SKENARIO 2REAKSI ALERGISeorang perempuan berusia 20 tahun,
datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol
merah yang hampir merata ke seluruh tubuh, timbul bengkak pada
kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas
(Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata
dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan
keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersesitivitas tipe
cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan
kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati
dalam meminum obat sertaberkonsultasi dulu dengan dokter.
A. KATA SULIT1. Angiodema: Suatu pembengkakan edematous yang
difuse pada jaringan lunak umumnya melibatkan jaringan penghubung
subkutan dan submukosa. Pembengkakan ini disebabkan karena dilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler2. Anti Histamin: Zat yang
mengurangi efek histamine dalam tubuh3. Hipersensitivitas:
Peningkatan reaktivitas terhadap antigen yang pernah di pajankan
sebelumnya4. Kortikosteroid: Hormon steroid yang dihasilkan
kelenjar adrenal5. Reaksi Alergi: Akuisisi reaktivitas imun
spesifik yang tidak sesuai terhadap bahan lingkungan yang biasanya
tidak berbahaya6. Urtikaria: Reaksi alergi yang ditandai dengan
bentol-bentol merah dan disertai rasa gatal
B. BRAIN STROMING1. Mengapa angioedema terjadi pada mata dan
bibir?2. Mengapa paracetamol menyebabkan alergi?3. Mengapa histamin
dapat menyebabkan gatal?4. Apa yang dimaksud hipersensitivitas tipe
cepat?5. Apakah hanya histamin yang dapat menyebabkan gatal?6.
Mengapa bentol merah diseluruh tubuh?7. Mengapa pasien diberikan
anti histamin dan kortikosteroid?8. Apakah dapat diberikan obat
lain selain anti histamin dan kortikosteroid?9. Apakah ada faktor
lain yang dapat menyebabkan alergi selain minum obat?10. Bagaimana
cara kerja anti histamin?11. Apakah ada korelasi umur terhadap
alergi?12. Mengapa bisa terjadi angiodema dan urtikaria?13. Apakah
ada tipe lain selain hipersensitivitas tipe cepat?14. Apakah hal
ini menyebabkan kematian?15. Bagaimana cara memilih obat sesuai
ajaran islam?
C.JAWABAN1. Karena angiodema menyerang jaringan mukosa.2. Karena
parasetamol memiliki cincin nitrogen sehingga tubuh mengira itu
sebagai alergen.3. Karena produksi histamin oleh sel mast yang
bertujuan untuk mencegah semakin parahnya alergi dengan menimbulkan
rasa gatal.4. Reaksi yang timbul dalam beberapa detik fan
menghilang dalam waktu 2 jam.5. Iya, hanya histamin yang dapat
menyebabkan gatal.
6. Karena bentuk dari reaksi sistemik.7. Karena anti histamin
bekerja untuk mencegah pengeluaran histamin, dan kortikosteroid
bekerja sebagai anti inflamasi.8. Tidak, hanya anti histamin dan
kortikosteroid.9. Iya. Seperti alergi susu, alergi makanan, dll.10.
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang
menimbulkan rasa gatal. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi
kecepatan sintesis protein, lalu induksi sintesis protein ini
menghasilkan efek fisiologik steroid yang kemudain kortikosteroid
menjadi anti inflamasi.11. Ada, semakin muda reaksi alergi semakin
banyak.12. Karena sebagai bentuk respon imun. Pembuluh darah
mengalami vaso dilatasi dari intraseluler menuju ekstraseluler dan
permeabilitas kapiler meningkat.13. Iya, terdapat hipersensitivitas
tipe 1, tipe 2, tipe 3, dam tipe 4.14. Iya hal ini dapat
menyebabkan kematian.15. Dengan memilih obat yang halal,
mengutamakan manfaatnya, dan kedaruratannya.
D. HIPOTESAReaksi imun yang berlebihan menyebabkan
hipersensitivitas dan menimbulkan reaksi seperti angiodema dan
urtikaria yang dapat diobati dengan anti histamin dan
kortikosteroid dengan dosis yang tepat dan sesuai ajaran islam.
E. Sasaran BelajarLI.1. Mehamami dan Menjelaskan
Hipersensitivitas1.1. Definisi 1.2. Etiologi1.3. Klasifikasi
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe I2.1.
Definisi2.2. Etiologi2.3. Mekanisme2.4. Manifestasi
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe II3.1.
Definisi3.2. Etiologi3.3. Mekanisme3.4. Manifestasi
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe III4.1.
Definisi4.2. Etiologi4.3. Mekanisme4.4. Manifestasi
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV5.1.
Definisi5.2. Etiologi5.3. Mekanisme5.4. Manifestasi
LI.6. Memahami dan Menjelaskan Farmakologi Anti Alergi6.1.
Memahami dan Menjelaskan Antihistamin6.2. Memahami dan Menjelaskan
Kortikosteroid
LI.7. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Memilih
Obat
LI.1. Mehamami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
1.1. Definisi Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan
reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap respons imun yang
berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda
asing. Hasil reaksi ini dapat berupa sutu lesi yang berbentuk
ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok menyuluruh.
Hipersensitivitas terhadap antigen tubuh sendiri disebut penyakit
autoimun. (Dorland, 2010)
Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi
berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri.
Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi
setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak
pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat
menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tersebut. (Jawetz
et al. 2008 )Atau respon imun ayng berlebihan dan yang tidak
diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Buku
Ajar IPD, 2014)1.2. EtiologiSaat pertama kali masuknya allergen ke
dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum
pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala-gejala timbulnya alergi. Setelah tanda-tanda itu muncul maka
antigen akan mengenali allergen yang masuk yang akan memicu
aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B
untuk mengaktifkan antibodi (IgE). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikelurkan oleh basophil.
Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh
allergen yang sama maka akan terjadi dua hal yaitu:1. Ketika mulai
terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang
misalnya netrofil dan eosinophil, sehingga menimbulkan reaksi
peradangan yang menyebabkan panas.2. Allergen tersebut akan
langsung mengktifkan antibodi IgE yang merangsang sel mast kemudian
melepaskan histamine dalam jumlah banyak, kemudian histamine
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, allergen akan menyebabkan terjadinya gatal,
prutitus, angioedema, urtikaria, kemerahan pada kulit dan
dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru-paru, allergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan
dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan
tekanan darah yang menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat
menyebabkan kematian.
1.3. Klasifikasi1. Menurut waktu timbulnya reaksi Reaksi
cepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2
jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast
menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi
cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat. Reaksi
intermedietReaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan
menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan
kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrophil atau
sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa : Reaksi transfusi
darah, eritroblastosis fetalis, dan anemia hemolitik autoimun.
Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness,
vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES.
Reaksi lambatReaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi
pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada
DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag
yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah
dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan
tandur.2. Menurut Gell dan CoombsReaksi hipersensitivitas oleh
Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi:
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi
alergi. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik.
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat.
Pembagian Gell dan Coombs seperti terlihat di atas dibuat
sebelum analisis yang mendetail mengenai subset dan fungsi sel T
diketahui. Berdaskan penemuan-penemuan dalam penelitian imunologi,
telah dikembangkan beberapa modifikasi yang membagi lagi tipe IV
dalam beberapa subtype reaksi. Meskipun reaksi tipe I, II dan III
dianggap sebagai reaksi humoral, sebetulnya reaksi-reaksi tersebut
masih memerlukan bantuan sel T atau peran selular. Oleh karena itu
pembagian Gell dan Coombs telah dimodifikasi lebih lanjut
yaitu:
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe I
2.1. DefinisiReaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau
reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul sesudah tubuh
terpapar dengan alergen. Istilah alergi yang pertama kali digunakan
Von Pirquet pada tahun 1906 yang berasal dari alol (Yunani) yang
berarti perubahan dari asalnya yang dewasa. Ini diartikan sebagai
perubahan reaktivitas organisme. Reaksi Tipe I ini diperantarai
oleh IgE. Pada reaksi ini, Sel mast akan mengeluarkan histamin,
leukotrin, prostaglandin, sitokinin dan Platelet activating factor
(PAF)
2.2. EtiologiPasien-pasien dengan alergi saluran nafas musiman
sebagai akibat inhalasi tepungsari, serpihan kulit hewan dan spora
jamur. Selain itu dapat juga dicetuskan makanan tertentu seperti
buah-buahan, udang, ikan, produk-produk susu, coklat,
kacang-kacangan dan obat-obatan. Bahan tersebut dapat mencetuskan
reaksi anafilaksis dengan keluhan yang menonjol pada sistem
kardiovaskular dan gastrointestinal, selain juga menyebabkan
urtikaria kronik. Pencetus urtikaria lainnya yang mungkin adalah
rangsangan fisik seperti dingin, panas, sinar matahari, latihan
fisik/olahraga dan iritasi mekanik. Demam, mandi air hangat, atau
olahragadimana terjadi peningkatan temperatur tubuh dapat
mencetuskan urtikaria koligemik. Pemicu lain hipersensitivitas
adalah cahaya, air pada temperatur berapapun dan bahan kimia
tertentu. Bahan-bahan karet alam seperti lateks, merupakan masalah
tersendiri bagi pekerja medis.
2.3. MekanismePada tipe I terdapat beberapa fase, yaitu :1. Fase
sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai
diikat silang oleh reseptorspesifik padapermukaan
selmast/basofil.2. Fase aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan
antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifikdan sel
mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen danIgE.3.
Fase efektor, yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efekmediator-mediator yang dilepas sel
mast/basofil dengan aktivasi
farmakologik.http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/immunology/lectures/files/images/type1_hypersensitivity.jpg
Pajanan dengan mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE
yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basophil (banyak
molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1).
Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara
antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu penglepasan mediator
farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil.
Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos,
meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan
jaringan dan anafilaksis.
Mediator primer utama pada hipersensitivitas tipe I
MediatorEfek
HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster.
ECF-AKemotaksis eosinophil
NCF-AKemotaksis neutrophil
Eosinophil chemotacticKemotaktik untuk eosinophil
Neutrofil chemotacticKemotaktik untuk neutrophil
Protease Sekresi mucus bronkial, degradasi membrane basal
pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
paru
Hidrolase asamDegradasi matriks ekstraselular
NCAKemotaksis neutrophil
BK-AKalikrein:kininogenase
Proteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan;
mencegah komplemen yang menimbulkan koagulasi
Enzim Kimase, triptase, proteolysis
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1Mediator
Efek
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang.
Bradikinin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri.
Prostaglandin D2Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi,
agregasi trombosit.
LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas,
kemotaksis.
2.4. ManifestasiManifestasi khas : anafilaksis sistemik dan
lokal seperti rinitis, asma, urtikaria, alergi makanan dan
ekzem.
a. Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas
pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan
permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk
menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi.
Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui
IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang
biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel
mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan
menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara
pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam
kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit,
mata, hidung dan saluran nafas.b. Reaksi sistemik
anafilaksisAnafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan
terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reaksi
hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang
cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan
basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.
Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut,
kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks,
latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak
dapat diidentifikasi.c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi
pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak
melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur
efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I
seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis,
tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya
sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi
ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi.
Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras
dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas
otot.LI.3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe II
3.1. DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga
reaksi sitotoksik atau sitolitik. Terjadi karena dibentuk antibody
jenis IgG/IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari pejamu.
Antibodi bereaksi dengan determinan antigen pada permukaan sel yang
menimbulkan kerusakan sel/ kematian melalui lisi dengan bantuan
komplemen/ADCC (Antibody Dependent Cell (mediated)
Cytotoxicity)
3.2. EtiologiReaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis
terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap
antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan
antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen
jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung
dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan
adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear.
(http://www.analiskesehatan.web.id)
3.3. MekanismeReaksi yang bergantung pada Komplemen
HipersensitivitasTipe II
Disfungsi Sel akibat AntibodiReaksi yang bergantung pada
ADCC
REAKSI YANG BERGANTUNG PADA KOMPLEMEN
Sel normal terinfeksi oleh antigen IgG berikatan dengan antigen
Sel diopsonisasi agar mudah di fagosit Pengaktifan komplemen yang
menghasilkan C3B dan C4B yang dapat meningkatkan fagositosis Sel
yang diopsonisasi dikenali oleh Fc receptor Sel di fagositosis oleh
makrofag dan neutrofil
Antibodi terikat pada jaringan ekstraseluler (membrane basal
atau matriks) Pengaktifan komplemen Menghasilkan C5a dan C3a C5a
menarik neutrofil dan monosit Leukosit aktif melepaskan bahan
perusak Kerusakan Jaringan
Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal
dan matriks), kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari
inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel. Antibodi yang terikat
tersebut akan mengaktifkan komplemen, yang selanjutnya menghasilkan
terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama
juga berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif,
melepaskan bahan-bahan perusak (enzim dan intermediate oksigen
reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan jaringan. Reaksi ini
berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ
grafts.
REAKSI YANG BERGANTUNG PADA ADCC
Pertama, sel target mengekspresikan protein asing atau antigen.
Lalu antigen ditangkap oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B
aktif dan berubah menjadi sel plasma.Lalu sel plasma menghasilkan
antibody. Antibody akan berikatan dengan sel killer yang memiliki
reseptor antibody. Sel killer bersana dengan antibody yang menempel
di permukaannya selanjutnya menyerang sel target yang memasang
antigennya di permukaannya. Antibody berikatan dengan antigen di
permukaan dan selanjutnya menyebabkan sel target tersebut lisis
DISFUNGSI SEL AKIBAT ANTIBODI
Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan
reseptor permukaan sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa
menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Contohnya yaitu pada penyakit
miastenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin dalam
motor end-plate otot-otot rangka mengganggu transmisi neuromuskular
disertai kelemahan otot. Jadi antibodi mem-block reseptor
asetikolin yang berfungsi dalam kontraksi otot.Contoh lainnya yaitu
yang terjadi pada Graves disease. Graves disease adalah penyakit
yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki
kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Akibatnya, Sel tiroid akan
memproduksi hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme).
(Kumar,2005)
3.4. Manifestasi
Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis,
anemia hemolitikautoimun.1) Reaksi transfusia. Sejumlah besar
protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai
gen.b. Individugolongan darahA mendapattransfusi golongan Bterjadi
reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan
sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direkoleh hemolisis
masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. Reaksi cepat :
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu
oleh IgM.
Dalambeberapajamhemoglobinbebasdapatditemukandalamplasmadandisaringmelaluiginjal
dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi
bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala khas :
Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri
pinggangbawah, dan hemoglobinuria. Reaksi lambat:Terjadi pada orang
yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO
namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6
hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu
pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membrane golongan darah,
tersering adalah golongan rhesus, Kidd, Kell, dan Duffy
2) Penyakit hemolitik pada bayi baru lahirDitimbulkan oleh
inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan
darah rhesus()dan janin dengan rhesus (+)
3) Anemia hemolitikAntibiotika tertentu seperti penisilin,
sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik pada
protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul
hapten pembawa. Pada beberapapenderita, kompleks membentuk abyang
selanjutnya mengikat obat padaSDM dan dengan bantuan komplemen
menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
4) Reaksi ObatObat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat
pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan
kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang
dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan
purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin
dan chloropromazin mengikat sel darah merah.
5) Sindrom GoodpasturePada sindrom ini dalam serum ditemukan
antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru.
Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan
endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen. Ciri sindrom ini
glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru.
Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba
dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi
yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan
penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal.
Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi
Streptococcus.
6) Myasthenia gravisPenyakit dengan kelemahan otot yang
disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan
oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli.
7) PempigusPenyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap
desmosom di antara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis
dan gelembung-gelembung.
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe III
4.1. DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut
juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan
kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga
terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif
neutrofil.
4.2. EtiologiPenyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang
sering terjadi, terdiri dari : Infeksi persisten Pada infeksi ini
terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah
organ yang diinfektif dan ginjal. Autoimunitas Pada reaksi ini
terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah
ginjal, sendi, dan pembuluh darah.
Ekstrinsik Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah
antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah
paru.
Selain itu, reaksi hipersensitivitas III bisa disebabkan oleh
adanya kompleks imun ukuran kecil yang susah untuk dimusnahkan dan
malah mengendap di dinding pembuluh darah. Kompleks antibodi
berikatan dengan komplemen dan memicu neutrophil untuk
berdegranulasi. Degranulasi neutrofil menyebabkan kerusakan
jaringan.4.3. MekanismeDalam keadaan normal, kompleks imun yang
terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa
dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun
yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun,
yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah
kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang
kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
a. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag
yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun ofag
dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat
merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: Agregasi
trombosit Aktivasi makrofag Perubahan permeabilitas vaskuler
Aktivasi sel mast Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis Influks neutrofil
b. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan
kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun
yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
4.4. ManifestasiManifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus
dan sistemik seperti serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis,
glomerulonefritis, AR dan LES.a. Reaksi Lokal atau Fenomena
ArthusPada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci
secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat
eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6
suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal
tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi
kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi
Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :1. Neutrofil
menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan
tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa
pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah
(eritema) sampai nekrosis.2. C3a dan C5a yag terbentuk saat
aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor
kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat
reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan
obstruksi total aliran darah.3. Neutrofil akan memakan kompleks
imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase
dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan
menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan
setempat.
b. Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan
dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai
berikut:1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan
anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu selmast dan basofil melepas
histamin.2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan
tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler
glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan
korpussilier mata)3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit
yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif.
Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.4. Neutrofil
dikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang
terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi
akan tetap melepaskan granulnya (angrycell) sehingga menyebabkan
lebih banyak kerusakan jaringan.5. Makrofag yang dikerahkan ke
tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara
lainenzim-enzim yang dapat merusak jaringan.Dari mekanisme diatas,
beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai
terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan
rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening
yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis),
glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi
Pirquet dan Schick.
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV
5.1. DefinisiReaksi tipe IV disebut juga reaksi
hipersensitivitas lambat, cell mediated imunity (CMI), Delayed Type
Hypersensitivity (DTH). Reaksi terjadi karena respons sel T yang
sudah disensitasi terhadap antigen tertentu. Tidak ada pernan
antibodi. Antigen yang dapat menimbulkan reaksi tersebut berupa
jaringan asing, mikroorganisme intraseluler, protein atau bahan
kimia yang dapat menembus kulit. Merupakan hipersensitivitas tipe
lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T
terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi
menjadi :
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas
granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan
dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan
kolagen sapi dari bawah kulit.
T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel
CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.5.2. EtiologiReaksi
ini terjadi karena sel T melepas sitokin bersama dengan produksi
mediatorsitotoksik lainnya yang menimbulkan respon inflamasi yang
terlihat pada penyakit kulithipersensitivitas lambat.5.3.
MekanismeDelayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase
sensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan
antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel
Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan
membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke
sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).
b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor
sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan
: Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag
dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah
kontak kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan
sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi
inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada
sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV,
sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel
Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.Contoh mekanisme reaksi
hipersensitivitas tipe IV :
Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasela. DTH
mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat
ditemukan oleh antibodi.b. Makrofag melepaskan enzim litik yang
menyebabkan kerusakan jaringan.c. Bila enzim litik terus diproduksi
dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan
nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh
darah.
Respon pada infeksi M. tuberkulosisa. Bakteri mengaktifkan
respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang
isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)b. Tuberkulin akan
melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan
menimbulkan nekrosis jaringan.
Granuloma terbentuk pada :a. TBb. Leprac. Skistosomiasisd.
Lesmaniasise. Sarkoidasis
5.4. Manifestasi
Dematitis kontakMerupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat
kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti formaldehid,
nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).
Hipersensitivitas tuberkulinBentuk alergi spesifik terhadap
produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang
apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi
ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24
jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit
akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini
diperantarai oleh sel CD4+.
Reaksi Jones MoteReaksi terhadap antigen protein yang
berhubungan dengan infiltrasi basofil yang mencolok pada kulit di
bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas
basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah
pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis
jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut
(ovalbumin) dengan ajuvan Freund.
Penyakit CD8+ ( T cell mediated cytolysis )Kerusakan jaringan
terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :Reaksi pada
infeksi parasit dan bakteri intraseld. DTH mengaktifkan influks
makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi.e.
Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan
jaringan.f. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan
reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan
yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.
Respon pada infeksi M. tuberkulosisc. Bakteri mengaktifkan
respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang
isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)d. Tuberkulin akan
melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan
menimbulkan nekrosis jaringan.
Granuloma terbentuk pada :f. TBg. Leprah. Skistosomiasisi.
Lesmaniasisj. Sarkoidasis
LI.6. Memahami dan Menjelaskan Farmakologi Anti Alergi
6.1. Memahami dan Menjelaskan AntihistaminAntihistamin atau
antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau
kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam
antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan
tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan
pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid,
dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat
histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonisreseptor H1
(AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).1. Antagonis reseptor H1
(AH1)a. Farmakodinamik :AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh
darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat
untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. b. Farmakokinetik
:Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah
pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya
4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada
limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat
utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin
setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.c. Indikasi :AH1
berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.d. Efek samping :Efek
samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang
berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia,
gelisah,insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, konstipasiatau diare,mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah
pada tangan.2. Antagonis reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2
bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H2 yang
ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan
nizatidin.1) Simetidin dan Ranitidina. a. Farmakodinamik :Simetadin
dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan
ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.b.
Farmakokinetik :Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga
simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud
untuk memperanjang efek pada periode pasca makan.
Ranitidinmengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah
cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya
diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.c.
Indikasi :Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan
mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk
mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat
pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.d. Efek samping :Efek
sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti
nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi,
ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.2)
Famotidina.a. Farmakodinamik :Famotidin merupakan AH2 sehingga
dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam,
dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih
poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada
simetidin.b. Farmakokinetik :Famotidin mencapai kadar puncak di
plasma kira-kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa
paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida.
Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi
20 jam.c. Indikasi :Efektifitas obat ini untuk tukak duodenum dan
tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom
Zollinger-Ellison.d. Efek samping :Efek samping ringan dan jarang
terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan
tidak menimbulkan efek anti androgenik.3) Nizatidina.
Farmakodinamik :Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam
lambung.b. Farmakokinetik :Kadar puncak dalam serum setelah
pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5
jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.c.
Indikasi :Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua
kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis,
sindrom Zollinger-Ellion.d. Efek samping :Efek samping ringan
saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.6.1. KortikosteroidKortikosteroid adalah suatu
kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal.
Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,
misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan
tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan
protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid
bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.a.
Farmakodinamik : Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu juga mempengaruhi
fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan
organ lain. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi
dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek
utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada
penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Sediaan kortikosteroid
dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya
yaitu:1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang
dari 12 jam.2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis
antara 12-36 jam.3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh
biologis lebih dari 36 jam.b. FarmakokinetikPerubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama
kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan
ikatan protein. Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit,
sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang
atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik,
antara lain supresi korteks adrenal.c. Indikasi :Dari pengalaman
klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini
digunakan: Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif
harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari
waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. Suatu dosis
tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. Penggunaan
kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi
spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga
dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek
letal potensial akan bertambah. Kecuali untuk insufisiensi adrenal,
penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun
kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek
anti-inflamasinya. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi
jangka panjang dengan dosis besar,mempunyai risiko insufisiensi
adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.d.
Kontraindikasi :Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi
absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila
diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat
merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada
keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk
beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu
diabetes mellitus tukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi
atau gangguan system kardiovaskular lainnya.e. Efek samping : Efek
samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba
atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar. Pemberian
kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan insifisiensi adrenal akut dengan gejala demam, malgia,
artralgia dan malaise. Komplikasi yang timbul akibat pengobatan
lama ialah gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia dan
glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien
tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi,
osteoporosis dll. Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien
dengan pengobatan derivat kortikosteroidsintetik. Tukak peptik
ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan
kortikosteroid. Sebab itu bila ada kecurigaan dianjurkan untuk
melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian
atas sebelum obat diberikan.LI 7 Memahami dan Menjelaskan Pandangan
Islam Tentang Memilih Obat MaslahahKitab al-Mustashfa, Imam
al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu: Pada
dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat
atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan,
sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah
tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami
maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.Ungkapan
al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk
kemaslahatan, yaitu Kemasalahatan menurut manusia, dan Kemaslahatan
menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang
Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang
dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.Dalam
riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah
ada kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,Begitu
pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau
bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah,
apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya? Ya, jawab beliau.
(HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf:
V/21)Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu
bersabda, Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan
engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab
beliau.Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana
Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan
ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga
ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad:
II/380)Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin
Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi
lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai
Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya,
wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam
penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit
tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan
(2038))Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat
tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR
Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah
Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari:
VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga
hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku
menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini
dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan
artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta
hukum-hukumnya adalah untukmashoolihi(manfaat-manfaat)dan makna
masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan
kebaikan.Misal :Allah melarang minuman keras dan judi karena
mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana
dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219 2:219. Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.1. Firman Allah taala : ( :
157)Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan
bagi mereka segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )Rokok
termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang
lain serta tak sedap baunya.2. ( : 195 )Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ( al baqoroh :
195)Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti
kanker, penyakir paru-paru dan lain sebagainya.3. ( : 29 )Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian
Maha menyayangi( an nisa : 29 )Rokok bisa membunuh penghisapnya
secara perlahan-lahan4. ( : 19 )Dosa keduanya ( minuman keras dan
judi ) lebih besar dari pada manfaatnya.(QS Al-Baqoroh : 219 )Rokok
bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya
sendiri ataupun orang lain.5. ( : 26 )Janganlah
menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya
pemborosan itu adalah saudaranya syaithon.(QS Al-Isra : 26 )Membeli
rokok adalah merupakan pemborosan dan pemborosan termasuk
perbuatannya syaithon.6. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam
bersabda : tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain
Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan
membuang-buang harta.7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahualaihi
wasallam : ( ) ( ) Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan
harta.( HR bukhari-muslim ).Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan
dibenci Allah.8. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam : (
)Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek
ialah seperti pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai
besi)(HR Bukhari-Muslim)Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang
meniup api yang bisa membakar orang di sekitarnya ataupun
menyebabkan bau yang tidak sedap.9. ( )Barang siapa menghirup
(meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada di tangannya
lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam. (HR Muslim).Rokok
mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya
perlahan-lahan dan menyiksanya.10. Sabda Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam : ( )Barang siapa makan bawang putih
atau bawang merah hendaknya menyingkir (menjauh) dari kita dan
menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah. (HR
Bukhari-Muslim).Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih
ataupun bawang merah .11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan
rokok, sedang yang tidak mengaharamkan rokok belum melihat
bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang bisa
membunun penghisapnya.
Al-Quran obat terbaik Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan
Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain
kerugian. (Al-Isra:82)Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam
tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan
menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)
MafsadahAl-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak
keburukkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K.G. & Rengganis, I. 2014. Imunologi Dasar.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Dorland W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta :
EGC.Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, 2011.
Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik
FKUIhttp://allergycliniconline.com/2012/02/01/imunologi-dasar-reaksi-hipersensitivitas/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/
Jawetz, Melnick and Adelbergs, 2012.Medical Microbiology. Edisi
26: McGraw Hill. Medical
Kumar, Abbas, Fausto.Robbins and Cotran: 2005. Pathologic basis
of disease. 7thed. China: Elsevier Saunders
Price A S, Wilson M L.2014. Patofisiologi: Konsep klinis proses
proses penyakit. Edisi 6.vol1. EGC Jakarta Setiati T, Alwi I,
Sudoyo A W, dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid 1 :
Interna Publishing
1 | Page