ANALISIS POLITIK DINASTI DI KABUPATEN KEDIRI
Oleh : Novendra Bimantara ( NIM: 14010114120009)
(Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang)
Abstrak
Pelaksanaan Pilkada langsung bertujuan
untuk memperbaiki demokrasi di daerah dan
merupakan wujud implementasi sistem
demokrasi serta mengahsilkan pemimpin
yang bermutu dan berkualitas namun di
Kabupaten Kediri berbanding terbalik
dengan tujuan pilkada sebenernya dan yang
di Kediri terjadi praktik Politik Dinasti yang
sudah berjalan hampir 20 tahun , bisa
dibilang Dinasti di Kabupaten Kediri
merupakan pertama dan terlama eksistensi
nya . Politik dinasti merupakan fenomena
politik munculnya calon dari lingkungan
keluarga kepala pemerintahan yang sedang
berkuasa atau dilakukan oleh salah keluarga
ataupun kerabat dekat. Mungkin hal inilah
yang menurut beberapa orang sangat
bertentangan dengan prinsip demokrasi
Penelitian ini membahas bagaimana sebuah
Dinasti terjadi,bertahan,berkembang sebuah
dinasti ini bisa bertahan dan berkembang di
tengah pasang surut demokrasi serta
beberapa pro dan kontra mengenai undang-
undang pemilu serta siapa saja aktor-aktor
yang terlibat dalam sebuah kelompok yang
dinamakan Dinasti Politik., Penelitian ini
menggunakan teori oligarki,patron-klien dan
dinasti politik . Hasil dari penelitian ini
adalah bagaimana awal mula atau sejarah
sebuah dinasti ini terjadi berawal dari urusan
bisnis lalu lanjut ke arah politik , dalam
perkembangan dinasti ini hanya orang-orang
terdekatlah yang menurut keluarga Sutrisno
mampu dan bisa menjalankan atau
meneruskan program-program yang sudah
dibuat dan belum terlaksana dan banyak
kerabat mulai dari golongan pengusaha serta
pejabat baik dari tingkat desa hinggi daerah
yang siap membantu dan mengabdi kepada
dinasti ini dengan tujuan akan mendapatkan
imbalan balik.
Dinasti ini juga akan terus terjadi apabila
peraturan atau undang-undang yang
mengatur sebuah sistem demokrasi tidak
mengalami perubahan yang secara pasti .
Karena sifatnya yang inklusif dan tertutup
membuat sebuah dinasti politik menjadi
sangat sulit dicari sebuah kesalahannya .
Sangat sulit untuk membongkar praktik-
praktik penyalahgunaan kekuasaan pada
sekelompok orang yang tertutup, Karena
setiap individu berusaha untuk saling
menjaga satu sama lain .Sekilas tidak ada
yang salah dengan politik dinasti. Terlebih
jika mengacu pada dalil demokrasi bahwa
setiap warga negara memiliki hak yang sama
untuk dipilih dan memilih. Namun, tidak
dapat dimungkiri bahwa dinasti politik yang
berkembang selama ini telah mencederai
esensi demokrasi itu sendiri
Latar Belakang
Politik dinasti adalah fenomena
politik munculnya calon dari lingkungan
keluarga kepala pemerintahan yang sedang
berkuasa. Dinasti politik yang dalam bahasa
sederhana dapat diartikan sebagai sebuah
rezim kekuasaan politik atau aktor politik
yang dijalankan secara turun-temurun atau
dilakukan oleh salah keluarga ataupun
kerabat dekat.1 Rezim politik ini terbentuk
dikarenakan concern yang sangat tinggi
antara anggota keluarga terhadap
perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti
politik ini adalah kekuasaan.
Dinasti politik di Indonesia
sebenarnya adalah sebuah hal yang jarang
sekali dibicarakan atau menjadi sebuah
pembicaraan, padahal pada prakteknya
dinasti politik secara sadar maupun tidak
sadar sudah menjadi benih dalam
perpolitikan di Indonesia sejak zaman
kemerdekaan. Dinasti politik sebenarnya
adalah sebuah pola yang ada pada
masyarakat modern Barat maupun pada
masyarakat yang meniru gaya barat.2 Hal ini
dapat terlihat dalam perpolitikan di Amerika
dan juga di Filipina. Dinasti politik tidak
hanya tumbuh di kalangan masyarakat
demokratis-liberal. Tetapi pada hakikatnya
dynasti politik juga tumbuh dalam
masyarakat otokrasi dan juga masyarakat
monarki, dimana pada system monarki
1 Ibid,. hlm. 27 2 http://bawaslu-babelprov.go.id/index.php/artikerl/item/1631-kekuasaan-dinasti-politik.
sebuah kekuasaan sudah jelas pasti akan
jatuh kepada putra mahkota dalam kerajaan
tersebut.
Dinasti politik yang terdapat pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan
politik yang rendah, sistem hukum dan
penegakan hukum yang lemah serta
pelembagaan politik yang belum mantap,
maka dinasti politik dapat berarti negatif.
Istilah lain yang sepadan dengan pengertian
dinasti politik adalah tren politik
kekerabatan. Indikasi munculnya praktik
politik dinasti di Kabupaten Kediri sudah
terlihat sejak pilihan kepala daerah
Kabupaten Kediri tahun 2010.3 Ketika itu,
Sutrisno telah menjabat sebagai Bupati
Kediri dua periode berturut-turut. Dengan
alasan tersebut dia tidak bisa mencalonkan
kembali pada pilkada 2010. Kemudian,
dengan dalih ingin melanjutkan program
kerjanya yang belum tuntas, istrinya
Haryanti maju dalam pilkada Kabupaten
Kediri tahun 2010. Tidak hanya itu, istri
keduanya Nurlaila, juga ikut mencalonkan
diri sebagai bupati Kabupaten Kediri pada
waktu yang sama. Lawan dari kedua calon
bupati tersebut adalah Sunardi, salah
seorang pengusaha yang bertempat tinggal
di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri.
Pencalonan dua istri sekaligus dari Bupati
Kediri waktu itu kerap disorot oleh
pengamat politik dan kelompok masyarakat
anti korupsi.
Rumusan Masalah
3https://www.researchgate.net/profile/Novy_Yunas/publication/306014895_Pilkada_Serentak_Dalam_Pusaran_Arus_Perubahan_Harapan_Sebuah_Kesejahteraan/links/57aaaeed08ae3765c3b50090.pdf?origin=publication_detail
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka rumusan masalah
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana asal-usul terjadinya Dinasti
Politik di Kabupaten Kediri ?
2. Bagaimana Dinasti Politik di Kabupaten
Kediri bekerja dan mempertahankan
kekuasaan ?
3. Bagaimana Dinasti Politik di Kabupaten
tersebut bisa berkembang ?
Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
asal-usul terjadinya dinasti politik di
kabupaten kediri
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
bagaimana kerja dinasti politik dalam
mempertahankan kekuasaan
3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
kalangan mana saja yang menjadi
pendukung politik setia, bagi dinasti bupati
Kediri
Kerangka Teori
1) Dinasti Politik
Dinasti politik merupakan sebuah
serangkaian strategi politik manusia yang
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan,
agar kekuasaan tersebut tetap berada di
pihaknya dengan cara mewariskan
kekuasaan atau memberi sebagian
kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang
lain yang mempunyai hubungan keluarga
dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.
Itulah pengertian netral dari dinasti politik.
Terdapat pula pengertian positif dan negatif
tentang dinasti politik. Negatif dan positif
tersebut bergantung pada proses dan hasil
(outcomes) dari jabatan kekuasaan yang
dipegang oleh jaringan dinasti politik
bersangkutan. Kalau proses pemilihannya
fair dan demokratis serta kepemimpinan
yang dijalankannya mendatangkan kebaikan
dalam pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat maka dinasti politik dapat
berarti positif. Akan tetapi, bisa berarti
negatif jika yang terjadi sebaliknya. Selain
itu, positif dan negatif arti dinasti politik
juga ditentukan oleh realitas kondisi sosial
masyarakat, sistem hukum dan penegakan
hukum, dan pelembagaan politik
bersangkutan Politik dinasti adalah
fenomena politik munculnya calon dari
lingkungan keluarga kepala pemerintahan
yang sedang berkuasa. Dinasti politik yang
dalam bahasa sederhana dapat diartikan
sebagai sebuah rezim kekuasaan politik atau
aktor politik yang dijalankan secara turun-
temurun atau dilakukan oleh salah keluarga
ataupun kerabat dekat. Rezim politik ini
terbentuk dikarenakan concern yang sangat
tinggi antara anggota keluarga terhadap
perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti
politik ini adalah kekuasaaan.
Dinasti politik merupakan sebuah
serangkaian strategi manusia yang bertujuan
untuk memperoleh kekuasaan, agar
kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya
dengan cara mewariskan kekuasaan yang
sudah dimiliki kepada orang lain yang
mempunyai hubungan keluarga dengan
pemegang kekuasaan sebelumnya. Dalam
sebuah lembaga politik, mereka yang masih
mempunyai hubungan dekat dengan
keluarga acap kali mendapatkan
keistimewaan untuk menempati berbagai
posisi penting dalam puncak hirarki
kelembagaan organisasi.
2) Oligarki
Secara konseptual, istilah Oligarki telah
lama dikenal dalam studi politik. Istilah ini
merentang dari jaman Yunani Kuno hingga
era kontemporer sekarang.
Dalam International Encyclopedia of Social
Sciences, Oligarki didefinisikan
sebagai “bentuk pemerintahan dimana
kekuasaan berada di tangan minoritas kecil”.
Istilah tersebut diambil dari bahasa Yunani,
“Oligarchia”, yang berarti pemerintahan
oleh yang sedikit, terdiri atas
kata oligoi (sedikit), dan
arkhein (memerintah) (Winters, 2011:
1).4 Namun, pengertian singkat tersebut
sangat problematis dan tidak memadai untuk
mendefinisikan Oligarki. Hal itu karena
masih menimbulkan kekaburan makna
mengenai Oligarki itu sendiri. Apalagi bila
itu disematkan hanya pada
konsep “minoritas yang menguasai
mayoritas”. Bila konsep Oligarki didasarkan
pada hal demikian, maka hampir setiap
kekuasaan, pengaruh, atau pemerintahan,
yang menempatkan adanya minoritas dalam
memimpin, maka dapat disebut sebagai
Oligarki.
3) Patron Klien
Hubungan patron-klien digolongkan
sebagai hubungan yang tidak sejajar (tetapi
tidak mengikat) antara atasan (patron atau
4 Jeffrey A. Winters, Oligarki terj., Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011. hlm.1
pemimpin) dengan sejumlah bawahan
(klien, pelayan, atau pengikut), berdasarkan
pertukaran pelayanan yang asimetris, di
mana secara de facto patron tergantung
kepada para klien yang memberi pelayanan
cuma-cuma yang bisa mencakup kewajiban
secara ekonomis, tugas dengan upah atau
tidak, menjadi prajurit perang, dukungan
politik dan pelayanan lainnya, diimbangi
dengan peran patron untuk menjadi figur
pemimpin bagi semua klien dan pemberian
bantuan, termasuk pinjaman uang dan
perlindungan. Sifat tatap muka relasi
patronase menunjukan bahwa sifat pribadi
terdapat di dalamnya. Memang hubungan
timbal balik yang berjalan terus dengan
lancar akan menimbulkan rasa simpati
(affection)antara kedua belah pihak, yang
selanjutnya membangkitkan rasa paling
percaya dan rasa dekat. Dekatnya hubungan
ini kadang diwujudkan dalam bentuk
penggunaan istilah panggilan yang akrab
bagi patnernya. (Putra, 2007: 5).5 Atas dasar
kedekatan emosional dan bantuan-bantuan
sumber daya itulah Scott membagi ikatan
patron-klien menjadi dua ; ikatan yang
bersifat afektif dan instrumental. Orang-
orang yang terikat karena kedekatan
emosional dengan seorang patron
merupakan “pengikut inti (core)” dari
sebuah ikatan patron-klien yang bersifat
afektif, dan mereka begitu kuat terikat
kepada patronnya. Sedangkan orang-orang
yang terikat kepada patron hanya karena
hadiah materi atau jasa dianggap sebagai
“pengikut pinggiran (periphery)” dari ikatan
patron-klien yang bersifat instrumental, dan
5 http://www.scribd.com/doc/34826071/46/B-Jenis-Hubungan-Sosial diakses tanggal 18 Mei 2017.
ikatan ini relatif mudah terlepas (Scott,
1972a : 99)6. Walaupun demikian bukan
berarti dalam ikatan afektif tidak terjadi
pertukaran sumber daya materi ataupun jasa,
namun itu bukan satu-satunya alasan
terjalinnya relasi patron-klien.
4) Shadow State
Definisi mengenai konsep shadow
state telah dijelaskan oleh Willian Reno
(1995) bahwa shadow state atau lebih
kongkrit Pemerintahan Bayangan biasanya
akan hadir, tumbuh dan berkembang tatkala
terjadi pelapukan fungsi pada institusi
pemerintahan formal. penyebabnya antara
lain karena para elit penyelenggara
pemerintah formal mengalami
ketidakberdayaan dalam berhadapan dengan
kekuatan-kekatan sosial, ekonomi dan
politik yang dominan berada diluar struktur
pemerintahan formal. konsekuensi adanya
praktik shadow state ialah penyelenggaraan
pemerintahan akan lebih banyak
dikendalikan oleh orotitas diluar struktur
pemerintahan daripada otoritas formal dalam
struktur pemerintahan.
Pembahasan
1) Latar Belakang Terjadinya
Dinasti Politik
Dinasti Politik di Kediri dimulai
sejak 1999 hingga saat ini masih dipimpin
oleh satu keluarga. Fenomena dinasti di
6 Dikutip dari rangkuman teori patronase oleh Adi Prasetijo dalam buku James Scoot yang berjudul Moral Petani, Perlawanan Kaum Petani dalam buku Patron Klien di Sulawesi Selatan: Sebuah Kajian Fungsional-Struktural oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra terbitan KEPEL PRESS Yogyakarta 2007
Kediri merupakan salah satu jenis Dinasti
Politik Regenerasi , Modelnya seperti arisan
keluarga. Ciri dinasti ini adalah
kepemimpinan tanpa jeda, yakni satu
keluarga memipin satu daerah tanpa jeda.
Pada tahun 1999 pada saat awal
pasca reformasi dan pemilu masih belum
dipilih oleh masyarakat secara langsung
namun dipilih oleh anggota DPRD pada saat
itu , bupati terdahulu banyak dari golongan
perwira tinggi militer dan akhirnya setelah
pasca reformasi baru pemimpin ditunjuk
berdasarkan musyawarah anggota legislative
daerah atau biasa kita sebut DPRD , pada
awalnya beberapa anggota DPRD belum
memiliki calon nama untuk dilantik menjadi
bupati karena pada saat itu masih belum ada
figur yang mampu memipin suatu daerah
selain dari golongan militer . Setelah
mengalami beberapa kali musyawarah
akhirnya munculah nama Ir.Sutrisno yang
memiliki latar belakang sebagai PPL pada
bidang pertanian. selain melihat dari latar
belakang , kinerja dari Sutrisno juga sangat
bagus karena ia memiliki semangat juang
yang tinggi untuk membawa pertanian di
desa menjadi maju dan berkembang . lalu
setelah DPRD melalui musawarah akhirnya
terpilihlah Ir.Sutrisno sebagai bupati .
Tahun 2004 merupakan tahun
dimana Kepala Daerah dipilih langsung oleh
rakyat melalui Pemilu , pada tahun tersebut
bupati Sutrisno sebagai petahana hendak
mencalonkan kembali sebagai bupati, beliau
merasa bahwa ia mampu membawa dan
memimpin Kabupaten Kediri menuju
perubahan dan perkembangan dalam
berbagai sektor seperti ekonomi,
infrastruktur, pendidikan dan lain-lain. Dan
beberapa masyarakat pada saat itu juga
merasakan bahwa pak Sutrisno mampu
membawa Kediri dalam perubahan . Hal
itulah yang menjadi awal kekuasaan
Sutrisno dalam dua periode.
Selanjutnya pada 2009 merupakan
masa berakhirnya Ir.Sutrisno menjadi Bupati
Kediri dan ternyata kekuasaan Sutrisno
tidak berhenti selama dua periode, Majunya
dua istri bupati Kediri yang notabene
mereka itu sebagai madu antara satu dan
lainnya dalam Pilkada Kabupaten Kediri
periode 2009 - 2014 sungguh menarik untuk
diamati. Betapa tidak dengan alasan karena
Sang suami tidak bisa mencalonkan lagi
menjadi bupati Kediri karena alasan
persyaratan (sudah dua kali periode sebagai
bupati), maka dia mencalonkan dua istrinya
sekaligus sebagai kandidat bupati.Tak dapat
dielakan, banyak pihak yang mencium
alasan pencalonan mereka dikarenakan
“takut” kursi bupati Kediri jatuh ke orang
lain atau karena adanya persaingan antara
dua orang madu, sehingga persaingan antara
dua orang istri ini terjadi.
Setelah lama tak terdengar, isu
politik dinasti kembali mencuat pada tahun
2015. Bukan tanpa alasan, hal itu
dikarenakan pada tahun 2015 Kabupaten
Kediri mengikuti pilkada serentak pada 9
Desember. Pada pilkada serentak saat itu,
Haryanti kembali maju sebagai calon bupati
petahana. Modus yang digunakan Haryanti
kali ini adalah untuk melanjutkan program-
program kerjanya yang belum selesai.
Banyak media yang menuding bahwa
keluarga besar Haryanti sedang membentuk
politik dinasti di Kabupaten Kediri.
2) Figur dan Peran Sutrisno
Eksistensi Dinasti Sutrisno pada
puncak kekuasaan di Kediri bertahan karena
kemampuanya mempergunakan jaringan
patronase yang terkonveksikan melalui
klientistik sebagai dukungan poltik yang
terus berkembang dan tak berubah
sepanjang zaman serta berkelanjutan dan
kepemimpinan yang diterapkan dalam
menerapkan metode kepemimpinan yang
diterepakan melalui pendekatan dengan
metode non formal yang tidak resmi dengan
memakai kebijaksanaan secara pribadi tanpa
melihat lataran belakang masyarakat.
Dalam politik kekuasaan diperlukan
untuk mendukung dan menjamin jalannya
sebuah keputusan politik dalam kehidupan
masyarakat. Kebijaksanaan dalam praktik
politik kekeluargaan menjadi semacam
mantra yang mampu mengubah relasi formal
menjadi personal.
Namun jika bicara soal real politik ,
dinasti dalam politik itu bisa bertahan karena
orang-orang dilingkaran dinasti mempunyai
kemampuan dan sumberdaya yang besar.
Sementara orang lain tidak bisa
menandinginya. Ada pun beberapa faktor
yang membuat sebuah dinasti bertahan
seperti konsolidasi parpol , konsolidasi
proyek , konsolidasi politik dan konsolidasi
pokok-pokok organisasi yang dianggap
dekat dengan masyarakat.
Sejarah panjang awalanya sutrisno
sebelum menjabat menjadi bupati Kediri
ialah menjadi Petugas Penyuluh Lapangan (
PPL ) dalam bidang pertanian figur sutrisno
pada saat itu menjadi sangat penting
sebelum menjadi ketua DPC PDIP hingga
sekarang , pada jaman pasca reformasi pada
saat itu banyak elit pejabat yang melihat
selain sutrisno memiliki etos kerja yang baik
dan berlandaskan semangat pada saat dahulu
bekerja sebagai PPL dalam bidang pertanian
yang memiliki etos semangat kerja yang
tinggi serta bijaksana dalam setiap
mengambil keputusan menjadikan beliau
salah satu figur yang sangat penting pada
saat itu serta banyaknya relasi dengan
pejabat pemerintahan desa dan berbagai
tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada
di kabupaten kediri. Maka dari itu beberapa
tokoh masyarakat serta elit ysepakat untuk
merekomendasikan sutrisno untuk menjadi
bupati pada tahun 1999 atau pasca reformasi
pemilihan kepala daerah atau bupati masih
dipilih atau ditunjuk oleh DPRD Kabupaten,
Sebelumnya juga ada beberapa kandidat
yang dicalonkan oleh beberapa anggota
fraksi namun pada saat musyawarah
akhirnya Sutrisno yang terpilih menjadi
Bupati pada saat itu dan setelah itu pada
tahun 2004 pemilihan langsung pertama
digelar, Sutrisno mencalonkan lagi sebagai
Bupati atau Petahana, beliau merasa bahwa
mampu program kerja yang beliau terapkan
masih harus dilanjutkan atau diteruskan dan
beliau merasa masih mampu untuk
memimpin Kabupaten Kediri. Setelah
mengalahkan beberapa kandidat lain.
3) Desentralisasi Kekuasaan
Membahas mengenai pemerintahan
daerah pasti tidak telepas hubunganya
dengan desentralisasi . Menurut pengertian
secara umum desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerinahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom
berdasarkan asas otonomi. Pengertian ini
sesuai dengan undang-undang nomor 23
tahun 2014. Dengan adanya desentralisasi
maka muncul otonomi bagi suatu daerah.
Maka seiring desentralisasi,
demokratisasi di daerah justru menjadi
proses revitalisasi kekuatan elite lokal atau
tradisional untuk berkuasa. Elite lokal
berupaya mengukuhkan kembali
pengaruhnya sebagai pemain utama.
Kewenangan yang sebelumnya hanya ada di
pusat, kini digeser ke daerah-daerah.
Kepala-kepala daerah itu bisa tumbuh dari
bawah (masyarakat). Awalnya tumbuh dari
bawah dan disertifikasi (dipilih) dari bawah
juga. Tapi sekarang ditarik dari atas (elite
lokal). (Kepala daerah) tumbuh dari bawah,
dari samping, mungkin dari atas, dan
disertifikasinya dari atas.
Pemerintahan yang terdesentralisasi
sebenarnya merupakan organisasi yang semi
dependen. Artinya, organisasi pemerintahan
tersebut memiliki kebebasan (terbatas)
bertindak tanpa mengacu pada persetujuan
pusat, tetapi statusnya tidak dapat
dibandingkan dengan negara berdaulat, 7
Persoalannya tidak sederhana ketika unit-
unit pemerintahan yang terdesentralisasi
harus dibatasi kewenangan dan diatur
hubungan kelembagaannya satu dengan
yang lain. Setiap negara pasti mengalami
ketegangan bahkan konflik antarunit atau
tingkat pemerintahan sebagai akibat dari
penataan kelembagaan yang tidak tepat.
4) Politik Transaksional
Faktor selanjutnya terjadinya politik
transaksional antara Sutrisno dengan
beberapa Elit di desa ataupun daerah.
7 Philip Mawhood, “Decentralization: the Concept and the Practice,” dalam Philip Mawhood Ed.), Local Government in the Third World: The Experience of Tropical Africa, (Chicester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore: John Wiley & Sons, 1983).
Selama bekerja menjadi PPL beliau juga
menjalin relasi dan melakukan komunikasi
kepada banyak pihak terutama pemangku
kekuasaan di desa yang ada di wilayah
kabupaten Kediri . Beliau menjalin
kerjasama dalam bentuk politik
transaksional kepada para pejabat
pemerintahan desa salah satunya adalah
pembangunan infrastruktur di desa ,
dampaknya adalah simpati dan dukungan
masyarakat agar tertuju pada beliau karena
beliau berhasil membantu pembangunan di
desa-desa di wilayah Kabupaten Kediri yang
selama ini tertinggal dan akhirnya bisa
berkembang.
Hal ini dikarenakan kekuasaan
incumbent digunakan untuk meningkatkan
kekuatan politik para kerabat misalnya
dengan menggunakan sumber daya publik
untuk pengayaan pribadi atau untuk
mendanai partai dan praktik clientelistic
yang merupakan pendukung penting
suksesnya pemilihan di banyak negara
berkembang. Dengan sektor-sektor vital
yang telah dipegang oleh anggota keluarga,
maka kekuasaan serta kewenangan akan
semakin mudah untuk dijalankan. Terdapat
bukti nyata bahwa incumbency akan
memberikan kesempatan lebih besar pada
anggota keluarga untuk menduduki suatu
jabatan tertentu dibandingkan dengan
kandididat politisi tanpa koneksi kerabat di
dalam sistem politik. Di satu sisi
keuntungan diperoleh kandidat politik untuk
meraup suara dengan memanfaatkan
incumbency dalam sistem politik, di sisi
yang lain hal tersebut akan menciptakan
dinasti politik yang rawan akan
penyelewengan etika politik.
Dinasti Sutrisno melihat disribusi
sumber daya patron sebagai sebuah
kewajiban untuk berbagi dengan warga
daerah lainnya melalui ruang-ruang yang
disediakan oleh sruktur sosial dan ekonomi
setempat. Artinya distribusi sumber daya
patron tersbut merupakan bentuk kepekaan
sosial sebuah dinasti politik terhadap
lingkungannya tanpa disertai dengan motif
politik. Sebagaimana orang yang pernah
menerima jasa-jasa baik, bantuan dan
pekerjaan atau jabatan, maka para klein
berusaha membalas kebaikan-kebaikan
tersebut dengan tetap setia berada dalam
jaringan klien.Mereka berusahan
mengidetifikasikan diri sebagai klien yang
setia kepada patron dengan memberikan
dukungan dan mobilisasi suara pada
pemilihan Kepala Daerah atau lainnya.
Masyarakat di Kediri seolah-olah
sudah dibuat terkondisikan oleh sikap dan
kebijakan Sutrisno sebagai pemegang
kekuasaan tertingi . Pada saat istrinya
menjabat dua periode menjadi bupati , Pak
Sutrisno juga diberikan jabatan yang sangat
penting dalam pemerintahan kabupaten
Kediri yaitu menjadi Ketua TPPD , hal
inilah yang dimanfaatkan betul oleh beliau
dengan melakukan kartelisasi politik dalam
bentuk forpimda , banyak relasi pejabat atau
orang yang bekerja dibawahnya mengabdi
dengan loyal agar mendapat imbal balik
dalam bentuk jabatan atau proyek-proyek
strategis dalam pembangunan pemerintahan
dengan tujuan agar segala urusan
pemerintahan dan kekuasaan yang telah
dibangun tetap berjalan sesuai dengan
rencana Sutrisno , akhirnya banyak pihak
yang berlomba-lomba yang mendekat dan
siap membantu Pak Sutrisno dan Bu
Haryanti baik dari orang lama atau orang
baru. Hubungan timbal balik antara patron-
klien yang saling menguntungkan inilah
yang menjadikan bertahannya sebuah
kekuasaan dalam satu wilayah .
Ini merupakan salah satu bentuk
pendekatan politik dengan cara melibatkan
masyarakat dalam proyek ekonominya.
Apalagi didukung dengan adanya anggaran
dana desa dari pemerintahan pusat juga
menjadikan segala kebijakan dari sutrisno
yang dibuat melalui istrinya bisa berjalan
dengan efektif. Dengan berada dibalik layar
Sutrisno bias lebih leluasa dalam mengatur
jalinan relasi keluarga yang menduduki
kursi daerah beserta pejabat legislatifnya
untuk tetap solit dan konsisten pembanguna
politik dinasti.
5) Karakteristik Masyarakat
Kediri
Dengan bentuk karakteristik
masyarakat mataraman Kediri yang sangat
kental , Kediri yang terletak di bagian barat
wilayah provinsi jawa timur merupakan
daerah yang sangat kental dengan budaya
mataraman terutama mataraman islam ,
banyaknya pondok pesantren di kabupaten
Kediri sebagai ciri khas yang kental dengan
karakter mataraman Kediri , “ nderek
kersane mbah yai” merupakan kalimat atau
istilah yang biasa kebanyakan orang Kediri
ucapkan yang tinggal di desa dan daerah
sekitaran pondok pesantren
Maksud dari kalimat tersebut adalah
ikut apa kata kyai , apabila para kyai sudah
memerintahkan maka bagi para warga atau
masyarakat penganut agama islam hal
tersebut adalah anjuran yang harus ditaati
atau diikuti dan sangat sukar untuk ditentang
. Maka dari itulah sejak hampir 15 tahun
lebih , Sutrisno sangat tahu bagaiman betul
cara menarik massa untuk mendukungnya ,
selain tokoh elit partai dan pengusaha beliau
juga menjalin hubungan dengan banyaknya
tokoh agama ulama dan kyai pimpinan
pondok pesantren
Dalam kehidupan tradisional orang
Jawa hubungan antara hamba dan tuan
bukan bersifat tak pribadi; sebaliknya,
hubungan ini lebih bersifat pribadi dan
akrab, saling hormat dan bertanggung
jawab. Secara ideal, hubungan ini menuruti
contoh kasih sayang dalam keluarga8.
6) Relasi Kapitalis-Birokrasi
Ada banyak alasan untuk
menyimpulkan politik dinasti dan dinasti
politik bisa tumbuh subur di Indonesia, baik
dilihat dari faktor budaya, kognitif-
emosional, maupun sosial-ekonomi.
Kecenderungan pengkultusan tokoh yang
dikeliling sejumlah mitos, jejak- jejak
feodalisme yang masih tampak jelas,
struktur dan interaksi sosial yang masih tak
egaliter, dan kesenjangan antarwarga dalam
ekonomi dan pendidikan, bisa jadi alasan
tersebut .
Pertama-tama, yang perlu diletakkan
terlebih dahulu dalam membahas
perkembangan dinasti politik di daerah
adalah memerhatikan jaringan kekuasaan
terbentuk dalam ranah formal dan informal
yang umumnya terjadi dalam nalar
8Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau: Studi Tentang Masa Mataram II, Abad XVI Sampai XIX. Jakarta. Yayasan Obor
ekonomi-politik. Hal tersebut dilakukan
kepala daerah sebelum pada langkah
berikutnya mulai menempatkan kerabatnya
sebagai proyek dinasti politik. Adapun
jejaring kekuasaan kepala daerah tersebut
dibangun atas sinergitas birokrasi, kapitalis,
dan politisi yang membentuk jaringan kuasa
formal dan informal dalam masyarakat aras
lokal. Narasi mengenai politisasi fungsi
maupun mobilisasi birokrat menjadi agen
penting vote getter dalam Pemilukada
bukanlah praktik baru karena hal itu sudah
banyak dilakukan di berbagai tingkatan kota
dan kabupaten. Politisi biasanya digunakan
untuk mengamankan pencalonan kerabat
yang hendak maju dalam Pemilukada
maupun jabatan strategis lainnya di daerah.
7) Faktor Familisme atau
Keluarga
Dinasti politik familisme berbasis
populisme yang ditonjolkan dalam suksesi
pemerintahan adalah upaya “mengamankan”
progam kepala daerah sebelumnya. Hal ini
terkait reproduksi wacana heroism dan
populisme progam pemerintahan
sebelumnya yang dijadikan bahan kampanye
kerabat untuk menggantikan kerabatnya
yang lain. Meskipun istrinya telah menjadi
bupati formal, suami masih berperan besar
dalam bupati informal yang bisa
memberikan masukan tertentu kepada
istrinya. Artinya, pengaruh maskulinisme
kuasa keluarga masih berlaku dalam
pemerintahan sekalipun kedudukan istrinya
lebih tinggi sebagai bupati daripada
suaminya yang kembali sebagai kawula
biasa.
Kondisi itu turut juga mengubah
paradigma rumah tangga yang semula hanya
berwujud satu rumah kini telah berwujud
daerah. Dalam tataran inilah, “kuasa gono-
gini” tersebut berlaku. Istri berada di ranah
domestik formal sementara suami berada di
arena sosial informal. Pada akhirnya model
dinasti politik yang seperti ini berbentuk
pemerintahan boneka karena yang
sebenarnya berkuasa adalah suaminya,
sementara istrinya hanya menjadi simbolis
pemerintahan. Preferensi pemilih di ketiga
daerah ini dalam memilih kepala daerah
masih dibayang-bayangi populisme kepala
daerah yang terdahulu sehingga calon kepala
daerah yang dipilih biasanya yang
mendekati figur atau memiliki ikatan
langsung dengan kepala daerah tersebut.
Bahkan tidak mungkin kalau suami tersebut
terbebas dari masa kurungan tersebut akan
kembali menjagokan kembali menjadi
bupati menggantikan istrinya. Dalam model
dinasti politik seperti ini, aroma oligarki
terasa namun tidak begitu kuat karena
sebenarnya yang dibangun adalah
romantisme dan populisme yang berbaur
dengan oligarkis. Oleh karena itu,
menyebutnya sebagai bentuk mafia lokal
dalam istilah Sidel agaknya kurang tepat
untuk mendeskripsikan konteks ini.
Masyarakat yang sejatinya menjadi
aktor utama dalam proses demokratisasi
lokal di daerahnya justru malah menjaga
status quo kepemimpinan oligarkis ini
sebagai bentuk loyalitas dan afinitas
terhadap redistribusi progam populis yang
dijalankan melalui skema politik ‘gentong
babi’. Untuk itu, penulis lebih menyebut
dinasti politik dalam ketiga kasus ini sebagai
populism oligarchy atau populism dynasties
karena logika oligarki dibangun atas
popularitas calon yang didukung progam
populis melalui politisasi anggaran.
Selama hampir kurang lebih 15 tahun
menjalankan dinasti politik , Sutrisno dan
keluarga sudah menguasai beberapa aset
aset penting di daerah kabupaten Kediri ,
tidak hanya Sutrisno , beberapa anggota
keluarga beliau juga menjabat pada jabatan
strategis baik eksekutif maupun legislatif.
Hal ini lah yang juga menjadi faktor
pendukung sutrisno dalam mengembangkan
kekuasaanya dalam bentuk dinasti politik
.Seperti contoh adik ipar sutrisno ,
H.Sulkani adalah ketua DPRD Kabupaten
Kediri selain itu ada Rahmadi Yogiantoro
yang menjadi menantu beliau bekerja
sebagai Ketua KADIN dan juga Ketua
Karangtaruna Kabupaten Kediri da nada
beberapa anggota keluarga lain yang
menjabat posisi strategis pada sektor
pemerintahan. Selain itu juga factor civil
society yang tidak teroganisir membuat
pemerintahan sutrisno sangat minim
diserang oleh beberapa isu-isu buruk dan
lawan-lawan politiknya , hal ini bisa terjadi
karena sutrisno berhasil mengondisikan
masyarakat kediri serta sifat dinasti politik
sendiri yang sangat inklusif.
Partai politik merupakan sebuah
organisasi yang memiliki fungsi
menyalurkan aspirasi rakyat. Tetapi dalam
pemilihan ketua umum partai atau pejabat
lainnya rakyat tidak memilihnya melainkan
anggota partai tersebut yang memilihnya
Sebagai contoh Pak Sutrisno sebagai ketua
DPC langsung menunjuk Istrinya untuk
menjadi calon bupati dari partai PDIP,
padahal Haryanti sendiri bukan kader atau
anggota partai. Beliau juga berasalan bahwa
hanya Bu Haryanti lah yang mewarisi
ketrampilan politk dari Pak Sutrisno sendiri.
Tentu beberapa rakyat menilai itu menyalahi
etika politik, tetapi beberapa anggota partai
tersebut menyatakan tidak karena itu
pemilihan yang dilakukan dalam partai
mereka. Walaupun kita kembali mengingat
partai politik merupakan wadah aspirasi
masyarakat dalam berpolitik. Kurangnya
sosok figur atau lawan politik yang memiliki
elektabilitas yang tinggi juga menjadikan
salah satu penyebab berkembangnya dinasti
ini , secara tidak langsung di internal partai
PDIP sendiri sutrisno juga sudah mematikan
fungsi partai politik itu sendiri , mencari
pemimpin-pemipin baru yang ideal dari
kader-kader partai. Hal inilah yang
menyebabkan masyarakat Kediri beberapa
tahun terakhir juga mengalami penurunan
dalam tingkat partisipasi pemilih yaitu
hanya sekitar 60 %. Dinasti politik memang
merupakan produk dari demokrasi modern.
Tapi keberhasilan dalam membentuk sebuah
dinasti politik itu sendiri, diserahkan pada
pasar, yaitu pemilih dalam pemilu.
8) Hubungan Patron dan Klien
Secara umum, basis fondasi
kekuasaan formal dinasti politik lokal di
Indonesia dibangun berdasarkan hubungan
paternalistik melalui redistribusi progam
populis yang dihasilkan melalui skema
politik ‘gentong babi’ (pork barrel politics)
maupun politisasi siklus anggaran (politic
budget cycle). Hal itulah yang kemudian
mendorong adanya hubungan kedekatan
maupun romantisme antara pemimpin
dengan rakyatnya sehingga pemimpin
mudah dalam membentuk politik persuasif
melalui gelontoran uang hingga ke pelosok.
Berkaitan dengan suksesi kepemimpinan,
politisasi birokrat maupun sosialisasi tokoh
informal masyarakat menjadi bagian
intimitas yang bertindak sebagai agen
intermediasi dalam memenangkan dan
melanggengkan kekuasaan famili politik.
Perbincangan mengenai dinasti
politik dalam ranah politik lokal sangatlah
berbeda dengan konteks dinasti politik yang
terjadi di level nasional. Dalam ranah lokal,
romantisasi nama besar familisime
menjamin suatu dinasti politik dapat eksis
secara terus-menerus. Familisme sendiri
dibentuk atas tiga hal, yakni figur
(personalism), klientelisme (clientelism),
dan tribalisme (tribalism), sebagai ketiga
kunci dalam mengurai basis-basis
terbentuknya tren familisme kekuasaan
dalam demokrasi lokal di Indonesia (Allen
2012:7).
Ketiga proses tersebut berperan besar
dalam suksesi pemerintahan lokal di
Indonesia yang dilakukan dalam dua jenis
yakni secara by design dan by accident.
Dinasti politik yang by design sudah
terbentuk sejak lama dimana jejaring
familisme dalam pemerintahan sendiri sudah
kuat relasionalnya sehingga kerabat yang
ingin memasuki kancah pemerintahan
maupun politik sudah didesain sejak awal
untuk menempati pos tertentu.
Banyaknya kerabat Sutrisno mulai
dari tingkat desa hingga daerah menjadi
faktor selanjutnya , seperti halnya hubungan
patron-klien apabila orang-orang yang sudah
diberi kepercayaan Sutrisno dan mampu
menjalankan tugas atau perintah yang
diberikan maka ia akan mendapatkan
imbalan baik secara materiil maupun
imateriil adapun dalam bentuk jabatan atau
diberikan proyek-proyek pembangunan
strategis . Mendekati pemilihan bupati yang
akan digelar pada tahun 2019 , salah satu
anggota keluarga dari Sutrisno yaitu Yogi
Rahmanto yang bertatus sebagai menantu,
Beberapa waktu akhir ini mulai berusaha
mencari simpati serta suara beberapa elemen
masyarakat Kediri terutama golongan
pemilih muda pemula dengan cara
mengadakan acara-acara yang sifatnya
partisipatif. Yogi Rahmanto disini bertindak
sebagai Ketua Penyelenggaranya atau
Pelaksananya , hal ini merupakan salah satu
bentuk marketing politik dengan tujuan agar
masyarakat mengenal Yogi Rahamanto
sebagai seorang politisi ataupun figure yang
sangat dekat dengan warga. koneksi
kekerabatan atau kekeluargaan dalam ranah
politik sangat mengguntungkan bagi
kandidat, Dimana kandidat dapat
memanfaatkan nama besar keluarga dengan
jabatan tinggi di dalam sistem politik untuk
meraup suara. Hal inilah merupakan salah
satu bentuk dari kesiapan keluarga Sutrisno
dalam melanjutkan estafet kekuasaan di
pemerintahan Kabupaten Kediri.
9) Praktik Shadow State dalam
Penyelenggaraan
Pemerintahan Kabupaten
Kediri
Pada lembaga eksekutif di
Kabupaten Kediri, terdapat 1 aktor utama
yang memiliki peranan penting dalam
konstelasi selama masa kepemimpinan
Haryanti , yaitu adalah suaminya sendiri
Ir.Sutrisno yang juga adalah mantan bupati
Kediri selama dua periode. Selain itu ada
juga aktor yang memiliki peran penting pada
lembaga legislative yaitu H.Sulkani yang
tidak lain adalah saudara dari
Sutrisno.Kendati diantara kedua aktor ini
memiliki kepentingan dan sumberdaya
politik yang berbeda, namun relasi antara
keduanya cukup solit pada pemerintahan
kabupaten Kediri.
Setidaknya ada beberapa alasan yang
dapat menjelaskan mengapa antara dua aktor
tersebut dapat membangun relasi kekuasaan
yang relative cukup solid. Faktor pertama
karena direkat oleh adanya ikatan kolega
birokrat. Sulkani dan Sutrisno adalah kedua
aktor yang sudah lama berkecimpung dalam
dunia perpolitikan di Kediri , dua orang ini
selalu mendapatkan jabatan strategis pada
saat masih menjabat. Hubungan inilah yang
telah menjadi trust building antara mantan
ketua bupati dan ketua DPRD .
Dalam beberapa temuan dari
narasumber yang saya dapat juga dikatakan
bahwa Sutrisno mengintervensi aparat atau
birokrat agar mereka bersedia melaksanakan
perintah Sutrisno.Selain itu juga ketika
dalam rapat atau kunjungan kerja kehadiran
Sutrisno selalu tidak jauh dari samping
Haryanti , dalam beberapa kegiatan Sutrisno
juga ditunjuk untuk memipin rapat kerja,
sedangkan Hayanti sebagai bupati yang
memiliki legitimasi untuk memimpin rapat
maupun brefing hanya banyak diam .
Ada beberapa kebijakan ataupun
peraturan yang dibuat dan dikeluarkan
pemerintah kabupaten Kediri yang tidak
jauh dari campur tangan sutrisno , disini
dapat disimpulkan bahwa Haryanti hanyalah
wayang sedangkan Sutrisno adalah wayang .
Beliau bertugas utuk memerintahkan ,
menggerakan dan mengarahkan istrinya
dalam setiap hak politiknya agar sesuai
dengan yang diperintahkan . padahal
Sutrisno sudah jelas hanya sebagai mantan
bupati yang tidak memiliki legitimasi dalam
pemerintahan namun fakta dilapangan justru
berbanding terbalik terhadap itu.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan hasil
analisis data yang sudah didapatkan pada
proses penelitian, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, Jika kita berbicara
politik dinasti, tidak ada peraturan yang
tidak memperbolehkan dinasti politik tetapi
negara kita ini bernama Republik Indonesia.
Dalam pengertian dasar, sebuah republik
adalah sebuah negara di mana tampuk
pemerintahan akhirnya bercabang dari
rakyat, bukan dari prinsip keturunan
bangsawan dan sering dipimpin atau
dikepalai oleh seorang presiden. Istilah ini
berasal dari bahasa Latin res publica, atau
"urusan awam", yanng artinya kerajaan
dimilik serta dikawal oleh rakyat.
Negara ini juga menganut demokrasi
pancasila yang berarti paham demokrasi
yang bersumber kepada kepribadian dan
filsafat bangsa Indonesia yang
perwujudannya seperti tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.
Dinasti Politik yang di bentuk
keluarga Sutrisno dari awal pasca reformasi
hingga kini dan kemungkinan akan terus
berjalan karena tidak adanya figure yang
memiliki elektabiitas yang sama dan bahkan
melebihi keluarga Sutrino .Selain itu
matinya fungsi partai politik untuk mencari
kader-kader politik terbaik dari internal
partai itu sendiri mengakibatkan tidak
adanya pemimpin-pemimpin baru yang bisa
berkembang dan mampu memipin dan
membawa sebuah pemerintahan ke era yang
baru .
Hubungan Patron-Klien sangat kuat
yang mendukung dinasti ini akan terus
berjalan sampai kapanpun , dan tentunya
sangat sulit untuk memutus rantai hubungan
ini karena sudah berjalan belasan tahun lebih
. Regenarasi hubungan antara Patron dan
Klien juga masih sangat kuat hubungan
mereka dari bapak hinga ke anak dan
bahkan hinggu cucu nya kelak juga menjadi
faktor pendukung. Selama hamper 15 tahun
lebih berkuasa bukan tidak mungkin
banyaknya asset-aset penting di dalam
daerah yang dimiliki dan dikuasi oleh
keluarga Sutrisno , hal inilah sesuai dengan
teori oligarki apabila seseorang dapat
menguasai Sumber daya yang ada di daerah
itu maka iya akan memiliki kekuasaan yang
sifatnta mutlak . Sumber daya kekuasaan
yang dimaksud mencakup hak politik
formal, jabatan resmi (baik di dalam
maupun di luar pemerintahan), kuasa
pemaksaan (coercive power), kekuatan
mobilisasi dan kekuasaan material
(kekayaan).
Dinasti ini juga akan terus terjadi
apabila peraturan atau undang-undang yang
mengatur sebuah sistem demokrasi tidak
mengalami perubahan . Karena sifatnya
yang inklusif dan tertutup membuat sebuah
dinasti politik menjadi sangat sulit dicari
sebuah kesalahannya . Sangat sulit untuk
membongkar praktik-praktik
penyalahgunaan kekuasaan pada
sekelompok orang yang tertutup, Karena
setiap individu berusaha untuk saling
menjaga satu sama lain .Sekilas tidak ada
yang salah dengan politik dinasti. Terlebih
jika mengacu pada dalil demokrasi bahwa
setiap warga negara memiliki hak yang sama
untuk dipilih dan memilih. Namun, tidak
dapat dimungkiri bahwa dinasti politik yang
berkembang selama ini telah mencederai
esensi demokrasi itu sendiri.
Demokrasi dicirikan oleh setidaknya
tiga karakter. Pertama, pembagian
kekuasaan ala trias politika yakni eksekutif,
yudikatif dan eksekutif. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi proses check and
balances antar lembaga pemerintah. Kedua,
demokrasi dicirikan dengan suksesi
kepemimpinan yang terbuka, melalui
mekanisme pemilihan umum yang adil, jujur
dan terbuka. Ketiga, rakyatlah pemegang
kedaulatan, bukan pemerintah apalagi
politisi.
Dengan maraknya dinasti politik,
tiga pilar demokrasi itu berada dalam
ancaman besar. Sistem check and balances
dipastikan tidak akan berjalan efektif
manakala semua lini dikuasai orang-orang
yang sekerabat. Rapat-rapat atau sidang-
sidang yang sedianya menentukan hajat
hidup orang banyak justru lebih mirip arisan
keluarga. Jika sudah demikian, maka sudah
sepatutnya kita mengucapkan selamat
tinggal good governance.
Saran
Beberapa saran penting yang
direkomendasikan untuk mengurangi gejala
proliferasi dinasti politik yang ada di
kabupaten Kediri :
Pertama, untuk mengurangi dan/atau
menghambat proses perluasan praktik
dinasti di daerah suatu ikhtiar komprehensif
yang lebih serius, sistematik dan tentu saja
legal penting dilakukan, baik melalui
perangkat peraturan perundangan maupun
melalui proses edukasi politik masyarakat
yang diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran publik perihal potensi buruk
dampak praktik dinasti dalam kehidupan
sosial-politik di daerah. Selain itu, kontrol
dan perimbangan oleh masyarakat sipil
terhadap kekuasaan pemerintahan daerah
juga perlu ditingkatkan dengan memperkuat
peran-peran dan partisipasi masyarakat sipil
dalam kerangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Kedua, upaya mengurangi dan/atau
menghambat proses merebaknya
kebangkitan dinasti politik dan gejala
proliferasinya di daerah juga perlu dilakukan
pada sisi hulu proses pilkada, dengan antara
lain memperkuat pelembagaan partai-partai
politik di daerah serta meningkatkan
integritas para elitnya sedemikian rupa
sehingga tidak mudah terjebak dalam
pusaran politik transaksional dengan para
pemilik modal (local strongmen, local
bossis) yang selama ini praktis
mengendalikan proses kandidasi dan
perhelatan pilkada untuk kepentingan
keluarga dan kelompok oligarkhnya sendiri.
Ketiga, untuk memetakan lebih tajam
dan komprehensif terkait gejala proliferasi
dinasti ini, suatu penelitian lebih lanjut
penting dilakukan, terutama dalam rangka
mendeteksi dan memetakan berbagai
dampak negatif dari praktik dinasti dan
proliferasinya di berbagai daerah. Dalam
kaitan ini, penulis sendiri sedang terus
melakukan riset di Kediri terkait dampak
buruk praktik dinasti terhadap
perkembangan demokrasi dan merebaknya
praktik-praktik korupsi di daerah dan yang
terakhir ,Diperlukan adanya supremasi
hokum yang jelas untuk mencegah hal-hal
atau dampak negative yang ditimbulkan
akibat dari politik dinasti serta perlu
dibentuknya payung hokum yang memadai
dan tidak mencederai HAM untuk mencegah
makin berekembangnya politik dinasti di
suatu daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Ibid,. hlm. 27
http://bawaslubabelprov.go.id/index.php/arti
kerl/item/161-kekuasaan-dinasti-politik.
https://www.researchgate.net/profile/Novy_
Yunas/publication/306014895_Pilkada_Sere
ntak_Dalam_Pusaran_Arus_Perubahan_Har
apan_Sebuah_Kesejahteraan/links/57aaaeed
08ae3765c3b50090.pdf?origin=publication_
detail
Jeffrey A. Winters, Oligarki terj., Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2011. hlm.1
http://www.scribd.com/doc/34826071/46/B-
Jenis-Hubungan-Sosial
diakses tanggal 18 Mei 2017.
Dikutip dari rangkuman teori patronase oleh
Adi Prasetijo dalam buku James Scoot yang
berjudul Moral Petani, Perlawanan Kaum
Petani dalam buku Patron Klien di Sulawesi
Selatan: Sebuah Kajian Fungsional-
Struktural oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra
terbitan KEPEL PRESS Yogyakarta 2007
Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan
Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau:
Studi Tentang Masa Mataram II, Abad XVI
Sampai XIX. Jakarta. Yayasan Obor
Eriyanto. 2012. Dinasti Politik dalam
Pilkada: Menguntungkan atau Merugikan
Kandidat? (Kasus Pilkada Kabupaten
Kediri). Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 36,
MIPI, Jakarta, hal. 68-90
Djati,Wasisto Raharjo. 2013. Revivalisme
Kekuatan Familisme dalam Demokrasi:
Dinasti Politik di Aras Lokal,. Jurnal
sosiologi masyarakat, LabSosio Universitas
Indonesia, Vol. 18. No 2., hal. 181-231
Aspinall, Edward, Politik Uang di
Indonesia, Patronase dan Klientelisme pada
Pemilu Legislatif 2014, Jakarta, 2014
Bragança, Arthur and Rio Juan Rios.
Political Dynasties and the Quality
of Government. Web.Stanford.Edu.