BAB Il LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. S Umur : 71 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu RT Alamat : Kembaran Wetan Datang di RS : Tanggal 14 Februari 2013 Tanggal periksa : Tanggal 16 Februari 2013 No.CM : 544489 II. ANAMNESA Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013 A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan B. Keluhan Tambahan : Mual C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal 14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB Il
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu RT
Alamat : Kembaran Wetan
Datang di RS : Tanggal 14 Februari 2013
Tanggal periksa : Tanggal 16 Februari 2013
No.CM : 544489
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013
A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan
B. Keluhan Tambahan : Mual
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal
14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang
kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian
perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang dirasakan
semakin memberat pada posisi berbaring dan terasa membaik bila
pasien membungkuk.
Selain nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh mual –
mual. Pasien tidak kembung, muntah, diare, atau sulit BAB. Keluhan
BAK (nyeri saat berkemih, kencing menetes, anyang-anyangan)
disangkal, air kencing berwarna kuning jernih dan tidak pernah terdapat
pasir atau batu.
1
Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien hanya mengkonsumsi
obat penghilang rasa sakit. Namun, karena rasa sakitnya tidak kunjung
membaik, pasien memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
D. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada
tahun 2008. Saat itu pasien memeriksakan dirinya ke RSU Purbalingga
dan didiagnosis batu ginjal. Pasien hanya diberikan obat dan belum ada
indikasi operasi.
Riwayat minum obat-obatan tertentu sebelumnya disangkal, riwayat
penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, asam urat disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung pada
keluarga disangkal. Riwayat batu ginjal (+) diderita oleh kakak pasien.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pasien Jamkesmas di ruang Kenanga.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan.
Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat
terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL.
Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada
20
beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan
obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,
kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat
dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati,
irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur
lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan
dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada
anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang
bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka
(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman
21
penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
F. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan
dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
G. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko
tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
22
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
- Minum banyak 2.5 - 3.5 liter
- Hiperkalsuria : pemberian diuretikatiazid seperti hidrokortiazid
perhari 25-50mg, dan diit rendah kalsium.
- Batu infeksi: antibiotika
- Hiperurisemia : pemberian allopurinol 100 sampai dengan 300
mg/hariAllopurinol merupakan obat yang menghambat enzim
xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin menjadi
asam urat.
- Analgesik berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri.
- Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat
aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis
prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam
mengatasi kolik ginjal, contoh obat yang diberikan Ketorolac dan
Ibuprofen.
- Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat
menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
23
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Gambar 7. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,
hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-
vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
24
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya.
25
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi
dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS
dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal
yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip
dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
26
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli), dan pecahan batu dikeluarkan mengunakan evaltor.
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Pada prosuder ini suatu
endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam ureter
lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional.
Dilakukan bila>4mm sampai ≤ 15 mm - Ukuran batu ≤4mm
dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain
dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik.
Dan seringkali diperlukan pemasangan stent ureter setelah
prosedur ini, untuk mencegah spasme dan udem pada ureter.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
27
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
H. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
28
KESIMPULAN
1. Kasus berupa wanita 71 tahun, keluhan nyeri pinggang kanan dirasakan sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati, melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja
nefrolithiasis dextra.
2. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu medikamentosa IVFD D5% 20 tpm,
Omeprazole 2 x 1 tab , Kaltrofen supp (ekstra), serta terapi Operatif
pyelolitectomy dextra
3. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi, disebabkan oleh faktor intrinsik dan
ektrinsik, dapat berbahan dasar oksalat, fosfat, sistin, xantin serta urat.
4. Pembentukan batu didasarkan pada teori nukleasi, teori matrix,
penghambatan kristalisasi, teori supersaturasi, Teori Presipitasi-kristalisasi,
teori epitaksi.
5. Batu staghorn merupakan batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks
ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, terjadi pada keadaan
infeksi saluran kemih berdasarkan teori matriks calculi dan teori nano bakteri.
6. Komplikasi urolitiasis dibagi dua, komplikasi akut dan komplikasi jangka
panjang. Komplikasi akut misalnya avulsi ureter, trauma organ pencernaan,
sepsis, trauma vaskuler, urinoma, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi,
ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang misalnya striktur ureter.
Serta obstruksi yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan
kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alon, U.S. 2008. Medical treatment of pediatric urolithiasis. Pediatr Nephrol 2009 November; 24 (11): 2129-2135
Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition.
Anonim. Batu Saluran Kemih. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran Kemih Bagian Atas. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Benninghoff, A. 1993. Makroskopische anatomie, embryologie und histology des Menschen (Translated by dr. med. Dirk Manski) . Munchen; Wien; Baltimore : Urban und Schwarzenberg.
Emedicine. 2011. Staghorn and Struvit stone. Retrieved at www.emedicine.com. Diakses tanggal 8 Desember 2012.
Kim,S.C, Coe, F.L, Tinmouth W et al. 2005. Stone Formation Proportion To Papier Surface Coverage By Randall’s Plaque. J. Urol 2005, 173(1).
Lina,N. 2008. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki – Laki (Studi Kasus di RS Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang 2008.
Maragela, M., Vitale,C., Petrulo,M. et al. 2008. Renal Stone from Metavolic to Phsycochemical Abnormalisies, How Useful are Inhibitor. J. Nephrol. 2009; 13: S51-S60
Silbernagl, S. and Lang,F. 2007. Ginjal, Keseimbangan Garam dan Air. Dalam Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Sjamsuhidajat,R., de Jong,W. 2008. Bab 32 : Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Laki. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stoler,M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, J.P. 2004. The Primary Stone Event : A New Hypothesis Involving A Vascular Ethiology. J. Urol 2004. 171 (5)
William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian.