Top Banner
8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 1/39 BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK Wrap Up Skenario 2 PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT Kelompok B-11 Ketua : Rezki Ramadhan 1102013247 Sekertaris : Riesha Amanda Fitria 1102013250 Anggota : Rezky Dwiputra Fellany 1102013248 Reynaldi fattah 1102013246 Risa apriliani 1102013252 Rindayu Yusticia Indira Putri 1102013251 Rizka Kurnia Gemilang 1102013253 Putri Prima 1102012218 Ranty Rizky 1102012226 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2014-2015
39

Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

Jun 02, 2018

Download

Documents

rindayusticia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 1/39

BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK

Wrap Up Skenario 2

PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Kelompok B-11

Ketua : Rezki Ramadhan 1102013247

Sekertaris : Riesha Amanda Fitria 1102013250

Anggota : Rezky Dwiputra Fellany 1102013248

Reynaldi fattah 1102013246

Risa apriliani 1102013252

Rindayu Yusticia Indira Putri 1102013251

Rizka Kurnia Gemilang 1102013253

Putri Prima 1102012218

Ranty Rizky 1102012226

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2014-2015

Page 2: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 2/39

1

Skenario 2

PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek

Umum dengan keluahn terlihat pucat dan perut agak membuncit. Penderita juga lekas lemah,lelah, dan sering mengeluh sesak nafas. Pertumbuhan badannya terlambat bila dibandingkan

dengan teman sebayanya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva pucat, sklera agak ikterik, kulut pucat,

dan Splenomegali Schufer II.

Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboraturium, hasilnya sebagai berikut:

Pemeriksaan Kadar Nilai Normal

Hemoglobin (Hb) 9 g/dl 11,5 - 15,5 g/dl

Hematokrit (Ht) 30% 34 - 40%

Eritrosit 3,5 x 10 /μl  3,9 –  5,3 x 10

 

/μl MCV 69 fl 75 –  87 fl

MCH 13 pg 24 –  30 pg

MCHC 19 % 32 –  36 %

Leukosit 8000/ μl  5000 –  14.500 /μl 

Trombosit 260.000/μl  250.000 –  450.000/μl 

Retikulosit 2% 0,5 –  1,5 %

Sediaan apus darah tepi Eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilosistosis, sel target

(+), fragmentosit (+)

Page 3: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 3/39

2

Kata –  kata sulit :

1.  Sklera agak ikterik : Bagian Putih mata berwarna pucat ke keuningan karena

 bilirubin meningkat dan saluran empedu tersumbat.

2.  Anisopoikilositosis : Gambaran eritrosit pada SADT bermacam-macam dari segi

ukuran dan bentuk.3.  Fragmentosit : Sel pecahan dari eritrosit yang belum matang

4.  Splenomegali schufner II : Eritrosit yang belum matang dan masih berinti

Pertanyaan :

1.  Apa yang menyebabkan muculnya sel fragmentosit ?

2.  Mengapa terjadi splenomegali ?

3.  Mangapa pertumbuhan pasien terhambat?

4.  Mengapa diserati sesak nafas dan retikulosit meningkat?

5.  Komplikasi dari transfusi darah ?

6.  Bagaimana cara mendiagnosis pasien tersebut?

7. 

Apa yang menyebabkan ditemukannya sel target?8.  Apa diagnosis pasien?

9.  Apa etiologi dari diagnosis ?

10. Bagaimana pengananan selanjutnya?

11. Adakah gejala khas dari penyakit ini?

12. Bagaiman cara pencegahan penyakit tersebut?

13. Adakah pemeriksaan khusus dari penyakit ini ?

Jawaban :

1.  Karena eritrosit hanya sebelum waktunya

2. 

Karena terjadinya destruksi eritrosit yang berlebih dan terjadi penimbunan besi

3.  Krena terjadinya deformitas tulang wajah dan tulang panjang

4.  Sesak nafas akibat Hb yang menurun dan adanya Hb-barts sehingga menyebabkan

hipoksia sedangakn retikulosit meningkat disebabkan karena umur eritsoit hancur

sebelum 120 hari, karena kekurangan eritrosit, retikulosit meningkat sebagai

kompensasi.

5.  Tertular penyakit, penimbunan zat besi dan adanya reaksi penolakan

6.  A. Anamnesis : - riwayat keluarga

riwayat penyakit ex: hati

-  konsumsi obat-obat an

-  Keluhan sudah berapa lama (kronik/akut)

Riwayat konsumsi alkohol

-  Pengakuan pasien ex : sesak nafas,dsb

Permeriksaan fisik : - pucat

-  Sklera ikterik

Konjungtiva pucat

-  Deformitas tulang wajah dan tulang panjang

Splenemegali dan hepatomegali-  Perut membuncit

Page 4: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 4/39

3

Pemeriksaan penunjang : - darah lengkap dan SADT

Elektroforesis Hb ( Hb-A2 dan Hb-F)

-  Pemeriksaan retikulosit

Pemeriksaan fungsi hati ( SGPT, SGOT, bilirubin )

-  Pemeriksaan sumsum tulang

Foto rontgen kepala

7.  Fragilitas osmotik lebih rendah dari pada eritrosit normal.

8.  Thalasemia β mayor, karena eritrosit menurun, mikrositik hipokrom, retikulosit

meningkat dan terjadinya splenomegali dan ditemukannya sel target.

9.  Herediter : a. Lihat riwayat orang tua.

 b. mutasi salah satu kromosom karena perbuahan kecepatan sintesis atau

kemampuan produksi rantai globin α/β menurun. 

Defisiensi asam folat

Thalasemia : a. Primer, menurunnya sintesis Hb-A dan eritropoesis inefektif b. sekunder, menurunnya asam folat, naiknya volume plasma

intravaskular yang menyebabkan hemodilusi.

10. - Transfusi darah hanya untuk β mayor, karena tidak ada nya rantai globin 

- Splenektomi, jika limpa sudah membesar sekali

- Asam folat regulat

- Transplantasi sel punca

11. - Deformitas rulang wajah , karena tulang wajah menghasilkan eritrosit ( eritrosit

Berlebih )

-Deformitas tulang panjang, karena zat besi diambil oleh Hb

12. - DNA screening

- Edukasi masyarakat

- Konseling pranatal dan pranikah

13. Ada, pemeriksaan Elektroforesis Hb ( Hb-A2 dan Hb-F)

Page 5: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 5/39

4

HIPOTESA

Pada pasien dengan kondisi pucat, mata kekuningan, sesak nafas, dan perut membuncit,

dilakukan anamnesis berdasarkan pengakuan pasien yg meliputi riwayat keluarga, riwayat

 penyakit hati, konsumsi obat-obatan dan alcohol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

deformitas tulang wajah dan tulang panjang dan perut membuncit akibat pembesaran limpadan hepar, dari pemeriksaan darah lengkap ditemukan eritrosit, Hb, MCH, MCV, MCHC

menurun dan retikulosit meningkat, gambaran SADT terlihat morfologi eritrosit mikrositik

hipokrom lalu untuk diagnosis pastinya pasien disarankan melakukan elektroforesis Hb,

ditemukan HbA2 meningkat, sehingga dapat disimpulkan pasien mengidap thalassemia.

Thalassemia ini dapat disebabkan karena mutasi kromosom yang bersifat herediter, defisiensi

Asam folat dan sintesis HbA yang menyebabkan inefektifitas eritropoiesis. Namun kondisi

ini dapat dicegah dengan mengikuti konseling pranikah, pra natal bayi dan DNA screening.

Walau Thalassemia tidak dapat dihindari, penderita dapat melakukan transfuse darah bagi

yang mengindap Thalassemia beta major, spleenektomi dengan indikasi pan-sitopenia dan

transplantasi sum-sum tulang apabila sarana mendukung.

Page 6: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 6/39

5

LI.1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Gen Penyalin Globin

LI.2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Thalasemia

LO 2.1. Definisi dan thalassemia secara genetik

2.2. Klasifikasi

2.3. Epidemiologi

2.4. Etiologi

2.5. Patofisiologi

2.6. Manifestasi

2.7. Diagnosis dan DD

2.8. Penatalaksanaan

2.9. Pencegahan

2.10. Komplikasi

2.11. Prognosis

Page 7: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 7/39

6

LI.1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Gen Penyalin Globin

Sintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme

adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin.

Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme.

Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak

langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan

kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid.

Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan

coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria.

Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.

Sintesis globin

Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan

molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan

 pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai

globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai

non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-

alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha

 berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua

rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul

hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).

Page 8: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 8/39

7

Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin

 fetal   (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu

 pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam

 perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta

membentuk hemoglobin adult   (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A.

Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yangmenonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.

Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah

dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa

oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang

merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari

tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan

melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.

Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16,

sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak padakromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan

kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen

 pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan

keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit

yang dinamakan talasemia

(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)

Gambar 2 Sintesis globin

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Page 9: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 9/39

8

Tabel 1 Hemoglobin manusia

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam

stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.

Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk kealiran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari

sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :

Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin

membentuk molekul priol.

Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi

membentuk molekul heme.

Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu

globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di

sebut rantai hemoglobin.

Guyton 11th edition, 2006

Embryonic hemoglobins  Fetal hemoglobin  Adult hemoglobins 

gower 1- zeta(2),

epsilon(2)

gower 2- alpha(2), epsilon

(2)

Portland- zeta(2), gamma(2)

hemoglobin F- alpha(2),

gamma(2)

hemoglobin A- alpha(2),

 beta(2)

hemoglobin A2- alpha(2),

delta(2)

Page 10: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 10/39

9

LI.2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Thalasemia dan Thalassemia

secara genetik

LO.2.1. Definisi

Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yangsecara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai

 polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(α, β, γ),

dua katagori utamanya adalah thalassemia α dan β. 

Thalasemia secara genetik

Penamaan Klinis

NomenklaturGenotip Penyakit

Genetika

Molekuler

1.  β -thalassemia

Thalassemia

mayor  

- Homozigot β0-

thalassemia (β0/β0)

- Homozigot β+-

thalassemia (β+/β+)

Berat, membutuhkan

transfusi darah secara

teratur

Jarang delesi gen

 pada (β0/β0)

2. 

Thalassemia

intermedia

β0/β 

β

+

+

Berat, tetapi tidak

 perlu transfusi darah

teratur

Defek pada

transkripsi,

 pemrosesan, atau

translasi mRNA β-globin

3. Thalassemia

minor

β0/β 

β+/β 

Asimtomatik, dengan

anemia ringan atau

tanpa anemia; tampak

kelainan eritrosit

Page 11: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 11/39

10

LO.2.2. KlasifikasiBerdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi

thalassemia alpha dan thalassemia β. 

a.  Thalassemia α 

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α. Delesi gen globin-α

menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapa tempat gen globin-α pada individu

normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengandelesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini

Page 12: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 12/39

11

  Silent carrier thalassemia- α

Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan

hanya 3 dari 4 gen tersebut.

  Trait thalassemia-α 

Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α

 pada masing-masing kromosom.  Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α

intermedia.

  Thalassemia-α mayor  

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,

disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2

semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts  

(γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen

yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga

mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 2γ2), yang berfungsi

sebagai pengangkut oksigen.

GenotipJumlah

gen α 

Presentasi

Klinis

Hemoglobin

Elektroforesis

Saat lahir >6 bulan

αα/αα  4 Normal Normal Normal

-α/αα  3 Silent Carier0-3% Hb

Barts Normal

--/-α 

-α/-α 

2Trait

Thalasemia-α 

2-10% Hb

 barts

 Normal

--/-α  1 Penyakit Hb H 15-30% Hb H

--/-- 0 Hydrops fetalis>75% Hb

Barts-

Hb Barts = γ4  Hb H = β4 

Page 13: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 13/39

12

 b.  Thalassemia β 

Ditandai oleh defisiensi sintesis rantai β globin. Pada thalassemia β0 tidak terdapat sama

sekali rantai β globin dalam keadaan homozigot. Pada thalassemia β+ terdapat penuruan

sintesis β globin (tetapi masih dapat terdeteksi) dalam keadaan homozigot.  

  Silent carrier thalassemia-β 

Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+. Bentuksilent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada

individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama

dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

  Trait thalassemia-β

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia

defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama

waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai

 peningkatan HbA2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai

sedikit kenaikan HbF, sekitar 2- 6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar

khas, dijumpai HbA2  normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang

mewakili thalassemia tipe δβ.

  Thalassemia Intermedia.

Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit

rantai β globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari  

derajat mutasi gen yang terjadi.

  Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua

kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah

kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa

transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang

tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum

tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi

masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Page 14: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 14/39

13

LO.2.3. Epidemiologi

http://wwwnc.cdc.gov/travel/images/map3-12-endemicity-melioidosis-

infection.jpg 

1) 

Thalassemia beta

Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia β banyak dijumpai di

mediterania, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus dan yunani lebih

 banyak dijumpai varian sedangkan di Asia tenggara lebih banyak varian

.Prevalensi thalassemia di berbagai Negara adalah sebagai berikut : Italy :10%, yunani : 5-10%, cina : 2%, india : 1-5%, Negro : 1%, Asia tenggara : 5%.

Jika dilukiskan dalam peta dunia, seolah olah membentuk sebuah sabuk

(thalassemia belt) dimana indonesia masuk ke dalamnya.

2) Thalasemia alfa

Sering dijumpai di asia tenggara, lebih sering sering dari thalassemia beta.

LO.2.4. EtiologiThalassemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari

gen (ini terdapat terutama pada thalassemia α atau mutasi noktah pada gen (terutama

 pada talasemia β, kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptida yangmenyusun globin. (Sunarto, 2000)

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah

 berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-

sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat,

 bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan

destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian

 biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa

atau beta dari hemoglobin berkurang. (Mansjoer, 2009)

Page 15: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 15/39

14

LO.2.5. Patofisiologi

Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali pruduksi rantai

globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakan kecepatam sintesis

salah satu jenis rantai globin (rantai α atau β) menyebabkan sintesis rantai globin

yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis

seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia

βo, idmana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi

 berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia αo, dimana tidak

disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai

βyang berlebihan (β4) 

Page 16: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 16/39

15

a.  Patofisiologi thalassemia β 

Terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi berlebihan rantai α.

Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai

α2 γ2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompenssasi defisiensi α2β2

(HbA).Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ

tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebihan.Rantai α yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada pathogenesis thalassemia.

Rantai α berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya,

akan berpresipitasi pada precursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan

dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan

gangguan pematangan precursor eritoid dan eritropoiesis yang tidak

efektif( infektif),sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Akibatnya timbul

anemia.Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi

eritroid yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang infektif,

sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan

deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolism.

Anemia kemudian akan ditimbulkan lahi (exacerbated) danegan adanyahemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum

tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly.pada limpa yang

membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk

kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit. Hyperplasia sumsum tulang

 jemudian akan meningkatkan absprbsi dam muatan besi. Tranfusi yang

diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan

 penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti

kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian. Bila besi ini tidak segera

dikeluarkan.

Patofisiologi thalassemia β 

Hal yang terjadi Akibatnya/manifestasinya

Mutasi primer terhadap produksi

globin

Sintesis globin yang tidak seimbang

Rantain globin yang berlebihan

terhadap metabolism dan ketahanan

hidup (survival)eritrosit

Anemia

Eritrosit abnormal terhadap fungsi

organ

Anemia, splenomegaly, hepatomegaly,

dan kondisi hiperkoagulabilitas

Anemia terhadap fungsi organ Produksi eritropoietin dan ekspansi

sumsum tulang, deformitas skeletal,gangguan metabolism, dan perubahan

adaptif dungsi kardiovaskular

Metabolism besi yang abnormal Muatan besi berlebih , menyebabkan

kerusakan jaringan hati, endokrin,

miokardium, kulit

Rentan terhadap infeksi spesifik

Sel seleksi Penigkatan kadar HbF, heterogenitas

 populasi sel darah merah

Modifers genetic sekunder Variasi fenotip ; khususnya melalui

respon HbF

Variasi metabolism bilirubin, besi dantulang

Page 17: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 17/39

16

Pengobatan Muatan besi berlebih, kelainan tulang,

infeksi yang ditularkan lewat darah,

toksisitas obat

Riwayat evolusioner Variasi dari latar belakang genetic:

respon terhadap infeksi

Factor ekologi dan etnologi

 b. 

Patofisiologi thalassemia α 

Patofisiologi thalassemia α umumnya sama dengan yang dijumpai pada

thalassemia β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T)

rantai globin α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip.

Sedangkan thalassemia 2aα homozigot (-α/-α) atau thalassemia 1a-heterozigot

(αα/--0 memberi fenotip seperti thalassemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen

globin α memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang

diakatakan sebagai JbH disease. Sedangkan thalassemia αo homozigot (--/--)

tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb Bart;shydrops syndrome.Kelainan dasar thalassemia α sama dengan thalassemia β, yakni

ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal

 patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.

  Pertama, karena rantai α dimiliki oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa

(tidak seperti thalassemia β), maka thalassemia α bermanifestasi pada masa

fetus.

  Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai

γ dan β yang dusebabkan oleh defek produksi rantai globin α sangat

 berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebih rantai α pada

thalassemia β. Bila kelebihan rantai α tersebut menyebabkan presipitasioada precursor eritrosit, maka thalassemia α menimbulakan tetramer yang

larut (soluble) yaakni γ4, Hb Bart‟s dan β4 

LO.2.6. ManifestasiTanda dan gejala dari penyakit thalassemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di

dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-sel darah

merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada keparahan dari gangguan

yang terjadi.

a.  Tidak Gejala 

Alpha Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda ataugejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein globin alfa sangat kecil

sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja normal. 

 b.  Anemia ringan

Orang yang telah menderita thalassemia alfa atau beta dapat mengalami anemia

ringan. Namun, banyak orang dengan jenis talasemia tidak memiliki tanda-tanda

atau gejala yang spesifik.Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah

dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan zat besi.

c.  Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya

Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan

sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya,

seperti:

Page 18: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 18/39

17

a)  Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat

 pertumbuhan anak dan perkembangannya.

 b)  Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons

dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini

menyebabkan tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat

menjadi rapuh dan mudah patah.c)  Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan

infeksi dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang

menderita talasemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya, limpa

menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami

anemia parah. Jika limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus

disingkirkan.

d. 

Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya

Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia beta mayor (disebut juga

Cooley's anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan gejala-gejala

muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka mungkin akan

mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:a)  Pucat dan penampilan lesu

 b)   Nafsu makan menurun

c)  Urin akan menjadi lebih pekat

d)  Memperlambat pertumbuhan dan pubertas

e)  Kulit berwarna kekuningan

f)  Pembesaran limpa dan hati

g)  Masalah tulang (terutama tulang di wajah)

e.  Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6bulan setelah kelahiran ketika

seharusnya terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β  

f. 

Pembesaran hati dan Limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan ,hemopoeisis extramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang

 besar , meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma

dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit

g.  Pelebaran tulang yang hebat menyebabkan fasies thalasemia dan penipisan

korteks di banyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan

 penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran „ rambut berdiri” pada rontegen

h.  Usia pasien dapat di perpanjang dengan pemberian transfuse darah tetapi

 penimbunan besi yang disebabkan oleh transfuse berulang tidak terhindarkan

kecuali bila diberikan terapi khelasi. Tiap 500 l darah transfuse mengandung

sekitar 250 mg besi. Yang lebih memperburuk, absorpsi besi dari makanan

meningkat pada thalasemia β, kemungkinan akibat eritropoesisi yang inefektif.Besi erusak organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang

terlambat , atau tidak terjadi diabetes mellitus, hipotiroidisme,

hipoparatiroidise ) dan miokardium. Tanpa khalesi yang besi yang intensif,

kematian terjadi pada decade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung

kohesif atau aritmia jantung.

i. 

Infeksi dapat terjadi karena berbagai alas an. Pada masa bayi tanpa transfuse

yang mencukupi, anak yang menderita anemia rentan terhadap infeksi bakteri

( infeksi pneukokus, haemophilus dan meningokokus mungkin terjadi jika telah

dilakukan splenektomi dan tidak diberikan profilaksis penisilin).

 j.  Yersinia enterocolitica terutama di temuakan pada paasien kelebihan besi yang

sedang menjalani pengobatan desferioksamin. Transfuse virus elalui transfusi

Page 19: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 19/39

18

darah dapt terjadi , penyakit hati pada thalaseia paling sering disebabkan

hepatitis C, bias juga hepatitis B kalau penyakit itu endemic, HIV

k.  Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang mendapat transfuse baik biasanya

terjadi pada pasien diabetes.

a.  Thalassemia α 

  Silent carrier thalassemia- α Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel

darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis

tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb. Bisa juga dicari akan

adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orang tua) untuk

mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orang tua yang

menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas

merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

 

Trait thalassemia-α Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang

rendah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat

ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat

lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

  Penyakit Hb HTerdapat anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah

merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan

 pewarnaan supra vital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai

tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga

menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

  Thalassemia-α mayor  

Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup

meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal

 jantung kongestif dan edema anasarka berat.

 b.  Thalassemia β 

  Silent carrier thalassemia-β 

Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah.

  Trait thalassemia-β Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb

abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah HbA2, HbF, atau keduanya.

  Thalassemia Intermedia

Gambaran klinis dan intensitasnya berada diantara bentuk mayor dan minor. Pasien-

 pasien thalassemia ini secara genetik bersifat heterogen.

  Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) 

Page 20: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 20/39

19

  Kadar hemoglobinnya berkisar antara 3-6 gm/dL. MCV dan MCH rendah.

Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding

capacity). Kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

  Pada sediaan darah tepi memperlihatkan kelainan yang berat, seperti anisositosis

yang nyata disertai dengan banyak sel darah merah yang mikrositik hipokromik,

sel-sel target, sel darah merah yang berbintik-bintik (stippling), atauterfragmentasi.

  Pembesaran hati dan limpa akibat destruksi eritrosit yang berlebihan,hemopoiesis ekstramedula dan penimbunan besi.

  Pelebaran tulang. Hiperplasia sumsum tulangyang hebat menyebabkan

terjadinya facies cooley dan penipisan korteks di banyak tulang dengan suatu

kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan gambaran

hair on end pada foto rontgen.

 

Absorpsi besi meningkat, mengakibatkan eritropoiesis inefektif, kerusakan hati,

organ endokrin (kegagalan pertumbuhan, pubertas terlambat atau tidak terjadi,

DM, hipotiroidisme), gagal jantung

LO.2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding

1.  AnamnesisKeluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh

kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh

kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan 

2.  Pemeriksaan fisik

Pucat

Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)Dapat ditemukan ikterus

Page 21: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 21/39

20

Gangguan pertumbuhan

Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar  

3.  Pemeriksaan penunjang

 

Darah tepi : 

Hb rendah dapat sampai 2-3 g% 

Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis beratdengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling , benda

Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas. 

Retikulosit meningkat. 

Gambar 5. Sedimen Darah Tepi dari Penderita Thalassemia Trait dan Orang Normal.

Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi

dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom,

b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa

 Bentuk eritrosit (sel darah merah) pada orang normal dengan pewarnaan giemsa

 

Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil

Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat

  Pemeriksaan khusus

Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F

Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan t ra i t  (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)

  Pemeriksaan lain

Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar

dengan trabekula tegak lurus pada korteks

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga

trabekula tampak jelas

PEMERIKSAAN LABORATORIUM-  Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,

 polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).

-  Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi

rendah dan dapat mencapai nol.

-  Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang

ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.

-  Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena

kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.

-  Penyelidikan sintesis α /β terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan

nyata ratio α /β yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai β. 

Page 22: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 22/39

21

Gambaran radiologis

Radiologi menunjukkan gambran khas “hair on end ”. Tulang panjang menjadi tipis akibat

ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas, berupa

menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya

terhambat.

-Facies Mongoloid- -Splenohepatomegali-

(Sunarto, 2000)

Menjelaskan diagnosis banding thalassemia

Thalassemia Anemia Defisiensi Besi

Splenomegali + -

Icterus + -

Perubahan morfologik

eritrosit

Tak sebanding dengan derajat

anemi

Sebanding dengan derajat

anemi

Sel target ++ +/-

Resistensi osmotic Meningkat NBesi serum Meningkat Menurun

anemia hipokrom

mikrositerbesi serum

menurun

TIBC meningkat

Feritin menurun

besi sumsumtulang negatif

Anemia defisiensi besi

TIBC menurun

Feritin N / ^

besi sumsum tulangpositif

anemia akibatpenyakit kronil

normal FeritinNormal

elektroforesisHb

HbA2^HbF^

Thalasemia

Ring sideroblast dalam sumsumtulang 

Anemiasideroblastik

Page 23: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 23/39

22

TIBC Menurun Meningkat

Cadangan besi Meningkat Kosong

Feritin serum Meningkat Menurun

HbA2/HbF Meningkat Normal

LO.2.8. PenataLaksanaanPengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari

gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia

cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa

 pengobatan. Terdapat 3 (standar) perawatan umum untuk thalassemia tingkat

menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta

mmenggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah

dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan

HLA (Human Leukocyte Antigens).

a.  Transfusi darah 

Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan

hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat. Darah segar, yang telah di saring untukmemisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan

reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan

 program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit terhadap

eritrosit yang di trnasfusikan .

Efeksamping dan indikasi cara pemberian trasfusi darah

Indikasi :

1.  Kehilangan darah akut, bila 20 – 30% total volume darah hilang dan perdarahan masih

terus terjadi.2.  Anemia berat

3.  Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan

sebagai tambahan dari pemberian antibiotik)

4.  Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena

komponen darah spesifik yang lain tidak ada

5.  Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

Memberikan Transfusi Darah

Sebelum pemberian transfusi, periksa hal sebagai berikut:

a.  Golongan darah donor sama dengan golongan darah resipien dan nama anak serta

nomornya tercantum pada label dan formulir (pada kasus gawat darurat, kurangi

risiko terjadinya ketidakcocokan atau reaksi transfusi dengan melakukan uji silang

golongan darah spesifik atau beri darah golongan O bila tersedia)

 b. 

Kantung darah transfusi tidak bocor

c.  Kantung darah tidak berada di luar lemari es lebih dari 2 jam, warna plasma darah

tidak merah jambu atau bergumpal dan sel darah merah tidak terlihat keunguan atau

hitam

d.  Tanda gagal jantung. Jika ada, beri furosemid 1mg/kgBB IV saat awal transfusi darah

 pada anak yang sirkulasi darahnya normal. Jangan menyuntik ke dalam kantungdarah.

Page 24: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 24/39

23

Lakukan pencatatan awal tentang suhu badan, frekuensi napas dan denyut nadi anak.

Jumlah awal darah yang ditransfusikan harus sebanyak 20 ml/kgBB darah utuh, yang

diberikan selama 3-4 jam.

Selama transfusi  

1. Jika tersedia, gunakan alat infus yang dapat mengatur laju transfusi (lihat gambar ) 

2. Periksa apakah darah mengalir pada laju yang tepat

3. Lihat tanda reaksi transfusi (lihat di bawah), terutama pada 15 menit pertama transfusi

4. Catat keadaan umum anak, suhu badan, denyut nadi dan frekuensi napas setiap 30 menit

5. 

Catat waktu permulaan dan akhir transfusi dan berbagai reaksi yang timbul.

Setelah transfusi  

 Nilai kembali anak. Jika diperlukan tambahan darah, jumlah yang sama harus ditransfusikan

dan dosis furosemid (jika diberikan) diulangi kembali.

RISIKO TRANSFUSI DARAH

Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang

kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila

didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggidaripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil

hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam

hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya.Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan

 penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.20

IV.1. Reaksi Akut

Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi.

Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang

membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash.

Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai

dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-

 berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,

trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.1

Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar

tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat

 pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),

takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini

disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan

cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.1

Hemolisis intravaskular akut

Page 25: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 25/39

24

Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah

merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.

Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat

menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan

semakin meningkatkan risiko.1,8

Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan

dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum

diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan

ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya

adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain

golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau

Duffy.1,8,16,17

Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,

kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar ataudalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-

satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi

dari setiap unit darah.1

Kelebihan cairan

Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila

terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi

ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki

 penyakit dasar kardiovaskular.1,8

Reaksi anafilaksis

Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah

satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu,

defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan

 produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal

transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa

demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan

agresif.1,8,16,17

Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)

Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan

leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi,

dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun

diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.1,8

IV.2. Reaksi Lambat

Reaksi hemolitik lambat

Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,

anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancamnyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan

Page 26: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 26/39

25

 pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel

darah kompatibel dengan antibodi tersebut.1,8,16,17

Purpura pasca transfusi

Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung

yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita.

Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10

hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.

Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang

tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan

trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.1,8

Penyakit graft-versus-host

Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasienimunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien

imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel

(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,

seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-

12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.1,8

Kelebihan besi

Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan

mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal

organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi

 besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.1,8

Supresi imun

Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan hal ini

menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor

dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah

meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun: sampai saat ini,

 penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.1

Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien kanker kolorektal.

Penelitian membandingkan prognosis antara pasien kanker kolorektal yang dilakukan

transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi

meningkat secara bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik

maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan transfusi; risiko relatif

rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut tidak berbeda bermakna satu dengan yang lain.

Jensen dkk19 melakukan penelitian randomized prospektif terhadap 197 pasien yang akan

menjalani operasi elektif kolorektal. Fungsi sel natural killer diteliti sebelum operasi, tiga,

tujuh dan 30 hari pasca operasi pada 60 pasien. Didapatkan hasil bahwa fungsi sel natural

killer mengalami ketidakseimbangan secara bermakna (p<0,001) sampai 30 hari pascaoperasi pada pasien yang dilakukan transfusi darah lengkap. Data di atas merupakan satu

Page 27: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 27/39

26

kasus kuat yang menentang penggunaan transfusi darah lengkap pada pasien yang akan

menjalani operasi kolorektal elektif.

Penelitian tentang hubungan antara transfusi darah perioperatif dan rekurensi tumor padat

telah menimbulkan kontroversi. Analisis pada pasien yang dilakukan transfusi menyatakan

 bahwa rekurensi berhubungan dengan transfusi darah lengkap namun tidak demikian halnyadengan transfusi konsentrat sel darah merah. Analisis selanjutnya dilakukan pada pasien

dengan kanker kolon, rektum, serviks dan prostat untuk menentukan apakah terdapat

 perbedaan antara pasien yang menerima darah lengkap, sel darah merah, atau tidak dilakukan

transfusi. Pasien yang menerima ≥1 unit darah lengkap didapatkan keluaran yang jauh lebih

 buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan transfusi (p<0,001). Sebaliknya,

 pasien yang hanya menerima sel darah merah mengalami rekurensi progresif dan angka

kematiannya meningkat sesuai dengan jumlah transfusi; hal ini menggambarkan adanya

hubungan dengan jumlah transfusi. Berdasarkan analisis multivarian, transfusi darah ≤3 unit

darah lengkap berhubungan bermakna dengan rekurensi tumor yang lebih cepat (p=0,003)

dan kematian akibat kanker (p=0,02). Transfusi ≤3 unit konsentrat sel darah merah tidak

meningkatkan risiko rekurensi dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima transfusi(p=0,05). Perbedaan nyata terlihat antara pasien yang menerima beberapa unit sel darah

merah dan dibandingkan dengan pasien yang menerima satu unit darah lengkap, hal tersebut

sesuai dengan hipotesis bahwa transfusi plasma darah simpan menyebabkan rekurensi tumor

lebih awal pada beberapa kasus.20

Agarwal dkk21 (1993) menganalisis data 5.366 pasien yang dirawat di rumah sakit selama >2

hari pada 8 rumah sakit selama 2 tahun untuk menentukan apakah transfusi darah

mempengaruhi terjadinya infeksi setelah trauma. Dinyatakan bahwa insidens infeksi

 berhubungan bermakna dengan mekanisme cedera. Hasil analisis regresi logistik bertahap

menunjukkan bahwa jumlah darah yang diterima dan skor tingkat keparahan cedera

merupakan dua variabel prediktor infeksi yang bermakna. Meskipun pasien sudahdikelompokkan berdasarkan derajat keparahan, ternyata angka infeksi meningkat secara

 bermakna sesuai dengan jumlah darah yang ditransfusikan. Transfusi darah pada pasien

cedera merupakan variabel prediktor bebas penting akan terjadinya infeksi. Hal ini tidak

dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin atau mekanisme dasar yang mempengaruhi tingkat

keparahan cedera.

Moore dkk22 dalam penelitian kohort prospektif terhadap 513 pasien trauma yang dirawat di

ICU dengan kriteria usia >16 tahun, skor keparahan trauma >15 dan bertahan hidup >48 jam

menyimpulkan bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal organ

multipel (multiple organ failure = MOF) yang tidak bergantung pada indeks syok lainnya.

Zallen dkk23 melakukan studi kohort prospektif terhadap 63 pasien yang berisiko menderita

MOF pasca trauma untuk mengetahui apakah umur PRC yang ditransfusikan merupakan

faktor risiko timbulnya MOF pasca trauma. Dalam penelitian ini terdapat 23 pasien yang

diidentifikasi menderita MOF dan menerima 6-20 unit PRC dalam 12 jam pertama setelah

trauma. Umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama dicatat dan dilakukan regresi

logistik multipel terhadap pasien yang menderita MOF maupun tidak. Disimpulkan bahwa

umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama merupakan faktor risiko tidak bergantung

(independent) atas terjadinya MOF.

IV.3. Penularan Infeksi

Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal,

Page 28: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 28/39

27

antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status

imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.8 Saat ini dipergunakan model matematis

untuk menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,

hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta

 bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah

infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).24

Transmisi HIV

Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan

awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan

orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah

 juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan

sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi

 jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers forDisease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5

kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV

 pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984.24

Pengenalan pemeriksaan antibodi HIV tipe 2 ternyata hanya sedikit berpengaruh di Amerika

Serikat, yaitu didapatkan 3 positif dari 74 juta donor yang diperiksa. Perhatian terhadap

kemungkinan serotipe HIV tipe 1 kelompok O terlewatkan dengan skrining yang ada

sekarang ini, timbul setelah terdapat 1 kasus di Amerika Serikat, sedangkan sebagian besar

kasus seperti ini terjadi di Afrika Barat dan Perancis. Di Amerika Serikat, dari 1.072 sampel

serum yang disimpan tidak ada yang positif menderita HIV tipe 1 kelompok O.24

Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai menggunakan

tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor

hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi

HIV).24

Penularan virus hepatitis B dan virus hepatitis C

Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan

 penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya

terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi hepatitis

B diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi

kronik.24

Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah penemuan virus

hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko penularan hepatitis C melalui

transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya

fakta bahwa 85% yang terinfeksi akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5%

menjadi karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular

adalah 14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun.22 Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah

3-17% dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C yang cukup

adekuat.16

Page 29: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 29/39

28

Transmisi virus lain

Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%.22 Banyak

orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi hepatitis C. Meskipun

infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang

menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.25

Infeksi yang disebabkan kontaminasi komponen darah oleh organisme lain seperti hepatitis A

dan parvovirus B19, untuk darah donor yang tidak dilakukan skrining serologis, telah dicatat

tetapi perkiraan angka infeksi melalui transfusi tidak ada.23 Infeksi karena parvovirus B19

tidak menimbulkan gejala klinis yang bermakna kecuali pada wanita hamil, pasien anemia

hemolitik dan imunokompromais. Di Amerika Serikat, penularan virus hepatitis A melalui

transfusi darah hanya terjadi pada 1: 1 juta kasus.24

Di Kanada 35-50% darah donor seropositif terhadap sitomegalovirus (CMV).23 Di Irlandia

didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang seropositif menularkan virus

melalui transfusi.8 Risiko penularan CMV melalui transfusi terutama terjadi pada bayidengan berat badan sangat rendah (<1200 g), pasien imunokompromais terutama yang

menjalani transplantasi sumsum tulang dan wanita hamil pada trimester awal yang dapat

menularkan infeksi terhadap janin. Penularan CMV terjadi melalui leukosit yang terinfeksi;

oleh sebab itu teknik untuk mengurangi jumlah leukosit dalam produk darah yang akan

ditransfusikan akan mengurangi risiko infeksi CMV. Komponen darah segar mempunyai

risiko infeksi CMV yang lebih tinggi daripada produk darah yang disimpan beberapa hari.25

HTLV-I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T pada dewasa. Biasanya

 penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi dan hanya sedikit yang pada akhirnya

menderita penyakit tersebut. HTLV-I dapat ditularkan melalui transfusi komponen sel darah.

Prevalensi tertinggi ada di Jepang dan Kepulauan Karibia.8 Sedangkan hubungan antaraHTLV-II dengan timbulnya penyakit masih belum jelas, tetapi infeksi dapat ditemukan pada

 pengguna narkotika intravena. Dikatakan bahwa infeksi akan timbul pada 20-60% resipien

darah yang terinfeksi HTLV-I dan II. Transmisi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan

darah dan jumlah sel darah merah dalam unit tersebut. Darah yang telah disimpan selama 14

hari dan komponen darah nonselular seperti kriopresipitat dan plasma beku segar ternyata

tidak infeksius.24

Kontaminasi bakteri

Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 1-2% konsentrat

trombosit.1 Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparanterhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah

oleh staf bank darah atau staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia

 pada donor saat pengambilan darah yang tidak diketahui.25

Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan sel darah merah

atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada suhu kamar meningkatkan pertumbuhan

hampir semua bakteri. Beberapa organisme, seperti Pseudomonas tumbuh pada suhu 2-6°C

dan dapat bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah yang disimpan,

sedangkan Yersinia dapat berproliferasi bila disimpan pada suhu 4°C. Stafilokok tumbuh

dalam kondisi yang lebih hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit pada suhu 20-

40°C. Oleh karena itu risiko meningkat sesuai dengan lamanya penyimpanan.1,22 Gejalaklinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul pada 1: 1 juta unit transfusi.

Page 30: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 30/39

29

Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1:9 juta unit transfusi sel darah merah. Di

Amerika Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah

sebanyak 16%; 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko

kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.25

Penularan sifilis di Kanada telah berhasil dihilangkan dengan penyeleksian donor yang cukuphati-hati dan penggunaan tes serologis terhadap penanda sifilis.25

Kontaminasi parasit

Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia pada saat

 pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat bepergian terakhir, tempat

tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi kemungkinan pengumpulan darah

dari orang yang mungkin menularkan malaria, penyakit Chagas atau leismaniasis. Di Kanada

dan Amerika Serikat penularan penyakit Chagas melalui transfusi sangat jarang.23 Risiko

 penularan malaria di Kanada diperkirakan 1:400.000 unit konsentrat sel darah merah, di

Amerika Serikat 1:4 juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporanmengenai penularan malaria melalui transfusi darah.8,25

Penyakit Creutzfeldt-Jacob

Pasien yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti pasien dengan riwayat graft

durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan atau gonadotropin yang berasal dari otak

manusia atau ada riwayat keluarga kandung garis keturunan pertama yang menderita penyakit

Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah. Hal ini dilakukan

meskipun penularan penyakit Creutzfeld-Jacobs melalui transfusi belum pernah dilaporkan.

Riwayat transfusi darah telah dilaporkan pada 16 dari 202 pasien dengan penyakit

Creutzfeldt-Jacob, angka ini sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol.8,25

 b.  Suplemen asam folat

Asam folat diberikan secara teratur (missal 5 mg /hari ) jika asupan diet buruk

c.  Terapi Khelesi

Terapi khalesi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.

Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3 

1. Deferoksamin (DFO) 

Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 8-12 jam denganmenggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus

yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang

menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang

dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.

2. Deferipron (L1) 

Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap

 jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan

deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebihrendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih

Page 31: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 31/39

30

terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron

dilaporkan dapat menyebabkan ES: agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan

fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.

3. Deferasirox (ICL-670) 

Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin pemasaran

di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang dianjurkan

adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali

lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler,

dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. ES: yang mungkin terjadi adalah sakit

kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

4.  Terapi-Kombinasi 

Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi kombinasi

secara simultan adalah pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipronsetiap hari selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian

deferipron oral 75 mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40

mg/kgBB selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat

menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun

tetap menjaga efektifitas kelasi.

d.  Vitamin c

Vitamin c ( 200 mg perhari ) meningkatkan ekresi besi di sebabkan oleh

desferioksamin.

e.  Transplantasi Sumsum tulang

Transplantasi sumsun tulang alorgenik memberi prospek kesembuhan yang permanen.Tingkat kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thalassemia mayor

 jangka panjang) adalah lebih dari 80 % pada pasien muda yang mendapat

khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati ataupun splenimegali.

Saudara kandung dengan antigen leukosit manusia ( human leucocyte antigen,

HLA) yang sesuai (atau kadang kadang, anggota keluarga lainnya atau donor

sesuai yang tak memiliki hubungan) bertindak sebagai donor. Kegagalan utama

adalah akibat kambuhnya thalsemia , kematian ( misalnya akibat infeksi ) atau

 penyakit graft versus host ( cangkok versus pejamu) kronik yang berat

 f.  Splenectomy

Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.

1. Elektif : 

- Kelainan hematologis 

- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas 

- Kista/tumor limpa 

- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan) 

2. Darurat: 

Page 32: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 32/39

31

- Trauma 

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif.

Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan protokol

ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan dan

sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus digunakan untukmenilai cedera abdomen sebelum operasi. 

 Kontraindikasi open splenektomi 

1.  Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy 

2.  Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi 

 Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy 

1. 

Riwayat operasi abdominal bagian atas 2.

 

Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol 

3.  Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100> 

4. 

Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal 

5.  Hipertensi porta 

Persiapan 

1. Anestesi umum. 

2. Pipa nasogastrik. 

3. Profilaksis antibiotik. 

4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin. 

5. Posisi terlentang 

Prosedur 

Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median, transversal atau subkostal kiri.

Pada kasus trauma, insisi mediana memungkinkan akses yang lebih baik ke alat dalam

lainnya. 

Open splenektomi 

Langkah pertama dan terpenting adalah memotong ligamen lieno-renalis. Dengan

 berdiri di sebelah kanan pasien, dan dengan asisten menarik perlahan pinggir kiri dari luka

operasi, jalankan satu tangan pada limpa ke bawah sampai ligamen lieno-renalis. Dengan

lembut, tarik limpa dan potong ligamen lieno-renalis, mulai dari bagian bawah dan bergerak

ke atas kutup atas dengan menggunakan gunting dengan gagang panjang. 

Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan kiri dan perlahan -lahan dorong

 peritoneum dengan swab pada stick.. Jaringan terus disapu dari belakang limpa, saat limpa

dibawa ke arah luar. Kemudian omentum bisa dilepas dari kutup bawah dengan memotongvasa gastroepiploica sinsitra antara forsep arteri dan ligasi dengan benang serap. Pada tahap

Page 33: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 33/39

32

ini, vasa brevia yang berjalan dari kutup atas limpa ke lambung melalui ligamen gastro-

lienalis harus diikat dan dipotong sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak merusak lambung. 

Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh limpa. Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling

hilus dan palpasi cabang-cabang arteri lienalis saat arteri tersebut memasuki limpa. Dengan

ibu jari pada kauda pankreas untuk melindunginya, klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta vena-venanya.Selanjutnya sisa ligamen gastro-lienalis bisa dipotong. Limpa bisa

diangkat dan pembuluh- pembuluh utama diikat rangkap dua, arteri sebelum vena. Suction

drain ditempatkan pada rongga subfrenik dan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. 

LO.2.9. Pencegahan

Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir

dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitusecara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan caramelakukan penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderitathalassemia mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukanskrining untuk mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing ), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.

1.  EdukasiEdukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang

 penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia denganfrekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harusdiajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasitentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara

 pencegahannya.

Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait.

Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan

materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.2.  Skrining Karier

Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat

yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidensthalassemia secara dramatis.Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia padasuatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuanuntuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikankemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukanuntuk menghindarinya.Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia International

Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 4 sebagai berikut :

Page 34: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 34/39

33

Gambar 4. Alogritma skrinning thalassemia

Page 35: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 35/39

34

Target utama skrining adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E.15Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerahdengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelummemiliki anak.

Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran

silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi.

Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada

anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik

khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar kerabat

dekat.Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaankualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui

mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalumengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl),karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karierthalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus

disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum, dengan total iron-binding capacity.

3.  Konseling Genetika 

Istilah konseling genetika pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd

(1947) dari Dight Institute for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling

genetika dapat diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada

masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya” .

Pada prinsipnya sebelum dilakukan konseling genetika dibutuhkan seorang

konselor. Konselor ini tidak harus seorang dokter, tetapi dapat juga berupa perawat,

 bidan, psikolog, bahkan pekerja sosial (Simon and Pardes, 1977). Yang terpenting

seorang konselor sudah terlatih dan sangat menguasai tentang thalassemia. Seorangkonselor harus dapat menyampaikan informasi seputar thalassemia. Informasi itu

menyangkut 3 hal pokok, yaitu:

1.  Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan

masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia major.

2. 

Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh klien dan

membiarkan mereka membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang

dilakukan.

3.  Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan

 baik dan lancar.

Secara umum sasaran dari seorang konselor genetika adalah pasangan pranikah,

terutama yang berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita

thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

hematologis (full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah. Hal tersebut untuk

memastikan apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia.

Apabila hanya salah satu yang mengemban risk factor dari thalassemia relatif

rendah. Namun, apabila keduanya carrier, perlu dikonfirmasikan apabila mereka tetap

menutuskan untuk melangsungkan pernikahan, maka persentase keturunan yang akan

menderita thalassemia major adalah sebesar 25%. Keputusan yang diambil sangat

 bergantung kedua pasangan tersebut.

Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk pasangan yang beresiko

tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan premarital maupun pasangan yang telahmemiliki anak dengan kasus thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu

Page 36: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 36/39

35

diberitahukan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu mengetahui apakah

 janin yang dikandung menderita thalassemia ataupun tidak, yang dikenal dengan nama

diagnosis prenatal.

Perlu diinformasikan pula mengenai prosedur diagnosis, tingkat kesalahan

diagnosis, biaya serta kemungkinan abortus akibat pengambilan sample. Dengan

demikian, klien dapat mempertimbangkan untung-ruginya sebelum mengambilkeputusan. (Blumberg et.al, 1975)

Kesuksesan konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

sosial budaya kedua pasangan. Berdasarkan pengalaman negara yang meniliki

 prevalensi tinggi kasus thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus, dan Italia, program

konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insedensi dari kasus

Thalassemia hingga mencapai 80% dalam 10 tahun terakhir. (Cao dan Rosatelli, 1988)

Mayoritas pasangan yang beresiko tinggi untuk melahirkan anak dengan kasus

thalassemia, biasanya tetap memutuskan untuk menikah. Namun, mereka lebih

memilih untuk tidak memiliki keturunan. Hal tersebut tentunya berlawanan dengan

masyarakat kita. Hal tersebut dikarenakan paradigma masyarakat yang cenderung

mencap menikah adalah untuk memperoleh keturunan.(Ganie, 2005)

Tubuh kesehatan dunia (WHO) menyarankan 2 tahap strategi dalam pencegahan

thalassemia.

Tahap 1, melibatkan pengembangan kaedah yang sesuai untuk diagnosa pranatal dan

menggunakannya untuk mengenal dengan pasti pasangan yang mempunyai resiko

tinggi misalnya mereka yang telah mempunyai anak dengan penyakit thalassemia.

Tahap ke2, melibatkan penyaringan penduduk untuk mengenal pasti pembawa dan

memberi penjelasan kepada mereka yang mempunyai resiko. Seterusnya menyediakandiagnosis pranatal sebelum mereka mempunyai anak-anak yang mengidap talasemia.

Hal ini bisa menurunkan jumlah bayi yang mengidap talasemia.

Pencegahan Primer

Penyuluhan sebelum perkawinan ( marriage counselling ) untuk mencegah

 perkawinan diantara penderita talasemia agar tidak mendapat keturunan yang

hemozigot atau varian –  varian talasemia dengan mortalitas tinggi.

Pencegahan Sekunder 

Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan talasemiaheterozigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengna sperma berasal

dari donor yang bebas talasemia . Kelahiran kasus homozigot terhindar tetapi 50 %

dari anak yang lahir adalah carier seperti ibunya sedangkan 50 % lainnya adalah

normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion

merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot

intrauterin sehingga dapat dilakukan tindakan abortus provokatus.

4.  Diagnosis Pranatal

Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal padawanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanitahamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkandiagnosis pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen

Page 37: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 37/39

36

thalassemia homozigot. Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia β+dan βO yang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart‟s hydrops.Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.1,3 Metodeyang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin.Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis(VCS/ villi chorealis sampling ).

LO.2.10. Komplikasi

Komplikasi pada Jantung

Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah

terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita thalasemia

mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi

 pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau

 perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya

kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor

imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapitidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah

 pemberian transfusi pertama kali.

Komplikasi endokrin

Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja, dan

dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu

hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari anterior adalah

 bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang akan menggangu sekresi

hormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan

dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak

 perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisadipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi

 pertumbuhan yang harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya bia

sanya anak dengan thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang

 berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi

kalsium, defisiensi zinc dantembaga, rendahnya level insulin seperti growth faktor-1(IGF-1)

dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi

glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes.

Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid merupakan

kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap

awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid kasus

lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan

hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua

kehidupan.

Komplikasi metabolik

Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu rendahnya

masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsi

multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa diukur

dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada tiga

tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi

osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopenia apabila T score-1 sampai-2.

Komplikasi hepar

Page 38: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 38/39

37

Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan kolagen

dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang berlebih. Penyakit hati

yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin,

 peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan

dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C

akibat pemberian transfusi.

Komplikasi Neurologi

Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan

 beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat

 besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal

dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama disebabkan oleh

neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf.

LO.2.11. Prognosis

Prognosis dari thalassemia tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sejauh manaseorang individu mengikuti pengobatan yang telah ditetapkan dengan tepat. Penderita beta-

thalassemia mayor (bentuk yang paling parah dari thalassemia), dapat hidup sampai usia lima

 puluhan dengan transfusi darah, terapi khelasi besi, dan splenektomi. Tanpa terapi khelasi

 besi, bagaimanapun, hidup dibatasi oleh tingkat kelebihan zat besi dalam hati, dengan

kematian sering terjadi antara usia 20 dan 30. Transplantasi sumsum tulang dengan sumsum

dari donor yang cocok menawarkan tingkat 54% sampai 90% hidup untuk orang dewasa.

Hampir semua bayi lahir dengan alpha-thalassemia mayor akan meninggal akibat anemia.

Ada, Namun, sejumlah kecil yang dapat bertahan hidup setelah menerima prenatal

(intrauterin) transfusi darah. Prospek untuk pasien dengan HBH tergantung pada komplikasi

dari transfusi darah, splenomegali (pembesaran limpa), atau splenektomi (pengangkatanlimpa) dan derajat anemia.http://www.mdguidelines.com/thalassemia/prognosis

Page 39: Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

8/10/2019 Wrap up B- 11 Skenario 2 Hemato

http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-b-11-skenario-2-hemato 39/39

Daftar Pustaka

A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6.

Jakarta : EGC

Andreoli, Benett, Carpenter, and Plum. Cecil Essentials of Medicine Fourth Edition.

W.B. S

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

1984: 62 –  67. Supandiman, Prof. dr. Iman, DSPD. H. Hematologi Klinik. Penerbit

Alumni. Bandung. 1997: 67.

Company. Philadelphia. 1997: 386 –  387. 

Howard, Martin R., and Peter J. Hamilton.

Haematology Third Edition. Elsevier. 2008: 32 –  33. Sodeman, William A., and Thomas M.

Sodeman. Patofisiology –  Pathologic Physiology Mechanism of

Disease. Hipokrates. 1995: 277 –  278 dan 333 –  335. Spivak, Jerry L. Fundamentals

of Clinical Hematology Second Edition. Harpers & Row Publisher. USA.

Hillam RS, etc. 2005. Hematology in Clinical Practice –  A Guide to Diagnosis and

 Management . 4th edition. New York. Mc-Graw-Hill

Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of

Haemoglobin. In:Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th

ed. 5: 85-98. London: Mosby

Mansjoer A, dkk. 2001. Kapitas selekta Kedokteran. Edisi-3. Volume 1. Jakarta :Media Aesculapius

Price SA, etc. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi 6.

Volume 1. Jakarta : EGC

Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The

Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

http://www.ichrc.org/106-transfusi-darah

http://www.mdguidelines.com/thalassemia/prognosis

http://thalasemia.org/penyebab-penyakit-thalasemia/

Anonymous.2012.Penyakit

Thalassemia .http://www.TALASEMIA«DokMud‟szone.htm,com. Diakses tanggal 29

oktober 2014