayuran didefinisikan sebagai tanaman atau bagian tanaman yang dapat di
konsumsi sebagai makanan pelengkap atau sekedar pembangkit selera. Pengertian
sayuran dapat berupa tanaman atau bagian tanaman yang dapat di makan dalam
keadaan mentah maupun matang, bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai sayuran meliputi daun, bunga, umbi dan batang muda, tergantung jenis
sayurannya (Lisdiana,dkk., 1995).
Petsai (Brassica sp) termasuk famili Cruciferae kubis-kubisan. Sepintas
tanaman ini kelihatan tidak mempunyai batang, tetapi sebenarnya ada meskipun
pendek sekali. Daunnya tunggal berbentuk lonjong, daun atas tumbuh merapat
seperti bongkol (PS,tim penulis., 1992).
Plutella xylostella biasanya menyerang tanaman petsai pada saat berumur
2-6 minggu. Mula-mula larva akan merusak daun dengan cara menggigit
mengunyah kemudian memakan permukaan bawah daun. Bagian daun akan
berwarna putih transparan, pada kerusakan berat hanya tertinggal tulang daun
(Rukmana., 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pestisida adalah racun sehingga pestisida dibuat, dijual dan dipakai untuk
ʺmeracunʺ organisme pengganggu tanaman (OPT). Setiap penggunaan racun
mengandung resiko (bahaya). Resiko tersebut tidak dapat dihindarkan karena
terbawa oleh pestisida itu sendiri. Walaupun pestisida mengandung resiko, kita
diharapkan dapat mengelola resiko tersebut, sehingga tidak membahayakan
penggunanya, konsumen, dan lingkungannya (Djojosumarto,P., 2009).
Penggunaan pestisida yang tidak tepat waktu, interval waktu aplikasi yang
pendek dan terlalu dekat dengan waktu panen akan menyebabkan tertinggalnya
residu pestisida pada bahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan
manusia yang mengkonsumsi bahan makanan tersebut. Residu pestisida adalah zat
tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan pangan atau pakan hewan,
baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida.
Istilah ini mencakup juga senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil
konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat bersifat
toksik (Sakung., 2004).
Akibat penyemprotan pestisida pada tanaman petsai, kita tidak mengetahui
kadar residu pestisida yang terdapat didalam sayur petsai. Apakah residu pestisida
masih dalam batas normal atau sudah melampaui batas yang telah di tetapkan oleh
SNI 7313:2008. Karena petsai merupakan sayuran yang penggunaan pestisidanya
disemprotkan secara langsung pada daun dan petsai dikonsumsi tanpa dikupas
kulitnya. Oleh karena itu, penulis melakukan analisis kandungan residu pestisida
golongan organofosfat pada sayur petsai dan memilih karya ilmiah yang berjudul
″Analisis Residu Pestisida Organofosfat (Diazinon dan Klorpirifos) pada Petsai
(Brasicca chinensis L) Secara Kromatografi Gas″.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.1 Permasalahan
yang menjadi permasalahan pada studi ini adalah:
1. Bagaimana cara menentukan residu pestisida organofosfat (diazinon dan
klorpirifos) pada sayur petsai (Brasicca chinencis L) dari pasar Berastagi
dan pasar Kabanjahe.
2. Apakah sayuran petsai yang berasal dari pasar Berastagi dan pasar
Kabanjahe, mengandung residu pestisida yang masih dalam Batas
Maksimum Residu (BMR) sesuai dengan ketetapan SNI 7313:2008.
1.2 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui kandungan residu pestisida organofosfat (diazinon dan
klorpirifos) pada sayur petsai (Brasicca chinencis L) dari pasar Berastagi
dan pasar Kabanjahe.
2. Untuk mengetahui apakah kandungan residu pestisida yang digunakan
pada sayur petsai (Brasicca chinencis L) masih dalam Batas Maksimum
Residu (BMR) pestisida sesuai dengan SNI 7313:2008.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat mengetahui cara menentukan residu pestisida organofosfat pada
sayur petsai.
2. Dapat mengetahui ambang batas pemakaian residu pestisida organofosfat
pada sayur petsai (Brasicca chinencis L) Batas Maksimum Residu (BMR)
pestisida sesuai dengan SNI 7313:2008
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
2.1.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu,penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, siput,tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut (Permenkes RI,
No.258/Menkes/Per/III/1992) pestisida adalah semua zat kimia/bahan lain serta
jasad renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah hama-
hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil
pertanian, memberantas gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman
tidak termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewan-
hewan peliharaan dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air,
memberantas/mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat – alat angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang
termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Pestisida merupakan semua bahan kimia, campuran zat kimia atau bahan
lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme) bersifat racun yang digunakan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam menentukan jenis
pestisida yang tepat, perlu diketahui karakteristik pestisida yang meliputi
efektifitas, selektifitas, fitotoksisitas dan residu. Efektifitas merupakan daya
bunuh pestisida terhadap OPT. Selektifitas merupakan kemampuan pestisida
membunuh OPT secara selektif, dimana suatu pestisida lebih toksik terhadap
sejumlah serangga tertentu dan tidak atau kurang toksik terhadap sejumlah
serangga lainnya. Selektifitas insektisida lebih menekankan kemampuan
insektisida untuk memilih OPT sasaran tanpa merugikan organisme non-target,
termasuk musuh alami dan serangga berguna lainnya (Djojosumarto., 2008).
Fitotoksisitas merupakan suatu sifatyang menunjukkan potensi pestisida
untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan
pertumbuhan abnormal setelah aplikasi. Residu adalah racun yang tinggal pada
tanaman setelah penyemprotan yang akan bertahan sebagai racun sampai batas
waktu tertentu (Novizan., 2007).
Pestisida sintetik merupakan bahan beracun yang digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangga, gulma,
patogen dan jasad pengganggu lainnya. Pemberian tambahan pestisida pada suatu
lahan, merupakan aplikasi suatu teknologi yang pada saat itu diharapkan dapat
membantu meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan
ekonomis. Namun di sisi lain pemakaian pestisida yang berlebihan dan dilakukan
secara terus-menerus pada setiap musim tanam akan berpotensi menyebabkan
kerugian antara lain residu pestisida akan terakumulasi dalam produk-produk
pertanian, pencemaran pada lingkungan pertanian dan perairan, penurunan
produktivitas serta keracunan pada manusia dan hewan (Aditya., 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.2 Klasifikasi Pestisida
1. Penggolongan pestisida menurut OPT atau kelompok OPT sasarannya
Tabel 2.1 Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasarannya
Pestisida OPT sasaran Contoh
Insektisida
Akarisida
Molluskisida
Rodentisida
Fungisida
Bakterisida
Nematisida
Herbisida
Hama: serangga
Hama : tungau
Hama : siput
Hama : tikus
Penyakit : jamur
Penyakit: bakteri
Penyakit:nematoda
Gulma (tumbuhan
Penggangu)
Diafentiuron, karbofuran, metidatin,
Profenofos, sipermetrin, siromazin,
diazinon, klorpirifos
Akrinotrin, dikofol, heksatiazol
Metaldehida
Brodifakum, kumaklor, klorofasinon,
kumatetralil
difenokonazol, maneb, mankozeb,
melalaksil, thiram, ziram
Oksitetrasiklin,streptomisin,tetrasikli
etrefos, natrium metham
oksamil 2,4-D, atrazin, ametrin,
bromasil,butaklor,diuron,glifosat
(Djojosumarto,P.,2009)
2.1.3 Penggolongan pestisida berdasarkan bentuk formulasinya
1. Formulasi Padat
a. Wettable Powder
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(WP) merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran partikel beberapa mikron)
dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50 –80%), yang jika dicampur dengan
air akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP dengan cara disemprotkan.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika
dicampur air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara
disemprotkan
c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan
aktif rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pestisida
butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik secara
manual maupun dengan mesin penabur).
d. Water Dispersible Granule( WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi
penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih
dahulu dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam
air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan
air, SG akan membentuk larutan sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan
air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 –30 mikron) dengan konsentrasi
bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting)
2. Formulasi Cair
A. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan
sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif
yang cukup tinggi. Oleh karena menggunakan solvent berbasis minyak,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
konsentrat ini jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran
benda cair yang melayang dalam media cair lainnya).
B. Water Soluble Concentrate (WSC), merupakan formulasi yang mirip dengan
EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat
ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk
larutan homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara
disemprotkan.
C. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam air.
Pestisida yang diformulasi dalam bentuk AS umumnya berupa pestisida yang
memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasi dalam bentuk
ini digunakan dengan cara disemprotkan.
D. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair
ini akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara
disemprotkan.
E. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan
dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1 –5 liter/hektar.
2.1.4 Penggolongan Pestisida Berdasarkan Struktur kimia
Pestisida menurut (Djojosumartono.,2008) dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Struktur kimia yaitu berdasarkan gugus dalam senyawa, dibagi sebagai berikut:
a. Yang memiliki gugus fosfat disebut kelompok organofosfat, banyak digunakan
untuk pengendalian hama. Golongan organofosfat ini menghambat enzim
kolinesterase. Kelompok organofosfat (fosfat organik)lebih banyak dipakai
karena sangat beracun dan ampuh terhadap hama dengan melumpuhkan syaraf,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan mudah dikomposisi di alam. Produk dan formulasi golongan organofosfat
ini banyak diproduksi.
b. Golongan karbamat, juga merupakan racun syaraf pada hama dengan
menghambat enzim kolinesterase. Golongan karbamat juga banyak
formulasinya dan mudah diurai di lingkungan, sehingga banyak digunakan.
c. Yang mempunyai gugus triazin dikelompokkan kedalam kelompok triazin.
d. Yang memiliki gugus urea di kelompokkan kedalam kelompok urea.
e. Hidrokarbon yang berklor seperti DDT, sangat berbahaya dan sukar
terdekomposisi, sekarang pemakaian sudah dilarang sebagai pestisida.
2. Berdasarkan Organisme Pengganggu Tanaman Sasaran.
Pestisida dikelompokkan menjadi: insektisida, akarisida, moluskasida,
rodentisida, nematisida, fungisida, bakterisida, herbisida, algisida, pikisida,
avisida, repellant (penolak), attraktant (penarik), dan plant aktivator
(Djojosumarto, 2008).
2.2. Insektisida Organofosfat
Insektisida adalah alat yang ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama,
apabila hama sudah mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka
insektisida adalah salah satu pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi
keadaan darurat (Djojosumarto.,2008).
Organofosfat adalah golongan pestisida yang disukai petani, karena
mempunyai daya basmi yang kuat, cepat, dan hasilnya terlihat jelas pada tanaman.
Departeman Pertanian menganjurkan pemakaian pestisida ini karena sifat
organofosfat yang mudah hilang di alam. Meskipun demikian, residu pestisida
organofosfat pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut, maupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kronis, hal ini disebabkan oleh sifat akumulatif dari residu pestisida organofosfat
(Alegentina,.2005). Menurut (Matsumura.,1985) Insektisida merupakan bagian
dari pestisida untuk membasmi serangga.
Insektisida organofosfat (Organophosphates-OPs) adalah insektisida yang
mengandung unsur fosfat. Insektisida organofosfat di hasilkan dari asam fosforik.
Insektisida ini dikenal sebagai insektisida yang paling beracun terhadap mamalia.
Dahulu insektisida juga dikenal dengan nama fosfat organik (organic phosphate).
Insektisida fosfat (phosphorus insecticides), kerabat gas beracun (nerve gas
relatives), dan ester asam fosfat (phosphotic acid esters) (Hasibuan,R.,2015)
2.2.2 Diazinon
Insektisida Diazinon dapat digunakan sebagai akarisida dan merupakan
racun kontak dan racun perut. Diazinon dikembangkan oleh CIBA Geigy
Corporation 1956 dan mempunyai LD50 melalui mulut tikus adalah 300-850
mg/kg , sedangkan melalui kulit tikus adalah 2.150 mg/kg (baehaki.,1993)
Diazinon digunakan untuk membasmi serangga di daun dan dalam tanah
seperti penggerek batang, ganjur dan wereng coklat. Diazinon juga bisa digunakan
untuk pengendalian hama pada tanaman kelapa, padi, kedelai, dan tanaman
hortikultura(Sastroutomo.,1992).
Gambar 2.2.2 diazinon O,O-Diethyl O-[2-isoprrihyl-6-methyl-5 pyrimidinyl]
Phosphorothioate
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1 Klorpirifos
Molekul pestisida organofosfat yang mengandung bahan aktif klorpirifos
yang mengandung gugus fungsi hidroksil, menyebabkan bahan aktif tersebut
dapat terserap dengan mudah ke dalam sayuran. Aplikasi dilakukan sampai
dengan seminggu ataupun 2 hari sebelum panen. Keadaan ini selain tidak sesuai
dengan anjuran penggunaan pestisida yang 5 tepat (jenis, waktu, cara, sasaran,
dosis/ konsentrasi/volume) juga tidak ekonomis (Djojosumarto.,2008)
Klorpirifos diproduksi secara komersial untuk pertama kali diperkenalkan
tahun 1965 oleh Dow Chemical Company. Nilai LD50 Klorpirifos adalah 95-270
mg/kg. Klorpirifos adalah organofosfat yang berspektrim luas. Bekerja sebagai
racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. Bahan aktif kliorpirifos termasuk
kelompok organofosfat turunan heterosiklik yang mempunyai unsur kimia
berbentuk cincin yang beragam. Variasi dari anggota golongan terletak pada
komposisi unsur seperti oxygen atau, nitrogen atau sulfur (hasibuan.,R.2015)
Gambar 2.2.1 klospirifos (O,O-diethylO-3,5,6-trichloro-2-pyridinyl
phosphorosthioate)
2.3 Residu Pestisida
Menurut Novizan (2007) residu pestisida adalah racun yang tinggal pada
tanaman setelah penyemprotan yang bertahan sebagai racun sampai batas waktu
tertentu. Jika residu pestisida terlalu lama bertahan pada bagian tanaman yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, karena
residu pestisida akan termakan oleh manusia saat mengkonsumsi hasil pertanian.
Residu pestisida dalam bahan makanan khususnya sayuran, selain berasal dari
pestisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman dapat juga karena
kontaminasi atau karena tanaman ditanam pada tanah yang mengandung residu
pestisida yang persisten. Jumlah residu pestisida yang tertinggal pada tanaman
(bahan makanan), tergantung antara lain pada cara, waktu dan banyaknya aplikasi
serta dosis setiap aplikasi.
2.4 Batas maksimum residu pestisida.
Untuk melindungi konsumen dari bahaya keracunan, maka negara-negara tertentu
telah menetapkan batas maksimum residu pestisida Maximum Residue Limit
(MRL) atau Batas Maksimum Residu (BMR), yang boleh terkandung dalam
komoditas pertanian. Untuk mengendalikannya perlu dilakukan monitoring
penggunaan pestisida secara berkala oleh Dinas terkait dan analisis residu
pestisida oleh BPTPH. Konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara
hukum diizinkan, atau konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang
dinyatakan dalam mg/kg hasil ( Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Pada Tanaman Petsai
Menurut SNI 7313:2008
No. Komoditas Jenis Pestisida Batas maksimum residu
(mg/kg)
1. Petsai Diazinon 0,5
Klorpirifos 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Sekilas Mengenai Petsai
2.5.1 Mengenai petsai
Pada dasarnya tanaman petsai merupakan tanaman semusim yang artinya
mula-mula tumbuh secara vegetatif terlebih dahulu (seperti pertumbuhan batang,
daun), baru selanjutnya tumbuh secara generatif (berbunga). Kedua-duanya terjadi
pada tahun yang sama (simanjuntak, H.,1994)
Sawi putih (Brassica chinensis l) adalah sayuran terpenting dalam
spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai pe-tsai (bahasa Mandarin, berarti
sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai napa atau kubis napa. Tinggi tanaman
untuk sebagian besar kultivar berkisar dari 20 cm hingga 60 cm
(Yamaguchi,M.,1997)
Sawi ini paling banyak dikonsumsi oleh masyarkat karena rasanya
paling enak diantara jenis sawi lainnya. Daunnya lebar, berwarna hijau tua,
bertangkai pendek, tegap, dan bersayap. Ada dua varietas sawi putih, yaitu
varietas rugosa dan varietas prain. Varietas yang terakhir merupakan varietas
pendatang dari luar negeri(Novary,W.,1999)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.2 Sejarah Petsai
Petsai memang bukan merupakan tanaman asli indonesia, karena petsai yang kita
kenal berasal dari negeri cina. Meskipun demikian, sekarang ini tanaman petsai
sudah menjadi tanaman sayuran yang sangat populer di Indonesia, di samping
tanaman sayuran lainnya seprti kubis, sawi, selada. Masyarakat kita banyak
menyukai sayuran petsai ini karena rasanya enak, bahkan ada yang menganggap
rasanya jauh lebih enak bila dibandingkan dengan kubis dan sawi lainnya.
Daunnya bisa dipergunakanuntuk membuat sayur, campuran mie, atau direbus
sebagai sup-supanatau bisa juga dibuat asinan. Didaerah jawa Barat daun petsai
bisa dimakan mentah-mentah sebagai lalap.
2.5.3 Klasifikasi Petsai
Klasifikasi ini dimaksudkan untuk memperjelas ke bagian kelompoktanaman
mana petsai dimasukkan.
Kingdom : Plantae
Subdivisi : Angiospermae (tumbuhan berbunga)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledonnae(biji berkeping dua)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Papavarales
Famili : Brassicaceae atau Cruciferae
Genus : Brassica chinensis L
Spesies : Brassica campesiris L atau Brassica pekinensis R
(Simanjuntak,H.,1994)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi Sayur Petsai
Menurut penelitian ternyata komposisi zat-zat makanan pada setiap 100 gram
daun petsai (simanjuntak, H.,1994).
Zat Gizi komposisi
Protein 2.3 g
Karbohidrat 4.0 g
Kalsium (Ca) 220.0 mg
vitamin A 1940.0 mg
vitamin B 0.09mg
vitamin C 102 mg
2.6 Kromatografi Gas (KG)
2.6.1 pengertian
Kromatografi Gas (KG) merupakan teknik pemisahan dengan
menggunakan fase diam dan fase gerak yang dapat digunakan untuk tujuan
kualitatif dan kuantitatif dimana sebagai fase geraknya berupa gas dan
fasediamnya berupa zat padat. KG merupakan gas sebagai gas pembawa/ fase
geraknya. Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu (1) kromatografi gas-cair (KGC)
yang fase diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga
solut akan terlarut dalam fase diam; dan (2) kromatografi gas-padat (KGP), yang
fase diamnya berupa padatan dan kadang-kadang berupa polimerik.
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan
sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran,
dan deteksi tiap komponen dengan detektor ( Rohman,A. 2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6.2 Petunjuk Cara Kerja
Cara kerja akan diuraikan sebagi sederatan langkah, dan bagian berikutnya akan
memberikan informasi yang lebih banyak mengenai masing-masing langkah. Jika
KG telah dinyalakan, petunujuk ini menjadi sederet pengecekan sederhana.
1. Instrumen diperiksa, terutama jika tidak dipakai terus-menerus. Ini dilakukan
untuk mengecek apakah telah dipasang kolom yang tepat, apakah sepektrum
injektor tidak rusak (apakah ada lubang besar atau bocor karena sering
dipakai), apakah sambungan saluran gas kedap, apakah tutup tanur tertutup
rapat, apakah semua bagian listrik bekerja dengan baik, dan apakah detektor
yang terpasang sesuai.
2. Aliran gas kekolom dimulai atau disesuaikan. Ini dilakukan dengan membuka
katup utama pada tangki gas dan kemudian memutar katup (diafragma)
sekunder ke sekitar 15 psi dan membuka katup jarum sedikit. Ini
memugkinkan aliran gas yang lambat (2-5)/menit untuk kolom kemas dan
sekitar 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler) melewati sistem dan melindungi
kolom dan detektor terhadap perusakan secara oksidasi.
3. Kolom dipanaskan sampai suhu awal yang dikehendaki. Ini dilakukan, pada
instrumen buatan lama, dengan memutar transformator tegangan perubah yang
mengendalikan gulungan pemanas dalam tanur, kesekitar 90 V. Jika suhu
mencapi 10-15ºC dibawah suhu yang dikehendaki,transformator diputar ke
tegangan (10-50 V) yang akan terus menambah bahang yang cukup untuk
mengimbangi kehilangan bahang.
4. Pemanas yang terpisah untuk injektor dan detektor dijalankan atau
disesuaikan. Suhunya harus sekitar 10-25ºC lebih tinggi daripada suhu kolom
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akhir. Suhu detektor harus lebih tinggi dari 100ºC sehingga air tidak dapat
mengembun jika seandainya terbentuk tidak sengaja atau jika ada air.
5. Aliran gas pembawa melalui kolom dinaikkan sampai 25-30 ml/menit untuk
kolom kemas 3mm (atau 6mm, tapi lebih jarang) atau sampai.
6. Arus ke detektor hanya dialirkan jika gas pembawa mengalir untuk
melindungi kawat pijar. Dalam hal detektor hantar bahang (DHB), detektor
yang paling sederhana, arus disesuaikan menjadi 150-200 mA atau
disesuaikan dengan aliran optimum, jika diketahui. Setelah suhu ruang
detektor stabil (2-3 menit), rangkaian listrik diseimbangkan sehingga pena
berada pada garis alas perekam dalam kertas gaftar. Jika KG dilengkapi
dengan detektor ionisasi nyala (DIN), yaitu detektor yang paling umum
dipakai, diperlukan beberapa pengecekan tambahan. DIN memerlukan
hidrogen untuk nyala, jadi generator hidrogen harus dijalankan dan alirannya
disesuaikan agar sama dengan aliran kolom (25-30 ml/menit). Udara (oksigen)
untuk detektor dialirkan dan diatur supaya alirannya sepuluh kali aliran
kolom. (Aliran optimum sistem dapat dan harus ditentukan dengan
percobaan). Nyala dalam DIN kemudian dapat dipasang dengan menekan
tombol penyala pada KG. Terdengar bunyi jika nyala terpasang. Penstabilan
biasanya terjadi dalam 2-3 menit. Rangkaian listrik detektor diseimbangkan
agar pena perekam berada pada garis ala kertas perekam.
7. Cuplikan disuntikkan. Sedikit cairan (lihat dibawah; hati-hati, jangan terjadi
beban lebih), atau larutan cuplikan dalam pelarut atsiri, ditambah sedikit udara
jika memakai DHB (agar memberikan puncak udara atau untukmenandai
waktu nol), disedot dengan semprit mikro yang dilengkapi dengan jarum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
panjang. DIN kadang – kadang memberikan puncak waktu nol karena terjadi
sedikit perubahan aliran ketika cuplikan disuntikkan. Cuplikan dimasukkan ke
dalam kolom dengan memasukkan jarum secara hati-hati menembus septum
gerbang suntik (yang terbuat dari karet sedalam-dalamnya dan segera cuplikan
dikeluarkan dari semprit secepat mungkin. Kemudian semprit dicabut dengan
cepat dan dibersihkan dengan pelarut. KG yang dilengkapi dengan DHB
normal memerlukan sekurang-kurangnya 10µL cuplikan dan DIN
memerlukan sekitar 1-5µL.
Tabel.2.2 Ukuran cuplikan dan jenis detektor
Ukuran cuplikan normal Detektor
10-100 µl DHB normal
1-10 µl DBH-Volum kecil
1-10 µl DIN
0,1-5 µl DTE
DBH – Detektor Hantar Bahan
DIN – Detektor Ionisasi Nyala
DTE – Detektor Tangkap Elektron
8. Puncak direkam untuk menghasilkan kromatogram. Ini dilakukan pada
perekam daftar carik atau sejenis sistem data yang menghasilkan cetakan dan
rajahan setelah pengkromatografian selesai. (Rohman, A., 2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat
1. Pecincang StanlesSteel
2. Beaker Glass Iwaki
3. Neraca Analitik Metter Toledo
4. Pipet Volume Iwaki
5. Belender Skala Kecil Ultra Turax IKA T.25
6. Erlenmeyer Iwaki
7. Labu bulat Iwaki
8. Rotari Evaporator IKA KV 600 Digital
9. Test Tube Iwaki
10. Siring Iwaki
11. kromatografi Gas GC 2010
12. Labu Takar Iwaki
3.2 Bahan-bahan
1. Petsai
2. Aseton p.a. Merek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Isooktan p.a. Merek
4. Diklorometan p.a. Merek
5. Petroleum Eter 400C-60
0C P.a. Merek
6. Toluena P.a. Merek
7. Diazinon Purity 98,9% Chemservice
8. klorpirifos Purity 99,8% Sigma-Aldrich
3.3 Prosedur penelitian
3.3.1 Pembuatan Standar Campuran Bahan Aktif Diazinon dan Klorpirifos
3.3.1.1 Bahan Aktif Diazinon
Bahan aktif Diazinon (98,9%) ditimbang sebanyak ±0,02 g. Kemudian
encerkan bahan aktif tersebut dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25 ml dan
homogenkan. Selanjutnya dipipet sebanyak 2,3 ml larutan standar bahan aktif
setelah itu encerkan kembali dengan pelarut isooktana sampai konsentrasi seri
standar 100 ng/µl dan homogenkan. Dari larutan seri standar 100 ng/µl diubah
menjadi larutan seri standar 10 ng/µl, dipipet sebanyak 2,5 ml dari larutan seri
standar 100 ng/µl kemudian encerkan dengan isooktana sampai garis batas dan
dihomogenkan. Dari larutan konsentrasi seri standar 10 ng/µl pipet kembali
sebanyak 1 ml ke dalam labu ukur 10 ml untuk membuat standar campuran
dengan konsentrasi standar 1 ng/µl.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.1.2 Bahan Aktif Klorpirifos
Bahan aktif klorpirifos (99,8%) ditimbang sebanyak ±0,02 g. Kemudian
encerkan bahan aktif tersebut dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25 ml dan
homogenkan. Selanjutnya dipipet sebanyak 2,3 ml larutan standar bahan aktif
setelah itu encerkan kembali dengan pelarut isooktana sampai konsentrasi seri
standar 100 ng/µl dan homogenkan. Dari larutan seri standar 100 ng/µl diubah
menjadi larutan seri standar 10 ng/µl, dipipet sebanyak 2,5 ml dari larutan seri
standar 100 ng/µl kemudian encerkan dengan isooktana sampai garis batas dan
dihomogenkan. Dari larutan konsentrasi seri standar 10 ng/µl pipet kembali
sebanyak 1 ml ke dalam labu ukur 10 ml yang sudah berisi bahan aktif diazinon
yang telah diencerkan.
3.3.2 Preparasi Sampel petsai
Sayur petsai dicincang sampai halus. Kemudian dimasukkan kedalam
beaker glass 100 ml, ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 15 g.
Selanjutnya tambahkan pelarut Aseton sebanyak 30 ml, pelarut Diklorometane
sebanyak 30 ml dan pelarut Petroleum Eter sebanyak 30 ml dengan menggunakna
pipet volume. Setelah itu haluskan sampel dengan menggunakan ulta turax.
Setelah dihaluskan diamkan sebentar sampai filtrat dan endapan terpisah.
Kemudian pipet filtrat yang sudah terpisah sebanyak 25 ml dengan menggunakan
pipet volume lalu masukkan kedalam labu didih. Filtrat diuapkan seluruhnya
menggunakan alat rotarievaporator. Sampel yang sudah diuapkan kemudian
dilarutkan kedalam test tube sebanyak 5 ml dengan perbandingan campuran
pelarut toluena : isooktana (10:90).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.3 Penginjekkan Ke Alat Kromatografi Gas
Hidupkan seperangkat alat kromatografi gas. Kemudian suntik sebanyak
1 µl larutan standar campuran dan ekstrak sampel ke dalam kromatografi gas
menggunakan siring dengan kondisi alat sebagai berikut:
Kolom kapiler, restek Rtx-1 MS,0.25 mm id x 0,25 µm df x 30 m
Suhu kolom : 1900C
Suhu injektor : 2300C
Suhu detektor : 2300C
Laju alir : 30 ml/min
Gas pembawa : gas nitrogen(N2), gas helium(He), dan gas hidrogen(H2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel
petsai dari Pasar Berastagi Kabupaten Karo
Nama Berat Konsentrasi Area Area Hasil
Standar Sampel Standar Bahan Standar Sampel Pengujian
Bahan Aktif (g) Aktif (ng/µl) (mg/kg)
Diazinon Simplo: 0,8875 Simplo: Simplo: Terdeteksi
15,035 (ng/µl) 750068 68796
0,091 mg/kg
Duplo: Duplo: Duplo:
15,048 738999 57899
Klorpirifos Simplo: 1,0190 Simplo: Simplo: Terdeteksi
15,035 (ng/µl) 800468 138157
0,21 mg/kg
Duplo: Duplo: Duplo:
15,048 821869 152006
Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada Sampel
petsai dari Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo
Nama Berat Konsentrasi Area Area Hasil
Standar Sampel Standar Bahan Standar Sampel Pengujian
Bahan Aktif (g) Aktif (ng/µl) (mg/kg)
Diazinon Simplo: 0,8875 Simplo: Simplo: Terdeteksi
15,082 (ng/µl) 750068 33461
0,05 mg/kg
Duplo: Duplo: Duplo:
15,016 738999 39775
Klorpirifos Simplo: 1,0190 simplo: simplo: Terdeteksi
15,082 (ng/µl) 800468 88549
0,113 mg/kg
Duplo: Duplo: Duplo:
15,016 821869 73578
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Perhitungan
4.2.1 Bahan Aktif
Dalam menghitung bahan aktif campuran (Diazinon dan Klorpirifos)
digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus Standarasi Pada Bahan Aktif
Standar (mg/ml) =
= mg/ml → ng/µl
Rumus Pengenceran Larutan Standar:
V₁ . N₁ = V₂ . N₂
Ketarangan :
W = Berat sampel (mg)
V = Volume Labu Takar (ml)
% = Kemurnian Bahan Aktif
V1 = Volume Bahan Aktif (ml)
V2 = Volume Labu Takar (ml)
N1 = Normalitas Bahan Aktif (ng/µl)
N2 = Normalitas Setelah Pengenceran (ng/µl)
4.2.1.1 Diazinon
Diazinon tertimbang sebanyak 0,0278 g (27,8 mg)
Kemurnian Diazinon yaitu 98,9%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dimana volume labu takar yang digunakan adalah 25 ml
Standar (mg/ml) =
= mg/ml → ng/µl
=
= 1.0997 mg/ml → 1099,7 ng/µl
1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml
V1 . N1 = V2 . N2
V₁ . 1099,7 = 25 . 100
v₁ =
= 2,27 ml
Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 100 ng/µl adalah:
2,27 . = 25 . N₂
N2=
= 99,852ng/µl
2. Pengenceran 10 ng/µl dalamlabu takar 25 ml
V1 . N1 =V2 . N2
V1 .99,852 = 25. 10
V1 =
= 2,5 ml
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 10 ng/µl adalah:
2,5 . 99,852 = 25 . N₂
N2 =
= ng/µl
3. Pengenceran 1 ng/µl dalamlabutakar 10 ml
V1 . N1 =V2 . N2
V₁ . 9,9852 = 10. 1
V₁ =
= 1,0 ml
Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 1ng/µl adalah
1,0 . = 10 . N₂
N2 =
= 0,9985 ng/µl
4.2.1.2 klorpirifos
Klorpirifos tertimbang sebanyak 0,0273 g (27,3 mg)
Kemurnian Klorpirifos yaitu 99,8%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dimana volume labu takar yang digunakan adalah 25 ml
Standar (mg/ml) =
= mg/ml → ng/µl
=
= 1,0898 mg/ml →1089,8 ng/µl
1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml
V1 . N1 = V2 . N2
V₁ .1089,8 = 25 . 100
v₁ =
= 2,29 ml
Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 100 ng/µl adalah:
2,29 . = 25 . N₂
N2 =
= 99,8ng/µl
2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labutakar 25 ml
V1 . N1 =V2 . N2
V1 .99,8 ng/µl = 25. 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
V1 =
= 2,5 ml
Maka normalitas sesungguhnya dari pengenceran 10 ng/µl adalah:
2,5 . 99,8 = 25 . N₂
N2 =
= 9,98 ng/µl
3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml
V1 . N1 = V2 . N2
V₁ . 9,98 = 10 . 1
V₁ =
= 1,002 ml
Maka normalitas sesungguhnya dari pengeceran 1 ng/µl adalah:
1,0. = 10. N2
N2 =
= 0,998 ng/µl
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2 Sampel
Untuk menghitung banyaknya residu pestisida yang terkandung pada
sayur petsai dari Pasar Berastagi dan Pasar Kaban Jahe digunakan rumus sebagai
berikut:
Rumus Rata – rata area standar :
Rata – rata Area Standar =
Rumus Kadar Pestisida dalam Sampel
mg/kg
µ ⁄ µ
Rumus Rata-rata Kadar Residu Pestisida
(mg/kg) =
Keterangan :
Csampel : Konsentrasi Sampel (ng/µl)
Cstandar : Konsentrasi standar (ng/µl)
V.injStd : volume Injek Standart (µl)
V.akhirSpl : Volume Akhir Sampel (µl)
V.injSpl : volume Injek Sampel (µl)
FK : Faktor Koreksi (
)
W : Berat Sampel (g)
Crata-rata : Konsentrasi Rata-rata (ng/µl)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2.1 Petsai dari Pasar Berastagi Kabupaten Karo
4.2.2.1.1 Diazinon
Area standar :
Simplo = 750068 ; Duplo = 738999
Bobot sampel:
Simplo = 15,035 gr ; Duplo = 15,048 gr
Normalitas bahan aktif = 0,8875 ng/µl
Rata-rata Area Standart =
= 744533
µ ⁄ µ
= 94,905 ng/µl
= 0,094 mg/kg
µ ⁄ µ
= 89,998 ng/µl
= 0,0899 mg/kg
=0,0915 mg/kg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2.1.2 Klorpirifos
Area standar :
Simplo = 800468; Duplo = 821869
Bobot sampel:
Simplo = 15,035 gr ; Duplo = 15,048 gr
Normalitas bahan aktif = 1,0190 ng/µl
Rata-rata Area Standart =
= 811168
µ ⁄ µ
= 200,85 ng/µl
= 0,20 mg/kg
µ ⁄ µ
= 220,79 ng/µl
= 0,220 mg/kg
= 0,21 mg/kg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2.2 Petsai dari Pasar Kaban Jahe Kabupaten Karo
4.2.2.2.1 Diazinon
Area standar :
Simplo = 750068; Duplo = 738999
Bobot sampel:
Simplo = 15,082gr ; Duplo = 15,016gr
Normalitas bahan aktif = 0,8875 ng/µl
Rata-rata Area Standart =
= 744533
µ ⁄ µ
= 46,016ng/µl
= 0,046 mg/kg
⁄
= 54,940 ng/µl
= 0,0549 mg/kg
= 0,05 mg/kg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2.2.2 Klorpirifos
Area standar :
Simplo = 800468; Duplo = 821869
Bobot sampel:
Simplo = 15,082 gr ; Duplo = 15,016 gr
Normalitas bahan aktif = 1,0190 ng/µl
Rata-rata Area Standart =
= 811168
µ ⁄ µ
= 128,33 ng/µl
= 0,12 mg/kg
⁄
= 107,10 ng/µl
= 0,107 mg/kg
= 0,1135 mg/kg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3 Pembahasan
Berdasarkan data hasil analisis residu pestisida golongan organofosfat
(Diazinon dan Klorpirifos) pada sampel sayur petsai dari Pasar Berastagi pada
tabel 4.1, terdapat dua bahan aktif yang terdeteksi yaitu bahan aktif Diazinon
sebanyak 0,0915 mg/kg dan bahan aktif Klorpirifos terdeteksi sebanyak 0,21
mg/kg. Data hasil analisis residu pestisida dari Pasar kaban Jahe pada tabel 4.2,
terdapat dua bahan aktif yang terdeteksi yaitu bahan aktif Diazinon sebanyak
0,05 mg/kg dan bahan aktif klorpirifos terdeteksi sebanyak 0,1135 mg/kg.
Dari uraian data hasil analisis diatas terdapat kandungan residu pestisida
bahan aktif Diazinon dan Klorpirifos. Hal ini dikarenakan bahan aktif Diazinon
dan Klorpirifos merupakan bahan aktif pestisida jenis insektisida yaitu pestisida
yang dapat mematikan serangga. Namun kandungan residu pestisida yang terdapat
di dalam sayur petsai tersebut masih aman untuk di konsumsi, karena jumlahnya
belum melebihi ambang Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida yang telah di
tetapkan sesuai dengan SNI 7313:2008 untuk komoditas sayur petsai yaitu
Diazinon sebanyak 0,5 mg/kg dan Klorpirifos sebanyak 1 mg/kg. Jika jumlah
residu pestisida yang terdapat pada kedua komoditas sayur petsai tersebut
melebihi batas yang telah ditetapkan oleh SNI 7313:2008 maka sayur petsai
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat membahayakan kesehatan
para konsumen. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari residu pestisida golongan
organofosfat apabila melebihi batas yang telah di tetapkan oleh SNI 7313:2008
yakni akan mengalami sakit kepala, mual, muntah, sesak nafas, kejang otot, dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil data dan pembahasan analisis residu pestisida golongan organofosfat
(Diazinon dan Klorpirifos) pada sampel komoditas sayur petsai diperoleh
kesimpulan bahwa :
Sampel sayur petsai dari Pasar Berastagi terdapat dua bahan aktif yang
terdeteksi yaitu bahan aktif Diazinon sebanyak 0,0915 mg/kg dan bahan aktif
Klorpirifos terdeteksi sebanyak 0,21 mg/kg. Kemudian sampel sayur petsai dari
Pasar Kaban Jahe terdapat dua bahan aktif yang terdeteksi yaitu bahan aktif
Diazinon sebanyak 0,05 mg/kg dan bahan aktif Klorpirifos 0,1135mg/kg. Hasil
dari analisis residu pestisida secara kromatografi gas sayur petsai dari Pasar
Berastagi dan dari Pasar Kaban Jahe masih aman dikonsumsi oleh para konsumen
karena kandungan residu pestisida pada sayur petsai dari kedua tempat tersebut
masih berada dibawah Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida sesuai dengan
ketetapan SNI 7313:2008.
5.2 Saran
Pada percobaan selanjutnya diharapkan tidak hanya memakai dua bahan aktif saja
yang digunakan untuk menentukn residu pestisida golongan organofosfat namun
bahan aktif yang lainnya juga seperti Dimetoat dan Profenofos agar jenis-jenis
bahan aktif pestisida golongan organofosfat dapat diidentifikasi lebih akurat .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Serta pada percobaan selanjutnya diharapkan tidak hanya kromatografi gas saja
yang digunakan dalam menentukan kadar residu pestisida melainkan
menggunakan alat yang lebih bervariasi agar berbagai jenis pestisida dapat
diidentifikasi dengan cara yang lebih efisien dan akurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, D. dan Lisdianan. 1995. Memilih dan Mengolah Sayuran. Penebar
Swadaya.Jakarta.
Alegantina, S.; Raini, M.; danLastari, P., 2005. Penelitian Kandungan
Organofosfat Dalam Tomat dan Selada yang Beredar di Beberapa Pasardi
DKI Jakarta. Media Litbang Kesehatan
Baehaki., 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Bandung : Penerbit
angkasa
Djojosumarto, P.,2009. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Lampung : penerbit
kanius.
Djojosumarto, P., 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka : penerbit
Jakarta.
Gunawan,M.,1993. Pengembangan komoditas hortikultura dalam
sisitemagribisnis. Pangan.
Gritter, Bobbitt dan Schwarting,A., 1991. Pengantar Kromatografi .Badung:ITB.
Matsumura, F. 1985. Toxicology of Insecticides. 2nd edition. Plenum Press. New
York.
Novary,W.,E.,1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta :
penerbit Penebar Swadaya.
Novizan.,2005. PetunjukPemupukan Yang Efektif, CetakanPertama.AgroMedia
Pustaka.Jakarta
Rasahan,K.,1999. Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Nusantara.
Rohman,A., 2009.Kromatografi untukAnalisisObat.Yogyakarta: GrahaIlmu.
Rubatzky,E.V., dan Yamaguchi,M.,1998. Sayuran dunia. Bandung : Penerbit ITB.
Sakung, J., 2004. Kadar Residu Pestisida Golongan Organofosfat pada Beberapa
Jenis Sayuran. JurnalIlmiah Santina.
Sastroutomo.,S.S. 1992. Pestisida, Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hal.
Simanjuntak,H.,1994. Bercocok Tanam Petsai. Jakarta : penerbit PT Bhratara
Niaga Media.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1. Gambar instrument Kromatografi Gas
Seperangkat instrument kromatografi Gas Shimadzu 2010
Gas Pembawa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Lainnya
Neraca Analitik Ultra Turax
Rotari Evaporator
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA