BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia Pangan, terutama beras, mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu mengontrol ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar 364 kal per 100 g bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat menjadi glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Tubuh merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke aliran darah saat dibutuhkan sebagai energi. Diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dapat mengurangi resiko 5 dari 10 menyebab kematian paling besar: Penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker dan atherosclerosis (pengerasan arteri karena timbunan kolesterol). 55%-60% kalori harian berasal dari karbohidrat, kurang dari 15% total kalori berasal dari karbohidrat biasa. Sumber karbohidrat adalah padi-padian, kacang-kacangan, kentang dan buah- buahan (Winarmo, 2000). Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia
Pangan, terutama beras, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok
terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap
sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama
karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu mengontrol
ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras
mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar
364 kal per 100 g bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan
aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat menjadi
glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Tubuh
merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke aliran darah saat
dibutuhkan sebagai energi.
Diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dapat mengurangi resiko 5 dari 10
menyebab kematian paling besar: Penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker
dan atherosclerosis (pengerasan arteri karena timbunan kolesterol). 55%-60% kalori
harian berasal dari karbohidrat, kurang dari 15% total kalori berasal dari karbohidrat
biasa. Sumber karbohidrat adalah padi-padian, kacang-kacangan, kentang dan buah-
buahan (Winarmo, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Jenis-Jenis Varietas Beras
Ada beberpa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di pasar ataupun
di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani, diantara beberapa jenis varietas
beras tersebut adalah:
1. Beras IR 64
Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki
umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu beras baik, tahan hama
wereng coklat biotipe 1 dan 2
2. Beras santana
Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai
umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2 dan
mempunyai rasa nasi yang enak.
3. Beras IR 66
Beras IR66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai
umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2,3,
tungro, dan HDB
4. Beras Siherang
Beras Siherang ialah beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki umur
116-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 2,3 dan HDB
(Departemen Pertanian, 1984).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pestisida. 2.3.1. Sejarah Pestisida
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang
lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di
Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan
serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-
15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai
digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami
yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari
akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis
DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru
ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan
penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau
Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan
produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir,
1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai
aloera pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50
kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini
digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia
saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).
Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor
Universitas Sumatera Utara
seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan
pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau
tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun
akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak
mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan
masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau
khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.
2.3.2. Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata
caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai
pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan
pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang
digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan
penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan
tujuan kesejahteraan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang
digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA
menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah,
memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan
mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengklasifikasian Pestisida
Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa
golongan,dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan
bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya.
1. Berdasarkan bentuk formulasi
a. Butiran (Granule=G)
Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan
tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
b. Tepung (Dust=D)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang
penggunaanya dengan alat penghembus (duster)
c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)
Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh
Mipcin 50 WP
d. Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang
dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu
tapi berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat
penyemprot
e. Cairan yang dapat diemulsikan
Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi
yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya
Universitas Sumatera Utara
disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman
atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC
f. Volume Ultra Rendah
Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan
lagi. Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot
khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV
2. Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan kedalam :
a. Penetrasi pada permukaan
Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman
b. Penetrasi dalam
Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat
menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan
c. Sistemik
Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari
tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama
pengerek dan pengisap (Dperartemen Pertanian, 1998)
3. Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat diklasifikasikan :
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka
pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :
a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,
contohnya organoklorin, organofospat, dan karbamat.
b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba
Universitas Sumatera Utara
c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia
yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya
d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya
bubur bordeaux (Sitompul, 1987).
4. Pestisida berdasarkan cara kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa
golongan yaitu:
a. Pestisida Kontak
yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman)
bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau
bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh :
Mipcin 50 WP
b. Pestisida Sisitemik
yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT
akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma
sampai ke akarnya.
c. Pestisida Lambung
yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran makanan
pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC
d. Pestisida pernapasan
Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida
(Sudarmo, 1991).
Universitas Sumatera Utara
5. Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran
Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa
mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :
a. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk
mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga
banyak diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.
c. Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa
membunuh bakteri.
d. Nematisida
Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematode
e. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba.
Universitas Sumatera Utara
f. Rodentisida.
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
g. Moluskida
Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat
di tambak.
h. Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.
i. Pestisida lain
Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain.
Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak
yang menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida
tersebut adalah sebagai berikut :
− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan
mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.
− Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang,
− Avisida, pestisida pembunuh burung.
− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.
Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida
12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%,
Universitas Sumatera Utara
nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran
ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat,
2005).
Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang
disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:
1. Senyawa Organofospat
Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada
syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural
jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi
penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis
pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai
insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate
(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga
toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen
yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya :
malathion).
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa
milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat
menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel
Universitas Sumatera Utara
darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu
(Yusniati, 2008).
2. Senyawa Organoklorin
Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan
pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.
3. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diarhoe yang
menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan
kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.
4. Senyawa Karbamat
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah
menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti
senyawa organofospat
5. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari
piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat insektisida yang terdapat
dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan
piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran
relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek
melumpuhkan yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak
selektif, banyak piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama
terpadu (Djojosumarto, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Teknik Aplikasi Pestisida
Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat,
untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga
oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada
pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat.
Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida
yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat,
dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah
ditentukan sesuai dengan anjuran dosis (Wudianto, 1999).
Setiapa aplikasi pestisida dapat dinilai melalui dua cara, yaitu:
1 Evaluasi biolgi merupakan pengukuran tingkat penurunan populasi jasad
pengganggu sasaran atau kerusakan yang ditimbulkannya serta pengukuran
terhadap hasil (yield).
2 Pengukuran fisik terhadap hasil semprotan berupa liputan (coverage) hasil
semprotan pada sasaran yang dapat berupa tanaman, serangga, gulma, ataupun
sasaran buatan tertentu, seperti kertas peka (sintetik paper) dan kaca slide (Oka,
1995).
Untuk setiap jumlah larutan pestisida yang disemprotkan, jumlah droplet per
satuan luas akan berhubungan erat dengan ukuran droplet tersebut. Semakin banyak
jumlah droplet per satuan luas, akan semakin kecil ukuran droplet tersebut.
Sebaliknya semakin sedikit jumlah droplet per satuan luas, akan semakin besar
ukuran droplet tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Cara Pemakaian (Aplication methods):
Wudianto (1999), adapun cara pemakaian pestisida yang sering dilakukan oleh
petani adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha. Paling banyak adalah
1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha seperti dalam ULV.
2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering cryptothermes, dusting sangat efisien
bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek
prilaku trofalaksis.
3. Penuangan atau penyiraman (pour on) : Misalnya untuk membunuh sarang semut,
rayap, dan serangga tanah di persemaian.
4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik bagi hama batang, daun, dan
penggerek.
5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti untuk biji/benih Kayu.
6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama gudang atau kayu.
2.4.2 Pestisida dan Bahan Penyampur
Pestisida sebagai bahan racun aktif (active ingredients) dalam formulasi
biasanya dinyatakan dalam berat/volume (di Amerika Serikat dan Inggris). Bahan-
bahan lain yang tidak aktif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah di formulasi
dapat berupa:
1. Solvent adalah bahan cair telarut mis: alkohol, minyak tanah, xyline dan air.
Biasanya bahan terlarut ini telah diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak
enak baik yang berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).
Universitas Sumatera Utara
2. Sinergis adalah sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun walaupun
bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen),
dan piperonil butoksida.
3. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi
bila bahan minyak diencerkan dalam air (Sastroutomo, 1992).
2.4.3 Dosis Pestisida.
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu aplikasi atau lebih. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif
pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan.
Besarnya suatu dosis pestisida tergantung dalam label pestisida. Sebagai contoh dosis
insektisida diazinon 60 EC adalah satu liter per ha untuk sekali aplikasi, atau misal
400 liter larutan jadi diazinon 60 EC per ha untuk satu kali aplikasi sedangkan untuk
dosis bahan aktif contohnya sumibas 75 SP dengan dosis 0,75 kg/ha (djojosumarto,
2008).
2.4.4 Konsentrasi Pestisida
Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang disemprotkan dalam
satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Ada tiga macam konsentrasi yang perlu
diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida
- Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif pestisida dalam larutan yang
sudah dicampur dengan air
Universitas Sumatera Utara
- Konsentrasi formulasi yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter
air
- Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi (Djojosumarto ,2008).
2.5. Insektisida
2.5.1. Pengertian Insektisida.
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal dari
kata insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh. Insektisida adalah
alat yang ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama, apabila hama sudah
mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka insektida adalah salah satu
pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan darurat itu (Wudianto,
1999).
2.5.2. Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia
Menurut Sudarmo (1992), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida
yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan pada hewan,
tumbuhan maupun jasad renik. untuk mengendalikan jenis serangga maupun hewan
yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tanaman adalah insektisida.
Penggolongan insektisida berdasarkan susunan kimia dapat dibedakan menjadi
insektisida inorganik, insektisida organik, dan insektisida organik sintetik
a. Insektida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak mengadung unsur
karbon, contoh : arsenikum, merkurium, boron, tembaga, sulfur, asam borat,
kalsium sianida, arsenar timbal dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Insektisida organik alamiah adalah senyawa insektisida yang mengandung
unsur karbon, insektisida organik alamiah merupakan insektisida yang terbuat
dari tanaman (botani) dan bahan alami lainnya, yang terdiri dari :
1. Asal tanaman, contoh : nikotin (ekstrak tembakau), pyrethrum (bunga
serunai/chrysant), dan ryania biasa mudah diuari oleh sinar matahari.
2. Asal mikroba, bahan dasarnya adalah mikrobiologis, contoh : thuricide
HP (senyawa yang mengandung bakteri basillus thuringiensis).
c. Insektisida organik sintetik
1. Organoklorin, insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang
karena mereka memperhatikan secara kimia bahwa insektisida organoklor
adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau
persisiten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan memiliki
kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan
terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam Ruchicawat, 1996 dan
Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini masih digunakan pada negara
sedang berkembang terutama negara pada daerah ekuator karena murah,
efektif dan persisten. Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane,
heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan beberapa lainnya.
2. Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara
kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. organofosfat dapat
menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di lingkungan
sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan
organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida
Universitas Sumatera Utara
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion,