KONSEP DASAR PENYAKIT TETANUS
PADA ANAK
A. PENDAHULUAN
Tatanus adalah penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi
dimasyarakat kelas menengah kebawah.
Di RSU Dr.Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia >3 tahun dan
<1 minggu . dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka
sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda
kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
B. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran . (sulistiawati Ningsih & Ninik Wirarti)
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospamin yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani
Tetanus atau rahang terkunci (Locjaw) adalah penyakit akut , paralitik
apastik yang disebabkan oleh tetanospamin , neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani
C. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah kuman yang dikenal sebagai Clostridium
Tetani yang masuk dalam tubuh melalui
1. luka tusuk , gigitan binatang , luka bakar
2. luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3. OMP , Caries gigi , infeksi telinga
4. pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. penjahitan luka robek yang tidak steril dan dari bekas suntikan Clostridium
Tetani
karakteristik Clostridium Tetani
1
hidup anaerob , membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung
yang bulat , khas seperti batang korek api.
Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam , obat antiseprik ,
tetapi mati dalam autoclap bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu
1210C , bila tidak kena cahaya maka spora ini dapat hidup ditanah
berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.
Spora akan berubah menjadi bentuk vegetative dalam keadaan anaerob dan
kemudian berkembang biak.
Memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospamin dan tetanolisin .
tetanospamin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 dalton ,
larut dalam air . labil pada panas dan cahaya , rusak dengan enzim
proteolitik , tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering.
Tetanospamin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa
jalan dapat mencapai susunan syaraf pusat dan menimbulkan gejala berupa
kekakuan (rigiditas) , spasme otot dan kejang mengeluarkan toksin bila
dalam kondisi baik.
Tetanilisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
D PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu tanah , tinja binatang , pupuk . bila keadaan
menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjadi hipoanaerob disertai
terdapatnya jaringan nekrotis , leukosit mati , benda-benda asing maka spora
berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang . kuman ini tidak
invasive , bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotosin , yaitu
tetanospamin dan tetanolisin . tetanospamin sangat mudah diikat oleh syaraf dan
akan mencapai saraf melalui dua cara :
1. secara local : siabsorbsi melalui junction pada ujung-ujung saraf perifer
motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat
2. toksin diabrorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk
seterusnya susunan saraf pusat .
2
E. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia . terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak
sehingga resiko penyakit ini didaerah peternakan sangat tinggi . spora kuman
Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran dimana-mana .
F. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari , namun dapat singkat hanya 1-
2 hari . dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan .
Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya . terdapat
hubungan antara jarak tempat invasi clostridium tetani dengan susunan saraf pusat
dan interval antara luka dan permulaan penyakit . dimana makin jauh tempat
invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam:
1. tetanus umum
gambaran ini termasuk tetanus yang paling sering dijumpai .
terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka bakar
yang luas , luka tusuk yang dalam , furunkolis , ekstraksi gigi , ulkus
dekubitus , dan suntikan hypodermis .
biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot
baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot . kekakuan otot
terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaku kuduk). 50% penderita
tetanus akan menunjukan trismus .
menurut berat ringannya tetanus dibagi atas :
a) tetanus ringan , trismus >3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang
b) tetanus sedang , trismus < 3 cm dan disertai kejang umum bila
dirangsang
c) tetanus berat , trismus < 1 cm dan disertai kejang umum yang
spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
3
a. grade I ringan
- masa inkubasi > 14 hari
- periode of onset >6 hari
- trismus positif tetapi tidak berat
- sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada
lokasi kekakuan dekat dengan luka berupa spamse
disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam
atau hari
b. grade II sedang
- masa inkubasi <4 hari
- periode of onset 3 hari atau kurang
- trismus berat
- disfagia berat
kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia ,
ketakutan keringat banyak dan takikardia .
2. tetanus local
tetanus ini sebenarnya merupakan banyak akan tetapi kurang
dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas.
Bentuk tetanus ini merupakan nyeri , kekakuan otot-otot pada
bagian proximal dari tempat luka . tetanus local adalah bentuk ringan
dengan angka kematian 1% kadang-kadang ini dapat berkembang menjadi
tetanus umum .
3. tetanus Chepalic
merupakan salah satu varian tetanus local . terjadi bentuk ini bila
luka mengenai daerah mata , kulit kepala , muka , telinga , leher , otitis
media kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf
cranial antara lain N. IV , VII . IX , X , XI , dapat berupa gengguan
sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari
bahkan berbulan-bulan .
tetanus chepthalik dapat berkembang menjadi tetanus umum . pada
umumnya prognosa bentuk tetanus cheptalik jelek .
4
G. PATHWAY KEPERAWATAN
H. KOMPLIKASI
1) pada saluran pernafasan
oleh karena spasme otot-otot pernafasan dan spasme otot laring dan
seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia . karena akumulasi
sekresi saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman
sehingga sering terjadi aspirasi pneumonia , atelektasis akibat obstruksi oleh
secret .
pneumothoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukanya trakheostomi.
2) pada kardiovaskuler
komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain takikardi ,
hipertensi , vasokontriksi perifer , dan rangsangan miokardium.
3) pada tulang dan otot
pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam
otot. Pada tulang dapat terjadi raktura columna vertebralis akibatnya kejang
yang terus menerus pada anak dan orang dewasa.
4) komplikasi yang lain
- laserasi lidah akibat kejang
- dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- panas yang tinggal karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat kmplikasi yaitu
bronchopneumonia , cardiac arrest , septikemnia , pneumotoraks.
I. PROGNOSA
Dipengaruhi oleh beberapa factor :
1. masa inkubasi
5
makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan , dan
sebaliknya . pada umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari maka
tergolong berat
2. umur
makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya
3. periode of onset
periode of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus , misalnya
trismus sampai terjadi kejang . kurang dari 48 jam prognosa jelek.
4. panas
pada umumnya febris tidak selalu ada
5. pengobatan : pengobatan yang terlambat prognosanya jelek
6. ada tidaknya komplikasi
7. frekuensi kejang : semakin sering kejang semakin jelek prognosanya
J. PENATALAKSANAAN PASIEN TETANUS
Pengobatan umum :
1. mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi . pemberian cairan secara
iv. ,sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syring pump (volium
pump)
2. menjaga saluran nafas tetap bebas , pada kasus yang berat perlu
tracheostomi
3. memeriksakan tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4. kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus
i.v., 5 mg untuk neonatus , bolus i.v., atau perectal 10 mg untuk anak-anak
(maksimum 0,7 mg/Kg BB)
pengobatan khusus :
1. antitetanus toksin
selama infeksi , toksin tetanus berdar dalam 2 bentuk :
a) toksin bebas dalam darah (dapat dinetralisir)
6
b) toksin yang bergabung dengan jaringan saraf (tidak dapat
dinetralisir ).
Sebelum dilakukan pemberian antitoksin
a) anamnesa apakah ada riwayat alergi
b) tes kulit dan mata
c) harus selalu ada adrenalin 1:1000
tes mata
pada konjuntiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin
tetanus 1:10 dalam larutan garam faali , sedang pada mata yang lain
ditetesi garam faali .
positif bila dalam 20 menit tampak kemerahan dan bengkak pada .
konjuntiva
tes kulit
suntikan 0,1 larutan garam faali secara intrakutan.
Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan
dan indurasi lebih dari 10 mm.
Bila tetes mata dan kulit semuanya positif , maka antitoksin diberikan
secara bertahap (besredka) . ATS dapat diberikan 5000 unit IU i.m.,atau
TIGH (tetanus immune globulin human) 1500-3000 IU dan harus disertai
dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
2. antikonvulsan dan sedative
obat-obatan ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsang .
diazepam
bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis
0,5 mg/kg/bb/x i.v., perlahan-lahan dengan dosis optimum 10
mg/kg/bb/x diulangi setiap kejang.
Fenobarbital
7
Dosis awal : 1 tahun 50 mg intramuscular dan 1 tahun 75 mg
intramuscular , kemudian dilanjutkan dengan dosis oral 5-9
mg/kg/bb/x dibagi dalam 3 dosis .
Largactik
Dosis yang dianjurkan 4mg/kg/bb/hari dibagi dalam 6 dosis
3. antibiotic
penisilin prokain (PP) 50.000-100.000 IU/kg BB
diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.
4. perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan keperawatan
terbuka (debridemen )
5. trakheostomi : dilakukan jika spasme berkepanjangqan dari otot respirasi ,
tidak ada kesanggupan batuk atau menelan , obstruksi laring dan koma.
6. hiper barik : diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosper .
7. konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT .
K. PENCEGAHAN
1. perawatan luka
terutama pada luka tusuk , kotor atau kula terbuka yang tercemar dengan
spora tetanus , harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien
termasuk adanya jaringan mati dan nanah .
2. imunisasi pasif
diberikan antitoksin , pemberian antitoksin ada 2 bentuk , yaitu:
ATS dari serum kuda
Tetanus immunoglobulin human (TIGH)
Dosis yang diberikan belum ada keseragaman pendsapat , yaitu antara :
1500-3000 u i.m
3000-5000 u i.m
Pemberian dosis sebaiknya didahului dengan tes kulit & mata .
Dosis TIGH : 250-500 U i.m.
3. imunisasi aktif
diindonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain
menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus .
8
imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT : DT dan
TT
DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
DT : diberikan untuk booster pada usia 3 tahun , diberikan pada
anak dengan riwayat demam dan kejang .
TT : diberikan pada ibu hamil dan anak usia 13 tahun ke atas .
Sesuai dengan program pengembangan imunisasi , imunisasi dilakukan
pada usia 2,4,dan 6 tahun. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5-2
tahun dan usia 5 tahun . dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali
pemberian secara intramuscular.
4. khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan
pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur , alat pemotong tali pusar
, dan cara perawatan tali pusar.
5. pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan
individu dan lingkungan serta cara pemeriksaaan dan perawatan di RS dan
perlunya pemeriksaan lanjutan .
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa tetanus ditegakan berdasarkan :
riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
gejala kklinis
penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi .
pemeriksaan penunjang meliputi:
o pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan darah rutin kurang menunjang dalam diagnosis karena tidak
menunjukan nilai spesifik , kadar leukosit dapat normal maupun
meningkat .
o pemeriksaan ikrobiologi
bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotik . tetapi hanya
30% dari seluruh kasus tetanus yang dalam pemeriksaan mikrobiologi
terdapat clostridium tetani.
o pemeriksaan cairan cerebrospinalis
9
cairan cerebrospinalis dalam batas normal walaupun kadang –kadang
meningkat akibat kontraksi otot.
o pemeriksaan elektroensofagus
o pemeriksaan elektromiografi
DAFTAR PUSTAKA
Beth sesyl L , Sowen Linda A 2002 . buku saku keperawatan pediatric . Jakarta :
EGC
Dongoes , M.F.1999. Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi .
Jakarta : EGC
Suriadi & yuliani R 2001. asuhan keprawatan pada anak edisi 1. Jakarta : CV
Agung solo
10
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN TETANUS
1. PENGKAJIAN
A. Riwayat kesehatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan :
o Riwayat antenatal , natal dan post natal
o Imunisasi yang telah didapatkan baik oleh ibu selama kehamian
dan anak
o Lama terjadinya luka
o Adanya kelainan neurologik seperti kejang otot , gangguan
menelan
o Nyeri otot , sakit kepala, gangguan pola nafas .
o Sebab-sebab terjadinya luka .
Pengkajian keluarga
o Apakah ada keluarga yang menderita tetanus
o Kaji harga diri atau mekanisme koping anak dan keluarga
o Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan atau perawatan
dirumah.
o Kaji tingkat pengetahuan keluarga
B. Pemeriksaan fisik
11
o Tanda-tanda vital , meliputi TD , pola pernapasan , nadi dan
suhu
o Luka yang terlihat : luka pada tubuh yang terinfeksi
o Kenaikan tonus otot skelet : trismus , kontraksi otot-otot kepala ,
wajah dan mulut,
C. Pemeriksaan laboratorium
o Kultur luka
Dengan mengambil pus ataupun jaringan nekrotis dari
luka , yaitu ditemukanya clostridium tetani.
o Test tetanus anti bodi
D. Pemeriksaan penunjang
o EKG : interval CT memanjang karena segmen ST , bentuk
takikardi ventrikuler ( torsaderde pointers)
o Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto roentgen pada
jaringan subkutan atau basal ganglia otak menunjukan
klasifikasi .
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan sirkulasi . hipoksemia berat
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
3. bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekresi secret
4. retensi urin berhubungan dengan kerusakan otot inguina
5. ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan refleks menelan
6. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sukar
membuka mulut (kekakuan otot)
7. resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang spontan
yang terus menerus
8. koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan
keadaan orang terdekat dan kurang pengetahuan terhadap kondisi anak
12
III. INTERVENSI
Dx I : perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
sirkulasi . hipoksemia berat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
status sirkulasi dan kesadaran pasien stabil , dengan criteria hasil:
NOC : neurology status : Consciusness
o membuka mata bila ada rangsangan dari luar
o berkomunikasi sesuai situasi
o merespon rangsang dari lingkungan
o tidak ada sakit kepala
keterangan skala
1. tidak tampak
2. jarang tampak
3. kadang tampak
4. sering tampak
5. selalu tampak
NIC : monitor neurology
o monitor tingkat kesadaran
o monitor ukuran , bentuk , kesimetrisan dan kepekaan pupil
o monitor TTV
o monitor refleks kornea
o monitor GCS
o monitor respon terhadap pengobatan
o tingkatkan frekuensi monitor tingkat kessadaran jika diperlukan
Dx II : nyeri akut berhubungan dengan agen njuri biologi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
nyeri berkurang , dengan criteria hasil:
NOC 1 : tingkat nyeri
o melaporkan nyeri , frekuensi dan lama nyeri
13
o memposisikan tubuh untuk mengurangi nyeri
o perubahan TD , RR , nadi dan suhu dalam batas normal
o menunjukan ekspresi puas terhadap pengendalian diri
keterangan skala
1. sangat berat
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada nyeri
NOC 2 : control nyeri
o mengungkapkan factor penyebab timbulnya nyeri
o mengungkapkan terapi non farmalogik
o dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
o anak tidak menangis
keterangan skala
1. tidak pernah
2. jarang
3. kadang-kadang
4. sering
5. terus-menerus
NIC 1 : manajemen nyeri
o kaji secara komprehensif mengenai karakteristik , lokasi durasi ,
frekuensi . intensitas , kualitas , dan factor pencetus nyeri
o observasi keluhan non verbal terhadap ketidaknyamanan , misalnya anak
menangis
o ajarkan teknik non farmalogik pada keluarga dan anak jka mungkin
o berikan analgetik sesuai indikasi
o Bantu pasien mendapat dukungan dari keluarga untuk mengurangi nyeri
o Beri informasi tentang nyeri meliputi penyebab , durasi , prosedur ,
antisipasi ketidaknyamanan pada keluarga dan anak jika mungkin
NIC 2: monitor tanda-tanda vital
14
o Monitor TD , RR , nadi dan suhu tubuh
o Monitor pola nafas abnormal
o Identifikasi kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
o Cek secara periodic TTV pasien
Dx III : bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekeresi secret
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
mampu mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan criteria hasil :
NOC : status pernafasan
o Pertukaran gas
o Mudah untuk bernafas
o Tidak ada gelisah , sianosis , dispneu
o Saturasi oksigen dalam batas nnormal
o Tenuan sinar X dada dalam rentang yang diharapkan
Keterangan skala
1. buruk sekali
2. buruk
3. sedang
4. baik
5. baik sekali
NIC : pengisapan jalan nafas
o tentukan kebutuhan pengisapan oral dan atau trakeal
o pantau status oksigen dan status hemodinamik dan irama jantung segera ,
selama dan setelah pengisapan
o catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
o intruksikan pada keluarga atau mungkin pasien jika mungkin tentang
batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya secret.
o Ajarkan pasien dan keluarga tentang pentingnya perubahan pada sputum
(warna, karakter,jumlah, bau)
o Berikan oksigen yang telah dihumodifikasikan sesuai kebijakan institusi
15
o Anjurkan aktifitas fisik misalnya bermain untuk meningatkan pergerakan
sekresi.
Dx IV :retensi urin berhubungan dengan kerusakan otot inguiana
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
eliminasi urin berjalan lamcar dengan criteria hasil :
NOC : menunjukan kontinensia urin
o Kandung kemih kosong sempurna
o Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200 cc
o Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan
Keterangan skala
1. tidak pernah
2. jarang
3. kadang-kadang
4. sering
5. selalu
NIC : perawatan retensi urin
o pantau penggunaan agen yang tidak diresepkan dengan anti klinergik / alfa
agonis
o pantau efek dari obat yang diberikan seperti anti kolinergik
o pantau haluaran dan asupan
o intruksikan keluarga pasien untuk mencatat haluaran bila diperlukan
o rujuk ke spesialis kontinesia urin jika diperlukan
o beri privasi untuk eliminasi
o gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet.
Dx V : ketidak seimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan refleks menelan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan criteria hasil :
NOC : status neurologys
16
o kesadaran
o orientasi kognitif
o berespon terhadap stimulus lingkungan
o makan tanpa tersedak
keterangan skala
1. buruk sekali
2. buruk
3. sedang
4. baik
5. baik sekali
NIC 1 : terapi menelan
o pantau gerakan lidah klien saat makan
o pantau hidrasi tubuh ( asupan , haluaran , turgor kulit dan membrane
mukosa)
o kaji mulut dari adanya makanan setelah makan
o ajarkan pasien menggapai makanan dibibir atau dipipi menggunakan lidah
o kolaborsi dengan tenaga kesehatan lain misalnya ahli terapi okupasi , ahli
patologi bicara dan ahli gizi
o Bantu pasien memposisikan kepala fleksi kedepan untuk menyiapkan
menelan ( dagu msuk)
o Motivasi keluarga untuk memberikan makanan sesering mungkin terutama
jika anak masih minum ASI
NIC 2 : kewaspadaan aspirasi
o Pantau tingkat kesadaran , refleks batuk , refleks muntah , dan kemampuan
menelan
o Minta obat-obatan dalam bentuk eliksir
o Posisikan pasien tegak lurus 90 derajat atau sejauh mungkin
o Makan dengan porsi sedikit
o Potong makanan kecil-kecil
17
Dx VI : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sukar membuka
mulut (kekakuan otot)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
pasien dapat berkomunikasi dengan criteria hasil :
o Anak dapat berkomunikasi
o Mengutarakan keinginan
o Menggunakan bahasa non verbal
Keterangan skala
1. buruk sekali
2. buruk
3. sedang
4. baik
5. baik sekali
NIC : pencapaian komunikasi
o kaji kemampuan berkomunikasi
o gunakan komunikasi yang sederhana
o ajarkan metode komunikasi alternative yang sesuai
o anjurkan orangtua sering mengajak berkomunikasi
o dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar
Dx VII : resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang yang terus menerus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
tidak terjadi injury atau cedera dengan criteria hasil :
NOC : control resiko
o memahammi resiko
o monitor factor resiko
o mengembangkan strategi untuk mengontrol resiko
o berpartisipasi dalam mengontrol resiko
keterangan skala
1. tidak pernah
2. jarang
18
3. kadang-kadang
4. sering
5. selalu
NIC : hindari kemungkinan jatuh
o tempatkan anak dekat dengan orang tua
o dampingi ketika terjadi kejang
o gunakan pengekang jika diperlukan
o berikan tempat tidur dengan pembatas
o usahakan tidak meninggalkan anak sendirian
Dx VIII : koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan orang
terdekat dan kurang pengetahuan terhadap kondisi anak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
keluarga mempunyai mekanisme koping yang adekuat dengan criteria hasil :
NOC : koping keluarga
o keluarga menunjukan rasa sayang dan dukungan terhadap anak
o tidak ada depresi
o mampu mengelola masalah
o orangtua tidak menunjukan rasa malu
keterangan skala
1. tidak tampak
2. jarang tampak
3. kadang tampak
4. sering tampak
5. selalu tampak
NIC : dukungan keluarga
o dukung keluarga menujukan sikap penerimaan terhadap anaknya
o dorong orangtua mengatasi reaksi berduka , syok atau menolak
o berikan informasi mengenai kondisi pasien
o berikan support pada keluarga
o beri umpan balik pada orangtua berkaitan dengan koping mereka
19
o atur pertemuan dengan orangtua lain yang mengalami hal serupa
IV. EVALUASI
Dx I : perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
sirkulasi . hipoksemia berat
kriteria hasil skala
o membuka mata bila ada rangsangan dari luar
o berkomunikasi sesuai situasi
o merespon rangsang dari lingkungan
o tidak ada sakit kepala
4
4
4
4
Dx II : nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
kriteria hasil skala
NOC 1
o melaporkan nyeri , frekuensi dan lama nyeri
o memposisikan tubuh untuk mengurangi nyeri
o perubahan TD , RR , nadi dan suhu dalam batas normal
o menunjukan ekspresi puas terhadap pengendalian diri
NOC 2
o mengungkapkan factor penyebab timbulnya nyeri
o mengungkapkan terapi non farmalogik
o dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
o anak tidak menangis
4
4
4
4
4
4
4
4
Dx III : bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekresi secret
kriteria hasil skala
NOC 1
o Pertukaran gas 4
20
o Mudah untuk bernafas
o Tidak ada gelisah , sianosis , dispneu
o Saturasi oksigen dalam batas nnormal
o Temuan sinar X dada dalam rentang yang diharapkan
4
4
4
4
Dx IV : retensi urin berhubungan dengan kerusakan otot inguina
kriteria hasil skala
o Kandung kemih kosong sempurna
o Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200 cc
o Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan
4
4
4
Dx V : ketidak seimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan refleks menelan
kriteria hasil skala
o kesadaran
o orientasi kognitif
o berespon terhadap stimulus lingkungan
o makan tanpa tersedak
4
4
4
4
Dx VI : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sukar membuka mulut
(kekakuan otot)
kriteria hasil skala
o Anak dapat berkomunikasi
o Mengutarakan keinginan
o Menggunakan bahasa non verbal
4
4
4
Dx VII : resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang yang terus menerus
21
kriteria hasil skala
o memahammi resiko
o monitor factor resiko
o mengembangkan strategi untuk mengontrol resiko
o berpartisipasi dalam mengontrol resiko
4
4
4
4
Dx VIII : koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan orang
terdekat dan kurang pengetahuan terhadap kondisi anak
kriteria hasil skala
o keluarga menunjukan rasa sayang dan dukungan terhadap anak
o tidak ada depresi
o mampu mengelola masalah
o orangtua tidak menunjukan rasa malu
4
4
4
4
22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN TETANUSDosen Pengampu : Wahyudi, Skep, Ns.
Disusun Oleh :
1. Dyah Kartika P1742020715
2. Dyah Retna P1742020716
3. Edi Sutrisno P1742020717
4. Eko Yulianto P1742020718
5. Ernie Sarjiati P1742020719
6. Fais Arinandhar P1742020720
7. Faroq Zaeni P1742020721
23
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2009
24
25