BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : Tn. B Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 76 tahun Alamat : Rawa Badak, Koja Pekerjaan :Tidak Bekerja Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam MRS :24November 2015 B. ANAMNESIS ( Tanggal 25November 2015 ) Keluhan Utama Sesak Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang ke Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dengan keluhan sesak yang bertambah berat sejak ± 1 hari SMRS, sesak semakin berat bila melakukan aktivitas dan berbicara, pada posisi duduk sesak tidak berkurang.Nyeri dada dirasakan pasien setelah di Rumah Sakit, nyeri dikedua dada dan tidak menjalar.Batuk berdahak sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak berwarna putih dan kental, tidak ada darah.Pasien juga berkeringat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 76 tahun
Alamat : Rawa Badak, Koja
Pekerjaan :Tidak Bekerja
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
MRS :24November 2015
B. ANAMNESIS ( Tanggal 25November 2015 )
Keluhan Utama
Sesak
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dengan keluhan
sesak yang bertambah berat sejak ± 1 hari SMRS, sesak semakin berat bila
melakukan aktivitas dan berbicara, pada posisi duduk sesak tidak berkurang.Nyeri
dada dirasakan pasien setelah di Rumah Sakit, nyeri dikedua dada dan tidak
menjalar.Batuk berdahak sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak berwarna putih dan
kental, tidak ada darah.Pasien juga berkeringat dingin.Pasien tidak demam, tidak ada
keluhan mual muntah,nafsu makan biasa, BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan.
Pasien mengatakan sesak sering hilang timbul, sudah dirasakan sejak 11 tahun
yang lalu, kadang disertai batuk berdahak, dahak warna putih.Pasien juga mengatakan
sesak timbul saat kelelahan.Pasien mengaku menurut dokter ada sumbatan diparu-
paru dan memang sering kontrol ke dokter irsyad karena mempunyai riwayat PPOK,
pasien juga rutin mengkonsumsi obat spiriva 2 hari sekali dan seretide 2 x 250 mg.
Pasien mengatakan tahun 2003 dan 2005 pasien pernah dilakukan
pemasangan WSD disebelah kiri dengan diagnosis pneumotoraks karena kecelakaan.
Dan sejak pemasangan WSD itu pasien rutin kontrol ke dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma (+) sejak kecil, sebelum penyakit memberat pasien mengaku jarang ke
dokter karena jarang kambuh.
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, TB paru tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Ayah pasien memiliki riwayat asma.
Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus, TB di Keluarga tidak ada.
Riwayat Alergi
Alergi Makanan, obat dan debu tidak ada.
Riwayat Psikososial
Pasien makan teratur 2-3 x dalam sehari.
Olahraga rutin, 1 tahun yang lalu pasien masih bisa jalan santai 30-45 menit setiap
pagi tapi sekarang sudah tidak bisa.
Minum kopi 1 cangkir/hari.
Riwayat merokok (+) merokok selama 40 tahun, ± 5 batang/hari. Pasien berhenti
merokok sejak tahun 1997.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Composmentis
Gizi :
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 60 kg
IMT : 60/(1.68)2 = 21,27
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 96 x/m,
Pernapasan : 32 x/m
Temperatur : 36,4°C
Status Generalis
• Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan ditatalaksana, dikarakteristikan
oleh adanya keterbatasan aliran udara yang persisten yang biasanya progresif dan
dihubungkan dengan peningkatan respon inflamasi kronik saluran nafas dan paru paru
oleh partikel dan gas berbahaya.Definisi ini tidak berlaku pada bronchitis kronik dan
empisema serta asma.
Gejala utama PPOK :
a. Dyspnea
b. Batuk kronik
c. Produksi sputum kronik
Ketiga keadaan tersebut akan menjadi lebih sering ketika keadaan eksaserbasi.
Eksaserbasi pada PPOK didefiniskan sebagai kejadian akut yang dikarakteristikan
dengan perburukan gejala respiratori pasien yang jauh dari normal dari hari ke hari dan
membutuhkan perubahan medikasi.
2. Prevalensi2
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu peyakit tidakmenular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyabab antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyak jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara didalam ruangan mau pun di luar ruangan dan tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utamakematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO 2002).
Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedanghingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7 %, seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5,014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien
dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1986 asma, bronkhitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kematian utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkhitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat,Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%),dan lainnya (2%). (DEPKES RI, 2004)
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok didalam rumah ketika bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok pasif (BPS,2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25 %. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.
Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Selain mobil-mobil baru, mobil tua yang mengeluarkan gas buang yang banyak dan pekat, banyak beroperasi di jalan yang menimbulkan polusi udara. 78-90 % pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit tersebut juga meningkat.
Faktor yang berperan dalam peningkatan, yaitu :
Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki diatas 15 tahun (60-70%) Pertambahan penduduk Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi
63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan dipertambangan.
3. Etiologi1
Penyebab paling sering di seluruh dunia adalah hisapan tembakau pada
rokok.Lingkungan luar, pekerjaan, dan polusi udara pada ruangan juga merupakan factor
tersering.Mereka yang bukan perokok juga dapat terkena PPOK. Factor genetic juga
mempengaruhi terjadinya PPOK antara lain defisiensi alpha-1 antitripsin yang berat.
PPOK dihubungkan dengan seberapa banyak partikel berbahaya yang terinhalasi
ke saluran napas selama hidupnya.
a. Tobacco Smoke : termasuk rokok, pipa, rokok batang, dan berbagai macam
tembakau lainnya yang popular di masing – masing Negara yang termasuk
Enviromental Tobacco Smoke (ETS).
b. Indoor Air Pollution : seperti asap pada saat memasak atau memanaskan
makanan di dapur, terbanyak pada wanita di Negara berkembang.
c. Occupational Dusts and Chemical : bergantung pada seberapa lama terpajan
bahan – bahan tersebut.
d. Outdoor Air Pollution : bergantung pada banyaknya partikel yang terinhalasi.
Factor lainnya yang mempengaruhi perkembangan paru pada saat kehamilan juga
mungkin dapat mempengaruhi kejadian PPOK.
Pada kasus ini : pasien merokok sebungkus perhari. Merokok sudah sejak pasien
berumur 15 tahun.Pasien juga sering keluar di malam hari untuk mengobrol dengan
tetangganya.Keadaan ini sesuai dengan factor risiko utama PPOK yaitu adanya riwayat
merokok pada pasien.
4. Patogenesis dan patologi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini
adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.1
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.1
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran
nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan
parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada
penderita asma.3
5. Diagnosis dan Assessment
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-
batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
a. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS
sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
b. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
c. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
d. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan.
Tujuan dari asesmen PPOK adalah untuk memastikan keparahan PPOK, pengaruh
pada status kesehatan pasien, dan risiko kejadian ke depan (eksaserbasi sampai kematian)
untuk keperluan tindakan. Beberapa aspek penilaian antara lain :
Symptoms
Derajat sumbatan aliran udara (spirometri)
Risiko eksaserbasi
Komorbiditas
a. Assesmen Symptoms : COPD Assesment Test (CAT score)1,4
b. Assesmen derajat sumbatan napas dengan spirometri : klasifikasi keparahan
pada PPOK.
c. Assesmen Risiko Eksaserbasi : eksaserbasi pada PPOK didefiniskan sebagai
kejadian akut yang dikarakteristikan dengan perburukan gejala respiratori
pasien yang jauh dari normal dari hari ke hari dan membutuhkan perubahan
medikasi. Predictor terbaik frekuensi kejadian eksaserbasi (2/lebih setahun)
adalah riwayat kejadian penanganan sebelumnya. Perawatan di RS pada kasus
eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan prognosis yang buruk dan
meningkatkan risiko kematian.
d. Assesmen Komorbiditas : penyakit kardiovaskular, depresi dan cemas,
disfungsi otot skeletasl, sindrom metabolic, dan kanker paru sering terjadi
pada pasien PPOK dan perlu dilakukan penanganan khusus dan cukup serius.
6. Diagnosis banding
PPOK didiagnosa banding dengan :1,2
Diagnosa Gejala
PPOK- Onset pada usia pertengahan- Gejala progresif lambat- Lamanya riwayat merokok- Sesak saat aktivitas- Sebagian besar hambatan aliran udara- Ireversibel
Asma- Onset awal sering pada anak- Gejala bervariasi dari hari ke hari- Gejala pada malam/menjelang pagi- Disertai atopi, rinitis atau eksim- Riwayat keluarga dengan asma- Sebagian besar keterbatasan aliran udara- Reversibel
Gagal Jantung Kongestif- Auskultasi terdengar ronkhi halus dibagian
basal- Foto thoraks tampak jantung membesar,
edema paru.- Uji faal paru menunjukkan retriksi bukan
onstruksi
Bronkiektasis- Sputum produktif dan purulen- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri- Auskultasi terdengar ronkhi kasar- Foto thoraks/CT scan toraks menunjukkan
pelebaran dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis - Onset segala usia- Foto thoraks menunjukkan infiltrat- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemis
Bronkhiolitis obliterans- Onset pada usia muda bukan perokok- Mungkin memiliki riwayat renatoid artritis
atau pajanan asap.- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan
daerah hipodens.
Panbronkhiolitis difus- Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok- Hampir semua menderita sinusitis kronik- Foto thoraks dan HCRT toraks menunjukkan
nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi
Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK adalah :
- SOPT (Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada pasien pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : destroyed lung.
7. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2010, dibagi atas 4 derajat :2
Derajat Klinis Faal ParuBatuk, produksi sputum Normal
Derajat 1:PPOK ringan
Gejala batuk kronikdan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun
VEP1/KVP <70%.VEP1 >80% prediksi
Derajat II:PPOK sedang
Gejalasesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya
VEP1/KVP <70%50% <VEP1 <80% prediksi
Derajat III:PPOK berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
VEP1/KVP <70%30% <VEP1 <50% prediksi
Derajat IV : PPOK sangat berat
Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
VEP1/KVP <70% <VEP1
<30% prediksi atau VEP1
<50% prediksidisertai gagal napas kronik
8. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah2 :
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
a. Nonfarmakologis
Penghentian merokok merupakan cara terbaik untuk menindaklanjuti
keparahan dari PPOK. Peran petugas kesehatan sangat penting pada poin ini. Dapat
dilakukan dengan 2 cara :
Konseling : edukasi pada pasien tentang bahaya dari merokok dan
keparahan PPOK yang akan timbul.
Terapi pengganti nikotin : penggunaan terapi pengganti nikotin sama
baiknya dengan farmakoterapi. Dapat meningkatkan angka berhenti
merokok pada pasien PPOK.
Pencegahan Merokok harus terdapat peran besar antara pemerintah dan
petugas kesehatan melalui beberapa kebijakan dan peraturan yang ketat.
Occupational Exposure perlu dilakukan pada mereka yang bekerja pada
lingkungan yang mengandung gas atau polusi berbahaya.Penting untuk mencegah
inhalasi melalui peraturan pada tempat bekerja.
Indoor and Outdoor Air Pollution edukasi pasien untuk menghindari polusi
baik yang berada di dalam maupun yang ada di luar ruangan.
Aktivitas Fisik dapat dilakukan pada pasien untuk meningkatkan fungsi
paru pasien.
Tabel kombinasi assesmen PPOK.
b. Farmakologis pada PPOK Stabil
Terapi farmakologi untuk mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan
keparahan eksaserbasi, serta merubah status kesehatan dan keterbatasan fisik.
Beberapa obat yang dipilih pada PPOK :
1) Bronkodilator : terapi utama pada sumbatan aliran napas. Terdiri dari
Short Acting Bronchodilators untuk keadaan eksaserbasi dan Long Acting
Bronchodilators untuk mengkontrol gejala dan mengurangi risiko
serangan.
2) Inhalasi kortikosteroid : monoterapi inhalasi kortikosteroid jangka panjang
tidak direkomendasikan. Dapt membantu mengurangi gejala sumbatan
aliran nafas.
3) Inhalasi gabungan kortikosteroid dan bronkodilator : lebih efektif
dibandingkan dengan monoterapi inhalasi.
4) Oral kortikosteroid : tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
5) Metylxanthines : kurang efektif dibandingkan dengan inhalasi
kortikosteroid dan bronkodilator. Tidak dianjurkan jika kedua obat
tersebut tersedia.
Pengobatan PPOK lainnya antara lain :
1) Vaksin : dapat mengurangi risiko kejadian penyakit serius dan kematian
pada pasien PPOK. Harus diberikan setahun sekali pada pasien PPOK.
Vaksin Pneumococcal Polysaccharide direkomendasikan pada pasien
usia>65 tahun dan telah terbukti mengurangi risiko terjadinya CAP pada
pasien usia dibawah 65 tahun.
2) Alpha-1 Antitrypsin Augmentation Therapy : tidak dianjurkan pada pasien
PPOK yang tidak mengalami deficiency Alpha-1 Antitrypsin serius.
3) Antibiotic : tidak direkomendasikan kecuali terdapat komorbiditas pada
pasien PPOK.
4) Agen mukolitik : dapat digunakan pada pasien dengan produksi sputum
yang banyal (e.g. carbocysteine).
5) Antitussive : tidak dianjurkan.
6) Vasodilator : tidak direkomendasikan.
Pengobatan lainnya :
1) Rehabilitasi : efektif rehabilitasi selama 6 minggu untuk memperbaiki
gejala dyspnea dan fatigue.
2) Terapi oksigen : untuk pasien dengan gagal napas kronik telah
menunjukkan peningkatan angka keselamatan pada pasien dengan
hypoxemia berat.
3) Ventilator : ditujukan untuk menyelamatkan pasien dengan hiperkapnia
namun tidak berguna untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
4) Pembedahan : diindikasikan pada pasien dengan empisema pada lobus
atas paru dan kegagalan dengan terapi farmakologi. Pasien dengan PPOK
sangat berat dianjurkan untuk transplantasi paru untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien dan kapasitas fungsional.
9. Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti :
Gagal napas- Gagal napas kronik- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang Kor pulmonale
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po₂ <60 mmHg dan Pᴄo₂ >60 mmHg dan pH normal, penatalaksanaan:
Jaga keseimbangan Po₂ dan Pᴄo₂
bronkodilator adekuat terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas atau waktu tidur antioksidan latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
sesak napas dengan atau tanpa sianosis sputum bertambah purulen demam kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
Kor Pulmonale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50%, dapat disertai gagal jantung kanan.
10. Rujukan ke spesialis paru
Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari pelayanan
kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum (termasuk juga
puskesmas).
PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah :
PPOK derajat sedang sampai sangat berat
Timbul pada usia muda
Sering mengalami eksaserbasi
Memerlukan terapi oksigen
Memerlikan terapi bedah paru
Sebagai persiapan terapi pembedahan
PPOK dengan komplikasi
Rujukan dari puskesmas mempunyai kriteria yang agak lain karena faktor sosiokultural di
daerah perifer berbeda dengan di daerah perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA:
2015. Diunduh 29 November 2015 dari http://www.goldcopd.com.
2. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2006.
3. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.
4. Paul Jones DKK. 2012. COPD Assesment Test. UK : GlaxoSmithKlines Group of
Companies. Diunduh 20 Oktober 2015 dari www.CATestonline.org.