Page 1
PENGARUH POLITIK DINASTI DAN DESENTRALISASI
FISKAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA TAHUN 2012-2015
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh:
Khaidar Ibrahim
NIM. 11150840000066
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
Page 5
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari Rabu, tanggal 20 Mei 2020 telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Khaidar Ibrahim
2. NIM 11150840000066
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Mei 2020
Muhammad Hartana Iswandi Putra, M.Si. ( )
NIP. 196806052008011023 Ketua
Najwa Khairina, S.E., M.A ( )
NIP. 198711132018012001 Penguji Ahli
Sofyan Rizal, S.E., M.Si ( )
NIP. 197604302011011002 Pembimbing
iv
Page 6
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Khaidar Ibrahim
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 25 April 1997
3. Alamat : Jl. H. Saleh RT 002/002 No.21 Benda Baru,
Pamulang, Tangerang Selatan
4. Telepon : 081211975801
5. Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 2002-2003 : TK Pertiwi
2. Tahun 2003-2009 : SD Negeri Pamulang 1
3. Tahun 2009-2012 : SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
4. Tahun 2012-2015 : SMA Negeri 9 Tangerang Selatan
5. Tahun 2015-2020 : Program Sarjana S1 Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Departemen Sosial & Keislaman HMJ Ekonomi Pembangunan
UIN Jakarta, 2016
2. Sekretaris Departemen Kewirausahaan HMJ Ekonomi Pembangunan UIN
Jakarta, 2017
Page 7
vi
3. Kepala Departemen Entrepreneur & Leadership DEMA Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Jakarta, 2018
4. Anggota Biro Minat dan Bakat PMII KOMFEIS, 2016-2017
5. Ketua Biro Ekonomi Kreatif PMII KOMFEIS, 2017-2018
6. Wakil Ketua IV PMII KOMFEIS, 2018-2019
7. Ketua Umum Ikatan Remaja Masjid Ar-Ridhwan (IKRAR), 2018-2020
8. Sekretaris Badan Pembinaan Anak Yatim Ar-Ridhwan, 2020-2023
IV. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Usman Sumantri
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 15 Mei 1961
3. Ibu : Popon Fatimah
4. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 10 Desember 1971
5. Alamat : Jl. H. Saleh RT 002/002 No.21
Benda Baru, Pamulang, Tangerang Selatan
6. Anak ke dari : 3 dari 5 bersaudara
Page 8
vii
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the impact of politic dynasty and fiscal
decentralization on the performance of local government. The sample of this
research is 170 local government in Indonesian which was listed on the
Directorate General of Regional Autonomy Ministry of Internal Affairs in 2012-
2015 that selected by using purposive sampling method. Hypothesis testing use
the multiplelinear regression test by SPSS software version 25. The results of this
research indicate that dynastic politics and independence local of goverments has
a effect on the performance of local governments, but dependence on the central
government do not have a significant effect on the performance of local
governments. While dynastic politics, independence local of goverments and
dependence on the central goverments simultaneously have a effect on the
performance of local goverments.
Keyword: politic dynasty, fiscal decentralization, performance of local
government
Page 9
viii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh politik dinasti dan
desentralisasi fiskal terhadap kinerja pemerintah daerah. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 170 pemerintah daerah di Indonesia yang terdaftar
di Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementerian dalam Negeri pada tahun
2012-2015 yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengujian hipotesis ini menggunakan uji regresi linear berganda dengan software
SPSS versi 25. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa politik dinasti dan
kemandirian daerah berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah, sedangkan
ketergantungan pada pemerintah pusat tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja pemerintah daerah. Sementara politik dinasti, kemandirian daerah
dan ketergantungan pada pemerintah daerah secara simultan berpengaruh terhadap
kinerja pemerintah daerah.
Kata kunci: politik dinasti, desentralisasi fiskal, kinerja pemerintah daerah
Page 10
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah swt., yang telah memberikan berbagai macam
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pegaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015”. Shalawat serta salam
senantiasa terlimpahkan kepada Pemimpin dan Suri Tauladan kita, Baginda Nabi
Muhammad saw., semoga kita senantiasa istiqomah dalam menjalankan sunnah-
sunnah beliau dan berharap akan mendapatkan syafa‟atnya kelak di yaumil
qiyamah, Aamiin...
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
terdapat banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ibu Popon Fatimah dan Bapak Usman Sumantri selaku orang tua penulis,
yang telah mendidik dan membesarkan saya sejak kecil serta selalu
memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga dengan skripsi ini
setidaknya bisa membuat ibu dan ayah bangga kepada saya. Terima kasih
yang tak terhingga saya ucapkan kepada ibu dan ayah yang selalu berjuang
dan mendoakan saya hingga berhasil menjadi seorang sarjana. Semoga ibu
Page 11
x
dan ayah senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang sehingga saya
dapat terus berusaha membuat kalian bangga dan bahagia.
2. Kholidzul Firdaus dan Mutiara Ramadhini selaku kakak serta Aditya
Mahardika dan Adi Satya Dharma selaku adik yang telah memberikan
dukungan serta doa kepada penulis.
3. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Prof. Dr. Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Muhammad Hartana Iswandi Putra, SE., M.Si., selaku Kepala Jurusan
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Deni Pandu Nugraha, SE., M.Sc., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Zaenal Muttaqin, MPP selaku dosen penasehat akademik yang selalu
memberikan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Sofyan Rizal, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, mengarahkan dan selalu memberikan motivasi kepada
penulis selama penyusunan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
berbagi pengalaman selama penulis menjalani studi.
Page 12
xi
10. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dan melayani dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
11. Teman-teman “Entropy” yang telah berbagi kebahagiaan, memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan. Terima kasih
kepada Syaban, Ivan, Feisal, Harits, Azam, Hilal, Zulfikar, Wahyu, Farras,
Farith, Hady, Isma, Alwan, Satria, Ipul, Putri dan Desti
12. Ibu Tita dan Bapak Andri selaku staf di Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri yang telah membantu penulis
memperoleh data untuk penelitian ini.
13. Keluarga besar HMJ Ekonomi Pembangunan, terima kasih atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan pembelajaran,
pengalaman, serta keluarga baru selama menjadi mahasiswa.
14. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2015, terima kasih telah menjadi
bagian dari perjalanan penulis selama studi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
15. Keluarga besar PMII KOMFEIS, terima kasih atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mendapatkan pembelajaran, pengalaman,
serta keluarga baru selama menjadi mahasiswa.
16. Sahabat-sahabat KOMFEIS 2015, terima kasih sudah memberikan
pengalaman dan pembelajaran kepada penulis selama menjalani
perkuliahan.
Page 13
xii
17. Teman-teman Ikatan Remaja Masjid Ar-Ridhwan, terima kasih untuk
pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis.
18. Teman-teman KKN PEACE 30, terima kasih untuk pengalaman dan
pembelajaran singkat yang sangat berharga bagi penulis.
19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama pengerjaan
skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekuarangan yang disebabkan oleh masih terbatasnya pengetahuan serta
pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa dengan adanya skripsi
ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan bagi
penulis pada khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 7 April 2020
Khaidar Ibrahim
Page 14
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................v
ABSTRACT ........................................................................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xix
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 12
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 13
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 14
Page 15
xiv
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 14
BAB II .............................................................................................................................. 16
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 16
A. Landasan Teori ...................................................................................................... 16
1. Politik Dinasti .................................................................................................... 16
2. Desentralisasi Fiskal .......................................................................................... 24
3. Kinerja Pemerintah Daerah ............................................................................... 31
B. Hubungan Antar Variabel ..................................................................................... 34
1. Hubungan Politik Dinasti Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ...................... 34
2. Hubungan Kemandirian Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah .......... 36
3. Hubungan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat Terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah ................................................................................................... 36
C. Penelitian Terdahulu ............................................................................................. 38
D. Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 48
E. Hipotesis ............................................................................................................... 50
BAB III ............................................................................................................................. 51
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 51
A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 51
B. Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 51
C. Metode Penentuan Sampel .................................................................................. 52
Page 16
xv
D. Metode Analisis Data ............................................................................................ 54
1. Analisis Statistik Deskriptif ................................................................................ 54
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................................... 55
3. Uji Hipotesis ...................................................................................................... 58
4. Koefisien Persamaan Regresi Linear Berganda ................................................. 60
E. Operasionalisasi Variabel ...................................................................................... 61
1. Variabel Independen ......................................................................................... 61
2. Variabel Dependen ........................................................................................... 66
BAB IV ............................................................................................................................. 71
ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 71
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................................... 71
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ........................................................................... 75
1. Analisis Statistik Deskriptif ................................................................................ 75
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................................... 82
3. Hasil Uji Hipotesis ............................................................................................. 89
C. Pembahasan .......................................................................................................... 94
1. Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ....................... 94
2. Pengaruh Tingkat Kemandirian Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah 94
3. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat Terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah ................................................................................................... 95
Page 17
xvi
BAB V .............................................................................................................................. 96
PENUTUP ........................................................................................................................ 96
A. Kesimpulan............................................................................................................ 96
B. Saran ..................................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 99
LAMPIRAN ................................................................................................................... 104
Page 18
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Indikasi Kecurangan Pemerintah Daerah............................................... 5
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 39
Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel .......................................................... 70
Tabel 4.1 Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria ............................................ 74
Tabel 4.2 Tabel Statistik Deskriptif ..................................................................... 75
Tabel 4.3 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal ........................................ 78
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Dengan Kolmogorof-Smirnov ........................... 84
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas .................................................................. 85
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Dengan Run Test ............................................ 86
Tabel 4.7 Hasil Koefisien Korelasi ...................................................................... 87
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Cochrane-Orcutt Run Test .............................. 87
Tabel 4.9 Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser ........................................ 88
Tabel 4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ........................................................ 89
Tabel 4.11 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ............................................. 90
Tabel 4.12 Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t) .................................................. 91
Page 19
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 49
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Dengan Histogram ......................................... 82
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Normal Plot ........................... 83
Page 20
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ....................................................................... 104
Lampiran 2 Surat Direkorat Jenderal Otonomi Daerah ..................................... 105
Lampiran 3 Data Penelitian................................................................................ 106
Lampiran 4 Hasil Output SPSS .......................................................................... 114
Page 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi merupakan salah satu proses penting dalam
perkembangan demokrasi di suatu negara. Agar demokrasi berjalan dengan
baik, negara memerlukan strategi desentralisasi (Mimba, 2007). Di
Indonesia, sistem desentralisasi mulai berlaku sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999 yang kemudian Undang-Undang tersebut disempurnakan
menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Lahirnya desentralisasi dan demokrasi adalah sebagai upaya untuk
membongkar sentralisme kekuasaan. Dengan kata lain, demokrasi dan
desentralisasi tidak menghendaki adanya pemusatan kekuasaan karena
kekuasaan yang terpusat akan cenderung disalahgunakan (Carnegie & West,
2005). Dengan adanya pemikiran untuk melakukan suatu perubahan sistem
pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi
memberikan harapan yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk
menciptakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat (Anggraini &
Riharjo, 2017).
Page 22
2
Menurut (Moisiu, 2014), Desentralisasi adalah proses devolusi
politik, fiskal dan pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Penyerahan kekuasaan pada pemerintah daerah ini
bertujuan untuk meningkatkan stabilitas sistem demokrasi, meningkatkan
efektifitas dan efisiensi, menstimulasi pembentukan basis pengembangan
ekonomi lokal dan nasional, meningkatkan transparansi pemerintahan dan
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal pada dasarnya merupakan
instrumen yang digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan negara
agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan mudah. Hal ini
didukung dengan pernyataan (Liu, 2007), ia menyatakan bahwa di beberapa
daerah dimana desentralisasi fiskal dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Namun,
(Syahruddin, 2006) menyatakan bahwa adanya perbedaan kapasitas dan
kemampuan yang dimiliki setiap daerah dari sisi keuangan, ketersediaan
infrastruktur maupun kapasitas sumber daya manusia, justru membuat
implementasi otonomi daerah menimbulkan berbagai permasalahan.
(Moisiu, 2014) beranggapan bahwa di beberapa negara justru ditemukan
tingkat korupsi yang semakin tinggi pasca implementasi desentralisasi
fiskal. Bahkan, di Indonesia desentralisasi fiskal justru meningkatkan
kecendrungan korupsi di daerah (Rinaldi, 2007). Hal serupa juga
disampaikan oleh (Liu, 2007) bahwa efek negatif desentralisasi fiskal adalah
Page 23
3
justru meningkatkan korupsi, bukan menghasilkan perbaikan kualitas
pelayanan publik. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan praktikal
(practical gap) atau anomali dari tujuan diberlakukannya otonomi
pemerintahan.
Sejak otonomi digelar di Indonesia, yang kemudian diikuti
pemilihan daerah yang digelar langsung, ada kecenderungan bermunculan
dinasti-dinasti politik (Anggraini & Riharjo, 2017). Menurut (Nuritomo &
Rossieta, 2014) politik dinasti sangat rentan tumbuh terhadap negara yang
penduduknya memiliki rata-rata tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan
tinggi. Politik dinasti dapat diartikan secara sederhana sebagai sejumlah
kecil keluarga yang mendominasi distribusi kekuasaan (Querrubin, 2015).
Pemilihan kepala daerah langsung menjadi salah satu sebab munculnya
masalah politik dinasti (Nuritomo & Rossieta, 2014). Dinasti Politik ini
mulai terlihat di Era Reformasi yang lebih dikenal demokratis. Dalam
pemerintahan yang demokratis, seharusnya rakyat memiliki peluang yang
lebih besar untuk terlibat dalam proses politik. Namun, (Amelia, 2015)
menyatakan bahwa adanya Dinasti Politik, membuat peluang yang dimiliki
oleh rakyat untuk terlibat di dalam proses-proses politik sangat kecil, hal ini
disebabkan karena mereka yang menjadi pemimpin saling mempunyai
hubungan keluarga.
Dalam KOMPAS.com, (Hakim, 2017) menyatakan bahwa politik
dinasti jadi hambatan untuk menghasilkan kepala daerah berkualitas. Selain
itu, menurut Arif Susanto pada KOMPAS.com oleh Rakhmat Nur Hakim,
Page 24
4
ia menyatakan bahwa kuatnya dinasti politik di beberapa daerah, membuat
calon yang punya kans besar untuk menang berasal dari dinasti penguasa
sebelumnya dan hal ini diperparah dengan lemahnya pelembagaan politik di
Indonesia, yang menyebabkan minimnya calon untuk bersaing. Mantan
ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar dalam diskusi pilkada
di Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis pada 11 Februari 2017,
mengatakan bahwa politik dinasti indentik dengan korupsi. Karena itu,
dalam perspektif hukum di negara ini, politik dinasti sudah tidak tepat lagi
dan jika sebuah masyarakat ingin hidup sejahtera, politik dinasti harus
dihindari. Hal tersebut diungkapkan oleh L Gora Kunjana (2017) pada
BERITASATU.com.
Page 25
5
Tabel 1.1
Indikasi Kecurangan Pemerintah Daerah
Kasus Status Politik
Dinasti Kronologis Sumber
Kasus korupsi
pengadaan alat
kesehatan di Rumah
Sakit Rujukan Provinsi
Banten
Terindikasi Hj. Ratu Atut Chosiyah selaku Gubernur
Banten bekerjasama dengan adiknya
yaitu Tubagus Chairi Wardana untuk
menggelapkan sejumlah uang dari APBD
yang dialokasikan untuk pengadaan alat
kesehatan RS Rujukan Banten. Kerugian
akibat kecurangan ini sebesar Rp 79,79
miliar.
https://www.merdeka.com/p
eristiwa/fakta-mengejutkan-
cara-atut-dan-wawan-
korupsi-di-banten.html
Kasus Suap dan
Pencucian Uang oleh
mantan Bupati
Bangkalan
Terindikasi Fuad Amir Imran yang merupakan
mantan Bupati Bangkalan dan juga ayah
dari Bupati Bangkalan Moh. Makmun
Ibnu Fuad menerima suap dari PT MKS
sebesar Rp 18,05 miliar terkait
permintaan penyaluran gas alam ke Gili
https://nasional.kompas.com
/read/2018/03/02/07292391/
6-dinasti-politik-dalam-
pusaran-korupsi-suami-istri-
hingga-anak-
orangtua?page=all
Page 26
6
Timur. Selain itu Fuad melakukan
pencucian uang dengan mengalihkan
beberapa hartanya menjadi atas nama
istri dan anaknya.
Kasus gratifikasi
Gubernur Jambi
Terindikasi Zumi Zola selaku Gubernur Jambi yang
juga merupakan anak dari mantan
Gubernur Jambi diduga menerima
gratifikasi sebesar Rp 6 miliar dari
sejumlah proyek di Provinsi Jambi.
Kasus yang menjerat Zumi Zola ini
merupakan pengembangan dari kasus
suap pengesahan APBD 2018.
https://www.kapanlagi.com/
showbiz/selebriti/zumi-zola-
ditahan-kpk-setelah-jadi-
tersangka-korupsi-rp-6-
miliar-41157c.html
Page 27
7
Kasus gratifikasi yang
dilakukan oleh Rita
Widyasari selaku
Bupati Kutai
Kartanegara dan
penyalahgunaan dana
oleh ayahnya Syaukani
Hasan mantan Bupati
Kutai Kartanegara
Terindikasi Rita Widyasari selaku Bupati Kutai
Kartanegara yang juga merupakan anak
dari Syaukani Hasan mantan Bupati
Kutai Kartanegara menerima suap
sebesar Rp 6 miliar atas pemberian
operasi untuk keperluan inti dan plasma
perkebunan kelapa sawit kepada PT
Sawit Golden Prima dan menyamarkan
gratifikasi sebesar Rp 436 miliar. Selain
Rita, ayahnya yang pernah menjabat
sebagai Bupati Kutai Kartanegara juga
tersandung kasus penyalahgunaan dana
perangsang pungutan sumber daya alam
(migas), dana studi kelayakan Bandara
Kutai, dana pembangunan Bandara
Kutai, dan penyalahgunaan dana pos
anggaran kesejahteraan masyarakat
sebesar Rp 93,204 miliar
https://nasional.kompas.com
/read/2018/03/02/07292391/
6-dinasti-politik-dalam-
pusaran-korupsi-suami-istri-
hingga-anak-
orangtua?page=all
Page 28
8
Kasus jual beli jabatan
di Klaten
Terindikasi Sri Hartini menerima suap terkait
promosi jabatan dalam pengisian susunan
organisasi dan tata kerja organisasi
perangkat daerah. Menurut KPK, kasus
korupsi ini dampak dari politik dinasti.
Pada periode 2000-2005, Haryanto dan
Sunarna berpasangan menjadi Bupati dan
Wakil Bupati Klaten. Kemudian pada
periode selanjutnya, yaitu 2005-2015,
Haryanto lengser dan digantikan Sunarna
sebagai bupati. Sedangkan wakil Sunarna
adalah Sri Hartini, yang merupakan istri
Haryanto. Kembali berselang ke periode
berikutnya, yaitu 2016-2021, gantian
Sunarna yang lengser dan Sri Hartini
menjadi bupati. Wakilnya adalah Sri
Mulyani, yang merupakan istri Sunarna.
https://regional.kompas.com
/read/2017/08/16/16084271/
bupati-klaten-akui-terima-
uang-suap-jual-beli-jabatan
Page 29
9
Kasus Suap Pasar Atas
oleh Walikota Cimahi
Terindikasi Tiswara Dhanu Barata dan Hendriza
Soleh Gunadi pemilik perusahaan
pemegang tender proyek pembangunan
tahap II Pasar Atas menyuap Walikota
Cimahi Atty Suharti beserta suaminya
Itoch Tochija yang merupakan mantan
Walikota Cimahi sebesar Rp 500 juta.
Penyuapan dilakukan agar kedua
pengusaha tersebut menjadi perusahaan
pelaksana pembangunan Pasar Atas.
Kedua pengusaha sudah melakukan
kerjasama sejak Itoch menjabat.
https://nasional.tempo.co/re
ad/871818/korupsi-pasar-
cimahi-dua-penyuap-wali-
kota-divonis-25-tahun-bui
Sumber: Data Kementrian Dalam Negeri dan media online
Page 30
10
Berdasarkan penjabaran kasus diatas, dapat dilihat bahwa tujuan
desentralisasi fiskal memang tidak semulus yang direncanakan. Banyak
dampak yang terjadi di luar perencanaan. Diantaranya yaitu munculnya elit
lokal yang ingin menguasai suatu daerah dengan membangun politik dinasti
(Anggraini & Riharjo, 2017). Pemilihan yang dilakukan secara langsung
oleh rakyat yang diharapkan memajukan daerah tidak sepenuhnya berhasil.
Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah menempatkan lembaga-
lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh (Choi, 2009). Selain itu,
desentralisasi juga menimbulkan terjadinya pergeseran korupsi ke tingkat
daerah (Moisiu, 2014).
Praktik politik dinasti di Indonesia semakin jelas dan terpapar dari
barat Indonesia sampai Indonesia bagian timur (Nuritomo & Rossieta,
2014). Data dari Kementerian Dalam Negeri mengidentifikasi ada 57 kepala
daerah yang membangun dinasti politik di beberapa daerah di Indonesia.
Dari 57 kepala daerah yang mencalonkan para anggota keluarga yang
memiliki pertalian darah, hanya 17 di antaranya yang kalah di arena pilkada.
Selebihnya, mereka menjadi pemenang menggantikan kekuasaan
keluarganya (Hasibuan, 2013). Hal ini menunjukan bahwa angka
keberhasilan para pemimpin daerah melanggengkan politik dinasti cukup
kuat dan berhasil.
Fenomena politik dinasti terjadi di berbagai negara dalam lingkup
eksekutif dan legislatif di tingkat lokal maupun nasional, seperti di Filipina
(Mendoza & et. al, 2012), Argentina (Rossi, 2009), Amerika Serikat (Dal
Page 31
11
Bo & Snyder, 2009), dan Jepang (Asako & et. al, 2012). Maraknya politik
dinasti dianggap sebagai ancaman bagi proses demokratisasi dan
pembangunan ekonomi dalam jangka waktu yang panjang (Querrubin,
2015). Menurut (Mendoza & et. al, 2012), politik dinasti dapat melemahkan
kompetisi politik, mengurangi akuntabilitas laporan keungan pemerintah
daerah, membuat kekuasaan politik menjadi terpusat, dan melanggengkan
hubungan patron-klien dalam politik tradisional. Menguatnya politik dinasti
dapat menyebabkan potensi korupsi yang dilakukan para anggota keluarga
dinasti yang berkuasa di daerah semakin besar (Hasibuan, 2013).
Beralihnya sistem pemerintahan yang semula sentralisasi kemudian
menjadi desentralisasi memberikan efek jangka panjang yang sangat besar,
terlebih dalam hal proses pengelolaan kekuasaan. Alih-alih mengharapkan
hal baik akan terjadi pasca desentralisasi, namun pada kenyataannya justru
menimbulkan berbagai permasalahan. Hal ini terjadi karena semakin sulit
mendapatkan pemimpin yang berkualitas dan semakin banyaknya kelompok
elit lokal yang ingin memiliki akses dalam mengontrol kekuasaan melalui
proses politik, yang kemudian terjadi politik dinasti. Pandangan negatif
terhadap politik dinasti muncul setelah adanya dampak negatif terhadap
kinerja pemerintah daerah. Hal ini diperparah dengan banyaknya kasus
korupsi yang terjadi ketika kelompok elit memegang kendali kekuasaan
disuatu daerah.
Banyaknya kasus terkait politik dinasti dan permasalahan yang
muncul sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal, serta adanya pro dan
Page 32
12
kontra mengenai politik dinasti yang mulai muncul di era desentralisasi
fiskal, membuat peneliti ingin melakukan kajian empiris untuk mengetahui
dampak dari politik dinasti dan desentralisasi fiskal terhadap kinerja
pemerintah daerah.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah bukti empiris dalam
kajian mengenai desentralisasi fiskal dan politik dinasti di Indonesia
khususnya dalam aspek kinerja pemerintah. Peneliti berharap penelitian ini
dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan dapat menjadi referensi
bagi pemerintah itu sendiri maupun bagi peneliti selanjutnya. Berdasarkan
hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015”.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini dilakukan agar peneliti dapat lebih fokus dan
tidak keluar dari pokok pembahasan yang ingin dibicarakan. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan data selama 4 tahun, dari tahun 2012
hingga tahun 2015. Penelitian ini akan dibatasi pada :
1. Variabel Politik Dinasti pada penelitian ini menggunakan data Kepala
Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah tahun 2012-2015.
2. Variabel Desentralisasi Fiskal pada penelitian ini menggunakan proksi
pengukuran berdasarkan Tingkat Kemandirian Daerah dan Tingkat
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat tahun 2012-2015.
Page 33
13
3. Variabel Kinerja pada penelitian ini menggunakan data Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) tahun 2012-2015.
4. Wilayah penelitian dibatasi pada Daerah yang terindikasi Politik Dinasti
tahun 2012-2015.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan
membahas mengenai Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
Sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Politik Dinasti terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah?
2. Bagaimana pengaruh Desentralisasi Fiskal yang diukur dengan tingkat
Kemandirian Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah?
3. Bagaimana pengaruh Desentralisasi Fiskal yang diukur dengan tingkat
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah?
4. Bagaimana pengaruh Politik Dinasti, Kemandirian Daerah dan
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah?
Page 34
14
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Politik Dinasti terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat Kemandirian Daerah terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
3. Untuk mengetahui pengaruh tingkat Ketergantungan pada Pemerintah
Pusat terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
4. Untuk mengetahui pengaruh Politik Dinasti, Kemandirian Daerah dan
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan, maka penelitian
ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Kontribusi Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan literatur yang bermanfaat
untuk menambah pemahaman atas politik dinasti, desentralisasi fiskal,
dan kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Selain itu, penelitian ini
juga dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya agar dapat
mengembangkan lebih lanjut penelitian ini.
Page 35
15
2. Kontribusi Praktis
a. Pihak Pemerintah
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan bahan pertimbangan mengenai kinerja penyelenggara
pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kinerja pemerintahan
daerahnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
tambahan informasi bagi pemerintah untuk melakukan kajian atas
peraturan tentang pemerintah daerah di Indonesia dalam upaya
meningkatkan kualitas kepala daerah di Indonesia.
b. Pihak masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi para masyarakat
untuk mengetahui tingkat kinerja pemerintah daerah sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengawasan mengenai kinerja pemerintah
daerah. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan pertimbangan
bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih calon pemimpin
daerah.
Page 36
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Politik Dinasti
a. Definisi Politik Dinasti
Politik dinasti dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit
politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga
sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarkhi politik
(Anggraini & Riharjo, 2017). Dalam konteks Indonesia, kelompok elit
adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka relatif mudah
menjangkau kekuasaan atau bertarung memperebutkan kekuasaan
(Mietzner, 2009).
Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi politik
manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan
tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan
yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan
keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya (Amelia, 2015).
Secara sederhana, politik dinasti dapat diartikan sebagai sejumlah kecil
keluarga yang mendominasi distribusi kekuasaan (Querrubin, 2015).
Menurut (Asako & et. al, 2012) politik dinasti adalah mereka yang
Page 37
17
mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga mereka yang
memegangnya sebelum mereka.
Politik dinasti adalah perpindahan maupun perluasaan
kekuasaan dalam level eksekutif (kepala daerah) yang dilakukan dalam
suatu keluarga, baik sedarah maupun semenda (Nuritomo & Rossieta,
2014). Menurut (Mendoza & et. al, 2012), dinasti politik adalah
struktur politik di mana anggota keluarga yang sama menempati posisi
terpilih baik secara berurutan untuk posisi yang sama, atau secara
bersamaan di berbagai posisi. (Thompson, 2007) menyatakan bahwa
dinasti politik sebagai jenis lain transmisi kekuatan politik baik
langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan hubungan keluarga.
Dinasti politik ini mulai terlihat di era reformasi yang lebih
dikenal demokratis. Dalam pemerintahan yang demokratis seharusnya
rakyat memiliki peluang yang lebih besar untuk terlibat dalam proses
politik. Selain itu rakyat juga diberi kebebasan untuk memilih
wakilnya, dalam hal ini adalah Walikota atau Bupati. Namun dengan
adanya dinasti politik ini, memberikan peluang yang sangat kecil bagi
rakyat untuk terlibat di dalam proses-proses politik karena mereka yang
menjadi pemimpin saling mempunyai hubungan keluarga (Amelia,
2015).
Dinasti politik telah lama hadir di negara-negara demokrasi dan
meningkatkan kekhawatiran terjadinya ketidaksetaraan distribusi
kekuasaan politik yang dapat mencerminkan ketidaksempurnaan dalam
Page 38
18
representasi demokratis dalam politik yang disebut dengan kekuasaan
melahirkan kekuatan. Hal ini mengingatkan kembali kekhawatiran
Mosca, bahwa setiap kelas menampilkan kecenderungan untuk menjadi
turun-temurun, bahkan ketika posisi politik terbuka untuk semua,
kedudukan keluarga penguasa akan dianugerahi berbagai keuntungan
(Snyder & dkk, 2009).
Dinasti politik tidak hanya terjadi di Indonesia. Filipina
mengalami dinasti politik sejak negara itu lahir. Nama-nama seperti
Macapagal, Aguilar, Cojuangco, Aquino, Magsaysay, dan puluhan
keluarga lain mendominasi politik Filipina selama puluhan tahun. Di
Thailand dinasti politik tumbuh dengan subur, seperti misalnya
keluarga Vejjajiva dan keluarga Shinawatra. Keduanya menguasai
politik Thailand selama dua dekade belakangan ini. Di Amerika juga
ada beberapa keluarga yang punya pengaruh kuat di dalam politik
nasional nya. Keluarga Bush, Kennedy, Rockefeller, dan lain
sebagainya itu terkenal memiliki pengaruh yang besar dalam politik.
Sistem boleh berganti. Tapi keluarga-keluarga ini tetap punya pengaruh
(Sakinah, et al, 2012).
b. Faktor-faktor Terbentuknya Politik Dinasti
Politik dinasti yang muncul di Indonesia menunjukkan beberapa
asumsi bahwa dengan berkembangnya dinasti politik, maka
kemungkinan besar, rakyat hanya akan disuguhkan aktor-aktor politik
yang itu-itu saja yang berasal dari satu keluarga dan tidak jarang, aktor-
Page 39
19
aktor tersebut menerapkan pola kelakuan politik yang sama mengingat
berasal dari sebuah keluarga yang sama. Dinasti politik itu sendiri tidak
sepenuhnya dipenuhi oleh hal-hal yang negative, ada pula dinasti
politik yang positif dengan melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan
dan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik dari pada generasi
dinasti politik yang sebelumnya.
Clubok, Wilensky dan Berghorn dalam Pasan (2013, 16)
mengemukakan bahwa politik dinasti dalam konteks politik
kontemporer muncul dalam berbagai bentuk, termasuk bentuk yang
lebih halus dengan cara mendorong sanak saudara keluarga elit-elit
lama untuk terus memegang kekuasaan yang diturunkan „secara
demokratis‟ oleh para pendahulu mereka. Ada juga dalam bentuk
politik dinasti yang disesuaikan dengan etika demokrasi modern, yakni
dengan cara mempersiapkan sanak anggota keluarga mereka dalam
sistem pendidikan dan rekrutment politik secara dini. Kemunculan
anggota-anggota keluarga pada periode berikutnya seolah-oleh bukan
diakibatkan oleh faktor darah dan keluarga, melainkan karena faktor-
faktor kepolitikan yang wajar dan rasional.
Bentuk lain politik dinasti muncul secara terbuka dan identik
dengan otoriterisme. Politik dinasti seperti ini muncul dari suatu sistem
politik modern yang sebelumnya sudah dibekukan dan dikondisikan
sedemikian rupa sehingga rakyat melalui wakilnya hanya bisa memilih
anak/istri dari keluarga penguasa lama. Politik dinasti yang demikian
Page 40
20
menunjukkan bahwa orang yang dipilih bukan karena atas dasar
sukarela, tetapi secara represif. Sistem pemerintahan yang berdasar
pada kuasi-otoritarian merupakan dasar munculnya politik dinasti.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Rossi M. , 2013) yang
berjudul The Causes of Political Dynasties in Democratic Countries
dalam Pasan (2013: 9) faktor-faktor yang menyebabkan politik dinasti
antara lain adanya saluran tertentu, saluran dalam hal ini adalah
keluarga. Pengenalan nama keluarga dapat membentuk politik dinasti
dalam suatu lembaga pemerintahan. Dengan mengenal nama keluarga
ada kecenderungan untuk membentuk sebuah dinasti keluarga pada
sebuah lembaga pemerintahan. Bukti-bukti ini disajikan dalam
penelitian Rossi mengenai adanya pengaruh positif variabel independen
masa jabatan kekuasaan politik terhadap pembentukan politik dinasti
menunjukkan masa jabatan memiliki efek jangka panjang dalam
terbentuknya politik dinasti.
Penelitian dari Ronald Mendoza dkk dengan judul An Empirical
Analysis of Philippine Political Dynasties in the 15th Philippine
Congres dalam Pasan (2013: 11) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara dinasti politik dan aspek sosial ekonomi. Rata-rata,
dinasti politik tersebar di usia yang berada di daerah tingkat kemiskinan
yang relatif tinggi serta kesenjangan dan pendapatan rata-rata lebih
rendah. Kondisi sosial ekonomi yang lebih baik memberikan peluang
lebih besar terbentuknya politik dinasti. Sementara kondisi ekonomi
Page 41
21
lemah memiliki peluang lebih rendah untuk membentuk politik dinasti.
Dilihat dari kondisi sosial, bahwa hubungan yang baik dengan sejumlah
pejabat memberi peluang atau kesempatan untuk membentuk politik
dinasti.
Ernesto Dal Bo dkk melakukan penelitian dengan judul Political
Dynasties yang dilakukan di Amerika Serikat dan Argentina mengenai
terjadinya politik dinasti di kedua negara tersebut. Temuan penelitian
memperlihatkan bahwa calon pemimpin dengan periode yang lebih
lama dan relatif memiliki kerabat di masa depan yang lebih banyak.
Penelitian memperlihatkan secara substansial adanya perbedaan
signifikan dari terbentuknya politik dinasti pada pemimpin yang hanya
menjabat satu periode dengan pemimpin yang menjabat lebih lama
(Pasan, 2013: 11).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Querubin dalam Pasan (2013:
11) dengan judul Family and Politics: Dynasict Persistence in the
Philippines. Menurut Querubin terdapat motivasi yang kuat untuk
memperjuangkan dinasti keluarga melalui politik dinasti. Sebagai
konsekuensinya adalah secara ekonomi mereka harus menaggung
proses pembentukan politik dinasti tersebut. Kegigihan atau perjuangan
dinasti ini memperlemah sistem demokrasi. Temuan lain dari penelitian
Querubin adalah bahwa sistem politik dapat menciptakan kekuatan baru
yang tidak berasal dari dinasti. Dengan kata lain, prevalensi politisi-
politisi dinasti di Filipina tidak hanya menunjukkan keberadaan
Page 42
22
keluarga yang berkuasa dalam perjalanan sejarah, tetapi sistem politik
telah menciptakan keberlangsungan dinasti itu sendiri. Hambatan yang
paling dominan adalah hambatan struktural, baik dari aturan pemerintah
pusat maupun struktural dalam intern partai politik. Hambatan
struktural dari internal partai politik yang menonjol adalah adanya
intervensi dari pengurus partai di tingkat pusat (DPP) pada pengurus
partai di tingkat cabang (DPC) dalam menentukan nominasi calon
pemimpin daerah (Nasiwan, 2007).
c. Cara Membatasi Politik Dinasti
Sejauh ini memang belum ada peraturan atau undang-undang
yang mengatur tentang pelarangan politik dinasti. Namun secara etika
pelaksanaan politik dinasti dinilai sangat merugikan apalagi jika terjadi
di negara yang menjunjung tinggi demokrasi atau yang berasas
demokrasi. Walaupun secara formil belum diatur oleh undang-undang
namun ada beberapa cara untuk mengurangi terjadinya politik dinasti,
yaitu:
1) Kesadasaran dari orang yang bersangkutan untuk tidak
menjalankan sistem politik feodal.
2) Mengurangi wewenang kepala daerah, mengenai penggunaan
anggaran atau otoritas terhadap izin-izin seperti tambang atau
usaha lain. (merevisi Undang Undang Pemerintahan Daerah).
3) Penguatan syarat calon kepala daerah, m enerapkan standar yang
tinggi bagi orang-orang yang duduk di kursi legislatif. Agar bisa
Page 43
23
membawa kepentingan rakyat dalam pengambilan keputusan.
Bukan untuk mencari untung sendiri.
d. Dampak Politik Dinasti
Politik dinasti sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu
ketika orde baru berkuasa. Namun semakin hari politik dinasti semakin
bertambah dan meluas sehingga sebagian orang menganggap hal itu
dapat mengancam demokrasi yang ada di Indonesia. Dampak positif
atau kelebihan politik dinasti yaitu sebagai penguatan ideologis partai.
Calon yang dipasang dari kalangan keluarga elit sengaja dipersiapkan
dengan pertimbangan idealisme partai untuk menjaga eksistensi politik
ideologis yang berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Konsekuensinya, calon penguasa yang ada akan selalu berada dalam
garis idealistis karena setiap penyimpangan pasti akan berdampak pada
elit di atasnya. Namun, jika hal ini menjadi satu-satunya alasan
nampaknya kurang relevan dengan realitas partai politik sekarang.
Pendapat lain mengatakan kalau politik dinasti sebenarnya tidak
masalah namun jika calon-calon penerus dari politik dinasti tersebut
memang memiliki kemampuan dan kecakapan dalam memimpin,
intinya calon penerus tersebut memang layak dan memenuhi kriteria
sebagai pemimpin. Calon-calon tersebut juga harus bersaing secara
sehat dengan calon-calon lain, agar ketika dia jadi/menang nanti
memang itu murni dari diri calon tersebut bukan karena ada unsur KKN
dari pemimpin sebelumnya. Politik dinasti yang seperti itu tentu tidak
Page 44
24
dilarang karena telah sesuai dengan prosedur dan rakyat memilih bukan
karena ada faktor lain (seperti uang) tapi karena dia memang layak
untuk dipilih. Selain itu dampak negatif dari politik dinasti antara lain:
1) Lambannya proses regenerasi kepemimpinan, dengan adanya
politik dinasti tentu saja yang menjadi penguasa merupakan sanak
kerabat dari pemimpin yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan
orang lain yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan penguasa
yang bersangkutan menjadi kecil kemungkinannya jika dia mau
mencalonkan diri sebagai pemimpin.
2) Penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang tidak terbatas
menyebabkan orang cenderung menyalahgunakan kekuasaan
tersebut. Hal ini sudah terbukti dari beberapa contoh kasus
pemimpin di Indonesia, seperti jaman pemerintahan orde baru.
3) KKN yang hampir pasti terjadi, KKN merupakan salah satu
bentuk penyimpangan kekuasaan yang dilakukan jika penguasa
lama berkuasa.
2. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi didefinisikan sebagai proses devolusi politik dan
pengambilan keputusan dari pusat pemerintah ke tingkat lokal (Moisiu,
2014). Desentralisasi fiskal ialah penyerahan atau pelimpahan
wewenang pemerintah dalam membawa konsekuensi anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut, sehingga ada
keseimbangan antara kewenangan atau urusan dan tanggung jawab
Page 45
25
yang diserahkan kepada daerah dengan sumber pendanaannya (Aswar
& Surbakti, 2013). Menurut (Rondinelli & et. al, 1989) desentralisasi
adalah transfer tanggungjawab untuk perencanaan, manajemen,
meningkatan sumber daya, alokasi dan fungsi lain dari pemerintah
pusat kepada pemerintah yang berada di tingkat bawahnya. Dalam
Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
dalam pasal 1 ayat 8 dijelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan
urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
berdasarkan asas otonomi.
Desentralisasi pemerintahan lokal merupakan proses yang
sangat penting bagi perkembangan demokrasi sebuah negara. Namun
pengalihan kekuasaan ke tingkat lokal ini membuat proses penting di
dalamnya sulit untuk direalisasikan. Sedangkan reformasi desentralisasi
fiskal terbentang hampir di seluruh negara demokrasi di dunia, terutama
di negara-negara berkembang dan di negara-negara yang berasal dari
transformasi politik yang mendalam (Moisiu, 2014). Menurut (Faguet,
2011), desentralisasi adalah salah satu reformasi terpenting dari
generasi masa lalu, baik dalam hal dampaknya terhadap negara dan
implikasinya bagi kualitas pemerintahan. Otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan instrumen yang
digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan negara dan tujuan
bernegara itu sendiri. Instrumen ini digunakan agar pencapaian tujuan
bernegara, yaitu kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan
Page 46
26
mudah (Mudhofar & Tahar, 2016). Adanya kebijakan desentralisasi
fiskal diharapkan akan mempengaruhu pertumbuhan ekonomi yang
lebih cepat dan lebih besar dibandingkan secara natural karena
kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan mengefisiensi sektor publik
(Apriesa & Miyasto, 2013).
Salah satu prinsip desentralisasi fiskal yaitu money follow
functions, dimana pemerintah daerah mendapat kewenangan dan
kepercayaan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan
di daerahnya. Pemerintah pusat menyerahkan dan memberi
kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber- sumber
penerimaan secara optimal agar mampu membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat
dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi ketimpangan fiskal
dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal, daerah dituntut dapat
mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi
pendapatannya untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut
(Irmawati & Pratolo, 2015).
Desentralisasi fiskal merupakan komponen inti dari
desentralisasi karena untuk menjalankan kewenangan yang telah
Page 47
27
ditransfer diperlukan sumber pembiayaan yang memadai (Moisiu,
2014). Desentralisasi fiskal juga harus didukung dengan mekanisme
Good Government Governance khususnya dalam konteks pemerintahan
atau tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Beberapa
tujuan utama penerapan Good Governance dalam sektor pemerintahan
adalah meningkatkan akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan kinerja
publik dalam urusan pemerintahan. Dengan adanya desentralisasi fiskal
ini terdapat pemisahan yang jelas dan tegas dalam urusan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal secara umum
mempengaruhi kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan
keuangan yang tinggi, khususnya jika dilihat dari aspek kemandirian
daerah dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat (Fontanella &
Rossieta, 2014).
a. Kemandirian Daerah
(Halim, 2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah
melaksanakan desentralisasi secara baik adalah daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan pada
pemerintah pusat. Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal
adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan
mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Sidik, 2002).
Page 48
28
Kemandirian daerah yaitu suatu kemampuan pemerintah daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber keuangan yang diperlukan daerah (Halim & Kusufi,
2012). Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus
beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan
perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan
menjadi sumber PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja
menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah – daerah yang
mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).
Kemandirian daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan
(Mudhofar & Tahar, 2016). Menurut (Suparmoko, 2002) untuk
mengukur desentralisasi fiskal dapat digunakan rasio antara PAD
dengan total pendapatan daerah. Harus diakui bahwa derajat
desentralisasi fiskal daerah di Indonesia masih rendah, artinya daerah
belum mampu untuk membiayai pengeluaran rutinnya. Oleh karena itu
otonomi daerah dapat terwujud apabila disertai dengan otonomi
keuangan yang efektif dan daerah mempunyai kemampuan menggali
sumber-sumber PAD. Dimana Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri.
Pendapatan yang termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
Page 49
29
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Deddi & et.
al, 2007). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika
PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan
lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula,
sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali
potensi-potensi daerah.
b. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Ketergantungan pada pemerintah pusat adalah suatu kondiri
dimana pemerintah daerah yang telah diberikan hak otonomi untuk
mengelola sumber daya keuagan daerahnya sendiri nyatanya masih
banyak yang bergantung pada dana transfer yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Salah satu masalah yang
timbul sejak diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
yaitu bagaimana daerah dapat mengatasi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat dalam hak ketergantungan fiskal untuk kebutuhan
segala kegiatan pembangunan daerah (Kuncoro, 2004). Keberhasilan
otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan
yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk
menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien untuk
mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta
meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan
keadilan.
Page 50
30
Pada umumnya APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan
sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini
menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintah pusat,
sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang
mereka miliki menjadi sangat terbatas. Rendahnya PAD suatu daerah
bukanlah disebabkan oleh karena secara struktural daerah memang
miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial,
tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat.
Selama ini sumber-sumber keuangan yang potensial dikuasai oleh pusat
(Yani, 2002).
Untuk melihat ketergantungan fiskal pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah
daerah dan mengukur kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi
otonomi daerah khususnya dibidang keuangan, dapat diukur dari
seberapa jauh kemampuan pembiayaan bila didanai sepenuhnya oleh
Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil. Mengukur kinerja/kemampuan
keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan menggunakan
indikator Derajat Desentralisasi Fiskal (Musgrave & Musgrave, 1980).
Makin tinggi ketergantungan pada pemerintah pusat, maka
makin kecil kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas
pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik.
Page 51
31
Desentralisasi fiskal secara umum mempengaruhi kemungkinan daerah
memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi, khususnya jika
dilihat dari aspek kemandirian daerah (Fontanella & Rossieta, 2014).
(Mudhofar & Tahar, 2016), mengukur ketergantungan pada
pemerintah pusat dengan jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah
Dana Alokasi Khusus (DAK) dibagi dengan total pendapatan daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan Dana Alokasi
Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional.
3. Kinerja Pemerintah Daerah
Kinerja merupakan prestasi yang dicapai dan diperoleh
organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2006). Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja
instansi pemerintah menyebutkan bahwa kinerja adalah suatu keluaran
atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas terukur. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai
oleh organisasi dalam periode tertentu. Dalam mengukur
Page 52
32
keberhasilan/kegagalan suatu organisasi, semestinya tidak hanya
dilakukan pada input (masukan) program, tetapi juga pada keluaran
manfaat dari program tersebut (Nuritomo & Rossieta, 2014). Menurut
(Anggraini & Riharjo, 2017), Kinerja adalah sebuah konsep yang
kompleks dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Pengukuran kinerja dalam pemerintah daerah sangat penting,
dan pengukuran kinerja pemerintah dengan pengukuran kinerja pada
sektor swasta juga berbeda. Menurut (Sumarjo, 2010), pengukuran
kinerja pada pemerintah daerah dilakukan untuk memperoleh informasi
yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga
akan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Evaluasi perlu dilakukan dalam tata kelolan pemerintah di Indonesia,
untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan
penyelenggaran otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik. Namun demikian, pengukuran kinerja pada sektor publik
dapat dilihat dari sejauh mana indikator pengukuran kinerja relevan dan
berguna dalam pengambilan keputusan organisasi sektor publik untuk
berbagai tujuan yang lebih luas, seperti perencanaan dan pengendalian,
pembelajaran, akuntabilitas dan evaluasi, termasuk pelaporan
indikatornya. Sementara itu, penentuan target indikator kinerja dan
analisis terhadap varians target dengan realisasi indikator kinerja juga
menjadi elemen utama manajemen kinerja pada sektor publik.
Page 53
33
(Anggraini & Riharjo, 2017), menyatakan bahwa pengukuran kinerja
sektor publik berbeda dengan pengukuran kinerja sektor swasta, karena
pengukuran kinerja sektor publik memiliki lebih banyak dampak dan
faktor eksternalnya, karena sampai kepada outcome dari suatu
kebijakan terhadap kelompok sasaran tertentu.
Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas
menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial
masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil
menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak (Permana, 2015).
Semakin baik kinerja penyelenggaraan Pemda, maka semakin tinggi
kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan
keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik (Fontanella &
Rossieta, 2014).
Untuk mengetahui capaian kegiatan, pemerintah harus
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah (tata kelola) karena
proses evaluasi merupakan proses pengawasan secara berkelanjutan dan
pelaporan capaian kegiatan. Evaluasi kinerja penting dilakukan karena
dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, penghematan dan
produktifitas pada organisasi sektor publik. Selain itu, akuntabilitas
dapat terwujud salah satunya dengan cara melakukan pelaporan kinerja
melalui laporan keuangan (Mahmudi, 2007). Menurut (Mardiasmo,
2009), pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi
Page 54
34
tiga maksud, yang pertama yaitu untuk membantu pemerintah agar
fokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja sehingga dapat
memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Kedua, yaitu untuk membantu
pemerintah dalam pemberian pengalokasian sumber daya dan pembuat
keputusan. Ketiga, yaitu untuk mewujudkan pertanggungjawaban
publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Permendagri No.73/2009 yang menyebutkan bahwa salah satu
evaluasi kinerja yang dilakukan Pemerintah terhadap Pemda berupa
evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD) yang
menggunakan LPPD sebagai sumber informasi utama. EKPPD adalah
suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan
system pengukuran kinerja. Sistem pengukuran kinerja adalah sistem
yang digunakan untuk mengukur, menilai dan membandingkan secara
sistematis dan berkesinambungan atas kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah (Sudarsana, 2013).
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Politik Dinasti Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
Politik dinasti yang menurunkan jabatan maupun memperluas
kekuasaan eksekutif kepada keluarga dapat menyebabkan penurunan
kinerja dan menghambat pembangunan ekonomi (Asako & et. al,
2012). Keberadaan dinasti politik juga mempersulit munculnya calon
Page 55
35
alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki kesempatan yang
lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum (Querrubin, 2015)
sehingga dapat mengakibatkan tidak lolosnya calon yang berkompten.
Hal ini menyebabkan munculnya kepala daerah dengan kualitas yang
rendah dan pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan mereka
dalam mengelola dana publik dan menghasilkan pembangunan
ekonomi.
Untuk mengetahui capaian kegiatan pemerintah harus
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah (tata kelola) karena
proses evaluasi merupakan proses pengawasan secara berkelanjutan dan
pelaporan capaian kegiatan. Evaluasi kinerja penting dilakukan karena
dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, penghematan dan
produktifitas pada organisasi sektor publik (Mahmudi, 2007). Perlu
adanya pengawasan dan penilaian publik agar dapat dijadikan sebagai
tekanan bagi pemerintah daerah dalam bekerja sehingga akan
memperlihatkan kinerjanya dengan bekerja sebaik-baiknya sehingga
secara langsung akan meningkatkan kinerja pemerintahan secara
keseluruhan (Mahmudi, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh (Fontanella & Rossieta, 2014)
menyatakan bahwa ditemukan pengaruh kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah terkait dengan politik dinasti yang berjalan saat ini.
Page 56
36
2. Hubungan Kemandirian Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah
Otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi
pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi
pelayanan publik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal melalui
berbagai efek multiplier dari desentralisasi yang diharapkan bisa
terwujud (Khusaini, 2006). Idealnya desentralisasi fiskal dapat
meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan pemerintah.
Desentralisasi fiskal diharapkan dapat memberikan efek positif
yaitu peningkatan kinerja Pemda (Fontanella & Rossieta, 2014).
Namun, mengacu pada hasil penelitian (Moisiu, 2014), desentralisasi
fiskal justru menyebabkan pengaruh negatif, yaitu meningkatnya
korupsi.
3. Hubungan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat Terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah
Otonomi daerah merupakan isu strategis konsep pembangunan
ekonomi berbasis desentralisasi di Indonesia. Tujuan yang paling
penting dan kebijakan otonomi daerah ini adalah untuk memberi
wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah terutama dalam
mengatur pembangunan daerahnya sendiri. Secara umum daerah-daerah
di Indonesia masih tidak mandiri dalam hal keuangannya. Terdapat
Page 57
37
beberapa daerah yang memiliki tingkat kemandirian dan desentralisasi
fiskal yang tinggi, akan tetapi sumber pendanaan yang ada adalah
melalui dana bagi hasil sumber daya alam yang besar (Nuritomo &
Rossieta, 2014).
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan
diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi adalah bagaimana
daerah dapat mengatasi ketergantungan terhadap pemerintah pusat
dalam hak ketergantungan fiskal untuk kebutuhan segala kegiatan
pembangunan daerah (Kuncoro, 2004). Menurut (Mudhofar & Tahar,
2016), masih banyak pemeintah daerah yang dianggap belum mandiri
atau tidak mampu membiayai kegiatan belanja maupun operasionalnya.
Hal ini dapat ditemui dari banyaknya jumlah pemerintah daerah yang
sebagaian besar pendapatan daerah berasal dari dana transfer
pemerintah pusat. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya
kemampuan dan kewenangan daerah dalam menggali sumber-sumber
pendapatan untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah
pusat.
Ketergantungan pada pusat akan menyebabkan upaya
pemerintah daerah menjadi menurun. Dana pusat yang besar
berkorelasi negatif dengan peningkatan PAD, hal ini menunjukan
bahwa pemerintah daerah yang mendapatkan dana pusat yang besar
cenderung akan lebih “malas” dalam memperoleh pendanaan dari PAD
(Nuritomo & Rossieta, 2014).
Page 58
38
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu berguna untuk bahan pertimbangan bagi peneliti
dalam melaksanakan penelitian yang sedang dilakukan. Beberapa penelitian
terdahulu yang terkait langsung dengan judul penelitian yang sedang
dilakukan antara lain:
Page 59
39
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
1. Daniel T.H.
Manurung
(2012)
Pengaruh
Desentralisasi
Fiskal,
Akuntabilitas dan
Sistem
Pengendalian
Manajemen
Terhadap Kinerja
Satuan Kerja
Perangkat Daerah
Kota
Palangkaraya
Variabel:
Desentralisasi
Fiskal
Variabel:
Akuntabilitas,
Sistem
Pengendalian
Manajemen.
Desentralisasi fiskal berpengaruh
terhadap kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)
Akuntabilitas berpengaruh
terhadap kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)
Sistem pengendalian manajemen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)
Page 60
40
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
2. Nuritomo
dan Hilda
Rossieta
(2014)
Politik Dinasti,
Akuntabilitas, dan
Kinerja Keuangan
Pemerintah
Daerah di
Indonesia
Variabel: Politik
Dinasti
Variabel: Kinerja
Keuangan dan
Akuntabilitas.
Tahun: 2011-2012
Politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah daerah.
Politik dinasti tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
Akuntabilitas publik yang
diproksikan oleh sistem
pengendalian intern dapat
meminimalisasi dampak negatif
politik dinasti terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah.
Hubungan negatif antara praktik
politik dinasti terhadap kinerja
keuangan yang diproksikan oleh
pertumbuhan PAD hanya terjadi
pada daerah yang memiliki sistem
pengendalian intern yang buruk.
Pada ukuran kinerja lainnya seperti
desentralisasi fiskal dan
kemandirian daerah, akuntabilitas
tidak berpengaruh signifikan.
Page 61
41
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
3. Amy
Fontanella,
Hilda
Rossieta
(2014)
Pengaruh
Desentralisasi
Fiskal dan
Kinerja Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah di
Indonesia
Variabel:
Desentralisasi
Fiskal dan Kinerja
Pemerintah Daerah
Variabel:
Akuntabilitas
Tahun: 2011-2012
Metode: Regresi
Logistik Ordinal
Kemandirian daerah berpengaruh
positif terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah
daerah.
Ketergantungan pada Pemerintah
Pusat berpengaruh negatif terhadap
akuntabilitas.
Kinerja berpengaruh positif
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
Kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah memperlemah
pengaruh negatif tingkat
Ketergantungan pada Pemerintah
Pusat terhadap Akuntabilitas
pelaporan keuangan dalam bentuk
opini audit yang baik.
Page 62
42
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
4. Febriana
Diah
Irmawati dan
Suryo
Pratolo
(2015)
Pengaruh Kinerja
Keuangan, Politik
Dinasti, dan
Kinerja
Pemerintah
Daerah Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah di
Indonesia Tahun
2012-2013
Variabel: Politik
Dinasti dan Kinerja
Pemerintah Daerah
Variabel: Kinerja
Keuangan dan
Akuntabilitas
Tahun: 2012-2013
Desentralisasi fiskal tidak
berpengaruh signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.
Ketergantungan pada pemerintah
pusat memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah
daerah.
Kinerja pemerintah daerah
memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah
daerah.
Politik dinasi tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pelaporan keuangan pemerintah
daerah.
Page 63
43
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
5. Vinda
Eryyana dan
Hendri
Setyawan
(2016)
Determinan
Akuntabilitas
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Variabel:
Desentralisasi
Fiskal
Variabel:
Akuntabilitas
Metode: Regresi
Logistik Ordinal
Kemandirian daerah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
Ketergantungan daerah tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda.
Rasio efektivitas daerah memiliki
pengaruh negatif terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
Variabel belanja modal memiliki
pengaruh positif yang signifikan
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda.
Variabel status daerah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda namun dengan arah negatif.
Page 64
44
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
6. Kurniatul
Mudhofar
dan Afrizal
Tahar (2016)
Pengaruh
Desentralisasi
Fiskal dan
Kinerja Terhadap
Akuntabilitas
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah di
Indonesia: Efek
Moderasi dari
Kinerja
Variabel:
Desentralisasi
Fiskal dan Kinerja
Pemerintah Daerah
Variabel:
Akuntabilitas
Tahun: 2012-2013)
Metode: Regresi
Logistik Ordinal
Kemadirian daerah dan kinerja
berpangaruh terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan Pemda.
Ketergantungan pada pemerintah
pusat tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
Efektivitas tidak berpengaruh
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda.
Kinerja pemerintah daerah
berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
Kinerja sebagai pemoderasi hanya
berpengaruh atas hubu-ngan
ketergantungan pada pemerintah pusat
terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan Pemda dan tidak
berpengaruh pada hubungan
kemandirian daerah terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan
Pemda.
Page 65
45
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
7. Nikma Ragil
Anggraini,
Ikhsaan Budi
Riharjo
(2017)
Pengaruh Politik
Dinasti Terhadap
Akuntabilitas
Pemerintahan
Dengan
Pengendalian
Intern Sebagai
Variabel
Pemoderasi
Variabel: Politik
Dinasti
Metode: Regresi
Linear Berganda
Variabel:
Akuntabilitas dan
Kinerja Keuangan
Sampel:
Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten
Politik dinasti berpengaruh
terhadap akuntabilitas pemerintah
daerah dan kinerja keuangan
pemerintah daerah.
Politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas publik.
Pengendalian intern sebagai
variabel pemoderasi dapat
meminimalisir dampak negatif
praktik politik dinasti terhadap
kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Page 66
46
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
8. Aleksander
Moisiu
(2014)
Decentralization
and The Increased
Autonomy in
Local
Governments
Variabel:
Desentralisasi
Fiskal
Variabel:
Peningkatan
Otonomi
Sampel:
Pemerintahan di
Negara Albania
Desentralisasi fiskal di Albania
adalah salah satu reformasi paling
penting untuk demokratisasi
negara.
Otonomi membawa tanggung
jawab, yang berarti bahwa unit
pemerintah lokal memutuskan
untuk menanggung biaya bagi
warga, dan harus bertanggung
jawab atas kualitas dan kuantitas
layanan yang ditawarkan.
Untuk mencapai kinerja dalam
pelaksanaan reformasi, program
pemerintah harus fokus pada
implementasi kelembagaan yang
berlaku yang dapat menciptakan
kerangka akuntabilitas yang sehat
untuk pelayanan publik.
Reformasi desentralisasi Fiskal
harus dipandu oleh prinsip bahwa
"keuangan harus mengikuti
tanggung jawab.
Page 67
47
No. Nama
Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
9. Ronald U.
Mendoza,
Edsel L.
Beja Jr,
Victor S.
Venida dan
David B.
Yap (2015)
Inequality in
Democracy:
Insights from an
Empirical
Analysis of
Political
Dynasties in the
15th Philippine
Congress
Variabel: Politik
Dinasti
Sampel: Kongres
Republik Filipina
Tahun: 2001,
2004, 2007, 2010
70% legislator dari dinasti politik.
Para politisi dinasti memiliki
kekayaan yang lebih tinggi dan
memenangkan pemilihan.
Yuridiksi dinasti politik dicirikan
oleh standar hidup yang lebih
rendah, perkembangan manusia
yang lebih rendah, tingkat
kekurangan yang lebih tinggi dan
ketidaksetaraan.
10. Arthur
Braganca,
Claudio
Ferraz dan
Juan Rioz
(2015)
Political
Dynasties and the
Quality of
Government
Variabel: Politik
Dinasti dan Kinerja
Pemerintah
Sampel: 15.000
calon walikota di
setiap pemilihan
kota di lebih dari
5.300 kotamadya
Tahun: 2005-
2008 dan 2009-
2012
Metode: Regresi
Diskontinuitas
Politisi dinasti menghabiskan lebih
banyak sumber daya, khususnya
investasi di bidang infrastruktur
perkotaan, kesehatan dan sanitasi.
Namun, tidak ditemukan perbaikan
ekonomi pertumbuhan dan
perubahan kualitas pelayanan publik.
Sumber: Data di olah dari berbagai referensi
Page 68
48
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dijelaskan
sebelumnya, maka penulis memilih variabel Kinerja Pemerintah Daerah
sebagai (Y), variabel Politik Dinasti sebagai ( ), variabel Kemandirian
Daerah sebagai ( ) dan variabel Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
sebagai ( ). Dengan demikian penulis dapat merumuskan kerangka
berpikir sebagai berikut:
Page 69
49
Desentralisasi fiskal diharapkan dapat memberikan kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melimpahkan wewenang serta tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber pendanaannya.
GAP
Pengaruh Politik Dinasti dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015
Adanya desentralisasi fiskal menyebabkan lahirnya politik dinasti yang dianggap sebagai gerbang bagi pemerintah daerah untuk melakukan penyelewengan dana yang diberikan kepada pemerintah deerah.
Metode Analisis: Regresi Linear Berganda
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Politik Dinasti
Desentralisasi Fiskal:
1. Kemandirian
Daerah
2. Ketergantungan
pada Pemerintah
Pusat
Kinerja
Pemerintah
Daerah
Page 70
50
E. Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau anggapan
yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut
(Supranto:1994). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:
1. : Tidak terdapat pengaruh antara Politik Dinasti terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
: Terdapat pengaruh antara Politik Dinasti terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
2. : Tidak terdapat pengaruh antara Kemandirian Daerah terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
: Terdapat pengaruh antara Kemandirian Daerah terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
3. : Tidak terdapat pengaruh antara Ketergantungan pada Pemerintah
Pusat terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
: Terdapat pengaruh antara Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
4. : Tidak terdapat pengaruh antara Politik Dinasti, Kemandirian
Daerah dan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
: Terdapat pengaruh antara Politik Dinasti, Kemandirian Daerah
dan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah di Indonesia Tahun 2012-2015.
Page 71
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan hubungan
kausalitas. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan
data yang dinyatakan dalam ukuran angka untuk mendeskripsikan suatu
fenomena yang sudah dirinci ke dalam variabel secara kuantitatif. Data
kuanitatif membutuhkan perhitungan statistik. Data kuantitatif diukur
dengan menggunakan skala pengukuran data yang dapat berupa skala
ordinal, interval atau rasio (Soentoro, 2015). Menurut (Sugiyono, 2012),
hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat dengan
melibatkan variabel independen (mempengaruhi) dan variabel dependen
(dipengaruhi).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh politik dinasti
dan desentralisasi fiskal sebagai variabel independen, kinerja pemerintah
daerah sebagai variabel dependen. Populasi untuk penelitian ini adalah
pemerintah daerah yang berada di Indonesia.
B. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
pengumpulan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
buku-buku, jurnal, dan sumber bacaan lain yang memiliki relevansi dengan
Page 72
52
objek yang diteliti. Menurut (Soentoro, 2015), data sekunder merupakan
data yang tidak diukur secara langsung oleh peneliti dari objek yang diteliti,
tetapi peneliti menggunakan data dari hasil penelitian orang lain atau dari
suatu institusi dimana data tersebut sudah dipublikasikan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data dari berbagai
sumber. Data politik dinasti didapatkan dari Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementrian Dalam Negeri. Data desentralisasi fiskal bersumber dari
data ringkasan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan. Data kinerja pemerintah
daerah bersumber dari Skor Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (EKPPD) yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri).
C. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pemerintah
daerah yang berada di Indonesia dengan tahun pelaporan 2012 sampai 2015.
Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive
sampling yaitu pemilihan sampel dengan tujuan tertentu sesuai dengan
kriteria-kriteria yang diinginkan peneliti. Menurut (Soentoro, 2015),
purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel dimana tidak
semua elemen populasi dapat digunakan sebagai sampel, karena sampel
yang dipilih harus memenuhi kriteria-kriteria tertantu. Adapun kriteria-
kriteria tersebut yaitu:
Page 73
53
1. Sampel merupakan pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti
berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian
Dalam Negeri tahun 2012-2015.
2. Pemerintah daerah yang laporan anggarannya terdapat di website
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tahun 2012-2015.
3. Pemerintah daerah yang masuk dalam data Keputusan Kemendagri
Tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Pemerintah Daerah
tahun 2012-2015.
4. Sampel pembanding merupakan pemerintah daerah yang tidak
terindikasi politik dinasti dan berada dalam satu wilayah dengan
daerah yang terindikasi politik dinasti serta memenuhi kriteria 2 dan 3.
Sampel pembanding dalam penelitian digunakan sebagai kontrol
terhadap sampel kasus. Pada penelitian ini sampel pembanding yang
digunakan adalah 1:1, yaitu jumlah sampel pembanding sama dengan
jumlah sampel kasus. Pengambilan sampel pembanding dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Nuritomo & Rossieta, 2014),
dimana pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sampel pembanding
(matched sample) digunakan karena jumlah sampel yang tidak terlalu besar
dibandingkan total populasi yang tidak melakukan politik dinasti (hanya 6%
dari total daerah otonom di Indonesia). Sampel pembanding diambil dengan
mempertimbangkan ukuran dan letak geografis daerah.
Page 74
54
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data dalam rangka memecahkan masalah atau menguji
hipotesis. Penelitian ini mengasumsikan hubungan langsung antara politik
dinasti dan desentralisasi fiskal sebagai variabel independen dan kinerja
pemerintah daerah sebagai variabel dependen.
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantifikasi
data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan
dalam analisis. Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis data, yaitu
analisis statistik deskriptif dan analisis regresi linear berganda. Teknik
analisis yang dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS versi 25.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan dalam penelitian untuk
melihat kewajaran persebaran dan karakteristik dari data-data (Sekaran
& Bougi, 2010). Statistik deskriptif memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan
skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016).
Dalam penelitian ini, statistik deskriptif hanya menggambarkan
nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, sum dan standar deviasi.
Dimana mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi
yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk
Page 75
55
dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum digunakan untuk melihat nilai
tertinggi dari sampel. Minimum digunakan untuk mengetahui nilai
terendah dari sampel. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran
keseluruhan dari sampel yang memenuhi syarat menjadi sampel
penelitian.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal
atau tidak (Ghozali, 2016). Data penelitian yang baik adalah data yang
memiliki distribusi nilai residual normal atau mendekati normal.
Data dikatakan terdistribusi normal atau tidak dapat dilihat
dengan menganalisis grafik normal plot, jika data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka data terdistribusi
normal, sebaliknya jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak
mengikuti arah garis diagonal mana model regresi tidak memenuhi
asumsi uji normalitas.
Uji normalitas juga dapat dilihat melalui analisis pola lonceng
atas grafik histogram. Selain menganalisis grafik normal plot dan grafik
histogram, uji normalitas juga dapat dilihat melalui tabel hasil uji
statistik non-parametrik Kolmogorov Smirnov, pengujian ini dilakukan
dengan melihat perbandingan probabilitas (p-value) yang diperoleh
dengan tingkat signifikasi sebesar 5%. Jika nilai sig dari probabilitas
Page 76
56
yang diperoleh lebih besar dari 5% atau 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa residual data menyebar normal, dan jika nilai sig lebih kecil dari
5% atau 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual data tidak
menyebar normal.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut (Widarjono, 2010), multikolinearitas merupakan
hubungan linear antara variabel independen di dalam regresi berganda.
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah model regresi
ditemukan adanya hubungan antar variabel independen. Model regresi
yang baik adalah model yang tidak terdapat hubungan atau terdapat
hubungan rendah antar variabel independennya (Ghozali, 2016).
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model
regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor
(VIF). Seperti yang dijelaskan oleh (Ghozali, 2016) sebagai berikut:
1) Jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan tidak ada multikolinearitas antar variabel independen
dalam model regresi.
2) Jika nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF >10, maka dapat
disimpulkan ada multikolinearitas antar variabel independen
dalam model regresi.
c. Uji Autokorelasi
Menurut (Widarjono, 2010), autokorelasi merupakan korelasi
antara variabel gangguan satu observasi dengan variabel gangguan
Page 77
57
observasi lain. Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara pengganggu
pada periode t dengan periode t-1 (Ghozali, 2016). Pengujian dilakukan
dengan uji statistik non-parametrik Runs Test, yang bertujuan untuk
menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka
dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Ketentuan dari
pengujian ini adalah jika p value ≤ 0,05 (signifikan pada 0,05) berarti
residual tidak random atau terdapat hubungan korelasi antar residual.
Jika p value ≥ 0,05 berarti residual random atau tidak terdapat
hubungan korelasi antar residual.
d. Uji Heteroskedastisitas
Menurut (Widarjono, 2010), heteroskedastisitas merupakan
varian variabel gangguan yang tidak konstan. Heteroskedastisitas ini
lebih sering muncul pada data cross section daripada data time series.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas. Jika varians berbeda maka disebut
heteroskedastisitas.
(Ghozali, 2016) menyatakan bahwa model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas dan tidak heteroskedastisitas. Untuk
Page 78
58
mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu,
seperti titik-titik membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi
heteroskedastisitas.
Selain menggunakan scatter plot untuk pengujian
heteroskedastisitas, peneliti juga menggunakan Uji Glejser untuk
menghindari keraguan melalui grafik. Uji heteroskedastisitas dengan
metode glejser dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas
terhadap nilai mutlak residualnya. Jika terdapat pengaruh variabel
bebas yang signifikan terhadap nilai mutlak residualnya maka dalam
model terdapat masalah heteroskedastisitas, demikian pula sebaliknya
(Suliyanto, 2011). Uji glejser melihat apakah model regresi terjadi
masalah heteroskedastisitas dengan cara melihat nilai sig dengan
kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Tidak terjadi heteroskedastisitas, nilai sig > alpha (0,05)
2) Terjadi heteroskedastisitas, nilai sig < alpha (0,05)
3. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi adalah pengujian untuk melihat
seberapa besar kemampuan semua variabel independen dalam
menjelaskan varians dari variabel dependennya. Untuk model regresi
dengan dua atau lebih variabel dependen, koefisien determinasi
Page 79
59
ditunjukan oleh nilai adjusted R square, seperti yang digunakan dalam
penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pada pengujian ini kriteria yang digunakan adalah dengan melihat
probability value (sig), apabila nilai signifikansi > 0,05 maka Ha di
tolak, sedangkan apabila nilai signifikansi < 0,05 maka Ha diterima
(Ghozali, 2016).
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji nilai-t bertujuan untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen di dalam penelitian seperti
yang dinyatakan dalam hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini.
Selain itu untuk menguji pengaruh tersebut, uji nilai-t juga digunakan
untuk menunjukan arah pengaruh masing-masing variabel yang dilihat
dari tanda koefisien regresi masing-masing variabel independen.
Kriteria untuk uji statistik t dengan melihat probability value (sig)-t,
maka:
a) Jika p value < 0,05 maka Ha diterima, artinya bahwa variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan
terhadapvariabel dependen.
Page 80
60
b) Jika p value > 0,05 Ha ditolak, artinya variabel independen secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4. Koefisien Persamaan Regresi Linear Berganda
Persamaan regresi ini bertujuan untuk memprediksi besarnya
kekuatan hubungan dengan menggunakan data variabel bebas yang
sudah diketahui besarnya. Selain mengukur kekuatan hubungan antar
variabel, analisis regresi juga menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2016).
Metode yang digunakan untuk menganalisis skripsi ini adalah
menggunakan model analisis regresi linear berganda. Menurut
(Wibisono, 2009) analisis regresi linear berganda adalah analisis regresi
dimana terdapat lebih dari dua peubah, yaitu analisis regresi dimana
satu peubah tidak bebas diterangkan oleh lebih dari satu peubah bebas
lainnya.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel
terikat (Y) dan variabel bebas (X). Variabel terikat terdiri dari satu
variabel, yaitu “kinerja pemerintah daerah”, dan variabel bebas yang
terdiri dari "politik dinasti dan desentralisasi fiskal". Dari variabel-
variabel tersebut akan diteliti suatu analisa apakah adanya pengaruh
variabel X terhadap Variabel Y dalam analisis regresi. Adapun model
regresinya adalah :
KPD = 0 + + + + eit
Keterangan :
Page 81
61
: Kinerja Pemerintah Daerah di
kabupaten/kota i periode t
: Politik Dinasti di kabupaten/kota i
periode t
: Tingkat Kemandirian Daerah di
kabupaten/kota i periode t
: Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat di
kabupaten/kota i periode t
: Konstanta
: Koefisien Regresi
: error term
E. Operasionalisasi Variabel
1. Variabel Independen
a. Politik Dinasti
Politik dinasti dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit
politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga
sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarki politik. politik
dinasti dapat diartikan sebagai perpindahan maupun perluasaan
kekuasaan dalam level eksekutif (kepala daerah) yang dilakukan dalam
suatu keluarga (baik sedarah maupun semenda) (Nuritomo & Rossieta,
2014).
Page 82
62
(Asako & et. al, 2012) mendefinisikan politik dinasti sebagai
mereka yang mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga
mereka yang memegangnya sebelum mereka. Politik dinasti secara
sederhana dapat diartikan sejumlah kecil keluarga mendominasi
distribusi kekuasaan (Querrubin, 2015). Berdasarkan hal itu, maka pada
penelitian ini daerah yang dinyatakan terindikasi politik dinasti adalah
kepala daerah yang mewarisi jabatannya kepada keluarganya dan
memperluas kekuasaannya.
Variabel politik dinasti diukur dengan menggunakan variabel
dummy, nilai 1 jika daerah tersebut terindikasi menjalankan politik
dinasti pada kepala daerah atau wakil kepala daerah dan nilai 0 untuk
daerah yang tidak menjalankan praktik politik dinasti. Variabel dummy
merupakan proksi yang digunakan jika variabel independen berskala
non-metrik atau kategori. Cara pemberian kode dummy
umumnyamenggunnakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 dan
0. Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group,
sedangkan kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included
group.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan proksi
dummy untuk mengukur variabel politik dinasti yaitu penelitian yang
dilakukan oleh (Nuritomo & Rossieta, 2014), penelitian (Irmawati &
Pratolo, 2015), serta penelitian (Anggraini & Riharjo, 2017). Penelitian
ini mengacu pada ketiga penelitian tersebut, sehingga pengukuran
Page 83
63
variabel politik dinasti menggunakan proksi yang sama dengan
penelitian sebelumnya.
b. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal secara umum mempengaruhi kemungkinan
daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi,
khususnya jika dilihat dari aspek kemandirian daerah dan
ketergantungan terhadap pemerintah pusat (Fontanella & Rossieta,
2014). (Halim, 2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah
melaksanakan desentralisasi secara baik adalah daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan pada
pemerintah pusat.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan proksi
tingkat kemandirian daerah dan ketergangtungan pada pemerintah pusat
untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal adalah penelitian yang
dilakukan oleh (Fontanella & Rossieta, 2014) dan penelitian yang
dilakukan oleh (Mudhofar & Tahar, 2016). Berdasarkan hal tersebut,
maka pada penelitian ini desentralisasi fiskal diukur menggunakan dua
proksi yaitu tingkat kemandirian daerah dan tingkat ketergantungan
pada pemerintah pusat.
Page 84
64
1) Tingkat Kemandirian Daerah
Kemandirian daerah yaitu suatu kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber keuangan yang
diperlukan daerah (Halim & Kusufi, 2012). Menurut (Mahmudi,
2007), Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antar
jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah.
Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total
penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin
tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
desentralisasi.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan rumus
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan
daerah untuk mengukur kemandirian daerah yaitu penelitian yang
dilakukan oleh (Fontanella & Rossieta, 2014) dan penelitian yang
dilakukan oleh (Mudhofar & Tahar, 2016). Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini mengukur tingkat kemandirian daerah dengan rumus
sebagai berikut:
Rumus tersebut digunakan karena PAD merupakan
pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri. Pendapatan
yang termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak daerah,
Page 85
65
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Deddi & et. al, 2007).
Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya
kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali
sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli
Daerah (PAD) (Sidik, 2002). Ketika suatu daerah dapat menggali
sumber pendapatannya secara maksimal dan mampu membiayai
sendiri kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya, maka daerah
tersebut bisa dikatakan sudah mandiri.
2) Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Ketergantungan pada pemerintah pusat adalah suatu kondisi
dimana pemerintah daerah yang telah diberikan hak otonomi untuk
mengelola sumber daya keuangan daerahnya sendiri nyatanya masih
banyak yang bergantung pada dana transfer yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Rasio ketergantungan
keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan
total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar
tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat
(Nurhayati, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh (Fontanella & Rossieta, 2014)
menggunakan rumus perbandingan DAU dan DAK dengan total
pendapatan untuk menghitung tingkat ketergantungan pada
Page 86
66
pemerintah pusat. Begitu pula penelitian yang dilakukakan oleh
(Mudhofar & Tahar, 2016). Pada penelitian ini, rumus perhitungan
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh (Fontanella & Rossieta, 2014),
penelitian (Irmawati & Pratolo, 2015), serta penelitian yang dilakukan
oleh (Mudhofar & Tahar, 2016) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
DAU= Dana Alokasi Umum
DAK= Dana Alokasi Khusus
Rumus tersebut digunakan karena untuk mengetahui seberapa
besar suatu daerah bergantung pada pemerintah pusat, dapat dilihat
dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari transfer
pemerintah pusat dibandingkan dengan total pendapatan yang
diperoleh pemerintah daerah.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kinerja pemerintah
daerah. Kinerja merupakan prestasi yang dicapai dan diperoleh
organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2006). Salah satu
mekanisme evaluasi implementasi tata kelola pemerintahan di
Indonesia adalah melalui Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah
(EPPD) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6
Page 87
67
tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan. EPPD meliputi
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD),
Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD),
dan Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB).
EPPD dilakukan dengan menggunakan sumber utama LPPD
yang memuat informasi tentang penyelenggaraan pemerintah daerah
selama satu tahun anggaran (PP Nomor 6 Tahun 2008). Variabel ini
diukur menggunakan skor Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (skor EKPPD). EKPPD adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan system
pengukuran kinerja. Dalam pasal 18 dan pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggara
Pemerintahan, disebutkan bahwa aspek penilaian dalam memberikan
skor EKPPD adalah sebagai berikut:
1. Aspek penilaian EKPPD pada tataran pengambilan keputusan
daerah (pasal 18)
a. Ketentraman dan ketertiban umum daerah.
b. Keselarasan dan efektivitas hubungan antara pemerintahan
daerah dan pemerintah serta antar pemerintahan daerah dalam
rangka pengembangan otonomi daerah.
c. Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan
kebijakan pemerintah.
Page 88
68
d. Efektivitas hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD.
e. Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta
tindak lanjut pelaksanaan keputusan.
f. Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh kepala daerah
beserta tindak lanjut pelaksanaan keputusan.
g. Ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada peraturan perundang-undangan.
h. Intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara
pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan
kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah.
i. Transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan
penyerapan DAU, DAK, dan DBH.
j. Intensitas, efektivitas, dan transparansi pemungutan sumber-
sumber pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah.
k. Efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha,
pertanggung jawaban, dan pengawasan APBD.
l. Pengelolaan potensi daerah.
m. Terobosan/inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
2. Aspek penilaian EKPPD pada tataran pelaksanaan kebijakan daerah
(pasal 19)
a. Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan.
b. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Page 89
69
c. Tingkat capaian SPM.
d. Penataan kelembagaan daerah.
e. Pengelolaan kepegawaian daerah.
f. Perencanaan pembangunan daerah.
g. Pengelolaan keuangan daerah.
h. Pengelolaan barang milik daerah.
i. Pemberian fasilitas terhadap partisipasi masyarakat.
Penentuan tingkat kinerja pemerintah daerah dalam memberikan
skor EKPPD dilakukan dengan membandingkan kinerja pemerintah
daerah satu dengan daerah yang lainnya. Peringkat kinerja ditetapkan
dengan pengelompokan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam kelompok berprestasi sangat tinggi (ST) untuk skor ≥3,
berprestasi tinggi (T) untuk skor ≥2, berprestasi sedang (S) untuk skor
≥1, dan berprestasi rendah (R) untuk skor <1.
Penelitian yang menggunakan skor EKPPD dalam mengukur
kinerja pemerintah daerah yaitu penelitian yang dilakukan oleh
(Nuritomo & Rossieta, 2014), penelitian (Fontanella & Rossieta, 2014),
penelitian (Irmawati & Pratolo, 2015), serta penelitian (Mudhofar &
Tahar, 2016). Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini skor EKPPD
dipilih untuk mengukur variabel kinerja pemerintah daerah.
Page 90
70
Tabel 3.1
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Skala Referensi
Politik Dinasti Terindikasi = 1
Tidak Terindikasi = 0 Dummy
Nuritomo
dan
Rossieta
(2014)
Desentralisasi
Fiskal
1. Kemandirian Daerah =
2. Ketergantungan Pada
Pemerintah Pusat =
Rasio
Fontanella
dan
Rossieta
(2014)
Kinerja
Pemda
Skor EKPPD
Interval
Mudhofar
dan Tahar
(2016)
Page 91
71
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan hubungan kausal dimana peneliti ingin
mengetahui pengaruh dari satu atau lebih faktor-faktor dalam menyebabkan
suatu masalah. Menurut (Sugiyono, 2012), hubungan kausal adalah
hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi, ada variabel independen
(mempengaruhi) dan variabel dependen (dipengaruhi).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu penelitian yang
mengungkapkan seberapa besar pengaruh atau hubungan antar variabel
yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara mengumpulkan data yang
merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh variabel-variabel yang
bersangkutan kemudian menganalisis dengan menggunakan alat analisis
yang sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisa pengaruh politik dinasti dan desentralisasi fiskal
sebagai variabel independen terhadap kinerja pemerintah daerah sebagai
variabel dependen.
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di Indonesia
yang menjabat pada periode 2012-2015. Menurut data dari Kementrian
Dalam Negeri, tercatat ada 37 kepala daerah yang menjabat pada periode
2012-2015 terindikasi politik dinasti. Daerah yang dikatakan terindikasi
politik dinasti pada penelitian ini adalah pemerintah daerah yang mewarisi
Page 92
72
jabatan publik yang sama dari anggota keluarga mereka yang menjabat
sebelum mereka (Asako & et. al, 2012) dan mereka yang melakukan
perluasan kekuasaan di tingkat eksekutif yang dilakukan suatu keluarga
(Nuritomo & Rossieta, 2014). Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh
dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri yang
sudah dijabarkan pada Tabel 3.1.
Penelitian ini menggunakan data tahun 2012 sampai dengan tahun
2015. Periode tersebut dipilih karena dianggap sebagai periode dimana
politik dinasti mulai bermunculan dan data pemerintah daerah yang
dipublikasi oleh Kementrian Dalam Negeri hanya terbatas sampai periode
2015. Data Politik Dinasti diperoleh dari data Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementrian Dalam Negeri. Variabel politik dinasti ini diukur
menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 untuk daerah yang terindikasi
politik dinasti dan nilai 0 untuk daerah yang tidak terindikasi poitik dinasti.
Data desentralisasi fiskal yang digunakan adalah data ringkasan
keuangan daerah yang diperoleh dari website Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan yang diakses pada
www.djpk.kemenkeu.go.id. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pemerintah daerah yang terindikasi politik dinasti beserta
pembanding yaitu daerah yang tidak terindikasi politik dinasti. Sehingga
data desentralisasi fiskal yang digunakan adalah daerah-daerah yang
terindikasi politik dinasti dan daerah pembanding yang tidak terindikasi
politik dinasti. Desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diukur
Page 93
73
menggunakan dua proksi, yaitu tingkat kemandirian daerah dan tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat. Dimana tingkat kemandirian daerah
merupakan perbandingan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total
pendapatan daerah. Sedangkan tingkat ketergantungan pada pemerintah
pusat merupakan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah
dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) dibagi dengan total pendapatan
daerah.
Data yang digunakan untuk variabel dependen yaitu kinerja
pemerintah daerah. Data dalam penelitian ini adalah data skor Evaluasi
Kinerja Pelaksana Pemerintah Daerah (EKPPD) yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri dan
dipublikasikan melalui website yang di akses pada
www.otda.kemendagri.go.id.
Sampel pada penelitian ini dipilih berasarkan purposive sampling,
yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria
tersebut dijelaskan dalam tabe 4.1 yang tertera dibawah ini
Page 94
74
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria
Proses Pengambilan Sampel Jumlah Pemerintah Daerah
2012 2013 2014 2015
Jumlah Pemerintah Daerah di Indonesia 542 542 542 542
Jumlah Pemerintah Daerah yang Tercatat dalam
Ringkasan APBD DJPK
524 524 539 536
Jumlah Pemerintah Daerah yang tercatat dalam
Keputusan Kemendagri
497 507 521 524
Jumlah Pemerintah Daerah yang Terindikasi 12 22 25 26
Jumlah Pemerintah Daerah Pembanding 12 22 25 26
Jumlah Sampel Pemerintah Daerah 24 44 50 52
Jumlah Tahun Pengamatan 4
Jumlah Sampel Pengamatan 170
Sumber: Data Diolah
Jumlah daerah otonom di Indonesia adalah 542 yang terdiri dari 34
Provinsi, 415 Kabupaten, dan 93 Kota. Dari jumlah daerah otonom tersebut,
terdapat 12 daerah terindikasi politik dinasti pada tahun 2012, 22 daerah
terindikasi politik dinasti pada tahun 2013, 25 daerah terindikasi politik
dinasti pada tahun 2014 dan 26 daerah terindikasi politik dinasti pada tahun
2015. Sehingga pemerintah daerah yang dijadikan sampel pengamatan
berjumlah 170, yang terdiri dari 85 pemerintah daerah yang terindikasi
politik dinasti dan 85 pemerintah daerah yang tidak terindikasi politik
dinasti.
Page 95
75
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu
data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016). Dalam penelitian ini,
statistik deskriptif hanya menggambarkan nilai rata-rata (mean),
maksimum, minimum dan standar deviasi.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
politik dinasti dan desentralisasi fiskal sebagai variabel independen dan
kinerja pemerintah daerah sebagai variabel dependen. Variabel-variabel
tersebut akan diuji secara statistik deskriptif dengan menggunakan
program SPSS versi 25. Hasil statistik deskriptif dari masing-masing
variabel penelitian ini tertera dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Tabel Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PD 170 .00 1.00 .5000 .50148
KD 170 .01 .42 .1125 .09322
KPP 170 .12 1.07 .6372 .15625
KPD 170 2.00 3.46 2.9180 .31709
Valid N (listwise) 170
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 170
data observasi yang berasal dari data pemerintah daerah yang
Page 96
76
terindikasi politik dinasti yang berjumlah 85 dan pemerintah daerah
yang menjadi pembanding berjumlah 85. Pada tahun 2012 berjumlah
12 beserta pembandingnya yaitu daerah yang tidak terindikasi politik
dinasti dengan jumlah yang sama, data pemerintah daerah yang
terindikasi politik dinasti pada tahun 2013 berjumlah 22 beserta
pembandingnya yaitu daerah yang tidak terindikasi politik dinasti
dengan jumlah yang sama, data pemerintah daerah yang terindikasi
politik dinasti pada tahun 2014 berjumlah 25 beserta pembandingnya
yaitu daerah yang tidak terindikasi politik dinasti dengan jumlah yang
sama, dan data pemerintah yang terindikasi politik dinasti pada tahun
2015 berjumlah 26 beserta pembandingnya yaitu pemerintah daerah
yang tidak terindikasi politik dinasti dengan jumlah yang sama.
Berdasarkan Tabel 4.2 hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif dijelaskan sebagai berikut:
a. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Politik Dinasti (PD)
Hasil analisis deskriptif terhadap variabel politik dinasti
menunjukkan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1
dengan mean sebesar 0,5 dan standar deviasi sebesar 0,50148. Nilai
mean sebesar 0,5 menunjukkan bahwa jumlah sampel pemerintah
daerah yang terindikasi politik dinasti tidak lebih banyak dari pada
jumlah pemerintah daerah yang tidak terindikasi politik dinasti. hal
tersebut dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan sampel
pembanding yang jumlahnya sama dengan jumlah sampel daerah yang
Page 97
77
terindikasi politik dinasti. Dimana daerah yang terindikasi politik
dinasti berjumlah 85 dan menggunakan daerah pembanding yang tidak
terindikasi politik dinasti dengan jumlah yanng sama yaitu 85
pemerintah daerah.
Pada penelitian ini, variabel politik dinasti memiliki nilai
standar deviasi yang lebih besar dari pada nilai rata-rata (mean). Hal
tersebut karena variabel politik dinasti menggunakan proksi dummy
yang merupakan skala nominal. Menurut (Ghozali, 2016), nilai rata-rata
dan standar deviasi tidak tepat digunakan sebagai alat analisis kualitas
data, karena kode angka yang digunakan dalam skala nominal hanya
berfungsi sebagai label kategorikal semata tanpa nilai intrinsik dan
tidak memiliki arti apa-apa.
b. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kemandirian Daerah (KD)
Hasil dari analisis deskriptif variabel kemandirian daerah
menunjukkan nilai minimum sebesar 0,01 dan nilai maksimum sebesar
0,42 dengan rata-rata (mean) 0,1125 dan standar deviasi sebesar
0,09322. Nilai minimum tersebut menunjukkan tingkat kemandirian
daerah adalah Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2012 dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 11.598.785.000 dan total
pendapatan sebesar Rp 850.264.410.000 sehingga memiliki nilai
kemandirian daerah paling rendah yaitu sebesar 0,0136. Nilai
maksimum menujukkan tingkat kemandirian daerah Kota Tangerang
tahun 2015 dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp
Page 98
78
1.313.553.703.195 dan total pendapatan sebesar Rp 3.157.475.214.600
sehingga memiliki nilai kemandirian daerah paling tinggi yaitu sebesar
0,4160. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1125 menunjukkan rata-rata
tingkat kemandirian pemerintah daerah yang menjadi sampel penelitian
sebesar 11%. Berdasarkan skala interval derajat desentralisasi fiskal
yang dikemukakan oleh Tim Fisipol UGM, persentase kemandirian
daerah sebesar 15% berarti kemampuan keuangan daerah dikatakan
kurang.
Tabel 4.3
Tabel Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
Persentase Kemampuan Keuangan
Daerah
0,00 - 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Cukup
30,01 – 40,00 Sedang
40,01 – 50,00 Baik
>50 Sangat Baik
Sumber: Tim Litbag Depdagri Fisipol UGM
Persentase rata-rata tingkat kemandirian daerah menunjukkan
nilai yang cukup rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa banyak
daerah yang masih belum mandiri dalam hal mengelola sumber
dayanya menjadi sumber pendapatan daerah, artinya daerah belum
mampu untuk membiayai pengeluaran rutinnya. Masih banyak
pemerintah daerah yang dianggap belum mandiri atau tidak mampu
membiayai kegiatan belanja maupun operasionalnya. Hal ini dapat
ditemui dari banyaknya jumlah pemerintah daerah yang sebagian besar
Page 99
79
pendapatan daerah berasal dari dana transfer pemerintah pusat. Hal
tersebut berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan kewenangan
daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan untuk mengurangi
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat. Selain itu, sumber-
sumber pendanaan yang potensial masih dikuasai oleh pusat.
Hasil analisis deskriptif variabel kemandirian daerah
menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar dari nilai standar
deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel
kemandirian daerah cukup baik, karena nilai rata-rata yang lebih besar
dari nilai standar deviasinya menunjukkan standar error dari variabel
tersebut kecil.
c. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Ketergantungan pada
Pemerintah Pusat (KPP)
Hasil analisis deskriptif dari variabel ketergantungan pada
pemerintah pusat menunjukkan nilai minimum sebesar 0,12 dan nilai
maksimum sebesar 1,07 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 0,6372
dan standar deviasi sebesar 0,15625. Nilai minimum tersebut
menunjukkan tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat adalah
Kabupaten Paser pada tahun 2015 dengan Dana Alokasi Umum (DAU)
sebesar Rp 260.435.716.000, Dana Alokasi Khusus sebesar Rp
7.862.070.000 dan total pendapatan sebesar Rp 2.285.295.053.614,
sehingga memiliki rasio tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat
paling rendah yaitu sebesar 0,1170. Nilai maksimum menunjukkan
Page 100
80
tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat Kota Banjar tahun 2015
dengan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 677.982.845.000,
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 622.780.000 dan total
pendapatan sebesar Rp 632.403.535.000 sehingga memiliki tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat paling tinggi dengan nilai
sebesar 1,0730. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,6372 menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat ketergatungan pada pemerintah pusat daerah
yang menjadi sampel penelitian adalah sebesar 63,7%.
Persentase tersebut menunjukkan nilai yang cukup tinggi,
sehingga dapat dikatakan bahwa banyak daerah yang masih bergantung
pada dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Hal tersebut
berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan kewenangan daerah
dalam menggali sumber-sumber pendapatan untuk mengurangi tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat. Selain itu, sumber-sumber
pendanaan yang potensial masih dikuasai oleh pusat, sehingga daerah
masih sangat bergantung pada dana yang diberikan oleh pemerintah
pusat.
Hasil analisis deskriptif variabel ketergantungan pada
pemerintah pusat menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar dari
nilai standar deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data dari
variabel ketergantungan pada pemerintah pusat cukup baik, karena nilai
rata-rata yang lebih besar dari nilai standar deviasinya menunjukkan
standar error dari variabel tersebut kecil.
Page 101
81
d. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kinerja Pemerintah Daerah
(KPD)
Hasil analisis deskriptif variabel kinerja pemerintah daerah
menujukkan nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 3,46
dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,9180 dan standar deviasi
sebesar 0,31709. Nilai minimum menunjukkan daerah yang
mendapatkan skor EKPPD dari Kementrian Dalam Negeri paling
rendah adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2013 dengan
skor kinerja 2,0245. Nilai maksimum menunjukkan daerah yang
mendapatkan skor EKPPD dari Kementrian Dalam Negeri paling tinggi
adalah Kabupaten Pinrang tahun 2015 dengan skor kinerja 3,4552.
Nilai rata-rata (mean) sebesar 2,9180 menunjukkan nilai yang cukup
tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa daerah yang menjadi sampel
penelitian ini memiliki kinerja yang cukup baik.
Hasil analisis deskriptif variabel kinerja pemerintah daerah
menunjukkan nilai rata-rata (mean) lebih besar dari nilai standar
deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel kinerja
pemerintah daerah cukup baik, karena nilai rata-rata yang lebih besar
dari nilai standar deviasinya menunjukkan standar error dari variabel
tersebut kecil.
Page 102
82
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data pada
penelitian terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis grafik dan uji
statistik. Analisis grafik yang digunakan yaitu grafik histogram dan
normal probability plot. Sedangkan uji statistik yang digunakan yaitu
uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Berikut hasil
dari masing-masing pengujian dan penjelasannya.
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas dengan Histogram
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Tampilan histogram pada Gambar Hasil Uji Normalitas
menunjukkan pola lonceng yang berarti bahwa grafik tersebut
Page 103
83
memberikan pola lonceng yang terdistribusi normal. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
data yang terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk pengujian
selanjutnya. Untuk mendukung hasil analisis grafik histogram pada
gambar 4.1, maka dilakukan analisis terhadap grafik normal probability
plot seperti pada gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Normal Plot
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Tampilan grafik normal probability pada Gambar 4.2
menunjukkan bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan
memiliki arah garis diagonal. Pola penyebaran pada Gambar 4.2
menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan normal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas dan
Page 104
84
layak digunakan untuk pengujian selanjutnya. Selain analisis grafik,
untuk menguji normalitas pada penelitian ini digunakan uji statistik
nonparametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan hasil seperti pada
Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Dengan Kolmogorof-Smirnov (K-S)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 170
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .27401871
Most Extreme Differences Absolute .055
Positive .036
Negative -.055
Test Statistic .055
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Tabel Kolmogorov-Smirnov di atas menunjukkan nilai
Asymp.Sig (2-Tailed) sebesar 0,200. Nilai tersebut lebih besar dari
tingkat signifikansi 5% atau 0,05. Dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal dan sesuai dengan hasil analisis grafik.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis nilai tolerance dan
Page 105
85
variance factor (VIF). Nilai yang digunakan untuk menunjukkan
adanya multikolinearitas dalam penelitian ini adalah Tolerance 0,10
atau sama dengan nilai VIF 10. Hasil analisis nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF) disajikan dalam Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 PD .998 1.002
KD .653 1.531
KPP .653 1.532
a. Dependent Variable: KPD
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Hasil perhitungan nilai tolerance pada tabel Uji
Multikolinearitas di atas menunjukkan tidak ada variabel independen
yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Sehingga tidak ada
korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan nilai variance
inflation factor (VIF) juga menunjukkan tidak ada variabel independen
yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 yang berarti tidak ada korelasi
antar variabel independen. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Pada
penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Runs
Page 106
86
Test. Hasil uji autokorelasi dengan Runs Test disajikan dalam Tabel 4.6
berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi Dengan Runs Test
Sumber:Output SPSS 25 yang diolah
Hasil Runs Test seperti pada Tabel Uji Autokorelasi
menunjukkan nilai test sebesar 0,02929 dan Asymp.Sig (2-Tailed)
sebesar 0,000. Nilai Asymp.Sig (2-Tailed) berada di bawah nilai
signifikansi yaitu 0,05 yang artinya terjadi autokorelasi. Maka dari itu,
diperlukan upaya untuk melakukan penyelesaian atas masalah tersebut
dengan melakukan uji alternatif Cochrane-Orcutt. Metode tersebut
memerlukan proses pencarian nilai dan koefisien korelasi yang disebut
dengan Rho. Hasil Rho disajikan dalam Tabel 4.7 berikut ini:
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea .02929
Cases < Test Value 85
Cases >= Test Value 85
Total Cases 170
Number of Runs 61
Z -3.846
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Median
Page 107
87
Tabel 4.7
Hasil Koefisien Korelasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .003 .019 .155 .877
Lag_RESIDUAL_1 .419 .069 .424 6.046 .000
a. Dependent Variable: Unstandardized Residual
Sumber:Output SPSS 25 yang diolah
Hasil Rho pada Tabel koefisien korelasi menunjukkan nilai
sebesar 0.419. Setelah mendapatkan nilai Rho maka Uji Autokorelasi
dapat dilanjutkan pada proses Cochrane-Orcutt. Hasil Uji Run Test
setelah melalui metode Cochrane-Orcutt disajikan dalam tabel 4.8
berikut ini:
Tabel 4.8
Hasil Autokorelasi Cochrane-Orcutt
Sumber:Output SPSS 25 yang diolah
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea .01014
Cases < Test Value 84
Cases >= Test Value 85
Total Cases 169
Number of Runs 82
Z -.540
Asymp. Sig. (2-tailed) .589
a. Median
Page 108
88
Hasil Runs Test setelah dilakukan metode Cochrane-Orcutt
menunjukkan nilai test sebesar 0,01014 dan Asymp.Sig (2-Tailed)
sebesar 0,589. Nilai Asymp.Sig (2-Tailed) berada di atas nilai
signifikansi yaitu 0,05 berarti bahwa residual random (acak) atau tidak
terjadi autokorelasi antar nilai residual.
d. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah nilai
dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada penelitian ini uji
heteroskedastisitas dilakukan dengan cara Uji Glejser seperti pada tabel
4.9 berikut ini:
Tabel 4.9
Hasil Uji Heterokedatisitas Dengan Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .233 .075 3.092 .002
PD .078 .024 .239 3.175 .002
KD -.075 .163 -.043 -.462 .645
KPP -.069 .097 -.066 -.709 .479
a. Dependent Variable: Abs_RES
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Berdasarkan tabel Uji Glejser tersebut menunjukkan bahwa
hanya politik dinasti variabel independen yang signifikan secara
statistik mempengaruhi variabel dependen (Abs_RES). Hal ini terlihat
dari profitabilitas signifikansinya di bawah tingkat kepercayaan 5%.
Page 109
89
Jadi dapat disimpulkan model regresi mengandung adanya
Heteroskedastisitas.
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi
Uji Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Koefisien determinasi (Adjusted R Square) dapat dilihat pada
tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.10
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Hasil regresi memiliki nilai Adjusted R Square sebesar 0,240
atau 24%. Jadi dapat dikatakan bahwa 24% besarnya pengungkapan
kinerja pemerintah daerah di Indonesia periode 2012-2015 dipengaruhi
oleh politik dinasti (PD) dan desentralisasi fiskal dengan dua proksi
pengukuran, yaitu kemandirian daerah (KD) dan ketergantungan pada
pemerintah pusat (KPP).
Sedangkan sisanya yaitu 76% besarnya pengungkapan kinerja
pemerintah daerah di Indonesia disebabkan oleh variabel-variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .503a .253 .240 .27648
a. Predictors: (Constant), KPP, PD, KD
Page 110
90
b. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen atau variabel bebas yang dimasukkan dalam model
memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pada pengujian ini kriteria yang digunakan adalah dengan melihat
probability value (sig), apabila nilai signifikansi > 0,05 maka Ha di
tolak, sedangkan apabila nilai signifikansi < 0,05 maka Ha diterima
(Ghozali, 2016). Pada penelitian ini uji F digunakan untuk mengetahui
adanya pengaruh secara bersama-sama antar variabel independen
(politik dinasti dan desentralisasi fiskal) terhadap variabel dependen
(kinerja pemerintah daerah di Indonesia). Nilai F dapat dilihat dari tabel
ANOVA berikut ini:
Tabel 4.11
Tabel Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.303 3 1.434 18.764 .000b
Residual 12.690 166 .076
Total 16.993 169
a. Dependent Variable: KPD
b. Predictors: (Constant), KPP, PD, KD
Sumber: Output SPSS 25 yang diolah
Dari hasil uji signifikansi simultan pada Tabel Uji F,
menunjukkan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,000, yang berarti nilai
signifikansi lebih kecil dari alfa (<0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa politik dinasti dan
desentralisasi fiskal dengan dua proksi, yaitu kemandirian daerah dan
Page 111
91
ketergantungan pada pemerintah pusat secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah di
Indonesia.
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual untuk menjelaskan
variabel dependen dengan tingkat signifikansi 5% atau 0,05. Apabila
nilai probabilitas < 0,05 maka koefisien regresi signifikan dan Ha
diterima. Apabila nilai probabilitas > 0,05 maka koefisien regresi tidak
signifikan dan Ha ditolak. Berikut hasil uji signifikansi statistik
individual yang ditunjukkan oleh tabel 4.12:
Tabel 4.12
Tabel Uji Parsial (Uji t)
Sumber: Output SPSS
Tabel Uji Parsial menunjukkan bahwa ada tiga variabel
independen yaitu politik dinasti dan desentralisasi fiskal dengan dua
proksi pengukuran, yaitu kemandirian daerah dan ketergantungan pada
pemerintah pusat. Dari ketiga variabel independen politik dinasti
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.914 .131 22.222 .000
PD -.300 .042 -.474 -7.064 .000
KD .703 .282 .207 2.492 .014
KPP .118 .168 .058 .700 .485
a. Dependent Variable: KPD
Page 112
92
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000, kemandirian daerah memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,014 dan ketergantungan pada pemerintah
pusat memiliki nilai signifikansi sebesar 0,485, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini hanya politik dinasti dan
kemandirian daerah (variabel independen) yang berpengaruh terhadap
variabel dependen (kinerja pemerintah daerah) karena nilai signifikansi
berada dibawah alfa (<0,05).
Berdasarkan hasil pada tabel 4.10 maka dapat disimpulkan
persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 2,914 - 0,300X1 + 0,703X2 + 0,118X3 + e
Keterangan:
Y : Kinerja Pemerintah Daerah
α : konstanta
β : koefisien regresi
e : error
X1 : Politik Dinasti
X2 : Kemandirian Daerah
X3 : Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Persamaan regresi diatas memiliki makna sebagai berikut:
1. Nilai konstanta sebesar 2,914 menyatakan bahwa jika nilai
politik dinasti dan desentralisasi fiskal dengan dua proksi,
yaitu kemandirian daerah dan ketergantungan pada
Page 113
93
pemerintah pusat dianggap konstan maka nilai kinerja
pemerintah daerah di Indonesia akan sebesar 2,914 pada
tahun 2012-2015.
2. Nilai koefisien X1 adalah sebesar -0,300 menunjukkan hasil
negatif, yang berarti setiap pemerintah daerah yang memiliki
nilai dummy 1 (terindikasi politik dinasti) secara signifikan
memiliki nilai Y -0,300, lebih rendah daripada pemerintah
daerah yang memiliki nilai dummy 0 (tidak terindikasi politik
dinasti). Dengan kata lain, pemerintah daerah yang terindikasi
politik dinasti secara signifikan memiliki nilai kinerja
pemerintah yang lebih rendah dibandingkan dengan
pemerintah daerah yang tidak terindikasi politik dinasti pada
periode 2012-2015.
3. Nilai koefisien X2 adalah sebesar 0,703 menunjukkan hasil
positif, yang berarti setiap kenaikan atau penambahan tingkat
kemandirian daerah sebesar 1 poin maka akan meningkatkan
nilai kinerja pemerintah daerah di Indonesia sebesar 0,703
kali pada periode 2012-2015 dengan asumsi variabel lain
dalam persamaan regresi tetap.
4. Nilai koefisien X3 adalah sebesar 0,118 menunjukkan hasil
positif, yang berarti setiap kenaikan atau penambahan tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat sebesar 1 poin maka
akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah di Indonesia
Page 114
94
sebesar 0,118 kali pada periode 2012-2015 dengan asumsi
variabel lain dalam persamaan regresi tetap.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
Hasil pengujian statistik menggunakan SPPS menunjukkan
bahwa variabel politik dinasti memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000
(<0,05) dengan arah negatif yang ditunjukkan oleh nilai coeficient beta
sebesar -0,300. Berdasarkan hasil tersebut maka diterima, yang
berarti politik dinasti berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja
pemerintah daerah.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Fontanella &
Rossieta, 2014) yang menyatakan bahwa ditemukan pengaruh politik
dinasti terhadap kinerja pemerintah daerah saat ini.
2. Pengaruh Tingkat Kemandirian Daerah Terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah
Hasil pengujian statistik menggunakan SPPS menunjukkan
bahwa variabel tingkat kemandirian daerah memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,014 (>0,05) dengan arah positif yang ditunjukkan oleh nilai
unstandardized coeficient beta sebesar 0,703. Berdasarkan hasil
tersebut maka diterima, yang berarti tingkat kemandirian daerah
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah
daerah.
Page 115
95
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan (Fontanella
& Rossieta, 2014) yang menyatakan bahwa kemandirian daerah dapat
memberikan efek positif yaitu peningkatan kinerja pemerintah daerah.
3. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
Hasil pengujian statistik menggunakan SPPS menunjukkan
bahwa variabel tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,485 (>0,05) dengan arah positif yang
ditunjukkan oleh nilai unstandardized coeficient beta sebesar 0,118.
Berdasarkan hasil tersebut maka ditolak, yang berarti tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan (Nuritomo
& Rossieta, 2014) yang menyatakan bahwa ketergantungan pada
pemerintah pusat akan menyebabkan kinerja pemerintah daerah
menjadi menurun.
Page 116
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini membahas tentang pengaruh politik dinasti dan
desentralisasi fiskal terhadap kinerja pemerintah daerah. Analisis dilakukan
menggunakan analisis regresi linear berganda dengan program SPSS 25.
Penelitian ini menggunakan 170 sampel pemerintah daerah di Indonesia
periode 2012 sampai 2015 yang terdiri dari 85 daerah yang terindikasi
politik dinasti dan 85 daerah yang tidak terindikasi politik dinasti sebagai
pembanding. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel Politik
Dinasti (PD) yaitu sebesar -0,300 dan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Hal ini berarti variabel Politik Dinasti memiliki pengaruh negatif
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel
Desentralisasi Fiskal dengan proksi tingkat Kemandirian Daerah (KD)
yaitu sebesar 0,703 dan nilai signifikansi sebesar 0,014. Hal ini berarti
variabel Desentralisasi Fiskal dengan proksi tingkat Kemandirian
Daerah (KD) memiliki pengaruh positif terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah.
Page 117
97
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel
Desentralisasi Fiskal dengan proksi tingkat Ketergantungan pada
Pemerintah Pusat (KPP) yaitu sebesar 0,118 dan nilai signifikansi
sebesar 0,485. Hal ini berarti variabel Desentralisasi Fiskal dengan
proksi tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (KPP) tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemerintah
daerah.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama/simultan
variabel politik dinasti, kemandirian daerah dan ketergantungan pada
pemerintah pusat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah di Indonesia.
B. Saran
Penelitian mengenai politik dinasti dan desentralisasi fiskal terhadap
kinerja pemerintah daerah di masa yang akan datang diharapkan dapat
menyajikan hasil penelitian yang lebih berkualitas dengan
mempertimbangkan saran berikut:
1. Menambah periode penelitian menjadi 5 tahun dan mengunakan data
terbaru agar dapat mengembangkan lebih lanjut penelitian ini.
2. Menggunakan seluruh populasi untuk dijadikan sampel agar informasi
yang diperoleh lebih valid dan lebih menggambarkan keadaan seluruh
pemerintah daerah di Indonesia.
Page 118
98
3. Menambah variabel-varaibel yang berkaitan dengan kinerja
pemerintah daerah seperti korupsi dan pertumbuhan ekonomi.
4. Menambah proksi untuk variabel desentralisasi fiskal seperti proksi
efektivitas.
Page 119
99
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, M. P. (2015). Membangun Dinasti Politik melalui Penguatan Jejaring Kekuasaan
pada Walikota Probolinggo. Jurnal Politik Muda, Volume 4, No. 3, 319-327.
Anggraini, N. R., & Riharjo, I. B. (2017). Pengaruh Politik Dinasti Terhadap Akuntabilitas
Pemerintahan Dengan Pengendalian Intern Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal
Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 6, Nomor 6, 1-23.
Apriesa, L. F., & Miyasto. (2013). Apriesa, LintaPengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan (Studi Kasus :
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Diponegoro Journal Of Economics Volume 2,
No. 1.
Asako, Y., & et. al. (2012). Dynastic Legislators: Theory And Evidence From Japan.
Dynastic LegisWorking Papers. Waseda University Organization for Japan-US
Studies.
Aswar, K., & Surbakti, L. P. (2013). Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pendapatan
Asli Daerah dan Belanja Publik Kabupaten/Kota di Indonesia. Proceeding PESAT
(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil). Volume 5.
Bastian, I. (2006). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Carnegie, & West. (2005). Making Accounting Accountable in the Public Sector. Critical
Perspective on Accounting, Volume 16, No. 7, 905-928.
Choi, N. (2009). Democracy and Patrimonial Politics in Local Indonesia. No. 88, 131-164.
Dal Bo, & Snyder, J. (2009). Political Dynasties. Review of Economic Studies, Volume 76,
No. 1, 115-142.
Deddi, & et. al. (2007). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.
Page 120
100
Faguet, J.-P. (2011). Decentralization and Governance. Economic Organization and Public
Policy Programme (EOPP).
Fontanella, A., & Rossieta, H. (2014). Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja terhadap
Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BPFE
Universitas Diponegoro.
Hakim, R. N. (2017). Politik Dinasti Jadi Hambatan Untuk Menghasilkan Kepala Daerah
Berkualitas. Jakarta: kompas.com.
Halim, A. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, A., & Kusufi, M. S. (2012). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Hasibuan, U. S. (2013). Ambang Batas Dinasti Politik. kompas.com.
Irmawati, F. D., & Pratolo, S. (2015). Pengaruh Kinerja Keuangan, Politik Dinasti, dan
Kinerja Pemerintah Daerah Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2012 – 2013.
Khusaini, M. (2006). Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah.
Malang: BPFE Unibraw.
Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan,
Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Liu, C. H. (2007). What Type of Fiscal Decentralization System has better Performance.
School of Public Policy.
Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andy Offset.
Page 121
101
Mendoza, R. U., & et. al. (2012). Inequality in democracy: Insights from An Empirical
Analysis of Political Dynasties in the 15th Philippine Congress. Philippine Political
Science Journal, Volume 33, No.2, 132-145.
Mietzner, M. (2009). Indonesia’s 2009 Elections: Populism, Dynasties and the
Consolidation of the Party System. Journal of Contemporary Asia.
Mimba, N. P. (2007). Public Sector Performance Measurement in Developing Countries.
Journal of Accounting & Organizational Charge Volume 3 No. 3, 192-198.
Moisiu, A. (2014). Decentralization and the Increased autonomy in Local Goverments.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 459-463.
Mudhofar, K., & Tahar, A. (2016). Mudhofar, KPengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja
Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia:
Efek Moderasi dari Kinerja. Mudhofar, Kurniatul dan Afrizal Tahar. Pengaruh
Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
Pemerintah DaeraJurnal Akuntansi dan Investasi, Volume.17, No. 2., 176-185.
Musgrave, R., & Musgrave, P. (1980). Public Finance in theory and Practice. Tokyo:
McGraw Hill International Book Company.
Nasiwan. (2007). Demokratisasi Elit Lokal pada PILKADA Langsung 2006 di Kota
Yogyakarta, Provinsi DIY.
Nurhayati. (2015). Analisis Rasio Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos. Volume 4, No. 1.
Nuritomo, & Rossieta, H. (2014). Politik Dinasti, Akuntabilitas, dan Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia.
Permana, I. A. (2015). Pengaruh Partisipasi Publik dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja
Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada SKPD di Kabupaten Pesisir Selatan).
Page 122
102
Querrubin, P. (2015). Family and Politics: Dynastic Persistence in the Philippines.
Rinaldi. (2007). Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi : Studi Kasus
Penanganan Korupsi Pemerintahan Daerah, Bank Dunia L Justice for the poor
Project.
Rondinelli, D., & et. al. (1989). Analysing Decentralization Policies in Developing
Countries: a Political Economy Framework. Development and Change. Volume
20, No.1, 57-87.
Rossi. (2009). The causes of political dynasties in democratic countries. Working Papers.
Universidad de los Andes.
Rossi, M. (2013). The Causes of Political Dynasties in Democratic Countries.
Sekaran, U., & Bougi, R. (2010). Research Methode for Business A Skill Building
Approach. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Sidik, M. (2002). Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan
Desentralisasi Fiskal.
Snyder, J., & dkk. (2009). Political Dynasties. Los Angeles: The Review of Economic
Studies. 115-142.
Soentoro, A. I. (2015). Cara Mudah Belajar Metodologi Penelitian dengan Aplikasi
Statistika. Depok: PT. Taramedia Bakti Persada.
Sudarsana, H. S. (2013). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit
BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi Offset.
Page 123
103
Sumarjo, H. (2010). Pengaruh Karakterisitik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan PemerintaH Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota di Indonesia.
Suparmoko. (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Yogyakarta: Andi.
Syahruddin. (2006). Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan
Implementasi yang Konsisten.
Thompson, M. (2007). Presidentas And People Power In Comparative Asian Perspective.
Philippine Political Science Journal, Volume 28, no. 51.
Wibisono, Y. (2009). Metode Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widarjono, A. (2010). Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Yani, A. (2002). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Page 124
104
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian
Page 125
105
Lampiran 2: Surat Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
Page 126
106
Lampiran 3: Data Penelitian
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2012
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Takalar 1 0,0581 0,7577 2,2145
2. Kota Manado 1 0,1722 0,7180 2,9759
3. Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
1 0,0313 0,5015 2,1307
4. Kabupaten Bekasi 1 0,2404 0,4913 2,2808
5. Kabupaten Indramayu 1 0,0668 0,6800 2,7384
6. Kota Cimahi 1 0,1305 0,5548 2,9543
7. Kabupaten Klaten 1 0,0538 0,7389 2,7022
8. Kabupaten Bantul 1 0,1017 0,6954 2,8177
9. Kabupaten Lombok Timur 1 0,0584 0,7631 2,4302
10. Kabupaten Kota Waringin Timur 1 0,0569 0,7535 2,0042
11. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0136 0,8610 2,3453
12. Kabupaten Tabanan 1 0,1433 0,6499 2,5262
Page 127
107
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2012
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0207 0,8538 2,7368
2. Kabupaten Batang Hari 0 0,0452 0,6292 2,6239
3. Kabupaten Way Kanan 0 0,0192 0,7361 2,4717
4. Kabupaten Ciamis 0 0,0467 0,8841 3,1846
5. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0373 0,8799 2,8910
6. Kota Depok 0 0,2655 0,5488 3,1212
7. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0584 0,6892 2,6264
8. Kabupaten Sleman 0 0,1593 0,6131 3,2614
9. Kabupaten Pacitan 0 0,0518 0,7389 3,2400
10. Kota Cilegon 0 0,2532 0,4472 2,9260
11. Kabupaten Balangan 0 0,0563 0,4091 2,7273
12. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0567 0,7542 3,0573
Page 128
108
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2013
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0654 0,7479 2,1699
2. Kabupaten Pendeglang 1 0,0541 0,8567 3,0228
3. Kabupaten Serang 1 0,1669 0,6130 2,7143
4. Kabupaten Tangerang 1 0,2438 0,4783 2,8562
5. Kabupaten Barru 1 0,0460 0,7702 2,9757
6. Kabupaten Takalar 1 0,0497 0,7798 2,5203
7. Kota Manado 1 0,1817 0,6991 2,7001
8. Kabupaten Padang Lawas Utara 1 0,0226 0,6181 2,4531
9. Kota Padang Sidempuan 1 0,0633 0,6952 2,4619
10. Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
1 0,0331 0,5280 2,0245
11. Kota Pagar Alam 1 0,0452 0,6023 2,3532
12. Kabupaten Bekasi 1 0,3309 0,3924 2,9759
13. Kabupaten Indramayu 1 0,0717 0,5995 2,6530
14. Kabupaten Bandung 1 0,1370 0,7032 2,8770
15. Kabupaten Kendal 1 0,0809 0,6386 2,7940
16. Kabupaten Klaten 1 0,0530 0,7205 2,7472
17. Kabupaten Probolinggo 1 0,0658 0,6925 2,6413
18. Kabupaten Kediri 1 0,0786 0,7023 3,0005
19. Kota Bima 1 0,0326 0,7902 2,5671
20. Kabupaten Kota Waringin Timur 1 0,0984 0,9420 2,1423
21. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0263 0,8529 2,1643
22. Kabupaten Tabanan 1 0,1646 0,6410 2,4978
Page 129
109
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2013
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0243 0,8518 3,0249
2. Kabupaten Batang Hari 0 0,0498 0,6779 2,5986
3. Kota Lubuklinggau 0 0,0585 0,6326 2,9772
4. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0338 0,7668 2,9010
5. Kabupaten Ciamis 0 0,0563 0,8713 2,9276
6. Kabupaten Majalengka 0 0,0724 0,6185 2,8356
7. Kota Banjar 0 0,1070 0,6539 2,9535
8. Kota Depok 0 0,2955 0,4991 3,0926
9. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0644 0,7008 3,0109
10. Kabupaten Boyolali 0 0,1053 0,6867 3,0193
11. Kabupaten Sleman 0 0,1787 0,5643 3,2581
12. Kabupaten Banyuwangi 0 0,0922 0,7013 3,0364
13. Kabupaten Jombang 0 0,1130 0,7683 3,1934
14. Kabupaten Pacitan 0 0,0602 0,7361 3,1020
15. Kota Tangerang 0 0,2467 0,3754 2,8789
16. Kabupaten Gianyar 0 0,2145 0,5884 2,7986
17. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0641 0,8014 27.999
18. Kabupaten Balangan 0 0,0416 0,4373 2,6528
19. Kabupaten Paser 0 0,0315 0,1839 2,7180
20. Kabupaten Bulukumba 0 0,0443 0,7794 3,0028
21. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0599 0,7729 3,1072
22. Kabupaten Pinrang 0 0,0435 0,7915 3,2557
Page 130
110
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2014
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0765 0,7473 2,8662
2. Kabupaten Pringsewu 1 0,0425 0,7080 2,7964
3. Kota Tangerang Selatan 1 0,4105 0,3029 2,7107
4. Kabupaten Serang 1 0,2324 0,6522 2,7745
5. Kota Serang 1 0,0852 0,7417 2,5519
6. Kabupaten Tangerang 1 0,3558 0,4086 2,5141
7. Kabupaten Barru 1 0,0494 0,7578 3,0754
8. Kabupaten Gowa 1 0,0929 0,7178 3,1474
9. Kabupaten Tana Toraja 1 0,0505 0,7545 3,0988
10. Kabupaten Takalar 1 0,0553 0,7798 2,9307
11. Kabupaten Minahasa 1 0,0436 0,7394 2,7814
12. Kota Padang Sidempuan 1 0,0721 0,8644 2,4061
13. Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
1 0,0323 0,5267 2,6005
14. Kota Pagar Alam 1 0,0507 0,5810 2,6133
15. Kabupaten Bekasi 1 0,3633 0,3865 3,1379
16. Kabupaten Indramayu 1 0,1058 0,6003 2,9421
17. Kabupaten Bandung 1 0,1565 0,6273 3,1679
18. Kabupaten Kendal 1 0,1068 0,6290 2,5420
19. Kabupaten Klaten 1 0,0562 0,6770 2,7628
20. Kabupaten Bantul 1 0,1571 0,5984 3,372
21. Kabupaten Bangkalan 1 0,0713 0,6730 2,9276
22. Kabupaten Lombok Timur 1 0,0726 0,7087 2,9223
23. Kota Bima 1 0,0381 0,7739 2,8716
24. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0317 0,8210 2,5170
25. Kabupaten Tabanan 1 0,1689 0,6171 3,0712
Page 131
111
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2014
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0232 0,8288 3,0492
2. Kota Lubuklinggau 0 0,0549 0,4877 2,9331
3. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0425 0,7769 3,2169
4. Kabupaten Way Kanan 0 0,0351 0,7438 2,6527
5. Kabupaten Ciamis 0 0,0958 0,8293 3,2177
6. Kabupaten Kuningan 0 0,0993 0,8250 3,0981
7. Kabupaten Majalengka 0 0,0770 0,5845 3,1105
8. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0534 0,8869 3,0847
9. Kota Banjar 0 0,1275 0,7338 3,0679
10. Kota Depok 0 0,3169 0,4757 3,0902
11. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0803 0,6880 3,1403
12. Kabupaten Boyolali 0 0,1156 0,6527 3,2026
13. Kabupaten Sleman 0 0,2051 0,5352 3,2406
14. Kabupaten Banyuwangi 0 0,1008 0,6364 3,2682
15. Kabupaten Jombang 0 0,1250 0,6405 3,1687
16. Kabupaten Pacitan 0 0,0627 0,7013 3,2909
17. Kota Cilegon 0 0,3096 0,4206 2,8655
18. Kota Tangerang 0 0,3821 0,3272 2,9220
19. Kabupaten Gianyar 0 0,2628 0,5653 3,1557
20. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0838 0,7304 3,0166
21. Kabupaten Balangan 0 0,0389 0,4450 2,7391
22. Kabupaten Paser 0 0,0439 0,1573 3,0094
23. Kabupaten Bulukumba 0 0,0513 0,7135 3,2720
24. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0573 0,7738 3,2946
25. Kabupaten Pinrang 0 0,0576 0,7434 3,4194
Page 132
112
Pemerintah Daerah Terindikasi Politik Dinasti Tahun 2015
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Lampung Selatan 1 0,0839 0,6552 2,8666
2. Kabupaten Pringsewu 1 0,0564 0,6763 2,3036
3. Kota Tangerang Selatan 1 0,4149 0,2733 3,0338
4. Kabupaten Serang 1 0,2249 0,4838 3,0253
5. Kota Serang 1 0,0844 0,6339 2,7345
6. Kabupaten Tangerang 1 0,3875 0,3494 3,0140
7. Kabupaten Gowa 1 0,0983 0,6524 3,2738
8. Kabupaten Tana Toraja 1 0,0858 0,7191 3,2307
9. Kabupaten Takalar 1 0,1079 0,6791 2,9815
10. Kabupaten Minahasa 1 0,0636 0,6984 3,1292
11. Kota Manado 1 0,1915 0,5610 2,5564
12. Kota Padang Sidempuan 1 0,0739 0,6977 2,3864
13. Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
1 0,0303 0,4494 2,7357
14. Kota Pagar Alam 1 0,0515 0,5878 2,6741
15. Kabupaten Bekasi 1 0,3383 0,3207 3,2832
16. Kabupaten Indramayu 1 0,1153 0,5339 3,2066
17. Kabupaten Bandung 1 0,1568 0,2732 3,2492
18. Kabupaten Kendal 1 0,1085 0,5998 3,0828
19. Kabupaten Klaten 1 0,0798 0,6227 3,1658
20. Kabupaten Kediri 1 0,1282 0,5778 3,1531
21. Kabupaten Bangkalan 1 0,0756 0,6147 3,0605
22. Kabupaten Lombok Timur 1 0,1120 0,5986 3,0830
23. Kota Bima 1 0,0435 0,7349 3,0266
24. Kabupaten Kota Waringin Timur 1 0,1015 0,6312 2,6444
25. Kabupaten Maluku Tengah 1 0,0409 0,7830 2,8556
26. Kabupaten Tabanan 1 0,1735 0,5561 3,0978
Page 133
113
Pemerintah Daerah Pembanding Tahun 2015
NO NAMA DAERAH PD KD KPP KPD
1. Kabupaten Pakpak Barat 0 0,0328 0,8624 2,9754
2. Kabupaten Batang Hari 0 0,0705 0,5386 2,9464
3. Kota Lubuklinggau 0 0,0678 0,4988 3,0670
4. Kabupaten Lampung Barat 0 0,0457 0,7079 3,2147
5. Kabupaten Ciamis 0 0,0843 0,6196 3,3164
6. Kabupaten Kuningan 0 0,1022 0,5857 3,4301
7. Kabupaten Majalengka 0 0,1155 0,5135 3,3508
8. Kabupaten Tasikmalaya 0 0,0693 0,6438 3,3411
9. Kota Banjar 0 0,1631 1,0731 3,2809
10. Kota Depok 0 0,3098 0,4067 3,2908
11. Kabupaten Banjarnegara 0 0,0917 0,6261 3,2023
12. Kabupaten Boyolali 0 0,1238 0,5784 3,4142
13. Kabupaten Sleman 0 0,2575 0,4559 3,2900
14. Kabupaten Banyuwangi 0 0,1040 0,5598 3,4551
15. Kabupaten Jombang 0 0,1353 0,5628 3,2965
16. Kabupaten Pacitan 0 0,0727 0,6309 3,3435
17. Kota Cilegon 0 0,3325 0,3867 3,0586
18. Kota Tangerang 0 0,4160 0,2920 2,5518
19. Kabupaten Gianyar 0 0,2766 0,4790 3,2660
20. Kabupaten Lombok Tengah 0 0,0876 0,6505 3,0894
21. Kota Mataram 0 0,1761 0,5818 2,9642
22. Kabupaten Paser 0 0,0393 0,1174 2,9646
23. Kabupaten Bulukumba 0 0,0901 0,6445 3,4205
24. Kabupaten Luwu Utara 0 0,0767 0,6786 3,1915
25. Kabupaten Pinrang 0 0,0860 0,6916 3,4552
26. Kabupaten Buru 0 0,0263 0,8072 2,9539
Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel
Page 134
114
Lampiran 4: Hasil Output SPSS
1. Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PD 170 .00 1.00 .5000 .50148
KD 170 .01 .42 .1125 .09322
KPP 170 .12 1.07 .6372 .15625
KPD 170 2.00 3.46 2.9180 .31709
Valid N (listwise) 170
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Page 135
115
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 170
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .27401871
Most Extreme Differences Absolute .055
Positive .036
Negative -.055
Test Statistic .055
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Page 136
116
b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 PD .998 1.002
KD .653 1.531
KPP .653 1.532
a. Dependent Variable: KPD
c. Uji Autokorelasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .003 .019 .155 .877
Lag_RESIDUAL_1 .419 .069 .424 6.046 .000
a. Dependent Variable: Unstandardized Residual
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea .02929
Cases < Test Value 85
Cases >= Test Value 85
Total Cases 170
Number of Runs 61
Z -3.846
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Median
Page 137
117
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .233 .075 3.092 .002
PD .078 .024 .239 3.175 .002
KD -.075 .163 -.043 -.462 .645
KPP -.069 .097 -.066 -.709 .479
a. Dependent Variable: Abs_RES
3. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .503a .253 .240 .27648
a. Predictors: (Constant), KPP, PD, KD
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea .01014
Cases < Test Value 84
Cases >= Test Value 85
Total Cases 169
Number of Runs 82
Z -.540
Asymp. Sig. (2-tailed) .589
a. Median
Page 138
118
b. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.303 3 1.434 18.764 .000b
Residual 12.690 166 .076
Total 16.993 169
a. Dependent Variable: KPD
b. Predictors: (Constant), KPP, PD, KD
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.914 .131 22.222 .000
PD -.300 .042 -.474 -7.064 .000
KD .703 .282 .207 2.492 .014
KPP .118 .168 .058 .700 .485
a. Dependent Variable: KPD