ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI
INDONESIA TERHADAP JEPANG
CHAIRANI PUTRI PRATIWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Patok Duga
Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Chairani Putri Pratiwi
NIM H451110011
RINGKASAN
CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di
Indonesia terhadap Jepang. Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI dan
SUHARNO.
Beras adalah salah satu makanan pokok di Indonesia. Beras memiliki peran
strategis karena mempengaruhi stabilitas nasional. Beras merupakan komoditas
politik di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Dominasi beras sebagai
makanan pokok Indonesia ditunjukkan dengan tingginya konsumsi beras setiap
tahun. Pasokan beras yang tidak cukup membuat kondisi yang tidak stabil bagi
negara. Situasi ini dipengaruhi oleh pengelolaan stok beras.
Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk mengetahui situasi
ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan beras untuk
Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu natural disaster
(alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial di Indonesia
telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998 karena pengaruh
krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh karena
itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi berbagai
kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan menjaga
kestabilan harga. Indonesia adalah negara kepulauan, infrastruktur dasar
khususnya sarana transportasi belum begitu baik, ditambah lagi dengan rendahnya
pendapatan masyarakat, sehingga stok cadangan beras untuk emerjensi menjadi
penting dan perlu dikuasai dan dikelola dengan manajemen stok yang baik.
Beras tidak hanya makanan pokok di Jepang, tetapi juga sumber utama mata
pencaharian petani dan rumah tangga pertanian Jepang. Jepang adalah negara
yang telah berhasil dalam mengelola stok beras. Jepang telah berhasil menjaga
stabilitas cadangan beras tiap tahunnya. Produksi dan konsumsi di negara ini pun
seimbang. Ada indikasi bahwa pola manajemen stok yang telah diterapkan sejak
era 60-an telah berhasil dalam menjaga stabilisasi perberasan di negara tersebut.
Kesuksesan Jepang dalam hal pencadangan beras dapat menjadi pedoman bagi
pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Jepang digunakan sebagai benchmark
dalam penelitian ini.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni: (1) mendeskripsikan
kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang, (2) menganalisis peran
BULOG dalam pengelolaan stok beras Indonesia, dan (3) menyusun redesign
model pengelolaan stok beras nasional yang dapat diterapkan untuk kondisi beras
Indonesia dengan Jepang sebagai patokan. Penelitian ini menggunakan analisis
patok duga (benchmark). Temuan utama adalah: (1) manajemen stok beras
nasional belum ideal, (2) BULOG berperan penting dalam keberhasilan
manajemen stok beras nasional, (3) sistem informasi stok dapat diterapkan dalam
redesign manajemen stok beras nasional .
Sesuai dengan tujuan penelitian dimana Jepang sebagai patok duga
(benchmark) dapat disimpulkan keunggulan manajemen stok Jepang yang
menjamin stabilitas ketersediaan dan distribusi beras yaitu: (1) dukungan
intervensi yang kuat (meskipun cenderung menurun) untuk pendapatan petani, (2)
dukungan dan penerapan manajemen dan teknologi informasi yang konsisten dan
disiplin. Oleh karena itu berdasarkan pendekatan patok duga (benchmark) penting
disusunnya redesign model manajemen stok beras nasional untuk mendukung
keberhasilan Indonesia dalam manajemen stok beras. Redesign manajemen stok
beras Indonesia yang dianjurkan adalah menambahkan serta mengaplikasikan
sistem informasi stok ke dalam pola manajemen sebelumnya. Usulan strategi
menerapkan sistem informasi stok diharapkan dapat memperbaiki pola
manajemen yang sudah diterapkan dan bisa menjadi landasan untuk memprediksi
kebutuhan stok beras dalam negeri.
Kata kunci: beras, BULOG, manajemen stok, patok duga
SUMMARY
CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Benchmark Analysis of Rice Stock Management
in Indonesia towards Japan.. Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI and
SUHARNO.
Rice is one of the important staple foods in Indonesia. Rice also has a
strategic role in it affects on national stability. Moreover, rice is the most
“politicized” commodity in many countries in the world, including Indonesia. The
dominance of rice as a staple food of Indonesia can be indicated by the high
consumption of rice every year. Lack of rice supplies and not sufficient of rice
will cause unstable conditions for a country. This situation is influenced by rice
stock management.
The information of rice stock is very important to know the situation of
food security in the country. The importance of rice stock was evident from the
number of events in the emergency, natural disaster (natural) or man-made
disaster (social conflict). Social conflict in Indonesia has long been underway, but
more prominent since 1998 due to the economic crisis which is then triggered by
the political transition. Therefore, the national rice stock has become important to
address several of possibility caused by natural disasters, social conflicts and also
maintain price stability. Indonesia is an archipelago country, a basic infrastructure
especially transportation is unstructured, coupled with the low income of the
community, so stock for emergency situation to be important and need to be
controlled and managed with good management stock.
Rice is not only the most important staple food in Japan, but it also the main
source of livelihood farmers and agricultural households. Japan is a country that
has been established manages rice stocks. Japan has succeeded in maintaining the
stability of rice stock each year. Production and consumption in the country is also
balanced. There are indications that the pattern of stock management which has
been applied since the '60s has been successful in maintaining the stabilization of
rice in the country. Japan's success in terms of rice reserves can serve as
guidelines for the Indonesian government. Therefore, Japan as a benchmark in this
study.
This study has three main objectives that include the following: (1) to
describe the condition of rice stock management in Indonesia and Japan, (2) to
analyze the role of The National Food Logistic Agency (BULOG) in Indonesian
rice stock management, and (3) to redesign national rice stock management model
that can be applied to conditions in Indonesian rice with Japan as a benchmark.
This study uses benchmark analysis. The major findings are: (1) national rice
stock is not ideal, (2) BULOG was instrumental in the success of the national rice
stock management, (3) Stock information system can be applied to redesign of
national rice stock management.
According with the purpose of research in which Japan as benchmark can
be summed up as Japan has excellent stock management which ensures the
stability of the rice stock and rice distribution, there are: (1) strong support
intervention (although it tends to decrease) for the farmer's income, (2) support
and application management and information technology consistent and
disciplined. As the result of the benchmark, it is important to create the formula of
the redesign the management model of the national rice stock to ensure Indonesia
will be success in rice stock management. Moreover, redesign of the Indonesian
rice stock management is recommended to add and apply information technology
systems of management stock into the previous pattern. The recommendation of
applying information system is expected to improve stock management patterns
that have been implemented also can be the basis for predicting the future needs
of the domestic rice stocks.
Keywords: benchmark, BULOG, management stock, rice
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI
INDONESIA TERHADAP JEPANG
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
CHAIRANI PUTRI PRATIWI
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Lukman M Baga, MAEc
Penguji Program Studi : Dr Amzul Rifin, SP, MA
Judul Tesis : Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap
Jepang
Nama : Chairani Putri Pratiwi
NIM : H451110011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
Ketua
Dr Ir Suharno, M.ADev
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agribisnis
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
15 Januari 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga tesis berjudul Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di
Indonesia terhadap Jepang ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada kepada:
1. Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Suharno, M.ADev selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan,
arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan
penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Lukman M Baga, M.AEc selaku dosen penguji luar komisi dan
Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji perwakilan program studi
pada ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
3. Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal
penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dengan baik.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains
Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan.
5. Kedua orang tua dan saudara kandung penulis yang telah memberikan banyak
dukungan, doa dan pengorbanan yang tidak ternilai. Mas Asad dan Khaira
yang telah menjadi motivasi dan inspirasi.
6. Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,
dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Chairani Putri Pratiwi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Sejarah Singkat BULOG 6
Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group 10
Penerapan Manajemen Persediaan Beras 11
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu 12
3 KERANGKA PEMIKIRAN 13
Kerangka Pemikiran Teoritis 13
Teori Stok / Persediaan 13
Konsep Pengadaan 14
Teori Manajemen Stok / Persediaan 14
Teori Benchmark 15
Kerangka Pemikiran Penelitian 16
4 METODE PENELITIAN 18
Jenis dan Sumber Data 18
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Kondisi Perberasan di Indonesia dan Jepang 19
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia 18
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Jepang 20
Kondisi Stok Beras di Indonesia 22
Kondisi Stok Beras di Jepang 25
Pengadaan Beras di Indonesia 25
Pengadaan Beras di Jepang 29
Distribusi Beras di Indonesia 30
Distribusi Beras di Jepang 31
Implikasi Kondisi Manajemen Stok Beras di Jepang terhadap Kondisi
Manajemen Stok Beras di Indonesia 32
Perkembangan Peran Perum BULOG sebagai Lembaga yang Mengatur
Stok Beras Nasional 38
Perum BULOG dan Japanese Agriculture (JA) Cooperative dalam
Perekonomian Beras serta Dinamika Politik 42
Kunci Sukses Jepang sebagai Benchmark Manajemen Stok Beras Nasional
dan Redesign Manajemen Stok Beras Indonesia 44
6 SIMPULAN DAN SARAN 48
Simpulan 48
Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
RIWAYAT HIDUP 55
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia
tahun 2000-2012 1 2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di
Indonesia tahun 2000-2012 2 3 Realisasi pengadaan beras dalam negeri, pengadaan beras luar negeri,
dan total pengadaan beras oleh BULOG tahun 2000-2012 27 4 Pengadaan beras di Jepang tahun 1995-2006 28 5 Perbandingan kondisi sosial masyarakat dan GDP per kapita antara
Indonesia dan Jepang 33 6 Perbandingan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dan Jepang 33
7 Perbandingan manajemen stok beras dan jumlah stok beras antara
Indonesia dan Jepang 35 8 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden 39 9 Implikasi perubahan BULOG dari LPND menjadi PERUM 40
DAFTAR GAMBAR
1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003 8
2 Kerangka pemikiran operasional 17 3 Perkembangan produksi beras di Indonesia 2000-2012 20 4 Perkembangan produksi beras di Jepang 1995-2012 21
5 Perkembangan stok beras di Indonesia 2005-2012 22 6 Mekanisme stok beras di Indonesia 23
7 Alur manajemen stok beras BULOG 24 8 Perkembangan stok beras di Jepang 2005-2012 26
9 Alur pengadaan beras di Indonesia 28 10 Alur distribusi stok beras nasional 30 11 Pola distribusi beras dalam negeri 31 12 Sistem distribusi beras di Jepang setelah tahun 2004 32 13 Manajemen stok beras nasional 36
14 Tugas Perum BULOG 42 15 Program subsidi langsung dari pemerintah kepada petani 45 16 Redesign manajemen stok beras nasional 47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Januari 1988 dari bapak
Karya Prihantono dan ibu Chairul Bariah. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
program studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen hingga semester 3.
Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Tokyo University of
Agriculture, jurusan International Bio-Business Studies pada bulan April 2007
dengan beasiswa penuh dari universitas setempat. Penulis menyelesaikan
pendidikan S1 di Tokyo University of Agriculture pada bulan Maret 2011.
Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister
pada Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2011 melalui beasiswa
unggulan DIKTI.
Pada tahun 2011, penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar Bahasa Jepang
di Unit Pelatihan Bahasa IPB Dramaga. Penulis juga menjadi asisten dosen tidak
tetap di program studi Agribisnis sejak 2012 hingga sekarang.
Selama mengikuti pendidikan pada program studi Magister Sains
Agribisnis, penulis mengikuti kegiatan seminar internasional Advance Science and
Technology: Sustainability & Prosperity di Universitas Hokkaido Jepang dan
mempresentasikan tulisan Rice Stock Management Towards Suistainable Rice
Surplus. Artikel yang sama telah diterbitkan dalam Prosiding HISAS 10.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia terpenting adalah pangan dan pemenuhannya
adalah hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam pasal 27 UUD 1945.
Pemenuhan pangan dibahas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2012 terkait ketahanan pangan, yakni bahwa negara berkewajiban
mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan
yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional
maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber
daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Ketahanan pangan yang dimaksud meliputi
ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi,
beragam, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Ketersediaan pangan yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan kebutuhan dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, gejolak sosial
dan politik.
Tabel 1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia tahun
2000 - 2012
Tahun Konsumsi (ton) Jumlah Penduduk (jiwa)
2000 30 782 281 213 395 411
2001 24 241 536 216 203 499
2002 30 424 235 219 026 365
2003 30 026 549 221 839 235
2004 30 763 964 224 606 531
2005 30 949 677 227 303 175
2006 31 382 907 229 918 547
2007 33 620 944 232 461 746
2008 35 752 349 234 951 154
2009 38 209 762 237 414 495
2010 40 354 257 239 870 937
2011 39 705 205 242 325 638
2012 40 876 243 242 325 638 Sumber : BULOG (2012) ; BPS (2012)
Indonesia dalam pemenuhan pangan khususnya beras sebagai pangan pokok
bangsa, menghadapi tantangan besar karena jumlah penduduknya yang terus
meningkat setiap tahunnya (Ariani 2010). Pada tahun 2012 jumlah penduduk
Indonesia sebesar 242 325 638 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.49
persen (Tabel 1). Dominasi beras sebagai pangan pokok ditunjukkan oleh
2
tingginya tingkat konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras perkapita yang
tinggi, disertai peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar
mengkonsumsi beras menyebabkan total konsumsi beras nasional yang tinggi
setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi beras sebesar 40 876 243 ton
(Tabel 1). Bagi Indonesia yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras,
bergantung pada pasar impor jelas berisiko. Mengingat pentingnya beras bagi
masyarakat Indonesia, sejalan dengan adanya upaya peningkatan produktivitas,
beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri
namun pada kenyataannya tidak seperti yang diharapkan (Tabel 2). Hal ini erat
kaitannya dengan pengelolaan stok beras untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat
setiap tahunnya.
Tabel 2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di
Indonesia tahun 2000-2012
Tahun Produksi (ton) Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha)
2000 51 898 852 11 793 475 44.01
2001 50 460 782 11 499 975 43.88
2002 51 498 694 11 521 166 44.69
2003 52 137 604 11 488 034 45.36
2004 54 088 568 11 922 974 45.74
2005 54 151 097 11 839 060 46.20
2006 54 454 937 11 786 430 47.05
2007 57 157 435 12 147 637 48.94
2008 60 352 925 12 327 425 49.99
2009 64 398 890 12 883 576 49.99
2010 66 469 394 13 253 450 50.15
2011 68 594 067 13 203 643 49.80
2012 69 045 141 13 443 443 51.36 Sumber: BULOG (2012)
Beras selain sebagai sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi
masyarakat juga memegang peranan strategis terhadap stabilitas nasional.
Persediaan beras yang cukup di pasar dengan harga yang terjangkau dapat
menciptakan kondisi yang aman bagi suatu negara. Sebaliknya apabila terjadi
gejolak harga beras dan persediaan berkurang maka terjadi keresahan sosial.
Banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperan dalam
ketahanan pangan, stabilitas ekonomi dan lapangan kerja. Oleh karena itu beras
dapat dikatakan sebagai komoditas politik (political goods) (Ariani 2010;
Suryana dan Sudi 2001; Waries 2004).
Periode awal reformasi saat ketidakstabilan persediaan pangan khususnya
beras telah memicu terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal. Kerusuhan terjadi
di berbagai daerah karena kerisauan masyarakat terhadap stok pangan nasional
yang tidak mencukupi (Firdaus et al. 2008). Sebagian besar masyarakat
menghendaki pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu dan
3
dengan harga yang terjangkau (Sawit 2011). Sejarah membuktikan bahwa pada
tahun 1966 dan 1998 terdapat perubahan dari goncangan politik menjadi krisis
politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, selain peran strategis dan politik, beras juga merupakan
instrumen ketahanan stabilitas politik nasional karena beras sebagai komoditas
yang memegang hajat hidup orang banyak. Peran dan campur tangan pemerintah
penting dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang merata
dan harga yang stabil (Amang dan Sawit 2001).
Pentingnya ketahanan pangan ditunjukkan oleh studi Timmer pada tahun
1996 yang menyimpulkan dimana untuk kasus Indonesia, Jepang dan Inggris
bahwa tidak satupun negara yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan
ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan. Bagi
Indonesia sendiri, perekonomian beras terbukti secara signifikan merupakan
pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1960-an (Amang dan
Sawit 2001; Handewi et al. 2005). Saat ini yang menjadi isu dan perhatian
pemerintah terkait perberasan adalah manajemen stok beras. Masalah pengelolaan
stok beras yang sangat urgen terkait dengan ketersediaan beras.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan infrastruktur dasar
khususnya sarana transportasi yang belum begitu baik. Pusat distribusi beras di
Indonesia hingga saat ini tidak menyebar serta adanya kendala karakter musiman
dari beras, sementara produksinya sepanjang tahun menuntut penanganan
produksi dan logistik yang prima. Selain itu pendapatan masyarakat Indonesia
masih rendah. Keadaan tersebut merupakan faktor stok beras menjadi penting
untuk keadaan darurat dan berperan sangat penting bagi stabilitas harga, konsumsi
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, stok beras perlu dikelola baik (BKP 2011).
Negara yang menjadikan beras sebagai pangan pokok dan berhasil dalam
mengelola manajemen stok beras diantaranya adalah Jepang, China, Thailand dan
Vietnam. Thailand dan Vietnam merupakan produsen beras di ASEAN yang
menunjukkan perkembangan cukup baik. Demikian pula dengan China, walaupun
memiliki jumlah penduduk yang besar namun dapat mengelola pangan juga
dengan cukup baik. Jepang merupakan contoh negara yang perkembangan
industrinya maju tetapi memiliki fondasi produksi pangan yang kokoh (Diperta
Jabar 2011).
Jepang menjadi salah satu contoh dimana negara yang tidak memiliki
sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai
ketahanan pangan (Tweeten 1999). Walaupun Jepang dikenal sebagai negara yang
memiliki sektor industri dan teknologi yang maju, namun memiliki perhatian dan
kepedulian yang tinggi untuk sektor pertanian. Pemerintah Jepang sangat
melindungi sektor pertanian khususnya beras dimana beras merupakan pangan
pokok (Esham et al. 2012). Bagi masyarakat Jepang, beras merupakan kebutuhan
yang mendasar. Oleh karena itu, pemerintahnya memberikan perhatian yang
tinggi di sektor pertanian agar kebutuhan pangan bangsanya dapat terus terpenuhi.
Jepang berhasil menjaga stabilitas cadangan beras tiap tahunnya (MAFF
2010). Produksi dan konsumsi beras di negara ini pun seimbang. Pola manajemen
stok yang telah diterapkan sejak tahun 1960 berhasil dalam menjaga stabilisasi
perberasan di negara tersebut. Situasi perberasan nasional terkait kepentingan
untuk mencari model manajemen stok masih sangat tinggi sehingga kesuksesan
Jepang dalam hal pencadangan beras dapat menjadi pedoman bagi pemerintah
4
Indonesia. Dengan landasan Indonesia dan Jepang memiliki kemiripan dimana
beras merupakan kebutuhan mendasar bagi bangsanya serta negara kepulauan,
sehingga penelitian terkait manajemen stok beras menjadikan Jepang sebagai
patok duga (benchmark) di dalam penelitian ini.
Perumusan Masalah
Bagi bangsa Indonesia, beras hingga saat ini merupakan komoditas yang
strategis karena unsur penopang utama ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan
ketahanan nasional. Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk
mengetahui situasi ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan
beras untuk Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu
natural disaster (alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial
di Indonesia telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998
karena pengaruh krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh
karena itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi
berbagai kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan
menjaga kestabilan harga (Firdaus et al. 2008).
Data stok beras menjadi permasalahan, walaupun data yang telah dibuat
oleh pemerintah tentang perkiraan jumlah beras yang ada di masyarakat dan
BULOG sudah ada. Namun perkiraan data tersebut tidak bisa menjelaskan di
mana saja stok beras yang ada di masyarakat sehingga informasi surplus beras
nasional tidak mampu menenangkan pasar (Diperta Jabar 2011). Kondisi tersebut
erat kaitannya pada kemampuan manajemen stok beras pemerintah. Saat ini
manajemen stok beras yang bisa diakses, dikuasai dan dikendalikan adalah yang
dimiliki Perum BULOG. Namun yang menjadi permasalahan apakah peran Perum
BULOG sudah maksimal dalam melakukan manajemen stok beras di Indonesia.
Pasca reformasi Perum BULOG yang sebelumnya merupakan lembaga
Pemerintah langsung di bawah Presiden dalam mengelola perberasan nasional
berubah menjadi perusahaan publik di bawah Menteri Negara BUMN. Perum
BULOG diperlakukan sama dengan perusahaan bisnis swasta dimana Perum
BULOG bisa mencari keuntungan (Yonekura 2005). Hal tersebut menjadi faktor
perberasan nasional khusunya terkait manajemen stok beras kurang mendapat
perhatian khusus karena adanya pihak-pihak yang lebih menyukai adanya impor
walaupun terjadi surplus beras, karena mendapatkan keuntungan. Implikasi
perubahan BULOG pasca reformasi ternyata membawa dampak buruk bagi
perberasan nasional. Berdasarkan kondisi itu penelitian ini mengangkat pemikiran
apakah jika adanya manajemen stok beras yang terpusat, dengan kontrol serta
perkiraan jumlah produksi, persediaan dan cadangan beras untuk konsumsi setiap
tahunnya, mampu mengatasi situasi yang terjadi pada perberasan nasional. Selain
itu apakah peran BULOG pasca reformasi memiliki kaitan dengan ketidakstabilan
kondisi perberasan dalam negeri.
Jepang merupakan negara produsen sekaligus konsumen beras di Asia dan
negara yang berhasil mengelola stok beras (PPHP 2013). Penulis melihat Jepang
dimana hal yang paling menonjol dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan
pangan adalah keberhasilannya dalam mengurangi ketergantungan kepada pangan
beras serta pengelolaan terhadap besaran produksi dan permintaan beras. Jepang
pada saat mengalami krisis ekonomi tahun 2008-2009 yang lalu, sektor pertanian
5
umumnya, serta komoditi pangannya sangat terjaga dengan baik tidak terganggu
secara signifikan. Peristiwa Gempa dan Tsunami yang terjadi di Jepang pada 11
Maret 2011 mampu diatasi dengan pemenuhan pangan khususnya beras dengan
memanfaatkan stok untuk keadaan darurat, sehingga situasi tetap terkontrol
(MAFF 2012). Kekuatan luar biasa tersebut bisa terjadi karena koperasi yang
bernama Japanese Agriculture Cooperative (JA) telah menjadi kekuatan yang
nyata dalam mengendalikan bisnis pangan mereka. Sehingga tidak ada kekuatan
manapun, termasuk pemerintah, yang bisa semena-mena mengatur tata niaga
pangan termasuk mengimpornya tanpa persetujuan koperasi mereka. Kekuatan
inilah yang menyebabkan sistem ketahanan mereka menjadi kuat. Petani di
Jepang bersatu dalam Nougyou Kyoudou Kumiai atau istilah lainnya adalah
Japanese Agriculture Cooperative (JA). Selain itu, JA (Japan Agricultural
Cooperative) yang berperan dalam pengelolaan stok beras di Jepang (Esham et al.
2012), digunakan sebagai patok duga (benchmark) bagi Indonesia khususnya
Perum BULOG dalam mengelola stok beras.
Dari uraian diatas dapat dilihat bagaimana manajemen stok memainkan
peranan penting, sehingga penelitian terkait manajemen stok menjadi isu yang
perlu diangkat di tengah kondisi perberasan nasional saat ini. Oleh karena itu,
rumusan permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang?
2. Bagaimana peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia?
3. Bagaimana model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi kondisi
perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagai patok duga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka tujuan penelitian
adalah:
1. Mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang.
2. Menganalisis peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia
3. Menyusun redesign model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi
kondisi perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagai patok duga
Penelitian ini bersifat studi literatur, oleh karena itu dilakukan penelusuran data
dari berbagai literatur yang relevan.
Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat :
1. Bagi peneliti, mampu mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di
Indonesia dan Jepang, serta dampak kebijakan terkait pengelolaan
manajemen stok beras di kedua negara tersebut.
2. Memberikan solusi dan informasi kepada pihak atau instansi yang terkait
dengan manajemen stok beras di Indonesia maupun pengambil kebijakan,
dengan harapan kebijakan baru nantinya bermanfaat.
3. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa
mendatang.
6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melihat peran dari Perum BULOG di Indonesia dan Japanese
Agriculture Cooperative (JA Cooperative) Jepang dimana manajemen stok di
negara masing-masing dikelola. BULOG menjadi potret keadaan yang berperan
penting di dalam manajemen stok beras nasional. Manajemen stok beras di Jepang
terkosentrasi pada JA sebagai koperasi yang berperan penting di dalam
manajemen stok. Manajemen stok yang dimaksud di dalam penelitian adalah
terkait dengan ketersediaan (availability) terhadap beras. Setelah itu diharapkan
keluaran dari keberhasilan manajemen stok beras di Jepang kemudian
diadaptasikan dalam menyusun redesign model manajemen stok beras nasional.
Redesign model tidak merombak total, tetapi menambahkan bagian-bagian yang
perlu ditambahkan dengan referensi yang digunakan di dalam penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Singkat BULOG
Amrullah (2003) menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa
kehadiran lembaga pangan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Secara formal
pemerintah mulai ikut menangani pangan pada zaman Belanda, ketika berdiri
Voedings Midelen Fonds (VMF) yang bertugas membeli, menjual dan
menyediakan bahan makanan. Dalam masa pemerintahan Jepang, VMF
dibekukan dan muncul lembaga baru yang bernama Sangyobu Nanyo Kohatsu
Kaisha, atau juga pada zaman kemerdekaan yang banyak mengalami perubahan
sejak dari Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR), Yayasan Bahan
Makanan (BAMA), Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM), Badan
Pelaksanaan Urusan Pangan (BPUP), Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS)
dan Badan Urusan Logistik (BULOG). Tugas dan fungsi lembaga pangan tersebut
umumnya berkisar pada masalah pengendalian harga, distribusi dan pemasaran.
Hanya fokus utamanya dapat berbeda antar waktu dan antar lembaga tersebut.
Kehadiran BULOG sebagai lembaga stabilitasi pangan memiliki arti
khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya
swadembada beras tahun 1984 menjelang Repelita 1 (1 April 1969), struktur
organisasi BULOG diubah dengan Keppres RI No. 11/1969 tanggal 22 Januari
1969 disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan
produksi pangan menjadi buffer stock holder dan distribusi untuk golongan
anggaran. Kemudian penyempurnaan struktur BULOG dengan Keppres No.
39/1978 tanggal 6 November 1978, BULOG mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya
guna menjaga kestabilan harga beras baik bagi produsen maupun bagi konsumen
sesuai dengan kebijaksanaan umum pemerintah. Perubahan yang terjadi di dalam
lembaga pangan hingga menjadi BULOG merupakan periode lembaga pangan
yang paling lama keberadaannya sejak kemerdekaan bangsa Indonesia (Amrullah
2003).
Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga pemerintah mengalami
revitalisasi serta reformasi termasuk BULOG. Perubahan peran BULOG sangat
7
menonjol sejak krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 (Saifullah 2001).
Tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini
lebih dipersempit lagi dengan diterbitkannya Keppres RI No. 19 tahun 1998 yang
menetapkan peran BULOG hanya mengelola komoditi beras saja. Sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, peranan
BULOG diharapkan lebih mandiri dalam usahanya dengan fungsi utama
manajemen logistik ini diharapkan lebih berhasil dalam mengelola persediaan,
distribusi, dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik.
Pada tanggal 23 November 2000, pemerintah mengeluarkan Keppres RI
No. 166 tahun 2000 mengenai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND)
yang diantara pasal-pasal mengatur mengenai tugas dan fungsi BULOG yang baru,
yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen logistik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan keluarnya
Keppres tersebut, maka Keppres RI No. 29 tahun 2000 tidak berlaku lagi.
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keppres RI No. 178 tahun 2001 tanggal 15
Desember yang pada beberapa pasalnya menetapkan mengenai bentuk organisasi
BULOG yang baru. Mengingat Keppres RI No. 166 tahun 2000 masih
mengandung pasal-pasal yang membatasi operasi dan peran BULOG, maka masih
dirasa perlu diupayakan untuk diubah sehingga lebih sesuai dengan fungsi dan
peran BULOG. Pada Gambar 1 dijelaskan bagaimana perubahan BULOG sebagai
lembaga pangan Indonesia dari tahun 1939 sampai tahun 2003.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 Lembaga
BULOG yang semula Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) berubah
menjadi Perusahaan Umum (Perum) dengan Visi Menjadi Lembaga Pangan yang
handal untuk memantapkan ketahanan pangan dan Misinya adalah
Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk keberhasilan pelaksanaan
kebijakan pangan nasional. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang
pangan secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat kepada perkonomian
nasional.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2009 tentang Kebijakan
Perberasan, tugas publik BULOG pertama adalah melakukan pembelian gabah
dan beras dalam negeri pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tugas
pengaman HPP yang sebelumnya menggunakan Harga Dasar, terus dilakukan
sejak BULOG berdiri pada tahun 1967. Pembelian gabah dan beras merupakan
keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) terhadap petani sebagai produsen
melalui jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya (BULOG 2010).
Tugas Publik BULOG kemudian direvisi kembali dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2012.
8
Gambar 1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003 Sumber : Amrullah (2003)
Voeding Middelen Fonds (VMF)
(1939-1942)
Sangyoubu-Nayno (Kohatsu Kaisha)
(1942-1945)
Daerah RI
Daerah yang Diduduki oleh Belanda
1945 - 1950
Tugas : Membeli, Menjual, Persediaan Bahan Pangan
Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)
VMF Dihidupkan Kembali
Yayasan Bahan Makanan (BAMA) (1950 1952)
Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) (1952-1958)
YUBM + YBPP (1958 – 1964 ) Yayasan Badan Pembelian
Badan Pelaksana Urusan Pangan (BPUP) (1964 – 1966)
Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) (1966 – 1967)
Badan Urusan Logistik (BULOG) (1967-1969)
G
Reorganisasi Struktur BULOG (Keppres 11 /1969 22 Januari 1969)
Penyempurnaan Struktur BULOG (Keppres 39/1978)
Keppres No. 103 tahun 2001
Sidang Kabinet Terbatas 13 Januari 2003 di Istana Negara Dipimpin Presiden. BULOG berubah menjadi PERUM
PP Nomor 7 tahun 2003 LPND BULOG jadi PERUM BULOG
Kebijakan Stabilisasi Harga
Membeli, Menjual,
Pengangkutan, Penyimpanan,
Penyaluran Beras
Pengendalian Operasional Bahan Makanan Pokok
Stabilisasi Harga
Pangan, Membentuk (Stok Beras),
Mengintrodusir Standar dan Grade Beras
Stabilisasi Harga
Pangan Yang Berorientasi Operasi
Bufferstock
Membangun Ekonomi Nasional Khusus Bidang Pangan
9
Saifullah (2001) menguraikan bahwa BULOG melakukan pembelian
gabah/beras dan menyimpan cadangan beras. Ada 4 (empat) tugas publik yang
tetap diemban Perum BULOG berdasarkan Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu:
1. Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dengan ketentuan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP)
Pada saat panen raya yang serempak, maka permintaan gabah sangat inelastis
sementara gudang swasta terbatas dan iklim yang kurang bersahabat, serta masih
lemahnya industri penggilingan padi oleh karena itu, dengan pola ini suplai beras
yang berasal dari produksi dalam negeri akan terjamin dan kemandirian pangan
akan lebih besar. Hal ini tentunya terkait erat dengan ketersediaan pangan dari
produksi dalam negeri, serta pendapatan jutaan petani kecil yang tersebar di
berbagai pelosok ditanah air. Perum BULOG dirancang untuk tetap melakukan
pembelian gabah dalam negeri, mendorong berkembangnya industri penggilingan
modern sehingga mampu mendongkrak harga ke tingkat yang diinginkan,
terutama di musim panen raya. Tugas publik Perum BULOG dalam hal pembelian
gabah/beras dalam negeri mendukung pilar ketersediaan.
2. Stabilitas harga beras
Pada saat pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap pangan, maka
ketidakstabilan harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat
intervensi jika harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat harga
yang ditolerir. Untuk itu Perum BULOG siap menerima penugasan tersebut
apabila memperoleh mandat dari pemerintah atau pada situasi yang mengharuskan.
3. Menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah
Perum BULOG harus menyediakan beras di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu menyediakan beras bersubsidi
bagi orang miskin melalui program RASKIN (Beras Miskin). Program ini
merupakan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial (social
protection programme) yang ditujukan kepada rumah tangga miskin (targeted
subsidy), umumnya mereka beresiko tinggi terhadap food insecurity. RASKIN
membuka akses secara ekonomi terhadap pangan, sehingga dapat melindungi
rumah tangga rawan pangan dari kekurangan gizi terutama energi dan protein. Hal
tersebut berakibat buruk terhadap kecerdasan anak-anak serta rendahnya
produktivitas SDM dan kematian akibat penyakit infeksi karena lemahnya daya
tahan tubuh. Tugas publik Perum BULOG melalui program RASKIN dapat
mendukung pilar keterjangkauan.
4. Pengelolaan stok pangan.
Pemerintah menguasai stok beras yang dikelola oleh Perum BULOG sebagai
usaha untuk mengatasi keadaan darurat, seperti bencana alam, bencana yang
dibuat manusia seperti konflik sosial dan lain-lain. Perum BULOG diharapkan
mempunyai stok optimal sekitar satu juta ton beras (pipe line stock) guna
mengatasi hal-hal yang disebutkan diatas. Dengan manajemen stok yang
tersentralisir dan dibiayai oleh pemerintah pusat, maka akan memudahkan
pengelolaan penyimpangan serta penyaluran. Menjaga kecukupan stok dapat
mendukung terwujudnya pilar ketersediaan.
10
Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group
Japan Agriculture Cooperatives (JA Cooperative) adalah sebuah
organisasi nasional petani ditetapkan sesuai dengan Hukum Pertanian Koperasi
Masyarakat. Pemerintah Jepang berfungsi sebagai penentu kebijakan sedangkan
aktifitas lapangan diambil alih oleh JA Cooperative atau di Indonesia dikenal
dengan koperasi pertanian. Berdasarkan semangat saling membantu, JA
Cooperative beranggotakan para petani Jepang dengan tujuan meningkatkan
standar hidup petani.
JA Group menyediakan lima layanan penting bagi anggotanya: asuransi,
bimbingan, kredit, pemasaran dan pembelian, dan kesejahteraan. Sistem koperasi
pertanian sebelumnya memiliki tiga struktur berjenjang pada tingkat lokal,
prefektur dan tingkat nasional. Di bawah sistem ini, pada federasi prefektur
disediakan koperasi pertanian lokal (masyarakat primer). Federasi nasional
memberikan fungsi yang saling melengkapi untuk mendukung federasi prefektur
dan membuat kegiatan kelompok lebih efektif. Untuk mengatasi persaingan global,
JA Grup mereformasi organisasi dan bisnis operasi dengan tujuan untuk lebih
meningkatkan pertanian operasi dan standar hidup petani di tahun-tahun
mendatang. Integrasi federasi prefektur dan nasional dan konsolidasi masyarakat
dasar setempat sedang didorong sebagai cara untuk meningkatkan fungsionalitas
dan efektivitas struktur organisasi (JA 2012).
Godo (2002) menjelaskan bahwa JA tidak hanya melobi politisi dan
memberikan layanan kepada petani tetapi juga mengamati dan mengendalikan
kegiatan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga
berfungsi dalam membantu MAFF (Kementerian Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Jepang) untuk membuat dan menegakkan kebijakan. Selain itu,
beberapa subsidi MAFF untuk petani (misalnya, pinjaman berbunga rendah) yang
didistribusikan melalui JA. Dengan demikian, MAFF tidak memperkenalkan
kebijakan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan kepentingan JA.
UU Koperasi Pertanian menjamin petani dalam kebebasan untuk
mendirikan koperasi pertanian, yang menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi
sebuah koperasi pertanian untuk bergabung dengan sistem JA. Petani bebas untuk
bergabung atau meninggalkan koperasi pertanian seperti yang mereka lihat cocok.
Namun, di bawah tekanan implisit dari MAFF dan masyarakat pedesaan, hampir
semua petani bergabung JA dan meninggalkan pembentukan koperasi pertanian
lainnya. Banyak bisnis JA telah menikmati perlindungan berat, serta regulasi oleh
pemerintah. Misalnya, JA diberi posisi monopoli dalam pengumpulan beras dan
penjualan pupuk (Okuno dan Honma 1998; JA 2012).
JA Cooperative memberikan jaminan semua produk petani terjual dengan
harga di atas rata-rata dan tentu saja menguntungkan petani. Ada beberapa
alternative yang ditawarkan untuk para produsen/petani, yaitu: produk dibeli
langsung oleh JA Cooperative dengan harga di atas harga pasar (khususnya beras
karena dianggap produk yang vital), petani dapat mendistribusikan sendiri tetapi
dibawah arahan/petunjuk dari JA Cooperative (hal ini disebabkan oleh petani
ingin mencari pembeli yang menawarkan harga lebih tinggi dari JA Cooperative,
petani dapat menitipkan produk mereka kepada JA Cooperative untuk dijualkan
oleh JA Cooperative.
11
Penerapan Manajemen Persediaan Beras
Menurut Timmer (2004) persediaan pada dasarnya adalah sebuah bentuk
"modal mati", meningkatkan logistik dan manajemen persediaan dapat
menghemat modal riil serta biaya transaksi rendah. Sharma et al. (2013) di dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa manajemen persediaan merupakan isu utama di
dalam rantai pasok beras. Rantai pasok beras di India selalu dihadapkan dengan
tantangan ketersediaan stok/ persediaan yang tepat. Manajemen persediaan dalam
rantai pasokan beras membutuhkan permalan yang tepat dari permintaan,
perencaan persediaan, dan pengadaan persediaan pada saat yang tepat.
Amang dan Sawit (2001) dalam studinya menunjukkan bahwa manajemen
stok merupakan inti dari kebijakan stabilisasi harga beras. Studi tersebut
menunjukkan bahwa BULOG selama ini hanya menguasai stok beras antar 4-8
persen dari produksi dalam negeri dan mengimpor bila diperlukan. Stok beras
yang dikuasai BULOG bervariasi antara satu musim ke musim lainnya, antara
satu tahun ke tahun lainnya bergantung pada produksi dalam negeri. Bila produksi
dalam negeri baik, maka seluruh stok beras berasal dari produksi dalam negeri,
sebaliknya bila terjadi kekeringan atau banjir, maka stok beras dalam negeri akan
diisi dari impor. Manajemen stok beras memerlukan dana dan besarnya dana
meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya biaya-biaya yang meliputi
biaya pengadaan, eksploitas dan manajemen. Biaya terbesar yang dikeluarkan
BULOG adalah untuk pembayaran bunga bank yang mencapai 50 persen dari
total biaya stabilisasi. Sementara itu, besaran stok di tingkat masyarakat belum
diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan karena cadangan pangan masyarakat
dilakukan oleh petani yang relatif banyak dan menyebar di banyak tempat.
Darwanto (2005) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa untuk
menjamin keberlanjutan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan
pangan nasional, terutama beras. Kebijakan perlindungan petani dengan
pembatasan impor beras sebaiknya didukung pula dengan kebijakan yang
mendorong peningkatan produksi domestik melalui upaya peningkatan
produktivitas padi terutama di daerah penghasil beras seperti di Jawa, Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk daerah penghasil beras lainnya perlu dilakukan
peningkatan produktivitas dan luas panen, baik dengan perluasan lahan maupun
peningkatan intensitas tanam per tahun dengan jaminan ketersediaan irigasi dan
input pertanian.
Baldwin et al. (2009) di dalam penelitiannya bertujuan mencapai surplus
beras di Asia Tenggara dalam proyek di tahun 2021 yang berkelanjutan dalam
ekspor dengan skala lebih besar di Asia Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode deksriptif kualitatif. Salah satu hal sebagai upaya mencapai
surplus beras adalah memperbaiki dan meningkatkan fungsi stok beras. Secara
regional, stok akhir telah meningkat relatif dengan konsumsi sejak tahun 1998 dan
rasio penggunaan stok Asia Tenggara meningkat pada tahun 1998 dan rasio
penggunaan stok Asia Tenggara meningkat pada tahun 2009/2009. Ketika stok
mencapai 19.9 juta ton dan mewakili lebih dari 20 % tingkat konsumsi tahunan
atau penawaran cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk lebih dari 70
hari. Pemerintah melakukan stok untuk beberapa alasan dimana stok digunakan
untuk keadaan darurat seperti saat adanya bencana alam sehingga stok dapat
dengan cepat digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut. Pemerintah juga
12
melakukan stok untuk keadaan pasar (baik secara nasional ataupun permintaan
global) untuk menjaga keadaan harga pasar. Keadaan pasar tampak sebagai motif
besar bagi pemerintah dengan adanya permintaan stok dari negara pengimpor
seperti Philipines dan Indonesia serta stok sering dibeli dari sumber asing. Dalam
kasus lain akumulasi stok dimana pemerintah membeli beras dari petani untuk
meningkatkan harga yang diterima oleh petani. Pemerintah menghimbau bahwa
stok bersifat sementara dan akan segera habis jika harga pasar tinggi. Namun
dalam prakteknya kadang-kadang pemerintah menyimpan stok dalam periode
yang lama sebagai antisipasi terhadap ketakutan yang muncul setiap saat akan
menurunkan harga dan merugikan petani.
Penelitian terkait manajemen stok beras di Jepang dilakukan oleh PT
Dallabilla (2012). Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme
manajemen stok di Jepang dan kebijakan yang diterapkan dalam upaya
pencapaian surplus beras. Jepang sangat ketat dan membatasi impor beras. Petani
di Jepang diarahkan untuk beralih ke komoditi lain seperti gandum, kedelai dan
sayur-sayuran dengan pemberian subsidi sebesar 15 000 yen / 10 acre. Selain
subsidi tetap pemerintah juga memberikan subsidi tambahan yang berbeda
tergantung jenis komoditi yang ditanam oleh petani sebagai pengganti tanaman
padi. Rantai tataniaga Jepang tidak memiliki supply chain yang tidak terlalu
panjang. Supply chain dimulai dari petani yang menjual hasil produksi kepada
Japan Agricultural Cooperative (JA Cooperative) atau perusahaan ini mirip
dengan BULOG yang ada di Indonesia. JA bekerjasama dengan perusahaan
swasta dalam menyalurkan hasil produksi dari petani hingga retailer dan
konsumen akhir. Manajemen stok beras yang dimiliki oleh Jepang mampu
mencapai surplus supply melalui perubahan pola konsumsi beras dan harga beras
yang tinggi dan sulit untuk dapat diekspor. Pemberian subsidi tetap, subsidi
variabel, pengembangan R&D, perbaikan mekanisme, pendampingan, adanya bea
masuk beras impor serta adanya subsidi harga. Melalui JA membangun
kelembagaan dengan petani yang lebih solid sehingga petani tidak dirugikan.
Arifin (2013) merumuskan langkah utama dalam memperbaiki ketersediaan
pangan dalam negeri. Langkah utama yaitu meningkatkan konsistensi strategi
peningkatan produksi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Selain itu cadangan pangan pokok harus ada sepanjang waktu (iron stock) untuk
kondisi darurat, serta perlu disimpan dalam stok penyangga (buffer stock) untuk
pengendalian gejolak harga. BULOG mampu melakukan pengadaan beras dalam
negeri minimal 2 juta ton atau lebih sebagai batas bawah tingkat aman dalam
mengantisipasi gejolak peningkatan harga, terutama pada musim paceklik. Arifin
menyatakan bahwa sebenarnya kapasitas gudang BULOG di seluruh Indonesia
mencapai 4 juta ton lebih sehingga strategi pengadaan dalam negeri perlu
mendapatkan perhatian dibandingkan dengan strategi impor.
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti adalah
pada penelitian Amang dan Sawit (2001), Darwanto (2005), Baldwin et al. (2009),
Dallabilla (2012), Sharma et al. (2013), dan Arifin (2013) adalah dalam hal lokasi,
waktu penelitian dan metode analisis yang digunakan. Persamaan penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada penelitian Dallabilla
13
(2012), Sharma et al. (2013), dan Arifin (2013) meneliti mengenai manajemen
stok beras.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Stok / Persediaan
Dalam ilmu manajemen pengertian persediaan (inventory) adalah stok
barang yang disimpan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi permintaan
pelanggan. Sulitnya memprediksi permintaan, maka sejumlah perusahaan
menyediakan stok cadangan (buffer stock). Heizer dan Render (1996)
menyebutkan persediaan sebagai sumber daya yang tersimpan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau masa depan. Adapun fungsi persediaan
sebagai berikut :
1. Untuk menyediakan stok barang agar dapat memenuhi permintaan
konsumen , sehingga permintaan dapat diantisipasi
2. Untuk memisahkan produksi dan proses distribusi
3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah (purchase
discounts) karena pembelian dalam jumlah banyak dapat mengurangi
biaya
4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga
5. Untuk terhindari dari kekurangan stok
6. Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan lancar
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012,
persediaan didefinisikan sebagai bahan pangan yang tersedia dan dapat diakses
oleh masyarakat setiap saat dalam jumlah dan mutu yang memadai. Dengan
demikian, persediaan terdapat dalam semua tingkatan dalam mata rantai pasok.
Pada tingkat rumah tangga, persediaan sangat bervariasi menurut kebiasaan yakni
ada yang cukup untuk harian, mingguan atau bulanan bahkan tahunan. Makna
persediaan berbeda meskipun memiliki kesamaan antar cadangan pangan dengan
bisnis murni. Dalam dunia bisnis perputaran yang tinggi menunjukkan tingkat
perkembangan bisnis semakin baik. Hal ini didasari oleh sifat persediaan sebagai
aset yang kurang liquid, sehingga nisbah perputaran yang terlalu tinggi dapat
berarti kehilangan penjualan karena kekurangan persediaan (Sexton 2007).
Ketersediaan pangan menurut PP No.68 tahun 2002 tersedianya pangan dari
hasil produksi yang diutamakan bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan
tersebut menyatakan bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi
dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan
dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak
mencukupi konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam
negeri.
Stok atau cadangan adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan atau
dikuasai oleh Pemerintah atau Swasta, seperti yang ada di pabrik, gudang, depo,
lumbung petani/rumah tangga, dan pasar/pedagang yang dimaksudkan sebagai
cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Secara umum,
pemegang stok gabah ada dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Stok gabah
14
pemerintah dipegang oleh BULOG, sedangkan stok di masyarakat salah satunya
dipegang oleh petani (BPS 2012). Data stok yang digunakan adalah data stok awal
dan akhir tahun. Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok
awal tahun. Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+).
Negatif (-) berarti ada penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar. Dengan
demikian komoditas yang beredar di pasar bertambah. Positif (+) berarti ada
peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di pasar. Dengan
demikian komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.
Pengelolaan stok beras secara garis besar mencakup tiga kegiatan yaitu
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran. Walaupun peraturan yang ada
menyebutkan bahwa pengelolaan cadangan pangan pemerintah menjadi tanggung
jawab semua tingkat pemerintahaan dari pemerintahan desa hingga pemerintahan
pusat tetapi saat ini ketiga aktifitas tersebut seluruhnya dilakukan oleh pemerintah
pusat. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan cadangan pangan, pemerintah pusat
menugaskan BULOG untuk dapat menjalankan kegiatan tersebut. BULOG dalam
melakukan kegiatannya scara fisik didukung oleh fasilitas perkantoran dan
pergudangan yang memadai. Jenis-jenis cadangan beras yang dikelola oleh
BULOG adalah sebagai berikut pertama, stok operasi yaitu stok ini untuk
memenuhi kebutuhan program Raskin. Kedua, reserve stock yaitu digunakan
untuk keperluan darurat seperti bencana alam. ketiga, stok penyangga (buffer
stock) yaitu untuk keperluan melakukan operasi pasar murni (OPM). Keempat,
pipe line stock yaitu stok ini untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti darurat,
stok penyangga, dan keperluan berjaga-jaga lainnya. Disebut dengan pipe line
karena apabila stok beras telah dikeluarkan untuk suatu keperluan, maka harus
segera diisi dengan yang baru sehingga jumlanya tidak berkurang dari angka yang
telah ditetapkan (Saliem et al. 2005).
Konsep Pengadaan
Berdasarkan BULOG (2006) pembelian gabah dan beras dalam negeri atau
yang disebut sebagai Pengadaan Dalam Negeri merupakan dukungan Pemerintah
(Perum BULOG) terhadap petani sebagai produsen melalui jaminan harga dan
jaminan pasar atas hasil produksinya. Jaminan harga di tingkat produsen memiliki
posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan produksi karena sangat
berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Jaminan harga diberikan
pemerintah (Perum BULOG) melalui Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah
yang tercantum di dalam Inpres No 3 tahun 2012. Di dalam Inpres No 3 tahun
2012 menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui
pengadaan dalam negeri dengan menyerap surplus yang dipasarkan selama
periode panen berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Teori Manajemen Stok / Persediaan
Secara teoritis ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari berbagai sumber,
yaitu: (1) produksi domestik, (2) cadangan stok, (3) impor dan (4) transfer.
Diantara ke empat sumber ini yang dipandang paling strategis ditinjau baik dari
urgensinya maupun fungsi yang dapat diperankan adalah cadangan (stok). Dilihat
dari sisi urgensinya, cadangan pangan mutlak harus diadakan karena produksi
pangan tidak dapat dihasilkan sepanjang waktu. Dari sisi fungsinya, cadangan
pangan mutlak harus diadakan karena dapat berfungsi meredam gejolak harga
15
baik disebabkan oleh kelebihan penawaran (excess supply) maupun kelebihan
permintaan (excess demand).
Definisi dari cadangan pangan nasional berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2008 adalah cadangan pangan di seluruh pelosok
wilayah Indonesia untuk dikonsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk
menghadapi keadaan darurat. Cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan
pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan dapat
berfungsi untuk memenuhi dengan segera kebutuhan pangan akibat bencana alam,
kerusakan sosial, kerusuhan sosial, maupun ketidakmampuan masyarakat
ekonomi untuk membeli pangan (Saliem et al. 2005). Cadangan pangan nasional
adalah antisipasi terhadap terjadinya ancaman krisis pangan pada masyarakat.
Peraturan Pemerintah (PP) No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
telah mengamanatkan bahwa Indonesia harus memperkuat cadangan pangan. Di
dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan cadangan beras pemerintah
(CBP), yang sebenarnya merupakan manifestasi dari konsep stok besi (iron stock)
atau cadangan yang harus ada sepanjang waktu, terutama untuk mengatasi kondisi
darurat. Stok besi ini yang aman minimal setara dengan satu bulan total konsumsi,
atau sekitar 300 000 ton. Selain itu, cadangan pangan pokok juga perlu disimpan
dalam bentuk stok penyangga (buffer stock) untuk pengendalian gejolak harga,
dalam skema operasi pasar. Dengan kata lain, cadangan pangan dapat berfungsi
menstabilkan harga. Cadangan pangan pemerintah pusat dikelola oleh Perum
BULOG.
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) diperlukan untuk memperkuat
ketahanan pangan dalam situasi darurat seperti bencana alam dan bencana buatan
manusia seperti konflik sosial, dan menjaga stabilitas harga. Hampir semua negara
Asia telah mengadopsi kebijakan ini meskipun berlaku dalam model yang sedikit
berbeda. Di Thailand, Malaysia dan Singapura, kebijakan ini dikelola oleh pihak
swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan di China, Jepang,
dan Brunei, kebijakan ini sepenuhnya dikelola oleh pemerintah.
Teori Benchmark (Patok Duga)
Benchmarking adalah proses memperoleh patokan (benchmark). Dengan
kata lain benchmark adalah hasil dari benchmarking. Menurut Watson (1993),
benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara
nyata yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul. Dalam
melakukan benchmarking, suatu organisasi membandingkan nilai-nilai tertentu
(dari dalam organisasi) dengan suatu titik referensi atau standar keunggulan yang
sebanding dengan tujuan menentukan langkah-langkah yang sistematik dan
terarah dalam mencapi tujuan yang diharapkan. David Kearns, seorang CEO dari
Xerox di tahun 1982 menyatakan bahwa benchmarking adalah suatu proses
pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara kita terhadap pesaing
kita yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik (Heizer
dan Render 1996). Goetsch dan Davis (2000) menjelaskan benchmarking sebagai
proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi
terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar
industri.
Salah satu filosofi manajerial yang mewujudkan pendekatan "belajar dari
orang lain" adalah proses benchmarking. Benchmarking merupakan salah satu
16
strategi yang diidentifikasi memiliki potensi untuk membantu dalam kemajuan
dalam kinerja layanan. Benchmarking telah digunakan secara luas untuk mencapai
berbagai tujuan operasional dan strategis (Akuma 2007). Para pembuat keputusan
terus-menerus melihat keluar teknik untuk memungkinkan peningkatan kualitas.
Benchmarking merupakan salah satu teknik yang menjadi populer dalam kurun
waktu terakhir. Meskipun benchmarking bukanlah hal yang baru namun
membantu peningkatan kualitas. Konsep benchmarking dipahami sebagai suatu
tindakan meniru atau menyalin. Namun dalam kenyataannya ini terbukti menjadi
sebuah konsep yang membantu dalam inovasi daripada imitasi. Talluri dan Sarkis
(2001) menunjukkan bahwa minat benchmarking telah berkembang pesat ke titik
di mana itu adalah alat yang penting untuk pengelolaan dan peningkatan standar
kualitas dan di sebagian besar wilayah. Konseptualisasi benchmarking pada
tingkat yang paling sederhana dapat dilihat sebagai strategi untuk memungkinkan
orang untuk berpikir di luar kotak (bagian) mereka biasanya (Spendolini 1992;
Norman 2001). Benchmarking menawarkan cara untuk mengidentifikasi cara-cara
"yang lebih baik dan lebih cerdas" dalam melakukan sesuatu dan memahami
mengapa mereka lebih baik atau lebih pintar, sehingga lembaga dapat menerapkan
perubahan yang akan meningkatkan praktek atau kinerja .
Kerangka Pemikiran Penelitian
Beras merupakan makanan pokok bagi bangsa Indonesia serta komoditas
politik dan strategis. Pemerintah Indonesia memiliki target surplus beras di tahun
2014. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, isu manajemen stok beras muncul
untuk mengatasi permasalahan perberasan di Indonesia khususnya ketersediaan
beras. Analisis awal di dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran kondisi manajemen stok beras di Indonesia dilihat dari
perkembangan produksi dan konsumsi, proses pengadaan, persediaan dan
distribusi. Kondisi ini akan menjadi langkah pertama dalam penerapan
benchmarking. Selanjutnya mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di
Jepang, sebagai patok duga (benchmark). Setelah mendapatkan gambaran kondisi
manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang dilakukan analisis perbandingan
dengan didukung data-data yang telah diperoleh. Dari gambaran data-data
pendukung dapat dilihat apa saja kunci keberhasilan Jepang dalam manajemen
stok beras. Pendekatan benchmarking digunakan sebagai metode untuk
mengidentifikasi hal-hal yang menonjol dalam upaya peningkatan kualitas kinerja.
Pendekatan ini diharapkan mengeluarkan sebuah inovasi dalam peningkatan
kualitas lebih baik untuk diterapkan di dalam manajemen stok beras nasional.
Selain melihat dan membandingkan kondisi manajemen stok di Indonesia
dan Jepang, penelitian ini juga menganalisis bagaimana peran BULOG dalam
keberhasilan manajemen stok beras nasional dengan melihat perkembangan dan
perubahan struktur BULOG. Penelitian ini juga mengembangkan redesign model
dimana tidak merombak secara keseluruhan pola manajemen stok beras nasional
yang telah ada tetapi menambahkan dan merumuskan strategi ke dalam pola
tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk merumuskan suatu rekomendasi redesign
model berdasarkan Jepang sebagai benchmark agar Indonesia dapat menerapkan
manajemen stok agar kondisi stok beras nasional lebih baik. Bagan pemikiran
17
operasional penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
Isu Manajemen Stok Beras
Pengadaan
Analisis peran BULOG
Analisis
Deskriptif
Analisis patok duga (benchmark)
Beras sebagai pangan pokok bangsa Indonesia
Rekomendasi & Saran
Stok
Distribusi
Kondisi Manajemen Stok
Beras di Indonesia
Analisis kunci sukses
Redesign Manajemen Stok Beras di Indonesia
Kondisi Manajemen Stok
Beras di Jepang (Jepang
sebagai negara advance
dalam manajemen stok
beras dijadikan sebagai
patok duga (benchmark)
Japan Agriculture (JA)
Cooperative berperan
penting dalam
manajemen stok beras
18
4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang menjadi database di setiap
lembaga atau instansi berupa data time series selama 13 tahun yaitu dari tahun
2000 sampai tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS), BULOG, Kementerian Pertanian , Ministry of Agriculture, Fisheries and
Forestry (MAFF), Japan Statistical Yearbook, Food Agriculture Organization
(FAO), serta data-data lainnya yang berasal dari perpustakaan, internet maupun
literatur-literatur ilmiah (text book dan jurnal ilmiah) yang dapat dijadikan bahan
rujukan untuk memperoleh berbagai teori, data, dan fakta ilmiah yang
berhubungan serta dianggap relevan dengan penelitian ini. Jepang adalah negara
yang dipilih sebagai patok duga di dalam penelitian ini. Jepang dipilih sebagai
benchmark atas dasar mapannya sistem manajemen stok di negara tersebut.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut untuk
dijadikan dasar dalam menjawab permasalahan penelitian. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan
analisis deskriptif. Analisis deskriptif utamanya didasarkan pada analisis tabel dan
grafik. Pendekatn patok duga (benchmark) digunakan untuk dapat menyusun
redesign model manajemen stok beras di Indonesia yang dilakukan untuk
memperbaiki kualitas kinerja atau performance dalam mengelola stok beras
nasional untuk mewujudkan swasembada beras.
Salah satu fungsi kunci dari benchmarking adalah menyediakan informasi
seberapa jauh kedepan atau ketertinggalan suatu individu bisnis dibandingkan
pesaingnya (Watson 1993; Heizer dan Render 1996). Dengan mengukur kinerja
dapat ditentukan, baik secara keseluruhan atau secara individu. Benchmarking
telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia seperti Xerox, Ford
Taurus,dan General Motors dalam memperbaiki kinerja perusahaan yang sempat
menurun.
Langkah-langkah benchmarking yang akan digunakan di dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pola (kondisi) manajemen stok beras di Indonesia
Mengumpulkan data dan informasi terkait kondisi perberasan di Indonesia
sehingga mendapatkan gambaran umum kondisi manajemen stok beras di
Indonesia.
2. Mendeskripsikan pola (kondisi) manajemen stok beras di Jepang
Didapatkan gambaran umum kondisi manajemen stok beras di Jepang untuk
dijadikan pedoman bagi manajemen stok beras di Indonesia.
3. Mengidentifikasi kunci keberhasilan manajemen stok beras di Jepang
Kunci sukses meliputi tiga aspek yang berkaitan dengan manajemen stok yaitu
pengadaan, persediaan (stok), dan distribusi
4. Mengumpulkan data dan informasi keunggulan bersaing di Jepang
Dari kunci keberhasilan dikumpulkan dan digali data-data dan informasi lebih
lanjut .
19
5. Menentukan pola unggul manajemen stok beras di Jepang
6. Menganalisis kinerja lembaga atau badan terkait
Menganalisis BULOG sebagai lembaga yang berperan dalam manajemen stok
beras di Indonesia.
7. Menyusun usulan redesign model manajemen stok beras di Indonesia
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, diharapkan dapat menjawab
tujuan penelitian dengan munculnya gambaran kondisi manajemen stok beras
nasional dan Jepang, kemudian dapat dibandingkan satu sama lain sehingga
keunggulan yang ditemukan menjadi masukan untuk diadaptasikan. Manajemen
stok yang dimaksud di dalam penelitian adalah terkait dengan ketersediaan
(availability) terhadap beras. Berdasarkan hasil proses benchmarking diharapkan
keluaran dari manajemen stok beras di Jepang kemudian mengadaptasikan dalam
menyusun redesign model manajemen stok beras nasional. Redesign model yang
dimaksud tidak merombak total model manajemen stok yang sudah ada, tetapi
menambahkan bagian-bagian yang perlu ditambahkan dengan referensi yang
digunakan di dalam penelitian.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perberasan di Indonesia dan Jepang
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia
Produksi beras pada prinsipnya dipengaruhi oleh luas panen / tanam dan
produktivitas. Menurut Amrullah (2003) produksi beras juga dipengaruhi oleh
kondisi iklim, hama penyakit, ketersediaan tenaga kerja, konversi lahan dan
penurunan rendemen (konversi padi ke beras). Sapuan (1999) dan Suryana et al.
(1997) menjelaskan bahwa selama periode akhir tahun 1960-an hingga
pertengahan tahun 1980-an Indonesia telah berhasil meningkatkan produksi beras
yang terbukti dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1984.
Produksi padi dalam negeri didominasi oleh produksi di pulau Jawa,
dimana daerah sentra produksi padi dan berperan sebagai penyangga produksi
beras nasional. Hal ini didukung oleh pendapat Surono (2001) yang menyebutkan
bahwa 56 % produksi padi berada di pulau Jawa, 22 % di pulau Sumatera, 10 %
di pulau Sulawesi dan 5 % di pulau Kalimantan. Menurut Amang (1994) dilihat
dari sisi produksi, persediaan beras dalam negeri tidak berlangsung sepanjang
tahun. Produksi beras sebesar 60% terjadi pada bulan Januari – April, 30% terjadi
pada bulan Mei - Agustus, dan 10% pada bulan September – Desember.
Produksi beras mengalami peningkatan karena luas panen dan
produktivitas meningkat setiap tahun (Gambar 3). Namun pada tahun 2001
produksi beras menurun karena terjadi penurunan luas panen/ tanam dan
produktivitas. Sejak tahun 2006 produksi beras nasional terus meningkat karena
tiga faktor, yakni program bagi-bagi benih unggul dan pupuk gratis, dorongan
daya tarik harga beras yang membaik, serta introduksi benih padi hibrida¹.
1 Mencari solusi kenaikan harga beras. http://kompas.com. [20 November 2013]
20
Gambar 3 Perkembangan produksi beras di Indonesia 2000-2012
Sumber : diolah dari BULOG (2013)
Konsumsi beras nasional cenderung meningkat, hal ini didorong dengan
pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat dengan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia sebesar 1.49% atau 3.5 juta jiwa tiap tahunnya (BPS 2012).
Selain itu, pola konsumsi beras di masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh
kemakmuran masyarakat. Jika sebuah keluarga memiliki pendapatan rendah maka
mereka akan mengkonsumsi apa saja (selain beras). Namun jika pendapatannya
meningkat, maka konsumsi terhadap beras meningkat. Jika pendapatannya lebih
meningkat dan bisa dikategorikan keluarga menengah ke atas maka pola konsumsi
semakin beragam. Situasi ini bisa diartikan bahwa pola konsumsi terhadap beras
masih bisa menurun.
Timmer (1983) dan Harianto (2001) mengemukakan bahwa pola konsumsi
memiliki kaitan erat dengan tingkat pendapatan yang dijelaskan dalam Engel`s
Law dan Bennett`s Law. Engel`s Law menyatakan bahwa proporsi anggaran
rumah tangga yang dialokasikan untuk membeli pangan akan semakin kecil pada
saat tingkat pendapatan meningkat. Bennett`s Law mengatakan bahwa persentase
kalori makanan pokok (starchy staple ratio) akan menurun pada saat pendapatan
rumah tangga semakin naik. Adapun faktor lain yang mempengaruhi pola
konsumsi masyarakat Indonesia yakni faktor ekonomi seperti pendapatan, selera
dan harga dan faktor non – ekonomi seperti sosial – budaya yakni prestise, bahwa
mengkonsumsi jagung atau umbi-umbian sebagai pengganti beras, identik dengan
kemiskinan (tidak mampu membeli beras). Penurunan tingkat konsumsi beras bisa
dilakukan jika pola diversifikasi pangan masyarakat sudah terbentuk.
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Jepang
Produksi beras di Jepang mengalami penurunan tiap tahunnya (Gambar 4).
Sejak tahun 2000 produksi beras Jepang rendah yakni 9 juta ton per tahun, yang
20000
25000
30000
35000
40000
Tahun
21
sebagian besar adalah untuk konsumsi domestik (MAFF 2000; MAFF 2011). Hal
tersebut dipengaruhi oleh konsumsi per kapita terhadap beras di Jepang menurun.
Konsumsi per kapita beras di Jepang menurun dipengaruhi oleh “aging population”
(persentase penduduk yang tidak produktif lebih besar dibandingkan persentase
penduduk yang produktif). Meskipun konsumsi menurun, surplus beras menjadi
masalah jangka panjang. Pemerintah berupaya untuk mengurangi surplus ini
dengan mendorong petani untuk mengalihkan pemanfaatan lahan untuk ditanami
tanaman selain padi.
Bagi Pemerintah Jepang, optimalisasi pendapatan petani merupakan
bagian penting karena biaya produksi beras yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 28
500 per kg dibandingkan dengan harga beras di tingkat petani sebesar Rp 25 000
per kg, apalagi bila dibandingkan dengan harga beras di pasar internasional.
Untuk mengoptimalkan pendapatan petani, pemerintah memberikan insentif
melalui Income Support Direct Payment Program sekitar Rp 18 750 000 per
hektar. Pemerintah berupaya mempertahankan harga tetap tinggi untuk
memperkecil perbedaan harga dan biaya produksi melalui pemberian insentif
kepada petani yang bersedia mengalihkan sebagian arealnya ke komoditi lain
untuk menghindari kelebihan produksi dan mengantisipasi konsumsi yang makin
menurun karena meningkatnya substitusi ke olahan gandum.
Gambar 4 Perkembangan produksi beras di Jepang 1995-2012 Sumber : diolah dari MAFF (2012)
Beras sangat penting dalam masyarakat Jepang dimana beras disebut juga
esensi dari budaya. Keunggulan dari beras bagi masyarakat sebagai bahan pokok
diet. Beras dalam bahasa Jepang adalah "gohan" yang artinya "nasi" serta
"makan". Hal ini juga berlaku dalam budaya Asia lainnya di mana beras adalah
7000
7500
8000
8500
9000
9500
10000
10500
11000
Tahun
22
makanan pokok utama. Bagi sebagian besar orang Jepang hampir tidak mungkin
untuk tidak memikirkan makan tanpa nasi. Secara historis, beras memiliki banyak
hubungan ke berbagai aspek budaya Jepang dimana beras sebagai bagian dalam
upacara keagamaan bagi agama Shinto (Wotjan 1993).
Jumlah beras yang dikonsumsi per orang turun sebesar 7 persen pada 1990
(MAFF 2000). Pada tahun 1962, ketersediaan beras tertinggi dengan tingkat
konsumsi 130.4 kg/kapita. Namun pada tahun 1993 berkurang menjadi 69.2
kg/kapita dan terus menurun pada tahun 2012 konsumsi beras di Jepang sebesar
64.6 kg/kapita. Data tersebut didukung dengan penelitian oleh Kako (2005)
dimana ada tiga fase tren konsumsi beras di Jepang yakni fase shortage pada
tahun 1945 hingga tahun 1967, fase surplus pada tahun 1968 hingga 1994 dan fase
liberalisasi perdagangan sejak tahun 1995.
Kondisi Stok Beras di Indonesia
Stok merupakan selisih antara ketersediaan dan kebutuhan. Informasi
ketersediaan dan kebutuhan diperlukan apakah BULOG harus melakukan impor
atau tidak. Morrow (1981) seperti yang dikutip Amang (1994), persediaan beras
dikategorikan menjadi tiga tujuan utama, yaitu: (1) persediaan pengadaan, yang
bertujuan untuk menjaga harga dasar (floor price) pada masa-masa panen, (b)
persediaan penyaluran, bertujuan untuk keperluan penyaluran guna menjaga harga
batas tertinggi (ceiling price) dan (c) persediaan kelebihan antar musim, berguna
untuk membantu mengurangi variasi harga beras antar musim di dalam negeri.
Falcon et al. (1985) memaparkan bahwa pada tahun 1985, BULOG
mengkategorikan persediaan beras ke dalam tiga jenis, yaitu: (a) operational stock,
yaitu stok untuk kebutuhan operasional BULOG yang berjumlah sebesar 1.5 juta
ton, (b) iron stock, yaitu stok yang harus tersedia sebesar 1 juta ton untuk
mengantisipasi jika terjadi kegagalan panen, dan (c) surplus stock, merupakan
kelebihan stok setelah dikurangi untuk kebutuhan operational stock dan iron
stock.
Gambar 5 Perkembangan stok beras di Indonesia 2005-2012 Sumber : diolah dari BULOG (2013)
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ton
Tahun
23
Jumlah stok yang dikelola oleh Perum BULOG pada akhir tahun
umumnya rata-rata di atas 1 juta ton setara beras, tetapi pada tahun 2006, 2010,
dan 2011 stok akhir yang dikuasai oleh Perum BULOG sangat rendah yaitu
dibawah 1 juta ton setara beras. Rendahnya stok dipengaruhi oleh pengadaan yang
rendah pada tahun tersebut. Sejak tahun 2012 kondisi stok beras nasional
mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar 5). Kondisi ini dipengaruhi
dengan peningkatan produksi beras dan penyerapan secara maksimal untuk
pengadaan dalam negeri. Namun mengapa impor tetap saja dilakukan menjadi
sebuah pertanyaan besar. Stok beras yang seharusnya dapat mencukupi kebutuhan
dalam negeri tidak dikelola dengan baik karena manajemen atau tata kelola
perberasan belum berjalan secara maksimal.
Gambar 6 Mekanisme stok beras di Indonesia Sumber : diolah dari Kementerian Pertanian (2011) dan BULOG (2012)
Stok dilakukan untuk
kebutuhan RT dan motif
jaga-jaga
Stok hanya motif
memperoleh keuntungan.
Hanya 30% tengkulak
yang melakukan stok
Mekanisme Stok Beras di
Indonesia
Petani
Tengkulak
RMU
Grosir
Ritel
Jumlah Produksi
Harga Jual Gabah
Jumlah Anggota
Keluarga
Kapasitas Gudang
Cadangan yang dimiliki
Jumlah Pesaing
Luas Gudang
Volume Penjualan
Konsumen
(Organisasi & Individu)
Keterangan :
: Faktor yang mempengaruhi
: Tujuan melakukan stok
: Simpul tataniaga beras
24
Informasi stok di tiap daerah belum tersedia, informasi stok beras
pemerintah lebih mudah diperoleh karena BULOG memiliki data stok sebagai
upaya dalam memutuskan perlu tidaknya impor jika terjadi shortage. Stok akhir
tahun berkisar pada satu juta ton beras, namun pada tahun 2012 terjadi
peningkatan sebesar 2 260 000 ton beras (BULOG 2012). Hal ini didukung
dengan terjadinya peningkatan produksi dan total pengadaan beras. Jika stok akhir
tahun beras mengalami peningkatan dapat mengurangi jumlah impor beras.
Jumlah stok harus mampu mencukupi kebutuhan rutin dan cadangan. Stok beras
nasional harus tersedia di semua wilayah serta tersedia setiap waktu.
Persediaan beras antar daerah sangat dipengaruhi dengan kemampuan
produksi antarwilayah yang tidak sama. Produksi beras terbesar berasal dari Pulau
Jawa yakni sebesar 52.23%. diikuti oleh produksi beras di Pulau Sumatera sebesar
23.94%, produksi dari Sulawesi 11.12%, Kalimantan 6.97%, Bali dan Nusa
Tenggara sebesar 5.31% dan dari Maluku dan Papua sebesar 0.44% (Kementan
2011). Data tersebut menunjukkan bahwa persediaan antar daerah tidak merata
dipengaruhi oleh produksi.
Tujuan melakukan stok di tiap tingkatnya berbeda-beda (Gambar 6). Di
tingkat petani, stok dilakukan dengan motif untuk berjaga-jaga dan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Jumlah stok yang disimpan
berkisar 20% dari hasil produksi yang dihasilkan. Berbeda dengan di tingkatan
tengkulak dimana stok dilakukan untuk mencari keuntungan. Hanya sekitar 30%
tengkulak yang melakukan stok, sisanya tidak. Hal ini disebabkan karena di
tingkat tengkulak produk yang dihasilkan berupa gabah kering panen (GKP)
dimana tidak ada proses pengolahan, sehingga aliran produksi cepat. Di tingkat
penggilingan padi (RMU /Rice Milling Unit) sekitar 70% melakukan stok gabah
kering giling (GKG). Sementara di tingkat pedagang grosir, sekitar 45%
melakukan stok dalam bentuk beras. Di tingkat ritel pun stok dilakukan dalam
bentuk beras.
Gambar 7 Alur manajemen stok BULOG Sumber : BULOG (2012)
Pengadaan Dalam Negeri
Petani
Persediaan / Penyimpanan
Perawatan Stok
Distribusi
Pasar
Pemerataan Stok
25
Pada Gambar 7 dijelaskan alur manajemen stok beras nasional, dimana
pengadaan dalam negeri dilakukan dengan menyerap hasil produksi dari petani.
Setelah dilakukan penyerapan hasil produksi, beras disimpan sebagai stok yang
dilakukan oleh BULOG setiap tahunnya dalam menjaga kestabilan kondisi beras
nasional. Kemudian stok akan disimpan dan dilakukan pemerataan ke setiap
daerah yang mengalami kekurangan. Hasil penyerapan berupa stok akan kembali
didistribusikan kembali ke pasar sesuai kebutuhan.
Kondisi Stok Beras di Jepang
Ada dua alasan khusus bagi pemerintah Jepang untuk menyimpan beras.
Pertama adalah sejarah Jepang yang mengalami kekurangan beras pada akhir
Perang Dunia II. Saat itu banyak anak-anak tunawisma yang orang tuanya tewas
dalam perang, terutama di Hiroshima dan Nagasaki provinsi di mana bom atom
yang meledak. Selanjutnya, Jepang tidak memiliki cukup beras yang tersimpan di
gudang pemerintah karena perang. Kekurangan stok beras yang merupakan
makanan pokok utama berdampak buruk yang menyebabkan terjadinya kelaparan
di Jepang. Alasan kedua untuk menyimpan beras adalah cuaca mempengaruhi
volume panen. Jepang adalah sebuah negara kepulauan dan adanya topan yang
melewati Jepang selama musim panen. Peristiwa cuaca tak terduga lainnya juga
dapat berpengaruh negatif terhadap volume panen. Oleh karena itu, menyimpan
sejumlah beras sangat diperlukan agar pemerintah dapat menjaga persediaan beras
yang cukup untuk mencegah gangguan terhadap pasokan beras untuk konsumsi
dalam negeri.
Stok beras di Jepang setiap tahunnya berkisar 2 juta ton (Gambar 8).
Kuantitas produksi beras setara dengan jumlah permintaan beras. Stok beras
Jepang terbagi menjadi dua yakni stok beras pemerintah dan stok yang disimpan
di swasta. Stok yang disimpan oleh pihak swasta yang dihitung sampai dengan
akhir Juni (sebelum panen pertama dilakukan). Jumlah total stok beras berkisar
pada 2 juta ton. Untuk mendukung stok di pihak swasta, pemerintah wajib
menyimpan stok sebesar 1 juta ton yang selalu tersedia kapan saja. Pemerintah
melakukan pembelian 0.2 juta ton per tahun melalui lelang terbuka dan penjualan
sebesar 0.2 juta per tahun untuk makanan ternak dan tidak untuk dikonsumsi.
Oleh karena itu, Jepang memiliki persediaan beras yang cukup untuk memenuhi
permintaan domestik. Pelepasan stok beras untuk konsumsi dilakukan bila terjadi
kekurangan pasokan akibat gagal panen dan dilakukan sesuai hasil rapat yang
komprehensif oleh Dewan Pangan, Pertanian dan Kebijakan Pedesaan. Hal-hal
yang menjadi pertimbangan pokok adalah kondisi areal pertanaman, jumlah stok,
kondisi pasar, trend konsumsi, trend harga beras dan harga komoditi lainnya. Stok
beras yang berasal dari impor dijadikan cadangan untuk keadaan darurat di dalam
negeri maupun di luar negeri atau dijadikan bahan pakan ternak (Shiraiwa 2003;
MAFF 2011). Untuk menjaga kestabilan harga pasar pemerintah Jepang menyebar
sisa stok ke industri pengolahan (bir, sake, tepung beras dan alkohol). Total
persediaan beras mengacu pada jumlah produksi, impor, dikurangi ekspor, dan
perubahan stok. Total persediaan (saldo) menunjukkan volume beras yang dapat
digunakan di pasar konsumsi.
26
Gambar 8 Perkembangan stok beras di Jepang 2005-2012
Sumber : diolah dari MAFF (2007) dalam Takahashi dan Honma (2009) ; Wailes dan Chavez
(2012)
Pengadaan Beras di Indonesia
Pengadaan beras terbagi menjadi dua yakni pengadaan dalam negeri dan
pengadaan luar negeri. Amang dan Sawit (2001) menjelaskan bahwa pengadaan
dalam negeri diperoleh dengan melakukan pembelian beras dari hasil produksi
petani baik secara langsung maupun melalui mitra dengan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) aman dan kualitas beras yang memenuhi standar, sedangkan
pengadaan luar negeri adalah dengan impor beras. Pengadaan dalam negeri
mampu memperkuat pilar ketersediaan dari ketahanan pangan. Adapun fungsi
pengadaan dalam negeri mampu menjamin harga dan pasar. Yang dimaksud
dengan jaminan pasar adalah kemampuan menyerap surplus selama panen,
sedangkan jaminan harga adalah mampu mengangkat harga di pasar produsen
sepanjang panen.
BULOG bekerja sama dengan penggilingan padi swasta yang
dikelompokkan ke dalam empat tipe, yaitu A, B, C dan D dalam pengadaan
sebagian besar beras/gabah dalam negeri (BULOG 2006). Penggilingan padi tipe
A adalah yang tertinggi (kualitas premium atau super) dan tipe D yang terendah.
BULOG membeli beras berkualitas medium sehingga tidak pernah bekerja sama
dengan penggilingan padi tipe A. BULOG bekerja sama dengan 4 500 – 5 000
unit penggilingan padi yang sebagian besar tipe D. Penyerapan BULOG hampir
80% dari hasil penggilingan padi tipe D.
BULOG membeli gabah/beras sebanyak 2-3 juta ton/tahun. Jumlah
tersebut merupakan 6-7 % dari total produksi beras nasional. Pengadaan beras
dalam negeri tidak pernah lebih dari 10 % dari total produksi beras. Namun pada
tahun 2013 pengadaan beras sudah mencapai 10% dari kebutuhan terhadap beras
selama setahun². Dengan karakteristik produksi gabah yang tidak sama antar
waktu dan antar tempat, maka pengadaan gabah BULOG mengikuti pola produksi.
Menurut Surono (2001) pengadaan beras/ gabah pada musim panen raya
(bulan Februari – Mei) sebesar 66 %, musim panen gadu (antar bulan Juni –
September) 30%, dan hanya 4 % pada musim panen paceklik (bulan Oktober –
Januari tahun berikutnya). Pengadaan BULOG dinaikkan dari 6-7 % menjadi 8-
1500000
2000000
2500000
3000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ton
27
10 % terhadap total produksi beras nasional pada era swasembada / surplus
produksi. Kualitas pengadaan BULOG dan kualitas cadangan beras pemerintah
menurun karena tingginya penyerapan beras berkualitas medium (Sawit 2011).
Pengadaan oleh BULOG mengalami peningkatan pada periode 2008-
2009, karena sejak tahun 2008 produksi dalam negeri meningkat tajam (Tabel 3).
BULOG mengoptimalkan pengadaan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
stok melalui produksi dalam negeri yang melimpah. Hal ini merupakan strategi
BULOG dalam membeli produksi dalam negeri sebagai prioritas. Ternyata hal
tersebut juga mengurangi terjadi perbedaan harga beras di dalam negeri.
Kebutuhan stok dalam negeri tahun 2008 sepenuhnya dapat terpenuhi dari
pengadaan dalam negeri sehingga tidak ada pengadaan dari luar negeri.
Tabel 3 Realisasi pengadaan beras dalam negeri, pengadaan beras luar negeri,
dan total pengadaan beras oleh BULOG tahun 2000-2012
Tahun Pengadaan DL
(ton)
Pengadaan LN
(ton)
Total Pengadaan
(ton)
2000 2 174 807 531 140 2 705 947
2001 2 018 338 68 737 2 087 125
2002 2 131 608 1 000 586 3 132 194
2003 2 008 954 655 126 2 664 080
2004 2 096 609 29 350 2 125 959
2005 1 529 718 68 800 1 598 518
2006 1 434 127 291 872 1 725 999
2007 1 765 987 1 293 980 3 059 967
2008 2 934 955 0 2 934 955
2009 3 625 522 0 3 625 522
2010 1 896 252 1 848 426 3 744 678
2011 1 730 153 1 892 856 3 623 009
2012 3 645 054 674 020 4 319 074 Sumber : BULOG (2013)
Pencapaian kuantitas pengadaan dalam negeri terus berlanjut di tahun
berikutnya pada tahun 2009 dengan kemampuan BULOG menyerap hingga 3 625
522 juta ton dari produksi dalam negeri. Pengadaan beras dalam negeri pada tahun
2012 lebih tinggi dibandingkan pengadaan beras selama satu tahun pada 2010
dan 2011 yang masing-masing sebanyak 1 896 252 ton dan 1 730 153 ton.
Pengoptimalan pengadaan beras dalam negeri dapat membantu dalam hal
pemenuhan kebutuhan terhadap beras. Untuk mencapai target pengadaan yang
direncanakan, BULOG menjalin kemitraan dengan pihak swasta (penggilingan
padi) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang ada di setiap daerah.
2 Stok beras aman hingga akhir tahun. http://kabar3.com. [20 Desember 2013]
28
Produksi petani merupakan awal/sumber pengadaan gabah dan beras
dalam negeri sebagai produsen. Menurut Amang dan Sawit (2001) pengadaan
dalam negeri merupakan jaminan harga serta jaminan pasar bagi petani atas hasil
produksinya. Intervensi pemerintah pada pemasaran beras di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1968 dengan ditentukannya harga dasar pembelian gabah.
Pemerintah memberikan jaminan atas tercapainya harga dasar tersebut dengan
mengelola stok (buffer stock) melalui pengadaan gabah di tingkat petani. Hal
tersebut diperkuat dengan penelitian Arifin (2013) stok perlu disimpan untuk
pengendalian gejolak harga. Petani merasa aman dengan adanya Harga Pembelian
Pemerintah (HPP). HPP sebagai patokan harga jual sehingga petani bisa memilih
untuk menjual hasil produksi ke pasar umum atau BULOG. HPP bisa dikatakan
sebagai penyemangat petani dalam berproduksi. Jika produksi padi petani
meningkat maka ketersediaan terhadap beras dapat tercukupi. Berdasarkan Inpres
Nomor 3 Tahun 2012 HPP untuk gabah kering panen (GKP) pada tingkat petani
adalah Rp 3 300/kg. Angka ini mengalami peningkatan Rp 900/kg dari harga
sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2009 sebesar Rp 2 400/kg (BKP 2012).
Gambar 9 Alur pengadaan beras di Indonesia Sumber : BULOG (2010)
Kantor Pusat PERUM BULOG
DIVRE / SUBDIVRE
UPGB MITRA KERJA SATGAS
Kontrak Pengadaan
Masing – masing saluran mengirimkan gabah dan beras ke gudang yang
ditunjuk sesuai dengan jumlah yang disepakati
GUDANG
Petugas pemeriksa kualitas
Survei pemeriksaan kualitas&kuantitas
sebelum masuk gudang
29
Gambar 9 menjelaskan bahwa dilihat dari sisi operasional, saluran
penyerapan produksi petani terbagi menjadi tiga yaitu Satgas, Unit Pengolahan
Gabah dan Beras (UPGB), dan Mitra Kerja. Ketiga saluran tersebut membeli
gabah langsung pada petani dengan patokan HPP. Gabah yang dibeli adalah gabah
dengan kualitas apa adanya (di luar kualitas yang ada dalam Inpres). Sedangkan
gabah yang diterima BULOG adalah Gabah Kering Giling (GKG). GKG adalah
gabah dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa kotoran
maksimum 3%. Kualitas ini cukup tahan disimpan dalam waktu tertentu dan siap
digiling untuk menghasilkan beras standar pada saatnya. Di dalam Inpres Nomor
3 tahun 2012, harga GKG di tingkat penggiling adalah Rp 4 150/kg dan di gudang
Perum BULOG Rp 4 200/kg (BULOG 2010).
Satgas yang tidak memiliki sarana pengeringan maupun pengolahan dapat
bekerjasama dengan UPGB atau Mitra Kerja yang melakukan pengolahan baik
untuk mendapatkan GKG maupun beras standar. Persyaratan kualitas beras yang
diterima BULOG berdasarkan Inpres Nomor 3 tahun 2012 adalah beras dengan
kadar air maksimal 14%, butir patah maksimum 20%, dan derajat sosoh minimal
95%. Beras dengan kualitas tersebut diterima BULOG dengan harga Rp 6 600/kg
di gudang Perum BULOG.
Pengadaan Beras di Jepang
Pengadaan beras di Jepang mengalami penurunan secara umum (Tabel 4).
Hal ini dipengaruhi oleh produksi dalam negeri yang dikontrol oleh pemerintah
agar tidak terjadi kelebihan produksi. Pengadaan beras dalam negeri dilakukan
dengan menyerap hasil produksi dari petani secara maksimal dengan harga yang
ditetapkan pemerintah dan harga tersebut tidak merugikan petani. Petani di Jepang
umumnya lebih memilih menjual hasil panen kepada pihak pemerintah yakni JA
dibandingkan kepada pihak swasta.
Tabel 4 Pengadaan beras di Jepang tahun 1995-2006
Tahun Pengadaan DN (ton)
1995 1 650 000
1996 1 160 000
1997 1 190 000
1998 300 000
1999 570 000
2000 410 000
2001 80 000
2002 140 000
2003 20 000
2004 370 000
2005 390 000
2006 250 000 Sumber : MAFF ( 2007) dalam Takahashi dan Honma (2009)
30
Distribusi Beras di Indonesia
Distribusi beras yang tepat dapat menjamin ketersediaan pangan
sepanjang tahun yang merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Gambar 10 menjelaskan proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua
cara yaitu melalui BULOG dan mekanisme pasar. BULOG hanya menguasai
sekitar 10% dari pangsa pasar beras nasional, sedangkan sisanya melalui
mekanisme pasar. Untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan, BULOG
mendistribusikan beras kepada gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh
provinsi di Indonesia. Distribusi stok dari divre surplus ke divre defisit (Firdaus
et al. 2008).
Gambar 10 Alur distribusi stok beras nasional Sumber: BULOG (2012)
Divre surplus antara lain divre di Jawa, Sumatera, NTB dan Sulawesi.
Tujuan distribusi stok beras terbagi menjadi tiga yakni menyediakan stok yang
cukup setiap waktu di setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan, meningkatkan
akses pangan secara fisik yang dekat dengan lokasi penerima manfaat dan
menjaga ketahanan pangan di wilayah masing-masing dengan ketersediaan stok
yang merata di setiap daerah (BULOG 2012). Gambar 11 menjelaskan bagaimana
pola distribusi beras dalam negeri yakni BULOG membeli beras dari petani
melalui beberapa cara yaitu melalui KUD dan pedagang rekanan / mitra BULOG
dengan harga sesuai HPP yang berlaku. Namun sebagian besar beras untuk
pengadaan dalam negeri dibeli BULOG dari pedagang. Seharusnya BULOG
langsung membeli beras ke tingkat petani agar harga jual di tingkat petani bisa
lebih tinggi. Untuk meningkatkan efisiensi, BULOG dapat memberdayakan
kembali peranan KUD. KUD dalam distribusi beras sangat strategis bagi petani
untuk mendapatkan harga sesuai ketentuan pemerintah, khususnya saat panen raya.
Beras yang sudah terkumpul kemudian disimpan di gudang BULOG, kemudian
disalurkan ke pasar melalu grosir. KUD juga harus mengikuti pergerakan harga
beras di pasar agar ketika harga gabah di pasar lebih tinggi dari HPP, petani tidak
lebih memilih untuk menjual ke pedagang pengumpul dengan harga lebih tinggi.
Pengadaan Dalam Negeri
Impor
Persediaan beras
BULOG Mekanisme pasar
Divre Defisit Divre Surplus
31
Gambar 11 Pola distribusi beras dalam negeri Sumber: BULOG dalam Firdaus et al. (2008)
Distribusi Beras di Jepang
MAFF memiliki sejarah panjang di dalam intervensi pasar beras. Pada
tahun 1995 diberlakukan New Food Control Law (undang-undang)
mengendalikan distribusi beras. Berdasarkan New Food Control Law, petani
hanya memiliki dua cara legal untuk menjual beras yakni beras pemerintah (seifu
mai / government rice) dan beras sukarela (jishu ryutsu mai/ voluntary rice). Di
Jepang beras pemerintah (seifu mai) adalah beras dengan kualitas rendah,
sedangkan beras volunter (jishu ryutsu mai) adalah beras berkualitas tinggi. Ada
satu istilah yang dikenal dengan freed rice adalah beras ilegal. Persentase beras
pemerintah cenderung meningkat dalam beberapa tahun dengan adanya kebijakan
oleh MAFF dalam penetuan harga pengadaan beras sebelum musim panen. Beras
yang dibeli oleh MAFF berdasarkan harga yang ditetapkan pemerintah namun
beras yang dibeli oleh JA berdasarkan harga pasar (Hayami dan Godo 1997;
Takahashi 2009).
Sistem penyaluran beras di Jepang diatur oleh Pemerintah dan telah
mengalami berbagai macam perubahan. Pada tahun 1994 dikeluarkan peraturan
tentang Sistem Pengaturan Beras (Rice Control Law). Tujuan peraturan ini adalah
untuk menstabilkan permintaan dan produksi serta harga bahan pangan utama
termasuk beras. Indikator di dalam tujuan ini adalah pengaturan distribusi beras
dari produsen ke konsumen dan peran pemerintah dalam pembelian, penjualan
serta impor bahan pangan utama. Pada Gambar 12 ditunjukkan bagaimana proses
Petani / Produsen
KUD Pedagang Pengumpul Penggilingan
Pedagang antar
daerah
SUB DOLOG
GROSIR
Pengecer
Pedagang antar
daerah
Pedagang antar pulau
Pengecer
Konsumen
Konsumen
32
distribusi beras dari petani hingga sampai ke konsumen. Penyerapan hasil
produksi dilakukan oleh JA dengan harga yang ditetapkan JA. Kemudian sebagian
hasil produksi petani akan diserap oleh MAFF untuk stok pemerintah. Beras
didistribusikan ke pedagang besar, retailer, dan konsumen.
Keterangan:
: distribusi langsung
: distribusi tidak langsung
Gambar 12 Sistem distribusi beras di Jepang setelah tahun 2004 Sumber : MAFF 2011
Implikasi Kondisi Manajemen Stok Beras di Jepang terhadap Kondisi
Manajemen Stok Beras di Indonesia
Indonesia dan Jepang memiliki kemiripan dimana beras sebagai makanan
pokok bagi masyarakat di negara masing-masing. Kondisi sosial masyarakat
sangat mempengaruhi pola konsumsi (Tabel 5). Jika sebuah keluarga memiliki
pendapatan rendah maka mereka akan mengkonsumsi apa saja (selain beras).
Namun jika pendapatannya meningkat, maka konsumsi terhadap beras meningkat.
Jika pendapatannya lebih meningkat dan bisa dikategorikan keluarga menengah
ke atas maka pola konsumsi semakin beragam.
Petani
JA
MAFF
Wholesaler
Retailer
Konsumen
Rice
Market
33
Tabel 5 Perbandingan kondisi sosial masyarakat dan GDP per kapita antara
Indonesia dan Jepang
Indikator Pembanding Indonesia Jepang
Kondisi
Sosial
Masyarakat, dipengaruhi
oleh perbedaan
pendapatan
antar
masyarakat
Kelas
Bawah
Jika memiliki pendapatan
rendah, kesulitan membeli
beras akan mengkonsumsi
makanan karbohidrat
pengganti beras
Masyarakat miskin yang tinggal di
desa cenderung mengkonsumsi
nasi dengan porsi besar
Kelas
Menengah
Jika memiliki pendapatan,
kelas menegah akan
mengkonsumsi beras
sesering mungkin
Lebih banyak memilih makanan
yang cepat dan praktis, roti dan
mie. Lebih memilih mencoba
makanan dari luar Jepang yang
jarang mengandung bahan baku
beras
Kelas
Atas
Kelas atas di Indonesia,
cenderung memilih untuk
mengkonsumsi makanan
selain beras (mengikuti
gaya hidup), contohnya
roti atau pasta
Kelas atas di Jepang, akan
mencoba membeli makanan yang
sehat dan aman produksi dalam
negeri. Memilih menggunakan
tepung beras buatan lokal untuk
roti, pasta dan pizza
GDP Per
Kapita (US Dollar)
1960 652 4 850
1980 1 530 19 450
2000 3 150 31 540
2020* 7 580 34 350 Sumber: CIA (2012)
*angka ramalan sementara
Produksi beras di Indonesia mengalami peningkatan sedangkan produksi
beras di Jepang mengalami penurunan (Tabel 6). Produksi dipengaruhi oleh
konsumsi pada tahun sebelumnya dan jumlah penduduk, sehingga hal tersebut
dapat menjadi faktor mengapa produksi beras di Jepang menurun sedangkan
produksi beras di Indonesia meningkat. Produksi beras di Indonesia meningkat
karena konsumsi beras per kapita per tahun terus meningkat yang didukung
dengan jumlah populasi yang juga meningkat. Konsumsi beras di Indonesia pada
tahun 2010 sebesar 139.4 kg/kapita.
Tabel 6 Perbandingan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dan Jepang
Hal Tahun Indonesia Jepang
Total Produksi
Beras (1000
ton)
1990 24 560 11 850
2000 27 580 9 568
2010 35 410 8 856
2020* 43 200 8 100
Konsumsi per
kapita
(kg/orang)
1990 110.8 72.2
2000 128.3 64.3
2010 139.4 63.7
2020* 138.2 62.4
Sumber: diolah dari BULOG (2012); MAFF (2012)
*angka ramalan sementara
34
Berbeda dengan kondisi produksi di Indonesia, produksi beras di Jepang
mengalami penurunan (Tabel 6). Hal tersebut dipengaruhi oleh konsumsi per
kapita terhadap beras di Jepang menurun dimana dari tahun 1990 dengan
konsumsi beras sebesar 72.2 kg/kapita menjadi 63.7 kg/kapita pada tahun 2010.
Konsumsi per kapita beras di Jepang menurun dipengaruhi oleh “aging population”
(persentase penduduk yang tidak produktif lebih besar dibandingkan persentase
penduduk yang produktif. Pola konsumsi masyarakat Jepang pada tahun 1962
mirip dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia di tahun 2012. Dimana tingkat
konsumsi terhadap beras sebesar 130 kg/kapita. Penurunan tingkat konsumsi beras
sebenarnya bisa dilakukan jika pola diversifikasi pangan masyarakat sudah
terbentuk.
Perkembangan stok beras di Indonesia yang tidak stabil, berbeda dengan
perkembangan stok beras di Jepang yang stabil setiap tahun. Jepang mampu
menjaga kestabilan stok beras setiap tahun karena pemerintah Jepang menerapkan
kebijakan dimana supply dan demand terhadap beras stabil. Jika supply dan
demand beras stabil mempengaruhi pengadaan dalam negeri yang tidak
berlebihan sehingga stok pun terjaga. Pemerintah Jepang cenderung
mempertahankan kebutuhan domestik dan fokus pada produktivitas. Hal tersebut
diperkuat oleh Itagaki (2008) menyatakan bahwa Pemerintah Jepang cenderung
melepaskan keseimbangan permintaan dan penawaran pada mekanisme pasar
tanpa intervensi pemerintah terkecuali jika terjadi penurunan harga beras,
pemerintah langsung memberikan kebijakan pembayaran langsung (direct income
payment). Pemerintah Jepang tidak membatasi konsumsi beras, namun
mendukung serta menjamin pencapaian produksi dan kepastian tingkat
pendapatan petani melalui direct income payment.
Saat ini, manajemen stok beras yang bisa diakses, dikuasai dan
dikendalikan pemerintah adalah yang dimiliki oleh Perum BULOG. Perum
BULOG bisa menyimpan (stok) beras pemerintah sekitar 2,5 juta ton. Stok itu
tidaklah berarti jika dibandingkan dengan total produksi beras nasional yang
mencapai lebih dari 35 juta ton per tahun. Oleh karena itu, pemerintah perlu
membuat pola lain dalam memanajemen stok beras. Perlu ada gudang lain selain
yang dimiliki BULOG. Gudang itu tidak harus milik pemerintah, tetapi
pemerintah bisa mengakses dan menguasai lewat network (jaringan) yang
dibangun. Misalnya dengan melakukan registrasi gudang-gudang milik swasta
dan petani yang ada di propinsi dan kabupaten. (Diperta Jabar 2011)
Kementerian Pertanian telah mengembangkan Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat (LDPM). Lembaga ini berfungsi sebagai lumbung beras milik desa
yang dikelola oleh para petani. Namun jumlahnya masih sangat sedikit bila
dibanding jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70 ribu lebih. Selain itu,
manajemen stok di setiap LDPM pun belum bagus. Manajemen stok beras perlu
dibenahi karena beberapa faktor seperti perubahan iklim, pengalihan lahan, dan
penggunaan pangan untuk biofuel. Jika manajemen stok beras tidak ditata dengan
baik maka fluktuasi harga beras yang tinggi akan terus terjadi. Kondisi ini bila
dibiarkan akan membahayakan bagi ketahanan pangan nasional.
Stok beras di Jepang setiap tahunnya berkisar 2 juta ton (Tabel 7). Namun
stok beras di Indonesia fluktuatif. Kuantitas produksi beras yang dihasilkan di
Jepang setara dengan jumlah permintaan beras (konsumsi). Stok beras Jepang
terbagi menjadi dua yakni stok beras pemerintah dan stok yang disimpan di
35
swasta. Stok yang disimpan oleh pihak swasta yang dihitung sampai dengan akhir
Juni (sebelum panen pertama dilakukan). Untuk mendukung stok di pihak swasta,
pemerintah wajib menyimpan stok sebesar 1 juta ton yang selalu tersedia kapan
saja. Pemerintah melakukan pembelian 0.2 juta ton per tahun melalui lelang
terbuka dan penjualan sebesar 0.2 juta per tahun untuk makanan ternak dan tidak
untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, Jepang memiliki persediaan beras yang cukup
untuk memenuhi permintaan domestik. Pelepasan stok beras untuk konsumsi
dilakukan bila terjadi kekurangan pasokan akibat gagal panen dan dilakukan
sesuai hasil rapat yang komprehensif oleh Dewan Pangan, Pertanian dan
Kebijakan Pedesaan. Stok beras yang berasal dari impor dijadikan cadangan untuk
keadaan darurat di dalam negeri maupun di luar negeri atau dijadikan bahan pakan
ternak (Shiraiwa 2003; MAFF 2011). Sisa stok beras yang ada di Jepang disebar
ke industri pengolahan (bir, sake, tepung beras dan alkohol) untuk menjaga
kestabilan harga pasar pemerintah Jepang sedangkan sisa stok beras di Indonesia
didistribusikan kembali ke pasar sehingga dapat mengganggu kestabilan harga
pasar.
Tabel 7 Perbandingan manajemen stok beras dan jumlah stok beras antara
Indonesia dan Jepang
Indikator
Pembanding Indonesia Jepang
Manajemen stok
beras
1. Pengadaan
2. Pihak swasta
menyimpan sekitar 2
juta ton beras sampai
bulan Juni (sebelum
masa panen)
1. Pengadaan
2. Penyimpanan dengan
jumlah yang tidak tentu
tiap tahunnya (10 persen
dari produksi dalam
negeri)
3. Pemerataan ke setiap
daerah yang kekurangan
3. Untuk mendukung
swasta, pemerintah
wajib menyimpan
stok sekitar 1 juta
ton
4. Stok didistribusikan
kembali ke pasar
5. Informasi stok yang dapat
diakses oleh beberapa
pihak (terbatas) sehingga
masyarakat mudah
khawatir jika ada isu stok
tidak mencukupi yang
menyebabkan terjadinya
gejolak harga
4. Sisa stok disebar ke
industri pengolahan
agar tidak merusak
harga pasar
5. Sistem informasi stok
yang dapat diakses
oleh seluruh
stakeholder
Total stok
beras per
tahun
(1000
ton)
1990 524 2 450
2000 1 125 2 580
2010 754 2 675
2020* 2 550 2 500 Sumber: diolah dari BPS (2012); BULOG (2012); MAFF (2011) ; Shiraiwa (2013)
*angka ramalan sementara
36
Beras bagi Indonesia mewakili bentuk ekonomi Indonesian secara umum
karena pengaruhnya dalam bidang ekonomi, politik (harga diri bangsa) dan
psikologis (stok yang kurang membuat gejolak harga sehingga meresahkan
masyarakat). Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari persoalan beras karena
jumlah penduduk dan konsumsi per kapita yang terus meningkat.
Gambar 13 Manajemen stok beras nasional Sumber : BULOG 2012
Gambar 13 diperlihatkan sistem atau alur manajemen stok beras nasional
yang telah diterapkan. Pengadaan dalam negeri dilakukan dengan penyerapan dari
petani produsen/mitra berdasarkan standar beras yang ditetapkan. Setelah melalui
proses pengadaan, beras akan disimpan dalam jumlah yang cukup serta tersebar
antar tempat dan waktu. Kemudian setelah dilakukan perawatan stok, data jumlah
stok yang tersimpan dimasukkan ke dalam sebuah sistem monitoring dan
Cukup jumlah ; Tersebar antar
tempat dan waktu
Keterangan :
: Alur manajemen
: Pelaksanaan dan syarat
Pengadaan Dalam Negeri
Petani
Persediaan / Penyimpanan
Sistem monitoring dan pengendalian
berbasis TI Online Real Time
menjangkau seluruh gudang
Distribusi
Pasar
Pemerataan Stok
Beras sesuai standar ; Melalui
mitra dan langsung dari
petani/kelompok tani
Perawatan Stok Kualitas terpelihara
Mencukupi kebutuhan setiap
daerah dan waktu; Distribusi
melalui darat, laut dan udara
37
pengendalian berbasis TI (Teknologi Informasi) Online Real Time yang
menjangkau seluruh gudang. Namun pada praktek lapang data ini belum dapat
diakses oleh seluruh stakeholders yang membutuhkan, hanya dapat diakses oleh
pihak internal yakni BULOG. Setelah data dimasukkan ke dalam sistem tersebut
kemudian dilakukan pemerataan stok ke daerah-daerah yang mengalami
kekurangan akibat gagal panen atau terjadi bencana alam. Beras yang
didistribusikan sampai ke pasar agar dapat dijangkau oleh masyarakat.
Teknologi Informasi (TI) di Perum BULOG terdiri dari dua aplikasi yakni
e-Procurement dan Sistem Informasi Logistik (SIL). Jenis dari TI yang dikenal e-
Procurement merupakan sistem yang menangani kegiatan pengadaan bahan
pokok yang akan diolah dan didistribusikan. Sistem ini terditi dari dua fungsi
yakni, selection dan purchasing. Fungsi selection dari sistem e-Procurement
untuk melakukan pemilihan atau penyortiran beberapa pemasok dengan cara
tender. Fungsi kedua dari sistem e-Procurement yaitu purchasing merupakan
sistem untuk melakukan pemesanan dan pembelian bahan pangan dari pemasok
yang telah dipilih sebelumnya.
Sistem Informasi Logistik (SIL) merupakan sistem yang menangani
kegiatan logistik di Perum BULOG. Sistem ini terdiri dari beberapa fungsi yaitu
good receipt, maintenance, delivery order dan carry. Good receipt adalah fungsi
untuk penerimaan barang dan pemeriksaan kualitas dari pemasok sesuai dengan
pembelian yang telah dilakukan oleh bagian pengadaan. Fungsi ini juga
melakukan pengecekan jumlah barang apakah sudah sesuai dengan pesanan atau
tidak. Maintenance merupakan fungsi yang menangani pemeliharaan dan
perawatan bahan pangan selama dalam gudang penyimpanan. Delivery Order
(DO) adalah fungsi yang menangani permintaan akan penyaluran bahan pangan
untuk program RASKIN, cabang atau gudang lainnya. Carry merupakan fungsi
yang menangani penyaluran atau pengiriman bahan pangan sesuai dengan tempat
yang telah ditentukan.
Itagaki mengemukakan bahwa penting untuk membangun sistem
informasi. Sistem dimana dapat memprediksi tingkat kebutuhan dan suplai pangan
yang memadai sehingga bisa dilakukan penyesuaian kebijakan atau tindakan
dalam menjaga kestabilan perberasan³. Pernyataan tersebut didukung oleh
penelitian Yamada (1998) terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi yang dikenal dengan istilah Information and Communication
Technologies (ICTs) yang menjadi pendukung dalam mengontrol stok beras di
Jepang. Salah satu model ICTs yang telah dikembangkan dan berkembang cukup
pesat adalah Computer Network System yang dikenal dengan Extension
Information Network (EI-net). Sistem EI-net merupakan sistem yang terintegrasi
yang menggabungkan berbagai stakeholder.
³ASEAN kukuh ekspor beras, Jepang-Korea tolak impor. http://www.antaranews.com. [29
Desember 2013].
38
Perkembangan Peran Perum BULOG sebagai Lembaga yang Mengatur Stok
Beras Nasional
BULOG adalah lembaga pemerintah yang dibentuk pada tahun 1967
berdasarkan keputusan presidium kabinet No. 114/U/Kep/5/1967 dengan tujuan
pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakkan
eksistensi pemerintahan baru. Pada tanggal 21 Januari 1969 direvisi melalui
Keppres No. 39 tahun 1969 dengan tugas pokok mengendalikan stabilitas harga.
Peran BULOG tersebut dikembangkan lagi dengan ditambah mengendalikan
harga produsen melalui instrumen harga dasar untuk melindungi petani padi.
Dalam perkembangan selanjutnya, peran BULOG tidak hanya terbatas pada beras
saja tetapi juga pada pengendalian harga dan penyediaan komoditas lain.
Sebelum tahun 1998, tugas yang diberikan kepada BULOG ditujukan
untuk mengendalikan harga produsen dan menjaga stabilitas harga beras
konsumen, serta menyediakan stok beras antar waktu dan antar daerah untuk
keperluan penyaluran rutin dan cadangan pemerintah untuk keperluan darurat atau
keperluan lainnya. Bobot pengendalian harga produsen dan harga konsumen
seimbang. Mulai tahun 1998 saat krisis ekonomi, melalui Keppres No. 19, tugas
pokok BULOG kembali hanya menangani komoditas beras sedangkan komoditas
lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar.
Arah Pemerintah mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha
mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No. 29 tahun 2000, dimana didalamnya
tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang
bergerak di bidang jasa logistik di samping masih menangani tugas tradisionalnya.
Pada Keppres No. 29 tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah
melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui
pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras
(mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arah perubahan tesebut semakin kuat dengan Keppres No. 166 tahun
2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres No. 103/2000. Kemudian diubah
lagi dengan Keppres No. 03 tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas
pokok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppers No. 29 tahun 2000,
tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai
dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No.
7 tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum)
BULOG. Memasuki era reformasi BULOG bukan lagi badan yang mengurusi
logistik tetapi dikenal dengan istilah badan urusan perberasan4.
Amrullah (2003) dan Arifin (2012b) menyatakan bahwa tugas yang
diberikan kepada BULOG juga mengalami perubahan karena berubahnya
kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah. Perlindungan kepada petani
melalui harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Untuk stabilisasi harga
konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik.
Sebaliknya peran BULOG untuk membantu kelompok miskin yang rawan pangan
semakin menonjol. Perkembangan peran BULOG dapat dilihat pada Tabel 8.
39
Tabel 8 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden
Tahun Perkembangan Peran BULOG Keterangan Kebijakan
1967
Dibentuk pertama kali berdasarkan
kepres
Keppres No
114/U/Ke/5/1967
1969
Tugas pokok melalui stabilisasi
harga beras
Keppres No 39 Tahun
1969
1987
Pembangunan komoditas pangan
yang multikomoditas
Keppres No 39 Tahun
1987
1993
Koordinasi pembangunan pangan
& meningkatkan mutu gizi pangan
Keppres No 103 Tahun
1993
1995
peningkatan stabilitas &
pengelolaan persediaan bahan
pokok dan pangan
Mengendalikan harga
dan mengelola
persediaan pangan
Keppres No 50 Tahun
1995
1997
komoditas yang dikelola dikurangi
& tinggal beras dan gula
Keppres No 45 Tahun
1997
1998
Ruang lingkup komoditas yang
ditangani BULOG lebih
dipersempit yaitu Beras Berdasarkan LoI
Keppres No 19 Tahun
1998
2000
Sebagai organisasi transisi menuju
organisasi yang bergerak di bidang
logistic Pengadaan
Keppres No 29 Tahun
2000
Distribusi
Keppres No 166 Tahun
2000
Pengendalian Harga
Keppres No 103 Tahun
2000
2002
Masih sama dengan ketentuan
Keppres No 103/2000
Keppres No 03 Tahun
2002
2003
BULOG resmi menjadi Perusahaan
Umum BULOG
Keppres No 07 Tahun
2003
Sumber : diolah dari Amrullah (2003) dan Yonekura (2004)
BULOG sebagai suatu lembaga penyangga nasional sebelum mengalami
perubahan menjadi Perum BULOG, lembaga ini memiliki peran sentral dalam
mengelola pangan nasional. Secara implisit BULOG diharuskan membuat
kebijakan yang berpihak kepada konsumen dan produsen sekaligus tidak
merugikan konsumen dengan berubahnya status BULOG menjadi Perum, sesuai
dengan misi suatu lembaga ekonomi, tugas Perum BULOG lebih berorientasi
pada usaha penciptaan keuntungan bagi perusahaan disamping tetap
melaksanakan fungsi sosial seperti diamanatkan oleh perusahaan pemerintah.
Arifin (2012b) menyebutkan bahwa perubahan paling mendasar status
BULOG sebagai perusahaan umum adalah BULOG bukan sebagai policy maker,
tetapi sebagai policy executing entity. Kebijakan yang harus dijalankan BULOG
adalah pengelolaan logistik pangan pokok dan strategis, berdasarkan amanat tugas
pelayanan publik dan diperkenankan mengambil keuntungan ekonomi dari usaha
lain di bidang pangan dalam upaya membiayai aktivitas internal perusahaan.
Perubahan BULOG dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
menjadi Perusahaan Umum (PERUM) secara umum dapat dilihat pada Tabel 9
dari segi kebijakan pangan maupun penyesuaian tugas dan fungsi BULOG.
Berdasarkan Inpres Nomor 3 tahun 2012, pada dasarnya tugas Perum BULOG
sudah menerapkan kondisi untuk mewujudkan ketahanan pangan.
4 Transformasi BULOG untuk siapa. http://www.mediaindonesia.com. [20 Oktober 2013].
40
Tabel 9 Implikasi perubahan BULOG dari LPND menjadi PERUM
Paradigma Lama Saat LPND Paradigma Baru PERUM
Di Bidang Politik
Pusat yang mengatur seluruhnya melalui
pengaturan penganggaran
Otonomi daerah lebih ditonjolkan (diatur dalam
UU No. 22/99 dan UU No.25/99
Di Bidang Ekonomi
BULOG diberi tugas khusus menjaga
stabilisasi harga pangan/beras, juga diberi
kewenangan khusus
Lol IMF membatasi tugas BULOG, mencabut
monopoli beberapa komoditi termasuk beras
Kebijakan Pangan
Proteksi petani / produknya melalui non
tariff barier, melalui pentataniagaan impor
dan pemasarannya di dalam negeri
Proteksi melalui tariff barier menuju free trade
(secara bertahap tarif diturunkan)
Subsidi melalui pembedaan harga jual beras
kepada golongan anggaran dan harga pasar
(operasi pasar) atau antar komoditi
Subsidi hanya diperbolehkan melalui APBN
Tugas dan Fungsi BULOG
Mengendalikan harga beras melalui operasi
pasar, pengelolaan persediaan, ketahanan
pangan
Pengurangan operasi pasar, persediaan,
menjaga harga dasar, bertanggung jawab
terhadap ketahanan pangan seperti jaring
pengaman sosial
Monopoli impor beras. Dengan adanya
monopoli impor dan pengaturan tataniaga
dalam negeri, kerugian pada komoditi beras
dapat dikompensasikan dengan keuntungan
pada komoditi lain.
BULOG diberi kewenangan untuk mengelola
komoditi selain beras seperti gula, terigu,
kedelai, dan lain-lain.
Tidak memiliki hak monopoli, deregulasi
perdagangan dalam negeri, tidak mendapat
hak monopoli distribusi dan pengolahan dalam
negeri tetapi tidak dilarang mengelola
komoditi nonberas
Dengan sistem operasi buffer stock jumlah
pengadaan dalam negeri sulit diprediksi
(fluktuatif). Akibatnya jika terjadi over stock
menimbulkan beban biaya penyimpanan,
kerusakan, susut, dan sebagainya.
Dengan merubah sistem beroperasi yang
berorientasi pada target quantity pengadaan
pada musim panen di daerah sentra produksi
Stok cadangan pangan masyarakat kurang
terbina, bahkan beberapa lumbung pangan
masyarakat desa hilang eksistensinya
Pembinaan stok cadangan pangan masyarakat
disinergikan dan ditingkatkan dalam rangka
meningkatkan ketahan pangan.
Untuk stabilisasi harga memerlukan stok
penyangga (iron stock) yang besar karena
hasil pembelian sulit diprediksi
Harga pembelian BULOG disesuaikan dengan
rencana kebutuhan, keadaan panen dan harga
internasional dengan mengurangi stok
penyangga seminimal mungkin.
41
Pembiayaan
Menggunakan sistem KLBI (Kredit
Likuiditas Bank Indonesia). BULOG dapat
menarik kredit setelah mendapat persetujuan
Menteri Keuangan Antara penarik kredit dan
penjualan tidak terkait.
Sumber pembiayaan dari anggaran pemerintah
dan kredit komersial, BULOG harus
memperhitungkan cash flow
Organisasi & Tata Kelola
Lembaga Pemerintah langsung di bawah
Presiden
Perusahaan publik di bawah Menteri Negara
BUMN
Perusahaan perdagangan negara yang tidak
mengikuti ketentuan WTO
Diperlakukan sama dengan perusahaan bisnis
swasta, prinsip akutansi umum berlaku
Sumber : diolah dari Amrullah (2003); BULOG (2010); Yonekura (2005)
Ketahanan pangan dapat terwujud dengan adanya stabilitas (stability),
ketersediaan (availibility) dan keterjangkauan (accessibility). Tugas BULOG
dalam melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri dengan
ketentuan HPP (melalui pengadaan gabah beras, menjaga harga di tingkat petani
dan menjaga kecukupan stok) mendukung pilar ketersediaan. Kemudian tugas
BULOG dalam mendukung pilar keterjangkauan adalah menyediakan beras di
seluruh wilayah NKRI serta menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi
kelompok masyarakat berpendapatan rendah (melalui program RASKIN). Tugas
BULOG untuk mendukung pilar stabilitas melalui pengelolaan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan
darurat, bencana dan rawan pangan (BULOG 2010).
Identitas Perum BULOG yang baru tentu saja mengurangi tanggungjawab
publiknya dan lebih menekankan kepada fungsi bisnis yaitu mencari keuntungan
maksimum. Perum BULOG pada situasi saat ini dituntut untuk mampu
menjalankan fungsi sosial dan fungsi bisnis komersial sekaligus. Hal tersebut
memiliki makna dimana perlu adanya penegasan yang transparan tentang tugas
pengembangan strategi bisnis dan tanggungjawab publik BULOG dalam konteks
ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat terwujud dengan adanya stabilitas
(stability), ketersediaan (availibility) dan keterjangkauan (accessibility). Gambar
14 ditunjukkan bagaimana tugas BULOG dalam mewujudkan ketahanan pangan
nasional serta mengontrol stok beras nasional.
Stabilitas dapat terwujudkan dengan pengendalian harga. Pengendalian
harga tidak lepas dari ketersediaan. Ketersediaan dapat terwujud dengan
penyerapan produksi beras di dalam negeri untuk pengadaan dan stok pemerintah.
Pengadaan dapat dilakukan secara maksimal terutama pada saat panen raya.
Pengadaan merupakan bukti nyata kesungguhan pemerintah dalam melindungi
petani. Perum BULOG sangat berperan dalam mengelola stok sebagai cadangan
pemerintah untuk berbagai situasi. Selain itu Perum BULOG merupakan lembaga
pangan di Indonesia yang memiliki peran sentral dalam mendorong peningkatan
produksi dan melakukan pembelian gabah/beras. Keadaan tersebut sangat
berkaitan dengan kestabilan stok beras nasional. Dengan kata lain BULOG
memiliki peran inti dan keterlibatan dalam manajemen stok nasional.
42
Gambar 14 Tugas Perum BULOG Sumber: BULOG (2010)
Perum BULOG dan Japanese Agriculture (JA) Cooperative dalam
Perekonomian Beras serta Dinamika Politik
Lembaga pangan yakni Perum BULOG baik di masa lalu, saat ini dan
yang akan datang memiliki nilai strategis karena pangan merupakan kebutuhan
pokok masyarakat Indonesia dimana jika pangan khususnya beras terpenuhi dapat
memberikan kontribusi positif yakni menghindari terjadinya gejolak sehingga
terwujudnya stabilitas nasional (ketenangan masyarakat). Pengelolaan beras
Petani /
Produsen
Pedagang
Penggilingan
SATGAS/
UPGB
Konsumen
SATGAS
OP
Pengadaan Dalam
Negeri
Pedagang
Eceran
/Grosir
Stok Beras
Stok BULOG/ CBP
OP-CBP
Impor apabila
kurang, Ekspor
apabila lebih
RASKIN
Pemerintah
Daerah
Luar Negeri
Tugas
BULOG
Pengamanan Harga Produsen Stabilisasi Harga Konsumen
43
dalam konteks ekonomi merupakan suatu tantangan bagi bangsa Indonesia
umumnya dan khususnya bagi para petani produsen.
BULOG yang beralih sebagai lembaga Perum memiliki beberapa
keunggulan. Keunggulan yang pertama adalah tetap dapat melaksanakan tugas
publik yang dibebankan. Keunggulan kedua yakni BULOG dapat juga
melaksanakan fungsi bisnis yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah
transparansi. Ruang gerak lembaga akan lebih fleksibel, misalnya, dengan
merancang berbagai kerjasama operasional (joint venture)/penyertaan modal
dalam badan usaha lain. Keunggulan ketiga adalah hasil dari aktivitas bisnis
sebagiannya dapat mendukung tugas publik. Hal ini tentu akan berdampak positif
terhadap dana Pemerintah, karena semakin terbatasnya dana Pemerintah di masa
mendatang, sehingga lembaga baru ini dapat berperan untuk membantu dan
meringankan beban Pemerintah. Kemudian yang keempat BULOG dapat
memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu
pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan
dengan hukum dan kaedah transparansi. Dengan kondisi ini gerak lembaga
BULOG akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas usaha sebagian dapat
digunakan untuk mendukung tugas publik. Kelima adalah reward dan punishment
(penghargaan dan hukuman) akan lebih mudah diterapkan, sehingga akan
menumbuhkembangkan insentif bagi pegawai untuk bekerja secara profesional.
Keunggulan terakhir adalah optimalisasi pemanfaatan semua aset yang kini
dikuasai termasuk di dalamnya SDM. Sejak 1998 pemanfaatan aset dan SDM
menjadi kurang optimal karena terkendala oleh berbagai peraturan operasional
dan pendanaan yang melekat di LPND (Yonekura 2005; BULOG 2012).
Perum BULOG merupakan institusi yang memiliki fungsi untuk
memenuhi dan menjaga stabilitas pasokan kebutuhan pokok bahan makanan
masyarakat, tetapi tidak bisa dilupakan bahwa perubahan menjadi Perum bagi
BULOG tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan politik yang menyertainya,
yaitu politik yang merubah fungsi BULOG, dengan badan hukum yang baru ini
maka BULOG tidak jauh berbeda dengan perusahaan niaga lain yang berorientasi
kepada mencari keuntungan. BULOG saat ini tidak memiliki kemampuan kuat
seperti dahulu untuk melakukan stabilitas harga produk pangan. Dengan kata lain
Perum BULOG menjadi tidak memiliki otoritas penuh dalam mengendalikan
pangan khususnya beras. Hal ini bisa menjadi kelemahan karena segala keputusan
tidak bisa secara cepat diambil dan bisa terjadi penyelewengan terkait impor
karena lembaga ini beralih mencari keuntungan.
Beralih dari Perum BULOG sebagai lembaga pangan di Indonesia melihat
Japanese Agriculture (JA) Cooperative yang berperan selama puluhan tahun
dalam perberasan di Jepang. JA telah lama berdiri sebagai afiliasi politik dengan
Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade
sampai 2009. Keanggotaan pedesaan yang kuat menjadi dasar dari JA secara
ekstensif yang digunakan untuk mendapatkan perlindungan politik dalam hal
kebijakan pertanian yang menguntungkan dan perlakuan istimewa untuk usaha JA.
JA dikritik karena perannya yang kuat dalam melindungi kebijakan pertanian di
Jepang dan sebagai konsekuensinya kurang adanya daya saing di sektor pertanian.
Perubahan yang terjadi di dunia politik, terutama saat pemilihan Partai Demokrat
Jepang (DPJ) berdampak langsung bagi JA. Kebijakan pertanian yang dikeluarkan
oleh Partai Demokrat Jepang (DPJ) khususnya sistem subsidi langsung kepada
44
petani ada kemungkinan menurunkan harga dan menciptakan lingkungan untuk
lebih meliberalisasi pasar pertanian. Dalam jangka panjang, JA tidak lebih hanya
menikmati perlindungan politik, sehingga perlu menjauhkan diri dari politik dan
merumuskan strategi berkelanjutan untuk tetap menjadi kekuatan kompetitif
dalam ekonomi Jepang (Esham et al. 2012). Peran JA menurut Godo (2002) dan
Honma (1994) tidak hanya melobi politisi dan memberikan layanan kepada petani
tetapi juga mengamati dan mengendalikan kegiatan anggota, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Melihat situasi di atas JA memiliki kekuatan yang besar di dalam politik
dan perekonomian beras, sedangkan Perum BULOG bisa dikatakan menjadi alat
bagi beberapa pihak yang berkepentingan dalam mencari keuntungan. Perum
BULOG perlu diberikan kekuatan dalam mengatur perekonomian beras nasional
tetapi tetap di bawah pengawasan dan kerja sama dengan Kementrian Pertanian
seperti yang diterapkan di Jepang dimana JA bekerja sama dengan Kementrian
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah tetap
mengontrol kebijakan serta keputusan yang diambil dan diterapkan di dalam
menjaga kestabilan perberasan nasional. Yonekura (2005) menegaskan bahwa
data serta kebijakan di Indonesia belum seragam karena kepentingan sepihak. Jika
adanya kerjasama antara Perum BULOG dan Kementrian Pertanian, hal-hal yang
berkaitan dengan tata kelola stok beras seperti salah satunya data stok beras, dapat
teratasi tanpa adanya saling menyalahkan pihak mana yang benar atau salah
karena kepentingan sepihak.
Kunci Sukses Jepang sebagai Patok Duga (Benchmark) bagi Manajemen
Stok Beras Nasional dan Redesign Manajemen Stok Beras Indonesia
Sejak tahun 1955 hingga tahun 1993, pemerintah Jepang pada masa
berkuasanya Partai Demokrat Liberal membuat kebijaksanaan melarang beras lain
masuk ke negaranya. Hal ini dimaksudkan dengan menjaga impor beras, tidak
hanya menjaga ketergantungan beras dari luar tetapi juga menjaga stabilitas
politik dalam negeri. Selama masa tersebut, pemerintah Jepang memiliki hak
monopoli di bidang produksi dan distribusi beras serta harganya ditentukan
pemerintah, sehingga harga beras di Jepang jauh lebih mahal dibandingkan
dengan harga pasaran beras di dunia. Namun, pada tahun 1993 larangan impor
beras dicabut dengan adanya kesepakatan umum tentang tarif dan perdagangan
(GATT). Berdasarkan kesepakatan tersebut, pada tahun 1995 Jepang mulai
menerima impor beras sekitar empat persen dari kebutuhan beras dalam negerinya.
Sikap protektif pemerintah Jepang terhadap sektor pertaniannya masih terlihat
dengan diberlakukannya bea masuk impor beras ke Jepang dan pemberian subsidi
meskipun tidak secara langsung.
Pada tahun 1997 terjadi penumpukan stok beras dan turunnya harga beras
sehingga Pemerintah Jepang membuat kebijakan baru terhadap beras untuk
menjaga kestabilan supply-demand beras sebagai makanan pokok bangsa Jepang
(Mustamin 2002). Kebijakan baru terhadap beras ini terdiri dari tiga elemen utama,
yaitu kebijakan promosi terhadap penyesuaian produksi, program stabilisasi
pendapatan petani padi, dan pembaharuan operasional untuk sistem pemasaran
beras yang lebih teratur. Kebijakan pertama yaitu kebijakan promosi terhadap
penyesuaian produksi bertujuan untuk menurunkan stok beras yang berlebih atau
45
melampaui batas normal. Kebijakan ini memperbaiki keseimbangan supply-
demand beras dengan memperhatikan pengaruh situasi supply-demand dan harga.
Kebijakan ini menggunakan program supply-demand beras dengan mengajak
petani untuk melakukan pengalihan usaha tani padi ke tanaman lain. Khusus bagi
petani yang lahannya termasuk dalam program ini diberi subsidi berupa
kompensasi. Jika petani tersebut menanam tanaman selain padi, maka penghasilan
yang diterima minimal sama dengan penghasilan dari usaha tani padi. Selisih
pendapatan dari tanaman bukan padi dengan pendapatan usaha tani padi dibayar
oleh Pemerintah sebagai subsidi.
Jepang memperkenalkan bantuan penghasilan produsen (producer income
support) sebagai cara mensejahterakan petani atau untuk mengganti rugi atas jerih
payahnya (Gambar 15). Sebagai contoh harga produksi standar beras sebesar 13
700 yen per 60 kg, sedangkan harga jual beras 12 000 yen per 60 kg. Maka
bantuan penghasilan yang diberikan oleh pemerintah adalah sebesar 1 700 yen per
60 kg (MAFF 2011). Pemerintah Jepang melalui Kementerian Jepang yakni
MAFF memberikan subsidi tetap sebesar 15 000 yen per tahun (sejumlah kurang
lebih Rp 1 500 000) untuk setiap 10 acre (1 000 m²) kepada petani yang ingin
beralih dari komoditas padi menjadi komoditas lainnya, seperti gandum , kedelai,
dan sayuran. Selain subsidi tetap (fixed payment), petani juga memperoleh subsidi
tambahan (variable payment) berdasarkan komoditas yang ditanam (MAFF 2011).
Gambar 15 Program subsidi langsung dari pemerintah kepada petani Sumber : diolah dari MAFF (2011)
Dari penjelasan di atas dapat terlihat ada beberapa faktor kunci sukses
yang mempengaruhi manajemen stok beras di Jepang terwujud yakni adanya
program penyesuaian produksi sehingga supply dan demand terkontrol. Kedua,
dengan adanya program stabilisasi pendapatan petani padi yang mendukung
terwujudnya program sebelumnya. Ketiga, adanya operasional sistem pemasaran
beras yang teratur. Selain itu kesuksesan di Jepang juga didukung dengan
Harga
Produksi
Standar
(13 700 yen
per 60
kilogram)
Harga Jual
Standar
(12 000 yen per 60
kilogram)
Biaya kelebihan
permanen
(1 700 yen per
60 kilogram)
Subsidi tambahan
Subsidi Tetap
15 000 yen per 10 acre
Subsidi berdasarkan jenis usaha tani
dan lahan pertanian
46
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dikenal dengan istilah
Information and Communication Technologies (ICTs). Salah satu model ICTs
yang telah dikembangkan dan berkembang cukup pesat adalah Computer Network
System yang dikenal dengan Extension Information Network (EI-net). Sistem EI-
net merupakan sistem yang terintegrasi yang menggabungkan berbagai
stakeholder, seperti pemerintahan pusat, propinsi, lembaga penelitian, perusahaan
pertaniaan, pasar, dan petani. Di dalam penelitian Yonekura (2005)
mengemukakan bahwa antara Kementerian Pertanian Indonesia dan Badan Pusat
Statistik mengenai data stok beras belum seragam. Oleh karena itu, keberhasilan
manajemen stok nasional dapat terwujud jika didukung dengan data yang seragam
dan terpusat.
Menurut penelitian Yamada (1998) pengembangan sistem EI-net
memberikan banyak manfaat yang dapat menunjang dalam pengontrolan stok
beras di Jepang. Beberapa manfaat dari sistem ini antara lain : (1) pengumpulan
informasi yang cepat, (2) mengetahui kondisi pertanian terkini, (3) sarana
komunikasi dan pertukaran informasi bagi stakeholder, (4) mengumpulkan data
cuaca, (5) sarana efektif untuk mengumpulkan informasi skala lokal, (6) dapat
menyebarluaskan informasi kepada petani dan pengguna secara serentak.
Pengembangan sistem informasi terkait ketersediaan didukung oleh studi
Mulyadi (2011) bahwa pembentukan sistem informasi antara pihak yang bertugas
melakukan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyebarluasan
informasi kepada setiap stakeholder yang dilandasi dengan kepercayaan
diantaranya mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing anggota di
tiap simpul tata niaga. Dalam penerapan pengembangan sistem informasi
ketersediaan yang efektif dan efisien perlu didukung oleh peraturan dan
perundangan yang progresif dan infrastruktur yang memadai sehingga dapat
menjadi landasan bagi sumber daya manusia dan manajemen ketersediaan (stok)
yang profesional. Dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang maju dan
penyedia jasa ketersediaan akan mendorong sektor pertanian khususnya
komoditas strategis.
Penerapan pengembangan sistem informasi stok ke dalam manajemen stok
beras nasional menjadikan manajemen yang dilaksanakan lebih efisien seperti
yang diterapkan di dalam manajemen stok beras yang dilakukan oleh Japanese
Agriculture (JA) Cooperative. Hal tersebut didukung oleh studi yang dilakukan
oleh Yamamoto et al. (2006) yang menunjukkan bagaimana manajemen lebih
efisien jika ada perencanaan, kapasitas untuk beradaptasi terhadap inovasi,
perkembangan informasi dan teknologi serta transfer informasi diantara
stakeholder.
Dengan konsep benchmarking untuk membantu peningkatan kualitas
manajemen stok beras nasional dapat diadaptasikan sistem informasi stok di
dalam alur manajemen stok beras nasional. Konsep benchmarking dipahami
sebagai suatu tindakan meniru atau menyalin. Namun dalam hal ini menjadi
sebuah inovasi dalam manajemen stok beras nasional. Hal ini didukung oleh
Talluri dan Sarkis (2001) menunjukkan bahwa benchmarking sebagai alat yang
penting untuk pengelolaan dan peningkatan standar kualitas. Oleh karena itu
diharapkan inovasi yang ditambahkan di dalam redesign manajemen stok beras
nasional dapat meningkatkan kualitas manajemen stok beras yang telah ada
sebelumnya.
47
Sesuai dengan tujuan penelitian dimana Jepang sebagai patok duga dapat
disimpulkan keunggulan manajemen stok Jepang yang menjamin stabilitas
ketersediaan dan distribusi beras yaitu: (1) dukungan intervensi yang kuat
(meskipun cenderung menurun) untuk pendapatan petani, (2) dukungan dan
penerapan manajemen dan teknologi informasi yang konsisten dan disiplin. Oleh
karena itu berdasarkan pendekatan patok duga (benchmark) penting disusunnya
redesign model manajemen stok beras nasional untuk mendukung keberhasilan
Indonesia dalam manajemen stok beras. Redesign manajemen stok beras
Indonesia yang dianjurkan adalah menambahkan serta mengaplikasikan sistem
informasi stok yang dapat diakses oleh seluruh stakeholder ke dalam pola
manajemen sebelumnya. Usulan redesign model terlihat pada Gambar 16. Usulan
strategi menerapkan sistem informasi stok diharapkan dapat memperbaiki pola
manajemen yang sudah diterapkan dan bisa menjadi landasan untuk memprediksi
kebutuhan stok beras dalam negeri.
Gambar 16 Redesign manajemen stok beras nasional
Pengadaan Dalam Negeri
Petani
Persediaan / Penyimpanan
Perawatan Stok
Distribusi
Pasar
Pemerataan Stok
Tersebar antar tempat dan waktu
Program serta kebijakan untuk
mengontrol dan memprediksi
produksi di tiap daerah
Penyerapan produksi dalam
negeri secara optimal
Keterangan :
: Alur manajemen
: Strategi yang mendukung
Database Informasi Stok
Online
Data dapat diakses oleh stakeholder terkait
dan informasi dapat diupdate di tiap
daerah produksi serta daerah penyimpanan
stok sehingga data seragam
48
Secara umum dapat dikatakan bahwa beras dapat mempengaruhi
keberhasilan pembangunan dan ekonomi. Jika masalah beras tidak segera diatasi
seperti impor yang masih dilakukan setiap tahun karena kurangnya ketersediaan
terhadap pemenuhan kebutuhan beras, hal ini dapat mempengaruhi stabilitas
nasional. Secara politik Indonesia lemah, karena dengan menerapkan kebijakan
swasembada yang menjadi target pemerintah, Indonesia masih belum mandiri
karena pemenuhan kebutuhan beras masih bergantung dari luar. Redesign
manajemen stok beras nasional diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemerintah
untuk mengatasi permasalahan beras yang tengah dihadapi terkait ketersediaan
beras.
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Manajemen stok beras nasional belum ideal karena permasalahan beras terkait
ketersediaan khususnya belum teratasi. Sedangkan kondisi manajemen stok
beras di Jepang stabil dan mapan karena dipengaruhi oleh keberhasilan dalam
memprediksi besaran stok yang diperlukan sehingga kebutuhan terhadap beras
tercukupi.
2. Stabilitas dapat terwujudkan dengan ketersediaan. Ketersediaan dapat
terwujud dengan penyerapan produksi beras di dalam negeri untuk pengadaan
dan stok pemerintah. Pengadaan dapat dilakukan secara maksimal terutama
pada saat panen raya. Pengadaan merupakan bukti bahwa pemerintah
melindungi petani. Perum BULOG sangat berperan dalam mengelola stok
sebagai cadangan pemerintah untuk berbagai situasi. Selain itu Perum
BULOG merupakan lembaga pangan di Indonesia yang memiliki peran sentral
dalam mendorong peningkatan produksi dan melakukan pembelian
gabah/beras. Keadaan tersebut sangat berkaitan dengan kestabilan stok beras
nasional. Dengan kata lain BULOG memiliki peran inti dan keterlibatan
dalam manajemen stok nasional.
3. Dengan pendekatan patok duga (benchmark) diperoleh redesign model
manajemen stok beras dengan menerapkan sistem informasi stok yang
terpusat dan seragam. Pembentukan sistem informasi di Indonesia dapat
diwujudkan dengan adanya kerja sama antara pihak yang bertugas melakukan
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyebarluasan informasi
kepada setiap stakeholder yang dilandasi dengan kepercayaan diantaranya
mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing anggota di tiap
simpul tata niaga.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas dan hasil analisis yang diperoleh maka dapat
dirumuskan beberapa saran, antara lain adalah:
49
1. Solusi alternatif untuk mensukseskan program swasembada beras adalah
dengan mengadopsi sistem informasi stok yang dapat diakses oleh seluruh
stakeholder. Dalam penerapan pengembangan sistem informasi stok yang
efektif dan efisien perlu didukung oleh peraturan dan perundangan yang
progresif dan infrastruktur yang memadai dari Pemerintah sehingga dapat
menjadi landasan bagi sumber daya manusia dan manajemen stok yang
profesional. Dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang maju dan
penyedia jasa ketersediaan akan mendorong dan memudahkan di dalam
penerapan sistem informasi stok dalam manajemen stok beras nasional.
2. Data perberasan nasional perlu diseragamkan. Keseragaman data penting
dalam mengambil keputusan serta kebijakan.
3. Perlunya penelitian lanjutan terkait aplikasi usulan design model manajemen
stok dengan patokan negara lain yang telah berhasil dalam manajemen stok
beras di negaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Akuma O. 2007. A Survey on The Use of Benchmarking as A continous
Improvement Tool by The Ministry of Agriculture Parastatals in Kenya.
[tesis]. Kenya: University of Nairobi.
Amrullah, S. 2003. Kebijakan Ekonomi Beras Indonesia. Jakarta (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan BULOG.
Amang B. 1994. Pengendalian Pangan dan Harga. Jakarta (ID): PT.Dharma
Karsa Utama.
Amang B, Sawit H. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional : Pengalaman
dari Orde Baru dan Orde Reformasi. Bogor (ID): IPB Press.
Ariani M. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada
Beras. Prosiding Pekan Serelia Nasional 2010 ISBN: 978-979-8940-29-3.
Arifin B. 2012a. Impor Beras Hanya Puncak Gunung Es. [Internet].[diunduh 2013
Mei 20]. Tersedia pada: http://barifin.wordpress.com/2012/11/19/impor-
beras-hanya-puncak-gunung-es/.
Arifin B. 2012b. BULOG tidak Perlu Kembali Jadi LPND. [Internet]. [diunduh
2013 Jun 20]. Tersedia pada: http://barifin.wordpress.com/2012/11/19/bulog-
tidak-perlu-kembali-jadi-lpnd/
Arifin B. 2013. Governansi dan Kewibawaan Kebijakan Pangan. [Internet].
[diunduh 2013 Nov 20]. Tersedia pada:
http://fri2013.unissula.ac.id/files/FRI_2013prof_bustanul_arifinunilaGoverna
nsi_dan_Kewibawaan_Kebijakan_Pangan.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Strategis 2012 Statistik. [Internet].
[diunduh 2013 Jan 4]. Tersedia pada: www.bps.go.id
Baldwin, K, Childs, N, Dyck, J, Hansen, J. 2012. Southeast Asia`s Rice Surplus.
USDA Journal. [Internet]. [diunduh 2013 Mei 21]. Tersedia pada:
www.ers.usda.gov.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2011. Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras
Nasional 2011. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.
50
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2012. Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan
Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2005. Badan Usaha Logistik : Cadangan Beras
Pemerintah. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 23]. Tersedia pada:
www.bulog.co.id
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2006. Pedoman Umum Pengadaan Beras /
Gabah Dalam Negeri Tahun 2006 di Lingkungan Perum BULOG. Jakarta
(ID): Perum BULOG.
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2010. Badan Usaha Logistik : Alur Pengadaan .
[Internet]. [diunduh 2013 Feb 20]. Tersedia pada:
http://www.bulog.co.id/alurada_v2.php
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2010. Sekilas Cadangan Beras Pemerintah
(CBP). [Internet]. [diunduh 2013 Mei 19]. Tersedia pada: www.bulog.co.id
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2012. Manajemen dan Distribusi Stok Beras
BULOG. Disampaikan pada Workshop Pemantauan Stok Gabah / Beras di
Tingkat Penggilingan. 4-6 Juli 2012. Surabaya. Perum BULOG.
[BULOG] Badan Usaha Logistik. 2013. Data Time Series : Pengadaan Beras
Dalam Negeri, Luar Negeri dan Stok Akhir Tahun. Jakarta. Perum BULOG.
[CIA] Central Intelligence Agency. The World Factbook. [Internet]. [diunduh
2013 Mei 19]. Tersedia pada: https://www.cia.gov/library/publications/the-
world-factbook/
Darwanto Dwijono H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan
Kesejahteraan Petani. Ilmu Pertanian Vol.12 No. 2, 2005: 152-164.
DIPERTA JABAR. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2011.
Darurat Manajemen Stok Beras . [Internet]. [diunduh 2013 Mar 21]. Tersedia
pada:http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/
detailberita/417/1892)
Esham M. et al. 2012. Japanese Agricultural Cooperatives at Crossroads: A
Review. American-Eurasian Journal of Agricultural and Environmental
Sciences, 12 (7) 943-953, 2012. ISSN 1818-6769.
Firdaus M, Baga L, Pratiwi P. 2008. Swasembada Beras dari Masa ke Masa: :
Telaah Efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Nasional. Bogor (ID):
IPB Press.
Falcon, W.P. et al. 1985. Rice Policy in Indonesia 1985-1990: The Problem of
Success. Jakarta (ID): BULOG.
Goetsch D, Davis S. 2000. Total Quality Handbook. Prentice Hall. New Jersey.
Godo Y, Takahashi, D. 2008. Japan: Shadow WTO Agricultural Domestic
Support Notifications. International Food Policy Research Institute (IFPRI)
Discussion Paper.
Handewi P, Purwoto A, Gatoet S. 2005. Kebijakan Pengelolaan Cadangan Pangan
pada Era Otonomi Daerah dan Perum BULOG. Forum Penelitian Agro
Ekonomi Vol.23 No.2 , Desember 2005 : 73-83.
Hayami Y, Godo Y. 1997. Economic and Politics of Rice Policy in Japan: A
Perspective on the Uruguay Round. National Bureau of Economic Research.
Regionalism versus Multilateral Trade Arrangements Vol. 6 pp 371- 404.
Harianto. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras: Pendapatan, Harga dan Kosumsi
Beras. Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional. Jakarta (ID):
51
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).
Heizer J, Render B . 1996. Production and Operations Management. New Jersey
(USA) : Prentice Hall.
Honma. 1994. Nougyoumondai no seiji keizaigaku. The Political Economy of
Agricultural Problems (In Japanese). Tokyo: Publishing Bureau of The
Japan Economic Journal.
Honma. 2000. Japan`s Agricultural Policy and WTO Negotiations. Pacific
Economic Paper 305. Canberra: Australia-Japan Research Centre. pp 16.
Itagaki K. 2008. Reformasi Kebijakan Pangan ASEAN. Optimizing National
Resources Management to Increase Indonesia`s International
Competitiveness: A Perspective of the Agriculture, Environment Science
and Technology. Disampaikan dalam Symposium on Agriculture, Science
and Technology in Japan; 21 Juni 2008; Tokyo, Japan.
[JA] Japan Agricultural Cooperatives. 2012. Annual Report : JA Group.
[Internet]. [diunduh 2013 sep 16]. Tersedia pada: http://www.ja-
kyosai.or.jp/about/annual/files/4_JA_Group.pdf
Kako T. 2005. Trend of Rice Consumption in Japan. Workshop Seminar. Rice
Consumption Promotion Strategies in Asia, January 2005. Kasetsart
University. Thailand.
Kurimoto A. 2004. Agricultural Cooperatives in Japan : An Institutional
Approach. Journal of Rural Cooperation, 32 (2) 2004: 111-128. Tokyo.
Kementerian Pertanian. 2011. Manajemen Stok Beras Perlu Ditata. Disampaikan
dalam Temu Koordinasi Perberasan Nasional. 18 Oktober 2011. Jogjakarta.
[Internet]. [diunduh 2013 Sep 6]. Tersedia pada
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi.com.
[MAFF] Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. 2000. Annual Repport
on Food, Agriculture and Rural Areas in Japan FY2000 (in Japanese).
[MAFF] Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. 2010. Annual Repport
on Food, Agriculture and Rural Areas in Japan FY2010 (in Japanese).
[MAFF] Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. 2011. Annual Repport
on Food, Agriculture and Rural Areas in Japan FY2011 (in Japanese).
[MAFF] Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. 2012. Monthly Statistics
of Agriculture , Forestry and Fisheries (in Japanese). ISSN 0029-1757 Edisi
6 Juni 2012.
Mulyadi D. 2011. Pengembangan Sistem Logistik yang Efisien dan Efektif
dengan Pendekatan Supply Chain Management. Jurnal Riset Industri Vol. V.
No.3/2011. Hal 275-282.
Morrow D. 1981. Bulog and Rice Price Stabilization Policy. Working Paper
IBRD. Jakarta. BULOG.
Norman G. 2001. Production and Operations Management, 7th Edition.
[Internet]. [diunduh 2013 Jul 11]. Tersedia pada:
http://www.compsoc.nuigalway.ie/~rambo/0470525908.pdf
Okuno, M. Honma. 1998. Nougyoumondai no keizai bunseki. The Economic
Analysis of Agricultural Problems (In Japanese). Tokyo: Publishing Bureau
of The Japan Economic Journal.
PT Dallabila. 2012. Mekanisme Manajemen Stok Beras di Jepang dan Vietnam.
Laporan Survey Bersama Kementrian Pertanian.
52
[PPHP] Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2013. Mencermati
Manajemen Stok Beras Jepang. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 23]. Tersedia
pada:http://www.agribisnis.net/disp_informasi/1/5/54/1503/mencermati_man
agement_stock_beras_jepang.html
Riswani. 2010. Strategi dan Manajemen Pengelolaan Cadangan Pangan Nasional.
[tesis]. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya.
Saifullah A.. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras: Peran BULOG Dalam
Kebijakan Perberasan Nasional. Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan
Nasional. Jakarta (ID): Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).
Sapuan. 1999. Perkembangan Manajemen Pengendalian Harga Beras di Indonesia.
Agro Ekonomi. No.1 Tahun XXIX Juli 1999. PP PERHEPI.
Sawit H. 2011. Reformasi Kebijakan Harga Produsen dan Dampaknya Terhadap
Daya Saing Beras. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(I), 2011: 1-13.
Bogor(ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Saliem H, et al. 2005. Manajemen Ketahanan Pangan Era Otonomi Daerah dan
Perum Bulog. Jakarta. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Sexton, J. 2007. Inventory Management System (IMS). Rice Lake Weighing
Systems. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 8]. Tersedia pada:
http://www.ricelake.com/docs/ProdInfo/white-papers/wp_IMS.pdf.
Sharma V, et al. 2013. Supply Chain Management of Rice in India: A Rice
Processing Company`s Perspective. International Journal of Managing
Value and Supply Chains (IJMVSC) Vol.4 No.1 , March 2013.
Shiraiwa T. 2003. Analysis of Japanese Exports and Imports of Rice. [tesis].
Kenya: University of North Texas.
Spendolini M. 1992. The Benchmarking Book. New York (NY): AMACOM.
Surono S. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras: Perkembangan Produksi dan
Kebutuhan Impor Beras Serta Kebijakan Pemerintah untuk Melindungi Petani.
Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional. Jakarta(ID): Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (LPEM-FEUI).
Suryana A, Dewa, Swatika. 1997. 30 Tahun Peranan BULOG dalam Ketahanan
Pangan. Di dalam: Amrullah S. 2003. Kebijakan Ekonomi Beras Indonesia.
Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan BULOG.
Suryana A, Sudi. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Tim Pengkajian
Kebijakan Perberasan Nasional. Jakarta(ID): Lembaga Penyelidikan Ekonomi
dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).
Takahashi D, Honma M. 2009. Evaluation of the Japanese Rice Policy Reforms
under the WTO Agreement on Agriculture. International Association of
Agricultural Economistc Conference, Beijing, China, August 16-22, 2009.
Talluri S, Sarkis J. 2001. A Computational Geometry Approach for
Benchmarking. International Journal of Operations & Production
Management, Vol. 21 No.1/2, pp.210-22.
Timmer P. 1992. Agriculture and the State : Growth, Employment, and Poverty in
Developing Countries. Itacha : Cornel University Press.
53
Timmer P. 2004. Food Security in Indonesia : Current Challenges and the Long-
Run Outlook. Working Paper Number 48 November 2004. Center for Global
Development.
Tweeten L. 1999. The Economics of Global Food Security. Review of
Agricultural Economics Vol.21 No.2 pp 473-488. Agricultural and Applied
Economics Association.
Wailes E, Chavez E. 2012. ASEAN and Global Rice Situation and Outlook.
Working Paper Number 22 Agustus 2012. ADB Sustainable Development.
Waries A. 2004. Kondisi dan Permasalahan Perusahaan Pengolahan Padi di
Indonesia. Prosiding Lokakarya Upaya Peningkatan Nilai Tambah
Pengolahan Padi. Perum Bulog Bekerjasama dengan Fateta IPB. Jakarta.
Watson G. 1993. Strategic Benchmarking. New York (US): John Wiley and
Sons.
Wotjan L. 1993. Rice: It`s More Than Food in Japan. [Internet]. [diunduh 2013
Des 20]. Tersedia pada: http://spice.stanford.edu/docs/145 .
Yamada M. 1998. Computer Network System in Agricultural Extension Service
in Japan and Its Usage in Fukui Prefecture. The Asian Federation for
Information Technology in Agriculture.
Yamamoto et al. 2006. Productivity and Efficiency Change for Agricultural
Cooperatives in Japan: The Case of the Dairy-Farming Region in Hokkaido.
The Japanese Journal of Rural Economics. Vol.8,2006, pp.58-63..
Yonekura H. 2005. Institutional Reform in Indonesia`s Food Security Sector: The
Transformation of Bulog into a Public Corporation. The Developing
Economics, XI.III-1(March 2005) pp 121-148.