SKENARIO 2
REAKSI ALERGI
Tn A mengeluh demam dan batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu,
dan setelah berobat, dokter memberikan antibiotika golongan
penisilin kepada Tn A. Setelah minum antibiotika tersebut timbul
gatal dan bentol-bentol merah yang merata diseluruh tubuhnya, dan
timbul bengkak pada kelopak mata dan bibirnya. Ia memutuskan untuk
kembali berobat kedokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema dan urtikaria di seluruh tubuhnya. Dokter menjelaskan
keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe
cepat), sehingga ia mendapatkan pengobatan antihistamin dan
kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati
dalam meminum obat.
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami Dan Menjelaskan HipersensitivitasLO 1.1 Memahami
Dan Menjelaskan Definisi dan Etiologi HipersensitivitasLO 1.2
Memahami Dan Menjelaskan Jenis-Jenis Reaksi Hipersensitivitas
LI 2. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe ILO 2.1
Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas tipe ILO 2.2
Memahami Dan Menjelaskan Preformed Mediator pada Reaksi
Hipersensitivitas tipe I
LI 3. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IILO 3.1
Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe IILO 3.2
Memahami Dan Menjelaskan Jenis-Jenis Reaksi Hipersensitivitas Tipe
II
LI 4. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IIILO 4.1
Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe IIILO 4.2
Memahami Dan Menjelaskan Bentuk Reaksi Hipersensitivitas Tipe
III
LI 5. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IVLO 5.1
Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe IVLO 5.2
Memahami Dan Menjelaskan Jenis-Jenis Reaksi Hipersensitivitas Tipe
IV
LI 6. Memahami Dan Menjelaskan Antihistamin Dan KortikosteroidLO
6.1 Memahami Dan Menjelaskan Golongan Antihistamin dan
Kortikosteroid LO 6.2 Memahami Dan Menjelaskan Farmakokinetik Dan
Farmakodinamik LO 6.3 Memahami Dan Menjelaskan Indikasi, Kontra
Indikasi dan Efek Samping
LI 7. Memahami Dan Menjelaskan Batasan Hukum Islam Untuk
Menentukan Alternatif Terbaik Dari Dua Pilihan Sulit
LI 1. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas
LO. 1.1 Memahami Dan Menjelaskan Definisi dan Etiologi
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya
atau respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena
dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Secara umum semua benda
di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat
pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain
misalnya :a.perbedaan keadaan fisik setiap bahanb.kekerapan
pajananc.daya tahan tubuh seseorangd.adanya reaksi silang antar
bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi Penyebab alergi
tidaklah jelas walaupun tampaknya terdapat predisposisi genetic.
Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan IgE yang berlebihan,
mudahnya sel mast dipicu untuk berdegranulasi , atau respon sel T
helper yang berlebihan. Hasil penelitian terkini menunjukan bahwa
defisiensi sel T regulatori dapat menyebabkan responsivitas
berlebihan dari system imun dan alergi. Pajanan berlebihan terhadap
allergen-alergen tertentu setiap saat, termasuk selama gestasi,
dapat menyebabkan respon alergi.LO. 1.2 Memahami Dan Menjelaskan
Jenis-jenis Reaksi AlergiMenurut waktu timbulnya reaksi :A. Reaksi
CepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2
jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast
menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi
cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.B. Reaksi
IntermedietReaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan
menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks
imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau
sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet berupa:Reaksi transfusi
darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimunReaksi
arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan LESReaksi
intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang
disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.
C. Reaksi LambatReaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam
setelah terjadi pejanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi
sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel
efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi
lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. tuberculosis dan reaksi
penolakan tandur.Pembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Gell
dan CoombsReaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH
Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi (Gambar 14.1) Pembagian Gell
dan Coombs seperti terlihat di atas dibuat sebelum analisis yang
mendetail mengenai subset dan fungsi sel T diketahui. Berdasarkan
penemuan-penemuan dalam penelitian imunologi, telah dikembangkan
beberapa modifikasi klasifikasi Gell dan Coombs yang membagi lagi
Tipe IV dalam beberapa subtype reaksi. Meskipun reaksi Tipe I, II,
dan III dianggap sebagai reaksi humoral, sebetulnya reaksi-reaksi
tersebut masih memerlukan bantuan sel T atau peran selular. Oleh
karena itu pembagian Gell dan Coombs telah dimodifikasi lebih
lanjut seperti terlihat pada table 14.1
A.Reaksi Hipersensitivitas Tipe I atau Reaksi AlergiReaksi tipe
I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau
reaksi alergi, timbul sesudah tubuh terpapar dengan alergen.
Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun
1906 yang berasal dari alol (Yunani) yang berarti perubahan dari
asalnya yang dewasa. Ini diartikan sebagai perubahan reaktivitas
organism.B.Reaksi Hipersensitivitas Tipe II atau sitotoksik atau
sitolitikReaksi hipersensitivitas Tipe II disebut juga reaksi
sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibody jenis
IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibody dan determinan antigen
yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen
atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan
C.Reaksi Hipersensitivitas Tipe III atau kompleks imunDalam
keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut
eritrosit ke hati, limpa dan di sana dimusnahkan oleh sel fagosit
mononuklear, terutama ke hati, limpa dan paru tanpa bantuan
komplemen. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah dan
cepat dimusnahkan oleh makrofag dalam hati. Kompleks kecil dan
larut sulit untuk dimusnahkan, karena itu dapat lebih lama berada
dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan
salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit dimusnahkan.
Meskipun kompleks imun tersebut mengendap di jaringan.D.Reaksi
Hipersensitivitas Tipe IVBaik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam
reaksi Tipe IV. Sel T melepas sitokin, bersama dengan produksi
mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respon inflamasi yang
terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Contohnya
dermatitis kontak yang diinduksi oleh etilendiamine, neomisin,
anestesi topikan, antihistamin topical dan steroid topical.Dewasa
ini reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH yang terjadi
melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolisis yang terjadi melalui
sel CD8+
LI 2. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I
LO 2.1 Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe
IPada tipe I terdapat beberapa fase, yaitu :1. Fase sensitasi yaitu
waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh
reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.2. Fase aktivasi
yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang
antara antigen dan IgE.3. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi
respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator
yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.
Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel
B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE
yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil (banyak
molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1).
Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara
antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu pelepasan mediator
farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil.
Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos,
meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan
jaringan dan anafilaksis.
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Preformed Mediator pada Reaksi
Hipersensitivitas tipe Ia. HistaminHistamin merupakan kompenen
utama granul sel mast dan sekitar 10% dari berat granul. Histamine
yang merupakan mediator primer yang dilepas akan diikat oleh
reseptornya. Ada 4 reseptor histamine ( H1,H2,H3,H4 ) dengan
distribui yang berbeda dalam jaringan dan bila berikatan dengan
histamine, menunjukkan berbagai efek.b. PG dan LTPG dan LT
dihasilkan dari metabolism asam arakidonat serta berbagai sitokin
berperan pada fase lambat reaksi tipe 1. PG dan LT merupakan
mediator sekunder yang kemudian dibentuk dari metabolism asam
arakidonat atas pengaruh fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul
lebih lambat, namun lebih menonjol dan berlangsung lebih lama
disbanding dengan histamine
c. SitokinSitokin dilepas sel mast dan basofil
(IL-3,IL-4,IL-5,IL-6,IL-10,IL-13,GM-CSF dan TNF-). Beberapa
berperan dalam reaksi tipe 1. Sitokin tersebut mengubah lingkungan
mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi seperti neutrofil dan
eosinofil.Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
MediatorEfek
HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster
ECF-AKemotaksis eosinofil
NCF-AKemotaksis neutrofil
Eosinophil chemotactic Kemotaktik untuk eosinofil
Neutrophil chemotactic Kemotaktik untuk neutrofil
ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
paru
Hidrolase asamDegradasi matriks ekstraseluler
NCAKemotaksis neutrofil
BK-AKalikrein : kininogenase
ProteoglikanHeparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
EnzimKimase, triptase, proteolisis
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
MediatorEfek
SitokinAktivasi berbagai sel radang
BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri
Prostaglandin D2Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi,
agregasi trombosit
LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas,
kemotaksis
Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe IManifestasi khas :
anafilaksis sistemik dan lokal seperti rinitis, asma, urtikaria,
alergi makanan dan ekzem .
Reaksi AlergiJenis AlergiAlergen UmumGambaran
AnafilaksisObat, serum, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Urtikaris akutSengatan seranggaBentol, merah
Rinitis alergiPolen, tungau debu rumahEdema dan iritasi mukosa
nasal
AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan
produksi mukus, inflamasi saluran nafas
MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria
yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis
Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makananInflamasi
pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya
vesikular
LI 3. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II
LO 3.1 Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe
IIReaksi diawali oleh reaksi antara ab dan determinan antigen yang
merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau
molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan. Ab terhadap antigen
permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen
atau ADCC.LO 3.2 Memahami Dan Menjelaskan Jenis-Jenis Reaksi
Hipersensitivitas Tipe II
1). Reaksi transfusiSejumlah besar protein dan glikoprotein pada
membran SDM disandi oleh berbagai gen. Individu golongan darah A
mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti
B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan
kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi
dapat cepat atau lambat .-Reaksi cepat : Disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam
beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan
disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa
hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat
toksik.Gejala khas : Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam
pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria.-Reaksi
lambat:Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan
darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah
yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yang
ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen
membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd,
Kell, dan Duffy
2). Penyakit hemolitik pada bayi baru lahirDitimbulkan oleh
inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan
darah rhesus dan janin dengan rhesus (+).
3). Anemia hemolitika. Antibiotika tertentu seperti penisilin,
sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada
protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul
hapten pembawab. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab
yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan
komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
LI 4. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III
LO 4.1 Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe
IIIKompleks imun dan hipersensitivitas tipe III
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat
dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk
dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan
mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi
masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun
kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian
mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag
yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai
bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat
menimbulkan:- Agregasi trombosit- Aktivasi makrofag- Perubahan
permeabilitas vaskuler- Aktivasi sel mast- Produksi dan pelepasan
mediator inflamasi- Pelepasan bahan kemotaksis- Influks
neutrofil
2. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan
kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun
yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
LO.4.2. Memahami dan Menjelaskan Bentuk-Bentuk Reaksi
Hipersensitivitas Tipe III A. Reaksi Lokal atau Fenomena ArthusPada
mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang
di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan
dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat
perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah
fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun.
Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam
kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.Mekanisme pada
reaksi arthus adalah sebaga berikut :1. Neutrofil menempel pada
endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks
imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan
di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.
2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan
C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik
neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit
ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.
3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas
bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif
bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang
disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Tipe 3 Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang
berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme
sebagai berikut:1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan
anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil
melepas histamin. 2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah
dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh:
kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan
korpus silier mata)3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit
yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif.
Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.4. Neutrofil
deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang
terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi
akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan
lebih banyak kerusakan jaringan. 5. Makrofag yang dikerahkan ke
tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain
enzim-enzim yang dapat merusak jaringanDari mekanisme diatas,
beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai
terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan
rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening
yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis),
glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi
Pirquet dan Schick.
LI 5. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV
LO 5.1 Memahami Dan Menjelaskan Mekanisme Hipersensitivitas Tipe
IV
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
a. Fase sensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak
primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II.
Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap
antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk
dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1
(umumnya).
b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor
sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan
:- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag
dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah
kontak kedua.- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar.- Mengaktifkan makrofag yang
berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk
reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.Mekanisme kedua reaksi adalah
sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan
pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang
teraktivasi.Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis,
Lesmaniasis dan Sarkoidasis .LO.5.2. Memahami dan Menjelaskan
Jenis-Jenis Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
- Dematitis kontakMerupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat
kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti formaldehid,
nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).-
Hipersensitivitas tuberkulinBentuk alergi spesifik terhadap produk
filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang
apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi
ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24
jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit
akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini
diperantarai oleh sel CD4+.- Reaksi Jones MoteReaksi terhadap
antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang
mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut
sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan
nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah
kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh
suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.- Penyakit
CD8+ ( T cell mediated cytolysis )Kerusakan jaringan terjadi
melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
LI 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan
Kortikosteroid
LO.6.1 Memahami dan Menjelaskan Golongan Antihistamin dan
Kortikosteroid
A. Antihistamin Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam
antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan
tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan
pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid,
dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat
histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1
(AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).
B. KortikosteroidKortikosteroid adalah suatu kelompok hormon
steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Hormon ini
berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya
tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan
pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein,
kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Obat-obat golongan
kortikosteroid seperti prednison, dexametason dan hydrocortisone
memiliki potensi efek terapi yang cukup ampuh dalam pengobatan
berbagai penyakit seperti asma, lupus, rheumatoid arthritis dan
berbagai kasus inflamasi lainnya.
LO.6.2. Memahami dan Menjelaskan Farmakodinamik dan
Farmakokinetik
A. Antihistamin
1). Antagonis reseptor H1 (AH1)a. Farmakodinamik :AH1 menghambat
efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos,
selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen
berlebihan.b. Farmakokinetik :Efek yang ditimbulkan dari
antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal
setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi
terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot,
dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1
ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama
dalam bentuk metabolitnya
2). Antagonis reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja
menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H2 yang ada
dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan
nizatidin.
1. Simetidin dan Ranitidina. Farmakodinamik :Simetadin dan
ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin
juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.b.
Farmakokinetik :Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga
simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud
untuk memperanjang efek pada periode pasca makan. Ranitidin
mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup
besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi
terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
2. Famotidina. Farmakodinamik :Famotidin merupakan AH2sehingga
dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam,
dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih
poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada
simetidin.
b. Farmakokinetik :Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira
kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh
eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada
pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20
jam.
3. Nizatidina. Farmakodinamik :Potensi nizatin daam menghambat
sekresi asam lambung.b. Farmakokinetik :Kadar puncak dalam serum
setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma
sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi
melalui ginjal.
B. Kortikosteroid
a. Farmakodinamik :-Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi
sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ
lain.-Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. 1. Efek
utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil.2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada
penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.-Sediaan kortikosteroid
dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.1.
Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12
jam.2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara
12-36 jam.3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih
dari 36 jam.
b. Farmakokinetik :Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi
kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan
protein.Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus
konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada
daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara
lain supresi korteks adrenal.
LO.6.3. Memahami dan Menjelaskan Indikasi dan Kontra Indikasi
dan Efek Samping
1. Antihistamin : - Antagonis reseptor H1 (AH1)Indikasi :AH1
berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.Kontraindikasi
:Antihistamin generasi pertama hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau
premature, ibu menyusui,narrow-angle glaucoma,stenosing peptic
ulcer, hipertropi prostat simptomatik,bladder neck obstruction,
penyumbatanpyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk
asma), pasien yang menggunakanmonoamine oxidase inhibitor(MAOI),
dan pasien tua.Efek samping :Efek samping yang paling sering adalah
sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo,
tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,
euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut
kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat,
dan lemah pada tangan.
- Antagonis reseptor H2 (AH2)
1. Simetidin dan RanitidinIndikasi :Efektif untuk mengtasi
gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain
itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat
penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks
lambung-esofagus.Kontraindikasi :Antihistamin generasi kedua
hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural.Efek samping :Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan
terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise,
mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan
libido dan impoten.
2. FamotidinIndikasi :Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum
dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan
sindrom Zollinger-Ellison. Kontra Indikasi :Penderita yang
hipersensif terhadap Famotidine.
Efek samping :Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti
sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan
efek antiandrogenik.
3. NizatidinIndikasi :Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan
satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks
esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.Kontraindikasi
:Hipersensitivitas terhadap nizatidin
Efek samping :Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi,
dan tidak memiliki efek antiandrogenik
2. Kortikosteroid
Indikasi :Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus
diperhatikan sebelum obat ini digunakan:-Untuk tiap penyakit pada
tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error
dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan
penyakit.-Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak
berbahaya.-Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa
adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan
dosis sangat besar.-Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu
atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens
efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.-Kecuali untuk
insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan
terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena
efek anti-inflamasinya.-Penghentian pengobatan tiba-tiba pada
terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko
insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa
pasien.
Kontraindikasi :Sebenarnya sampai sekarang tidak ada
kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal
besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin
dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama
pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.Bila obat akan diberikan
untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif
yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat,
hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.
Efek samping : -Efek samping dapat timbul karena peenghentian
pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama
dengan dosis besar.-Pemberian kortikosteroid jangka lama yang
dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenalm akut
dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.-Komplikasi yang
timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit
, hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami
pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.-Alkalosis hipokalemik
jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid
sintetik.-Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi
pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada
kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik
terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.
LO 7. Memahami Dan Menjelaskan Batasan Hukum Islam Untuk
Menentukan Alternatif Terbaik Dari Dua Pilihan Sulit
Maslahah :Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan
penjelasan tentang al-maslahah yaitu:
Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil
manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami
maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan
terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai
maksudnya.
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat
pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim:
I/191)
DAFTAR PUSTAKA :
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. (2012). Imunologi
Dasar. Ed. 10. FKUI : Jakarta.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2011).
Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI.
Elizabeth J. Corwin, Buku saku PATOFISIOLOGI, edisi 3 revisi.
penerbit EGC, Jakarta 2009.halaman 166
2